Saturday, September 2, 2017

CIRI ORANG YANG MENGANDALKAN TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 September 2017

Baca:  Yeremia 17:5-10

"Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  Yeremia 17:5

Mengapa kita harus mengandalkan Tuhan Yesus dalam hidup ini?  Karena Dia adalah Tuhan yang penuh kuasa dan tidak ada perkara yang mustahil bagi-Nya.  Tuhan Yesus berkata,  "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi."  (Matius 28:18).  Karena itu kita tidak perlu takut menghadapi goncangan-goncangan yang ada di dunia ini, sebab kita punya Tuhan yang tak pernah melepaskan tangan-Nya untuk menuntun kita.  Ada tertulis:  "TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan."  (Yesaya 58:11), dan penyertaan-Nya yang sempurna tidak akan berakhir.  "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."  (Matius 28:20b).

     Apa ciri-ciri orang yang hidup mengandalkan tuhan?  Tidak hidup mengandalkan diri sendiri atau kekuatan sendiri.  Mengandalkan diri sendiri sama artinya mengandalkan apa yang dimiliki:  asal-usul, pendidikan, status kekayaan, kedudukan, kepintaran dan sebagainya.  Pemazmur mengingatkan siapa diri kita di hadapan Tuhan, bahwa kita ini adalah debu  (baca  Mazmur 103:14).  Seharusnya kita sadar bahwa pada akhirnya segala perkara yang melekat pada kita tidak akan berguna, tidak dapat menolong, apalagi menyelamatkan dan meluputkan kita dari goncangan-goncangan dunia.  Digambarkan tentang keadaan orang yang hidup mengandalkan diri sendiri dan menjauh daripada Tuhan:  "Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk."  (Yeremia 17:6).

     Betapa banyak orang percaya yang ketika sentosa seperti tidak membutuhkan Tuhan, sehingga teguran dan peringatan Tuhan dianggapnya remeh karena merasa diri mampu.  "Aku telah berbicara kepadamu selagi engkau sentosa, tetapi engkau berkata: 'Aku tidak mau mendengarkan!' Itulah tingkah langkahmu dari sejak masa mudamu, sebab engkau tidak mau mendengarkan suara-Ku!"  (Yeremia 22:21).  Kata sentosa  (shalvah)  diartikan:  aman, sukses, makmur dan baik-baik saja.

Friday, September 1, 2017

HIDUPLAH MENGANDALKAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 September 2017

Baca:  Yeremia 17:5-10

"Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!"  Yeremia 17:7

Hari ini kita memasuki hari pertama di bulan September.  Jika memperhatikan keadaan dunia saat ini, semakin baikkah?  Sebaliknya, bukan?  Semakin hari semakin banyak goncangan terjadi.  Secara naluriah goncangan-goncangan yang ada membuat kita semakin was-was, gelisah dan takut.  Kemudian karena terpengaruh oleh keadaan atau situasi yang ada, tidak sedikit orang percaya yang awalnya memiliki roh yang menyala-nyala dalam melayani Tuhan atau mengerjakan perkara-perkara rohani akhirnya menjadi suam-suam kuku.  Mereka mulai kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan, dan klimaksnya mereka mengakhirnya dengan hidup di dalam daging  (baca  Galatia 3:3).

     Hal ini tidak akan terjadi apaila kita hidup mengandalkan Tuhan dan bersandar kepada-Nya.  Keadaan orang yang hidup mengandalkan Tuhan pasti berbeda dari orang tidak mengandalkan Tuhan.  Orang yang hidup mengandalkan Tuhan  "...akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah."  (Yeremia 17:8).  Orang yang hidupnya mengandalkan Tuhan tidak akan terpengaruh oleh situasi atau keadaan, tidak perlu takut pada musim-musim kering, tidak perlu takut menghadapi goncangan.  Seperti pohon yang akar-akarnya merambat ke tepi batang air, maka daunnya tidak akan pernah layu, selalu hijau, dan senantiasa menghasilkan buah pada musimnya.  Berbuahnya pun tidak sekedar berbuah, tetapi lebat dan manis rasanya.

     Sesungguhnya goncangan sudah terjadi sejak dahulu.  Ketika Tuhan Yesus dilahirkan, goncangan dan aniaya hebat terjadi, sampai-sampai Ia harus dibawa mengungsi ke Mesir.  Meski demikian terang yang dibawa Kristus tidak pernah redup, bahkan terang-Nya mampu mengalahkan kegelapan dunia, sebagaimana tujuan Kristus datang ke bumi adalah untuk menyatakan keberadaan dan kebenaran Bapa, sehingga  "Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa;"  (Yohanes 14:9).

Hidup kita akan tetap menunjukkan kualitas berbeda di tengah goncangan asal kita senantiasa mengandalkan Tuhan!