Saturday, August 18, 2018

ORANG PERCAYA BERMENTAL PRAJURIT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2018

Baca:  2 Timotius 2:1-13

"Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus."  2 Timotius 2:3

Orang percaya dipanggil Tuhan bukan untuk menjadi pengikut-Nya yang biasa-biasa saja, atau menjadi jemaat yang pasif yang hanya memenuhi bangku-bangku gereja, tapi seorang yang memiliki daya juang tinggi, tidak mudah menyerah dan tangguh, sebab kehidupan kekristenan itu penuh tantangan, karena ada banyak musuh yang tak berhenti mengincar.  Ya.... kehidupan kekristenan ibarat medan peperangan:  "...perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara."  (Efesus 6:12).  Karena itu Tuhan memanggil kita menjadi prajurit-prajurit-Nya.

     Kehidupan orang percaya terbagi menjadi dua bagian yaitu kehidupan jasmani  (darah/daging)  dan kehidupan rohani.  Dalam kehidupan rohani ini ada roh-roh jahat di udara dan penghulu-penghulu dunia yang jahat, yang kesemuanya di bawah komando si Iblis.  Dengan akal licik dan tipu muslihatnya, Iblis si bapa pendusta  (Yohanes 8:44), berusaha menyerang dan menjatuhkan iman orang percaya melalui pencobaan-pencobaan dan juga menawarkan kenikmatan-kenikmatan duniawi.  Tanpa memiliki perlawanan, kita akan mudah diperdaya dan diseret ke dalam dosa.  Karena itu kita harus menjadi orang percaya yang memiliki mental seorang prajurit;  dan itu ada harga yang harus dibayar!

     Untuk menjadi prajurit Kristus yang militan, yang siap bertempur di medan peperangan, tidak ada jalan lain selain harus taat sepenuhnya kepada perintah Komandan, di mana Kristus adalah Komandan kita!  "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya."  (2 Timotius 2:4).  Seorang prajurit yang sedang di medan peperangan tidak boleh lengah sedikit pun, melainkan harus benar-benar fokus pada peperangan yang sedang dihadapinya.  Lengah sedikit, nyawa menjadi taruhannya!  Seorang prajurit juga harus rela menderita dan keluar dari zona nyaman, jika tidak, ia takkan mampu menyelesaikan misi yang diberikan oleh komandannya.

Ketika kita taat melakukan perintah Sang Komandan  (Kristus), kita pasti akan mampu mematahkan segala serangan musuh dan tampil sebagai pemenang!

Friday, August 17, 2018

MERDEKA DARI SEGALA BELENGGU

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2018

Baca:  Yohanes 8:30-36

"Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka."  Yohanes 8:36

Bulan Agustus adalah bulan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia.  Hari ini, tujuh puluh tiga tahun silam, bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya.  Pekik merdeka berkumandang di seluruh penjuru negeri!  Kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia tak lepas dari jerih lelah para pejuang yang rela mempertaruhkan jiwa dan raga.  Dengan semboyan  'Berjuang sampai titik darah penghabisan'  mereka menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi, hal-hal yang berhubungan dengan diri sendiri ditanggalkan.  Ada tertulis:  "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya."  (2 Timotius 2:4).

     Tekad kuat membuat para pejuang mampu menepis rasa takut, lelah dan letih dalam bergerilya, bahkan nyawa dipertaruhkan demi satu tujuan:  meraih kemerdekaan;  cintanya terhadap bumi pertiwi mengalahkan segala-galanya.  Tak rela bangsanya terus-menerus berada di bawah penindasan dan belenggu penjajah.  Sudah sepatutnya pemerintah memberikan penghargaan tertinggi dan tanda jasa atas segala pengorbanan pahlawan.  "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya."

     Komitmen terhadap misi yang diemban memampukan orang berjuang sampai titik darah penghabisan.  Kristus mengemban misi besar dari Bapa untuk memerdekakan umat manusia dari belenggu dosa.  "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."  (Matius 20:28).  Komitmen terhadap misi ini membuat Kristus rela mengorbankan nyawa-Nya,  "...yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:6-8).

Karya pengorbanan Kristus di Kalvari mematahkan segala belenggu dosa, sehingga kita pun menjadi orang-orang yang merdeka!