Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2017
Baca: Lukas 10:25-37
"Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan,
ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh
belas kasihan." Lukas 10:33
Kata belas kasihan yang disebut pula welas asih, atau kepedulian, bisa diartikan: emosi seseorang yang muncul akibat penderitaan orang lain, lebih kuat dari sekedar berempati. Perasaan ini biasanya memunculkan suatu usaha untuk mengurangi penderitaan orang tersebut. Inilah yang dirasakan oleh seorang Samaria ketika melihat orang yang terluka akibat dirampok dan dipukuli oleh para penyamun. Dilandasi oleh belas kasihan, orang Samaria itu pun tergerak hati untuk menyatakan kebaikannya dalam tindakan nyata. Belas kasihan tanpa disertai dengan sebuah tindakan tidak akan berdampak apa-apa.
Dalam perumpamaan ini sesungguhnya ada 3 orang yang melihat orang yang sedang terluka parah di jalan itu dan sangat membutuhkan pertolongan: seorang imam, orang Lewi dan orang Samaria. Imam, yang tugas kesehariannya melayani di Bait Suci, ketika melihat orang yang terluka justru mempercepat langkahnya dan melewatinya begitu saja. Mengapa? Ia takut kalau-kalau orang itu sudah mati, sebab berdasarkan peraturan per-iman-an, barangsiapa menyentuh orang mati akan dianggap najis selama tujuh hari lamanya (Bilangan 19:11). Pikirnya, dengan menolong ia akan kehilangan kesempatan untuk bertugas di Bait Suci. Baginya, melakukan 'pekerjaan' pelayanan adalah lebih utama daripada menolong orang lain. Orang Lewi, juga tak mau mengambil resiko. Para penyamun seringkali punya kebiasaan memasang umpan di tempat yang sepi, contohnya dengan berpura-pura menjadi orang yang terluka. Begitu ada orang yang berhenti untuk menolong, segeralah para penyamun lain datang untuk mendekat, menyakiti dan merampoknya. Tetapi, orang Samaria, ketika melihat orang yang terluka, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan dan segera memberikan pertolongan. Ia berani mengambil resiko apa pun demi menolong orang lain.
Ketika melihat orang lain sedang 'terluka' dan sangat membutuhkan pertolongan, apakah hati kita tergerak untuk memberikan pertolongan? Apakah hati kita peka terhadap kebutuhan orang lain? Ingat... mengasihi itu bukan hanya dengan kata-kata belaka, tetapi harus diwujudkan dalam sebuah tindakan.
Milikilah hati seperti hati Tuhan Yesus, yang penuh dengan belas kasihan!
Tuesday, November 14, 2017
Monday, November 13, 2017
MOTIVASI DI BALIK PERBUATAN BAIK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 November 2017
Baca: Kisah Para Rasul 9:36-43
"...Tabita - dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah." Kisah 9:36
Di setiap menjelang pemilihan pemimpin suatu daerah, para kandidat calon pemimpin pasti melakukan orasi menyampaikan program kerjanya secara panjang lebar di hadapan publik. Tak lupa mereka mengobral janji-janji manisnya. Tidak sedikit dari mereka yang sebelumnya tidak ada sepak terjangnya, tidak dikenal oleh masyarakat bisa secara tiba-tiba muncul di depan umum dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang selama ini tidak pernah dilakukan. Ada yang 'blusukan' ke kawasan-kawasan kumuh atau ke pasar-pasar tradisional, mendatangi daerah-daerah yang terkena bencana dan membantu para korban yang berada di pengungsian. Mereka melakukan semua itu dengan tujuan semakin dikenal oleh masyarakat luas dan beroleh simpati.
Tragisnya begitu seseorang terpilih menjadi pemimpin, tidak sedikit dari mereka yang lupa dengan janji-janjinya. 'Blusukan' atau berbuat baik kepada masyarakat 'kecil' tidak ada lagi masuk dalam agenda kerjanya. Di sini jelas sekali motivasi di balik perbuatan baik yang dilakukan, ada udang dibalik batu alias motivasi terselubung. Mereka melakukan perbuatan baik itu adalah demi pencitraan diri semata. Alkitab mengajarkan: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Artinya setiap perbuatan yang kita lakukan hendaknya dilakukan dengan segenap hati dan bertujuan semata-mata untuk kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk mencari pujian dan hormat dari manusia.
Belajarlah dari Tabita (bahasa Yunani: Dorkas), seorang yang dikenal sangat baik hati. Dengan tulus ikhlas Tabita banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah kepada mereka yang kekurangan (ayat nas). Kehidupan Tabita benar-benar menjadi berkat bagi banyak orang. Ketika Tabita jatuh sakit dan akhirnya meninggal, orang-orang merasa sangat kehilangan dan menangisi kepergiannya. Mereka pun memohon dan mendesak Petrus agar berdoa untuk Tabita. Mujizat terjadi, Tuhan mendengarkan seruan doa itu dan memberikan kasih karunia-Nya: Tabita hidup kembali! "Peristiwa itu tersiar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan." (Kisah 9:42).
Milikilah motivasi yang benar ketika berbuat baik, itulah yang menjadi berkat!
Baca: Kisah Para Rasul 9:36-43
"...Tabita - dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah." Kisah 9:36
Di setiap menjelang pemilihan pemimpin suatu daerah, para kandidat calon pemimpin pasti melakukan orasi menyampaikan program kerjanya secara panjang lebar di hadapan publik. Tak lupa mereka mengobral janji-janji manisnya. Tidak sedikit dari mereka yang sebelumnya tidak ada sepak terjangnya, tidak dikenal oleh masyarakat bisa secara tiba-tiba muncul di depan umum dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang selama ini tidak pernah dilakukan. Ada yang 'blusukan' ke kawasan-kawasan kumuh atau ke pasar-pasar tradisional, mendatangi daerah-daerah yang terkena bencana dan membantu para korban yang berada di pengungsian. Mereka melakukan semua itu dengan tujuan semakin dikenal oleh masyarakat luas dan beroleh simpati.
Tragisnya begitu seseorang terpilih menjadi pemimpin, tidak sedikit dari mereka yang lupa dengan janji-janjinya. 'Blusukan' atau berbuat baik kepada masyarakat 'kecil' tidak ada lagi masuk dalam agenda kerjanya. Di sini jelas sekali motivasi di balik perbuatan baik yang dilakukan, ada udang dibalik batu alias motivasi terselubung. Mereka melakukan perbuatan baik itu adalah demi pencitraan diri semata. Alkitab mengajarkan: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Artinya setiap perbuatan yang kita lakukan hendaknya dilakukan dengan segenap hati dan bertujuan semata-mata untuk kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk mencari pujian dan hormat dari manusia.
Belajarlah dari Tabita (bahasa Yunani: Dorkas), seorang yang dikenal sangat baik hati. Dengan tulus ikhlas Tabita banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah kepada mereka yang kekurangan (ayat nas). Kehidupan Tabita benar-benar menjadi berkat bagi banyak orang. Ketika Tabita jatuh sakit dan akhirnya meninggal, orang-orang merasa sangat kehilangan dan menangisi kepergiannya. Mereka pun memohon dan mendesak Petrus agar berdoa untuk Tabita. Mujizat terjadi, Tuhan mendengarkan seruan doa itu dan memberikan kasih karunia-Nya: Tabita hidup kembali! "Peristiwa itu tersiar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan." (Kisah 9:42).
Milikilah motivasi yang benar ketika berbuat baik, itulah yang menjadi berkat!
Subscribe to:
Posts (Atom)