Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2017
Baca: Roma 4:1-25
"Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah," Roma 4:20
Kebimbangan adalah salah satu panah yang Iblis lepaskan ke arah setiap orang percaya selain ketakutan, kekuatiran dan sebagainya. Iblis mau supaya manusia tidak lagi percaya dan beriman kepada Tuhan dan firman-Nya, melainkan percaya kepada dustanya. Jelas sekali bahwa kebimbangan adalah musuh dari iman. Selama kebimbangan menguasai hati dan pikiran seseorang mustahil ia mempercayai janji Tuhan yang tertulis di Alkitab. Secara fisik mungkin saja seseorang berada di ruang ibadah dan mendengarkan firman Tuhan, tetapi sesungguhnya firman tersebut tidak lagi mendapat tempat di hati dan pikirannya.
Secara manusia Abraham punya alasan menjadi bimbang ketika Tuhan berkata, "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar,..." (Kejadian 12:2), dan "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya... Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Kejadian 15:5), sebab ketika mendengar janji Tuhan tersebut usianya tidak lagi muda alias sudah tua, dan isterinya (Sara) juga sudah menopause, yang secara ilmu kedokteran sudah mustahil untuk memiliki keturunan. Bagaimana respons Abraham ketika mendengar hal itu? "...percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Bahkan Sara sempat tertawa ketika mendengar janji Tuhan tentang hal itu, tetapi pada akhirnya mereka melihat janji Tuhan tersebut digenapi. "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi
Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai
dengan firman Allah kepadanya." (Kejadian 21:2).
Penantian yang dijalani Abraham bukanlah penantian yang singkat, namun butuh waktu yang cukup lama. Kita tahu bahwa menanti adalah pekerjaan yang sangat membosankan! Belum lagi kondisi fisiknya yang sudah menua dan melemah. Sesungguhnya Abraham punya alasan untuk berhenti berharap, namun ia tetap memegang teguh janji Tuhan dan percaya Tuhan sanggup melakukan segala perkara dan tidak ada rencana-Nya yang gagal (baca Ayub 42:2), termasuk dalam hal memberi keturunan.
"Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" Kejadian 18:14a
Sunday, June 11, 2017
Saturday, June 10, 2017
PENGAMPUNAN YANG TIADA BATASNYA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2017
Baca: Kolose 3:12-17
"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." Kolose 3:13
Sedalam apa pun luka yang orang lain torehkan, tugas orang percaya adalah melepaskan pengampunan dan mempercayai Tuhan untuk melakukan apa yang menjadi hak-Nya (baca Roma 12:19). Pengampunan yang Tuhan kehendaki adalah pengampunan yang tiada batasnya, yang keluar dari hati yang tulus. Mengapa? Karena dosa-dosa kita telah diampuni oleh Tuhan terlebih dahulu, bahkan pemazmur mengatakan, "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:12).
Kalau Tuhan saja tidak lagi mengingat-ingat kesalahan kita, masakan kita tidak mau mengampuni kesalahan orang lain, terus mengungkit-ungkit dan menyimpannya dalam hati? Kita semua pasti sangat familiar dengan ayat ini: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Namun bagaimana faktanya? Mengapa kita masih sulit mengampuni orang lain? Padahal jelas dikatakan bahwa kalau kita tidak mengampuni kesalahan orang lain ada konsekuensi yang harus kita tanggung yaitu Tuhan tidak akan mengampuni kesalahan kita. Sekarang keputusan dan pilihan ada di tangan kita!
John F. Kennedy (Presiden ke-35 Amerika Serikat) pernah mengatakan, "Ampunilah musuh-musuhmu, tetapi jangan lupakan nama mereka." Musuh-musuh yang dimaksud adalah orang yang menyakiti, namun kita harus mengampuni dan tetap mengingatnya sebagai teman, bukan melupakan mereka. Dengan kekuatan sendiri kita takkan mampu mengampuni orang lain tanpa batas dan tulus. Kekuatan untuk melepaskan pengampunan berasal dari Roh Kudus, Dialah yang memberi kesanggupan kepada kita. Dalam hal mengampuni orang lain, dari pihak kita hanya diperlukan kemauan. Nah, masihkah kita mengeraskan hati untuk tidak mengampuni orang lain?
Rasul Paulus menasihati, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." Efesus 4:32
Baca: Kolose 3:12-17
"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." Kolose 3:13
Sedalam apa pun luka yang orang lain torehkan, tugas orang percaya adalah melepaskan pengampunan dan mempercayai Tuhan untuk melakukan apa yang menjadi hak-Nya (baca Roma 12:19). Pengampunan yang Tuhan kehendaki adalah pengampunan yang tiada batasnya, yang keluar dari hati yang tulus. Mengapa? Karena dosa-dosa kita telah diampuni oleh Tuhan terlebih dahulu, bahkan pemazmur mengatakan, "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:12).
Kalau Tuhan saja tidak lagi mengingat-ingat kesalahan kita, masakan kita tidak mau mengampuni kesalahan orang lain, terus mengungkit-ungkit dan menyimpannya dalam hati? Kita semua pasti sangat familiar dengan ayat ini: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Namun bagaimana faktanya? Mengapa kita masih sulit mengampuni orang lain? Padahal jelas dikatakan bahwa kalau kita tidak mengampuni kesalahan orang lain ada konsekuensi yang harus kita tanggung yaitu Tuhan tidak akan mengampuni kesalahan kita. Sekarang keputusan dan pilihan ada di tangan kita!
John F. Kennedy (Presiden ke-35 Amerika Serikat) pernah mengatakan, "Ampunilah musuh-musuhmu, tetapi jangan lupakan nama mereka." Musuh-musuh yang dimaksud adalah orang yang menyakiti, namun kita harus mengampuni dan tetap mengingatnya sebagai teman, bukan melupakan mereka. Dengan kekuatan sendiri kita takkan mampu mengampuni orang lain tanpa batas dan tulus. Kekuatan untuk melepaskan pengampunan berasal dari Roh Kudus, Dialah yang memberi kesanggupan kepada kita. Dalam hal mengampuni orang lain, dari pihak kita hanya diperlukan kemauan. Nah, masihkah kita mengeraskan hati untuk tidak mengampuni orang lain?
Rasul Paulus menasihati, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." Efesus 4:32
Subscribe to:
Posts (Atom)