Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 April 2018
Baca: 1 Petrus 4:1-6
"Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus
juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, --karena
barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti
berbuat dosa--," 1 Petrus 4:1
Ketika di hadapkan pada masalah atau penderitaan hidup, hal pertama yang biasanya kita lakukan adalah berpikir dan berkata-kata negatif: berkeluh-kesah, gerutu, sungut-sungut dan mengasihani diri sendiri. "Dosa apakah aku ini? Mengapa hidupku penuh masalah? Mengapa Tuhan membiarkan aku seperti ini?"
Alkitab mengajarkan kita untuk tidak berpikir negatif terlebih dahulu, melainkan ubahlah cara berpikir (mindset). Penting diingat: selama kaki kita berpijak di atas bumi ini kita takkan pernah bisa lari dari masalah atau kesulitan. Siaplah menghadapinya! Maka milikilah sikap hati yang benar dalam menyikapi permasalahan, sebab Tuhan selalu turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan! (Roma 8:28). Ada kalanya Tuhan ijinkan masalah atau penderitaan sebagai cara untuk membawa kita makin dekat kepada-Nya, tidak lagi berpaut pada kekuatan sendiri, dan semakin menjauhkan kita dari pelanggaran terhadap firman-Nya. Daud berkata, "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." (Mazmur 119:67, 71).
Perhatikan nasihat Rasul Paulus ini: "Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu.
Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam
pemikiranmu!" (1 Korintus 14:20a). Orang percaya dituntut untuk menjadi dewasa dalam berpikir maupun bertindak. Orang yang dewasa rohani pasti sanggup menghadapi masalah atau kesulitan hdiup dengan pemikiran yang dewasa pula, di mana ia mampu membedakan mana yang baik dan berkenan kepada Tuhan: tidak lagi suka mengeluh, tidak lagi suka ngambek, tidak lagi suka marah-marah, tidak lagi suka menyalahkan orang lain atau keadaan, tidak mudah berputus asa atau mengasihani diri sendiri. Rasul Paulus berkata: "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa
seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah
aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." (1 Korintus 13:11).
Masalah atau penderitaan adalah proses yang menuntun kepada kedewasaan rohani!
Friday, April 27, 2018
Thursday, April 26, 2018
MELAYANI TUHAN: Hidup Selaras Firman
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 April 2018
Baca: 1 Timotius 3:1-7
"Benarlah perkataan ini: 'Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah.'" 1 Timotius 3:1
Tidak semua orang percaya dipanggil untuk melayani Tuhan sebagai full timer di gereja, namun setiap kita dipanggil untuk melayani Tuhan di mana pun kita berada dan apa pun profesi kita. Inilah panggilan Tuhan bagi orang percaya! Melayani Tuhan itu bukan berbicara tentang apa karunia kita dan juga apa jabatan kita di gereja. Melayani Tuhan juga bukan bertujuan sekedar mengembangkan potensi yang dimiliki, melainkan haruslah timbul dari hati orang yang menyadari bahwa hidupnya telah ditebus dan diselamatkan oleh Kristus, sehingga ia memiliki kerinduan yang besar untuk membalas kasih Tuhan dengan mempersembahkan hidup bagi-Nya (Roma 12:1).
Apalah artinya seseorang tampak sibuk melakukan kegiatan-kegiatan rohani di gereja namun hidupnya tidak mencerminkan orang yang sedang melayani Tuhan? Inti kehidupan Kristen adalah bagaimana kita bisa menyenangkan hati Tuhan dan bagaimana hidup kita bisa menjadi garam dan terang dunia (Matius 5:13-16). Karena itu orang yang melayani Tuhan haruslah memiliki standar hidup yang berbeda yaitu hidup berkenan kepada Tuhan: "...haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang," (1 Timotius 3:2-3).
Tak kalah penting, hidup orang yang melayani Tuhan harus terpancar terlebih dahulu dalam kehidupan keluarga sebagai komunitas terkecil untuk memraktekkan kasih dan nilai-nilai kebenaran. "...seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?" (1 Timotius 3:4-5).
Ternyata bukan perkara mudah melayani Tuhan! Selain harus punya kehidupan yang berkenan kepada Tuhan, kita juga harus siap menghadapi tantangan! Siapakah kita?
Baca: 1 Timotius 3:1-7
"Benarlah perkataan ini: 'Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah.'" 1 Timotius 3:1
Tidak semua orang percaya dipanggil untuk melayani Tuhan sebagai full timer di gereja, namun setiap kita dipanggil untuk melayani Tuhan di mana pun kita berada dan apa pun profesi kita. Inilah panggilan Tuhan bagi orang percaya! Melayani Tuhan itu bukan berbicara tentang apa karunia kita dan juga apa jabatan kita di gereja. Melayani Tuhan juga bukan bertujuan sekedar mengembangkan potensi yang dimiliki, melainkan haruslah timbul dari hati orang yang menyadari bahwa hidupnya telah ditebus dan diselamatkan oleh Kristus, sehingga ia memiliki kerinduan yang besar untuk membalas kasih Tuhan dengan mempersembahkan hidup bagi-Nya (Roma 12:1).
Apalah artinya seseorang tampak sibuk melakukan kegiatan-kegiatan rohani di gereja namun hidupnya tidak mencerminkan orang yang sedang melayani Tuhan? Inti kehidupan Kristen adalah bagaimana kita bisa menyenangkan hati Tuhan dan bagaimana hidup kita bisa menjadi garam dan terang dunia (Matius 5:13-16). Karena itu orang yang melayani Tuhan haruslah memiliki standar hidup yang berbeda yaitu hidup berkenan kepada Tuhan: "...haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang," (1 Timotius 3:2-3).
Tak kalah penting, hidup orang yang melayani Tuhan harus terpancar terlebih dahulu dalam kehidupan keluarga sebagai komunitas terkecil untuk memraktekkan kasih dan nilai-nilai kebenaran. "...seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?" (1 Timotius 3:4-5).
Ternyata bukan perkara mudah melayani Tuhan! Selain harus punya kehidupan yang berkenan kepada Tuhan, kita juga harus siap menghadapi tantangan! Siapakah kita?
Subscribe to:
Posts (Atom)