Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2016
Baca: Kejadian 6:9-22
"Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya." Kejadian 6:22
Nuh adalah salah satu tokoh Alkitab yang memiliki peranan penting dalam sejarah kehidupan manusia, ia tercatat sebagai saksi iman. Tanpa Nuh tidak akan ada lagi umat manusia pada hari ini, karena semua manusia yang hidup di jamannya mengalami kebinasaan karena dilanda air bah, kecuali Nuh adan keluarganya.
Ketika orang-orang hidup dalam kejahatan dan menjauh dari Tuhan, Nuh memilih hidup benar di hadapan Tuhan, tertulis: "Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di
antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (ayat 9). Karena hidup bergaul karib dengan Tuhan, Ia pun menyatakan kehendak dan rencana-Nya kepada Nuh, "Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup segala makhluk, sebab bumi
telah penuh dengan kekerasan oleh mereka, jadi Aku akan memusnahkan
mereka bersama-sama dengan bumi. Buatlah bagimu sebuah bahtera dari kayu gofir;" (ayat 13-14); dan ketika diperintahkan Tuhan untuk membuat bahtera, meski secara manusia perintah itu tidak masuk di akal, dan meski banyak orang mencemooh dan menertawakannya, Nuh tetap taat melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya. Alkitab menyatakan, "Karena iman, maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum
kelihatan--dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan
keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan
untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya." (Ibrani 11:7). Nuh percaya akan apa yang Tuhan firmankan kepadanya tentang akan datangnya air bah; walaupun hujan belum pernah dilihat sebelumnya, inilah iman.
Jadi, iman bukan didasarkan pada apa yang dapat dilihat atau dirasakan, namun didasarkan pada janji Tuhan. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Sambil memersiapkan bahtera, kita sangat percaya bahwa Nuh terus memeringatkan orang-orang agar segera bertobat... tetapi sayang peringatan dari Tuhan itu mereka anggap angin lalu, akhirnya "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2).
Karena iman dan ketaatannya Nuh sekeluarga beroleh kasih karunia dari Tuhan!
Wednesday, August 31, 2016
Tuesday, August 30, 2016
BAIT TUHAN ADALAH RUMAH DOA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2016
Baca: 1 Korintus 3:10-20
"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" 1 Korintus 3:16
Keberadaan Roh Tuhan di zaman Perjanjian Lama berbeda dengan zaman Perjanjian Baru. Di Perjanjian Lama, yang dimaksud bait Roh Tuhan adalah mengacu kepada bangunan yang dibangun oleh Salomo. Sedangkan di Perjanjian Baru Roh Tuhan berkenan tinggal di dalam diri setiap orang percaya secara permanen, sehingga tubuhnya disebut bait Roh Kudus (ayat nas). Jadi bait Tuhan sesungguhnya bukanlah gedung atau bangunan secara fisik, melainkan orang percaya yang berhimpun di dalamnya. Perhatikan pernyataan Tuhan Yesus ini: "Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa" (Markus 11:17). Karena kita ini adalah bait Tuhan, tempat di mana Roh-Nya berdiam, maka Tuhan menghendaki bait-Nya menjadi rumah doa. Dengan kata lain doa harus menjadi bagian penting dalam hidup orang percaya.
Agar kehidupan doa tidak padam Tuhan berfirman kepada Musa: "Perintahkanlah kepada Harun dan anak-anaknya: Inilah hukum tentang korban bakaran. Korban bakaran itu haruslah tinggal di atas perapian di atas mezbah semalam-malaman sampai pagi, dan api mezbah haruslah dipelihara menyala di atasnya." (Imamat 6:9). Sebagai imam, Harun dan anak-anaknya mendapatkan tugas menjaga api yang berada di atas mezbah agar tetap menyala. Jadi tiap pagi mereka harus menaruh kayu di atas mezbah, mengatur korban bakaran di atasnya dan membakar lemak sebagai korban keselamatan. Demikian juga kita seharusnya memersembahkan korban pujian dan penyembahan kepada Tuhan setiap hari seperti yang dilakukan Daud: "TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." (Mazmur 5:4). Ini berbicara tentang doa yang tiada berkeputusan!
Tuhan tidak menghendaki api itu padam, artinya setiap saat dalam hidup ini kita harus selalu menyala dalam doa, puji-pujian dan penyembahan kepada Tuhan; tidak peduli apakah pekerjaan menuntut kita untuk selalu sibuk, namun membangun persekutuan dengan Tuhan melalui doa jangan sekali-kali ditinggalkan, sebab tubuh kita adalah bait Tuhan dan bait-Nya adalah rumah doa.
Jadikan doa sebagai gaya hidup sehari-hari karena kita ini adalah rumah doa!
Baca: 1 Korintus 3:10-20
"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" 1 Korintus 3:16
Keberadaan Roh Tuhan di zaman Perjanjian Lama berbeda dengan zaman Perjanjian Baru. Di Perjanjian Lama, yang dimaksud bait Roh Tuhan adalah mengacu kepada bangunan yang dibangun oleh Salomo. Sedangkan di Perjanjian Baru Roh Tuhan berkenan tinggal di dalam diri setiap orang percaya secara permanen, sehingga tubuhnya disebut bait Roh Kudus (ayat nas). Jadi bait Tuhan sesungguhnya bukanlah gedung atau bangunan secara fisik, melainkan orang percaya yang berhimpun di dalamnya. Perhatikan pernyataan Tuhan Yesus ini: "Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa" (Markus 11:17). Karena kita ini adalah bait Tuhan, tempat di mana Roh-Nya berdiam, maka Tuhan menghendaki bait-Nya menjadi rumah doa. Dengan kata lain doa harus menjadi bagian penting dalam hidup orang percaya.
Agar kehidupan doa tidak padam Tuhan berfirman kepada Musa: "Perintahkanlah kepada Harun dan anak-anaknya: Inilah hukum tentang korban bakaran. Korban bakaran itu haruslah tinggal di atas perapian di atas mezbah semalam-malaman sampai pagi, dan api mezbah haruslah dipelihara menyala di atasnya." (Imamat 6:9). Sebagai imam, Harun dan anak-anaknya mendapatkan tugas menjaga api yang berada di atas mezbah agar tetap menyala. Jadi tiap pagi mereka harus menaruh kayu di atas mezbah, mengatur korban bakaran di atasnya dan membakar lemak sebagai korban keselamatan. Demikian juga kita seharusnya memersembahkan korban pujian dan penyembahan kepada Tuhan setiap hari seperti yang dilakukan Daud: "TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." (Mazmur 5:4). Ini berbicara tentang doa yang tiada berkeputusan!
Tuhan tidak menghendaki api itu padam, artinya setiap saat dalam hidup ini kita harus selalu menyala dalam doa, puji-pujian dan penyembahan kepada Tuhan; tidak peduli apakah pekerjaan menuntut kita untuk selalu sibuk, namun membangun persekutuan dengan Tuhan melalui doa jangan sekali-kali ditinggalkan, sebab tubuh kita adalah bait Tuhan dan bait-Nya adalah rumah doa.
Jadikan doa sebagai gaya hidup sehari-hari karena kita ini adalah rumah doa!
Monday, August 29, 2016
BERPIKIRLAH SEDEMIKIAN RUPA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2016
Baca: 2 Korintus 8:16-24
"Karena kami memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia." 2 Korintus 8:21
Tak terbantahkan bahwa medan peperangan dalam diri setiap orang adalah pikirannya sendiri, sebab pikiran adalah awal dari setiap tindakan, dan itu menunjukkan gambar diri seseorang. Karena itu Iblis dengan berbagai cara mencoba menyerang pikiran semua orang agar mereka jatuh dalam dosa. Bahkan Iblis berani menyerang pikiran Tuhan Yesus ketika Dia berpuasa selama 40 hari 40 malam dengan harapan Tuhan mau menuruti segala kemauannya. Namun Iblis gagal total, karena Tuhan Yesus berhasil menangkal setiap serangan yang ditujukan kepada-Nya!
Berhati-hatilah... bagaimana kita berpikir akan menentukan bagaimana kita melihat, menafsirkan dan menilai segala sesuatu, termasuk bagaimana kita melihat diri sendiri. Contoh: ketika kita berpikiran positif terhadap seseorang secara otomatis sikap kita akan menjadi positif terhadapnya. Ini menunjukkan bahwa pemikiran yang positif akan mampu membangun persepsi yang positif pula dalam setiap tindakan yang kita lakukan; dan bila kita sudah berpikiran negatif terhadap seseorang, sikap kita pun akan menjadi negatif terhadapnya. Begitu pula bila kita berpikir bahwa masalah yang kita hadapi tampak sangat rumit kita pun akan melihat masalah seperti raksasa yang sulit untuk ditaklukkan. Sebaliknya kalau kita selalu berpikiran sederhana terhadap segala hal, kita akan melihat kehidupan ini menjadi sederhana. Maka "Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Artinya Tuhan menghendaki agar kita berpikiran tidak terlalu tinggi, tetapi yang pantas dan sesuai dengan kadar iman, sehingga kita dapat menguasai diri.
Banyak orang Kristen berpikiran sedemikian tinggi (muluk-muluk) sampai-sampai harus memaksakan diri, dan akhirnya tidak menguasai dirinya. Ini sangat berbahaya!
Rasul Paulus menasihati agar kita menawan segala pikiran dan menaklukkannya dalam Kristus Yesus (baca 2 Korintus 10:5). sehingga yang timbul di dalam pikiran kita hanya hal-hal yang positif dan benar (baca Filipi 4:8).
Baca: 2 Korintus 8:16-24
"Karena kami memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia." 2 Korintus 8:21
Tak terbantahkan bahwa medan peperangan dalam diri setiap orang adalah pikirannya sendiri, sebab pikiran adalah awal dari setiap tindakan, dan itu menunjukkan gambar diri seseorang. Karena itu Iblis dengan berbagai cara mencoba menyerang pikiran semua orang agar mereka jatuh dalam dosa. Bahkan Iblis berani menyerang pikiran Tuhan Yesus ketika Dia berpuasa selama 40 hari 40 malam dengan harapan Tuhan mau menuruti segala kemauannya. Namun Iblis gagal total, karena Tuhan Yesus berhasil menangkal setiap serangan yang ditujukan kepada-Nya!
Berhati-hatilah... bagaimana kita berpikir akan menentukan bagaimana kita melihat, menafsirkan dan menilai segala sesuatu, termasuk bagaimana kita melihat diri sendiri. Contoh: ketika kita berpikiran positif terhadap seseorang secara otomatis sikap kita akan menjadi positif terhadapnya. Ini menunjukkan bahwa pemikiran yang positif akan mampu membangun persepsi yang positif pula dalam setiap tindakan yang kita lakukan; dan bila kita sudah berpikiran negatif terhadap seseorang, sikap kita pun akan menjadi negatif terhadapnya. Begitu pula bila kita berpikir bahwa masalah yang kita hadapi tampak sangat rumit kita pun akan melihat masalah seperti raksasa yang sulit untuk ditaklukkan. Sebaliknya kalau kita selalu berpikiran sederhana terhadap segala hal, kita akan melihat kehidupan ini menjadi sederhana. Maka "Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Artinya Tuhan menghendaki agar kita berpikiran tidak terlalu tinggi, tetapi yang pantas dan sesuai dengan kadar iman, sehingga kita dapat menguasai diri.
Banyak orang Kristen berpikiran sedemikian tinggi (muluk-muluk) sampai-sampai harus memaksakan diri, dan akhirnya tidak menguasai dirinya. Ini sangat berbahaya!
Rasul Paulus menasihati agar kita menawan segala pikiran dan menaklukkannya dalam Kristus Yesus (baca 2 Korintus 10:5). sehingga yang timbul di dalam pikiran kita hanya hal-hal yang positif dan benar (baca Filipi 4:8).
Sunday, August 28, 2016
WARGA SORGA: Hidup Sesuai Hukum Sorga (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2016
Baca: Roma 6:15-23
"Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal." Roma 6:22
Sebagai warga sorga yang masih tinggal di bumi, bukan berarti kita menjadi seperti alien di hadapan orang-orang, namun justru dalam kapasitas sebagai penduduk bumi Tuhan menuntut kita menjadi garam dan terang bagi dunia, supaya melalui sepak terjang kita nama Tuhan dipermuliakan. Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah memerintahkan orang percaya untuk menjauhi atau memusuhi dunia, tetapi kehendak-Nya atas kita adalah tidak menjadi serupa dengan dunia ini.
Dalam Ibrani 10:6 dikatakan: "Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan." Artinya bukan korban persembahan mati dari tubuh binatang yang tak bercacat cela yang Tuhan kehendaki, melainkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan. Inilah panggilan hidup bagi semua orang percaya! "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1). Jadi ibadah sejati bukan semata-mata rajin ke gereja, tampak sibuk dalam pelayanan atau memberi persembahan dalam jumlah yang besar. Ibadah sejati bagi warga sorgawi adalah 'menyerahkan' tubuh ini kepada Tuhan. Kata tubuh diartikan seluruh keberadaan hidup kita, bukan semata-mata tubuh jasmaniah, sedangkan kata kudus berarti memisahkan atau mengkhususkan tubuh ini hanya untuk Tuhan sepenuhnya. Kemauan kita untuk memisahkan diri dari dosa dan mengkhususkan hidup sepenuhnya untuk Tuhan adalah arti sesungguhnya hidup dalam kekudusan.
Adalah hal yang wajar bila orang dunia menyerahkan tubuhnya untuk kesenangan duniawi, tetapi tubuh orang percaya, yang adalah sebagai warga sorgawi, adalah milik Tuhan sepenuhnya. Maka dari itu kita harus memiliki kehidupan yang selaras dengan kehendak Tuhan sebab kita telah dimerdekakan dari dosa (Roma 6:18).
Menjadi warga sorga berarti menyerahkan seluruh tubuh kepada Tuhan untuk menjadi senjata kebenaran, bukan sebagai sejata kelaliman (baca Roma 6:13).
Baca: Roma 6:15-23
"Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal." Roma 6:22
Sebagai warga sorga yang masih tinggal di bumi, bukan berarti kita menjadi seperti alien di hadapan orang-orang, namun justru dalam kapasitas sebagai penduduk bumi Tuhan menuntut kita menjadi garam dan terang bagi dunia, supaya melalui sepak terjang kita nama Tuhan dipermuliakan. Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah memerintahkan orang percaya untuk menjauhi atau memusuhi dunia, tetapi kehendak-Nya atas kita adalah tidak menjadi serupa dengan dunia ini.
Dalam Ibrani 10:6 dikatakan: "Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan." Artinya bukan korban persembahan mati dari tubuh binatang yang tak bercacat cela yang Tuhan kehendaki, melainkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan. Inilah panggilan hidup bagi semua orang percaya! "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1). Jadi ibadah sejati bukan semata-mata rajin ke gereja, tampak sibuk dalam pelayanan atau memberi persembahan dalam jumlah yang besar. Ibadah sejati bagi warga sorgawi adalah 'menyerahkan' tubuh ini kepada Tuhan. Kata tubuh diartikan seluruh keberadaan hidup kita, bukan semata-mata tubuh jasmaniah, sedangkan kata kudus berarti memisahkan atau mengkhususkan tubuh ini hanya untuk Tuhan sepenuhnya. Kemauan kita untuk memisahkan diri dari dosa dan mengkhususkan hidup sepenuhnya untuk Tuhan adalah arti sesungguhnya hidup dalam kekudusan.
Adalah hal yang wajar bila orang dunia menyerahkan tubuhnya untuk kesenangan duniawi, tetapi tubuh orang percaya, yang adalah sebagai warga sorgawi, adalah milik Tuhan sepenuhnya. Maka dari itu kita harus memiliki kehidupan yang selaras dengan kehendak Tuhan sebab kita telah dimerdekakan dari dosa (Roma 6:18).
Menjadi warga sorga berarti menyerahkan seluruh tubuh kepada Tuhan untuk menjadi senjata kebenaran, bukan sebagai sejata kelaliman (baca Roma 6:13).
Saturday, August 27, 2016
WARGA SORGA: Hidup Sesuai Hukum Sorga (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2016
Baca: Filipi 3:17-21
"Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat," Filipi 3:20
Ketika seseorang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, ia menerima dan mengakui Dia sebagai pemilik dan penguasa kehidupan, berarti ia mengakui pula pemerintahan-Nya sebab semenjak itu ia memiliki status kewargaan baru yaitu kewargaan sorga. Dengan demikian tidak ada 'pemerintahan' lain yang berhak mengatur kehidupannya selain Tuhan melalui kuasa Roh Kudus. Pemerintahan lain yang dimaksudkan adalah penguasa-penguasa, penghulu-penghulu dunia yang gelap dan roh-roh jahat di udara (baca Efesus 6:12). Sebagai warga sorga kita harus taat kepada hukum yang berlaku di Kerajaan Sorga, yaitu firman Tuhan; taat kepada hukum sorga berarti memiliki cara hidup seturut dengan hukum-hukum yang berlaku di Kerajaan Sorga.
Banyak orang Kristen berpikiran bahwa dengan rajin beribadah ke gereja dan turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan ia sudah menunjukkan pengabdian penuh kepada Tuhan dan pemerintahan-Nya, sehingga tidak perlu lagi bertobat. Pertobatan yang dikehendaki Tuhan lebih dari sekedar ibadah dan pelayanan, tetapi "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1), sebab orang percaya sedang dipersiapkan untuk menyambut kedatangan Kristus selaku mempelai pria, maka dari itu kita harus menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh, supaya kedapatan tidak bercacat cela saat mempelai pria itu datang menjemput. Tidak ada istilah main-main atau kompromi lagi dengan dosa! Firman-Nya dengan keras mengatakan: "Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11).
Setiap hari adalah kesempatan bagi kita untuk selalu berbenah diri dengan memerhatikan kerohanian kita secara serius agar lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya. Jangan pernah sekali pun menunda-nunda waktu untuk hidup benar, sebab kita tahu bahwa waktu hidup di dunia ini sangatlah terbatas dan kapan 'jatah' hidup ini berakhir, tak seorang pun yang tahu. (Bersambung)
Baca: Filipi 3:17-21
"Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat," Filipi 3:20
Ketika seseorang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, ia menerima dan mengakui Dia sebagai pemilik dan penguasa kehidupan, berarti ia mengakui pula pemerintahan-Nya sebab semenjak itu ia memiliki status kewargaan baru yaitu kewargaan sorga. Dengan demikian tidak ada 'pemerintahan' lain yang berhak mengatur kehidupannya selain Tuhan melalui kuasa Roh Kudus. Pemerintahan lain yang dimaksudkan adalah penguasa-penguasa, penghulu-penghulu dunia yang gelap dan roh-roh jahat di udara (baca Efesus 6:12). Sebagai warga sorga kita harus taat kepada hukum yang berlaku di Kerajaan Sorga, yaitu firman Tuhan; taat kepada hukum sorga berarti memiliki cara hidup seturut dengan hukum-hukum yang berlaku di Kerajaan Sorga.
Banyak orang Kristen berpikiran bahwa dengan rajin beribadah ke gereja dan turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan ia sudah menunjukkan pengabdian penuh kepada Tuhan dan pemerintahan-Nya, sehingga tidak perlu lagi bertobat. Pertobatan yang dikehendaki Tuhan lebih dari sekedar ibadah dan pelayanan, tetapi "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1), sebab orang percaya sedang dipersiapkan untuk menyambut kedatangan Kristus selaku mempelai pria, maka dari itu kita harus menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh, supaya kedapatan tidak bercacat cela saat mempelai pria itu datang menjemput. Tidak ada istilah main-main atau kompromi lagi dengan dosa! Firman-Nya dengan keras mengatakan: "Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11).
Setiap hari adalah kesempatan bagi kita untuk selalu berbenah diri dengan memerhatikan kerohanian kita secara serius agar lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya. Jangan pernah sekali pun menunda-nunda waktu untuk hidup benar, sebab kita tahu bahwa waktu hidup di dunia ini sangatlah terbatas dan kapan 'jatah' hidup ini berakhir, tak seorang pun yang tahu. (Bersambung)
Friday, August 26, 2016
MILIKILAH MOTIVASI YANG BENAR!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2016
Baca: Yeremia 17:1-10
"Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya." Yeremia 17:10
Setiap orang pasti memiliki motivasi dalam melakukan segala sesuatu. Apa itu motivasi? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, motivasi adalah kecenderungan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar melakukan tindakan dengan tujuan tertentu; usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau kelompok orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah kekuatan yang melatarbelakangi perencanaan, keputusan, pilihan dan tindakan seseorang. Kekuatan inilah yang memberi semangat dan gairah mengerjakan segala hal, baik positif maupun negatif.
Motivasi berbicara tentang sikap hati seseorang dan inilah yang Tuhan perhatikan dalam diri seseorang ketika melakukan segala sesuatu, karena Ia melihat hati, bukan apa yang tampak secara kasat mata. Ayat nas jelas menyatakan bahwa Tuhan menyelidiki hati dan menguji batin, "...dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Maka dari itu kita harus selalu menjaga motivasi secara benar dalam mengerjakan apa pun: pekerjaan, relationship dengan sesama, amat terlebih dalam melayani Tuhan, sebab motivasi yang ada dalam hati secara otomatis memengaruhi pikiran, tindakan, perilaku dan reaksi kita. Kalau motivasi kita benar semua yang kita hasilkan adalah benar dan bisa menjadi berkat bagi orang lain. Demikian pula sebaliknya!
Adalah tidak mudah kita mengerti motivasi dalam diri seseorang, sebab motivasi dapat dibalut atau disembunyikan secara rapi di balik sikap, perilaku ataupun tindakan. Hingga detik ini ada banyak orang yang memiliki motivasi tidak benar dalam membangun hubungan/relasi dengan sesamanya: karena uang, kepentingan tertentu atau modus terselubung, bukan didasari ketulusan dan kemurnian hati. Bahkan tidak sedikit orang Kristen dan juga hamba-hamba Tuhan tampak aktif melayani pekerjaan Tuhan karena alasan-alasan tertentu: uang, materi, mencari jodoh, supaya terkenal atau ingin mendapatkan pujian dan hormat dari sesamanya!
Tuhan mengetahui rahasia hati setiap orang, karena itu berhati-hatilah!
Baca: Yeremia 17:1-10
"Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya." Yeremia 17:10
Setiap orang pasti memiliki motivasi dalam melakukan segala sesuatu. Apa itu motivasi? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, motivasi adalah kecenderungan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar melakukan tindakan dengan tujuan tertentu; usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau kelompok orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah kekuatan yang melatarbelakangi perencanaan, keputusan, pilihan dan tindakan seseorang. Kekuatan inilah yang memberi semangat dan gairah mengerjakan segala hal, baik positif maupun negatif.
Motivasi berbicara tentang sikap hati seseorang dan inilah yang Tuhan perhatikan dalam diri seseorang ketika melakukan segala sesuatu, karena Ia melihat hati, bukan apa yang tampak secara kasat mata. Ayat nas jelas menyatakan bahwa Tuhan menyelidiki hati dan menguji batin, "...dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Maka dari itu kita harus selalu menjaga motivasi secara benar dalam mengerjakan apa pun: pekerjaan, relationship dengan sesama, amat terlebih dalam melayani Tuhan, sebab motivasi yang ada dalam hati secara otomatis memengaruhi pikiran, tindakan, perilaku dan reaksi kita. Kalau motivasi kita benar semua yang kita hasilkan adalah benar dan bisa menjadi berkat bagi orang lain. Demikian pula sebaliknya!
Adalah tidak mudah kita mengerti motivasi dalam diri seseorang, sebab motivasi dapat dibalut atau disembunyikan secara rapi di balik sikap, perilaku ataupun tindakan. Hingga detik ini ada banyak orang yang memiliki motivasi tidak benar dalam membangun hubungan/relasi dengan sesamanya: karena uang, kepentingan tertentu atau modus terselubung, bukan didasari ketulusan dan kemurnian hati. Bahkan tidak sedikit orang Kristen dan juga hamba-hamba Tuhan tampak aktif melayani pekerjaan Tuhan karena alasan-alasan tertentu: uang, materi, mencari jodoh, supaya terkenal atau ingin mendapatkan pujian dan hormat dari sesamanya!
Tuhan mengetahui rahasia hati setiap orang, karena itu berhati-hatilah!
Thursday, August 25, 2016
MENGELOLA BERKAT TUHAN DENGAN BAIK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2016
Baca: Amsal 24:3-7
"Karena hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang, dan kemenangan tergantung pada penasihat yang banyak." Amsal 24:6
Ada faktor yang seringkali menjadi penyebab orang mengalami kesulitan dalam perekonomian, hidup dalam kekurangan, atau tidak hidup dalam kelimpahan adalah ketidakmampuannya mengelola keuangan secara benar. Masalahnya bukan terletak pada besar kecilnya pendapatan, atau berkat Tuhan yang kurang, tetapi terlebih pada pengaturan berkat atau uang. Tidak sedikit orang terjerat utang dan selalu hidup dalam kekurangan, karena 'besar pasak daripada tiang'. "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10). Kalau kita setia dalam perkara kecil kita pun akan setia dalam perkara yang besar. Tetapi kalau dalam perkara kecil saja kita tidak setia, bagaimana mungkin kita dapat dipercaya untuk perkara-perkara yang lebih besar lagi?
Tuhan mau kita setia dalam hal mengelola keuangan, sebab kemampuan kita mengelola uang atau berkat Tuhan akan menentukan sejauh mana kepercayaan Tuhan kepada kita untuk hal lain yang lebih besar. Ingatlah bahwa uang yang ada pada kita bukanlah milik kita sendiri, tetapi milik Tuhan yang dipercayakan kepada kita. Karena itu dalam mengelola keuangan yang terpenting adalah bukan apa yang kita mau, tetapi apa yang Tuhan mau.
Inilah kemauan Tuhan: 1. Taat persepuluhan. Persepuluhan adalah tindakan mengembalikan milik Tuhan. "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:10). 2. Buatlah anggaran sesuai prioritas. Kita benar-benar mengutamakan kebutuhan, bukan sekedar menuruti keinginan. Dengan demikian kita tidak akan bergaya hidup konsumerisme/konsumtif, tetapi memiliki gaya hidup hemat dan sederhana. "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. (1 Timotius 6:6).
Tidak ingin hidup kekurangan? Bijaklah mengelola berkat Tuhan.
Baca: Amsal 24:3-7
"Karena hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang, dan kemenangan tergantung pada penasihat yang banyak." Amsal 24:6
Ada faktor yang seringkali menjadi penyebab orang mengalami kesulitan dalam perekonomian, hidup dalam kekurangan, atau tidak hidup dalam kelimpahan adalah ketidakmampuannya mengelola keuangan secara benar. Masalahnya bukan terletak pada besar kecilnya pendapatan, atau berkat Tuhan yang kurang, tetapi terlebih pada pengaturan berkat atau uang. Tidak sedikit orang terjerat utang dan selalu hidup dalam kekurangan, karena 'besar pasak daripada tiang'. "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10). Kalau kita setia dalam perkara kecil kita pun akan setia dalam perkara yang besar. Tetapi kalau dalam perkara kecil saja kita tidak setia, bagaimana mungkin kita dapat dipercaya untuk perkara-perkara yang lebih besar lagi?
Tuhan mau kita setia dalam hal mengelola keuangan, sebab kemampuan kita mengelola uang atau berkat Tuhan akan menentukan sejauh mana kepercayaan Tuhan kepada kita untuk hal lain yang lebih besar. Ingatlah bahwa uang yang ada pada kita bukanlah milik kita sendiri, tetapi milik Tuhan yang dipercayakan kepada kita. Karena itu dalam mengelola keuangan yang terpenting adalah bukan apa yang kita mau, tetapi apa yang Tuhan mau.
Inilah kemauan Tuhan: 1. Taat persepuluhan. Persepuluhan adalah tindakan mengembalikan milik Tuhan. "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:10). 2. Buatlah anggaran sesuai prioritas. Kita benar-benar mengutamakan kebutuhan, bukan sekedar menuruti keinginan. Dengan demikian kita tidak akan bergaya hidup konsumerisme/konsumtif, tetapi memiliki gaya hidup hemat dan sederhana. "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. (1 Timotius 6:6).
Tidak ingin hidup kekurangan? Bijaklah mengelola berkat Tuhan.
Wednesday, August 24, 2016
KUNCI HIDUP BERKELIMPAHAN (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2016
Baca: Ulangan 15:1-11
"Jika sekiranya ada di antaramu seorang miskin, salah seorang saudaramu di dalam salah satu tempatmu, di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau menegarkan hati ataupun menggenggam tangan terhadap saudaramu yang miskin itu," Ulangan 15:7
Sebagaimana Tuhan memberkati Abraham dengan tujuan supaya Abraham menjadi berkat bagi bangsa-bangsa, demikian pula Tuhan tidak mau hanya sekedar memberkati hidup kita, tetapi Ia merancang suatu kehidupan yang berkelimpahan supaya kita dapat berbuat sesuatu bagi orang lain, menjadi berkat bagi sesama, dan dapat mendukung pekerjaan-Nya di muka bumi ini. "Sebab orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu." (ayat 11).
Perlu diketahui bahwa Tuhan menempatkan hukum-hukum tertentu di dunia ini yang bekerja demi kepentingan kita, salah satunya adalah hukum menabur-menuai. Inilah yang kurang dipahami banyak orang Kristen bahwa kunci lain untuk mengalami hidup berkelimpahan adalah dengan menabur. Ada prinsip yang terkandung di dalam benih yaitu benih menggandakan dirinya sendiri. Contoh: Ketika kita menabur sebutir biji jagung, satu batang jagung dari biji tersebut dapat menghasilkan tiga atau empat buah jagung, dan setiap buah jagung mungkin mempunyai ratusan atau ribuan butir biji jagung. Hal itu menunjukkan bahwa di dalam benih itu sendiri terdapat kuasa mereproduksi dirinya di dalam buah, dan dalam buah tersebut terdapat biji yang dapat ditanam untuk menghasilkan lebih banyak buah lagi.
Demikian juga ketika kita menabur untuk sesama dan juga bagi pekerjaan Tuhan, apakah menabur waktu, tenaga, pikiran, kasih, perhatian, materi atau apa pun, pada saatnya kita pasti akan menuai, sebab "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." (Galatia 6:7b). Memang, secara matematis ketika kita menabur yang kita punyai berkurang atau merugi, itulah sebabnya orang memilih menjadi pelit atau kikir, lebih suka menerima daripada memberi, menutup mata dan tidak peduli terhadap sesama.
"Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan," Amsal 11:25
Baca: Ulangan 15:1-11
"Jika sekiranya ada di antaramu seorang miskin, salah seorang saudaramu di dalam salah satu tempatmu, di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau menegarkan hati ataupun menggenggam tangan terhadap saudaramu yang miskin itu," Ulangan 15:7
Sebagaimana Tuhan memberkati Abraham dengan tujuan supaya Abraham menjadi berkat bagi bangsa-bangsa, demikian pula Tuhan tidak mau hanya sekedar memberkati hidup kita, tetapi Ia merancang suatu kehidupan yang berkelimpahan supaya kita dapat berbuat sesuatu bagi orang lain, menjadi berkat bagi sesama, dan dapat mendukung pekerjaan-Nya di muka bumi ini. "Sebab orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu." (ayat 11).
Perlu diketahui bahwa Tuhan menempatkan hukum-hukum tertentu di dunia ini yang bekerja demi kepentingan kita, salah satunya adalah hukum menabur-menuai. Inilah yang kurang dipahami banyak orang Kristen bahwa kunci lain untuk mengalami hidup berkelimpahan adalah dengan menabur. Ada prinsip yang terkandung di dalam benih yaitu benih menggandakan dirinya sendiri. Contoh: Ketika kita menabur sebutir biji jagung, satu batang jagung dari biji tersebut dapat menghasilkan tiga atau empat buah jagung, dan setiap buah jagung mungkin mempunyai ratusan atau ribuan butir biji jagung. Hal itu menunjukkan bahwa di dalam benih itu sendiri terdapat kuasa mereproduksi dirinya di dalam buah, dan dalam buah tersebut terdapat biji yang dapat ditanam untuk menghasilkan lebih banyak buah lagi.
Demikian juga ketika kita menabur untuk sesama dan juga bagi pekerjaan Tuhan, apakah menabur waktu, tenaga, pikiran, kasih, perhatian, materi atau apa pun, pada saatnya kita pasti akan menuai, sebab "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." (Galatia 6:7b). Memang, secara matematis ketika kita menabur yang kita punyai berkurang atau merugi, itulah sebabnya orang memilih menjadi pelit atau kikir, lebih suka menerima daripada memberi, menutup mata dan tidak peduli terhadap sesama.
"Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan," Amsal 11:25
Tuesday, August 23, 2016
KUNCI HIDUP BERKELIMPAHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2016
Baca: Ulangan 28:1-14
"Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu:" Ulangan 28:2
Karena karya Kristus di kayu salib setiap orang percaya mengalami pemulihan, salah satunya pemulihan dalam bidang ekonomi. "Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain," (Galatia 3:14).
Jadi oleh iman di dalam Kristus kita menjadi orang-orang yang berhak menerima janji berkat Tuhan di dalam hidup kita, sebagaimana yang dijanjikan oleh Tuhan kepada Abraham; dan kunci untuk mengalami penggenapan janji Tuhan (hidup dalam kelimpahan) adalah taat melakukan kehendak-Nya, sebagaimana Abraham taat terlebih dahulu sebelum ia memperoleh berkat-berkat Tuhan. "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi." (Ulangan 28:1).
Banyak orang Kristen seringkali mengomel dan bersungut-sungut, "Katanya Tuhan menjanjikan hidup berkelimpahan, mana buktinya? Aku sudah lama menjadi Kristen, tapi keadaan ekonomiku tetap saja pas-pasan, tidak ada perubahan sama sekali." Jangan langsung menyalahkan Tuhan! Hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri. Sudahkah kita baik-baik mendengarkan suara Tuhan dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya? Ini berbicara tentang ketaatan: tinggal di dalam firman Tuhan dan memraktekkan firman tersebut dalam kehidupan sehari-hari. "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Tidak perlu ke mana-mana dan tidak perlu pusing-pusing, Alkitab adalah buku terbaik yang menuntun semua orang kepada hidup berkelimpahan. Apa saja yang kita kerjakan di segala bidang kehidupan ini (usaha, bisnis, karir, studi, rumah tangga) akan dijadikan berhasil asal kita mengikuti petunjuk firman Tuhan, bukan mengikuti kehendak diri sendiri, sebab "Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya." (Amsal 10:22).
Kalau kita taat kepada Tuhan, segala berkat akan datang kepada kita, bukan kita yang bersusah payah mengejar berkat!
Baca: Ulangan 28:1-14
"Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu:" Ulangan 28:2
Karena karya Kristus di kayu salib setiap orang percaya mengalami pemulihan, salah satunya pemulihan dalam bidang ekonomi. "Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain," (Galatia 3:14).
Jadi oleh iman di dalam Kristus kita menjadi orang-orang yang berhak menerima janji berkat Tuhan di dalam hidup kita, sebagaimana yang dijanjikan oleh Tuhan kepada Abraham; dan kunci untuk mengalami penggenapan janji Tuhan (hidup dalam kelimpahan) adalah taat melakukan kehendak-Nya, sebagaimana Abraham taat terlebih dahulu sebelum ia memperoleh berkat-berkat Tuhan. "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi." (Ulangan 28:1).
Banyak orang Kristen seringkali mengomel dan bersungut-sungut, "Katanya Tuhan menjanjikan hidup berkelimpahan, mana buktinya? Aku sudah lama menjadi Kristen, tapi keadaan ekonomiku tetap saja pas-pasan, tidak ada perubahan sama sekali." Jangan langsung menyalahkan Tuhan! Hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri. Sudahkah kita baik-baik mendengarkan suara Tuhan dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya? Ini berbicara tentang ketaatan: tinggal di dalam firman Tuhan dan memraktekkan firman tersebut dalam kehidupan sehari-hari. "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Tidak perlu ke mana-mana dan tidak perlu pusing-pusing, Alkitab adalah buku terbaik yang menuntun semua orang kepada hidup berkelimpahan. Apa saja yang kita kerjakan di segala bidang kehidupan ini (usaha, bisnis, karir, studi, rumah tangga) akan dijadikan berhasil asal kita mengikuti petunjuk firman Tuhan, bukan mengikuti kehendak diri sendiri, sebab "Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya." (Amsal 10:22).
Kalau kita taat kepada Tuhan, segala berkat akan datang kepada kita, bukan kita yang bersusah payah mengejar berkat!
Monday, August 22, 2016
KUNCI HIDUP BERKELIMPAHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2016
Baca: Ulangan 28:1-14
"TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaan-Nya yang melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman." Ulangan 28:12
Menjadi kaya atau hidup berkelimpahan adalah impian sebagian besar orang di dunia ini, karena itu berbagai upaya mereka lakukan untuk mewujudkan impian tersebut. Ketika ada seminar-seminar yang bertemakan kekayaan, semisal 'Bagaimana menjadi kaya dalam waktu singkat?' pastilah orang datang berbondong-bondong hadir ke seminar itu, dengan harapan mereka memperoleh tips untuk menjadi kaya secara cepat. Begitu pula buku-buku referensi yang bertemakan kiat-kiat menjadi kaya atau cara mudah menjadi kaya pasti ludes terjual karena banyak sekali peminatnya. Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung mereka menjadikan kekayaan duniawi sebagai tujuan utama dalam hidup, karena itu mereka berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya di bumi, padahal "...di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19). Kekayaan rohani pun mereka abaikan karena fokus utamanya mengejar kekayaan duniawi.
Alkitab menyatakan, "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10). Hidup dalam kelimpahan adalah rancangan Tuhan bagi kehidupan orang percaya! Banyak orang Kristen mengartikan hidup dalam kelimpahan berarti kelancaran di bidang keuangan saja, atau menjadi kaya dalam hal materi. Hidup dalam kelimpahan bukan semata-mata berbicara tentang uang, harta/kekayaan, tapi memiliki makna yang sangat luas yaitu segala aspek kehidupan (jasmani dan rohani): keselamatan, kesembuhan, keamanan, perlindungan, damai sejahtera, sukacita, hidup yang menjadi berkat bagi orang lain dan sebagainya, sedangkan berkat secara materi itu adalah bonusnya. Ketika Tuhan Yesus mati di kayu salib dan mencurahkan darah-Nya bagi kita, maka dosa-dosa kita ditebus oleh-Nya, segala kelemahan dan sakit-penyakit kita ditanggung-Nya, dan sebagainya, sedangkan berkat secara materi itu adalah bonusnya. Ketika Tuhan Yesus mati di kayu salib dan mencurahkan darah-Nya bagi kita, maka dosa-dosa kita ditebus oleh-Nya, segala kelemahan dan sakit-penyakit kita ditanggung-Nya, dan kita pun dibebaskan dari segala macam kutuk: kutuk kemiskinan, kutuk sakit-penyakit dan sebagainya. (Bersambung)
Baca: Ulangan 28:1-14
"TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaan-Nya yang melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman." Ulangan 28:12
Menjadi kaya atau hidup berkelimpahan adalah impian sebagian besar orang di dunia ini, karena itu berbagai upaya mereka lakukan untuk mewujudkan impian tersebut. Ketika ada seminar-seminar yang bertemakan kekayaan, semisal 'Bagaimana menjadi kaya dalam waktu singkat?' pastilah orang datang berbondong-bondong hadir ke seminar itu, dengan harapan mereka memperoleh tips untuk menjadi kaya secara cepat. Begitu pula buku-buku referensi yang bertemakan kiat-kiat menjadi kaya atau cara mudah menjadi kaya pasti ludes terjual karena banyak sekali peminatnya. Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung mereka menjadikan kekayaan duniawi sebagai tujuan utama dalam hidup, karena itu mereka berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya di bumi, padahal "...di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19). Kekayaan rohani pun mereka abaikan karena fokus utamanya mengejar kekayaan duniawi.
Alkitab menyatakan, "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10). Hidup dalam kelimpahan adalah rancangan Tuhan bagi kehidupan orang percaya! Banyak orang Kristen mengartikan hidup dalam kelimpahan berarti kelancaran di bidang keuangan saja, atau menjadi kaya dalam hal materi. Hidup dalam kelimpahan bukan semata-mata berbicara tentang uang, harta/kekayaan, tapi memiliki makna yang sangat luas yaitu segala aspek kehidupan (jasmani dan rohani): keselamatan, kesembuhan, keamanan, perlindungan, damai sejahtera, sukacita, hidup yang menjadi berkat bagi orang lain dan sebagainya, sedangkan berkat secara materi itu adalah bonusnya. Ketika Tuhan Yesus mati di kayu salib dan mencurahkan darah-Nya bagi kita, maka dosa-dosa kita ditebus oleh-Nya, segala kelemahan dan sakit-penyakit kita ditanggung-Nya, dan sebagainya, sedangkan berkat secara materi itu adalah bonusnya. Ketika Tuhan Yesus mati di kayu salib dan mencurahkan darah-Nya bagi kita, maka dosa-dosa kita ditebus oleh-Nya, segala kelemahan dan sakit-penyakit kita ditanggung-Nya, dan kita pun dibebaskan dari segala macam kutuk: kutuk kemiskinan, kutuk sakit-penyakit dan sebagainya. (Bersambung)
Sunday, August 21, 2016
PRINSIP KERJA ORANG PERCAYA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2016
Baca: Kolose 3:22-25
"Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." Kolose 3:24
Mengapa banyak orang mudah sekali mengeluh dan bersungut-sungut dalam bekerja? Karena mereka menganggap bekerja adalah kewajiban rutin yang harus dilakukan di jam-jam kerja, sehingga begitu menghadapi tugas yang banyak, deadline atau mendapatkan kesibukan dengan intensitas tinggi mereka pun langsung mengeluh, bersungut-sungut dan marah. Ketika menghadapi masalah berat mereka langsung kehilangan semangat atau gairah kerja, apalagi kalau hak-haknya sebagai pekerja tidak dipenuhi. Jika etos kerja orang percaya seperti itu apa bedanya kita dengan orang-orang di luar Tuhan?
Cara pandang kita terhadap pekerjaan akan menentukan kinerja kita. Jika kita menyadari bahwa pekerjaan adalah sebuah anugerah dari Tuhan, maka apa pun model atau jenis pekerjaan yang dipercayakan pada kita akan kita lakukan dengan penuh ucapan syukur, sebab melalui pekerjaan inilah Tuhan memelihara hidup kita. "...dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (ayat nas). Melalui gaji atau upah yang diterima kita dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan selain upah, melalui pekerjaan kita Tuhan memberikan berkat dalam bentuk lain: bonus, jabatan (kepercayaan), fasilitas dan sebagainya; dan melalui pekerjaan tersebut kita pun dapat mengembangkan atau memaksimalkan potensi atau talenta yang dimiliki. Karena itu Tuhan menghendaki supaya kita bekerja dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab, seperti hamba yang memperoleh 2 dan 5 talenta.
Maka, orang Kristen yang bekerja seharusnya tidak bekerja asal-asalan atau bermalas-malasan, walaupun sering dijumpai ada yang tampak bekerja giat hanya ketika ada pemimpin...begitu pemimpin tidak berada di tempat mereka pun semburat ke mana-mana dan bekerja sekehendak hati. "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." (Kolose 3:22).
Sebagai pekerja Kristen kita harus menunjukkan keunggulan dalam segala aspek yang dikerjakan, supaya nama Tuhan dipermuliakan melalui kehidupan kita!
Baca: Kolose 3:22-25
"Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." Kolose 3:24
Mengapa banyak orang mudah sekali mengeluh dan bersungut-sungut dalam bekerja? Karena mereka menganggap bekerja adalah kewajiban rutin yang harus dilakukan di jam-jam kerja, sehingga begitu menghadapi tugas yang banyak, deadline atau mendapatkan kesibukan dengan intensitas tinggi mereka pun langsung mengeluh, bersungut-sungut dan marah. Ketika menghadapi masalah berat mereka langsung kehilangan semangat atau gairah kerja, apalagi kalau hak-haknya sebagai pekerja tidak dipenuhi. Jika etos kerja orang percaya seperti itu apa bedanya kita dengan orang-orang di luar Tuhan?
Cara pandang kita terhadap pekerjaan akan menentukan kinerja kita. Jika kita menyadari bahwa pekerjaan adalah sebuah anugerah dari Tuhan, maka apa pun model atau jenis pekerjaan yang dipercayakan pada kita akan kita lakukan dengan penuh ucapan syukur, sebab melalui pekerjaan inilah Tuhan memelihara hidup kita. "...dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (ayat nas). Melalui gaji atau upah yang diterima kita dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan selain upah, melalui pekerjaan kita Tuhan memberikan berkat dalam bentuk lain: bonus, jabatan (kepercayaan), fasilitas dan sebagainya; dan melalui pekerjaan tersebut kita pun dapat mengembangkan atau memaksimalkan potensi atau talenta yang dimiliki. Karena itu Tuhan menghendaki supaya kita bekerja dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab, seperti hamba yang memperoleh 2 dan 5 talenta.
Maka, orang Kristen yang bekerja seharusnya tidak bekerja asal-asalan atau bermalas-malasan, walaupun sering dijumpai ada yang tampak bekerja giat hanya ketika ada pemimpin...begitu pemimpin tidak berada di tempat mereka pun semburat ke mana-mana dan bekerja sekehendak hati. "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." (Kolose 3:22).
Sebagai pekerja Kristen kita harus menunjukkan keunggulan dalam segala aspek yang dikerjakan, supaya nama Tuhan dipermuliakan melalui kehidupan kita!
Saturday, August 20, 2016
PRINSIP KERJA ORANG PERCAYA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2016
Baca: Pengkhotbah 9:1-12
"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." Pengkhotbah 9:10
Tahun demi tahun tingkat persaingan antarmanusia akan semakin ketat. Pertanyaan: siapakah kita menghadapi persaingan yang tampak jelas di depan mata? Terlebih-lebih dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan Asia Tenggara dan membentuk kawasan ekonomi antarnegara ASEAN yang kuat. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka arus barang, jasa, investasi, modal dan juga skilled labour menjadi bebas hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu setiap individu harus meningkatkan kapabilitas diri agar dapat bersaing...jika tidak, cepat atau lambat kita pasti akan tersingkir. Salah satu cara adalah berbenah diri dalam hal pekerjaan, artinya kita tidak bisa bekerja asal-asalan lagi, sebaliknya kita harus meningkatkan kinerja kita: bekerja lebih sungguh-sungguh agar menghasilkan karya yang berkualitas. Rasul Paulus menasihati bahwa prinsip kerja orang percaya seharusnya diarahkan untuk kemuliaan nama Tuhan. "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita." (Kolose 3:17).
Bila segala sesuatu kita arahkan untuk kemuliaan nama Tuhan, apa pun profesi dan di mana pun kita bekerja kita akan menjunjung tinggi profesionalisme kerja dalam wujud dedikasi, loyalitas dan integritas di lingkungan pekerjaan: setia, patuh dan tunduk terhadap job description yang ditentukan baginya. Bagi orang percaya, seharusnya dunia kerja menjadi salah satu arena terbaik untuk melayani Tuhan dan bersaksi kepada orang lain. Jadi tugas apa pun yang dipercayakan marilah kita lakukan dengan sepenuh hati, jangan mengeluh, bersungut-sungut atau mengomel.
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Baca: Pengkhotbah 9:1-12
"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." Pengkhotbah 9:10
Tahun demi tahun tingkat persaingan antarmanusia akan semakin ketat. Pertanyaan: siapakah kita menghadapi persaingan yang tampak jelas di depan mata? Terlebih-lebih dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan Asia Tenggara dan membentuk kawasan ekonomi antarnegara ASEAN yang kuat. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka arus barang, jasa, investasi, modal dan juga skilled labour menjadi bebas hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu setiap individu harus meningkatkan kapabilitas diri agar dapat bersaing...jika tidak, cepat atau lambat kita pasti akan tersingkir. Salah satu cara adalah berbenah diri dalam hal pekerjaan, artinya kita tidak bisa bekerja asal-asalan lagi, sebaliknya kita harus meningkatkan kinerja kita: bekerja lebih sungguh-sungguh agar menghasilkan karya yang berkualitas. Rasul Paulus menasihati bahwa prinsip kerja orang percaya seharusnya diarahkan untuk kemuliaan nama Tuhan. "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita." (Kolose 3:17).
Bila segala sesuatu kita arahkan untuk kemuliaan nama Tuhan, apa pun profesi dan di mana pun kita bekerja kita akan menjunjung tinggi profesionalisme kerja dalam wujud dedikasi, loyalitas dan integritas di lingkungan pekerjaan: setia, patuh dan tunduk terhadap job description yang ditentukan baginya. Bagi orang percaya, seharusnya dunia kerja menjadi salah satu arena terbaik untuk melayani Tuhan dan bersaksi kepada orang lain. Jadi tugas apa pun yang dipercayakan marilah kita lakukan dengan sepenuh hati, jangan mengeluh, bersungut-sungut atau mengomel.
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Friday, August 19, 2016
BEKERJALAH...JANGAN MALAS!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2016
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu." 2 Tesalonika 3:7-8
Alkitab menyatakan bahwa bekerja adalah perintah Tuhan bagi manusia sejak dari semula: "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." (Kejadian 2:15).
Kata mengusahakan dan memelihara merujuk kepada suatu pekerjaan yang harus dilakukan. Jadi bekerja bukan semata-mata konsekuensi atas pelanggaran manusia dan demi kelangsungan hidup (baca Kejadian 3:16-19). Pada hakekatnya pekerjaan adalah aspek fundamental yang harus dilakukan manusia karena merupakan perintah Tuhan yang harus ditaati. Tuhan Yesus mengatakan, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Penegasan Tuhan Yesus mengenai diri-Nya yang bekerja sampai sekarang membuktikan bahwa Dia adalah pekerja yang aktif. Secara implisit dapat dimaknai sebagai perintah kepada setiap orang percaya untuk bekerja, bukan hanya berpangku tangan atau bermalas-malasan.
Salomo pun menulis tentang hukum kerja, di antaranya adalah: "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan..." (Amsal 14:23), dan "Siapa mengerjakan tanahnya, akan kenyang dengan makanan..." (Amsal 12:11). Hal ini menunjukkan bahwa Salomo memberi apresiasi tinggi bagi orang yang mau bekerja. Sebaliknya ia sangat tidak simpatik terhadap orang-orang yang malas bekerja (baca Amsal 18:9; Amsal 6:6; Amsal 13:4; Amsal 21:25 dsb). Rasul Paulus, seorang hamba Tuhan besar, pun memberikan teladan kepada semua orang dengan bekerja membuat kemah untuk menyokong kehidupannya dan pelayanan pemberitaan Injil (baca Kisah 18:3). Karena itu ia sangat mengecam keras orang yang memilih dan memutuskan untuk tidak bekerja, padahal secara fisik masih kuat, terlebih-lebih mereka yang menggantungkan hidup kepada sesamanya, alias menjadi benalu: "...jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10).
Selagi usia kita masih produktif dan fisik masih mampu, mari bekerja dengan giat!
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu." 2 Tesalonika 3:7-8
Alkitab menyatakan bahwa bekerja adalah perintah Tuhan bagi manusia sejak dari semula: "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." (Kejadian 2:15).
Kata mengusahakan dan memelihara merujuk kepada suatu pekerjaan yang harus dilakukan. Jadi bekerja bukan semata-mata konsekuensi atas pelanggaran manusia dan demi kelangsungan hidup (baca Kejadian 3:16-19). Pada hakekatnya pekerjaan adalah aspek fundamental yang harus dilakukan manusia karena merupakan perintah Tuhan yang harus ditaati. Tuhan Yesus mengatakan, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Penegasan Tuhan Yesus mengenai diri-Nya yang bekerja sampai sekarang membuktikan bahwa Dia adalah pekerja yang aktif. Secara implisit dapat dimaknai sebagai perintah kepada setiap orang percaya untuk bekerja, bukan hanya berpangku tangan atau bermalas-malasan.
Salomo pun menulis tentang hukum kerja, di antaranya adalah: "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan..." (Amsal 14:23), dan "Siapa mengerjakan tanahnya, akan kenyang dengan makanan..." (Amsal 12:11). Hal ini menunjukkan bahwa Salomo memberi apresiasi tinggi bagi orang yang mau bekerja. Sebaliknya ia sangat tidak simpatik terhadap orang-orang yang malas bekerja (baca Amsal 18:9; Amsal 6:6; Amsal 13:4; Amsal 21:25 dsb). Rasul Paulus, seorang hamba Tuhan besar, pun memberikan teladan kepada semua orang dengan bekerja membuat kemah untuk menyokong kehidupannya dan pelayanan pemberitaan Injil (baca Kisah 18:3). Karena itu ia sangat mengecam keras orang yang memilih dan memutuskan untuk tidak bekerja, padahal secara fisik masih kuat, terlebih-lebih mereka yang menggantungkan hidup kepada sesamanya, alias menjadi benalu: "...jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10).
Selagi usia kita masih produktif dan fisik masih mampu, mari bekerja dengan giat!
Thursday, August 18, 2016
MENGISI KEMERDEKAAN: Tanggung Jawab Bersama
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2016
Baca: 1 Petrus 2:11-17
"Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah." 1 Petrus 2:16
Tanggung jawab mengisi kemerdekaan ada di pundak semua masyarakat Indonesia, karena itu kita semua harus bersatu-padu, bahu-membahu dan bergotong-royong mengisi kemerdekaan demi terwujudnya cita-cita bangsa. Masyarakat yang adil dan makmur hanya akan menjadi slogan apabila para wakil rakyat yang duduk di kursi pemerintahan hanya bekerja untuk kepentingan pribadi atau golongannya sendiri, terlebih-lebih mereka yang menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan untuk memerkaya diri sendiri dengan melakukan tindakan yang sangat memalukan dan tidak terpuji yaitu korupsi: bukti bahwa mereka telah memergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa (baca Galatia 5:13). Karena itu ada banyak sekali PR (pekerjaan rumah) yang belum dan harus diselesaikan oleh para pemimpin di negeri ini!
Pada perayaan kemerdekaan Indonesia ke-70 tahun lalu, Presiden RI Joko Widodo telah menyanangkan gerakan 'Ayo Kerja'. Gerakan ini merupakan satu langkah besar untuk mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka dalam arti yang sesungguhnya. Dengan adanya gerakan 'Ayo Kerja' ini maka semua warga Indonesia memiliki tanggung jawab untuk berbuat sesuatu bagi bangsa ini sesuai dengan kemampuan di bidangnya masing-masing. John Fitzgerald Kennedy, presiden Amerika Serikat yang ke-35 dalam pidatonya mengatakan: "Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu." Quote ini terdengar sangat sederhana namun mengandung makna yang sangat mendalam. Ini berbicara tentang komitmen dan tanggung jawab seluruh warga negara untuk berkontribusi bagi bangsa!
Inilah hal terpenting yang harus kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan. Dengan peringatan kemerdekaan RI yang ke-71 ini bukan berarti perjuangan bangsa Indonesia sudah selesai, justru tantangan baru ada di depan mata. Sebagai warga negara yang baik kita harus peka melihat keadaan negeri ini yang akhir-akhir ini mengalami keterpurukan di berbagai bidang kehidupan!
Mari kita isi kemerdekaan ini dengan tidak berhenti berkarya bagi bangsa!
Baca: 1 Petrus 2:11-17
"Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah." 1 Petrus 2:16
Tanggung jawab mengisi kemerdekaan ada di pundak semua masyarakat Indonesia, karena itu kita semua harus bersatu-padu, bahu-membahu dan bergotong-royong mengisi kemerdekaan demi terwujudnya cita-cita bangsa. Masyarakat yang adil dan makmur hanya akan menjadi slogan apabila para wakil rakyat yang duduk di kursi pemerintahan hanya bekerja untuk kepentingan pribadi atau golongannya sendiri, terlebih-lebih mereka yang menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan untuk memerkaya diri sendiri dengan melakukan tindakan yang sangat memalukan dan tidak terpuji yaitu korupsi: bukti bahwa mereka telah memergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa (baca Galatia 5:13). Karena itu ada banyak sekali PR (pekerjaan rumah) yang belum dan harus diselesaikan oleh para pemimpin di negeri ini!
Pada perayaan kemerdekaan Indonesia ke-70 tahun lalu, Presiden RI Joko Widodo telah menyanangkan gerakan 'Ayo Kerja'. Gerakan ini merupakan satu langkah besar untuk mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka dalam arti yang sesungguhnya. Dengan adanya gerakan 'Ayo Kerja' ini maka semua warga Indonesia memiliki tanggung jawab untuk berbuat sesuatu bagi bangsa ini sesuai dengan kemampuan di bidangnya masing-masing. John Fitzgerald Kennedy, presiden Amerika Serikat yang ke-35 dalam pidatonya mengatakan: "Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu." Quote ini terdengar sangat sederhana namun mengandung makna yang sangat mendalam. Ini berbicara tentang komitmen dan tanggung jawab seluruh warga negara untuk berkontribusi bagi bangsa!
Inilah hal terpenting yang harus kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan. Dengan peringatan kemerdekaan RI yang ke-71 ini bukan berarti perjuangan bangsa Indonesia sudah selesai, justru tantangan baru ada di depan mata. Sebagai warga negara yang baik kita harus peka melihat keadaan negeri ini yang akhir-akhir ini mengalami keterpurukan di berbagai bidang kehidupan!
Mari kita isi kemerdekaan ini dengan tidak berhenti berkarya bagi bangsa!
Wednesday, August 17, 2016
KEMERDEKAAN: Jembatan Emas Wujudkan Cita
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2016
Baca: Mazmur 146:1-10
"yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung," Mazmur 146:7
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Hari ini seluruh masyarakat Indonesia bersukacita merayakan hari kemerdekaan RI yang ke-71. Tak terasa sudah tujuh puluh satu tahun negeri tercinta ini terbebas dari belenggu penjajahan. Indonesia telah menjadi bangsa yang merdeka sepenuhnya. Merdeka berarti bebas dari tekanan, penjajahan, berdiri sendiri, tidak dihalang-halangi, tidak dibatasi, tidak terikat. Namun demikian kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan bangsa Indonesia, sebaliknya merupakan titik awal perjuangan untuk membangun negeri setelah terbebas dari penjajahan bangsa lain.
Sudah menjadi tradisi tahunan jika peringatan hari kemerdekaan selalu disambut dengan penuh kemeriahan oleh seluruh warga, mulai dari Sabang sampai Merauke, dengan menggelar berbagai acara: mulai dari malam tasyakuran, upacara pengibaran bendera merah putih, dan tak ketinggalan pula aneka jenis perlombaan diadakan. Tapi sedihnya, meski setiap tahun merayakan hari kemerdekaan, tidak semua masyarakat dapat memaknai apa arti kemerdekaan dan tidak tahu apa yang harus diperbuat untuk mengisi kemerdekaan tersebut. Jika para pendahulu bangsa telah berjuang melawan kekejaman penjajah, kini kita sebagai generasi penerus harus berjuang untuk mengisi kemerdekaan dengan melakukan yang terbaik bagi bangsa ini. "Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa," (Galatia 5:13).
Apalah artinya merdeka jika faktanya tidak semua warga negara menikmati kemerdekaan yang sesungguhnya! Sebab sampai hari ini masih banyak masyarakat Indonesia yang hidupnya terjajah oleh kemiskinan, banyak daerah-daerah terpencil yang belum menikmati pemerataan pembangunan, padahal di mata dunia bangsa Indonesia dikenal sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi, berlimpah kekayaan alamnya, di mana seharusnya seluruh rakyat dapat menikmati kehidupan yang lebih layak.
Dirgahayu RI yang ke-71 seharusnya menjadi 'jembatan emas' dalam mewujudkan cita-cita bangsa yaitu masyarakat yang adil dan makmur!
Baca: Mazmur 146:1-10
"yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung," Mazmur 146:7
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Hari ini seluruh masyarakat Indonesia bersukacita merayakan hari kemerdekaan RI yang ke-71. Tak terasa sudah tujuh puluh satu tahun negeri tercinta ini terbebas dari belenggu penjajahan. Indonesia telah menjadi bangsa yang merdeka sepenuhnya. Merdeka berarti bebas dari tekanan, penjajahan, berdiri sendiri, tidak dihalang-halangi, tidak dibatasi, tidak terikat. Namun demikian kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan bangsa Indonesia, sebaliknya merupakan titik awal perjuangan untuk membangun negeri setelah terbebas dari penjajahan bangsa lain.
Sudah menjadi tradisi tahunan jika peringatan hari kemerdekaan selalu disambut dengan penuh kemeriahan oleh seluruh warga, mulai dari Sabang sampai Merauke, dengan menggelar berbagai acara: mulai dari malam tasyakuran, upacara pengibaran bendera merah putih, dan tak ketinggalan pula aneka jenis perlombaan diadakan. Tapi sedihnya, meski setiap tahun merayakan hari kemerdekaan, tidak semua masyarakat dapat memaknai apa arti kemerdekaan dan tidak tahu apa yang harus diperbuat untuk mengisi kemerdekaan tersebut. Jika para pendahulu bangsa telah berjuang melawan kekejaman penjajah, kini kita sebagai generasi penerus harus berjuang untuk mengisi kemerdekaan dengan melakukan yang terbaik bagi bangsa ini. "Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa," (Galatia 5:13).
Apalah artinya merdeka jika faktanya tidak semua warga negara menikmati kemerdekaan yang sesungguhnya! Sebab sampai hari ini masih banyak masyarakat Indonesia yang hidupnya terjajah oleh kemiskinan, banyak daerah-daerah terpencil yang belum menikmati pemerataan pembangunan, padahal di mata dunia bangsa Indonesia dikenal sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi, berlimpah kekayaan alamnya, di mana seharusnya seluruh rakyat dapat menikmati kehidupan yang lebih layak.
Dirgahayu RI yang ke-71 seharusnya menjadi 'jembatan emas' dalam mewujudkan cita-cita bangsa yaitu masyarakat yang adil dan makmur!
Tuesday, August 16, 2016
JANGAN SAMPAI MEMADAMKAN ROH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2016
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Janganlah padamkan Roh," 1 Tesalonika 5:19
Tak bisa disangkal lagi, hari-hari ini dunia sedang menuju kepada kesudahannya; salah satu tandanya adalah kejahatan manusia yang semakin menjadi-jadi. Berita tentang kejahatan, seperti pembunuhan, perampokan, pencabulan atau pemerkosaan, adalah menu sehari-hari. Bahkan kejahatan seksual di Indonesia sudah mencapai tingkat yang mengawatirkan semua pihak. Ngeri sekali! Ini menunjukkan banyak orang lebih memilih memuaskan keinginan dagingnya (hawa nafsunya) daripada melakukan kehendak Tuhan.
Keadaan ini sudah disampaikan Tuhan: "Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya." (Lukas 17:26-30). Situasi manusia di zaman Nuh dan Lot benar-benar sama dengan situasi zaman kita sekarang ini. Bahkan ada banyak orang percaya, yang seharusnya memiliki kehidupan 'berbeda' dengan dunia, justru ikut terbawa arus. Mereka gagal hidup dalam pimpinan Roh Kudus, suara Roh Kudus terus diabaikan dan tidak lagi dianggap. Tindakan demikian itu sama artinya mendukakan Roh Kudus, padahal firman-Nya jelas memperingatkan: "Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan." (Efesus 4:30), dan "Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia" (Efesus 4:17).
Sampai kapan kita terus mendukakan Roh Kudus? Jika orang percaya tetap hidup dalam kedagingan dan selalu saja mendukakan Roh Kudus, berarti ia sudah sampai ke taraf memadamkan Roh. Perhatikan! "...jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus." (Roma 8:9b).
Ketika orang terus berbuat dosa berarti ia telah memadamkan Roh Kudus yang ada di dalam dirinya!
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Janganlah padamkan Roh," 1 Tesalonika 5:19
Tak bisa disangkal lagi, hari-hari ini dunia sedang menuju kepada kesudahannya; salah satu tandanya adalah kejahatan manusia yang semakin menjadi-jadi. Berita tentang kejahatan, seperti pembunuhan, perampokan, pencabulan atau pemerkosaan, adalah menu sehari-hari. Bahkan kejahatan seksual di Indonesia sudah mencapai tingkat yang mengawatirkan semua pihak. Ngeri sekali! Ini menunjukkan banyak orang lebih memilih memuaskan keinginan dagingnya (hawa nafsunya) daripada melakukan kehendak Tuhan.
Keadaan ini sudah disampaikan Tuhan: "Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya." (Lukas 17:26-30). Situasi manusia di zaman Nuh dan Lot benar-benar sama dengan situasi zaman kita sekarang ini. Bahkan ada banyak orang percaya, yang seharusnya memiliki kehidupan 'berbeda' dengan dunia, justru ikut terbawa arus. Mereka gagal hidup dalam pimpinan Roh Kudus, suara Roh Kudus terus diabaikan dan tidak lagi dianggap. Tindakan demikian itu sama artinya mendukakan Roh Kudus, padahal firman-Nya jelas memperingatkan: "Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan." (Efesus 4:30), dan "Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia" (Efesus 4:17).
Sampai kapan kita terus mendukakan Roh Kudus? Jika orang percaya tetap hidup dalam kedagingan dan selalu saja mendukakan Roh Kudus, berarti ia sudah sampai ke taraf memadamkan Roh. Perhatikan! "...jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus." (Roma 8:9b).
Ketika orang terus berbuat dosa berarti ia telah memadamkan Roh Kudus yang ada di dalam dirinya!
Monday, August 15, 2016
MEMBERI DIRI DIPIMPIN ROH KUDUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2016
Baca: Galatia 5:16-26
"Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." Galatia 5:16
Rasul Paulus menyatakan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus (baca 1 Korintus 6:19). Mau tidak mau, suka atau tidak suka kita harus memberi diri untuk dipimpin Roh Kudus, bukan lagi dikuasai oleh kedagingan kita. Kata hiduplah dalam teks aslinya adalah peripateo, memiliki pengertian: berperilaku atau berkebiasaan, usaha membiasakan diri hidup sesuai dengan kehendak Roh Kudus, atau berjalan seirama dengan Roh Kudus. Membiasakan diri artinya melakukan suatu hal terus-menerus, membutuhkan usaha, perjuangan dan latihan dalam waktu yang panjang, bukan hanya sesekali, tergantung mood, atau musiman.
Memberi diri dipimpin Roh Kudus berarti menaklukkan kehendak pribadi kepada kehendak Roh Kudus sehingga kita dapat berjalan beriringan atau seirama dengan-Nya. Inilah yang disebut proses sinkronisasi, di mana kita belajar menyesuaikan diri terhadap kehendak Roh Kudus: apa yang Roh Kudus mau untuk kita perbuat dan mana yang Roh kudus tidak kehendaki untuk kita perbuat. Mengapa? Karena tubuh kita bukan milik kita sendiri, tetapi milik Tuhan sepenuhnya, "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:20). Meski tahu bahwa tubuhnya adalah bait Roh Kudus masih banyak orang Kristen yang dalam kenyataan hidup sehari-hari justru menolak pimpinan Roh Kudus, malah hidup menuruti keinginan sendiri. Hidup menurut kehendak sendiri inilah yang disebut hidup dalam daging, dan "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:8). Jelas sekali kalau orang tetap hidup dalam daging tidak mungkin beroleh keselamatan kekal, sebab "...barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (Galatia 5:21).
Ingat! Percaya kepada Tuhan Yesus tidaklah cukup. Kita harus mau menanggalkan 'manusia lama' sebab Kerajaan Sorga disediakan Tuhan bagi orang-orang yang taat melakukan kehendak Tuhan, yaitu yang hidup dalam pimpinan Roh Kudus.
"Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." Galatia 5:24
Baca: Galatia 5:16-26
"Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." Galatia 5:16
Rasul Paulus menyatakan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus (baca 1 Korintus 6:19). Mau tidak mau, suka atau tidak suka kita harus memberi diri untuk dipimpin Roh Kudus, bukan lagi dikuasai oleh kedagingan kita. Kata hiduplah dalam teks aslinya adalah peripateo, memiliki pengertian: berperilaku atau berkebiasaan, usaha membiasakan diri hidup sesuai dengan kehendak Roh Kudus, atau berjalan seirama dengan Roh Kudus. Membiasakan diri artinya melakukan suatu hal terus-menerus, membutuhkan usaha, perjuangan dan latihan dalam waktu yang panjang, bukan hanya sesekali, tergantung mood, atau musiman.
Memberi diri dipimpin Roh Kudus berarti menaklukkan kehendak pribadi kepada kehendak Roh Kudus sehingga kita dapat berjalan beriringan atau seirama dengan-Nya. Inilah yang disebut proses sinkronisasi, di mana kita belajar menyesuaikan diri terhadap kehendak Roh Kudus: apa yang Roh Kudus mau untuk kita perbuat dan mana yang Roh kudus tidak kehendaki untuk kita perbuat. Mengapa? Karena tubuh kita bukan milik kita sendiri, tetapi milik Tuhan sepenuhnya, "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:20). Meski tahu bahwa tubuhnya adalah bait Roh Kudus masih banyak orang Kristen yang dalam kenyataan hidup sehari-hari justru menolak pimpinan Roh Kudus, malah hidup menuruti keinginan sendiri. Hidup menurut kehendak sendiri inilah yang disebut hidup dalam daging, dan "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:8). Jelas sekali kalau orang tetap hidup dalam daging tidak mungkin beroleh keselamatan kekal, sebab "...barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (Galatia 5:21).
Ingat! Percaya kepada Tuhan Yesus tidaklah cukup. Kita harus mau menanggalkan 'manusia lama' sebab Kerajaan Sorga disediakan Tuhan bagi orang-orang yang taat melakukan kehendak Tuhan, yaitu yang hidup dalam pimpinan Roh Kudus.
"Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." Galatia 5:24
Sunday, August 14, 2016
YANG MUDA YANG MEMBERI TELADAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2016
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." 2 Timotius 4:2
Supaya orang lain tidak meremehkan atau memandang sebelah mata pelayanan Timotius, rasul Paulus menasihatinya agar terus meng-upgrade-diri. Ada harga yang harus dibayar untuk memiliki kehidupan yang benar-benar berkualitas. "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar." (1 Timotius 4:13). Tekun artinya melakukan segalanya dengan setia dan konsisten dalam segala situasi dan kondisi.
Tekun membaca kitab Suci. Inilah kunci kebahagiaan dan keberhasilan hidup setiap orang percaya, terlebih-lebih bagi pelayan Tuhan, di mana firman Tuhan harus menjadi makanan 'rohani' setiap hari, "...kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam....apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3). Hal senada juga disampaikan Tuhan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Bertekun membangun. Menghadapi jemaat dengan bermacam karakter tidaklah gampang, butuh kesabaran ekstra. Membangun digambarkan seperti ibu yang setia dan tak kenal lelah memberikan nasihat, dorongan, motivasi dan semangat anak-anaknya.
Tekun mengajar: membagi ilmu yang dimiliki untuk merelevansikan ajaran Alkitab dalam kehidupan sehari-hari, sehingga jemaat memiliki pemahaman yang benar tentang firman Tuhan untuk kemudian dipraktekkan. Tekun memergunakan karunia rohani. "Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu..." (1 Timotius 4:14). Maksimalkan semua pottensi yang ada untuk melayani Tuhan "...selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Pada saatnya kita harus memertanggungjawabkannya!
"...lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!" 2 Timotius 4:5
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." 2 Timotius 4:2
Supaya orang lain tidak meremehkan atau memandang sebelah mata pelayanan Timotius, rasul Paulus menasihatinya agar terus meng-upgrade-diri. Ada harga yang harus dibayar untuk memiliki kehidupan yang benar-benar berkualitas. "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar." (1 Timotius 4:13). Tekun artinya melakukan segalanya dengan setia dan konsisten dalam segala situasi dan kondisi.
Tekun membaca kitab Suci. Inilah kunci kebahagiaan dan keberhasilan hidup setiap orang percaya, terlebih-lebih bagi pelayan Tuhan, di mana firman Tuhan harus menjadi makanan 'rohani' setiap hari, "...kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam....apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3). Hal senada juga disampaikan Tuhan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Bertekun membangun. Menghadapi jemaat dengan bermacam karakter tidaklah gampang, butuh kesabaran ekstra. Membangun digambarkan seperti ibu yang setia dan tak kenal lelah memberikan nasihat, dorongan, motivasi dan semangat anak-anaknya.
Tekun mengajar: membagi ilmu yang dimiliki untuk merelevansikan ajaran Alkitab dalam kehidupan sehari-hari, sehingga jemaat memiliki pemahaman yang benar tentang firman Tuhan untuk kemudian dipraktekkan. Tekun memergunakan karunia rohani. "Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu..." (1 Timotius 4:14). Maksimalkan semua pottensi yang ada untuk melayani Tuhan "...selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Pada saatnya kita harus memertanggungjawabkannya!
"...lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!" 2 Timotius 4:5
Saturday, August 13, 2016
YANG MUDA YANG MEMBERI TELADAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2016
Baca: 1 Timotius 4:12-16
"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda." 1 Timotius 4:12a
Ditinjau dari fakta-fakta yang ada semua orang pasti akan menduga bahwa Timotius tidak akan berhasil dalam menjalankan tugas pelayanannya karena beberapa alasan: usianya yang masih sangat muda atau belum sarat pengalaman, fisiknya kurang menunjang karena ia sering sakit-sakitan, dan pada waktu itu bapak rohaninya (Paulus) sedang tidak ada di tempat karena berada dalam penjara. Namun keberhasilan sebuah pelayanan bukan semata-mata ditentukan oleh faktor dari luar. Hal utama yang menentukan adalah keteladanan sang pelayan Tuhan atau pemimpin itu sendiri, yaitu faktor dari dalam.
Menjadi seorang pelayan Tuhan atau pemimpin rohani sesungguhnya bukanlah perkara yang ringan. Bukan karena seseorang memiliki pengetahuan tentang Alkitab atau sudah menyandang gelar sarjana dari sekolah teologia, bukan pula karena sudah memiliki 'jam terbang' pelayanan yang mumpuni lalu orang itu sudah secara otomatis memenuhi kriteria sebagai pelayan yang sesuai kehendak Tuhan. Kriteria utama pelayan Tuhan atau pemimpin rohani adalah memiliki keteladanan hidup! Kekuatan keteladanan melebihi kekuatan kata-kata belaka. Perkataan kita belum tentu akan dilakukan oleh orang yang mendengarnya, tetapi keteladanan hidup kerapkali akan dicontoh oleh orang yang melihatnya. Itulah sebabnya, rasul Paulus menulis surat kepada Timotius: "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (ayat 12b).
Jika Timotius menunjukkan keteladanan hidup maka secara tidak langsung ia membungkam keragu-raguan jemaat di Efesus yang memandang rendah dia karena usianya yang masih muda. Dengan dasar ini maka orang muda (muda usia ataupun muda dalam hal pengalaman) berkompeten untuk melayani jemaat Tuhan atau menjadi pemimpin rohani.
Keteladanan hidup adalah buah kedewasaan rohani, sebab kedewasaan rohani dalam diri seseorang tidak bergantung pada faktor usia atau berapa lama ia menjadi orang Kristen, sebab ada banyak orang Kristen yang sudah bertahun-tahun mengikut Tuhan tetap saja belum dewasa rohaninya, alias masih kanak-kanak rohani (baca Ibrani 5:12).
Keteladanan hidup adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh pemimpin rohani!
Baca: 1 Timotius 4:12-16
"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda." 1 Timotius 4:12a
Ditinjau dari fakta-fakta yang ada semua orang pasti akan menduga bahwa Timotius tidak akan berhasil dalam menjalankan tugas pelayanannya karena beberapa alasan: usianya yang masih sangat muda atau belum sarat pengalaman, fisiknya kurang menunjang karena ia sering sakit-sakitan, dan pada waktu itu bapak rohaninya (Paulus) sedang tidak ada di tempat karena berada dalam penjara. Namun keberhasilan sebuah pelayanan bukan semata-mata ditentukan oleh faktor dari luar. Hal utama yang menentukan adalah keteladanan sang pelayan Tuhan atau pemimpin itu sendiri, yaitu faktor dari dalam.
Menjadi seorang pelayan Tuhan atau pemimpin rohani sesungguhnya bukanlah perkara yang ringan. Bukan karena seseorang memiliki pengetahuan tentang Alkitab atau sudah menyandang gelar sarjana dari sekolah teologia, bukan pula karena sudah memiliki 'jam terbang' pelayanan yang mumpuni lalu orang itu sudah secara otomatis memenuhi kriteria sebagai pelayan yang sesuai kehendak Tuhan. Kriteria utama pelayan Tuhan atau pemimpin rohani adalah memiliki keteladanan hidup! Kekuatan keteladanan melebihi kekuatan kata-kata belaka. Perkataan kita belum tentu akan dilakukan oleh orang yang mendengarnya, tetapi keteladanan hidup kerapkali akan dicontoh oleh orang yang melihatnya. Itulah sebabnya, rasul Paulus menulis surat kepada Timotius: "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (ayat 12b).
Jika Timotius menunjukkan keteladanan hidup maka secara tidak langsung ia membungkam keragu-raguan jemaat di Efesus yang memandang rendah dia karena usianya yang masih muda. Dengan dasar ini maka orang muda (muda usia ataupun muda dalam hal pengalaman) berkompeten untuk melayani jemaat Tuhan atau menjadi pemimpin rohani.
Keteladanan hidup adalah buah kedewasaan rohani, sebab kedewasaan rohani dalam diri seseorang tidak bergantung pada faktor usia atau berapa lama ia menjadi orang Kristen, sebab ada banyak orang Kristen yang sudah bertahun-tahun mengikut Tuhan tetap saja belum dewasa rohaninya, alias masih kanak-kanak rohani (baca Ibrani 5:12).
Keteladanan hidup adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh pemimpin rohani!
Friday, August 12, 2016
BARTIMEUS: Mengenal Tuhan Dengan Benar (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2016
Baca: Lukas 18:35-43
"Lalu kata Yesus kepadanya: 'Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!'" Lukas 18:42
Bartimeus bukan hanya menyebut Yesus sebagai Anak Daud, beberapa sebutan juga dipkai olehnya untuk Tuhan Yesus: orang Nazaret dan juga Rabuni. Hal itu semakin mempertegas bahwa Bartimeus memiliki pengenalan yang benar terhadap pribadi Tuhan Yesus, yang adalah Mesias atau Sang pelepas yang kedatangan-Nya untuk menggenapi nubuatan nabi Yesaya: "Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka." (Yesaya 35:5). Banyak orang mengenal tentang Tuhan sebatas pengetahuan atau mendengar dari kata orang, yang Tuhan kehendaki adalah kita mengenal Dia secara pribadi, melalui pengalaman hidup berjalan bersama-Nya, "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6).
2. Tidak mudah menyerah. Ketika itu banyak orang berbondong-bondong ingin mendekati Tuhan Yesus, tentunya ini menjadi hambatan besar bagi Bartimeus yang buta. Apalagi orang-orang juga berusaha menghalangi dan menegurnya supaya diam, namun Bartimeus tidak menyerah begitu saja, "...semakin keras ia berseru: 'Anak Daud, kasihanilah aku!'" (Lukas 18:39), karena ia tahu secara pasti bahwa Tuhan Yesus penuh dengan kasih, karena itu ia memohon belas kasihan-Nya. Ada elemen-elemen doa yang terkandung dalam permohonan Bartimeus sehingga Tuhan Yesus bersedia menanggapinya: a. Seruan yang terus-menerus sampai mendapatkan jawaban. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). b. Permohonannya sesuai dengan kebutuhan. Tuhan senantiasa bersedia menanggapi seruan orang yang didasari oleh kebutuhan; tetapi bila seruan atau doa tersebut dilandasi oleh keinginan pribadi belum tentu Tuhan akan menjawabnya (baca Yakobus 4:3).
Setelah mengalami pertolongan Tuhan Bartimeus pun memberikan respons yang benar untuk membalas kebaikan Tuhan. Tanpa menunda-nunda waktu ia membuat keputusan mengikut Tuhan.
Mengenal pribadi Tuhan secara benar adalah kunci mengalami mujizat-Nya!
Baca: Lukas 18:35-43
"Lalu kata Yesus kepadanya: 'Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!'" Lukas 18:42
Bartimeus bukan hanya menyebut Yesus sebagai Anak Daud, beberapa sebutan juga dipkai olehnya untuk Tuhan Yesus: orang Nazaret dan juga Rabuni. Hal itu semakin mempertegas bahwa Bartimeus memiliki pengenalan yang benar terhadap pribadi Tuhan Yesus, yang adalah Mesias atau Sang pelepas yang kedatangan-Nya untuk menggenapi nubuatan nabi Yesaya: "Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka." (Yesaya 35:5). Banyak orang mengenal tentang Tuhan sebatas pengetahuan atau mendengar dari kata orang, yang Tuhan kehendaki adalah kita mengenal Dia secara pribadi, melalui pengalaman hidup berjalan bersama-Nya, "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6).
2. Tidak mudah menyerah. Ketika itu banyak orang berbondong-bondong ingin mendekati Tuhan Yesus, tentunya ini menjadi hambatan besar bagi Bartimeus yang buta. Apalagi orang-orang juga berusaha menghalangi dan menegurnya supaya diam, namun Bartimeus tidak menyerah begitu saja, "...semakin keras ia berseru: 'Anak Daud, kasihanilah aku!'" (Lukas 18:39), karena ia tahu secara pasti bahwa Tuhan Yesus penuh dengan kasih, karena itu ia memohon belas kasihan-Nya. Ada elemen-elemen doa yang terkandung dalam permohonan Bartimeus sehingga Tuhan Yesus bersedia menanggapinya: a. Seruan yang terus-menerus sampai mendapatkan jawaban. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). b. Permohonannya sesuai dengan kebutuhan. Tuhan senantiasa bersedia menanggapi seruan orang yang didasari oleh kebutuhan; tetapi bila seruan atau doa tersebut dilandasi oleh keinginan pribadi belum tentu Tuhan akan menjawabnya (baca Yakobus 4:3).
Setelah mengalami pertolongan Tuhan Bartimeus pun memberikan respons yang benar untuk membalas kebaikan Tuhan. Tanpa menunda-nunda waktu ia membuat keputusan mengikut Tuhan.
Mengenal pribadi Tuhan secara benar adalah kunci mengalami mujizat-Nya!
Thursday, August 11, 2016
BARTIMEUS: Mengenal Tuhan Dengan Benar (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2016
Baca: Markus 10:46-52
"Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: 'Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!'" Markus 10:47
Setiap manusia tidak pernah lepas dari masalah. Setiap hari kita harus diperhadapkan dan bergumul dengan masalah, dimana besar kecilnya masalah sangat tergantung dari cara pandang kita terhadap masalah itu sendiri. Seringkali kita menganggap bahwa masalah yang kita hadapi lebih besar daripada yang dihadapi orang lain, padahal hal itu belum tentu benar. Ada orang lain yang masalahnya jauh lebih besar dari yang kita hadapi tetapi ia masih bisa bersikap tenang, seolah-olah tidak terjadi apa-apa karena ia pintar menyembunyikan masalahnya. Sementara kita sendiri panik, stres, kuatir dan kalang kabut. Jadi yang penting di sini bukanlah besar kecilnya masalah, namun bagaimana respons atau sikap hati kita saat menghadapi setiap masalah.
Bartimeus adalah contoh orang yang menghadapi masalah sangat berat dalam hidupnya karena ia buta sejak lahir. Bukankah kebutaan adalah masalah yang tidak ringan? Tetapi Bartimeus menghadapi masalah itu dengan tenang karena ia membawa permasalahannya kepada orang yang tepat yaitu Tuhan Yesus, sumber segala pertolongan. Bartimeus berasal dari kata Bar dan Timeus yang berarti anak Timeus. Keberadaan Bartimeus di tengah lingkungan sangat tidak diperhitungkan, ia disepelekan dan diremehkan oleh karena kebutaannya dan pekerjaannya yang hanya pengemis. Tetapi Tuhan Yesus berkenan atasnya sehingga mujizat dinyatakan dalam hidupnya.
Mengapa Tuhan Yesus berkenan menyembuhkan Bartimeus? 1. Memiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan. Ketika mendengar bahwa Tuhan Yesus sedang lewat, berserulah ia, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (ayat nas). Bartimeus menyebut Yesus dengan gelar mesianis yaitu Anak Daud. Seruannya sekaligus sebagai bentuk pengakuan atas kemesiasan Yesus. Yesus sendiri berkata, "Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat. Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud, bintang timur yang gilang-gemilang." (Wahyu 22:16). Ini sebagai penegasan bahwa Yesus adalah Mesias itu sendiri, bukan sebagai orang yang ditunjuk menjadi Mesias. Meskipun Bartimeus buta secara lahiriah tetapi ia tidak buta rohani. (Bersambung)
Baca: Markus 10:46-52
"Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: 'Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!'" Markus 10:47
Setiap manusia tidak pernah lepas dari masalah. Setiap hari kita harus diperhadapkan dan bergumul dengan masalah, dimana besar kecilnya masalah sangat tergantung dari cara pandang kita terhadap masalah itu sendiri. Seringkali kita menganggap bahwa masalah yang kita hadapi lebih besar daripada yang dihadapi orang lain, padahal hal itu belum tentu benar. Ada orang lain yang masalahnya jauh lebih besar dari yang kita hadapi tetapi ia masih bisa bersikap tenang, seolah-olah tidak terjadi apa-apa karena ia pintar menyembunyikan masalahnya. Sementara kita sendiri panik, stres, kuatir dan kalang kabut. Jadi yang penting di sini bukanlah besar kecilnya masalah, namun bagaimana respons atau sikap hati kita saat menghadapi setiap masalah.
Bartimeus adalah contoh orang yang menghadapi masalah sangat berat dalam hidupnya karena ia buta sejak lahir. Bukankah kebutaan adalah masalah yang tidak ringan? Tetapi Bartimeus menghadapi masalah itu dengan tenang karena ia membawa permasalahannya kepada orang yang tepat yaitu Tuhan Yesus, sumber segala pertolongan. Bartimeus berasal dari kata Bar dan Timeus yang berarti anak Timeus. Keberadaan Bartimeus di tengah lingkungan sangat tidak diperhitungkan, ia disepelekan dan diremehkan oleh karena kebutaannya dan pekerjaannya yang hanya pengemis. Tetapi Tuhan Yesus berkenan atasnya sehingga mujizat dinyatakan dalam hidupnya.
Mengapa Tuhan Yesus berkenan menyembuhkan Bartimeus? 1. Memiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan. Ketika mendengar bahwa Tuhan Yesus sedang lewat, berserulah ia, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (ayat nas). Bartimeus menyebut Yesus dengan gelar mesianis yaitu Anak Daud. Seruannya sekaligus sebagai bentuk pengakuan atas kemesiasan Yesus. Yesus sendiri berkata, "Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat. Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud, bintang timur yang gilang-gemilang." (Wahyu 22:16). Ini sebagai penegasan bahwa Yesus adalah Mesias itu sendiri, bukan sebagai orang yang ditunjuk menjadi Mesias. Meskipun Bartimeus buta secara lahiriah tetapi ia tidak buta rohani. (Bersambung)
Wednesday, August 10, 2016
MARILAH NAIK KE GUNUNG TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Agustus 2016
Baca: Mazmur 15:1-5
"TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus?" Mazmur 15:1
Sebagai orang percaya kita ini adalah orang-orang yang paling beruntung di antara umat manusia yang hidup di muka bumi ini, karena kita memiliki Tuhan yang begitu dekat dan mau bergaul karib dengan umat-Nya. Hal ini ditegaskan oleh Tuhan Yesus sendiri, "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:15).
Karena pengorbanan darah Kristus di atas kayu salib kita yang dahulunya 'jauh' kini menjadi 'dekat' (baca Efesus 2:13), sehingga kita pun beroleh keberanian menghampiri takhta kasih karunia-Nya untuk mendapatkan pertolongan pada waktunya (baca Ibrani 4:16). Hal ini jelas berbeda dengan kepercayaan-kepercayaan lain di dunia yang menyatakan bahwa antara Tuhan Sang Pencipta dengan ciptaan-Nya terbentang jarak yang sangat jauh karena keberadaan Tuhan yang teramat kudus dan suci, sehingga manusia tidak dapat mendekat kepada Tuhan dengan sembarangan, apalagi bergaul karib dengan-Nya. Oleh karena itu jangan pernah kita sia-siakan anugerah Tuhan ini!
Pemazmur bertanya: siapakah yang boleh menumpang di kemah Tuhan yang kudus? Adalah orang yang berlaku tidak bercela (Mazmur 15:2), hidup dalam kebenaran, atau memiliki hati yang takut akan Tuhan. Hidup tidak tercela adalah perwujudan iman seseorang, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati, karena itu iman dan perbuatan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan (baca Yakobus 2:17, 22). Inilah kekristenan yang normal! Jika iman kita benar maka secara otomatis akan terrefleksi dalam perbuatan yang seturut firman-Nya. Orang-orang inilah yang diperkenan Tuhan menumpang di kemah-Nya dan diam di gunung-Nya yang kudus; dan terhadap orang-orang yang hidup tidak bercela Tuhan akan menyatakan kebaikan-Nya seperti tertulis: "Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." (Mazmur 84:12).
Asalkan kita tetap hidup tidak bercela ada jaminan perlindungan dan pemeliharaan dari Tuhan, sebab kita dilayakkan untuk tinggal di kemah-Nya!
Baca: Mazmur 15:1-5
"TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus?" Mazmur 15:1
Sebagai orang percaya kita ini adalah orang-orang yang paling beruntung di antara umat manusia yang hidup di muka bumi ini, karena kita memiliki Tuhan yang begitu dekat dan mau bergaul karib dengan umat-Nya. Hal ini ditegaskan oleh Tuhan Yesus sendiri, "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:15).
Karena pengorbanan darah Kristus di atas kayu salib kita yang dahulunya 'jauh' kini menjadi 'dekat' (baca Efesus 2:13), sehingga kita pun beroleh keberanian menghampiri takhta kasih karunia-Nya untuk mendapatkan pertolongan pada waktunya (baca Ibrani 4:16). Hal ini jelas berbeda dengan kepercayaan-kepercayaan lain di dunia yang menyatakan bahwa antara Tuhan Sang Pencipta dengan ciptaan-Nya terbentang jarak yang sangat jauh karena keberadaan Tuhan yang teramat kudus dan suci, sehingga manusia tidak dapat mendekat kepada Tuhan dengan sembarangan, apalagi bergaul karib dengan-Nya. Oleh karena itu jangan pernah kita sia-siakan anugerah Tuhan ini!
Pemazmur bertanya: siapakah yang boleh menumpang di kemah Tuhan yang kudus? Adalah orang yang berlaku tidak bercela (Mazmur 15:2), hidup dalam kebenaran, atau memiliki hati yang takut akan Tuhan. Hidup tidak tercela adalah perwujudan iman seseorang, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati, karena itu iman dan perbuatan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan (baca Yakobus 2:17, 22). Inilah kekristenan yang normal! Jika iman kita benar maka secara otomatis akan terrefleksi dalam perbuatan yang seturut firman-Nya. Orang-orang inilah yang diperkenan Tuhan menumpang di kemah-Nya dan diam di gunung-Nya yang kudus; dan terhadap orang-orang yang hidup tidak bercela Tuhan akan menyatakan kebaikan-Nya seperti tertulis: "Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." (Mazmur 84:12).
Asalkan kita tetap hidup tidak bercela ada jaminan perlindungan dan pemeliharaan dari Tuhan, sebab kita dilayakkan untuk tinggal di kemah-Nya!
Tuesday, August 9, 2016
JANGAN PERNAH MELUPAKAN TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Agustus 2016
Baca: Ulangan 8:1-20
"Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini." Ulangan 8:17
Ketika sedang dalam kemakmuran (kelimpahan) banyak orang tidak lagi menyandarkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan, "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Harta kekayaan menjadi sumber pengharapan dan andalan, bukan lagi Tuhan, padahal "Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut." (Amsal 11:4).
Kemakmuran (kelimpahan) membuat orang cenderung melupakan Tuhan dan perintah-perintah-Nya. Sudah menjadi rahasia umum jika orang memiliki harta kekayaan berlimpah cenderung berubah sikap: menjadi sombong atau tinggi hati. Pikirnya dengan harta kekayaan yang melimpah mereka bisa melakukan apa saja dan menemukan kebahagiaan hdiup. Karena itu firman-Nya memperingatkan: "...jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan TUHAN," (Ulangan 8:14). Mereka juga berpikir bahwa harta kekayaan miliknya adalah hasil jerih payahnya sendiri. Mereka lupa bahwa semua berkat itu datangnya dari Tuhan karena Dia adalah pemilik segala sesuatu, sementara kita ini hanya dipercaya Tuhan untuk mengelola berkat tersebut. Jadi status kita ini adalah manager, bukan owner! Kekayaan, keberhasilan atau kesuksesan adalah kasih karunia Tuhan semata, karena itu kita tidak pantas berkata, "Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini." (ayat nas).
Tuhan menuntun bangsa Israel keluar dari Mesir dan memimpin mereka di padang gurun dengan maksud supaya mereka mau merendahkan diri di hadapan Tuhan, karena itu "...haruslah engkau ingat..." (Ulangan 8:18). Siapa obyek yang harus diingat? Tuhan dan perjanjian-Nya "...yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub." (Ulangan 9:5). Kata ingat berarti upaya yang dilakukan untuk menimbulkan kembali dalam pikiran. Musa menasihati umat Israel agar mereka selalu mengingat semua perkara yang Tuhan sudah kerjakan dalam hidup mereka: saat keluar dari Mesir, di padang gurun, sampai memasuki tanah perjanjian-Nya.
Jangan pernah melupakan Tuhan dan ingatlah selalu kebaikan-Nya, sebab tanpa campur tangan Dia kita ini bukan apa-apa!
Baca: Ulangan 8:1-20
"Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini." Ulangan 8:17
Ketika sedang dalam kemakmuran (kelimpahan) banyak orang tidak lagi menyandarkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan, "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Harta kekayaan menjadi sumber pengharapan dan andalan, bukan lagi Tuhan, padahal "Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut." (Amsal 11:4).
Kemakmuran (kelimpahan) membuat orang cenderung melupakan Tuhan dan perintah-perintah-Nya. Sudah menjadi rahasia umum jika orang memiliki harta kekayaan berlimpah cenderung berubah sikap: menjadi sombong atau tinggi hati. Pikirnya dengan harta kekayaan yang melimpah mereka bisa melakukan apa saja dan menemukan kebahagiaan hdiup. Karena itu firman-Nya memperingatkan: "...jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan TUHAN," (Ulangan 8:14). Mereka juga berpikir bahwa harta kekayaan miliknya adalah hasil jerih payahnya sendiri. Mereka lupa bahwa semua berkat itu datangnya dari Tuhan karena Dia adalah pemilik segala sesuatu, sementara kita ini hanya dipercaya Tuhan untuk mengelola berkat tersebut. Jadi status kita ini adalah manager, bukan owner! Kekayaan, keberhasilan atau kesuksesan adalah kasih karunia Tuhan semata, karena itu kita tidak pantas berkata, "Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini." (ayat nas).
Tuhan menuntun bangsa Israel keluar dari Mesir dan memimpin mereka di padang gurun dengan maksud supaya mereka mau merendahkan diri di hadapan Tuhan, karena itu "...haruslah engkau ingat..." (Ulangan 8:18). Siapa obyek yang harus diingat? Tuhan dan perjanjian-Nya "...yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub." (Ulangan 9:5). Kata ingat berarti upaya yang dilakukan untuk menimbulkan kembali dalam pikiran. Musa menasihati umat Israel agar mereka selalu mengingat semua perkara yang Tuhan sudah kerjakan dalam hidup mereka: saat keluar dari Mesir, di padang gurun, sampai memasuki tanah perjanjian-Nya.
Jangan pernah melupakan Tuhan dan ingatlah selalu kebaikan-Nya, sebab tanpa campur tangan Dia kita ini bukan apa-apa!
Monday, August 8, 2016
JANGAN PERNAH MELUPAKAN TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2016
Baca: Ulangan 8:1-20
"Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini;" Ulangan 8:11
Amnesia adalah istilah dalam ilmu kedokteran, suatu kondisi ingatan atau memori seseorang yang mengalami gangguan. Penyakit ini memang tergolong ringan tetapi dapat mengakibatkan orang mengalami gangguan ingatan yang tidak normal. Amnesia terjadi ketika orang mengalami benturan yang sangat keras di kepala yang mengakibatkan pikiran dan ingatannya menjadi terganggu, tidak dapat mengingat apa pun.
Banyak sekali orang Kristen mengalami amnesia rohani. Mereka mudah sekali melupan kebaikan Tuhan, lupa jam-jam ibadah, lupa berdoa, lupa baca Alkitab. Karena hati dan pikiran hanya tertuju kepada perkara-perkara duniawi mereka pun melupakan perkara-perkara rohani. Peringatan ini bukan hanya ditujukan kepada umat Israel tapi juga bagi semua orang percaya yang hidup di zaman sekarang ini karena ada banyak hal yang berpotensi memengaruhi kita untuk melupakan Tuhan: 1. Kebutuhan hidup. "apabila engkau sudah makan dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya," (ayat 12). Kebutuhan hidup (sandang, pangan, papan) adalah faktor utama yang membuat banyak orang melupakan Tuhan dan bahkan meninggalkan-Nya. Kekuatiran terhadap pemenuhan kebutuhan hidup seringkali menghalangi seseorang untuk hidup maksimal bagi Tuhan. Firman-Nya berkata, "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai." (Matius 6:25). "...carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Asal kita mengutamakan Tuhan dan kebenarannya tidak ada hal yang harus dikuatirkan dalam hidup ini.
2. Harta kekayaan. "...apabila lembu sapimu dan kambing dombamu bertambah banyak dan emas serta perakmu bertambah banyak, dan segala yang ada padamu bertambah banyak," (Ulangan 8:13). Banyak orang yang hatinya terikat kepada harta kekayaannya daripada kepada Tuhan sehingga mereka mudah sekali melupakan Tuhan. (Bersambung)
Baca: Ulangan 8:1-20
"Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini;" Ulangan 8:11
Amnesia adalah istilah dalam ilmu kedokteran, suatu kondisi ingatan atau memori seseorang yang mengalami gangguan. Penyakit ini memang tergolong ringan tetapi dapat mengakibatkan orang mengalami gangguan ingatan yang tidak normal. Amnesia terjadi ketika orang mengalami benturan yang sangat keras di kepala yang mengakibatkan pikiran dan ingatannya menjadi terganggu, tidak dapat mengingat apa pun.
Banyak sekali orang Kristen mengalami amnesia rohani. Mereka mudah sekali melupan kebaikan Tuhan, lupa jam-jam ibadah, lupa berdoa, lupa baca Alkitab. Karena hati dan pikiran hanya tertuju kepada perkara-perkara duniawi mereka pun melupakan perkara-perkara rohani. Peringatan ini bukan hanya ditujukan kepada umat Israel tapi juga bagi semua orang percaya yang hidup di zaman sekarang ini karena ada banyak hal yang berpotensi memengaruhi kita untuk melupakan Tuhan: 1. Kebutuhan hidup. "apabila engkau sudah makan dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya," (ayat 12). Kebutuhan hidup (sandang, pangan, papan) adalah faktor utama yang membuat banyak orang melupakan Tuhan dan bahkan meninggalkan-Nya. Kekuatiran terhadap pemenuhan kebutuhan hidup seringkali menghalangi seseorang untuk hidup maksimal bagi Tuhan. Firman-Nya berkata, "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai." (Matius 6:25). "...carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Asal kita mengutamakan Tuhan dan kebenarannya tidak ada hal yang harus dikuatirkan dalam hidup ini.
2. Harta kekayaan. "...apabila lembu sapimu dan kambing dombamu bertambah banyak dan emas serta perakmu bertambah banyak, dan segala yang ada padamu bertambah banyak," (Ulangan 8:13). Banyak orang yang hatinya terikat kepada harta kekayaannya daripada kepada Tuhan sehingga mereka mudah sekali melupakan Tuhan. (Bersambung)
Sunday, August 7, 2016
KEPENUHAN HIDUP DALAM KRISTUS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2016
Baca: Kolose 2:6-15
"...hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu," Kolose 2:7
Banyak orang Kristen menjalani kehidupan rohaninya secara tidak konsisten. Ketika semua berjalan lancar dan baik-baik saja mereka tampak setia berdoa dan beribadah. Namun begitu diperhadapkan pada masalah atau kesulitan mereka pun langsung berubah tidak lagi setia kepada Tuhan, malas beribadah dan malas melayani Tuhan tak ubahnya termometer yang selalu dipengaruhi suhu ruangan di mana ia berada. Berada di tempat dingin ia akan menunjukkan suhu dingin, di area panas ia pun akan menjadi panas.
2. Bertumbuh dalam iman. Proses pertumbuhan iman sama seperti akar pohon: bertumbuh ke bawah, berfungsi menyerap sari makanan, sebab tanpa asupan makanan yang disalurkan oleh akar maka pohon tidak akan bertumbuh secara sempurna dan tidak akan berbuah. Ini berbicara tentang kesukaan merenungkan firman Tuhan sebagai makanan rohani, sebab "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Akar bertumbuh ke bawah juga sebagai upaya membangun fondasi atau dasar. Kalau dasarnya kuat, sekencang apa pun angin atau badai menerpa, pohon tidak akan mudah roboh. Bertumbuh ke bawah memang tidak terlihat, tetapi ketika bertumbuh ke atas secara kokoh semua akan terlihat dengan jelas, saat itulah seseorang memiliki kesaksian hidup yang dapat dilihat dan dirasakan orang lain. namun ada harga yang harus dibayar: menyediakan waktu secara pribadi dengan Tuhan dalam doa, penyembahan dan perenungan firman.
3. Selalu bersyukur. "...dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7). Satu perkara yang sesungguhnya mudah dilakukan tetapi seringkali kita abaikan dan lupakan. Padahal kita takkan pernah mampu menghitung "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18). Mengapa kita sulit bersyukur? Karena kita tidak pernah merasa cukup dengan apa yang kita miliki, kita menganggap semua yang terjadi di dalam hidup ini sebagai hal yang biasa dan tidak perlu disyukuri, dan kita selalu membanding-bandingkan diri dengan keberadaan orang lain.
Iman yang terus bertumbuh dan selalu bersyukur di segala keadaan adalah tanda kepenuhan hidup dalam Kristus.
Baca: Kolose 2:6-15
"...hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu," Kolose 2:7
Banyak orang Kristen menjalani kehidupan rohaninya secara tidak konsisten. Ketika semua berjalan lancar dan baik-baik saja mereka tampak setia berdoa dan beribadah. Namun begitu diperhadapkan pada masalah atau kesulitan mereka pun langsung berubah tidak lagi setia kepada Tuhan, malas beribadah dan malas melayani Tuhan tak ubahnya termometer yang selalu dipengaruhi suhu ruangan di mana ia berada. Berada di tempat dingin ia akan menunjukkan suhu dingin, di area panas ia pun akan menjadi panas.
2. Bertumbuh dalam iman. Proses pertumbuhan iman sama seperti akar pohon: bertumbuh ke bawah, berfungsi menyerap sari makanan, sebab tanpa asupan makanan yang disalurkan oleh akar maka pohon tidak akan bertumbuh secara sempurna dan tidak akan berbuah. Ini berbicara tentang kesukaan merenungkan firman Tuhan sebagai makanan rohani, sebab "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Akar bertumbuh ke bawah juga sebagai upaya membangun fondasi atau dasar. Kalau dasarnya kuat, sekencang apa pun angin atau badai menerpa, pohon tidak akan mudah roboh. Bertumbuh ke bawah memang tidak terlihat, tetapi ketika bertumbuh ke atas secara kokoh semua akan terlihat dengan jelas, saat itulah seseorang memiliki kesaksian hidup yang dapat dilihat dan dirasakan orang lain. namun ada harga yang harus dibayar: menyediakan waktu secara pribadi dengan Tuhan dalam doa, penyembahan dan perenungan firman.
3. Selalu bersyukur. "...dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7). Satu perkara yang sesungguhnya mudah dilakukan tetapi seringkali kita abaikan dan lupakan. Padahal kita takkan pernah mampu menghitung "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18). Mengapa kita sulit bersyukur? Karena kita tidak pernah merasa cukup dengan apa yang kita miliki, kita menganggap semua yang terjadi di dalam hidup ini sebagai hal yang biasa dan tidak perlu disyukuri, dan kita selalu membanding-bandingkan diri dengan keberadaan orang lain.
Iman yang terus bertumbuh dan selalu bersyukur di segala keadaan adalah tanda kepenuhan hidup dalam Kristus.
Saturday, August 6, 2016
KEPENUHAN HIDUP DALAM KRISTUS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2016
Baca: Kolose 2:6-15
"Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia." Kolose 2:6
Perikop dari pembacaan firman hari ini adalah kepenuhan hidup dalam Kristus. Kata penuh berarti seluruh wadah sudah terisi semua, tidak ada ruang atau segi yang terluang. Bila suatu wadah tidak bisa diisi secara penuh berarti ada kebocoran pada wadah itu. Demikian pula dengan kehidupan Kristen, mustahil orang mengalami kepenuhan hidup dalam Kristus bila ada yang 'bocor' dalam kehidupannya. Kebocoran inilah yang membuat kerohanian seseorang tidak pernah bertumbuh maksimal!
Setelah menjadi Kristen atau menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat ada hal-hal yang harus diperjuangkan secara terus-menerus agar mengalami kepenuhan hidup di dalam Kristus. 1. Tetap di dalam Dia. "...hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia." (ayat nas). Rasul Paulus menganalogikan orang yang tetap di dalam Tuhan ibarat pohon yang kokoh bukan karena pokoknya yang besar, melainkan karena pohon itu tertanam baik dengan akar yang menjalar di bawah permukaan tanah. Pohon seperti ini bukan tidak mengalami terpaan angin, tetapi ia tetap kokoh bertahan ketika angin datang menerpa. Tuhan Yesus menjelaskan prinsip ini ibarat ranting yang melekat pada pokok anggur, di mana pokok itu adalah diri-Nya sendiri. "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya...Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:1, 4). Ranting yang melekat erat pada pokok akan mendapatkan getah yang membuatnya potensial berbuah lebat.
Pemazmur juga menggambarkan bahwa pohon yang ditanam di tepi aliran air potensial untuk berakar, bertumbuh dan berbuah. Ungkapan hendaklah hidupmu tetap secara gramatikal merupakan kata kerja perintah untuk hidup secara konsisten, tidak mudah berubah, tidak mudah goyah di segala keadaan. Suatu tindakan yang harus selalu diupayakan dari dalam diri sendiri di atas segala situasi atau kondisi yang tengah dialami.
Agar dapat menjadi orang Kristen yang konsisten, yang tidak dipengaruhi situasi atau keadaan yang ada, kita harus tetap hidup di dalam Kristus.
Baca: Kolose 2:6-15
"Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia." Kolose 2:6
Perikop dari pembacaan firman hari ini adalah kepenuhan hidup dalam Kristus. Kata penuh berarti seluruh wadah sudah terisi semua, tidak ada ruang atau segi yang terluang. Bila suatu wadah tidak bisa diisi secara penuh berarti ada kebocoran pada wadah itu. Demikian pula dengan kehidupan Kristen, mustahil orang mengalami kepenuhan hidup dalam Kristus bila ada yang 'bocor' dalam kehidupannya. Kebocoran inilah yang membuat kerohanian seseorang tidak pernah bertumbuh maksimal!
Setelah menjadi Kristen atau menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat ada hal-hal yang harus diperjuangkan secara terus-menerus agar mengalami kepenuhan hidup di dalam Kristus. 1. Tetap di dalam Dia. "...hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia." (ayat nas). Rasul Paulus menganalogikan orang yang tetap di dalam Tuhan ibarat pohon yang kokoh bukan karena pokoknya yang besar, melainkan karena pohon itu tertanam baik dengan akar yang menjalar di bawah permukaan tanah. Pohon seperti ini bukan tidak mengalami terpaan angin, tetapi ia tetap kokoh bertahan ketika angin datang menerpa. Tuhan Yesus menjelaskan prinsip ini ibarat ranting yang melekat pada pokok anggur, di mana pokok itu adalah diri-Nya sendiri. "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya...Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:1, 4). Ranting yang melekat erat pada pokok akan mendapatkan getah yang membuatnya potensial berbuah lebat.
Pemazmur juga menggambarkan bahwa pohon yang ditanam di tepi aliran air potensial untuk berakar, bertumbuh dan berbuah. Ungkapan hendaklah hidupmu tetap secara gramatikal merupakan kata kerja perintah untuk hidup secara konsisten, tidak mudah berubah, tidak mudah goyah di segala keadaan. Suatu tindakan yang harus selalu diupayakan dari dalam diri sendiri di atas segala situasi atau kondisi yang tengah dialami.
Agar dapat menjadi orang Kristen yang konsisten, yang tidak dipengaruhi situasi atau keadaan yang ada, kita harus tetap hidup di dalam Kristus.
Friday, August 5, 2016
SYARAT MENDAPATKAN KESELAMATAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2016
Baca: Yohanes 3:14-21
"Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah." Yohanes 3:18
Untuk mendapatkan sesuatu berbagai upaya dilakukan manusia. Ada yang berani menempuh cara-cara tidak wajar (tidak halal), semisal: mencuri, korupsi, merampok. Ada pula yang melakukan dengan cara yang baik dan sesuai prosedur, bekerja dan mengumpulkan uang sedikit demi sedikit, dan bila uang sudah terkumpul barulah ia membeli sesuatu yang diinginkan. Tetapi ada pula orang yang mendapatkan sesuatu secara gratis atau pemberian cuma-cuma dari orang lain.
Mungkinkah kita memperoleh keselamatan dengan hanya berbuat baik? Apakah hal itu sudah sepadan dengan dosa-dosa yang telah kita perbuat atau cukup menebus dosa-dosa kita? Sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa melunasi hutang dosa kita. Apalagi menempuhnya dengan cara yang tidak baik, mustahil manusia mendapatkan keselamatan. Alkitab menegaskan bahwa keselamatan manusia dari dosa hanya diperoleh melalui pemberian secara cuma-cuma atau kasih karunia Tuhan. "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9). Hal senada disampaikan rasul Paulus kepada Timotius, "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman" (2 Timotius 1:9).
Syarat mutlak memeroleh keselamatan: percaya dan beriman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. "Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6b). Yesus Kristus satu-satunya jalan memperoleh keselamatan, bukan salah satu jalan, sebab "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Melalui penebusan Yesus Kristus di kayu salib hutang dosa manusia telah lunas dibayar!
Baca: Yohanes 3:14-21
"Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah." Yohanes 3:18
Untuk mendapatkan sesuatu berbagai upaya dilakukan manusia. Ada yang berani menempuh cara-cara tidak wajar (tidak halal), semisal: mencuri, korupsi, merampok. Ada pula yang melakukan dengan cara yang baik dan sesuai prosedur, bekerja dan mengumpulkan uang sedikit demi sedikit, dan bila uang sudah terkumpul barulah ia membeli sesuatu yang diinginkan. Tetapi ada pula orang yang mendapatkan sesuatu secara gratis atau pemberian cuma-cuma dari orang lain.
Mungkinkah kita memperoleh keselamatan dengan hanya berbuat baik? Apakah hal itu sudah sepadan dengan dosa-dosa yang telah kita perbuat atau cukup menebus dosa-dosa kita? Sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa melunasi hutang dosa kita. Apalagi menempuhnya dengan cara yang tidak baik, mustahil manusia mendapatkan keselamatan. Alkitab menegaskan bahwa keselamatan manusia dari dosa hanya diperoleh melalui pemberian secara cuma-cuma atau kasih karunia Tuhan. "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9). Hal senada disampaikan rasul Paulus kepada Timotius, "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman" (2 Timotius 1:9).
Syarat mutlak memeroleh keselamatan: percaya dan beriman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. "Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6b). Yesus Kristus satu-satunya jalan memperoleh keselamatan, bukan salah satu jalan, sebab "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Melalui penebusan Yesus Kristus di kayu salib hutang dosa manusia telah lunas dibayar!