Thursday, November 24, 2016

KUNCI BERSUKACITA: Berserah Kepada Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 November 2016 

Baca:  Filipi 4:4-9

"Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."  Filipi 4:8

Banyak orang Kristen tidak lagi bisa bersukacita, ketika sedang terhimpit beban atau masalah yang berat.  Mereka dikalahkan oleh keadaan atau situasi.  Sebagai orang percaya seharusnya hal ini tidak boleh terjadi!

     Mahatma Gandhi, tokoh kenamaan dari India pernah berkata,  "Tak ada yang menguras tubuh seperti kekuatiran, dan orang yang mempunyai iman pada Tuhan harus malu untuk kuatir tentang apa pun."  Pemazmur menasihati,  "Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah."  (Mazmur 55:23).  Seburuk apa pun keadaan, asal kita memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan kita akan mampu tetap bersukacita.  Ketika kita memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan kita berpotensi beroleh kekuatan adikodrati sehingga kita dapat berkata seperti rasul Paulus berkata,  "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."  (Filipi 4:13).

     Berserah kepada Tuhan bukan berarti bersikap pasif dan menjadi malas.  Berserah kepada Tuhan artinya membawa segala pergumulan yang kita kuatirkan kepada Tuhan dengan penuh penyerahan, dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.  Kalau kita sudah menyerahkan segala pergumulan kepada Tuhan dalam doa kita pun harus meyakini bahwa Tuhan akan menjawab doa.  Ada unsur iman yang bekerja, sebab iman tanpa disertai perbuatan pada hakekatnya adalah mati  (baca  Yakobus 2:17).  Permohonan artinya memohon belas kasihan Tuhan yang biasanya disertai dengan sikap merendahkan diri, meratap, mengerang dan berpuasa untuk menarik simpati Tuhan.  "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan..."  (2 Tawarikh 7:14).  Ucapan syukur adalah perwujudan dari sikap hati yang benar atau pikiran yang positif.

Berserah kepada Tuhan berarti kita mempercayai Dia sebagai Pribadi yang Mahasanggup, yang kuasa-Nya jauh lebih besar dari masalah kita!

Wednesday, November 23, 2016

KUNCI BERSUKACITA: Buang Rasa Kuatir

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2016 

Baca:  Filipi 4:4-9

"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"  Filipi 4:4

Tak terbantahkan bahwa hari-hari ini banyak orang mengalami kekuatiran dalam hidup disebabkan keadaan dunia yang serba tidak menentu dan penuh goncangan-goncangan di segala aspek.  Karena dikuasai oleh kekuatiran hilanglah sukacita dalam diri seseorang, mungkin mulut masih bisa tertawa atau tersenyum, tetapi sesungguhnya hati bisa saja merana.  Kekuatiran adalah pencuri sukacita terbesar!

     Rasul Paulus menasihati,  "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."  (ayat 6).  Sesungguhnya Paulus memiliki 1001 alasan untuk kuatir dan tidak bersukacita, karena pada saat itu ia sedang berada di dalam penjara dan juga menunggu eksekusi hukuman mati yang akan dilaksanakan terhadapnya.  Belum lagi ia mendengar kabar bahwa di gereja Efesus terjadi perpecahan di antara para pemimpin rohaninya.  Kesemuanya itu berpotensi membuatnya tidak bersukacita, tetapi ia justru dapat berkata,  "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"  (ayat nas).  Apa rahasia hidup Paulus yang dalam kondisi sangat memprihatinkan tetap mampu bersukacita?  Bersukacita atau tetap kuatir adalah sebuah keputusan,  "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia."  (Amsal 23:7).  Paulus membuat keputusan untuk tidak mau dikuasai oleh kekuatiran karena ia tahu bahwa kekuatiran bukan hanya akan mematahkan semangat di dalam diri, tetapi juga akan menguras energi/staminanya.

     Bukankah hati yang tidak bersukacita memicu terciptanya berbagai penyakit alias mengganggu kesehatan kita?  Kekuatiran benar-benar hanya akan menarik kita ke arah berlawanan, menjauh dari sasaran yang hendak kita tuju sehingga fokus kita pun terpecah-belah.  Itulah sebabnya Paulus tidak mau dikuasai oleh kekuatiran.  Hal ini bukan menunjuk pada sikap menolak atau melarikan diri dari perasaan yang sedang dialaminya, tetapi suatu sikap yang tidak ingin dikuasai atau digerogoti oleh kekuatan yang sedang terjadi.

Berdasarkan pengalaman dan survei:  apa yang kita kuatirkan itu kebanyakan tidak pernah terjadi, rugi sekali bila kita terus diliputi rasa kuatir!