Wednesday, November 8, 2017

JANGAN GAMPANG MARAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2017

Baca:  Mazmur 37:8-15

"Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan."  Mazmur 37:8

Telinga kita pasti tak asing dengan ayat firman Tuhan ini:  "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."  (Amsal 17:22)  dan  "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat."  (Amsal 15:13).  Jelas sekali bahwa hati yang gembira adalah obat terbaik, sedangkan emosi atau amarah yang meluap-luap justru dapat mendatangkan sakit-penyakit.  Karena itu buanglah semua rasa geram dan amarah yang berkepanjangan.

     Berbagai penelitian menyatakan adanya hubungan antara perilaku temperamental seseorang dengan tingginya kasus penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke dan sebagainya.  Penelitian menunjukkan pula bahwa amarah memengaruhi proses penyembuhan suatu penyakit.  Orang yang bermasalah dalam hal mengontrol emosi atau kemarahan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dari penyakit yang diderita, dibandingkan mereka yang sebaliknya.  Alkitab memang tidak menyebutkan bahwa marah itu dosa, tapi yang harus diingat adalah kemarahan cenderung membawa seseorang kepada tindakan-tindakan yang tak terkendali yang bisa menyakiti dan melukai orang lain, sehingga dapat menyebabkan pertikaian dan merusak sebuah hubungan.

     Kemarahan seringkali dijadikan celah oleh Iblis untuk menabur benih kejahatan.  Bukankah ada banyak tindak kejahatan terjadi bermula dari seseorang yang tersulut amarah?  Daud menasihati,  "Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam."  (Mazmur 4:5).  Bahkan Pengkhotbah menyebut seorang pemarah sebagai orang bodoh.  "Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh."  (Pengkhotbah 7:9).  Tidak mau disebut orang bodoh?  Jangan mudah marah.  Orang yang bijak pasti dapat menahan kemarahannya.  "Akal budi membuat seseorang panjang sabar..."  (Amsal 19:11).

"Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis."  Efesus 4:26-27

Tuesday, November 7, 2017

JANGAN SIMPAN DENDAM DAN SAKIT HATI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 November 2017

Baca:  Ayub 5:1-16

"Sesungguhnya, orang bodoh dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati."  Ayub 5:2

Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh jurnal Psychological Science  (Harian Kompas, 19 September 2014)  menyatakan bahwa menyimpan rasa dendam dan sakit hati itu berdampak buruk bagi kesehatan mental dan fisik seseorang.  Selain dapat meningkatkan rasa cemas, stres dan frustasi, rasa dendam dan sakit hati yang dipendam selama bertahun-tahun dapat menyebabkan orang beresiko terkena serangan jantung, tekanan darah tinggi, nyeri lambung, sakit kepala dan bahkan kanker!

     Mungkin Saudara sedang disakiti oleh orang lain dan sampai sekarang masih sulit untuk memaafkan... menyimpan dendam dan sakit hati sama sekali tidak mendatangkan faedah, justru akan berdampak buruk.  Masih banyak orang Kristen yang menjalani hidup kekristenannya dengan belenggu dendam dan sakit hati, meski secara kasat mata mereka tampak rajin beribadah dan bahkan sudah melayani Tuhan.  Meski sudah tak terhitung banyaknya mereka mendengar khotbah tentang pentingnya mengampuni, tapi dalam prakteknya tetap saja sulit untuk melakukan.  Bagi orang percaya, mengampuni adalah perintah Tuhan yang harus ditaati dan tak bisa ditawar-tawar lagi.  Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, kita harus bisa mengampuni kesalahan orang lain.  Ingatlah Tuhan Yesus telah terlebih dahulu mengampuni kesalahan-kesalahan kita, bahkan  "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita."  (Mazmur 103:12).

     Tuhan dapat memakai apa saja di dalam kehidupan kita sehari-hari untuk membentuk dan mendewasakan kita, termasuk memakai orang-orang sekitar untuk menyempurnakan kita sesuai kehendak-Nya.  Ada tertulis:  "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya."  (Amsal 27:17).  Seperti yang dialami oleh Yusuf, yang dilukai dan disakiti oleh saudara-saudaranya, ia tidak membiarkan rasa dendam dan sakit hati itu bersarang di hatinya.  Yusuf tetap dapat melihat kebaikan di balik penderitaan yang dialami:  "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar."  (Kejadian 50:20).

Menyimpan dendam dan sakit hati adalah perbuatan yang merugikan diri sendiri!