Wednesday, July 6, 2016

PENTINGNYA PENGUASAAN DIRI (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juli 2016 

Baca:  Roma 7:13-26

"Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik."  Roma 7:18

Kita sering mendengar pernyataan seorang atlet yang sedang bertanding di sebuah kejuaraan olahraga bahwa musuh terberat yang sesungguhnya bukanlah si lawan, tetapi musuh terberat adalah menaklukkan diri sendiri.  Membuang semua ketegangan, keragu-raguan, membangun rasa percaya diri atau optimisme saat bertanding ternyata bukanlah perkara mudah!  Dengan kata lain ketidakmampuan dalam hal penguasaan diri seringkali menjadi faktor non teknis yang menjadi penyebab kekalahan seorang atlet.

     Rasul Paulus memiliki pengalaman yang sama bagaimana beratnya menguasai diri sendiri,  "Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat."  (Roma 7:15).  Ungkapan Paulus ini mengindikasikan bahwa dalam tabiat sebagai  'manusia lama'  ia tak dapat menguasai dirinya sendiri, namun setelah mengalami perjumpaan dengan Kristus dan hidup sebagai  'manusia baru'  di dalam Dia, yang dikatakannya pun menjadi sangat berbeda.  "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku."  (Galatia 2:19-20).  Kemampuan Paulus dalam hal penguasaan diri ini bukan berasal dari kekuatannya sendiri, melainkan karena pertolongan Roh Kudus dan kerelaannya untuk dipimpin Roh Kudus,  "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban."  (2 Timotius 1:7).

     Ketika seseorang hidup dalam pimpinan Roh Kudus ia tidak akan menuruti keinginan dagingnya.  Itulah sebabnya raja Salomo memberikan apresiasi kepada orang yang mampu menguasai diri, katanya,  "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota."  (Amsal 16:32).

Memiliki penguasaan diri berati:  "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus,"  2 Korintus 10:5b

Tuesday, July 5, 2016

KERENDAHAN HATI DAN KELEMAHLEMBUTAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juli 2016 

Baca:  Amsal 15:1-10

"Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah."  Amsal 15:1

Dunia saat ini adalah dunia yang penuh persaingan.  Ada yang bersaing secara sehat, tapi tidak sedikit yang bersaing secara tidak sehat dengan saling menjatuhkan satu sama lain.  Keadaan ini membentuk sifat keras hati dalam diri orang:  mudah tersulut emosi dan tidak mudah percaya terhadap orang lain.  Orang berpikir jika bersikap lunak terhadap orang mereka akan mudah sekali dimanfaatkan dan dipermainkan.  Akhirnya masalah apa pun selalu diwarnai dengan ketegangan, sebab perkataan yang keluar bukanlah perkataan lemah lembut, melainkan perkataan pedas yang membangkitkan amarah  (ayat nas).

     Lawan dari sifat keras hati adalah lemah lembut.  Lemah lembut adalah sifat Kristus yang mengajari orang percaya agar mengenal diri sebagaimana adanya dan memandang Tuhan sebagaimana Ia ada.  Mengenal diri adalah menyadari bahwa sesungguhnya di hadapan Tuhan kita ini lemah dan penuh keterbatasan, sehingga dengan demikian kita akan menjadi orang yang rendah hati, karena sadar bahwa kita bukanlah siapa-siapa.  Dari dasar kerendahan hati inilah akan tumbuh sifat lemah lembut.  Kalau di hadapan Tuhan orang mampu merendahkan diri, maka di hadapan sesama ia pasti tidak akan pernah menganggap diri lebih dari orang lain atau menyombongkan diri.  "Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."  (Lukas 18:14b);  ia akan bersikap hormat, lemah lembut dan manis budi terhadap semua orang.

     Musa adalah contoh orang yang punya kelemahlembutan dan juga kerendahan hati.  Tanpa memiliki sifat ini mustahil ia dapat memimpin bangsa Israel selama 40 tahun di padang gurun, sebab  "...mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk."  (Keluaran 32:9), yang suka mengomel dan bersungut-sungut.  Ketika umat Israel membuat patung lembu dari emas untuk disembah, Musa datang kepada Tuhan dan memohon belas kasih-Nya agar mau mengampuni perbuatan keji bangsa itu.  Begitu besar kasihnya kepada umat Israel sampai-sampai Musa rela namanya dihapus dari buku kehidupan, asal saja Tuhan mau mengampuni dosa mereka  (baca  Keluaran 32:32).

"Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar."  Efesus 4:2a