Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Februari 2020
Baca: Tawarikh 12:1-16
"Oleh sebab raja merendahkan diri, surutlah murka TUHAN dari padanya,
sehingga ia tidak dimusnahkan-Nya sama sekali. Lagipula masih terdapat
hal-hal yang baik di Yehuda." 2 Tawarikh 12:12
Saat berada di puncak karir, sukses dan hidup dalam kelimpahan, banyak orang menjadi lupa diri, tak lagi ingat asal usulnya, seperti istilahnya 'kacang lupa kulitnya'. Berbeda sekali saat masih dalam keadaan minim atau pas-pasan, mereka begitu rajin beribadah hingga secara perlahan hidupnya mulai berubah, dipulihkan dan diberkati Tuhan. Sayang secepat kilat pula orang mulai berubah, mereka tidak lagi memprioritaskan Tuhan.
Hal ini terjadi pada Rehabeam, raja Yehuda. Alkitab mencatat: "Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh." (2 Tawarikh 12:1). Setelah kerajaannya kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh Rehabeam dan rakyatnya mulai meninggalkan Tuhan dan tak lagi hidup mengandalkan Dia, karena merasa diri kuat dan hebat. Berada di puncak kejayaan membuat Rehabeam lupa diri dan tidak lagi setia kepada Tuhan. Mereka meninggalkan hukum Tuhan, alias tidak lagi taat. Ia terlalu membanggakan kekuatan pasukan perangnya dan juga hidup mengandalkan kekayaan negerinya yang melimpah ruah. Tuhan tidak lagi mereka butuhkan! Firman Tuhan memperingatkan, "Celakalah orang-orang...yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu
banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi
tidak memandang kepada Yang Mahakudus," (Yesaya 31:1). Apa yang terjadi kemudian? Ketika negerinya sedang terancam karena musuh yang datang dari kerajaan Mesir, Rehabeam menjadi takut dan mulai sadar bahwa ia sangat membutuhkan pertolongan dari Tuhan. Ternyata, tanpa Tuhan mereka tidak ada apa-apanya.
Rehabeam pun merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengakui segala dosa dan kesalahan yang telah ia dan rakyatnya perbuat. Melihat kesungguhan hati Rehabeam ini hati Tuhan pun tergerak oleh belas kasihan. Tuhan mengurungkan niat-Nya untuk menghukum dan memusnahkan kerajaan Yehuda (ayat nas).
Hati Tuhan tergerak oleh belas kasihan ketika melihat seseorang merendahkan diri di hadapan-Nya dan mau bertobat dengan sungguh-sungguh!
Friday, February 28, 2020
Wednesday, February 26, 2020
KETIDAKSABARAN MENUNGGU: Menghambat Jawaban
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Februari 2020
Baca: Mazmur 130:1-8
"Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi." Mazmur 130:6
Menunggu memang tak mudah dilakukan, terlebih-lebih saat kita menginginkan sesuatu, maunya keinginan kita terpenuhi seketika itu juga tanpa harus menunggu. Adakah saat ini doa-doa Saudara kepada Tuhan tak kunjung beroleh jawaban? Kesembuhan, jodoh, terbebas dari krisis keuangan, atau apa pun yang menjadi pokok doa Saudara, sabarlah menunggu. Ketidaksabaran menunggu jawaban dari Tuhan justru akan menjadi faktor penghalang untuk kita mengalami penggenapan janji-janji Tuhan.
Penantian yang panjang terkadang membuat orang gampang menyerah dan putus asa, tapi tidak demikian dengan Hana (1 Samuel 1). Penantian panjang justru semakin mengobarkan semangatnya untuk mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh dan semakin tekun. Meskipun tidak mengetahui kapan jawaban dari Tuhan itu datang, Hana tetap menguatkan imannya kepada Tuhan. Ia percaya bahwa janji Tuhan adalah ya dan amin. Karena itu sekalipun situasi sangat sulit, sikap hatinya tak berubah, ia terus bertekun di dalam Tuhan. Apa yang kita doakan memang berada dalam rencana Tuhan, namun karena kita tidak sejalan dengan agenda dan waktu-Nya, maka kelihatannya Tuhan tidak menjawab doa-doa kita, atau menunda-nunda untuk memberikan jawaban.
Ketika jawaban itu belum kunjung tiba, ketika Tuhan tidak menjawab seperti yang kita harapkan, sangatlah mudah kita bersungut-sungut dan kecewa. Ketika Tuhan tampaknya berdiam diri, kita kecewa dan tidak lagi bersemangat mencari Dia. Semangat yang terus mengendur akan berujung kepada keputusasaan. "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Meski pergumulan yang dilaluinya teramat berat, Hana tetap setia menjalani 'proses', yaitu terus berdoa dan taat melakukan kehendak Tuhan. "...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31).
"Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya;" Mazmur 62:9
Baca: Mazmur 130:1-8
"Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi." Mazmur 130:6
Menunggu memang tak mudah dilakukan, terlebih-lebih saat kita menginginkan sesuatu, maunya keinginan kita terpenuhi seketika itu juga tanpa harus menunggu. Adakah saat ini doa-doa Saudara kepada Tuhan tak kunjung beroleh jawaban? Kesembuhan, jodoh, terbebas dari krisis keuangan, atau apa pun yang menjadi pokok doa Saudara, sabarlah menunggu. Ketidaksabaran menunggu jawaban dari Tuhan justru akan menjadi faktor penghalang untuk kita mengalami penggenapan janji-janji Tuhan.
Penantian yang panjang terkadang membuat orang gampang menyerah dan putus asa, tapi tidak demikian dengan Hana (1 Samuel 1). Penantian panjang justru semakin mengobarkan semangatnya untuk mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh dan semakin tekun. Meskipun tidak mengetahui kapan jawaban dari Tuhan itu datang, Hana tetap menguatkan imannya kepada Tuhan. Ia percaya bahwa janji Tuhan adalah ya dan amin. Karena itu sekalipun situasi sangat sulit, sikap hatinya tak berubah, ia terus bertekun di dalam Tuhan. Apa yang kita doakan memang berada dalam rencana Tuhan, namun karena kita tidak sejalan dengan agenda dan waktu-Nya, maka kelihatannya Tuhan tidak menjawab doa-doa kita, atau menunda-nunda untuk memberikan jawaban.
Ketika jawaban itu belum kunjung tiba, ketika Tuhan tidak menjawab seperti yang kita harapkan, sangatlah mudah kita bersungut-sungut dan kecewa. Ketika Tuhan tampaknya berdiam diri, kita kecewa dan tidak lagi bersemangat mencari Dia. Semangat yang terus mengendur akan berujung kepada keputusasaan. "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Meski pergumulan yang dilaluinya teramat berat, Hana tetap setia menjalani 'proses', yaitu terus berdoa dan taat melakukan kehendak Tuhan. "...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31).
"Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya;" Mazmur 62:9
Subscribe to:
Posts (Atom)