Friday, November 17, 2017

RESPONS HATI TERHADAP FIRMAN TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 November 2017

Baca:  Markus 4:1-20

"Dan sebagian (benih) jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan suburnya dan berbuah, hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat."  Markus 4:8

Alkitab menggambarkan firman Tuhan itu sebagai benih, sedangkan hati manusia adalah tanahnya.  Tuhan memberikan benih dengan tujuan agar benih itu bertumbuh di atas tanah yang baik sehingga dapat berbuah atau menghasilkan panenan.  Dengan kata lain benih tidak akan bertumbuh jika benih tersebut tidak ditanam di dalam tanah.  Begitu juga dengan benih firman Tuhan, tidak akan dapat hidup apabila tidak ditanamkan di dalam hati kita.  Hati kita digambarkan sebagai tanah yang siap untuk ditaburi benih, yaitu benih firman Tuhan.  Daud berkata,  "Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau."  (Mazmur 119:11).  "Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan."  (Mazmur 119:16).  Itu artinya Daud menanam benih firman Tuhan di dalam hatinya.

     Banyak orang Kristen mendengar firman Tuhan hanya sambil lalu atau sekedar hafal dengan ayat-ayat di Alkitab, tapi mereka tak pernah menanamkan firman itu di dalam hatinya.  Dampaknya pun jelas, benih itu tak dapat bertumbuh dengan baik, apalagi menghasilkan buah, padahal  "...setiap pohon dikenal pada buahnya."  (Lukas 6:44a).  Kehidupan rohaninya tetap saja kering alias gersang, tak ada dampak.  Akhirnya orang lain hanya melihat buah-buah masam yang menjadi hasil tuaiannya.  Kuasa firman Tuhan itu dahsyat, seperti yang Daud katakan,  "Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya."  (Mazmur 33:6),  "Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada."  (Mazmur 33:9).  Namun firman Tuhan tidak akan bekerja apabila firman itu tidak ditanam di tanah hati yang baik.

     Bagaimana keadaan tanah hati Saudara?  Keras, berbatu-batu, penuh dengan semak duri, atau subur?  Ini berbicara tentang respons atau sikap hati kita terhadap firman Tuhan.  Jika selama ini kita merasa sudah banyak membaca, mendengar, dan mengerti ayat-ayat di Alkitab, atau bahkan sudah hafal di luar kepala, tetapi kita tetap saja belum mengalami kuasa firman Tuhan di dalam hidup ini, bukan berarti Alkitab adalah firman yang tidak berkuasa.  Yang harus dikoreksi adalah sikap hati kita terhadap firman itu sendiri!

Thursday, November 16, 2017

PADANG GURUN: Proses Pendewasaan Iman

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 November 2017

Baca:  Ulangan 8:1-20

"Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak."  Ulangan 8:2

Mengikat Tuhan adalah sebuah perjalanan yang panjang, tidak cukup diwakili hanya dengan menjadi anggota di salah satu gereja, tampak rajin datang ke ibadah atau terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan.  Mengikut Tuhan berarti kita hidup dalam kehendak dan rencana-Nya.  Kehendak Tuhan dalam hidup orang percaya adalah agar kita hidup seperti cara hidup Tuhan.  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6), menjadi serupa dengan Kristus.  Hidup yang sama seperti Kristus akan terwujud apabila kita benar-benar  "...menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,"  (Filipi 2:5).  Pertanyaan:  apa yang terdapat dalam pikiran dan perasaan Kristus?  Tidak ada jawaban lain selain hidup menuruti kehendak Bapa dan menyenangkan hati Bapa.

     Tuhan menyediakan berkat yang luar biasa bagi setiap orang yang hidup seturut kehendak-Nya.  Untuk bisa menikmati berkat Tuhan orang percaya harus terlebih dahulu masuk dalam  'proses'nya Tuhan, seperti bangsa Israel harus mengalami pembentukan di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian.  Proses ini bertujuan untuk menguji ketaatan dan ketekunan kita dalam mengikut Tuhan.  Manusia memiliki kecenderungan mengandalkan kekuatan sendiri, mengandalkan harta atau kekayaan daripada hidup mengandalkan Tuhan.  Karena itu sebelum umat Tuhan memasuki Tanah Perjanjian Ia mendidik mereka di padang gurun.  Padang gurun adalah  'sekolah'  untuk mereka belajar hidup mengandalkan Tuhan sepenuhnya.  Padang gurun adalah gambaran tentang situasi yang sulit, penuh tantangan, mungkin menakutkan dan bahkan sangat kritis.

     Perjalanan padang gurun yang harus dilewati oleh bangsa Israel adalah kehendak Tuhan  (ayat nas).  Tujuan Tuhan adalah bukan penderitaannya, melainkan agar mereka belajar rendah hati.  Padang gurun juga menjadi ujian iman dan ketaatan.  Saat dalam masalah akan terlihat jelas kualitas iman dan seberapa jauh kita mau taat kepada Tuhan.

Sesulit apa pun proses yang kita jalani tetaplah berpegang pada firman Tuhan.