Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Februari 2019
Baca: Amsal 3:27-35
"...orang yang sesat adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat." Amsal 3:32
Penulis Amsal secara tegas menyatakan bahwa Tuhan bergaul erat dengan orang yang jujur. Jadi salah satu syarat utama untuk dapat memiliki hubungan yang karib atau bergaul karib dengan Tuhan adalah kita harus hidup jujur. Artinya kita harus menjadi pribadi yang selalu terbuka di hadapan Tuhan, tidak ada yang ditutup-tutupi atau disembunyikan. Kala kita melakukan pelanggaran atau dosa, kita harus jujur mengakuinya di hadapan Tuhan dan memohon pengampunan; ketika ada masalah dan pergumulan apa pun, datanglah kepada Tuhan dan sampaikan semua kepada-Nya sehingga hubungan kita dengan Dia tidak menjadi kaku atau sekedar hubungan formalitas, melainkan suatu hubungan yang karib dan intim.
Berbicara tentang kejujuran berarti berbicara tentang motivasi, niat dan juga kehendak, yang muncul dari dalam hati dan pikiran seseorang, yang kemudian menghasilkan suatu tindakan. Hidup dalam kejujuran adalah kehidupan yang luar biasa! Mengapa? Karena kejujuran adalah sesuatu yang teramat langka dan semakin sulit ditemukan di antara insan manusia yang hidup di zaman seperti sekarang ini. Sebaliknya, penipuan, kepalsuan, dusta dan kemunafikan sudah menjadi pemandangan yang biasa dan sudah menjadi menu hidup sehari-hari. Hal ketidakjujuran ini tidak hanya terjadi di dunia bisnis, pekerjaan, perdagangan atau politik saja, tapi juga terjadi dalam kehidupan rumah tangga (suami tidak jujur terhadap isteri dan sebaliknya), dan bahkan ketidakjujuran sudah merambah dunia pelayanan pekerjaan Tuhan. Jadi apalah artinya tampak sibuk melayani pekerjaan Tuhan jika kita masih hidup di dalam ketidakjujuran, kebohongan, kepalsuan dan kemunafikan hidup...
Sebagai orang percaya, apa pun situasi dan keadaannya, kita dituntut untuk tetap hidup dalam kejujuran. Bagaimana bisa menjadi seorang yang jujur? Diawali dengan ketulusan hati, seperti tertulis: "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." (Amsal 11:3). Artinya orang yang hidup jujur pasti takkan terlepas dari yang namanya ketulusan hati pula.
Wednesday, February 6, 2019
Tuesday, February 5, 2019
JANGAN MEMANDANG REMEH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Februari 2019
Baca: Hakim-Hakim 8:4-21
"Inilah Zebah dan Salmuna yang karenanya kamu telah mencela aku dengan berkata: Sudahkah Zebah dan Salmuna itu ada dalam tanganmu, sehingga kami harus memberikan roti kepada orang-orangmu yang lelah itu?" Hakim-Hakim 8:15
Menurut sudut pandang atau tolak ukur dunia, orang dapat dikatakan berhasil apabila ia memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan, seperti: rumah yang megah, mobil, uang atau deposito di bank, berpangkat dan terkenal. Orang-orang seperti itulah yang kemudian dikagumi, dielu-elukan, dibangga-banggakan dan dikelilingi oleh banyak teman atau sahabat. Sebaliknya orang yang sederhana dan tidak memiliki apa-apa menurut pandangan sesamanya seringkali dipandang sebelah mata, diabaikan dan diremehkan. Meski demikian tak perlu kita berkecil hati, sebab Alkitab menyatakan: "dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:28-29).
Gideon adalah contoh orang yang dipandang remeh oleh sesamanya. Ketika mengejar raja Midian dengan menyeberangi sungai Yordan bersama dengan pasukannya yang berjumlah 300 orang, sampailah ia dan pasukannya di Sukot. Lalu berkatalah Gideon kepada orang Sukot, "Tolong berikan beberapa roti untuk rakyat yang mengikuti aku ini, sebab mereka telah lelah, dan aku sedang mengejar Zebah dan Salmuna, raja-raja Midian." (Hakim-Hakim 8:5). Namun permintaan Gideon itu ditanggapi dengan sinis. Mereka memandang rendah Gideon, pikirnya: "Mana mungkin dengan pasukan yang berjumlah 300 orang dapat mengalahkan orang-orang Midian yang berjumlah jauh lebih besar yaitu 15.000 orang?" Secara matematis atau logika adalah mustahil Gideon dapat mengalahkan dan menangkap raja Midian tersebut.
Orang-orang Sukot lupa bahwa yang menyertai Gideon adalah Tuhan Israel yang hidup, dimana segala kuasa ada di tangan-Nya. Meski dipandang sebelah mata dan direndahkan oleh manusia tak membuat Gideon mundur, ia tetap melangkah maju dengan hidup mengandalkan Tuhan. Di akhir kisah ini dinyatakan bahwa orang-orang Midian bertekuk lutut di tangan pasukan gideon dan mereka pun mendapat malu.
Yang hidup mengandalkan Tuhan takkan pernah dipermalukan!
Baca: Hakim-Hakim 8:4-21
"Inilah Zebah dan Salmuna yang karenanya kamu telah mencela aku dengan berkata: Sudahkah Zebah dan Salmuna itu ada dalam tanganmu, sehingga kami harus memberikan roti kepada orang-orangmu yang lelah itu?" Hakim-Hakim 8:15
Menurut sudut pandang atau tolak ukur dunia, orang dapat dikatakan berhasil apabila ia memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan, seperti: rumah yang megah, mobil, uang atau deposito di bank, berpangkat dan terkenal. Orang-orang seperti itulah yang kemudian dikagumi, dielu-elukan, dibangga-banggakan dan dikelilingi oleh banyak teman atau sahabat. Sebaliknya orang yang sederhana dan tidak memiliki apa-apa menurut pandangan sesamanya seringkali dipandang sebelah mata, diabaikan dan diremehkan. Meski demikian tak perlu kita berkecil hati, sebab Alkitab menyatakan: "dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:28-29).
Gideon adalah contoh orang yang dipandang remeh oleh sesamanya. Ketika mengejar raja Midian dengan menyeberangi sungai Yordan bersama dengan pasukannya yang berjumlah 300 orang, sampailah ia dan pasukannya di Sukot. Lalu berkatalah Gideon kepada orang Sukot, "Tolong berikan beberapa roti untuk rakyat yang mengikuti aku ini, sebab mereka telah lelah, dan aku sedang mengejar Zebah dan Salmuna, raja-raja Midian." (Hakim-Hakim 8:5). Namun permintaan Gideon itu ditanggapi dengan sinis. Mereka memandang rendah Gideon, pikirnya: "Mana mungkin dengan pasukan yang berjumlah 300 orang dapat mengalahkan orang-orang Midian yang berjumlah jauh lebih besar yaitu 15.000 orang?" Secara matematis atau logika adalah mustahil Gideon dapat mengalahkan dan menangkap raja Midian tersebut.
Orang-orang Sukot lupa bahwa yang menyertai Gideon adalah Tuhan Israel yang hidup, dimana segala kuasa ada di tangan-Nya. Meski dipandang sebelah mata dan direndahkan oleh manusia tak membuat Gideon mundur, ia tetap melangkah maju dengan hidup mengandalkan Tuhan. Di akhir kisah ini dinyatakan bahwa orang-orang Midian bertekuk lutut di tangan pasukan gideon dan mereka pun mendapat malu.
Yang hidup mengandalkan Tuhan takkan pernah dipermalukan!
Subscribe to:
Posts (Atom)