Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Oktober 2017
Baca: Ibrani 12:1-4
"Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat
itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu
menjadi lemah dan putus asa." Ibrani 12:3
Lemah, tawar hati dan tak berdaya seringkali menyusupi hidup kita pada saat kita sedang berada dalam masalah, tekanan atau situasi-situasi sulit. Hal ini bisa terjadi ketika arah pandang kita hanya tertuju pada situasi atau keadaan yang ada. Akibatnya hati dan pikiran kita terus dihujani tanpa henti dengan hal-hal yang negatif. Kalau pikiran sudah penuh hal-hal negatif, sadar atau tidak, kita sedang berjalan menuju kegagalan dan kehancuran.
Jika kita tidak segera menyadari dan tetap memandang ke bawah bukan ke atas, tidak membuat perubahan arah pandang, manusia rohani kita akan kehilangan kuasanya, karena firman Tuhan tidak dapat bekerja di dalam kita sepenuhnya, terhalang oleh rasa takut, kuatir, cemas dan sebagainya. Tertulis: "Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang
mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan
menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah." (Matius 13:22). Karena iman kita adalah hasil dari firman (baca Roma 10:17), maka itu berarti iman kita akan menjadi layu. Yang harus kita lakukan untuk menghentikan reaksi kelemahan yang ada adalah mengarahkan mata kepada Tuhan Yesus, "...yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan," (Ibrani 12:2).
Seorang pelari yang berlari di atas lintasan dengan membiarkan kepalanya tetap tertunduk pasti akan dengan mudah dilewati oleh lawan-lawannya, tertinggal, akan menuai kekalahan. Ingin berkemenangan? Tegakkanlah kepala Saudara dan pandang terus Tuhan Yesus. Ingatlah selalu akan Tuhan dan firman-Nya. Biarlah pemikiran-Nya menjadi pemikiran kita. Inilah yang dilakukan oleh rasul Paulus: "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b). Palingkan pandangan dari semua situasi atau keadaan di sekitar, dan arahkan mata kepada Sumber Sorgawi. Tuhan dapat memelihara hidup kita di segala situasi. Tuhan ada di atas, tapi Iblis ada di bawah, tepat di bawah kaki Saudara.
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." Mazmur 16:8
Sunday, October 8, 2017
Saturday, October 7, 2017
ORANG PERCAYA: Hamba-Hamba Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Oktober 2017
Baca: Roma 6:15-23
"Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." Roma 6:18
Setiap orang percaya, yaitu orang-orang yang telah diselamatkan di dalam Kristus, menyandang status sebagai hamba Tuhan. Seringkali ketika mendengar istilah 'hamba' Tuhan pikiran kita langsung tertuju kepada pendeta atau gembala sidang sebuah gereja.
Alkitab menyatakan pada dasarnya ada kekuatan yang luar biasa yang dapat memperhamba hidup manusia. Iblis dengan kuasanya menawarkan pertolongan, kesembuhan, kekayaan dan semua hal yang sifatnya hanya semu, karena itu hanyalah sebuah trik untuk menjerat dan membelenggu hidup manusia. Ketika manusia sudah masuk perangkapnya mereka akan diperhamba oleh Iblis, diperhamba oleh dosa. Alkitab memperingatkan: "Lawanlah dia dengan iman yang teguh..." (1 Petrus 5:9).
Sebagai hamba Tuhan kita mutlak menghambakan diri kepada-Nya, menjadikan Kristus sebagai Tuan atas hidup kita sepenuhnya. Jadi setiap manusia hanya dihadapkan pada dua pilihan: menjadi hamba Tuhan (hamba kebenaran) atau hamba Iblis (hamba dosa). Waktu kita menyerahkan hidup kita kepada Kristus, kita menjadi hamba kebenaran. Menjadi hamba kebenaran artinya harus melakukan apa yang berkenan kepada Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan. "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:20). Setelah seseorang dibeli dan kemudian menjadi hamba kebenaran berarti kita tidak lagi menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata, tetapi menjadi senjata kebenaran (baca Roma 6:13).
Karena kita adalah hamba, kita harus selalu siap bekerja keras melaksanakan tanggung jawab, tanpa menuntut hak. Namun seringkali kita hanya mengedepankan hak atau menuntut hak saja, tapi mengabaikan kewajiban. Sebagai hamba tidak seharusnya kita berkata bahwa kita sudah berbuat banyak bagi Tuhan. "Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10).
Kalau kita menjadi hamba yang setia Tuhan tidak akan pernah lalai menepati janji-Nya. "...hakku terjamin pada TUHAN dan upahku pada Allahku." Yesaya 49:4
Baca: Roma 6:15-23
"Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." Roma 6:18
Setiap orang percaya, yaitu orang-orang yang telah diselamatkan di dalam Kristus, menyandang status sebagai hamba Tuhan. Seringkali ketika mendengar istilah 'hamba' Tuhan pikiran kita langsung tertuju kepada pendeta atau gembala sidang sebuah gereja.
Alkitab menyatakan pada dasarnya ada kekuatan yang luar biasa yang dapat memperhamba hidup manusia. Iblis dengan kuasanya menawarkan pertolongan, kesembuhan, kekayaan dan semua hal yang sifatnya hanya semu, karena itu hanyalah sebuah trik untuk menjerat dan membelenggu hidup manusia. Ketika manusia sudah masuk perangkapnya mereka akan diperhamba oleh Iblis, diperhamba oleh dosa. Alkitab memperingatkan: "Lawanlah dia dengan iman yang teguh..." (1 Petrus 5:9).
Sebagai hamba Tuhan kita mutlak menghambakan diri kepada-Nya, menjadikan Kristus sebagai Tuan atas hidup kita sepenuhnya. Jadi setiap manusia hanya dihadapkan pada dua pilihan: menjadi hamba Tuhan (hamba kebenaran) atau hamba Iblis (hamba dosa). Waktu kita menyerahkan hidup kita kepada Kristus, kita menjadi hamba kebenaran. Menjadi hamba kebenaran artinya harus melakukan apa yang berkenan kepada Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan. "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:20). Setelah seseorang dibeli dan kemudian menjadi hamba kebenaran berarti kita tidak lagi menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata, tetapi menjadi senjata kebenaran (baca Roma 6:13).
Karena kita adalah hamba, kita harus selalu siap bekerja keras melaksanakan tanggung jawab, tanpa menuntut hak. Namun seringkali kita hanya mengedepankan hak atau menuntut hak saja, tapi mengabaikan kewajiban. Sebagai hamba tidak seharusnya kita berkata bahwa kita sudah berbuat banyak bagi Tuhan. "Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10).
Kalau kita menjadi hamba yang setia Tuhan tidak akan pernah lalai menepati janji-Nya. "...hakku terjamin pada TUHAN dan upahku pada Allahku." Yesaya 49:4
Subscribe to:
Posts (Atom)