Friday, April 10, 2020

KEMATIAN KRISTUS: Korban Yang Sempurna

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 April 2020

Baca:  Yohanes 19:28-30

"'Sudah selesai.' Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya."  Yohanes 19:30

Hari ini umat Kristiani merayakan Jumat Agung yang mengingatkan kita kembali tentang betapa besar kasih dan pengorbanan Kristus, yang rela mengorbankan nyawa-Nya untuk menebus dosa umat manusia.  Seruan Kristus kepada Bapa,   "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?"  (Markus 15:34), yang artinya:  'Bapaku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?', menyiratkan suatu pergumulan batin dan penderitaan badani yang teramat berat yang harus di tanggung-Nya.  Sekalipun harus mengalami aniaya dan siksaan hebat, Kristus tidak pernah melawan, seperti domba kelu yang dibawa ke pembantaian  (Yesaya 53:7).

     Kematian Kristus di Kalvari adalah bukti ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa demi menggenapi rencana Bapa  (Yohanes 3:16).  Pengorbanan-Nya ini disebut pengorbanan yang sempurna, karena Kristus mempersembahkan tubuh-Nya sendiri untuk menjadi korban penebusan dosa.  "Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib,"  (1 Petrus 2:24),  "Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka. Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga, yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban."  (Ibrani 7:25-27).  Sebagai Imam Besar, Kristus bukan hanya mempersiapkan korban kepada Bapa, tapi Ia sendiri yang menjadi korban persembahan tersebut.

     Adakah pemimpin, raja, atau nabi mana pun, yang melakukan seperti yang Kristus perbuat?  Tidak ada.  Sayang, banyak orang tak menghargai, malah menganggap remeh pengorbanan Kristus ini, termasuk orang Kristen sendiri, yang hanya menjadikan salib sebagai simbol belaka.  Jangan pernah sia-siakan pengorbanan Kristus ini!  "...supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran."  (1 Petrus 2:24).

Pengorbanan Kristus adalah sekali untuk selamanya!  Itu sudah menyelamatkan.

Thursday, April 9, 2020

HATI YANG GEMBIRA: Obat Yang Manjur

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 April 2020

Baca:  Amsal 17:1-28

"Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."  Amsal 17:22

Dalam versi The Amplified Bible, ayat nas di atas berbunyi:  "Hati yang gembira adalah obat yang manjur dan pikiran yang ceria memberikan kesembuhan."  Hati yang gembira dan pikiran yang ceria  (positif)  ternyata bisa menjadi obat yang manjur, artinya dapat menyembuhkan sakit-penyakit.  Karena itulah rasul Paulus menasihati jemaat di Filipi,  "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"  (Filipi 4:4).  Mengapa kita harus bersukacita senantiasa?  Karena dengan bersukacita keadaan hati tetap terjaga dengan baik sehingga pikiran dan perkataan pun turut terjaga dengan baik ,  "...Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati."  (Matius 12:34b).

     Bersukacitalah atau bergembiralah senantiasa berarti di segala situasi!  Umumnya kegembiraan seseorang tergantung pada situasi:  ketika semua hutang terbayar lunas, ketika anak-anak berhasil lulus ujian dengan nilai bagus, saat menerima hadiah dari suami/isteri tercinta, dan sebagainya.  Bergembira karena mengalami hal-hal yang menyenangkan adalah wajar.  Tapi bagaimana jika berada di situasi yang sebaliknya:  terbaring lemah karena sakit, anak-anak susah diatur, ekonomi keluarga sedang morat-marit, dapatkah hati bergembira?  Salah satu cara yang dilakukan orang untuk menjaga hatinya agar tetap bergembira adalah mendengarkan musik atau bersenandung.  Karena itu angkatlah suaramu dan pujilah Tuhan!  Memuji-muji Tuhan adalah cara terbaik menjaga hati agar tetap bergembira.  Inilah yang dilakukan Daud:  "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku."  (Mazmur 34:2), bahkan  "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau,"  (Mazmur 119:164).

     Menjaga hati untuk tetap bergembira adalah sebuah pilihan!  Manakah yang Saudara pilih:  terus mengeluh, bersungut-sungut dengan muka yang kusut masam saat menghadapi masalah, ataukah menghadapi masalah dengan hati yang tetap terjaga dengan baik dan muka yang gembira?  Mari belajar untuk tetap bergembira di segala situasi, supaya orang-orang yang ada di sekeliling kita terkena dampak positifnya.

"Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat."  Amsal 15:13