Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2017
Baca: Lukas 15:11-32
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." Lukas 15:32
Ketika anak bungsunya pulang (setelah lama terhilang) kembali ke rumah, orangtuanya mengadakan pesta untuk menyambut kepulangannya. Ini menggambarkan ada sukacita di sorga kalau ada satu orang bertobat. "...akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat,
lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang
tidak memerlukan pertobatan." (Lukas 15:7).
Pertobatan yang bagaimanakah yang membuat Tuhan bersukacita? Kalau hanya mengaku bertobat karena ada altar call di gereja belumlah membuat sorga bersukacita. Pertobatan yang dapat membuat sorga bersukacita adalah pertobatan yang benar menurut ukuran Tuhan. Pertobatan yang benar adalah pertobatan seperti si anak bungsu, yaitu dari kehidupan yang dikuasai oleh keinginan diri sendiri berbalik kepada kehidupan yang mau tunduk sepenuhnya kepada otoritas bapanya. Penundukan diri adalah ciri dari orang yang bersedia hidup dalam otoritas Tuhan, yaitu orang-orang yang pasti diperkenankan masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Sorga. Pertobatan yang benar yang membuat orang mengalami kelahiran baru bukanlah satu kali pertobatan, tetapi sebuah proses pertobatan terus menerus dan seumur hidup. Untuk pertobatan seperti ini dibutuhkan pencerahan oleh kebenaran firman Tuhan setiap hari, sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar,
untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Kebeneran firman Tuhan yang mencerahi pikiran ditindaklanjuti oleh perubahan berpikir ("metanoia"). Metanoia mengekspresikan perubahan intelektual dan spiritual yang terjadi ketika seorang pendosa berbalik kepada Tuhan. Arti kata metanoia adalah memiliki pikiran lain atau mengubah pikiran orang dalam sikap dan tujuan perihal dosa. Atau, berpikir tentang sesuatu secara berbeda dari sebelumnya. "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan
Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di
dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah
mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20).
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Sunday, August 6, 2017
Saturday, August 5, 2017
MENJADI ANAK YANG TERHILANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2017
Baca: Lukas 15:11-32
"Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." Lukas 15:18-19
Perumpamaan tentang anak yang hilang menggambarkan seorang anak yang tidak menyukai hidup dalam dominasi orang tua. Ia berkeinginan hidup bebas dari pengawasan dan bebas menggunakan harta milik yang diklamin sebagai miliknya. "Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya." (ayat 13). Model anak seperti ini banyak dijumpai, tak terkecuali pada mereka yang berstatus 'Kristen'.
Ada banyak orang Kristen tidak merasa dirinya masuk kategori 'anak yang hilang', sebab menurut mereka anak yang hilang adalah mereka yang meninggalkan gereja dan hidup dalam hingar bingar duniawi. Selama masih pergi ke gereja, terlibat dalam pelayanan dan tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum, kita berpikir kita hidup dalam pertobatan dan tidak masuk kategori anak yang hilang. Benarkah? Sesungguhnya pertobatan yang Tuhan kehendaki lebih dari itu, yaitu kita sungguh-sungguh memberi diri hidup dalam penguasaan Tuhan dan kendali Roh Kudus sepenuhnya. Selama masih hidup menurut kehendak diri sendiri kita tergolong sebagai anak yang terhilang, meski secara lahiriah tampak beribadah. "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh," (Galatia 5:25).
Ciri nyata anak yang terhilang adalah hidup dalam kendali diri sendiri. Mereka menggunakan waktu, tenaga, uang, dan apa yang dimiliki sesuka hati untuk kepentingan diri sendiri dan menurut selera sendiri, bukan menurut kehendak Tuhan. Pertobatan adalah kesediaan datang kepada Bapa dan bersedia hidup dalam kekuasaan atau dominasi Bapa. Si bungsu yang bertobat berkata, "Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Lukas 15:18-19). Kesediaannya untuk tidak menggunakan haknya sebagai anak dan rela diperlakukan sebagai hamba oleh bapa adalah bukti kesungguhannya bertobat.
Sudahkah kita bertobat setiap hari dan tunduk kepada kehendak Bapa?
Baca: Lukas 15:11-32
"Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." Lukas 15:18-19
Perumpamaan tentang anak yang hilang menggambarkan seorang anak yang tidak menyukai hidup dalam dominasi orang tua. Ia berkeinginan hidup bebas dari pengawasan dan bebas menggunakan harta milik yang diklamin sebagai miliknya. "Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya." (ayat 13). Model anak seperti ini banyak dijumpai, tak terkecuali pada mereka yang berstatus 'Kristen'.
Ada banyak orang Kristen tidak merasa dirinya masuk kategori 'anak yang hilang', sebab menurut mereka anak yang hilang adalah mereka yang meninggalkan gereja dan hidup dalam hingar bingar duniawi. Selama masih pergi ke gereja, terlibat dalam pelayanan dan tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum, kita berpikir kita hidup dalam pertobatan dan tidak masuk kategori anak yang hilang. Benarkah? Sesungguhnya pertobatan yang Tuhan kehendaki lebih dari itu, yaitu kita sungguh-sungguh memberi diri hidup dalam penguasaan Tuhan dan kendali Roh Kudus sepenuhnya. Selama masih hidup menurut kehendak diri sendiri kita tergolong sebagai anak yang terhilang, meski secara lahiriah tampak beribadah. "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh," (Galatia 5:25).
Ciri nyata anak yang terhilang adalah hidup dalam kendali diri sendiri. Mereka menggunakan waktu, tenaga, uang, dan apa yang dimiliki sesuka hati untuk kepentingan diri sendiri dan menurut selera sendiri, bukan menurut kehendak Tuhan. Pertobatan adalah kesediaan datang kepada Bapa dan bersedia hidup dalam kekuasaan atau dominasi Bapa. Si bungsu yang bertobat berkata, "Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Lukas 15:18-19). Kesediaannya untuk tidak menggunakan haknya sebagai anak dan rela diperlakukan sebagai hamba oleh bapa adalah bukti kesungguhannya bertobat.
Sudahkah kita bertobat setiap hari dan tunduk kepada kehendak Bapa?
Subscribe to:
Posts (Atom)