Saturday, October 29, 2016

MILIKILAH CARA PIKIR YANG DEWASA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2016 

Baca:  1 Petrus 4:1-6

"Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, --karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa--,"  1 Petrus 4:1

Kedewasaan rohani seseorang tidak ditentukan dari faktor usia.  Ada banyak yang masih muda tapi sudah dewasa rohaninya.  Tetapi tidak sedikit orang yang sudah tua tapi tidak dewasa rohani alias masih kekanak-kanakan.

     Kedewasaan berbicara tentang cara kita berpikir, mengambil keputusan, menyikapi masalah atau peristiwa yang terjadi, dan memperlakukan diri sendiri dan juga orang lain.  Alkitab menyatakan bahwa pada saat Kristus datang kembali untuk yang ke-2 kalinya Ia akan datang sebagai pengantin laki-laki sorgawi yang akan menjemput mempelai wanita-Nya.  Mempelai wanita ini berbicara mengenai gereja-Nya yang sudah dewasa, bukan kanak-kanak.  Karena itu biarlah kita memiliki sikap seperti rasul Paulus ini:  "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu."  (1 Korintus 13:11).  Contoh ketidakdewasaan adalah ketika sedang menghadapi penderitaan atau masalah seringkali kita mengeluh, bersungut-sungut, mengomel dan menyalahkan Tuhan.  Firman Tuhan hari ini memeringatkan, bahwa ketika menghadapi penderitaan janganlah berpikir negatif dulu, tetapi kita harus mengubah cara berpikir kita bahwa penderitaan adalah cara Tuhan mendewasakan kita, sebagai batu loncatan untuk kita lebih dekat kepada Tuhan dan menjauh dari dosa.  Penderitaan mengajar kita untuk lebih mengandalkan Tuhan dan tidak berpaut pada kekuatan diri sendiri.

     Kedewasaan rohani seseorang bukan dilihat dari seberapa rajin ia berdoa, seberapa rajin beribadah atau ikut pelayanan, tetapi juga kesanggupannya menghadapi penderitaan sebagai proses dari Tuhan.  Buang semua pikiran negatif yang ada, berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut, tetaplah bertekun, sabar dan selalu tabah menjalani proses Tuhan.

"Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu!"  1 Korintus 14:20

Friday, October 28, 2016

KEMATIAN ROHANI ANAK MUDA (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2016 

Baca:  Pengkhotbah 12:1-8

"Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: "Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!"  Pengkhotbah 12:1

Masalah anak muda adalah masalah yang sangat serius dan tidak bisa diabaikan begitu saja!  Ini menjadi tanggung jawab para orangtua.  Banyak orang tua sibuk dengan pekerjaan atau bisnis sehingga melalaikan tugas utamanya memerhatikan dan mendidik anak-anak.  Kelalaian orangtua inilah yang menyebabkan anak-anak mati rohani, karakter dan perilaku mereka tak terkontrol, akhirnya menyimpang dari kebenaran firman Tuhan.

     Apa yang harus dilakukan orangtua agar anak-anak tetap terjaga hidupnya dan tidak mengalami kematian rohani?  "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu."  (Mazmur 119:9).  Hal utama adalah mendidik dan mengajar anak-anaknya tentang firman Tuhan, menanamkan nilai-nilai kebenaran Injil sedari dini.  Jika orangtua tidak segera mengambil tanggung jawab ini dan terus saja menunda-nunda waktu, akan sangat berbahaya, cepat atau lambat anak-anak akan menjadi sasaran empuk Iblis.  Maka dari itu  "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu."  (Amsal 22:6).  Dengan kata lain orangtua harus mendidik dan mengajar anak-anaknya menurut kehendak Tuhan!  Contohnya melatih anak beribadah, sebab  "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."  (1 Timotius 4:8).  Orangtua juga tidak boleh mengekang dan membatasi kebebasan anak bertumbuh dan berkembang, dengan tujuan mereka menjadi dewasa dalam berpikir maupun bertindak, asal kebebasan tersebut diberi batasan.

     Orangtua juga perlu menegur dan mendisiplin anak dengan keras, kalau perlu dengan tongkat, namun harus teguran yang bermuatan kasih,  "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya."  (Amsal 13:24).

"Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan,"  Amsal 6:23