Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2016
Baca: Lukas 18:9-14
"Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." Lukas 18:14b
Sekalipun orang Farisi secara kasat mata tampak taat melakukan hukum Tuhan, sesungguhnya mereka hidup dalam kepura-puraan dan kemunafikan; ibadah dan pelayanan yang dilakukan semata-mata hanya untuk mencari popularitas dan pujian manusia. Karena itu Tuhan Yesus mengecam mereka dengan keras! "Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang
mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti
perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak
melakukannya." (Matius 23:3). Banyak orang Kristen membanggakan diri tentang ibadah dan pelayanan yang dilakukan, lalu menganggap rendah orang lain. Bukankah hal ini mengindikasikan bahwa kita sombong? Seharusnya ketaatan dan kesetiaan kita dalam ibadah dan pelayanan menjadikan kita lebih rendah hati. "Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala
sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah
hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus
lakukan." (Lukas 17:10).
Pemungut cukai adalah tukang pajak, bertugas menagih pajak dari rakyat untuk pemerintah Romawi, dikenal sebagai tukang peras dan suka menyelewengkan keuangan, yang di kalangan masyarakat Yahudi disamakan dengan orang najis dan pendosa. Menurut mata manusia mereka adalah orang yang tidak layak di hadapan Tuhan, karena itu ia "...berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit," (Lukas 18:13).
Apakah yang menyebabkan pemungut cukai ini pulang dengan mendapatkan pembenaran dari Tuhan? Tuhan membenci perbuatan dosa, tetapi Ia mengasihi orang berdosa, terlebih-lebih mereka yang mau bertobat dan meninggalkan dosa-dosanya. Pemungut cukai ini datang merendahkan diri di hadapan Tuhan karena sadar ia pendosa. Sambil mengakui dosanya ia memukul-mukul dirinya tanda penyesalan yang dalam. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia
akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala
kejahatan." (1 Yohanes 1:9).
Sikap mau merendahkan diri dan bertobat dengan sungguh-sungguh inilah yang menyebabkan Tuhan membenarkan pemungut cukai ini.
Wednesday, August 3, 2016
Tuesday, August 2, 2016
ORANG FARISI DAN PEMUNGUT CUKAI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2016
Baca: Lukas 18:9-14
"Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai." Lukas 18:10
Dalam pembacaan firman ini kita mendapatkan pelajaran berharga dari kehidupan dua orang yang memiliki latar belakang hidup yang bertolak belakang: 1. Orang Farisi, orang yang menganggap diri sendiri sebagai orang yang benar, suci dan saleh. 2. Pemungut cukai, seorang yang merasa diri sebagai seorang pendosa. Keduanya adalah sama-sama orang Yahudi dan sama-sama pergi ke bait Tuhan. Mereka berdoa kepada Tuhan yang sama, namun mereka mendapatkan jawaban doa yang berbeda: orang Farisi tidak beroleh pembenaran di hadapan Tuhan, sedangkan pemungut cukai pulang sebagai orang yang dibenarkan oleh Tuhan.
Apa yang membuat Tuhan memberikan penilaian berbeda? Orang Farisi adalah salah satu kelompok keagamaan masyarakat Yahudi yang betul-betul menegakkan dan menaati Taurat secara teliti. Karena ketaatannya melakukan hukum Taurat ini mereka menganggap diri sebagai orang yang benar, suci dan saleh. Itulah sebabnya ketika berdoa di bait Tuhan ia memuji dirinya sendiri di hadapan Tuhan dengan mengatakan bahwa ia telah melakukan semua hukum Tuhan, dan bahkan berani membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain: "...aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku." (ayat 11-12). Orang Farisi memang orang yang terkenal sangat fanatik dalam menjalankan hukum, dan ketaatannya menjalani ibadah dan pelayanan patut diteladani. Lalu apa yang salah dari orang Farisi ini? Karena ia menganggap dirinya benar (menurut penilaian sendiri) dan memandang rendah orang lain. Kata menganggap dirinya benar dapat diterjemahkan menjadi yakin. Orang Farisi merasa sangat yakin terhadap dirinya sendiri karena merasa sudah menaati hukum Taurat tanpa ada yang terlewatkan.
Keyakinan ini adalah kesalahan fatal karena yang menilai benar adalah dirinya sendiri, bukan Tuhan yang memberikan penilaian. Padahal jika Tuhan yang menilai, semua manusia yang ada di muka bumi ini "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). (Bersambung).
Baca: Lukas 18:9-14
"Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai." Lukas 18:10
Dalam pembacaan firman ini kita mendapatkan pelajaran berharga dari kehidupan dua orang yang memiliki latar belakang hidup yang bertolak belakang: 1. Orang Farisi, orang yang menganggap diri sendiri sebagai orang yang benar, suci dan saleh. 2. Pemungut cukai, seorang yang merasa diri sebagai seorang pendosa. Keduanya adalah sama-sama orang Yahudi dan sama-sama pergi ke bait Tuhan. Mereka berdoa kepada Tuhan yang sama, namun mereka mendapatkan jawaban doa yang berbeda: orang Farisi tidak beroleh pembenaran di hadapan Tuhan, sedangkan pemungut cukai pulang sebagai orang yang dibenarkan oleh Tuhan.
Apa yang membuat Tuhan memberikan penilaian berbeda? Orang Farisi adalah salah satu kelompok keagamaan masyarakat Yahudi yang betul-betul menegakkan dan menaati Taurat secara teliti. Karena ketaatannya melakukan hukum Taurat ini mereka menganggap diri sebagai orang yang benar, suci dan saleh. Itulah sebabnya ketika berdoa di bait Tuhan ia memuji dirinya sendiri di hadapan Tuhan dengan mengatakan bahwa ia telah melakukan semua hukum Tuhan, dan bahkan berani membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain: "...aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku." (ayat 11-12). Orang Farisi memang orang yang terkenal sangat fanatik dalam menjalankan hukum, dan ketaatannya menjalani ibadah dan pelayanan patut diteladani. Lalu apa yang salah dari orang Farisi ini? Karena ia menganggap dirinya benar (menurut penilaian sendiri) dan memandang rendah orang lain. Kata menganggap dirinya benar dapat diterjemahkan menjadi yakin. Orang Farisi merasa sangat yakin terhadap dirinya sendiri karena merasa sudah menaati hukum Taurat tanpa ada yang terlewatkan.
Keyakinan ini adalah kesalahan fatal karena yang menilai benar adalah dirinya sendiri, bukan Tuhan yang memberikan penilaian. Padahal jika Tuhan yang menilai, semua manusia yang ada di muka bumi ini "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). (Bersambung).
Subscribe to:
Posts (Atom)