Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2019
Baca: Mazmur 107:1-9
"sebab dipuaskan-Nya jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkan-Nya dengan kebaikan." Mazmur 107:9
Banyak orang berlimpah harta duniawi tapi tidak merasakan kepuasan dan kebahagiaan hidup sejati. Mengapa? Karena hati dan pikirannya hanya tertuju kepada perkara duniawi, yang sampai kapan pun takkan pernah memberi kepuasan, sedangkan perkara-perkara rohani mereka abaikan. "...mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam
bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan
air." (Yeremia 2:13), serta "...kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih
payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan? Dengarkanlah Aku maka
kamu akan memakan yang baik dan kamu akan menikmati sajian yang paling
lezat. Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu akan hidup!" (Yesaya 55:2-3a). Mereka melupakan Tuhan dan bahkan dengan sengaja melupakan Tuhan, yang adalah Sumber Air Hidup dan Roti Kehidupan itu.
Tuhan menegaskan bahwa orang-orang yang tidak memiliki rasa lapar dan haus akan kebenaran tidak akan mendapatkan kepuasan (Matius 5:6). Jadi syarat mendasar untuk mengalami kepuasan hidup adalah punya rasa lapar dan haus akan kebenaran. Jika orang tidak punya rasa lapar dan haus akan kebenaran, sampai kapan pun ia tidak akan pernah mendahulukan Kerajaan Sorga dan kebenarannya. Padahal jelas dikatakan bahwa "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat
kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17).
Akibat rasa lapar dan haus akan kebenaran, orang akan dipuaskan hidupnya oleh Tuhan. Kata 'dipuaskan' di sini menunjukkan kata kerja pasif yang artinya bahwa tindakan untuk memuaskan ini bukan berasal dari diri kita sendiri, melainkan dikerjakan oleh pihak lain terhadap kita. Bagian Tuhan adalah memberikan kepuasan penuh kepada orang-orang yang takut kepada-Nya, sedangkan bagian kita adalah hidup takut akan Tuhan, serta mencari dan merindukan Dia senantiasa. Ada tertulis: "...Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatupun yang baik." (Mazmur 32:11).
Milikilah rasa haus dan lapar akan Tuhan dan kebenaran-Nya, "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah." Mazmur 42:2
Thursday, October 31, 2019
Wednesday, October 30, 2019
KETURUNAN ORANG BENAR PASTI BAHAGIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2019
Baca: Amsal 20:1-30
"Orang benar yang bersih kelakuannya--berbahagialah keturunannya." Amsal 20:7
Manfaat firman Tuhan bagi orang percaya adalah: "...untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Ketika seseorang tinggal di dalam firman Tuhan, kuasa firman tersebut akan bekerja secara dahsyat: mengajar, menyatakan kesalahan (menegur), memperbaiki kelakuan dan mendidik, sehingga karakter hidup orang tersebut tidak lagi sama seperti sebelumnya, tapi makin diperbaharui dan diubahkan dari hari ke sehari, kepekaan rohaninya pun semakin bertambah-tambah dan pancainderanya pun kian "...terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14).
Orang yang taat melakukan firman Tuhan pasti memiliki kelakuan yang bersih, tidak menyimpang dari kebenaran, karena langkah hidupnya diterangi firman Tuhan. "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Bersih kelakuannya dalam Alkitab versi English Amplified, menggunakan kata 'integrity' atau integritas. Arti dari 'integritas' adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Secara Alkitabiah, orang yang berintegritas berarti orang yang tidak plin-plan dalam perkataan dan perbuatan. Salah satu tanda orang punya integritas adalah mengerjakan segala sesuatu dengan kualitas yang terbaik, bukan ala kadarnya, atau asal-asalan. "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." (Pengkhotbah 9:10).
Tidak ada kata 'rugi' bagi pelaku firman dan berkelakuan bersih (punya integritas), sebab Tuhan menyediakan upahnya yaitu hidup yang diberkati dan berbahagia, bahkan berkat dan kebahagiaan tersebut akan turun sampai ke anak cucu, blessed are his children after him (terberkatilah keturunannya). Daud memiliki pengalaman hidup: "Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat." (Mazmur 37:25-26).
Orang yang berkelakuan bersih adalah orang yang punya integritas!
Baca: Amsal 20:1-30
"Orang benar yang bersih kelakuannya--berbahagialah keturunannya." Amsal 20:7
Manfaat firman Tuhan bagi orang percaya adalah: "...untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Ketika seseorang tinggal di dalam firman Tuhan, kuasa firman tersebut akan bekerja secara dahsyat: mengajar, menyatakan kesalahan (menegur), memperbaiki kelakuan dan mendidik, sehingga karakter hidup orang tersebut tidak lagi sama seperti sebelumnya, tapi makin diperbaharui dan diubahkan dari hari ke sehari, kepekaan rohaninya pun semakin bertambah-tambah dan pancainderanya pun kian "...terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14).
Orang yang taat melakukan firman Tuhan pasti memiliki kelakuan yang bersih, tidak menyimpang dari kebenaran, karena langkah hidupnya diterangi firman Tuhan. "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Bersih kelakuannya dalam Alkitab versi English Amplified, menggunakan kata 'integrity' atau integritas. Arti dari 'integritas' adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Secara Alkitabiah, orang yang berintegritas berarti orang yang tidak plin-plan dalam perkataan dan perbuatan. Salah satu tanda orang punya integritas adalah mengerjakan segala sesuatu dengan kualitas yang terbaik, bukan ala kadarnya, atau asal-asalan. "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." (Pengkhotbah 9:10).
Tidak ada kata 'rugi' bagi pelaku firman dan berkelakuan bersih (punya integritas), sebab Tuhan menyediakan upahnya yaitu hidup yang diberkati dan berbahagia, bahkan berkat dan kebahagiaan tersebut akan turun sampai ke anak cucu, blessed are his children after him (terberkatilah keturunannya). Daud memiliki pengalaman hidup: "Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat." (Mazmur 37:25-26).
Orang yang berkelakuan bersih adalah orang yang punya integritas!
Tuesday, October 29, 2019
TUHAN MENEGAKKAN ORANG HINA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2019
Baca: 1 Samuel 2:1-10
"TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga." 1 Samuel 2:7
Firman Tuhan yang kita baca hari ini merupakan puji-pujian Hana sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan yang telah menunjukkan kasih dan kuasa-Nya yang teramat dahsyat di dalam kehidupan Hana. "Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur, untuk mendudukkan dia bersama-sama dengan para bangsawan, dan membuat dia memiliki kursi kehormatan." (1 Samuel 2:8a).
Sungguh benar apa yang Alkitab nyatakan bahwa dalam segala perkara Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebajikan bagi orang yang mengasihi Dia (Roma 8:28). Pergumulan hidup yang berat yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup Hana sungguh mendatangkan kebaikan baginya. Pergumulan hidup berat yang Hana alami adalah ia tak memiliki keturunan, "...sebab TUHAN telah menutup kandungannya." (1 Samuel 1:5). Hana pun menyampaikan kehancuran hatinya kepada Tuhan, karena ia yakin benar bahwa hanya Tuhan yang sanggup melepaskan dia dari pergumulan yang selama ini membelenggu hidupnya. Karena itulah Hana tak berhenti berdoa dan terus memohon belas kasihan dari Tuhan. Meski berada dalam situasi yang sulit Hana tetap menjaga ibadahnya kepada Tuhan dengan setia. Betapa banyak orang Kristen, ketika mengalami masalah yang berat, mereka begitu gampang berubah, tidak lagi setia beribadah, tidak lagi bertekun di dalam doa, dan semangatnya dalam melayani Tuhan mengendor.
Perjuangan Hana ini pun tak sia-sia, Tuhan menjawab doanya yang keluar dari hati yang remuk dan patah. "...setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: 'Aku telah memintanya dari pada TUHAN.'" (1 Samuel 1:20). Saat anaknya lahir, Hana pun menepati nazarnya yaitu menyerahkan anak tersebut kepada Tuhan (1 Samuel 1:11, 27, 28). Anak yang telah sekian lama dinanti-nantikan (harta yang sangat berharga), rela ia serahkan kepada Tuhan. Pengorbanan, ketekunan dan kesetiaan Hana kepada Tuhan membuahkan hasil yang luar biasa. Tuhan memberkati Hana dengan berlimpah: ia melahirkan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan lagi (1 Samuel 2:21).
Apa yang tak terpikirkan, itu yang Tuhan sediakan bagi orang yang mengasihi Dia!
Baca: 1 Samuel 2:1-10
"TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga." 1 Samuel 2:7
Firman Tuhan yang kita baca hari ini merupakan puji-pujian Hana sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan yang telah menunjukkan kasih dan kuasa-Nya yang teramat dahsyat di dalam kehidupan Hana. "Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur, untuk mendudukkan dia bersama-sama dengan para bangsawan, dan membuat dia memiliki kursi kehormatan." (1 Samuel 2:8a).
Sungguh benar apa yang Alkitab nyatakan bahwa dalam segala perkara Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebajikan bagi orang yang mengasihi Dia (Roma 8:28). Pergumulan hidup yang berat yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup Hana sungguh mendatangkan kebaikan baginya. Pergumulan hidup berat yang Hana alami adalah ia tak memiliki keturunan, "...sebab TUHAN telah menutup kandungannya." (1 Samuel 1:5). Hana pun menyampaikan kehancuran hatinya kepada Tuhan, karena ia yakin benar bahwa hanya Tuhan yang sanggup melepaskan dia dari pergumulan yang selama ini membelenggu hidupnya. Karena itulah Hana tak berhenti berdoa dan terus memohon belas kasihan dari Tuhan. Meski berada dalam situasi yang sulit Hana tetap menjaga ibadahnya kepada Tuhan dengan setia. Betapa banyak orang Kristen, ketika mengalami masalah yang berat, mereka begitu gampang berubah, tidak lagi setia beribadah, tidak lagi bertekun di dalam doa, dan semangatnya dalam melayani Tuhan mengendor.
Perjuangan Hana ini pun tak sia-sia, Tuhan menjawab doanya yang keluar dari hati yang remuk dan patah. "...setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: 'Aku telah memintanya dari pada TUHAN.'" (1 Samuel 1:20). Saat anaknya lahir, Hana pun menepati nazarnya yaitu menyerahkan anak tersebut kepada Tuhan (1 Samuel 1:11, 27, 28). Anak yang telah sekian lama dinanti-nantikan (harta yang sangat berharga), rela ia serahkan kepada Tuhan. Pengorbanan, ketekunan dan kesetiaan Hana kepada Tuhan membuahkan hasil yang luar biasa. Tuhan memberkati Hana dengan berlimpah: ia melahirkan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan lagi (1 Samuel 2:21).
Apa yang tak terpikirkan, itu yang Tuhan sediakan bagi orang yang mengasihi Dia!
Monday, October 28, 2019
JANGAN ADA LAGI ALASAN ATAU DALIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2019
Baca: Lucas 5:1-11
"Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Lukas 5:10
Seorang yang berkomitmen untuk melayani pekerjaan Tuhan dengan sepenuh hati, lebih dari apa pun, adalah orang-orang pilihan Tuhan, sebab ada tertulis: "Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Itu adalah tanda orang yang dewasa rohani, sebab kedewasaan rohani tidak pernah berhenti pada kepentingan diri sendiri, melainkan mau memikul sebuah tanggung jawab. Orang yang dewasa rohani adalah tanda ia memiliki iman yang hidup, iman yang disertai dengan perbuatan. "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Orang yang dewasa rohani tidak lagi hanya minta dilayani, tapi sudah melangkah untuk memberi diri melayani orang lain; tidak lagi hanya berfokus pada berkat atau meminta berkat, tapi punya kerinduan untuk bisa menjadi berkat.
Simon yang disebut Petrus, Andreas (Saudaranya), Yakobus dan Yohanes (anak-anak Zebedeus), ketika mendengar panggilan Tuhan: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19), mereka menghela perahu-perahunya ke darat, meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Kristus (Markus 5:11). Begitu pula Paulus yang mengalami titik balik dalam hidupnya setelah mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan. Sejak saat itu fokus hidup Paulus tidak lagi berpusat pada kepentingan diri sendiri, tapi memberi seluruh hidupnya untuk melayani Tuhan dengan satu tekad: "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22b).
Orang yang dewasa rohani tidak akan punya banyak alasan dan dalih ketika mendengar panggilan Tuhan, tetapi ia akan merespons panggilan Tuhan ini dengan sepenuh hati. Melayani Tuhan dan pekerjaan-Nya bukan berarti harus meninggalkan pekerjaan (profesi), berada di gedung gereja selama 24 jam, atau menjadi seorang fulltimer. Yang terutama adalah: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Inilah esensi dari sebuah pelayanan yang sesungguhnya!
"...waktu ini adalah waktu perkenanan itu;" (2 Korintus 6:2b), tunggu apa lagi? Tuhan segera datang dan Ia akan meminta pertanggungjawaban dari kita.
Baca: Lucas 5:1-11
"Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Lukas 5:10
Seorang yang berkomitmen untuk melayani pekerjaan Tuhan dengan sepenuh hati, lebih dari apa pun, adalah orang-orang pilihan Tuhan, sebab ada tertulis: "Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Itu adalah tanda orang yang dewasa rohani, sebab kedewasaan rohani tidak pernah berhenti pada kepentingan diri sendiri, melainkan mau memikul sebuah tanggung jawab. Orang yang dewasa rohani adalah tanda ia memiliki iman yang hidup, iman yang disertai dengan perbuatan. "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Orang yang dewasa rohani tidak lagi hanya minta dilayani, tapi sudah melangkah untuk memberi diri melayani orang lain; tidak lagi hanya berfokus pada berkat atau meminta berkat, tapi punya kerinduan untuk bisa menjadi berkat.
Simon yang disebut Petrus, Andreas (Saudaranya), Yakobus dan Yohanes (anak-anak Zebedeus), ketika mendengar panggilan Tuhan: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19), mereka menghela perahu-perahunya ke darat, meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Kristus (Markus 5:11). Begitu pula Paulus yang mengalami titik balik dalam hidupnya setelah mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan. Sejak saat itu fokus hidup Paulus tidak lagi berpusat pada kepentingan diri sendiri, tapi memberi seluruh hidupnya untuk melayani Tuhan dengan satu tekad: "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22b).
Orang yang dewasa rohani tidak akan punya banyak alasan dan dalih ketika mendengar panggilan Tuhan, tetapi ia akan merespons panggilan Tuhan ini dengan sepenuh hati. Melayani Tuhan dan pekerjaan-Nya bukan berarti harus meninggalkan pekerjaan (profesi), berada di gedung gereja selama 24 jam, atau menjadi seorang fulltimer. Yang terutama adalah: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Inilah esensi dari sebuah pelayanan yang sesungguhnya!
"...waktu ini adalah waktu perkenanan itu;" (2 Korintus 6:2b), tunggu apa lagi? Tuhan segera datang dan Ia akan meminta pertanggungjawaban dari kita.
Sunday, October 27, 2019
KESEMPATAN BEKERJA BAGI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2019
Baca: Yohanes 11:1-11
"Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini." Yohanes 11:9
Ketika hendak menjenguk Lazarus yang sedang sakit, murid-murid mencegah Kristus untuk pergi, karena mereka sangat menguatirkan Gurunya. "Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi mencoba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke sana?" (Yohanes 11:8). Inilah jawaban Tuhan kepada mereka, "Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? (siang hari - Red.)? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini." (ayat nas). Apa makna tersirat dari pernyataan Tuhan ini? Artinya selagi ada kesempatan, jangan pernah sia-siakan. Dua belas jam dalam sehari berbicara tentang siang hari adalah waktu untuk bekerja, sebab "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).
Dua belas jam pada siang hari adalah waktu yang tepat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang Tuhan percayakan, waktu untuk kita berlomba dalam pertandingan iman, waktu untuk kita mengumpulkan harta sorgawi sebanyak-banyaknya (Matius 6:20). Maka dari itu jangan sia-siakan setiap kesempatan yang ada, pergunakanlah itu dengan sebaik mungkin, sebab bila waktu sudah lewat, maka kita tidak bisa memutarnya kembali. Jangan sampai dua belas jam yang seharusnya kita pergunakan untuk bekerja dan berkarya bagi Tuhan justru kita kedapatan sedang tidak melakukan apa-apa, tertidur pulas. Ingat! "...kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan. Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." (1 Tesalonika 5:5-6). Tuhan menegaskan kepada murid-murid-Nya, "Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya." (Yohanes 11:11).
Berbeda dengan orang fasik: "Berfoya-foya pada siang hari, mereka anggap kenikmatan." (2 Petrus 2:13b), berjalan dalam kegelapan menjadi kesukaannya. Bagi orang percaya, 12 jam (siang hari) adalah kesempatan emas melakukan yang terbaik bagi Tuhan.
Perhatikanlah hidup Saudara dengan seksama, jangan seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif (Efesus 5:15). Ini adalah kesempatan terbaik! Jangan tunda lagi.
Baca: Yohanes 11:1-11
"Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini." Yohanes 11:9
Ketika hendak menjenguk Lazarus yang sedang sakit, murid-murid mencegah Kristus untuk pergi, karena mereka sangat menguatirkan Gurunya. "Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi mencoba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke sana?" (Yohanes 11:8). Inilah jawaban Tuhan kepada mereka, "Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? (siang hari - Red.)? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini." (ayat nas). Apa makna tersirat dari pernyataan Tuhan ini? Artinya selagi ada kesempatan, jangan pernah sia-siakan. Dua belas jam dalam sehari berbicara tentang siang hari adalah waktu untuk bekerja, sebab "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).
Dua belas jam pada siang hari adalah waktu yang tepat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang Tuhan percayakan, waktu untuk kita berlomba dalam pertandingan iman, waktu untuk kita mengumpulkan harta sorgawi sebanyak-banyaknya (Matius 6:20). Maka dari itu jangan sia-siakan setiap kesempatan yang ada, pergunakanlah itu dengan sebaik mungkin, sebab bila waktu sudah lewat, maka kita tidak bisa memutarnya kembali. Jangan sampai dua belas jam yang seharusnya kita pergunakan untuk bekerja dan berkarya bagi Tuhan justru kita kedapatan sedang tidak melakukan apa-apa, tertidur pulas. Ingat! "...kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan. Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." (1 Tesalonika 5:5-6). Tuhan menegaskan kepada murid-murid-Nya, "Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya." (Yohanes 11:11).
Berbeda dengan orang fasik: "Berfoya-foya pada siang hari, mereka anggap kenikmatan." (2 Petrus 2:13b), berjalan dalam kegelapan menjadi kesukaannya. Bagi orang percaya, 12 jam (siang hari) adalah kesempatan emas melakukan yang terbaik bagi Tuhan.
Perhatikanlah hidup Saudara dengan seksama, jangan seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif (Efesus 5:15). Ini adalah kesempatan terbaik! Jangan tunda lagi.
Saturday, October 26, 2019
MELIHAT YANGTAK TERLIHAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2019
Baca: Mazmur 54:1-9
"Sebab Ia melepaskan aku dari segala kesesakan, dan mataku memandangi musuhku." Mazmur 54:9
Apa yang terlihat oleh mata jasmani dan situasi-situasi yang terjadi di sekitar seringkali menjadi faktor utama yang memengaruhi hati kita. Manakala dihadapkan pada masalah yang berat atau situasi yang sulit, respons hati kita pun menjadi negatif. Seketika itu pikiran dan hati kita dipenuhi dengan ketakutan dan keraguan, takut tak bisa menyelesaikan masalah; rasa ragu dan bimbang bermunculan, iman pun menjadi goyah. Selama mata kita tertuju kepada besarnya masalah dan apa yang tampak secara kasat mata, yang kita pikirkan hanyalah ketidakmampuan dan ketidakberdayaan kita.
Ketika melihat pasukan tentara Aram lengkap dengan kuda dan keretanya sedang mengepung kota, bujang Elisa pun dihantui oleh ketakutan dan kekuatiran yang luar biasa. Mengapa bisa terjadi? Karena bujang Elisa ini fokus pada masalah karena melihat musuh ada di depan matanya. Bujang itu pun berkata, "Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?" (2 Raja-Raja 6:15b). Mendengar hal itu berdoalah Elisa kepada Tuhan, "Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat." Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa." (2 Raja-Raja 6:17). Roh Tuhan menjamah bujang Elisa itu, maka ia pun dapat melihat apa yang tak terlihat oleh mata jasmaninya, yaitu ada bala tentara sorgawi lengkap dengan kuda dan kereta berapi yang mengelilingi Elisa. Ternyata, di alam roh ada kekuatan adikodrati yang mahadasyat yang menyertai dan melindungi Elisa dari serangan-serangan musuh.
Sebagai orang percaya, seharusnya kita menyikapi masalah dengan sudut padang yang berbeda: masalah sebagai kesempatan untuk kita melihat pekerjaan Tuhan yang ajaib, membawa kita semakin mendekat kepada Tuhan, memiliki penyerahan diri penuh kepada-Nya dan semakin mengandalkan Dia. Saat kita punya kepekaan rohani seperti ini kita akan mampu melihat segala sesuatu melalui alam roh yang tidak kelihatan.
Jika mata kita tertuju kepada Tuhan dan janji firman-Nya, kita akan mampu bertahan di segala keadaan dengan kemantapan iman, sebab "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Baca: Mazmur 54:1-9
"Sebab Ia melepaskan aku dari segala kesesakan, dan mataku memandangi musuhku." Mazmur 54:9
Apa yang terlihat oleh mata jasmani dan situasi-situasi yang terjadi di sekitar seringkali menjadi faktor utama yang memengaruhi hati kita. Manakala dihadapkan pada masalah yang berat atau situasi yang sulit, respons hati kita pun menjadi negatif. Seketika itu pikiran dan hati kita dipenuhi dengan ketakutan dan keraguan, takut tak bisa menyelesaikan masalah; rasa ragu dan bimbang bermunculan, iman pun menjadi goyah. Selama mata kita tertuju kepada besarnya masalah dan apa yang tampak secara kasat mata, yang kita pikirkan hanyalah ketidakmampuan dan ketidakberdayaan kita.
Ketika melihat pasukan tentara Aram lengkap dengan kuda dan keretanya sedang mengepung kota, bujang Elisa pun dihantui oleh ketakutan dan kekuatiran yang luar biasa. Mengapa bisa terjadi? Karena bujang Elisa ini fokus pada masalah karena melihat musuh ada di depan matanya. Bujang itu pun berkata, "Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?" (2 Raja-Raja 6:15b). Mendengar hal itu berdoalah Elisa kepada Tuhan, "Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat." Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa." (2 Raja-Raja 6:17). Roh Tuhan menjamah bujang Elisa itu, maka ia pun dapat melihat apa yang tak terlihat oleh mata jasmaninya, yaitu ada bala tentara sorgawi lengkap dengan kuda dan kereta berapi yang mengelilingi Elisa. Ternyata, di alam roh ada kekuatan adikodrati yang mahadasyat yang menyertai dan melindungi Elisa dari serangan-serangan musuh.
Sebagai orang percaya, seharusnya kita menyikapi masalah dengan sudut padang yang berbeda: masalah sebagai kesempatan untuk kita melihat pekerjaan Tuhan yang ajaib, membawa kita semakin mendekat kepada Tuhan, memiliki penyerahan diri penuh kepada-Nya dan semakin mengandalkan Dia. Saat kita punya kepekaan rohani seperti ini kita akan mampu melihat segala sesuatu melalui alam roh yang tidak kelihatan.
Jika mata kita tertuju kepada Tuhan dan janji firman-Nya, kita akan mampu bertahan di segala keadaan dengan kemantapan iman, sebab "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Friday, October 25, 2019
PERCAYA DIRI KARENA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2019
Baca: Amsal 14:26-35
"Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya." Amsal 14:26
Di era globalisasi seperti sekarang ini, dimana teknologi semakin canggih, setiap orang dituntut untuk bisa meng-upgrade dirinya. Jika tidak, mereka akan tertinggal dengan yang lain, karena persaingan hidup semakin hari semakin ketat. Ketidakmampuan dalam bersaing menimbulkan rasa minder alias tak percaya diri, padahal rasa percaya diri (self confidence) sangat diperlukan di segala aspek kehidupan ini. Tak mengherankan bila di zaman sekarang banyak digelar seminar-seminar tentang motivasi yang dipandu oleh motivator handal. Tujuan dari seminar ini adalah untuk membangun rasa percaya diri. Seminar-seminar semacam ini tak pernah sepi peminat! Namun perlu diingat bahwa konsep percaya diri menurut prinsip dunia ini mengajarkan seseorang untuk percaya pada potensi yang dimiliki: kehebatan, kemampuan, kepintaran atau kecerdasan, yang akhirnya menyondongkan orang untuk bermegah atas diri sendiri.
Dalam Alkitab versi English Amplified Bible, kalimat 'ketenteraman besar' menggunakan kata strong confidence yang artinya rasa percaya diri yang besar atau keyakinan yang kokoh. Sikap ini bukan dilandaskan pada kekuatan dan kemampuan diri sendiri, melainkan karena punya hati yang takut akan Tuhan. Orang yang takut akan Tuhan adalah orang yang tunduk sepenuhnya kepada kehendak Tuhan dan tinggal di dalam firman-Nya; dan terhadap orang yang takut akan Dia, Tuhan pasti menyatakan kasih-Nya, pembelaan-Nya, dan perlindungan-Nya.
Ada ketenteraman besar bagi orang-orang yang takut akan Tuhan, karena Tuhan ada di pihak kita dan memberikan perlindungan kepada kita. Inilah yang membangkitkan rasa percaya diri atau keyakinan yang teguh. Jadi, kuncinya adalah takut akan Tuhan. "Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut." (Amsal 14:27). Percaya diri yang berlandaskan kepada hal-hal yang lahiriah akan menuntun seseorang kepada dosa kesombongan. "Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN," (Mazmur 20:8).
Takut akan Tuhan adalah dasar untuk membangun rasa percaya diri, karena kita berkeyakinan bahwa dalam segala perkara Tuhan turut bekerja.
Baca: Amsal 14:26-35
"Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya." Amsal 14:26
Di era globalisasi seperti sekarang ini, dimana teknologi semakin canggih, setiap orang dituntut untuk bisa meng-upgrade dirinya. Jika tidak, mereka akan tertinggal dengan yang lain, karena persaingan hidup semakin hari semakin ketat. Ketidakmampuan dalam bersaing menimbulkan rasa minder alias tak percaya diri, padahal rasa percaya diri (self confidence) sangat diperlukan di segala aspek kehidupan ini. Tak mengherankan bila di zaman sekarang banyak digelar seminar-seminar tentang motivasi yang dipandu oleh motivator handal. Tujuan dari seminar ini adalah untuk membangun rasa percaya diri. Seminar-seminar semacam ini tak pernah sepi peminat! Namun perlu diingat bahwa konsep percaya diri menurut prinsip dunia ini mengajarkan seseorang untuk percaya pada potensi yang dimiliki: kehebatan, kemampuan, kepintaran atau kecerdasan, yang akhirnya menyondongkan orang untuk bermegah atas diri sendiri.
Dalam Alkitab versi English Amplified Bible, kalimat 'ketenteraman besar' menggunakan kata strong confidence yang artinya rasa percaya diri yang besar atau keyakinan yang kokoh. Sikap ini bukan dilandaskan pada kekuatan dan kemampuan diri sendiri, melainkan karena punya hati yang takut akan Tuhan. Orang yang takut akan Tuhan adalah orang yang tunduk sepenuhnya kepada kehendak Tuhan dan tinggal di dalam firman-Nya; dan terhadap orang yang takut akan Dia, Tuhan pasti menyatakan kasih-Nya, pembelaan-Nya, dan perlindungan-Nya.
Ada ketenteraman besar bagi orang-orang yang takut akan Tuhan, karena Tuhan ada di pihak kita dan memberikan perlindungan kepada kita. Inilah yang membangkitkan rasa percaya diri atau keyakinan yang teguh. Jadi, kuncinya adalah takut akan Tuhan. "Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut." (Amsal 14:27). Percaya diri yang berlandaskan kepada hal-hal yang lahiriah akan menuntun seseorang kepada dosa kesombongan. "Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN," (Mazmur 20:8).
Takut akan Tuhan adalah dasar untuk membangun rasa percaya diri, karena kita berkeyakinan bahwa dalam segala perkara Tuhan turut bekerja.
Thursday, October 24, 2019
PENGAJARAN FIRMAN: Pertumbuhan Iman (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2019
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"...kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!" 2 Timotius 4:5
Dalam memberitakan Injil kita pasti akan menghadapi banyak sekali kendala dan tantangan, karena ada orang-orang yang menolak Injil. Ini bukanlah kegagalan! Kita disebut gagal ketika kita berhenti memberitakan Injil, sebab Tuhan mengukur keberhasilan pemberitaan Injil kita bukan pada jumlah orang yang diselamatkan, tetapi seberapa besar kerelaan kita dalam mengerjakan perintah Tuhan.
Satu jiwa dimenangkan bagi Tuhan sudah teramat berharga di mata Tuhan, "Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Lukas 15:7). Oleh sebab itu "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2), sebab "Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai." (Pengkhotbah 11:4). Artinya kita tidak pernah tahu kapan orang siap untuk percaya dan menerima Injil keselamatan, yang terpenting adalah terus melangkah "...selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Ladang sudah mulai menguning! "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Matius 9:37-38).
Dalam memberitakan Injil ini kita bukan hanya sekedar menyampaikan dengan sambil lalu, melainkan kita harus berusaha sedemikian rupa sampai orang tersebut mengenal dengan benar siapa Kristus. Ini membutuhkan proses, yaitu melalui tahapan pengajaran secara kontinyu atau terus-menerus. Dasar pengajarannya adalah Alkitab (firman Tuhan)! Jadi, apa yang kita ajarkan kepada orang lain haruslah selaras dengan apa yang Tuhan firmankan, tidak boleh menyimpang; dan yang terutama sekali, ketika mengajar orang lain, kita sendiri harus punya kehidupan yang seturut dengan firman yang kita ajarkan.
Seorang pemberita Injil harus tinggal di dalam firman Tuhan dan yang mampu mengajar dengan keteladanan hidup (teaching by doing).
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"...kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!" 2 Timotius 4:5
Dalam memberitakan Injil kita pasti akan menghadapi banyak sekali kendala dan tantangan, karena ada orang-orang yang menolak Injil. Ini bukanlah kegagalan! Kita disebut gagal ketika kita berhenti memberitakan Injil, sebab Tuhan mengukur keberhasilan pemberitaan Injil kita bukan pada jumlah orang yang diselamatkan, tetapi seberapa besar kerelaan kita dalam mengerjakan perintah Tuhan.
Satu jiwa dimenangkan bagi Tuhan sudah teramat berharga di mata Tuhan, "Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Lukas 15:7). Oleh sebab itu "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2), sebab "Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai." (Pengkhotbah 11:4). Artinya kita tidak pernah tahu kapan orang siap untuk percaya dan menerima Injil keselamatan, yang terpenting adalah terus melangkah "...selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Ladang sudah mulai menguning! "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Matius 9:37-38).
Dalam memberitakan Injil ini kita bukan hanya sekedar menyampaikan dengan sambil lalu, melainkan kita harus berusaha sedemikian rupa sampai orang tersebut mengenal dengan benar siapa Kristus. Ini membutuhkan proses, yaitu melalui tahapan pengajaran secara kontinyu atau terus-menerus. Dasar pengajarannya adalah Alkitab (firman Tuhan)! Jadi, apa yang kita ajarkan kepada orang lain haruslah selaras dengan apa yang Tuhan firmankan, tidak boleh menyimpang; dan yang terutama sekali, ketika mengajar orang lain, kita sendiri harus punya kehidupan yang seturut dengan firman yang kita ajarkan.
Seorang pemberita Injil harus tinggal di dalam firman Tuhan dan yang mampu mengajar dengan keteladanan hidup (teaching by doing).
Wednesday, October 23, 2019
PENGAJARAN FIRMAN: Pertumbuhan Iman (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2019
Baca: Amsal 1:1-7
"baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan" Amsal 1:5
Dari ayat nas ini terkandung dua prinsip mendasar: 1. Orang menjadi bijak berawal dari kesediaannya mempertajam pendengarannya untuk mendengar. 2. Orang yang bijak adalah orang yang tak pernah berhenti menambah pengetahuan atau ilmunya. Ini berbicara tentang pengajaran! Sedangkan sumber pengetahuan itu sendiri didasari atas rasa takut akan Tuhan: "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan," (Amsal 1:7). Dapat disimpulkan di sini bahwa di dalam kehidupan rohani, hal pengajaran ini menjadi fokus perhatian Tuhan dalam pertumbuhan iman orang percaya.
Oleh karena itu Tuhan memberikan sebuah amanat: "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20). Partikel 'lah' dalam bahasa Indonesia adalah pertanda bahwa kata itu identik dengan perintah. Adapun kata 'jadikanlah' ini berbentuk imperatif (perintah) aktif yang harus dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang. Jadi, perintah untuk pergi dan menjadikan semua bangsa murid Kristus merupakan kata kunci dan juga komitmen yang harus dikerjakan. Amanat Tuhan ini ada di pundak orang percaya dan kita harus menaati apa yang Tuhan perintahkan ini, sebab tugas pemberitaan Injil ini bukanlah sebuah opsi, tapi merupakan suatu perintah yang tegas.
Rasul Paulus menyadari betapa pentingnya tugas pemberitaan Injil. "Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil." (1 Korintus 9:16). Orang percaya adalah duta-duta Kristus di tengah dunia ini! Di mana pun kita berada dan ke mana pun kita pergi, kita mengemban sebuah misi yaitu memberitakan Injil dan memperkenalkan Kristus kepada semua orang. Memberitakan Injil itu tidak harus selalu pergi ke tempat yang jauh, namun memberitakan Injil bisa dilakukan di lingkungan yang terdekat dengan kita. Pertanyaannya: bersediakah kita melakukan apa yang Tuhan perintahkan? Ingat! Suatu hari kelak, setiap kita harus mempertanggungjawabkan di hadapan Tuhan hal tentang seberapa serius kita mengerjakan Amanat Agung ini.
Baca: Amsal 1:1-7
"baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan" Amsal 1:5
Dari ayat nas ini terkandung dua prinsip mendasar: 1. Orang menjadi bijak berawal dari kesediaannya mempertajam pendengarannya untuk mendengar. 2. Orang yang bijak adalah orang yang tak pernah berhenti menambah pengetahuan atau ilmunya. Ini berbicara tentang pengajaran! Sedangkan sumber pengetahuan itu sendiri didasari atas rasa takut akan Tuhan: "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan," (Amsal 1:7). Dapat disimpulkan di sini bahwa di dalam kehidupan rohani, hal pengajaran ini menjadi fokus perhatian Tuhan dalam pertumbuhan iman orang percaya.
Oleh karena itu Tuhan memberikan sebuah amanat: "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20). Partikel 'lah' dalam bahasa Indonesia adalah pertanda bahwa kata itu identik dengan perintah. Adapun kata 'jadikanlah' ini berbentuk imperatif (perintah) aktif yang harus dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang. Jadi, perintah untuk pergi dan menjadikan semua bangsa murid Kristus merupakan kata kunci dan juga komitmen yang harus dikerjakan. Amanat Tuhan ini ada di pundak orang percaya dan kita harus menaati apa yang Tuhan perintahkan ini, sebab tugas pemberitaan Injil ini bukanlah sebuah opsi, tapi merupakan suatu perintah yang tegas.
Rasul Paulus menyadari betapa pentingnya tugas pemberitaan Injil. "Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil." (1 Korintus 9:16). Orang percaya adalah duta-duta Kristus di tengah dunia ini! Di mana pun kita berada dan ke mana pun kita pergi, kita mengemban sebuah misi yaitu memberitakan Injil dan memperkenalkan Kristus kepada semua orang. Memberitakan Injil itu tidak harus selalu pergi ke tempat yang jauh, namun memberitakan Injil bisa dilakukan di lingkungan yang terdekat dengan kita. Pertanyaannya: bersediakah kita melakukan apa yang Tuhan perintahkan? Ingat! Suatu hari kelak, setiap kita harus mempertanggungjawabkan di hadapan Tuhan hal tentang seberapa serius kita mengerjakan Amanat Agung ini.
Tuesday, October 22, 2019
PERKATAAN DAN PERBUATAN TAK SELARAS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2019
Baca: 1 Samuel 18:6-30
"Ini dia anakku perempuan yang tertua, Merab; dia akan kuberikan kepadamu menjadi isterimu, hanya jadilah bagiku seorang yang gagah perkasa dan lakukanlah perang TUHAN." 1 Samuel 18:17a
Bukan hal yang mudah menyelaraskan perkataan dan perbuatan. Yang sering terjadi adalah, apa yang dikatakan orang berbeda dengan apa yang diperbuatnya. Ketidakselarasan perkataan dan perbuatan ini berdampak bagi masyarakat luas bila hal itu dilakukan oleh seorang pemimpin. Bukankah ada banyak calon pemimpin yang berkoar-koar menebar janji-janji yang begitu muluk dan meninabobokan rakyat saat berlangsungnya kampanye? Tetapi begitu terpilih menjadi pemimpin, perkataan mereka tidak lagi selaras dengan perbuatannya. Janji yang pernah diucapkan tak pernah ditepatinya, janji hanya tinggal janji. Sungguh sangat mengecewakan!
Hal yang sama dilakukan Saul, raja Israel. Saul mengangkat Daud menjadi seorang prajurit yang harus memerangi Filistin, dengan janji akan memberikan puteri tertuanya (Merab) sebagai isteri Daud. Janji Saul kepada Daud ini sesungguhnya juga hanya akal-akalan saja, bahkan ada motif terselubung dan niat jahat: "Sebab pikir Saul: 'Janganlah tanganku memukul dia, tetapi biarlah ia dipukul oleh tangan orang Filistin.'" (1 Samuel 18:7b). Bagaimana selanjutnya? Saul mengingkari apa yang pernah dijanjikan. "Tetapi ketika tiba waktunya untuk memberikan Merab, anak Saul itu, kepada Daud, maka anak perempuan itu diberikan kepada Adriel, orang Mehola, menjadi isterinya." (1 Samuel 18:19). Begitu pula ketika Saul berjanji kepada Yonatan (anaknya) bahwa ia tidak akan membunuh Daud, janji itu kembali diingkarinya. Rasa dengki yang begitu menggelora terhadap Daud membuat Saul makin gelap mata. Suatu ketika ia berusaha menancapkan Daud ke dinding dengan tombaknya, "Tetapi Daud mengelakkannya sampai dua kali." (1 Samuel 18:11b). Perkataan dan perbuatan Saul benar-benar tidak selaras!
Banyak orang Kristen menjadi batu sandungan karena perkataan dan perbuatannya tak selaras. Omongannya tampak rohani, sok Alkitabiah, tapi perbuatannya tak menyerminkan pengikut Kristus. Ini mengecewakan Tuhan!
Jangan hanya tampak rohani saat pelayanan, sementara di luaran perbuatan kita tak jauh berbeda dengan orang dunia. Perkataan dan perbuatan haruslah selaras!
Baca: 1 Samuel 18:6-30
"Ini dia anakku perempuan yang tertua, Merab; dia akan kuberikan kepadamu menjadi isterimu, hanya jadilah bagiku seorang yang gagah perkasa dan lakukanlah perang TUHAN." 1 Samuel 18:17a
Bukan hal yang mudah menyelaraskan perkataan dan perbuatan. Yang sering terjadi adalah, apa yang dikatakan orang berbeda dengan apa yang diperbuatnya. Ketidakselarasan perkataan dan perbuatan ini berdampak bagi masyarakat luas bila hal itu dilakukan oleh seorang pemimpin. Bukankah ada banyak calon pemimpin yang berkoar-koar menebar janji-janji yang begitu muluk dan meninabobokan rakyat saat berlangsungnya kampanye? Tetapi begitu terpilih menjadi pemimpin, perkataan mereka tidak lagi selaras dengan perbuatannya. Janji yang pernah diucapkan tak pernah ditepatinya, janji hanya tinggal janji. Sungguh sangat mengecewakan!
Hal yang sama dilakukan Saul, raja Israel. Saul mengangkat Daud menjadi seorang prajurit yang harus memerangi Filistin, dengan janji akan memberikan puteri tertuanya (Merab) sebagai isteri Daud. Janji Saul kepada Daud ini sesungguhnya juga hanya akal-akalan saja, bahkan ada motif terselubung dan niat jahat: "Sebab pikir Saul: 'Janganlah tanganku memukul dia, tetapi biarlah ia dipukul oleh tangan orang Filistin.'" (1 Samuel 18:7b). Bagaimana selanjutnya? Saul mengingkari apa yang pernah dijanjikan. "Tetapi ketika tiba waktunya untuk memberikan Merab, anak Saul itu, kepada Daud, maka anak perempuan itu diberikan kepada Adriel, orang Mehola, menjadi isterinya." (1 Samuel 18:19). Begitu pula ketika Saul berjanji kepada Yonatan (anaknya) bahwa ia tidak akan membunuh Daud, janji itu kembali diingkarinya. Rasa dengki yang begitu menggelora terhadap Daud membuat Saul makin gelap mata. Suatu ketika ia berusaha menancapkan Daud ke dinding dengan tombaknya, "Tetapi Daud mengelakkannya sampai dua kali." (1 Samuel 18:11b). Perkataan dan perbuatan Saul benar-benar tidak selaras!
Banyak orang Kristen menjadi batu sandungan karena perkataan dan perbuatannya tak selaras. Omongannya tampak rohani, sok Alkitabiah, tapi perbuatannya tak menyerminkan pengikut Kristus. Ini mengecewakan Tuhan!
Jangan hanya tampak rohani saat pelayanan, sementara di luaran perbuatan kita tak jauh berbeda dengan orang dunia. Perkataan dan perbuatan haruslah selaras!