Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Maret 2016
Baca: Habakuk 1:1-17
"Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: 'Penindasan!' tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang
kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan
dan pertikaian terjadi." Habakuk 1:2-3
Meski sebagai utusan Tuhan Habakuk tetaplah manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan, yang terkadang mengeluhkan pelbagai masalah yang menimpanya. "Mengapa ini terjadi? Kapan penderitaan ini segera berlalu? Mengapa orang jahat sepertinya hidup mujur?"
Pergumulan inilah yang dirasakan Habakuk ketika dengan mata kepala sendiri ia melihat kejahatan, kekerasan dan ketidakadilan begitu merajalela di negerinya. Sementara posisi orang benar terjepit, "...sebab orang fasik mengepung orang benar;" (ayat 4). Ia pun mengungkapkan rasa kecewanya kepada Tuhan yang seolah-olah menutup mata dan berdiam diri melihat penderitaan orang benar, sampai-sampai ia mempertanyakan di mana keadilan Tuhan. "Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat
memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat
khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang
yang lebih benar dari dia?" (ayat 13). Pergumulan semacam ini timbul karena manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan dan rancangan-Nya. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Sesungguhnya Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap kefasikan, tetapi Ia selalu punya waktu yang tepat untuk menyelesaikannya.
Akhirnya Tuhan membiarkan dan memakai orang Kasdim menindas mereka. "Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan
depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti
banyaknya pasir." (Habakuk 1:9). Sesungguhnya yang menjadi alasan utama Habakuk berkeluh kesah kepada Tuhan bukanlah kelakuan orang Kasdim itu, melainkan kebejatan moral yang dilakukan bangsanya sendiri, yang mengaku menyembah Tuhan tetapi berlaku fasik.
Tuhan tidak pernah membiarkan kefasikan, pada saatnya Ia pasti bertindak!
No comments:
Post a Comment