Saturday, April 21, 2018

PERCAYA KEPADA TUHAN: Ada Kemenangan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 April 2018

Baca:  2 Tawarikh 14:2-15

"Ia memerintahkan orang Yehuda supaya mereka mencari TUHAN, Allah nenek moyang mereka, dan mematuhi hukum dan perintah."  2 Tawarikh 14:4

Orang Kristen disebut sebagai orang percaya, tapi sesungguhnya tidak semua orang Kristen percaya kepada Tuhan dengan segenap hati.  Ketika dihadapkan pada masalah atau pergumulan hidup kita cenderung mengandalkan kekuatan sendiri atau mengandalkan akal pikiran daripada mengandalkan Tuhan;  kita memutuskan segala sesuatu menurut pertimbangan dan kehendak sendiri;  kita memiliki banyak rencana hidup tanpa mau melibatkan Tuhan karena beranggapan bahwa rencana sendiri adalah yang terbaik.  Alkitab memperingatkan:  "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;"  (Amsal 3:5-7).

     Marilah kita belajar dari pengalaman hidup Asa, seorang raja yang pernah memerintah kerajaan Yehuda menggantikan ayahnya  (Abia).  Alkitab mencatat bahwa di awal pemerintahan  "Asa melakukan apa yang baik dan yang benar di mata TUHAN, Allahnya. Ia menjauhkan mezbah-mezbah asing dan bukit-bukit pengorbanan, memecahkan tugu-tugu berhala, dan menghancurkan tiang-tiang berhala."  (2 Tawarikh 14:2-3).  Asa hidup mengandalkan Tuhan dan percaya kepada-Nya dengan sepenuh hati dan memerintahkan seluruh rakyatnya untuk mencari Tuhan dan hidup taat melakukan firman-Nya.  Ketika raja Asa dan seluruh rakyatnya hidup mengandalkan Tuhan dan taat kepada-Nya Tuhan mengaruniakan keamanan atas seluruh negeri.

     Ketika berperang melawan Zerah, orang Etiopia dengan kekuatan 1 juta orang tentara, tiga ratus kereta dan lengkap dengan peralatan tempur yang canggih, secara teori pasukan Yehuda mustahil bisa menang karena kekuatan mereka hanya 300.000 orang bersenjatakan perisai besar dan tombak, dan 280.000 orang sebagai pemanah.  Tetapi karena raja Asa mengandalkan Tuhan, mujizat terjadi:  musuh dipukul kalah.  Mereka tampil sebagai pemenang dan beroleh jarahan yang sangat besar!  (2 Tawarikh 14:12-13).

Ketika raja asa percaya kepada Tuhan dengan sepenuh hati dan mengandalkan Dia, kerajaannya aman dan berkemenangan!

Friday, April 20, 2018

MENERIMA KEMURAHAN: Harus Bermurah Hati (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 April 2018

Baca:  Lukas 6:27-36

"Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati."  Lukas 6:36

Seorang anak biasanya mewarisi sifat-sifat orang tuanya, seperti kata pepatah yang mengatakan bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya.  Keteladanan hidup yang baik yang ditunjukkan oleh seorang ayah akan menghasilkan generasi yang berkualitas pula.  Sebagai orang percaya kita memiliki Bapa Sorgawi yang begitu mengasihi kita dan kasih setia-Nya sungguh tak terbatas.  Kalau bapa di dunia saja tahu memberi yang baik kepada anak-anaknya, apalagi Bapa kita yang di Sorga, pasti akan memberikan yang terbaik bagi kita anak-anak-Nya.  "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang;"  (Yakobus 1:17).

     Kalau kita menyadari bahwa Tuhan telah menyatakan kemurahan hati-Nya yang tak terhingga dan memberikan yang terbaik bagi kita, sudah sepatutnya kita mengikuti jejak-Nya dengan mencerminkan sikap yang sama dengan-Nya.  Salah satunya adalah hal kemurahan hati ini.  Berbicara tentang kemurahan hati bukan semata-mata berbicara tentang memberi dalam bentuk materi saja.  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata  'murah hati'  adalah sebuah perilaku mudah memberi, tidak pelit, penyayang dan pengasih, suka menolong, baik hati.  Dengan kata lain kemurahan hati menyangkut banyak aspek di dalam kehidupan ini.  Dalam 1 Korintus 13:4 tertulis:  "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong."  Kemurahan hati adalah salah satu perwujudan dari kasih.  Kekristenan itu selalu identik dengan kasih.  Orang Kristen yang tidak mempunyai kasih patut dipertanyakan kekristenannya, sebab ada tertulis:  "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih...dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia."  (1 Yohanes 4:8, 16b).

     Kemurahan hati adalah sifat Tuhan sendiri, maka orang percaya pun tak boleh lepas dari sifat itu.  Banyak orang Kristen enggan bermurah hati kepada orang lain padahal Alkitab menyatakan bahwa orang yang murah hati sesungguhnya berbuat baik kepada diri sendiri  (Amsal 11:17), karena Tuhan pasti akan membalasnya.  Pemazmur menyebut orang yang murah hati sebagai orang benar  (Mazmur 37:21).

Sudahkah kita menjadi orang yang penuh kemurahan hati seperti Kristus?