Sunday, September 10, 2017

JANGAN BERSUMPAH PALSU ATAU DUSTA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 September 2017

Baca:  Amsal 19:1-9

"Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar."  Amsal 19:5

Zaman sekarang ini keadaan makin bertambah jahat, orang lebih suka berbuat kejahatan daripada melakukan hal-hal yang baik.  Lebih banyak pembohong daripada orang yang berkata jujur, bahkan di pengadilan sekalipun banyak sekali terdapat ketidakadilan, ketidakjujuran, banyak saksi-saksi dusta atau sumpah-sumpah palsu sebagai pertanda bahwa manusia tidak lagi takut akan Tuhan.  Sering dijumpai banyak orang rela bersumpah palsu atau bersaksi dusta demi rasa solidernya kepada atasan, relasi bisnis, sahabat atau teman dekat.  Rasa solider ini seringkali  'buta'  dan tidak obyektif;  walaupun tahu benar bahwa atasan, relasi bisnis, sahabat atau teman dekatnya itu melakukan kesalahan atau pelanggaran, mereka tetap saja mau menjadi saksi dusta.  Ada pula orang yang rela menyampaikan saksi dusta meski hal itu bertentangan dengan hati nuraninya, karena mereka diiming-imingi uang, jabatan atau materi, sehingga matanya menjadi  'silau'  dan akhirnya mau melakukan kompromi.

     Berhati-hatilah, Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap apa yang kita perbuat!  Mungkin kita bisa berkilah atau menyembunyikan kebohongan itu di hadapan manusia, tapi di hadapan Tuhan tidak, sebab  "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab."  (Ibrani 4:13).  Tuhan tidak bisa dipermainkan, Ia tidak akan tinggal diam, apa yang telah difirmankan-Nya pasti akan dilaksanakan.  Amatlah penting firman Tuhan mengenai hukuman atas orang yang suka menggemakan kebohongan atau saksi dusta sampai-sampai peringatan ini diulangi:  "Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan akan binasa."  (Amsal 19:9).

     Daud dalam mazmurnya juga menegaskan bahwa tidak sembarangan orang boleh naik ke gunung Tuhan atau berdiri di tempat-Nya yang kudus!  Hanya  "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia."  (Mazmur 24:4-5).  (Bersambung)

Saturday, September 9, 2017

JANGAN MENJADI BATU SANDUNGAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 September 2017

Baca:  2 Timotius 2:14-26

"Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu."  2 Timotius 2:15

Semua orang percaya tanpa terkecuali memiliki tanggung jawab sebagai pekerja-pekerja Tuhan.  Yang disebut pekerja Tuhan bukan hanya mereka yang mempunyai jabatan resmi di gereja, semisal pendeta, gembala sidang, diaken, atau yang sudah terlibat dalam pelayanan mimbar, akan tetapi semua orang yang mengaku diri sebagai orang percaya atau pengikut Kristus.

     Rasul Paulus mengatakan bahwa tugas utama seorang pekerja Kristus adalah memberitakan kebenaran.  Karena kita adalah pemberita kebenaran maka kita pun tidak boleh main-main dengan kekristenan kita.  Adalah mutlak bagi seorang pekerja Tuhan untuk memiliki sifat Ilahi, yaitu hidup yang mencerminkan Kristus.  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).  Rasul Paulus meminta kepada Timotius untuk memperingatkan semua orang percaya:  "Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan."  (2 Timotius 2:19).  Tetapi banyak dijumpai orang Kristen yang, justru, bukan teladan baik yang ditunjukkan, sebaliknya malah menjadi batu sandungan bagi orang lain;  sering terjadi pertengkaran, percekcokan, perselisihan, fitnah, gosip dan saling menjatuhkan satu sama lain di antara jemaat dalam satu lingkup gereja;  dan yang lebih menyedihkan Roh Kudus ialah terjadi persaingan yang tidak sehat antar denominasi gereja sehingga gereja menjadi terpecah-pecah atau membentuk kubu-kubu.

     Rasul Paulus mengingatkan bahwa seorang pekerja Tuhan harus mampu mengekang lidahnya,  "...agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya... hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan."  (2 Timotius 2:14, 16).  Kalau hidup kita sendiri tidak mampu menjadi kesaksian yang baik, bagaimana kita bisa melayani jiwa-jiwa dan memberitakan kebenaran kepada orang lain?

Jika seseorang menyucikan diri dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia  (baca  2 Timotius 2:21).