Thursday, August 25, 2016

MENGELOLA BERKAT TUHAN DENGAN BAIK

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2016 

Baca:  Amsal 24:3-7

"Karena hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang, dan kemenangan tergantung pada penasihat yang banyak."  Amsal 24:6

Ada faktor yang seringkali menjadi penyebab orang mengalami kesulitan dalam perekonomian, hidup dalam kekurangan, atau tidak hidup dalam kelimpahan adalah ketidakmampuannya mengelola keuangan secara benar.  Masalahnya bukan terletak pada besar kecilnya pendapatan, atau berkat Tuhan yang kurang, tetapi terlebih pada pengaturan berkat atau uang.  Tidak sedikit orang terjerat utang dan selalu hidup dalam kekurangan, karena  'besar pasak daripada tiang'.  "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."  (Lukas 16:10).  Kalau kita setia dalam perkara kecil kita pun akan setia dalam perkara yang besar.  Tetapi kalau dalam perkara kecil saja kita tidak setia, bagaimana mungkin kita dapat dipercaya untuk perkara-perkara yang lebih besar lagi?

     Tuhan mau kita setia dalam hal mengelola keuangan, sebab kemampuan kita mengelola uang atau berkat Tuhan akan menentukan sejauh mana kepercayaan Tuhan kepada kita untuk hal lain yang lebih besar.  Ingatlah bahwa uang yang ada pada kita bukanlah milik kita sendiri, tetapi milik Tuhan yang dipercayakan kepada kita.  Karena itu dalam mengelola keuangan yang terpenting adalah bukan apa yang kita mau, tetapi apa yang Tuhan mau.

     Inilah kemauan Tuhan:  1.  Taat persepuluhan.  Persepuluhan adalah tindakan mengembalikan milik Tuhan.  "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan."  (Maleakhi 3:10).  2.  Buatlah anggaran sesuai prioritas.  Kita benar-benar mengutamakan kebutuhan, bukan sekedar menuruti keinginan.  Dengan demikian kita tidak akan bergaya hidup konsumerisme/konsumtif, tetapi memiliki gaya hidup hemat dan sederhana.  "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.  (1 Timotius 6:6).

Tidak ingin hidup kekurangan?  Bijaklah mengelola berkat Tuhan.

Wednesday, August 24, 2016

KUNCI HIDUP BERKELIMPAHAN (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2016 

Baca:  Ulangan 15:1-11

"Jika sekiranya ada di antaramu seorang miskin, salah seorang saudaramu di dalam salah satu tempatmu, di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau menegarkan hati ataupun menggenggam tangan terhadap saudaramu yang miskin itu,"  Ulangan 15:7

Sebagaimana Tuhan memberkati Abraham dengan tujuan supaya Abraham menjadi berkat bagi bangsa-bangsa, demikian pula Tuhan tidak mau hanya sekedar memberkati hidup kita, tetapi Ia merancang suatu kehidupan yang berkelimpahan supaya kita dapat berbuat sesuatu bagi orang lain, menjadi berkat bagi sesama, dan dapat mendukung pekerjaan-Nya di muka bumi ini.  "Sebab orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu."  (ayat 11).

     Perlu diketahui bahwa Tuhan menempatkan hukum-hukum tertentu di dunia ini yang bekerja demi kepentingan kita, salah satunya adalah hukum menabur-menuai.  Inilah yang kurang dipahami banyak orang Kristen bahwa kunci lain untuk mengalami hidup berkelimpahan adalah dengan menabur.  Ada prinsip yang terkandung di dalam benih yaitu benih menggandakan dirinya sendiri.  Contoh:  Ketika kita menabur sebutir biji jagung, satu batang jagung dari biji tersebut dapat menghasilkan tiga atau empat buah jagung, dan setiap buah jagung mungkin mempunyai ratusan atau ribuan butir biji jagung.  Hal itu menunjukkan bahwa di dalam benih itu sendiri terdapat kuasa mereproduksi dirinya di dalam buah, dan dalam buah tersebut terdapat biji yang dapat ditanam untuk menghasilkan lebih banyak buah lagi.

     Demikian juga ketika kita menabur untuk sesama dan juga bagi pekerjaan Tuhan, apakah menabur waktu, tenaga, pikiran, kasih, perhatian, materi atau apa pun, pada saatnya kita pasti akan menuai, sebab  "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya."  (Galatia 6:7b).  Memang, secara matematis ketika kita menabur yang kita punyai berkurang atau merugi, itulah sebabnya orang memilih menjadi pelit atau kikir, lebih suka menerima daripada memberi, menutup mata dan tidak peduli terhadap sesama.

"Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan,"  Amsal 11:25