Thursday, October 29, 2015

HANYA MEMANFAATKAN TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2015

Baca:  1 Samuel 4:1b-22

"Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita."  1 Samuel 4:3

Tatkala Eli menjabat sebagai imam di Israel, orang-orang Israel sedang dalam situasi yang genting karena mereka mendapat serangan dari bangsa Filistin, dan dalam pertempuran tersebut mereka seringkali harus menelan pil kekalahan.  Menyadari hal itu tua-tua Israel pun mengusulkan supaya mereka membawa tabut perjanjian Tuhan dari Silo ke tengah-tengah perkemahan mereka dengan harapan bahwa dengan mengandalkan tabut perjanjian tersebut bangsa Israel dapat mengalahkan musuh.  Tetapi faktanya?  Bangsa Israel justru mengalami kekalahan yang jauh lebih besar,  "...dari pihak Israel gugur tiga puluh ribu orang pasukan berjalan kaki."  (ayat 10).  Bangsa Israel bukan hanya gagal memperoleh kemenangan dengan adanya tabut perjanjian tersebut, bahkan tabut perjanjian itu juga dirampas oleh musuh, ibarat peribahasa  'sudah jatuh tertimpa tangga pula.'

     Mengapa hal itu terjadi?  Bukankah tabut perjanjian adalah lambang kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya?  Bangsa Israel mengira bahwa tabut perjanjian itu akan menjadi jaminan bahwa Tuhan berkenan menyatakan kebesaran dan kuasa-Nya tanpa syarat.  Apakah dengan kekalahan ini berarti Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan yang gagal dan tidak punya kuasa?  Sekali-kali tidak!  Kegagalan bangsa Israel sama sekali bukanlah kegagalan tabut perjanjian atau kegagalan Tuhan.  Kegagalan terjadi karena mereka telah menyalahgunakan tabut perjanjian Tuhan.  Mereka hanya memanfaatkan dan memperalat tabut perjanjian Tuhan di kala perlu saja.

     Bangsa Israel menderita kekalahan karena mereka tidak hidup dalam ketaatan dan cenderung menyepelekan Tuhan.  Menurut peraturan, sebelum mengangkut tabut perjanjian Tuhan para imam harus terlebih dahulu mempersembahkan korban bakaran.  Setelah berdoa mereka baru mengangkut tabut perjanjian itu dengan hati-hati dan penuh hormat.  Namun dalam peristiwa itu tabut perjanjian tersebut malah diangkut oleh dua anak imam Eli yaitu Hofni dan Pinehas.  Tentang kehidupan anak-anak imam Eli ini Alkitab dengan jelas mencatat:  "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN,"  (1 Samuel 2:12).  (Bersambung)

Wednesday, October 28, 2015

KARUNIA ROHANI: Harus Terus Dikobarkan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2015

Baca: 1 Korintus 14:1-25

"Demikian pula dengan kamu: Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari pada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun Jemaat."  1 Korintus 14:12

Ada berbagai karunia rohani yang diberikan Tuhan kepada setiap orang percaya.  "Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita."  (Roma 12:6-8).  Karunia-karunia ini harus dikembangkan dan dikobarkan selalu di dalam kasih, karena tanpa kasih semuanya akan menjadi sia-sia.

     Dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menunjuk kata melayani adalah diakoneo, yang berasal dari kata diakonos yang berarti pelayan, abdi, utusan.  Jadi secara garis besar melayani berarti melakukan pekerjaan sebagai seorang pelayan sesuai dengan karunia yang dimilikinya sebagaimana yang dinasihatkan oleh rasul Petrus,  "Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah."  (1 Petrus 4:10-11).  Untuk mengetahui karunia apa yang ada di dalam diri kita dan bagaimana supaya karunia tersebut dapat berkembang secara efektif tidak ada jalan lain selain kita harus melibatkan diri dalam pelayanan, bukan hanya puas menjadi jemaat yang pasif, apalagi cuma jadi seorang simpatisan di gereja.  "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan."  (Roma 12:11).

     Jika ada orang percaya yang tidak mau melayani berarti ia telah meremehkan dan menyepelekan karunia rohani yang diberikan Tuhan.  Karena merupakan pemberian Tuhan maka kita pun harus dengan sungguh hati dan tulus ikhlas melaksanakannya.  Kesungguhan dan ketulusan kita akan menentukan efektivitas karunia rohani yang dikaruniakan Tuhan atas kita.

Mari melayani Tuhan dengan roh menyala-nyala sesuai karunia yang dimiliki!