Wednesday, March 25, 2020

TANGGALKAN REPUTASI DAN GENGSI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Maret 2020

Baca:  2 Raja-Raja 5:1-14

"Naaman, panglima raja Aram, adalah seorang terpandang di hadapan tuannya dan sangat disayangi, sebab oleh dia TUHAN telah memberikan kemenangan kepada orang Aram. Tetapi orang itu, seorang pahlawan tentara, sakit kusta."  2 Raja-Raja 5:1

Naaman bukanlah sembarang orang, dia adalah orang yang punya kedudukan tinggi dan reputasi baik di mata masyarakat karena ia adalah panglima tertinggi raja Aram.  Arti nama  'Naaman'  adalah menyenangkan, sedap.  Sayang, kesuksesan dan kegemilangannya dalam karir menjadi tidak berarti karena ia menderita sakit kusta.  Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Naaman waktu itu, penyakit membuatnya tidak berdaya.

     Pada zaman itu seorang penderita kusta akan dikucilkan dan dibuang dari masyarakat.  Melalui kesaksian seorang gadis kecil, yang tak lain adalah pelayan isterinya, Naaman datang kepada Elisa untuk mendapatkan kesembuhan.  Sangkanya abdi Tuhan itu akan berdoa sambil menumpangkan tangan di atas tubuhnya yang sakit itu, tapi melalui seorang suruhan, Elisa memberikan perintah kepada Naaman,  "Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir."  (2 Raja-Raja 5:10).  Naaman menjadi gusar dan kecewa.  "Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?" Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati."  (2 Raja-Raja 5:12).  Naaman berharap Elisa memerintahkan dia untuk mandi di sungai Abana atau Parpar, bukan ke sungai Yordan, yang airnya sangat keruh.  Arti harafiah  'Abana'  adalah keahlian, kehebatan dan pengetahuan manusia;  'Parpar' berarti kecukupan  (kelimpahan materi), sedangkan sungai Yordan berarti sungainya Tuhan.

     Ketika mengalami masalah yang berat kita seringkali berpikir bahwa kepintaran dan kehebatan manusia, kecanggihan ilmu kedokteran, pasti dapat melepaskan kita dari masalah.  Kita juga beranggapan bahwa masalah pasti dapat diselesaikan dengan uang atau kekayaan.  Namun nyatanya kepintaran, kehebatan, uang, kekayaan, tak selamanya bisa menolong.  Tak mudah memercayai kuasa Ilahi karena manusia lebih memercayai hal-hal yang terlihat secara kasat mata.  Namun akhinya hati Naaman luluh juga, ia mau menanggalkan reputasi dan gengsinya untuk mandi tujuh kali di sungai Yordan.

Karena mau taat, mujizat dinyatakan!  Naaman menjadi tahir.

Tuesday, March 24, 2020

JANGAN PERNAH REMEHKAN ORANG!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Maret 2020

Baca:  Yakobus 2:1-13

"bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?"  Yakobus 2:4

Bukan hal yang mengejutkan lagi bila manusia menilai sesamanya berdasarkan apa yang terlihat dari luar dan dari apa yang dimiliki.  Terhadap mereka yang kaya kita begitu segan dan hormat, tetapi terhadap mereka yang biasa, apalagi miskin, kita cenderung meremehkan dan memandang rendah.  Kristus pun mengalami hal yang demikian, yaitu dipandang remeh atau sebelah mata oleh orang-orang di kampung halamannya.

     Suatu ketika Kristus datang ke tempat asal-Nya yaitu Nazaret, sebuah kota kecil, tempat di mana Kristus menghabiskan masa kecil-Nya, sampai Ia bertumbuh menjadi dewasa.  Itulah sebabnya Kristus disebut orang Nazaret.  Setibanya di tempat asal-Nya itu Kristus mengajar orang-orang di rumah ibadat dan banyak orang menjadi takjub dan terheran-heran,  "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu?"  (Matius 13:54).  Mereka juga berkata,  "Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?"  (Matius 13:55-56).  Dari pertanyaan-pertanyaan ini mengindikasikan bahwa orang-orang Nazaret meragukan dan memandang remeh Kristus.  Di pikiran mereka Kristus itu tak lebih dari anak tukang kayu.  Akhirnya orang-orang Nazaret menjadi kecewa dan menolak kehadiran Kristus.

     Karena ketidakpercayaan mereka sendiri akhirnya tidak banyak mujizat yang Kristus kerjakan di daerah asalnya itu  (Matius 13:58).  Daud, juga mengalami hal sama:  ia dipandang sebelah mata atau diremehkan oleh keluarganya sendiri.  Ketika Samuel mencari anak-anak Isai untuk diurapi menjadi raja, Isai mengedepankan anak-anaknya yang dipandang layak menurut penilaian jasmaniah untuk menjadi raja dan mengesampingkan Daud.  Tapi kita harus ingat:  bukan yang dilihat manusia yang dilihat Tuhan, sebab manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati  (1 Samuel 16:7).  Bukankah banyak orang Kristen bersikap demikian, yaitu suka sekali membeda-bedakan orang berdasarkan status sosialnya, atau melihat rupa?

Memandang rendah orang lain sama artinya menghina Tuhan, Sang Pencipta.