Sunday, October 25, 2015

KUALITAS HIDUP HAMBA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2015

Baca:  1 Korintus 9:15-19

"...aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang."  1 Korintus 9:19

Kata hamba yang dalam bahasa Yunani doulos memiliki arti orang yang sedang dalam status sebagai pelayan atau budak.  Tugas utamanya adalah mengerjakan dan menyelesaikan segala pekerjaan yang diperintahkan oleh tuannya, dan tidak ada istilah malas atau ogah-ogahan lalu meninggalkan tugasnya di tengah jalan manakala sedang dalam situasi tidak nyaman atau sedang bermasalah sekalipun.  Jadi tugas hamba sejati adalah membaktikan hidupnya bagi kesejahteraan dan kepentingan orang lain, dengan tidak memaksakan kebenarannya sendiri atau menuntut persamaan hak, tapi menerima segala sesuatu yang diberikan kepadanya dan berterima kasih atas hal itu.  Suatu sikap penyerahan segala hak pribadi secara utuh diatur oleh tuannya.

     Seringkali terjadi salah pemahaman di antara orang Kristen ketika mereka mendengar kata  'hamba'  Tuhan, di mana pikiran langsung tertuju kepada para pendeta, penginjil atau fulltimer di gereja.  Karena merasa diri sebagai jemaat awam kita pun menganggap bahwa kita bukanlah hamba Tuhan.  Namun sebagai pengikut Kristus kita ini adalah hamba-hamba Tuhan.  "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah."  (1 Korintus 4:1).

     Kualitas hidup yang harus dimiliki oleh seorang hamba supaya berkenan kepada Tuhan adalah:  1.  Kesetiaan.  Arti umum setia adalah:  berpegang teguh pada janji atau pendirian, patuh dan taat di segala situasi.  "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?"  (Amsal 20:6), sebab  "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;"  (Amsal 19:22).  Terhadap hamba yang melayani dengan setia sampai akhir Tuhan tidak pernah menutup mata, Ia menyediakan upah-Nya.  "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan."  (Wahyu 2:10b).  2.  Ketekunan, berarti bersungguh-sungguh dan konsisten.  "...kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu."  (Ibrani 10:36).  Sampai kapan kita harus setia dan tekun melayani Tuhan, yang adalah Tuan kita?  Yaitu sampai nafas kita berhenti berhembus.  Jadi tidak ada istilah pensiun atau cuti dalam melayani Tuhan.  (Bersambung)

Saturday, October 24, 2015

MELAYANI DENGAN HATI HAMBA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2015

Baca:  Yesaya 49:1-7

"Engkau adalah hamba-Ku, Israel, dan olehmu Aku akan menyatakan keagungan-Ku."  Yesaya 49:3

Dunia mendefinisikan kebesaran seseorang ketika berkedudukan tinggi, kaya raya dan juga terkenal.  Ketika ia mampu memerintah orang lain atau meminta pelayanan orang lain itu menunjukkan ia adalah orang  'besar'.  Tetapi Tuhan Yesus justru mengajarkan hal yang jauh berbeda,  "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya."  (Markus 10:43-44).  Tuhan mengukur  'kebesaran'  seseorang bukan berdasarkan status sosial, popularitas atau kuasanya, namun berdasarkan berapa banyak orang yang sudah ia layani.  Inilah yang tidak disukai oleh kebanyakan orang karena mereka maunya dilayani, bukan melayani.  Kita cenderung ingin dihormati, dihargai, diutamakan dan dianggap penting.  Kita ingin jadi pemimpin dan bukan hamba.

     Rasul Paulus menasihati,  "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia."  (Filipi 2:5-7).  Tuhan Yesus sendiri menyebut diri-Nya sebagai hamba, bahkan Ia rela melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dipandang remeh dan rendah oleh kebanyakan orang, seperti membasuh kaki murid-murid-Nya,  "Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu."  (Yohanes 13:4-5);  Ia dekat dengan orang-orang  'kecil'  dan punya empati tinggi terhadap orang-orang yang membutuhkan:  menyembuhkan orang buta, mentahirkan orang kusta, membebaskan orang kerasukan setan dan sebagainya.

     Hamba sejati selalu melihat kesempatan menolong orang lain.  Tidak ada yang lebih rendah dibandingkan apa yang telah Yesus perbuat, karena Dia datang memang untuk melayani, bukan minta dilayani.

Dia melayani justru karena kebesaran-Nya, karena itu kita wajib meneladani Dia.