Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2014
Baca: Mazmur 116:1-19
"Tali-tali maut telah meliliti aku, dan kegentaran terhadap dunia orang mati menimpa aku, aku mengalami kesesakan dan kedukaan." Mazmur 116:3
Topik hari ini adalah gambaran tentang seseorang yang sedang berada dalam pergumulan berat karena beban dan masalah yang menimpa. Seperti inilah kondisi yang dialami oleh Daud ketika hidupnya terus berada dalam ancaman dan marabahaya oleh karena Saul yang tak pernah berhenti mengejar dan hendak membunuhnya. "Tali-tali maut telah meliliti aku, dan banjir-banjir jahanam telah menimpa aku, tali-tali dunia orang mati telah membelit aku, perangkap-perangkap maut terpasang di depanku." (Mazmur 18:5-6). Dalam keadaan tertekan dan terhimpit tak ada yang bisa dilakukan Daud selain "...berseru kepada TUHAN, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia
mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai
ke telinga-Nya." (Mazmur 18:7).
Dalam keadaan demikian banyak orang memiliki kecenderungan untuk berputus asa, frustasi, stres, bahkan tidak sedikit yang kehilangan akal sehatnya sehingga tanpa berpikir panjang mereka pun berbuat nekat dengan mengakhiri hidupnya. Ada pula yang berusaha lari dari masalah dengan menjerumuskan diri kepada hal-hal yang negarif: terlibat obat-obat terlarang, 'dugem', pergaulan bebas dan sebagainya. Tidak jarang juga mereka berani marah dan menyalahkan Tuhan atas segala sesuatu yang menimpa hidupnya, sepeerti yang diperbuat oleh isteri Ayub. Ketika tidak tahan dengan penderitaan dan masalah yang datang secara bertubi-tubi menimpa keluarga dan suaminya, isteri Ayub berkata, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" (Ayub 2:9).
Inilah reaksi alamiah manusia pada umumnya! Secara manusia Ayub punya banyak alasan untuk mengeluh, kecewa, putus asa atau pun menyalahkan Tuhan walaupun Alkitab menyatakan bahwa Ayub adalah orang yang "...saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." (Ayub 1:1). Seluruh harta bendanya ludes, kesepuluh anaknya mati dan Ayub pun harus menderita sakit yang sangat parah. "...dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya." (Ayub 2:7). Saat tertimpa masalah berat manusia cenderung putus asa, menyalahkan Tuhan!
Tuhan mengijinkan penderitaan melanda hidup Ayub untuk memprosesnya.
No comments:
Post a Comment