Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Mei 2018
Baca: Markus 8:27-30
"Ia bertanya kepada mereka: 'Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?' Maka jawab Petrus: 'Engkau adalah Mesias!'" Markus 8:29
Dari zaman dahulu sampai detik ini banyak orang tidak memiliki pengenalan yang benar tentang Kristus. Itulah sebabnya mereka menolak dan tidak pernah mau mengakui bahwa Kristus adalah Tuhan, Raja di atas segala raja, Sang Juruselamat. Ada pula yang menganggap bahwa Kristus itu tak lebih dari manusia biasa atau salah satu dari sekian banyak nabi yang pernah hidup. Bukan hanya itu mereka juga tidak memercayai bahwa Kristus telah mati di salib untuk menebus dosa umat manusia dan bangkit pada hari yang ke-3. Bahkan kita juga sering mendapati ada orang-orang yang dengan sengaja memandang rendah, mengolok-olok dan melecehkan nama-Nya.
Suatu ketika Tuhan bertanya kepada murid-murid-Nya, "'Kata orang, siapakah Aku ini?' Jawab mereka: 'Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang
mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi.'" (ayat 27, 28). Tetapi Petrus menjawab dengan tegas, "Engkau adalah Mesias!" (ayat nas). Yang dimaksud dengan Mesias (Yunani: Christos) adalah orang yang diurapi. Pengakuan Petrus bahwa Kristus adalah Mesias tentu sangat mengejutkan banyak orang, sebab orang-orang Yahudi memiliki pemahaman yang berbeda tentang Mesias. Menurut mereka Mesias adalah pribadi yang bisa menyelamatkan mereka, khususnya secara badaniah (fisik), bukan seperti Kristus yang mereka lihat tampak begitu lemah dan tidak punya kekuatan apa-apa. Karena itu setelah mendengar pengakuan Petrus ini Kristus melarang dia untuk memberitahukan hal ini kepada siapa pun (ayat 30). Petrus telah memiliki pengenalan yang benar siapa Kristus itu sesungguhnya!
Kristus telah membuktikan bahwa Dialah Sang Mesias: mati menebus dosa manusia, bangkit di hari ke-3, dan telah naik ke sorga. " Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa." (Yohanes 16:28). Ia menegaskan, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Alkitab menyatakan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Kristus (Kisah 4:12).
Masihkah kita meragukan ke-Ilahian-Nya?
Thursday, May 10, 2018
Wednesday, May 9, 2018
PERBUATAN BAIK: Membungkam Kepicikan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Mei 2018
Baca: 1 Petrus 2:11-17
"Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh." 1 Petrus 2:15
Banyak orang beranggapan melakukan perbuatan baik di tengah-tengah dunia yang jahat dan serba sulit seperti sekarang ini adalah sebuah kerugian besar. Itulah sebabnya orang akan berpikir ulang 1000x ketika hendak berbuat baik. Mereka mau melakukan perbuatan baik hanya kepada orang yang berlaku baik terhadapnya, didasari oleh hubungan timbal balik. Jadi orang mau melakukan perbuatan baik jika hal itu mendatangkan keuntungan baginya. "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:32-33).
Melakukan perbuatan baik itu tak mudah, terlebih-lebih berbuat baik kepada musuh. Tapi rasul Petrus menegaskan bahwa berbuat baik adalah kehendak Tuhan yang harus ditaati. Yang dimaksud berbuat baik (Yunani: agathopoieo) adalah tindakan atau melakukan sesuatu yang menguntungkan orang lain. Tindakan yang demikian berguna untuk membungkam kepicikan orang-orang yang bodoh (ayat nas). Membungkam (Yunani: phimao) artinya memberangus, yaitu suatu istilah yang digunakan untuk binatang. Lembu yang diberangus mulutnya tidak bisa mengeluarkan suara keras dan tidak bisa makan. Yang diberangus di sini adalah kepicikan yang artinya ketidaktahuan, kebodohan atau kedunguan, sekalipun kepicikan itu ada di dalam diri orang-orang yang bodoh (menunjuk kepada orang-orang yang tidak mengenal Tuhan).
Keberadaan orang percaya di dunia ini seperti domba di tengah serigala (Matius10:16). Tak mengejutkan jika kita harus mengalami perlakuan yang tidak adil, tekanan atau penindasan. Meski begitu orang percaya justru dituntut untuk menunjukkan kualitas hidup yang berbeda: "...janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat." (1 Petrus 3:9).
Dengan membalas kejahatan dengan kebaikan maka perbuatan jahat mereka dibungkam!
Baca: 1 Petrus 2:11-17
"Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh." 1 Petrus 2:15
Banyak orang beranggapan melakukan perbuatan baik di tengah-tengah dunia yang jahat dan serba sulit seperti sekarang ini adalah sebuah kerugian besar. Itulah sebabnya orang akan berpikir ulang 1000x ketika hendak berbuat baik. Mereka mau melakukan perbuatan baik hanya kepada orang yang berlaku baik terhadapnya, didasari oleh hubungan timbal balik. Jadi orang mau melakukan perbuatan baik jika hal itu mendatangkan keuntungan baginya. "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:32-33).
Melakukan perbuatan baik itu tak mudah, terlebih-lebih berbuat baik kepada musuh. Tapi rasul Petrus menegaskan bahwa berbuat baik adalah kehendak Tuhan yang harus ditaati. Yang dimaksud berbuat baik (Yunani: agathopoieo) adalah tindakan atau melakukan sesuatu yang menguntungkan orang lain. Tindakan yang demikian berguna untuk membungkam kepicikan orang-orang yang bodoh (ayat nas). Membungkam (Yunani: phimao) artinya memberangus, yaitu suatu istilah yang digunakan untuk binatang. Lembu yang diberangus mulutnya tidak bisa mengeluarkan suara keras dan tidak bisa makan. Yang diberangus di sini adalah kepicikan yang artinya ketidaktahuan, kebodohan atau kedunguan, sekalipun kepicikan itu ada di dalam diri orang-orang yang bodoh (menunjuk kepada orang-orang yang tidak mengenal Tuhan).
Keberadaan orang percaya di dunia ini seperti domba di tengah serigala (Matius10:16). Tak mengejutkan jika kita harus mengalami perlakuan yang tidak adil, tekanan atau penindasan. Meski begitu orang percaya justru dituntut untuk menunjukkan kualitas hidup yang berbeda: "...janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat." (1 Petrus 3:9).
Dengan membalas kejahatan dengan kebaikan maka perbuatan jahat mereka dibungkam!
Subscribe to:
Posts (Atom)