Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 April 2018
Baca: Roma 4:1-25
"Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap
juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang
telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." Roma 4:18
Tuhan berjanji kepada Abraham bahwa Ia akan memberinya keturunan. Alkitab menyebutkan bahwa keturunan Abraham akan seperti debu tanah banyaknya dan juga seperti bintang-bintang yang bertebaran di langit, seperti tertulis: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat
menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: 'Demikianlah banyaknya nanti
keturunanmu.'" (Kejadian 15:5). Tuhan menegaskan hal ini beberapa kali kepada Abraham dan ketika menerima janji tersebut usia Abraham sudah sangat lanjut, isterinya pun telah tertutup rahimnya. Secara manusia dan ditinjau dari sudut medis mustahil baginya untuk bisa memiliki keturunan. Tidaklah mengherankan jika mereka sempat tertawa ketika mendengar janji Tuhan ini!
Tuhan berfirman, "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN? Pada waktu yang telah
ditetapkan itu, tahun depan, Aku akan kembali mendapatkan engkau, pada
waktu itulah Sara mempunyai seorang anak laki-laki." (Kejadian 18:14). Tuhan menggenapi janji-Nya: "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi
Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai
dengan firman Allah kepadanya. Abraham menamai anaknya yang baru lahir itu Ishak, yang dilahirkan Sara baginya." (Kejadian 21:2-3). Tak mudah mengalami penggenapan janji Tuhan ini karena Abraham harus menunggu bertahun-tahun. Dua puluh lima tahun menanti bukanlah waktu yang singkat!
Banyak orang gagal menikmati janji Tuhan karena tak sabar menantikan waktu-Nya. Penting sekali kita belajar dari Abraham yang mampu memegang teguh janji Tuhan sekalipun harus melewati proses panjang. Alkitab menyatakan, "...terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah," (Roma 4:20). Abraham tidakbimbang terhadap janji Tuhan, meski secara kasat mata situasi atau keadaan tidak mendukung sama sekali. "...maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6).
Tidak bimbang berarti percaya penuh kepada Tuhan!
Monday, April 23, 2018
Sunday, April 22, 2018
MENGANDALKAN DIRI SENDIRI: Menuai Kehancuran
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 April 2018
Baca: 2 Tawarikh 16:1-14
"Karena engkau bersandar kepada raja Aram dan tidak bersandar kepada TUHAN Allahmu, oleh karena itu terluputlah tentara raja Aram dari tanganmu." 2 Tawarikh 16:7
Alkitab mencatat bahwa ketika Asa hidup percaya kepada Tuhan dengan sepenuh hati, dan hidup mengandalkan dia, maka Tuhan mengaruniakan keamanan dan ketenteraman atas negerinya, "Tidak ada perang sampai pada tahun ketiga puluh lima pemerintahan Asa." (2 Tawarikh 15:19). Apa yang terjadi kemudian? Setelah hidupnya berhasil raja Asa mulai berubah sikap, hatinya tidak lagi berpaut kepada Tuhan. Ia mulai bersandar kepada pengertiannya sendiri dan tidak lagi melibatkan Tuhan dalam setiap keputusan.
Ketika sedang mengalami masalah berat yaitu menghadapi Baesa (raja Israel), Asa tidak lagi mencari pertolongan kepada Tuhan seperti yang dahulu dilakukan. Ia mulai menggunakan akal pikirannya sendiri, lalu mencari pertolongan kepada dunia dan berharap kepada manusia yaitu meminta pertolongan kepada raja Aram. Demi beroleh bantuan ia rela mempersembahkan harta benda yang ada di dalam Bait Tuhan. "...Asa mengeluarkan emas dan perak dari perbendaharaan rumah TUHAN dan dari perbendaharaan rumah raja dan mengirimnya kepada Benhadad, raja Aram yang diam di Damsyik dengan pesan: 'Ada perjanjian antara aku dan engkau, antara ayahku dan ayahmu. Ini kukirim emas dan perak kepadamu. Marilah, batalkanlah perjanjianmu dengan Baesa, raja Israel, supaya ia undur dari padaku.'" (2 Tawarikh 16:2-3).
Akibat perbuatan bodoh ini raja Asa harus menanggung akibatnya: "...terluputlah tentara raja Aram dari tanganmu. Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia. Dalam hal ini engkau telah berlaku bodoh, oleh sebab itu mulai sekarang ini engkau akan mengalami peperangan." (2 Tawarikh 16:7, 9). Sejak saat itu ketenteraman dan keamanan semakin menjauh dari negeri Yehuda! Dan "Pada tahun ketiga puluh sembilan pemerintahannya Asa menderita sakit pada kakinya yang kemudian menjadi semakin parah." (2 Tawarikh 16:12). Sesungguhnya hal itu adalah kesempatan bagi Asa untuk bertobat, namun dalam kondisi yang demikian ia tetap saja tidak mau bertobat, malahan ia tetap mencari pertolongan kepada tabib-tabib, bukan mencari Tuhan.
Jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri jika tidak ingin hancur!
Baca: 2 Tawarikh 16:1-14
"Karena engkau bersandar kepada raja Aram dan tidak bersandar kepada TUHAN Allahmu, oleh karena itu terluputlah tentara raja Aram dari tanganmu." 2 Tawarikh 16:7
Alkitab mencatat bahwa ketika Asa hidup percaya kepada Tuhan dengan sepenuh hati, dan hidup mengandalkan dia, maka Tuhan mengaruniakan keamanan dan ketenteraman atas negerinya, "Tidak ada perang sampai pada tahun ketiga puluh lima pemerintahan Asa." (2 Tawarikh 15:19). Apa yang terjadi kemudian? Setelah hidupnya berhasil raja Asa mulai berubah sikap, hatinya tidak lagi berpaut kepada Tuhan. Ia mulai bersandar kepada pengertiannya sendiri dan tidak lagi melibatkan Tuhan dalam setiap keputusan.
Ketika sedang mengalami masalah berat yaitu menghadapi Baesa (raja Israel), Asa tidak lagi mencari pertolongan kepada Tuhan seperti yang dahulu dilakukan. Ia mulai menggunakan akal pikirannya sendiri, lalu mencari pertolongan kepada dunia dan berharap kepada manusia yaitu meminta pertolongan kepada raja Aram. Demi beroleh bantuan ia rela mempersembahkan harta benda yang ada di dalam Bait Tuhan. "...Asa mengeluarkan emas dan perak dari perbendaharaan rumah TUHAN dan dari perbendaharaan rumah raja dan mengirimnya kepada Benhadad, raja Aram yang diam di Damsyik dengan pesan: 'Ada perjanjian antara aku dan engkau, antara ayahku dan ayahmu. Ini kukirim emas dan perak kepadamu. Marilah, batalkanlah perjanjianmu dengan Baesa, raja Israel, supaya ia undur dari padaku.'" (2 Tawarikh 16:2-3).
Akibat perbuatan bodoh ini raja Asa harus menanggung akibatnya: "...terluputlah tentara raja Aram dari tanganmu. Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia. Dalam hal ini engkau telah berlaku bodoh, oleh sebab itu mulai sekarang ini engkau akan mengalami peperangan." (2 Tawarikh 16:7, 9). Sejak saat itu ketenteraman dan keamanan semakin menjauh dari negeri Yehuda! Dan "Pada tahun ketiga puluh sembilan pemerintahannya Asa menderita sakit pada kakinya yang kemudian menjadi semakin parah." (2 Tawarikh 16:12). Sesungguhnya hal itu adalah kesempatan bagi Asa untuk bertobat, namun dalam kondisi yang demikian ia tetap saja tidak mau bertobat, malahan ia tetap mencari pertolongan kepada tabib-tabib, bukan mencari Tuhan.
Jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri jika tidak ingin hancur!
Subscribe to:
Posts (Atom)