Monday, November 14, 2016

BEBAN DOA RASUL PAULUS (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2016 

Baca:  Filipi 1:3-11

"Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian,"  Filipi 1:9

Setiap pemimpin rohani atau hamba Tuhan pasti memiliki beban doa bagi jemaat yang dilayaninya.  Mereka berdoa syafaat untuk jemaat agar diberi kesehatan, disembuhkan dari sakit, diberkati dalam segala hal.  Tak terkecuali rasul Paulus yang berdoa untuk jemaat di Filipi ini.  Gereja Filipi adalah gereja yang dirintis oleh Paulus setelah mendapatkan penglihatan tentang orang Makedonia yang berseru memanggilnya untuk datang dan minta diselamatkan  (baca  Kisah 16:9).  Petobat pertama di kota itu adalah Lidia, lalu diikuti seluruh anggota keluarganya.  Lidia pun mengijinkan rumahnya dijadikan tempat persekutuan doa bagi orang-orang Kristen di kota tersebut  (baca  Kisah 16:13-15).

     Rasul Paulus mengerti benar apa yang sedang dibutuhkan dan digumulkan oleh umat Tuhan, namun ia tidak semata-mata berdoa untuk hal-hal yang berkenaan dengan kebutuhan lahiriah mereka karena ada pokok doa lain yang dianggapnya lebih mulia dan lebih penting dari semuanya itu, antara lain:  supaya mereka hidup dalam kasih.  Menjalani hidup tanpa kasih adalah sia-sia, tak berguna,  "...sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing."  (1 Korintus 13:1).  Ia berdoa kepada Tuhan agar jemaat di Filipi makin melimpah dalam kasih.  Dengan kasih orang akan berupaya untuk lebih mengenal Kristus secara pribadi.  Alkitab menyatakan bahwa  "...kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita."  (Roma 5:5).

     Saat kita percaya dan beriman kepada Kristus, Roh Kudus mencurahkan kasih Allah itu di dalam hati kita.  Bagian kita adalah mengobarkan kasih Allah yang telah ada pada kita, menghadirkan kasih itu dalam kelangsungan hidup sehari-hari.  Jadi kasih Allah itu perlu dijaga dan diperhatikan secara seksama.  Gereja Efesus dicela oleh Tuhan karena mereka telah kehilangan kasih mula-mula  (Baca  Wahyu 2:2-4).  Meski mereka tampak tahan di tengah masalah dan penderitaan, berpegang teguh kepada ajaran yang benar dan giat melayani Tuhan, tapi mereka melakukannya tanpa didasari oleh kasih.  Apa yang mereka kerjakan tak lebih dari sekedar legalitas dan rutinitas agamawi semata.

Kasih adalah aspek dasar yang harus dimiliki dan dipraktekkan orang percaya!

Sunday, November 13, 2016

TEMPUHLAH JALAN TUHAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 November 2016 

Baca:  Amsal 3:1-8

"Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."  Amsal 3:6

Untuk mencapai suatu tujuan hal yang paling kita butuhkan adalah jalan, sebab tanpa adanya jalan sampai kapan pun kita tidak akan pernah mencapai tempat yang hendak kita tuju.  Begitu pula bila kita salah dalam memilih jalan akan berakibat sangat fatal dan tidak akan pernah membawa kita ke tempat tujuan, sebab  "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut."  (Amsal 14:12).

     Pemazmur menyatakan,  "Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya."  (Mazmur 25:10).  Sayang, tidak semua orang mau menempuh jalan Tuhan, mereka lebih memilih berjalan menurut pengertian dan kehendaknya sendiri.  Pikir mereka jalan Tuhan itu penuh aturan atau rambu-rambu,  "...lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."  (Matius 7:13-14).  Memang, jalan menuju kepada kesejahteraan dipenuhi kesulitan, dan itulah yang membuat banyak orang tidak mau menempuh jalan itu  (T. Harv Eker).  Ada kata bijak yang mengatakan, "You are what you believe."  Artinya apa yang kita percayai akan menentukan bagaimana sikap dan perilaku kita.  Jika kita percaya kepada uang maka perjalanan hidup kita akan sama seperti uang yang mengalami fluktuasi, yaitu keadaan turun-naik harga;  ketidaktepatan atau guncangan.  Namun bila kita percaya kepada Tuhan Yesus dan mempercayakan hidup sepenuhnya kepada-Nya keberadaan hidup kita akan seteguh batu karang yang tidak mudah diombang-ambingkan oleh badai apa pun.

     Percaya kepada Tuhan dengan segenap hati berarti tidak lagi mengandalkan kekuatan dan kemampuan diri sendiri, karena sebagai manusia kita ini penuh kelemahan, kekurangan dan keterbatasan.  Mengakui Dia dalam segala laku berarti tunduk dalam pimpinan Tuhan dan berusaha untuk hidup selaras dengan kehendak-Nya.

"...sebab kepada-Mulah aku percaya! Beritahukanlah aku jalan yang harus kutempuh,..."  Mazmur 143:8