Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Mei 2020
Baca: Kejadian 19:1-29
"Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan
janganlah berhenti di manapun juga di Lembah Yordan, larilah ke
pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap." Kejadian 19:17
Ketika hendak membumihanguskan kota Sodom dan Gomora karena kebejatan moral penduduknya, teringatlah Tuhan pada permohonan Abraham: "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?" (Kejadian 18:23). Hati Tuhan pun tergerak oleh belas kasihan karena Ia teringat pada Lot dan keluarga, sehingga Ia mengutus malaikat-Nya. "Ketika fajar telah menyingsing, kedua malaikat itu mendesak Lot, supaya
bersegera, katanya: 'Bangunlah, bawalah isterimu dan kedua anakmu yang
ada di sini, supaya engkau jangan mati lenyap karena kedurjanaan kota
ini.' Ketika ia berlambat-lambat, maka tangannya, tangan isteri dan tangan
kedua anaknya dipegang oleh kedua orang itu, sebab TUHAN hendak
mengasihani dia; lalu kedua orang itu menuntunnya ke luar kota dan
melepaskannya di sana." (Kejadian 19:15-16).
Malaikat Tuhan berpesan agar tidak menoleh ke belakang (ayat nas), tapi isteri Lot "...menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam." (Kejadian 19:26). Makna rohani 'menoleh ke belakang' adalah kembali kepada kehidupan lama, berkompromi dengan dosa, mengingat-ingat kehidupan di masa lalu. Sebagai ciptaan baru di dalam Kristus kita harus benar-benar menanggalkan kehidupan lama dan mengenakan manusia baru, serta mengarahkan pandangan ke depan kepada rancangan Tuhan, yaitu masa depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11). Ketika bangsa Israel telah dilepaskan dari perbudakannya di Mesir, raja Firaun tak berhenti untuk mengejar mereka sehingga mereka dihadapkan pada pilihan hidup: taat kepada Tuhan untuk meneruskan perjalanan, atau kembali kepada kehidupan lama di Mesir sebagai budak.
Ketika bangsa Israel memilih untuk taat kepada Tuhan, Tuhan menyatakan kuasa dan mujizat-Nya di tengah-tengah bangsa Israel, seperti tertulis: "...TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras,
membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu." (Keluaran 14:21).
Menoleh ke belakang berarti enggan meninggalkan kehidupan lama!
Monday, May 4, 2020
Sunday, May 3, 2020
SIAP MENERIMA TEGURAN KERAS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Mei 2020
Baca: Amsal 15:1-33
"Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, tetapi siapa mendengarkan teguran, memperoleh akal budi." Amsal 15:32
Orangtua mana pun tak menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang nakal, gagal dalam studi, salah dalam pergaulan, dan mengalami penderitaan di kemudian hari. Semua orangtua pasti berharap anak-anaknya menjadi orang yang berhasil dalam segala bidang yang ditekuninya dan menjadi anak-anak yang sangat membanggakan. Karena itu para orangtua berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, bahkan mereka rela melakukan dan mengorbankan apa saja demi kepentingan si anak.
Sekalipun demikian orangtua terkadang harus bersikap keras kepada anak-anaknya: menasihati, mendidik, memperingatkan, menegur dan jika perlu, menghajar, demi kebaikan si anak. Tuhan pun berlaku demikian terhadap anak-anak-Nya! Selain mencurahkan kasih-Nya, kemurahan-Nya, pemeliharaan-ya, kebaikan-Nya, penyertaan-Nya dan pertolongan-Nya, Dia juga akan memberikan teguran, nasihat dan hajaran kepada anak-anak-Nya bila mereka melakukan pelanggaran atau hidup menyimpang dari kehendak-Nya. Tujuan teguran dan hajaran Tuhan adalah agar kita menjadi jera dan tidak lagi mengulangi kesalahan, sehingga kita dapat bertumbuh ke arah yang benar sesuai dengan kehendak-Nya. Teguran, pukulan atau hajaran dari Tuhan terhadap anak-anak-Nya bisa dalam bentuk masalah, sakit-penyakit, kesulitan atau kesesakan. Tetapi banyak sekali orang Kristen yang merespons teguran dan hajaran Tuhan ini dengan sikap hati yang salah: sakit hati, marah, tersinggung, kecewa, menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain dan bahkan berani menyalahkan Tuhan.
Ketika Daud melakukan dosa besar di hadapan Tuhan, yaitu berzinah dengan Batsyeba, Tuhan memakai Natan untuk menegur dan memperingatkan. Respons Daud, "Aku sudah berdosa kepada TUHAN." (2 Samuel 12:13), ia minta pengampunan kepada Tuhan dan bertobat. Bila kita mendapat teguran dan hajara dari Tuhan jangan menjadi kecewa dan marah! Justru bersyukurlah sebab itu artinya Tuhan memperlakukan kita sebagai anak, karena tak ada anak yang tidak pernah dihajar oleh ayahnya (Ibrani 12:7).
"Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya." Amsal 3:11
Baca: Amsal 15:1-33
"Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, tetapi siapa mendengarkan teguran, memperoleh akal budi." Amsal 15:32
Orangtua mana pun tak menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang nakal, gagal dalam studi, salah dalam pergaulan, dan mengalami penderitaan di kemudian hari. Semua orangtua pasti berharap anak-anaknya menjadi orang yang berhasil dalam segala bidang yang ditekuninya dan menjadi anak-anak yang sangat membanggakan. Karena itu para orangtua berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, bahkan mereka rela melakukan dan mengorbankan apa saja demi kepentingan si anak.
Sekalipun demikian orangtua terkadang harus bersikap keras kepada anak-anaknya: menasihati, mendidik, memperingatkan, menegur dan jika perlu, menghajar, demi kebaikan si anak. Tuhan pun berlaku demikian terhadap anak-anak-Nya! Selain mencurahkan kasih-Nya, kemurahan-Nya, pemeliharaan-ya, kebaikan-Nya, penyertaan-Nya dan pertolongan-Nya, Dia juga akan memberikan teguran, nasihat dan hajaran kepada anak-anak-Nya bila mereka melakukan pelanggaran atau hidup menyimpang dari kehendak-Nya. Tujuan teguran dan hajaran Tuhan adalah agar kita menjadi jera dan tidak lagi mengulangi kesalahan, sehingga kita dapat bertumbuh ke arah yang benar sesuai dengan kehendak-Nya. Teguran, pukulan atau hajaran dari Tuhan terhadap anak-anak-Nya bisa dalam bentuk masalah, sakit-penyakit, kesulitan atau kesesakan. Tetapi banyak sekali orang Kristen yang merespons teguran dan hajaran Tuhan ini dengan sikap hati yang salah: sakit hati, marah, tersinggung, kecewa, menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain dan bahkan berani menyalahkan Tuhan.
Ketika Daud melakukan dosa besar di hadapan Tuhan, yaitu berzinah dengan Batsyeba, Tuhan memakai Natan untuk menegur dan memperingatkan. Respons Daud, "Aku sudah berdosa kepada TUHAN." (2 Samuel 12:13), ia minta pengampunan kepada Tuhan dan bertobat. Bila kita mendapat teguran dan hajara dari Tuhan jangan menjadi kecewa dan marah! Justru bersyukurlah sebab itu artinya Tuhan memperlakukan kita sebagai anak, karena tak ada anak yang tidak pernah dihajar oleh ayahnya (Ibrani 12:7).
"Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya." Amsal 3:11
Subscribe to:
Posts (Atom)