Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Januari 2019
Baca: Hagai 1:1-14
"Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku
akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman
TUHAN." Hagai 1:8
Melalui hamba-Nya, Hagai, Tuhan memberi teguran dan peringatan keras kepada umat Israel yang dengan sengaja mengabaikan dan membiarkan Bait Suci-Nya tetap menjadi reruntuhan, sekalipun telah sekian lama mereka kembali dari pembuangan di Babel.
Pada zaman Hagai ini pembangunan Bait Suci mengacu kepada 'bangunan' secara fisik. Mereka tidak tergerak untuk membangun kembali Bait Suci tersebut, malahan sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri: membangun tempat tinggal untuk diri sendiri, sementara Bait Suci dibiarkan menjadi puing-puing reruntuhan; lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada mengutamakan Tuhan; lebih mengutamakan perkara jasmani daripada perkara rohani. Mereka tak menyadari bahwa keadaan sulit yang menimpa selama ini adalah sebagai akibat dari kesalahan mereka sendiri. "Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan,
tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu
berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja
untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang
berlobang! Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu
membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya. Oleh karena apa? demikianlah
firman TUHAN semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi
reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya
sendiri." (Hagai 1:6, 9).
Peringatan ini juga ditujukan kepada semua orang percaya agar memperhatikan 'rumah rohani' masing-masing. "...tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang
kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20). Bagaimana dengan 'rumah rohani' Saudara? Apakah bangunan tersebut sudah berdiri dengan kuat, ataukah masih tetap menjadi reruntuhan? Bersyukurlah bila hari ini kita ditegur dan diperingatkan oleh firman Tuhan tentang hal itu; dan biarlah waktu dan kesempatan yang ada ini kita pergunakan sebaik mungkin untuk berbenah diri, sebelum timbul penyesalan.
Wednesday, January 2, 2019
Tuesday, January 1, 2019
BERAWAL DARI MIMPI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Januari 2019
Baca: Amsal 16:1-33
"Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya." Amsal 16:9
Tahun 2018 baru saja berlalu dan hari ini adalah hari pertama di tahun 2019. Di awal tahun yang baru ini setiap kita pasti memiliki segudang rencana dan impian. Salah satu impian banyak orang adalah meraih keberhasilan. Mungkin ada banyak rencana, harapan dan impian yang kemarin belum berhasil diwujudkan, karena itu kita bertekad untuk menggapainya di lembaran-lembaran hari berikutnya di sepanjang tahun baru ini.
Apa yang menjadi mimpi Saudara? Mimpi artinya memiliki sesuatu dalam pikiran sebelum diwujudkan menjadi sebuah kenyataan. Mimpi semacam ini bukanlah sekedar buah tidur, melainkan mimpi yang di dalamnya terkandung harapan, kerinduan dan cita-cita untuk memiliki sesuatu atau mencapai sesuatu, yang terkadang sulit dipahami secara akal sehat kita. Inilah yang disebut mimpi besar atau berpikir besar! Jika kita sedang mengembangkan kemampuan dalam bermimpi dan berpikir besar, berarti kita sedang berpikir sebagaimana Tuhan berpikir. Ingat! Segala sesuatu atau apa yang berhasil diwujudkan oleh setiap orang semuanya berawal dari mimpi, yang ditanamkan Tuhan dalam hati dan pikirannya. Contoh: Yusuf mendapatkan mimpi bahwa kelak ia akan menjadi seorang pemimpin besar (Kejadian 37:7-9). Seiring berjalannya waktu, mimpi itu pun menjadi kenyataan, sekalipun untuk menggapainya butuh waktu yang tidak singkat dan melalui proses pembentukan yang teramat menyakitkan.
Jangan pernah takut bermimpi! David J. Schwartz dalam bukunya 'The Magic of Thingkin Big' menulis: "Jika berpikir besar menghasilkan begitu banyak, mengapa tidak semua orang berpikir seperti itu?" Ingat, mimpi akan tetap menjadi mimpi, tidak pernah menjadi kenyataan, bila tidak disertai dengan usaha dan kerja keras. Ada harga yang harus dibayar, sebab tidak ada berkat yang langsung turun dari langit. Karena itu dalam segala hal dan di setiap kerinduan kita hendaknya kita senantiasa melibatkan Tuhan dan mengandalkan Dia. Kita lakukan semaksimal mungkin apa yang menjadi bagian kita, dan kita serahkan kepada Tuhan apa pun yang tidak sanggup kita perbuat.
Sekalipun punya mimpi besar, tapi tanpa ada upaya meraihnya, hanya akan jadi bunga tidur.
Baca: Amsal 16:1-33
"Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya." Amsal 16:9
Tahun 2018 baru saja berlalu dan hari ini adalah hari pertama di tahun 2019. Di awal tahun yang baru ini setiap kita pasti memiliki segudang rencana dan impian. Salah satu impian banyak orang adalah meraih keberhasilan. Mungkin ada banyak rencana, harapan dan impian yang kemarin belum berhasil diwujudkan, karena itu kita bertekad untuk menggapainya di lembaran-lembaran hari berikutnya di sepanjang tahun baru ini.
Apa yang menjadi mimpi Saudara? Mimpi artinya memiliki sesuatu dalam pikiran sebelum diwujudkan menjadi sebuah kenyataan. Mimpi semacam ini bukanlah sekedar buah tidur, melainkan mimpi yang di dalamnya terkandung harapan, kerinduan dan cita-cita untuk memiliki sesuatu atau mencapai sesuatu, yang terkadang sulit dipahami secara akal sehat kita. Inilah yang disebut mimpi besar atau berpikir besar! Jika kita sedang mengembangkan kemampuan dalam bermimpi dan berpikir besar, berarti kita sedang berpikir sebagaimana Tuhan berpikir. Ingat! Segala sesuatu atau apa yang berhasil diwujudkan oleh setiap orang semuanya berawal dari mimpi, yang ditanamkan Tuhan dalam hati dan pikirannya. Contoh: Yusuf mendapatkan mimpi bahwa kelak ia akan menjadi seorang pemimpin besar (Kejadian 37:7-9). Seiring berjalannya waktu, mimpi itu pun menjadi kenyataan, sekalipun untuk menggapainya butuh waktu yang tidak singkat dan melalui proses pembentukan yang teramat menyakitkan.
Jangan pernah takut bermimpi! David J. Schwartz dalam bukunya 'The Magic of Thingkin Big' menulis: "Jika berpikir besar menghasilkan begitu banyak, mengapa tidak semua orang berpikir seperti itu?" Ingat, mimpi akan tetap menjadi mimpi, tidak pernah menjadi kenyataan, bila tidak disertai dengan usaha dan kerja keras. Ada harga yang harus dibayar, sebab tidak ada berkat yang langsung turun dari langit. Karena itu dalam segala hal dan di setiap kerinduan kita hendaknya kita senantiasa melibatkan Tuhan dan mengandalkan Dia. Kita lakukan semaksimal mungkin apa yang menjadi bagian kita, dan kita serahkan kepada Tuhan apa pun yang tidak sanggup kita perbuat.
Sekalipun punya mimpi besar, tapi tanpa ada upaya meraihnya, hanya akan jadi bunga tidur.
Subscribe to:
Posts (Atom)