Saturday, November 23, 2019

STEFANUS: Martir Pertama

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2019

Baca:  Kisah Para Rasul 7:54-60

"Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku. Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: 'Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!' Dan dengan perkataan itu meninggallah ia."  Kisah 7:59-60

Stefanus adalah salah seorang dari tujuh diaken pilihan  (Kisah 6:3-6).  yang kemudian menjadi seorang pemberita Injil.  Alkitab menyatakan bahwa Stefanus  "...seorang yang penuh iman dan Roh Kudus,"  (Kisah 6:5).  Hal ini dibuktikan dengan keberaniannya menghadapi tantangan hingga meninggal sebagai martir.  Kisah kematian Stefanus merupakan kisah martir yang pertama.  Yang menarik dari kisah ini adalah ketika Stefanus di ambang kematian ia berdoa kepada Tuhan untuk orang-orang yang menganiaya dia.

     Di dalam doa yang Stefanus serukan terkandung dua unsur penting yaitu:  1.  Penyerahan diri.  Ketika Stefanus berkata,  "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku."  (ayat nas), ini menunjukkan bahwa ia siap untuk mati.  Sekalipun tubuh jasmaninya hancur karena batu-batu yang dilemparkan kepadanya, ia percaya bahwa rohnya adalah milik Tuhan.  Karena itu dengan penuh iman Stefanus menyerahkan rohnya kepada Tuhan.  2.  Pengampunan bagi musuh.  Menghilangkan nyawa orang lain adalah kekejian di mata Tuhan, karena tidak ada seorang pun manusia yang berhak untuk menghilangkan nyawa sesamanya.  Para anggota Mahkamah Agama yang tahu hukum dan firman Tuhan justru melakukan tindakan penganiayaan terhadap Stefanus:  melempari dengan batu, yang menyebabkan kematiannya.  Meski demikian Stefanus menunjukkan sikap yang mulia, dalam kondisi teraniaya dan sedang meregang nyawa ia sempatkan berdoa untuk memohonkan pengampunan,  "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!"  

     Biasanya orang yang teraniaya atau tersakiti akan menyimpan dendam kepada orang yang melakukannya.  Tapi Stefanus meneladani apa yang Kristus perbuat saat Ia disalibkan, yaitu memohonkan pengampunan kepada Bapa,  "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."  (Lukas 23:34).  Lepaskan pengampunan dan jangan membalas jahat terhadap orang yang berbuat jahat kepada kita!

"Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya."  Matius 10:39

Friday, November 22, 2019

MEMILIH TAAT: Menuju Kehidupan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2019

Baca:  Kejadian 39:1-23

"Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"  Kejadian 39:9b

Di masa-masa akhir seperti ini kita harus semakin meningkatkan kualitas kehidupan rohani kita.  Jangan pernah  'main-main'  dengan ibadah dan pelayanan kita.  Kita harus membuat keputusan yang tegas:  memilih untuk taat atau tidak taat, hidup benar atau tidak benar.  Kaki kita tidak bisa berdiri di antara keduanya tau jalan tengah.  Ini sama artinya berkompromi!  "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."  (Matius 7:13-14).  Jelas sekali dari perkataan Tuhan ini:  hanya ada dua jalan yaitu jalan yang sesak dan jalan yang luas.

     Sekalipun kita sudah memilih jalan kehidupan yaitu jalan yang sesak  (sempit), tetapi Tuhan ingin tahu kesungguhan kita dalam mengiring Dia.  Karena itu jangan terkejut bila Tuhan menguji kita.  Seperti Yusuf, meski ia sudah mendapat mimpi dari Tuhan bahwa ia akan menjadi pemimpin di Mesir, tapi ia tak luput dari ujian.  Saat bekerja di rumah Potifar sebagai budak, Yusuf beroleh kasih karunia dari Tuhan sehingga ia selalu berhasil dalam segala yang dikerjakannya, sehingga akhirnya ia mendapat kasih dari tuannya itu dan diberi kuasa di rumah Potifar.  Sepertinya semua berjalan tanpa masalah.  Tetapi sesungguhnya Yusuf sedang dibentuk karakternya oleh Tuhan secara bertahap.  Dari seorang pemuda, Yusuf kini telah bertumbuh menjadi seorang pria tampan, gagah, dengan moral yang teguh dan penyerahan diri penuh kepada Tuhan.

     Keteguhan moral inilah yang membuat Yusuf berhasil lulus dari ujian ketika isteri Potifar merayunya, walaupun akibatnya ia harus meringkuk di jeruji besi sekalipun tak bersalah sama sekali  (Kejadian 39:11-20).  Sekarang ini pun setiap orang percaya juga diperhadapkan dengan persoalan seperti Yusuf, meski dalam versi yang berbeda.  Bagaimana sikap kita?  Memilih untuk berbuat dosa atau taat kepada firman Tuhan, sekalipun resikonya adalah masuk  'penjara'?   Tetaplah taat, apa pun situasinya!

"Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya."  Wahyu 22:12