Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2013 -
Baca: Hosea 10:9-15
"Menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih setia!
Bukalah bagimu tanah baru, sebab sudah waktunya untuk mencari TUHAN,
sampai Ia datang dan menghujani kamu dengan keadilan." Hosea 10:12
Masih banyak orang Kristen yang mudah sekali tersinggung dan marah ketika mendengar firman Tuhan yang keras. Lalu kita pun mogok tidak mau pergi ke gereja, atau tetap beribadah tapi kita pindah ke gereja lain. Inilah gambaran dari hati yang keras! Kita tidak mau menerima teguran! Hati yang demikian harus dibongkar dan diolah kembali, kalau tidak, meski ditaburi benih firman apa pun juga tetap saja hasilnya akan nihil, sebab firman yang mereka dengar berlalu begitu saja dan tidak tertanam di dalam hati.
Yakobus memperingatkan, "...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Karena itu milikilah hati yang mau dibentuk dan jangan terus-terusan mengeluh, bersungut-sungut dan memberontak ketika mata bajak Tuhan turun untuk mengolah hidup kita. Tertulis: "Setiap harikah orang membajak, mencangkul dan menyisir tanahnya untuk menabur? Bukankah setelah meratakan tanahnya, ia menyerakkan jintan hitam dan
menebarkan jintan putih, menaruh gandum jawawut dan jelai
kehitam-hitaman dan sekoi di pinggirnya?" (Yesaya 28:24-25).
Jadi proses pembentukan dari Tuhan itu ada waktunya; selama kita mau tunduk, proses itu akan segera selesai. Bangsa Israel harus berputar-putar selama 40 tahun di padang gurun dan mengalami pembentukan keras dari Tuhan karena mereka tegar tengkuk dan selalu memberontak kepada Tuhan. Bila kita punya penyerahan diri penuh kepada Tuhan, aliran-aliran airNya (Roh Kudus) akan dicurahkan atas kita sehingga tanah hati kita menjadi lunak (gembur) dan siap untuk ditaburi benih firmanNya. Alkitab menyatakan bahwa benih "Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar
firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah
dalam ketekunan." (Lukas 8:15) dan "...setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat." (Lukas 8:8).
Hanya tanah hati yang baik yang akan menghasilkan tuaian berlipatkali ganda dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan!
Friday, May 31, 2013
Thursday, May 30, 2013
MEMBUKA TANAH BARU (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2013 -
Baca: Yeremia 4:1-4
"Bukalah bagimu tanah baru, dan janganlah menabur di tempat duri tumbuh." Yeremia 4:3
Apa yang dimaksud dengan membuka tanah baru? Menurut kita membuka tanah baru berarti membuka hutan, menebangi semua pohon yang ada serta mendongkel pangkal batang sampai akar-akarnya; setelah bersih tanah itu kita tanami dengan benih yang baru. Tapi perhatikan kebiasaan orang Israel bercocok tanam: mereka hanya diperbolehkan menggarap tanah pertaniannya selama enam tahun, dan pada tahun ketujuh tanah itu harus diistirahatkan. "Enam tahun lamanya engkau harus menaburi ladangmu, dan enam tahun lamanya engkau harus merantingi kebun anggurmu dan mengumpulkan hasil tanah itu, tetapi pada tahun yang ketujuh haruslah ada bagi tanah itu suatu sabat, masa perhentian penuh, suatu sabat bagi TUHAN. Ladangmu janganlah kautaburi dan kebun anggurmu janganlah kaurantingi." (Imamat 25:3-4). Jadi selama satu tahun tanah itu dibiarkan begitu saja tanpa dicangkul, dibajak atau pun diairi. Akibatnya? Tanah itu menjadi sangat keras dan hanya ditumbuhi oleh tanaman liar seperti ilalang dan semak duri. Karena tanahnya sudah mengeras dan dipenuhi oleh ilalang dan semak duri, benih sebaik apa pun yang ditabur tidak akan bisa tumbuh dengan baik, pada akhirnya akan mati.
Begitulah keadaan hati seseorang yang lama tidak tersentuh oleh 'mata bajak dan tidak mengalami aliran-aliran air hidup'. 'Tanah' hatinya sangat keras dan dipenuhi oleh berbagai 'belukar', ilalang dan semak duri'. Sebaik apa pun benih yang ditabur tidak akan menghasilkan tuaian sebab benih itu pasti akan mati. Keadaannya tetap kering dan gersang. Kerohaniannya tetap saja kerdil, tetap kanak-kanak dan tidak pernah bertumbuh seperti perumpamaan seorang penabur yang menaburkan benihnya: "Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati." (Lukas 8:6-7). Tentunya ini sangat mengecewakan!
Bagaimana kehidupan rohani Saudara? Jika menyadari bahwa kerohanian kita stagnan dan tidak pernah bertumbuh, itu tandanya bahwa ladang atau tanah hati kita sudah menjadi keras. Kita perlu diproses dan dibentuk kembali, jika tidak, sampai kapan pun tidak akan menghasilkan. (Bersambung)
Baca: Yeremia 4:1-4
"Bukalah bagimu tanah baru, dan janganlah menabur di tempat duri tumbuh." Yeremia 4:3
Apa yang dimaksud dengan membuka tanah baru? Menurut kita membuka tanah baru berarti membuka hutan, menebangi semua pohon yang ada serta mendongkel pangkal batang sampai akar-akarnya; setelah bersih tanah itu kita tanami dengan benih yang baru. Tapi perhatikan kebiasaan orang Israel bercocok tanam: mereka hanya diperbolehkan menggarap tanah pertaniannya selama enam tahun, dan pada tahun ketujuh tanah itu harus diistirahatkan. "Enam tahun lamanya engkau harus menaburi ladangmu, dan enam tahun lamanya engkau harus merantingi kebun anggurmu dan mengumpulkan hasil tanah itu, tetapi pada tahun yang ketujuh haruslah ada bagi tanah itu suatu sabat, masa perhentian penuh, suatu sabat bagi TUHAN. Ladangmu janganlah kautaburi dan kebun anggurmu janganlah kaurantingi." (Imamat 25:3-4). Jadi selama satu tahun tanah itu dibiarkan begitu saja tanpa dicangkul, dibajak atau pun diairi. Akibatnya? Tanah itu menjadi sangat keras dan hanya ditumbuhi oleh tanaman liar seperti ilalang dan semak duri. Karena tanahnya sudah mengeras dan dipenuhi oleh ilalang dan semak duri, benih sebaik apa pun yang ditabur tidak akan bisa tumbuh dengan baik, pada akhirnya akan mati.
Begitulah keadaan hati seseorang yang lama tidak tersentuh oleh 'mata bajak dan tidak mengalami aliran-aliran air hidup'. 'Tanah' hatinya sangat keras dan dipenuhi oleh berbagai 'belukar', ilalang dan semak duri'. Sebaik apa pun benih yang ditabur tidak akan menghasilkan tuaian sebab benih itu pasti akan mati. Keadaannya tetap kering dan gersang. Kerohaniannya tetap saja kerdil, tetap kanak-kanak dan tidak pernah bertumbuh seperti perumpamaan seorang penabur yang menaburkan benihnya: "Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati." (Lukas 8:6-7). Tentunya ini sangat mengecewakan!
Bagaimana kehidupan rohani Saudara? Jika menyadari bahwa kerohanian kita stagnan dan tidak pernah bertumbuh, itu tandanya bahwa ladang atau tanah hati kita sudah menjadi keras. Kita perlu diproses dan dibentuk kembali, jika tidak, sampai kapan pun tidak akan menghasilkan. (Bersambung)
Wednesday, May 29, 2013
MENYADARI STATUS KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2013 -
Baca: Roma 8:1-17
"Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris," Roma 8:17
Sebagai seorang Kristen alias pengikut Kristus keberadaan dan status kita pun kini telah berubah yaitu sebagai anak-anak Allah. Dikatakan, "...kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus." (Galatia 3:26). Karena status kita adalah anak Allah, kehidupan kita pun (perilaku, tabiat, karakter) harus mencerminkan Dia sebab keberadaan seorang anak itu erat kaitannya dengan keberadaan bapaknya. Karena kita adalah anak Allah maka tidak seharusnya kita hidup dalam ketakutan lagi, "Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi," (ayat 15).
Kepada Timotius rasul Paulus kembali menegaskan bahwa "Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Punya rasa takut, kuatir, cemas dan sebagainya adalah manusiawi sekali, tapi jika perasaan itu secara terus-menerus meliputi hidup kita setiap hari membuktikan bahwa kita masih 'kanak-kanak' rohani dan memiliki iman yang dangkal, tanda ketidakpercayaan kita akan penyertaan Tuhan dalam hidup kita. Kita harus menunjukkan kepada dunia bahwa kita ini 'berbeda', tidak sama dengan mereka yang bukan anak-anak Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa sebagai anak Tuhan "...kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah," (Roma 8:17). Sebagai anak-anak Tuhan kita berhak atas penyertaanNya, pemeliharaanNya, perlindunganNya dan juga berkat-berkatNya. "...segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu." (Lukas 15:31). Firman Tuhan selalu mengingatkan kita untuk tidak takut sebab Ia tahu benar akan kelemahan kita. "janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10). Berstatus sebagai anak Tuhan selain punyak hak, kita pun juga punya kewajiban (tanggung jawab).
Janji Tuhan pasti akan digenapi dalam hidup kita asalkan kita juga memenuhi kewajiban kita. Seringkali kita hanya menuntut hak-hak kita kepada Tuhan, sedangkan tanggung jawab kita abaikan. Bukankah ini tidak fair?
Jadilah anak-anak Tuhan yang taat, janji Tuhan akan digenapi dalam hidup kita!
Baca: Roma 8:1-17
"Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris," Roma 8:17
Sebagai seorang Kristen alias pengikut Kristus keberadaan dan status kita pun kini telah berubah yaitu sebagai anak-anak Allah. Dikatakan, "...kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus." (Galatia 3:26). Karena status kita adalah anak Allah, kehidupan kita pun (perilaku, tabiat, karakter) harus mencerminkan Dia sebab keberadaan seorang anak itu erat kaitannya dengan keberadaan bapaknya. Karena kita adalah anak Allah maka tidak seharusnya kita hidup dalam ketakutan lagi, "Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi," (ayat 15).
Kepada Timotius rasul Paulus kembali menegaskan bahwa "Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Punya rasa takut, kuatir, cemas dan sebagainya adalah manusiawi sekali, tapi jika perasaan itu secara terus-menerus meliputi hidup kita setiap hari membuktikan bahwa kita masih 'kanak-kanak' rohani dan memiliki iman yang dangkal, tanda ketidakpercayaan kita akan penyertaan Tuhan dalam hidup kita. Kita harus menunjukkan kepada dunia bahwa kita ini 'berbeda', tidak sama dengan mereka yang bukan anak-anak Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa sebagai anak Tuhan "...kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah," (Roma 8:17). Sebagai anak-anak Tuhan kita berhak atas penyertaanNya, pemeliharaanNya, perlindunganNya dan juga berkat-berkatNya. "...segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu." (Lukas 15:31). Firman Tuhan selalu mengingatkan kita untuk tidak takut sebab Ia tahu benar akan kelemahan kita. "janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10). Berstatus sebagai anak Tuhan selain punyak hak, kita pun juga punya kewajiban (tanggung jawab).
Janji Tuhan pasti akan digenapi dalam hidup kita asalkan kita juga memenuhi kewajiban kita. Seringkali kita hanya menuntut hak-hak kita kepada Tuhan, sedangkan tanggung jawab kita abaikan. Bukankah ini tidak fair?
Jadilah anak-anak Tuhan yang taat, janji Tuhan akan digenapi dalam hidup kita!
Tuesday, May 28, 2013
KAIN YANG BELUM SUSUT (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2013 -
Baca: Roma 6:1-14
"Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya?" Roma 6:3
Bukankah masih banyak orang Kristen yang begitu sibuk dalam pelayanan pekerjaan Tuhan tapi kehidupan pribadinya masih kacau dan berantakan? Kita begitu bangga berlabelkan 'pelayan Tuhan' sementara 'kedagingan' kita masih dominan: egois, mudah tersinggung, marah, iri hati, kikir, berselisih, dendam, suka menghakimi orang lain, senang bila melihat saudara seiman 'jatuh', dan perkataan kita seringkali pedas dan menyakitkan orang lain yang mendengarnya. Jika demikian kita bukannya 'menambal' kain yang lama, tapi malah makin merobek dan mencabik-cabiknya. "...kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya. Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." (Roma 6:3-6).
Tidak mudah bagi kita untuk 'disusutkan' hidupnya karena kita maunya dihormati, dinomorsatukan, dihargai, dipuji, dikenal banyak orang dan sebagainya. Tuhan berkata, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26b-27). Sebagai pengikut Kristus kita dituntut untuk meneladani kehidupan Kristus yang datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani!
Saat ini banyak orang di luar sana yang hidupnya sedang terkoyak dan tercabik-cabik. Mereka sangat membutuhkan 'kain' untuk menambal kehidupannya. Sudahkah kita menjadi berkat bagi mereka? Ataukah keberadaan kita bukannya menambal, membalut dan menyembuhkan, tapi makin memperparah luka dan mengecewakan?
Berikan hidup Saudara disusutkan Tuhan terlebih dulu sehingga kita layak melayaniNya dan akhirnya hidup kita pun menjadi berkat bagi banyak orang!
Baca: Roma 6:1-14
"Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya?" Roma 6:3
Bukankah masih banyak orang Kristen yang begitu sibuk dalam pelayanan pekerjaan Tuhan tapi kehidupan pribadinya masih kacau dan berantakan? Kita begitu bangga berlabelkan 'pelayan Tuhan' sementara 'kedagingan' kita masih dominan: egois, mudah tersinggung, marah, iri hati, kikir, berselisih, dendam, suka menghakimi orang lain, senang bila melihat saudara seiman 'jatuh', dan perkataan kita seringkali pedas dan menyakitkan orang lain yang mendengarnya. Jika demikian kita bukannya 'menambal' kain yang lama, tapi malah makin merobek dan mencabik-cabiknya. "...kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya. Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." (Roma 6:3-6).
Tidak mudah bagi kita untuk 'disusutkan' hidupnya karena kita maunya dihormati, dinomorsatukan, dihargai, dipuji, dikenal banyak orang dan sebagainya. Tuhan berkata, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26b-27). Sebagai pengikut Kristus kita dituntut untuk meneladani kehidupan Kristus yang datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani!
Saat ini banyak orang di luar sana yang hidupnya sedang terkoyak dan tercabik-cabik. Mereka sangat membutuhkan 'kain' untuk menambal kehidupannya. Sudahkah kita menjadi berkat bagi mereka? Ataukah keberadaan kita bukannya menambal, membalut dan menyembuhkan, tapi makin memperparah luka dan mengecewakan?
Berikan hidup Saudara disusutkan Tuhan terlebih dulu sehingga kita layak melayaniNya dan akhirnya hidup kita pun menjadi berkat bagi banyak orang!
Monday, May 27, 2013
KAIN YANG BELUM SUSUT (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Mei 2013 -
Baca: Matius 9:14-17
"Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya." Matius 9:16
Sebagai orang percaya kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi dunia ini! Menjadi berkat hidup kita menjadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di sekitar, terlebih-lebih bagi orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Namun dalam prakteknya masih banyak orang Kristen yang belum bisa menjadi kesaksian yang baik (berkat), tapi malah menjadi 'batu sandungan' bagi orang lain.
Kehidupan orang Kristen yang demikian tak ubahnya seperti kain yang belum susut yang ditambalkan pada baju lama, akibatnya kain penambal itu justru akan merobek baju lama tersebut sehingga makin besarlah robekannya. Apa yang dimaksud dengan kain yang belum susut? Ialah bahan kain yang sebelum dipotong dan dijahit harus direndam terlebih dahulu ke dalam air untuk beberapa waktu. Tujuannya supaya susutnya berhenti. Setelah itu barulah kain itu siap dikerjakan; jika tidak, suatu saat akan mengalami penyusutan lagi. Kain yang belum susut berarti kain yang belum tuntas prosesnya. Memang kalau dilihat dari luarnya seperti kain itu sudah selesai diproses, padahal sesungguhnya belum. Hal ini baru akan terlihat jika kain itu dipotong lalu ditambalkan pada baju lama yang robek. Hasilnya ketika beberapa kali dicuci, kain penambal itu akan susut sehingga makin merobek baju lama tersebut.
Sebelum kita melangkah keluar untuk melayani dan menjangkau jiwa-jiwa, hidup kita harus mau 'disusutkan' terlebih dahulu; kita harus mau dibentuk dan diproses sampai tuntas dulu supaya kita benar-benar siap dan layak untuk melayani orang lain. Adapaun 'direndam dalam air' adalah gambaran dari baptisan. Dibaptis berarti kita ditenggelamkan ke dalam air yang adalah lambang 'kematian' bersama Kristus. Kehidupan lama kita harus benar-benar dikubur dalam-dalam, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Jika kita masih mengenakan 'manusia lama', maka pelayanan yang kita lakukan untuk Tuhan dan juga sesama tidak akan berarti apa-apa, yang ada justru kita menjadi batu sandungan bagi orang lain. (Bersambung)
Baca: Matius 9:14-17
"Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya." Matius 9:16
Sebagai orang percaya kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi dunia ini! Menjadi berkat hidup kita menjadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di sekitar, terlebih-lebih bagi orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Namun dalam prakteknya masih banyak orang Kristen yang belum bisa menjadi kesaksian yang baik (berkat), tapi malah menjadi 'batu sandungan' bagi orang lain.
Kehidupan orang Kristen yang demikian tak ubahnya seperti kain yang belum susut yang ditambalkan pada baju lama, akibatnya kain penambal itu justru akan merobek baju lama tersebut sehingga makin besarlah robekannya. Apa yang dimaksud dengan kain yang belum susut? Ialah bahan kain yang sebelum dipotong dan dijahit harus direndam terlebih dahulu ke dalam air untuk beberapa waktu. Tujuannya supaya susutnya berhenti. Setelah itu barulah kain itu siap dikerjakan; jika tidak, suatu saat akan mengalami penyusutan lagi. Kain yang belum susut berarti kain yang belum tuntas prosesnya. Memang kalau dilihat dari luarnya seperti kain itu sudah selesai diproses, padahal sesungguhnya belum. Hal ini baru akan terlihat jika kain itu dipotong lalu ditambalkan pada baju lama yang robek. Hasilnya ketika beberapa kali dicuci, kain penambal itu akan susut sehingga makin merobek baju lama tersebut.
Sebelum kita melangkah keluar untuk melayani dan menjangkau jiwa-jiwa, hidup kita harus mau 'disusutkan' terlebih dahulu; kita harus mau dibentuk dan diproses sampai tuntas dulu supaya kita benar-benar siap dan layak untuk melayani orang lain. Adapaun 'direndam dalam air' adalah gambaran dari baptisan. Dibaptis berarti kita ditenggelamkan ke dalam air yang adalah lambang 'kematian' bersama Kristus. Kehidupan lama kita harus benar-benar dikubur dalam-dalam, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Jika kita masih mengenakan 'manusia lama', maka pelayanan yang kita lakukan untuk Tuhan dan juga sesama tidak akan berarti apa-apa, yang ada justru kita menjadi batu sandungan bagi orang lain. (Bersambung)
Sunday, May 26, 2013
TIDAK ADA KETENANGAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2013 -
Baca: Mazmur 131:1-3
"Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku." Mazmur 131:2
Karena pemberontakan anaknya (Absalom), Daud harus melarikan diri dan hidup dalam ketidaktenangan. Manusiawi sekali jika Daud memerintahkan pegawai-pegawainya untuk menyelamatkan diri, "Bersiaplah, marilah kita melarikan diri, sebab jangan-jangan kita tidak akan luput dari pada Absalom. Pergilah dengan segera, supaya ia jangan dapat lekas menyusul kita, dan mendatangkan celaka atas kita dan memukul kota ini dengan mata pedang!" (2 Samuel 15:14). Dalam ketakutan inilah Daud menyadari bahwa segala yang dimilikinya ternyata tak sanggup memberikan jaminan keselamatan, perlindungan dan juga ketenangan hidup. Bukan hanya musuh, bahkan orang-orang terdekatnya bisa saja berkhianat, mengecewakan, berubah sikap dan berpaling darinya.
Dalam keadaan terjepit inilah Daud makin memahami betapa tak berartinya kekuatan sendiri dan segala yang dimilikinya jika tanpa Tuhan. Ketika orang-orang terdekat justru berpihak pada musuh, ketika manusia mengecewakan dan tidak dapat diharapkan, Daud menemukan jawaban bahwa hanya Tuhan sajalah sumber ketenangan hidup. Tidak ada jalan lain untuk mendapatkan ketenangan selain harus mendekat kepada Tuhan. Sungguh, "Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku. Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita." (Mazmur 62:6, 9).
Memiliki uang atau kekayaan yang melimpah tidak dapat menolong seseorang untuk bisa hidup tenang, sebaliknya malah membuat tidak tenang, was-was, apalagi jika kekayaan itu merupakan hasil korupsi atau penyalahgunaan jabatan dan sebagainya. Itulah sebabnya Daud lebih memilih untuk meninggalkan segala yang dimilikinya dan melarikan diri dari Absalom, namun ia tidak lari dari hadapan Tuhan sebab "Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." (Mazmur 121:2).
"...lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." Mazmur 84:11
Baca: Mazmur 131:1-3
"Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku." Mazmur 131:2
Karena pemberontakan anaknya (Absalom), Daud harus melarikan diri dan hidup dalam ketidaktenangan. Manusiawi sekali jika Daud memerintahkan pegawai-pegawainya untuk menyelamatkan diri, "Bersiaplah, marilah kita melarikan diri, sebab jangan-jangan kita tidak akan luput dari pada Absalom. Pergilah dengan segera, supaya ia jangan dapat lekas menyusul kita, dan mendatangkan celaka atas kita dan memukul kota ini dengan mata pedang!" (2 Samuel 15:14). Dalam ketakutan inilah Daud menyadari bahwa segala yang dimilikinya ternyata tak sanggup memberikan jaminan keselamatan, perlindungan dan juga ketenangan hidup. Bukan hanya musuh, bahkan orang-orang terdekatnya bisa saja berkhianat, mengecewakan, berubah sikap dan berpaling darinya.
Dalam keadaan terjepit inilah Daud makin memahami betapa tak berartinya kekuatan sendiri dan segala yang dimilikinya jika tanpa Tuhan. Ketika orang-orang terdekat justru berpihak pada musuh, ketika manusia mengecewakan dan tidak dapat diharapkan, Daud menemukan jawaban bahwa hanya Tuhan sajalah sumber ketenangan hidup. Tidak ada jalan lain untuk mendapatkan ketenangan selain harus mendekat kepada Tuhan. Sungguh, "Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku. Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita." (Mazmur 62:6, 9).
Memiliki uang atau kekayaan yang melimpah tidak dapat menolong seseorang untuk bisa hidup tenang, sebaliknya malah membuat tidak tenang, was-was, apalagi jika kekayaan itu merupakan hasil korupsi atau penyalahgunaan jabatan dan sebagainya. Itulah sebabnya Daud lebih memilih untuk meninggalkan segala yang dimilikinya dan melarikan diri dari Absalom, namun ia tidak lari dari hadapan Tuhan sebab "Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." (Mazmur 121:2).
"...lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." Mazmur 84:11
Saturday, May 25, 2013
TIDAK ADA KETENANGAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2013 -
Baca: Mazmur 55:1-24
"Pikirku: 'Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang,'" Mazmur 55:7
Kita sering menyaksikan di layar televisi bahwa setiap long weekend kawasan Puncak (Bogor) selalu dipenuhi oleh para pelancong, akibatnya jalan menuju daerah tersebut padat merayap dan menimbulkan kemacetan. Mereka datang dari berbagai kota terutama Jakarta. Mengapa mereka pergi ke Puncak? Untuk mendapatkan ketenangan, melepas penat dan juga menghilangkan stres karena udara di kawasan Puncak begitu menyejukkan, pemandangan alamnya pun sangat mempesona dan jauh dari kebisingan. Berbeda dengan Jakarta yang penuh dengan polusi dan keruwetan hidup.
Hidup tenang adalah dambaan setiap insan di dunia ini. Banyak orang berpikir bahwa dengan bepergian ke tempat-tempat wisata, memiliki rumah di kawasan elite, punya uang banyak dan mempunyai jabatan tertentu adalah jaminan untuk mendapatkan ketenangan dalam hidup ini. Benarkah? Ketenangan yang ditawarkan oleh dunia ini sifatnya hanya sementara alias semu. Kita masih ingat bagaimana banjir melanda Jakarta? Orang kaya/miskin yang tinggal di kawasan elite/kumuh, orang berpangkat/orang biasa dibuat tidak tenang dan tak berdaya menghadapi bencana ini. Tidaklah salah memiliki harta kekayaan, jabatan dan sebagainya asalkan kita tidak menyandarkan hidup sepenuhnya kepada apa yang kita miliki itu.
Bersandar dan berharap pada dunia ini adalah sia-sia belaka. Kita bisa belajar dari pengalaman hidup Daud. Sekalipun ia adalah seorang raja, punya segala-galanya (harta, istana, tentara sebagai penjaga), tidak menjamin hidupnya akan tenang. Bahkan ia mengalami ketidaktenangan karena hidupnya selalu berada dalam ancaman. Absalom, yang adalah anaknya sendiri, justru menjadi musuh dalam selimut. Ia berusaha untuk mengkudeta Daud dan berniat untuk membunuhnya, sampai-sampai Daud harus melarikan diri dari kejaran anaknya, "Kalau musuhku yang mencela aku, aku masih dapat menanggungnya; kalau pembenciku yang membesarkan diri terhadap aku, aku masih dapat menyembunyikan diri terhadap dia." (Mazmur 55:13-15). (Bersambung)
Baca: Mazmur 55:1-24
"Pikirku: 'Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang,'" Mazmur 55:7
Kita sering menyaksikan di layar televisi bahwa setiap long weekend kawasan Puncak (Bogor) selalu dipenuhi oleh para pelancong, akibatnya jalan menuju daerah tersebut padat merayap dan menimbulkan kemacetan. Mereka datang dari berbagai kota terutama Jakarta. Mengapa mereka pergi ke Puncak? Untuk mendapatkan ketenangan, melepas penat dan juga menghilangkan stres karena udara di kawasan Puncak begitu menyejukkan, pemandangan alamnya pun sangat mempesona dan jauh dari kebisingan. Berbeda dengan Jakarta yang penuh dengan polusi dan keruwetan hidup.
Hidup tenang adalah dambaan setiap insan di dunia ini. Banyak orang berpikir bahwa dengan bepergian ke tempat-tempat wisata, memiliki rumah di kawasan elite, punya uang banyak dan mempunyai jabatan tertentu adalah jaminan untuk mendapatkan ketenangan dalam hidup ini. Benarkah? Ketenangan yang ditawarkan oleh dunia ini sifatnya hanya sementara alias semu. Kita masih ingat bagaimana banjir melanda Jakarta? Orang kaya/miskin yang tinggal di kawasan elite/kumuh, orang berpangkat/orang biasa dibuat tidak tenang dan tak berdaya menghadapi bencana ini. Tidaklah salah memiliki harta kekayaan, jabatan dan sebagainya asalkan kita tidak menyandarkan hidup sepenuhnya kepada apa yang kita miliki itu.
Bersandar dan berharap pada dunia ini adalah sia-sia belaka. Kita bisa belajar dari pengalaman hidup Daud. Sekalipun ia adalah seorang raja, punya segala-galanya (harta, istana, tentara sebagai penjaga), tidak menjamin hidupnya akan tenang. Bahkan ia mengalami ketidaktenangan karena hidupnya selalu berada dalam ancaman. Absalom, yang adalah anaknya sendiri, justru menjadi musuh dalam selimut. Ia berusaha untuk mengkudeta Daud dan berniat untuk membunuhnya, sampai-sampai Daud harus melarikan diri dari kejaran anaknya, "Kalau musuhku yang mencela aku, aku masih dapat menanggungnya; kalau pembenciku yang membesarkan diri terhadap aku, aku masih dapat menyembunyikan diri terhadap dia." (Mazmur 55:13-15). (Bersambung)
Friday, May 24, 2013
KEADILAN DAN KEBENARAN DITEGAKKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2013 -
Baca: Mazmur 10:1-18
"Bangkitlah, TUHAN! Ya Allah, ulurkanlah tangan-Mu, janganlah lupakan orang-orang yang tertindas." Mazmur 10:12
Saat berada dalam kesesakan, tekanan dan juga perlakuan yang tidak adil dari orang lain, hampir setiap kita akan bersikap tidak sabar menantikan Tuhan bertindak. Kita berkata, "Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu dalam waktu-waktu kesesakan?" (Mazmur 10:1), bahkan kita berani mempersalahkan Tuhan karena merasa Dia tidak segera memberikan pertolongan atas pergumulan yang kita alami. Akhirnya yang keluar dari mulut kita hanyalah keluh kesah dan persungutan.
Sikap demikian tentunya tidak membuat kita menjadi orang yang belajar mengerti kehendak Tuhan dan mensyukuri atas segala sesuatu yang terjadi dalam hidup. Karena itu Yakobus menasihati kita, "Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu,...janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu." (Yakobus 5:8-9). Menghadapi ketidakadilan dan penindasan mari belajar tetap bersabar. Kita harus percaya bahwa apa pun yang menimpa kita dan apa pun yang diperbuat oleh orang lain terhadap kita tidaklah luput dari pengawasan Tuhan. "Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel." (Mazmur 121:4), dan "Engkau memasang telinga-Mu, untuk memberi keadilan kepada anak yatim dan orang yang terinjak" (Mazmur 10:17-18).
Serahkan semuanya kepada Tuhan karena Dia adalah Hakim yang adil. Sekalipun untuk seketika lamanya kita harus bertekun dan bersabar dalam pergumulan akan datang waktunya bahwa keadilan dan kebenaran menjadi bagian hidup kita. Kesabaran akan mendatangkan berkat dari Tuhan. Yakobus berkata, "...kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan." (Yakobus 5:11). Tuhan tidak akan membiarkan kita terus-menerus dalam pergumulan; Dia pasti akan bertindak sesuai dengan waktuNya. Sebagaimana Tuhan memulihkan keadaan Ayub, Dia juga pasti akan memulihkan kita.
"Aku tahu, bahwa Tuhan akan memberi keadilan kepada orang tertindas, dan membela perkara orang miskin." Mazmur 140:13
Baca: Mazmur 10:1-18
"Bangkitlah, TUHAN! Ya Allah, ulurkanlah tangan-Mu, janganlah lupakan orang-orang yang tertindas." Mazmur 10:12
Saat berada dalam kesesakan, tekanan dan juga perlakuan yang tidak adil dari orang lain, hampir setiap kita akan bersikap tidak sabar menantikan Tuhan bertindak. Kita berkata, "Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu dalam waktu-waktu kesesakan?" (Mazmur 10:1), bahkan kita berani mempersalahkan Tuhan karena merasa Dia tidak segera memberikan pertolongan atas pergumulan yang kita alami. Akhirnya yang keluar dari mulut kita hanyalah keluh kesah dan persungutan.
Sikap demikian tentunya tidak membuat kita menjadi orang yang belajar mengerti kehendak Tuhan dan mensyukuri atas segala sesuatu yang terjadi dalam hidup. Karena itu Yakobus menasihati kita, "Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu,...janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu." (Yakobus 5:8-9). Menghadapi ketidakadilan dan penindasan mari belajar tetap bersabar. Kita harus percaya bahwa apa pun yang menimpa kita dan apa pun yang diperbuat oleh orang lain terhadap kita tidaklah luput dari pengawasan Tuhan. "Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel." (Mazmur 121:4), dan "Engkau memasang telinga-Mu, untuk memberi keadilan kepada anak yatim dan orang yang terinjak" (Mazmur 10:17-18).
Serahkan semuanya kepada Tuhan karena Dia adalah Hakim yang adil. Sekalipun untuk seketika lamanya kita harus bertekun dan bersabar dalam pergumulan akan datang waktunya bahwa keadilan dan kebenaran menjadi bagian hidup kita. Kesabaran akan mendatangkan berkat dari Tuhan. Yakobus berkata, "...kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan." (Yakobus 5:11). Tuhan tidak akan membiarkan kita terus-menerus dalam pergumulan; Dia pasti akan bertindak sesuai dengan waktuNya. Sebagaimana Tuhan memulihkan keadaan Ayub, Dia juga pasti akan memulihkan kita.
"Aku tahu, bahwa Tuhan akan memberi keadilan kepada orang tertindas, dan membela perkara orang miskin." Mazmur 140:13
Thursday, May 23, 2013
ABRAHAM: Bapa Orang Percaya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2013 -
Baca: Roma 4:1-25
"Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" Roma 4:17a
Abraham disebut sebagai bapa orang percaya. Untuk mendapatkan pengakuan atau status sebagai bapa orang percaya Abraham harus terlebih dahulu lulus dalam berbagai ujian iman. Tidak semudah membalik telapak tangan, ada harga yang harus dibayar oleh Abraham. Kualitas iman Abraham tidak terjadi secara instan tetapi melalui proses.
Di awal pemanggilannya Abraham sudah menunjukkan iman percaya kepada Tuhan dengan meninggalkan sanak saudara dan juga negerinya (Ur-Kasdim) pergi ke negeri yang ditunjukkan Tuhan. "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui." (Ibrani 11:8). Tuhan berjanji bahwa Abraham akan menjadi bangsa yang besar, di mana keturunannya akan seperti bintang-bintang di langit banyaknya. Meski itu baru janji dan belum terwujud, namun serta secara kasat mata ia tidak lagi berpotensi untuk memiliki keturunan karena usianya yang sudah lanjut. Tapi Alkitab menyatakan, "Lalu percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6).
Kejadian pasal 22 adalah puncak iman Abraham kepada Tuhan, ujian yang paling menentukan dalam hidup Abraham. Ketika Tuhan memerintahkan Abraham untuk menyerahkan anak semata wayangnya (Ishak) sebagai persembahan di gunung Moria, Abraham pun rela menyerahkan anak yang dikasihinya. Dengan perbekalan yang lengkap (kayu bakar dan Ishak yang hendak dikorbankannya) Abraham menuju ke tempat yang Tuhan sudah tentukan. Abraham berkata kepada bujangnya, "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu." (Kejadian 22:5). Ini adalah deklarasi iman Abraham. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Ketaatan Abraham beroleh upah: Tuhan menyatakan kemurahan dan kasihnya dengan menyediakan domba sebagai ganti Ishak. Kisah Abraham mempersembahkan Ishak adalah bukti bahwa ia mengasihi Tuhan lebih dari segala-galanya.
Abraham bapa orang beriman bagi segala bangsa karena imannya telah teruji!
Baca: Roma 4:1-25
"Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" Roma 4:17a
Abraham disebut sebagai bapa orang percaya. Untuk mendapatkan pengakuan atau status sebagai bapa orang percaya Abraham harus terlebih dahulu lulus dalam berbagai ujian iman. Tidak semudah membalik telapak tangan, ada harga yang harus dibayar oleh Abraham. Kualitas iman Abraham tidak terjadi secara instan tetapi melalui proses.
Di awal pemanggilannya Abraham sudah menunjukkan iman percaya kepada Tuhan dengan meninggalkan sanak saudara dan juga negerinya (Ur-Kasdim) pergi ke negeri yang ditunjukkan Tuhan. "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui." (Ibrani 11:8). Tuhan berjanji bahwa Abraham akan menjadi bangsa yang besar, di mana keturunannya akan seperti bintang-bintang di langit banyaknya. Meski itu baru janji dan belum terwujud, namun serta secara kasat mata ia tidak lagi berpotensi untuk memiliki keturunan karena usianya yang sudah lanjut. Tapi Alkitab menyatakan, "Lalu percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6).
Kejadian pasal 22 adalah puncak iman Abraham kepada Tuhan, ujian yang paling menentukan dalam hidup Abraham. Ketika Tuhan memerintahkan Abraham untuk menyerahkan anak semata wayangnya (Ishak) sebagai persembahan di gunung Moria, Abraham pun rela menyerahkan anak yang dikasihinya. Dengan perbekalan yang lengkap (kayu bakar dan Ishak yang hendak dikorbankannya) Abraham menuju ke tempat yang Tuhan sudah tentukan. Abraham berkata kepada bujangnya, "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu." (Kejadian 22:5). Ini adalah deklarasi iman Abraham. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Ketaatan Abraham beroleh upah: Tuhan menyatakan kemurahan dan kasihnya dengan menyediakan domba sebagai ganti Ishak. Kisah Abraham mempersembahkan Ishak adalah bukti bahwa ia mengasihi Tuhan lebih dari segala-galanya.
Abraham bapa orang beriman bagi segala bangsa karena imannya telah teruji!
Wednesday, May 22, 2013
BELAJAR DARI BARTIMEUS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2013 -
Baca: Lukas 18:35-43
"...lalu mengikuti Dia sambil memuliakan Allah. Seluruh rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah." Lukas 18:43
Ketika sedang berada dalam pergumulan yang berat tidak sedikit orang Kristen mengambil tindakan yang salah. Hal pertama yang mereka lakukan adalah mengeluh, bersungut-sungut, ngomong sana-sini, menceritakan keluh kesahnya kepada orang lain. Seringkali bukan jalan keluar yang didapat tapi suasana hati yang semakin keruh dan tidak menentu. Kita lupa bahwa hal terpenting yang seharusnya kita lakukan saat persoalan melanda adalah datang bersimpuh di bawah kaki Tuhan Yesus dan berdoa, karena hanya Dialah yang sanggup mengulurkan tanganNya dan memberi kita kekuatan untuk menghadapi semua itu, sebab "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." (Mazmur 145:18). Inilah yang dilakukan oleh Bartimeus yang seharusnya kita pelajari dari dia. Meski banyak orang menghalangi dan menegornya supaya diam ia tidak putus asa dan tetap berjuang untuk datang kepada Tuhan Yesus. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Bukankah kita seringkali gampang menyerah pada keadaan dan terintimidasi oleh omongan orang lain yang melemahkan, sehingga kita pun tidak lagi datang kepada Tuhan dan akhirnya kita lari mencari pertolongan kepada manusia?
Setelah beroleh kesembuhan Bartimeus tidak lupa mengucap syukur kepada Tuhan; bukan hanya itu, ia juga memutuskan untuk mengikut Tuhan Yesus dengan segenap hati. Ini sebagai respons atas kasih yang telah diterimanya. "Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku;" (Mazmur 50:23a). Bartimeus telah mengalami titik balik dalam hidupnya! Melalui peristiwa ini kehidupan Bartimeus menjadi kesaksian bagi banyak orang dan nama Tuhan pun dipermuliakan. Bagaimana dengan kita? Mari saksikan kebaikan Tuhan kepada orang lain, mengucap syukur kepada Tuhan karena setiap hari kita mengalami dan merasakan kebaikan Tuhan.
Tuhan selalu punya cara untuk menolong kita, maka milikilah iman yang teguh dan berharaplah hanya kepadaNya!
Baca: Lukas 18:35-43
"...lalu mengikuti Dia sambil memuliakan Allah. Seluruh rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah." Lukas 18:43
Ketika sedang berada dalam pergumulan yang berat tidak sedikit orang Kristen mengambil tindakan yang salah. Hal pertama yang mereka lakukan adalah mengeluh, bersungut-sungut, ngomong sana-sini, menceritakan keluh kesahnya kepada orang lain. Seringkali bukan jalan keluar yang didapat tapi suasana hati yang semakin keruh dan tidak menentu. Kita lupa bahwa hal terpenting yang seharusnya kita lakukan saat persoalan melanda adalah datang bersimpuh di bawah kaki Tuhan Yesus dan berdoa, karena hanya Dialah yang sanggup mengulurkan tanganNya dan memberi kita kekuatan untuk menghadapi semua itu, sebab "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." (Mazmur 145:18). Inilah yang dilakukan oleh Bartimeus yang seharusnya kita pelajari dari dia. Meski banyak orang menghalangi dan menegornya supaya diam ia tidak putus asa dan tetap berjuang untuk datang kepada Tuhan Yesus. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Bukankah kita seringkali gampang menyerah pada keadaan dan terintimidasi oleh omongan orang lain yang melemahkan, sehingga kita pun tidak lagi datang kepada Tuhan dan akhirnya kita lari mencari pertolongan kepada manusia?
Setelah beroleh kesembuhan Bartimeus tidak lupa mengucap syukur kepada Tuhan; bukan hanya itu, ia juga memutuskan untuk mengikut Tuhan Yesus dengan segenap hati. Ini sebagai respons atas kasih yang telah diterimanya. "Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku;" (Mazmur 50:23a). Bartimeus telah mengalami titik balik dalam hidupnya! Melalui peristiwa ini kehidupan Bartimeus menjadi kesaksian bagi banyak orang dan nama Tuhan pun dipermuliakan. Bagaimana dengan kita? Mari saksikan kebaikan Tuhan kepada orang lain, mengucap syukur kepada Tuhan karena setiap hari kita mengalami dan merasakan kebaikan Tuhan.
Tuhan selalu punya cara untuk menolong kita, maka milikilah iman yang teguh dan berharaplah hanya kepadaNya!
Tuesday, May 21, 2013
BELAJAR DARI BARTIMEUS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2013 -
Baca: Lukas 18:35-43
"Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Lukas 18:42
Kisah tentang Bartimeus tidaklah asing bagi orang Kristen. Namun seringkali kita hanya tahu secara garis besarnya saja yaitu Bartimeus yang buta disembuhkan oleh Tuhan Yesus. Tidak lebih dari itu! Padahal bila kita teliti lebih dalam lagi ada banyak hal yang kita pelajari dari Bartimeus ini.
Secara manusia Bartimeus bisa dikatakan sebagai orang yang tidak memiliki pengharapan dan masa depan (hopeless). Mengapa? Karena ia adalah orang yang tidak bisa melihat (buta) dan hidup dari belas kasihan orang lain semata. Alkitab menyatakan bahwa yang bisa dikerjakan oleh Bartimeus hanyalah "...duduk di pinggir jalan dan mengemis." (ayat 35). Niscaya semua orang pasti memandangnya dengan sebelah mata alias meremehkannya. Itulah sifat manusia! Seringkali kita masih membeda-bedakan status/derajat seseorang; kita hanya mengasihi orang-orang yang mengasihi kita; kita hanya peduli terhadap orang yang mempedulikan kita. Namun terhadap orang yang lemah (miskin) kita kerapkali menutup mata. Syukur kepada Tuhan ada satu Pribadi yang selalu peduli dan tidak pernah meninggalkan orang-orang yang dipandang 'rendah' oleh dunia, Dialah Tuhan Yesus Kristus. Ketika mendengar bahwa Yesus sedang lewat maka segeralah Bartimeus berseru, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (ayat 38) dan Tuhan pun mengindahkannya. Pernyataan Bartimeus "Yesus, Anak Daud." adalah bukti bahwa ia memiliki pengenalan yang benar tentang siapa Yesus itu. Dalam Yohanes 7:42 dikatakan bahwa "...Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal." Bartimeus percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang sedang dinanti-nantikan oleh bangsa Yahudi. Meski secara lahiriah tidak bisa melihat, tapi mata rohani Bartimeus terbuka dan melihat. Ia sangat percaya bahwa Yesus sanggup melakukan perkara yang ajaib karena Dia adalah Tuhan yang berkuasa dan Dokter di atas segala dokter. Karena itu ketika Yesus bertanya, "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?", dengan penuh iman Bartimeus menjawab, "Tuhan, supaya aku dapat melihat!" (ayat 41). Dan mujizat pun dinyatakan, "...seketika itu juga melihatlah ia," (ayat 43). Bartimeus memiliki iman yang hidup, iman yang disertai tindakan sehingga ia menerima mujizat dari Tuhan: matanya yang buta menjadi tercelik! (Bersambung)
Baca: Lukas 18:35-43
"Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Lukas 18:42
Kisah tentang Bartimeus tidaklah asing bagi orang Kristen. Namun seringkali kita hanya tahu secara garis besarnya saja yaitu Bartimeus yang buta disembuhkan oleh Tuhan Yesus. Tidak lebih dari itu! Padahal bila kita teliti lebih dalam lagi ada banyak hal yang kita pelajari dari Bartimeus ini.
Secara manusia Bartimeus bisa dikatakan sebagai orang yang tidak memiliki pengharapan dan masa depan (hopeless). Mengapa? Karena ia adalah orang yang tidak bisa melihat (buta) dan hidup dari belas kasihan orang lain semata. Alkitab menyatakan bahwa yang bisa dikerjakan oleh Bartimeus hanyalah "...duduk di pinggir jalan dan mengemis." (ayat 35). Niscaya semua orang pasti memandangnya dengan sebelah mata alias meremehkannya. Itulah sifat manusia! Seringkali kita masih membeda-bedakan status/derajat seseorang; kita hanya mengasihi orang-orang yang mengasihi kita; kita hanya peduli terhadap orang yang mempedulikan kita. Namun terhadap orang yang lemah (miskin) kita kerapkali menutup mata. Syukur kepada Tuhan ada satu Pribadi yang selalu peduli dan tidak pernah meninggalkan orang-orang yang dipandang 'rendah' oleh dunia, Dialah Tuhan Yesus Kristus. Ketika mendengar bahwa Yesus sedang lewat maka segeralah Bartimeus berseru, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (ayat 38) dan Tuhan pun mengindahkannya. Pernyataan Bartimeus "Yesus, Anak Daud." adalah bukti bahwa ia memiliki pengenalan yang benar tentang siapa Yesus itu. Dalam Yohanes 7:42 dikatakan bahwa "...Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal." Bartimeus percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang sedang dinanti-nantikan oleh bangsa Yahudi. Meski secara lahiriah tidak bisa melihat, tapi mata rohani Bartimeus terbuka dan melihat. Ia sangat percaya bahwa Yesus sanggup melakukan perkara yang ajaib karena Dia adalah Tuhan yang berkuasa dan Dokter di atas segala dokter. Karena itu ketika Yesus bertanya, "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?", dengan penuh iman Bartimeus menjawab, "Tuhan, supaya aku dapat melihat!" (ayat 41). Dan mujizat pun dinyatakan, "...seketika itu juga melihatlah ia," (ayat 43). Bartimeus memiliki iman yang hidup, iman yang disertai tindakan sehingga ia menerima mujizat dari Tuhan: matanya yang buta menjadi tercelik! (Bersambung)
Monday, May 20, 2013
ROH KUDUS DICURAHKAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2013 -
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya." Kisah 2:4
Ketika tiba hari Pentakosta dan ketika semua orang percaya berkumpul di satu tempat, "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing." (Kisah 2:2-3).
Ada dua manifestasi Roh Kudus di sini yaitu dalam rupa 'angin' dan 'api'. Angin adalah gambaran dari nafas kehidupan yang dihembuskan Tuhan. Bila Roh Kudus hadir kita akan merasakan dan menemukan arti kehidupan yang sesungguhnya. Ketika kita membuka hati dan mengijinkan Roh Kudus bekerja dalam hidup ini kita akan merasakan sukacita dan kebahagiaan sejati. Adapun sifat-sifat angin adalah sebagai udara untuk bernafas, tidak kelihatan tapi gerakannya dapat dirasakan, ada di mana-mana, selalu bergerak, dan bertiup lembut namun dapat menghasilkan tenaga yang dahsyat. Sedangkan 'api' secara alamiah memiliki fungsi untuk membakar, memberi terang, menyucikan, membangkitkan tenaga, menghanguskan. Melalui pekerjaan Roh Kudus kita dapat memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam firmanNya sehingga langkah hidup kita pun makin terarah, sebab "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26), serta "...Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran," (Yohanes 16:13). Api Roh Kudus juga sanggup menghanguskan setiap dosa, menyucikan hati kita serta melembutkan setiap hati yang keras. Hanya dengan Roh Kudus kita dapat hidup dalam kekudusan dan menjadi pribadi-pribadi yang berkenan kepada Tuhan.
Kita tidak akan mampu mengerjakan tugas-tugas pelayanan dan menjadi saksi Tuhan di tengah dunia ini tanpa penyertaan Roh Kudus. Karena itu bukalah hati dan ijinkan Roh Kudus menjamah hidup Saudara supaya kita layak menjadi saksi-saksiNya. Jika Roh Kudus bekerja dalam kita, kita sanggup melakukan pekerjaan-pekerjaan yang besar sebab RohNya lebih besar dari pada roh apa pun yang ada di dunia ini.
Tidak ada yang mustahil bagi orang percaya!
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya." Kisah 2:4
Ketika tiba hari Pentakosta dan ketika semua orang percaya berkumpul di satu tempat, "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing." (Kisah 2:2-3).
Ada dua manifestasi Roh Kudus di sini yaitu dalam rupa 'angin' dan 'api'. Angin adalah gambaran dari nafas kehidupan yang dihembuskan Tuhan. Bila Roh Kudus hadir kita akan merasakan dan menemukan arti kehidupan yang sesungguhnya. Ketika kita membuka hati dan mengijinkan Roh Kudus bekerja dalam hidup ini kita akan merasakan sukacita dan kebahagiaan sejati. Adapun sifat-sifat angin adalah sebagai udara untuk bernafas, tidak kelihatan tapi gerakannya dapat dirasakan, ada di mana-mana, selalu bergerak, dan bertiup lembut namun dapat menghasilkan tenaga yang dahsyat. Sedangkan 'api' secara alamiah memiliki fungsi untuk membakar, memberi terang, menyucikan, membangkitkan tenaga, menghanguskan. Melalui pekerjaan Roh Kudus kita dapat memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam firmanNya sehingga langkah hidup kita pun makin terarah, sebab "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26), serta "...Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran," (Yohanes 16:13). Api Roh Kudus juga sanggup menghanguskan setiap dosa, menyucikan hati kita serta melembutkan setiap hati yang keras. Hanya dengan Roh Kudus kita dapat hidup dalam kekudusan dan menjadi pribadi-pribadi yang berkenan kepada Tuhan.
Kita tidak akan mampu mengerjakan tugas-tugas pelayanan dan menjadi saksi Tuhan di tengah dunia ini tanpa penyertaan Roh Kudus. Karena itu bukalah hati dan ijinkan Roh Kudus menjamah hidup Saudara supaya kita layak menjadi saksi-saksiNya. Jika Roh Kudus bekerja dalam kita, kita sanggup melakukan pekerjaan-pekerjaan yang besar sebab RohNya lebih besar dari pada roh apa pun yang ada di dunia ini.
Tidak ada yang mustahil bagi orang percaya!
Sunday, May 19, 2013
ROH KUDUS DICURAHKAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Mei 2013 -
Baca: Kisah Para Rasul 1:1-26
"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Kisah 1:8
Beberapa waktu yang lalu kita telah merayakan hari Paskah di mana kita memperingati peristiwa kematian dan kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus. Setelah bangkit dari kematian (hari yang ke-3), selama 40 hari Tuhan Yesus menampakkan diri kepada murid-muridNya dan juga orang-orang untuk membuktikan bahwa Dia benar-benar hidup. Dan kemudian Ia pun naik ke sorga. Namun sebelum naik ke sorga Tuhan Yesus meninggalkan pesan kepada murid-muridNya (ayat nas), dan selang sepuluh hari kemudian apa yang di janjikan Tuhan itu pun digenapiNya. Hari di mana Roh Kudus dicurahkan bagi umatNya inilah disebut hari Pentakosta. Dicurahkannya Roh Tuhan ini juga merupakan penggenapan dari apa yang disampaikan oleh nabi Yoel, "...Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan." (Yoel 2:28-29).
Adapun pencurahan Roh Kudus ini terjadi di Yerusalem. Mengapa di Yerusalem? Sebab selama berada di bumi Tuhan Yesus menghabiskan banyak waktunya untuk melayani dan juga mengajar tentang firman di Yerusalem. Hal ini juga telah disampaikan oleh nabi Yesaya ribuan tahun sebelumnya, "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman Tuhan dari Yerusalem." (Yesaya 2:3). Itulah sebabnya Tuhan melarang murid-muridNya meninggalkan Yerusalem dan menyuruh mereka untuk tinggal di situ menantikan janji Bapa tersebut. "Maka kembalilah rasul-rasul itu ke Yerusalem dari bukit yang disebut Bukit Zaitun, yang hanya seperjalanan Sabat jauhnya dari Yerusalem." (Kisah 1:12). Ada sekitar 120 orang yang berkumpul di sebuah ruangan atas. Untuk mengalami lawatan Roh Tuhan kita tidak boleh 'meninggalkan Yerusalem', artinya harus bertekun dalam pengajaran firman Tuhan dan merenungkan itu siang dan malam. (Bersambung)
Baca: Kisah Para Rasul 1:1-26
"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Kisah 1:8
Beberapa waktu yang lalu kita telah merayakan hari Paskah di mana kita memperingati peristiwa kematian dan kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus. Setelah bangkit dari kematian (hari yang ke-3), selama 40 hari Tuhan Yesus menampakkan diri kepada murid-muridNya dan juga orang-orang untuk membuktikan bahwa Dia benar-benar hidup. Dan kemudian Ia pun naik ke sorga. Namun sebelum naik ke sorga Tuhan Yesus meninggalkan pesan kepada murid-muridNya (ayat nas), dan selang sepuluh hari kemudian apa yang di janjikan Tuhan itu pun digenapiNya. Hari di mana Roh Kudus dicurahkan bagi umatNya inilah disebut hari Pentakosta. Dicurahkannya Roh Tuhan ini juga merupakan penggenapan dari apa yang disampaikan oleh nabi Yoel, "...Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan." (Yoel 2:28-29).
Adapun pencurahan Roh Kudus ini terjadi di Yerusalem. Mengapa di Yerusalem? Sebab selama berada di bumi Tuhan Yesus menghabiskan banyak waktunya untuk melayani dan juga mengajar tentang firman di Yerusalem. Hal ini juga telah disampaikan oleh nabi Yesaya ribuan tahun sebelumnya, "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman Tuhan dari Yerusalem." (Yesaya 2:3). Itulah sebabnya Tuhan melarang murid-muridNya meninggalkan Yerusalem dan menyuruh mereka untuk tinggal di situ menantikan janji Bapa tersebut. "Maka kembalilah rasul-rasul itu ke Yerusalem dari bukit yang disebut Bukit Zaitun, yang hanya seperjalanan Sabat jauhnya dari Yerusalem." (Kisah 1:12). Ada sekitar 120 orang yang berkumpul di sebuah ruangan atas. Untuk mengalami lawatan Roh Tuhan kita tidak boleh 'meninggalkan Yerusalem', artinya harus bertekun dalam pengajaran firman Tuhan dan merenungkan itu siang dan malam. (Bersambung)
Saturday, May 18, 2013
ANAK MUDA KRISTEN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Mei 2013 -
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni." 2 Timotius 2:22
Dengan siapa kita bergaul akan membentuk kehidupan kita. "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Itulah akibatnya jika kita salah dalam memilih teman. Terlebih-lebih di kota-kota besar fenomena kenakalan anak muda begitu marak terjadi: pelajar merokok, terlibat tawuran, bolos sekolah, mengkonsumsi narkoba, dugem, bahkan seks bebas.
Sebagai anak-anak Tuhan kita harus memisahkan diri dari mereka. "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu." (Mazmur 119:9). Kita harus makin giat di dalam Tuhan dengan tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah (baca Ibrani 10:25) supaya pondasi iman kita kuat dan turut terlibat dalam pelayanan pemuda di gereja supaya kita memiliki teman-teman yang saling membangun, menguatkan dan mendorong kita untuk mengasihi Tuhan lebih lagi. Firman Tuhan adalah perisai yang kuat untuk mempertahankan diri dari serangan iblis dan pengaruhnya. Alkitab mengingatkan, "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Iblis tahu benar titik lemah anak muda, karena itu ia berusaha untuk menggoda mereka dengan menawarkan segala kenikmatan supaya mereka terjerumus ke dalam dosa. Mengapa kaum muda menjadi sasaran Iblis? Karena kaum muda adalah tiang gereja dan juga masa depan gereja.
Rasul Paulus meminta Titus untuk menasihati para pemuda supaya mereka menguasai diri dalam segala hal dan terlebih dahulu memberikan teladan hidup (baca Titus 2:6-7). Mengapa demikian? Karena orang muda cenderung bersikap kritis dan butuh figur yang bisa ia jadikan panutan. Memang tidak mudah bertahan di tengah gempuran dunia, apalagi jika kita mengandalkan kekuatan sendiri. "Latihlah dirimu beribadah...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci," (1 Timotius 4:7b, 13).
Jadilah pemuda Kristen yang berbeda dari dunia dan jangan terseret oleh arus dunia yang menyesatkan!
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni." 2 Timotius 2:22
Dengan siapa kita bergaul akan membentuk kehidupan kita. "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Itulah akibatnya jika kita salah dalam memilih teman. Terlebih-lebih di kota-kota besar fenomena kenakalan anak muda begitu marak terjadi: pelajar merokok, terlibat tawuran, bolos sekolah, mengkonsumsi narkoba, dugem, bahkan seks bebas.
Sebagai anak-anak Tuhan kita harus memisahkan diri dari mereka. "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu." (Mazmur 119:9). Kita harus makin giat di dalam Tuhan dengan tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah (baca Ibrani 10:25) supaya pondasi iman kita kuat dan turut terlibat dalam pelayanan pemuda di gereja supaya kita memiliki teman-teman yang saling membangun, menguatkan dan mendorong kita untuk mengasihi Tuhan lebih lagi. Firman Tuhan adalah perisai yang kuat untuk mempertahankan diri dari serangan iblis dan pengaruhnya. Alkitab mengingatkan, "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Iblis tahu benar titik lemah anak muda, karena itu ia berusaha untuk menggoda mereka dengan menawarkan segala kenikmatan supaya mereka terjerumus ke dalam dosa. Mengapa kaum muda menjadi sasaran Iblis? Karena kaum muda adalah tiang gereja dan juga masa depan gereja.
Rasul Paulus meminta Titus untuk menasihati para pemuda supaya mereka menguasai diri dalam segala hal dan terlebih dahulu memberikan teladan hidup (baca Titus 2:6-7). Mengapa demikian? Karena orang muda cenderung bersikap kritis dan butuh figur yang bisa ia jadikan panutan. Memang tidak mudah bertahan di tengah gempuran dunia, apalagi jika kita mengandalkan kekuatan sendiri. "Latihlah dirimu beribadah...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci," (1 Timotius 4:7b, 13).
Jadilah pemuda Kristen yang berbeda dari dunia dan jangan terseret oleh arus dunia yang menyesatkan!
Friday, May 17, 2013
ANAK MUDA KRISTEN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Mei 2013 -
Baca: Amsal 22:1-16
"Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Amsal 22:6
Masa muda adalah masa 'emas' dalam perjalanan hidup seseorang. Masa di mana seseorang sedang dalam puncak gejolak; masa mengekspresikan segala potensi yang dimilikinya. Namun juga bisa dikatakan sebagai masa 'rentan' terhadap segala pengaruh yang ada, apakah itu pengaruh baik yang membawanya kepada suatu keberhasilan, ataukah pengaruh buruk yang sewaktu-waktu bisa saja menjerumuskannya diarahkan secara tepat dan benar, sebab mereka itu sangat produktif dan bertalenta.
Saat ini perkembangan dunia begitu pesat bukan hanya di bidang tertentu saja, tapi hampir di seluruh bidang kehidupan manusia. Salah satunya adalah bidang teknologi: ada internet, handphone super canggih, laptop, ipad dan sebagainya. Muncul istilah email, facebook, twitter. Mau tidak mau kemajuan teknologi itu membawa dampak yang sangat besar terhadap perkembangan anak muda. mereka senantiasa mengikuti tren yang ada, jika tidak, mereka akan dianggap gaptek (gagap teknologi) dan itu bisa menjadi beban psikis tersendiri. Karena itu berbagai upaya ditempuh agar mereka dapat diterima oleh komunitas dan lingkungannya. Ini sangat berbahaya sebab anak muda memiliki kecenderungan emosi yang masih labil sehingga tidak sedikit dari mereka yang terus mencoba-coba apa pun yang mereka lihat dan rasakan. Kita sering membaca di surat kabar atau melihat di layar kaca ada banyak kasus terjadi sebagai dampak negatif kecanggihan teknologi: pornografi, ada anak gadis di bawah umur yang menjadi korban pelecehan seksual dan dibawa lari oleh pemuda yang mereka kenal lewat facebook.
Sebagai orangtua kita harus ekstra hati-hati dalam mendidik, membimbing dan mengarahkan anak-anak untuk mengasihi Tuhan lebih lagi, serta menjaga dan mengawasi mereka terhadap pergaulan dan lingkungan yang ada, sebab tertulis: "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Memang kita tidak mungkin dapat menjalani hidup ini tanpa kehadiran teman atau sahabat, pergaulan tetap kita butuhkan, tetapi sebagai anak-anak Tuhan kita harus tetap selektif dengan siapa kita bergaul supaya kita tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. (Bersambung)
Baca: Amsal 22:1-16
"Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Amsal 22:6
Masa muda adalah masa 'emas' dalam perjalanan hidup seseorang. Masa di mana seseorang sedang dalam puncak gejolak; masa mengekspresikan segala potensi yang dimilikinya. Namun juga bisa dikatakan sebagai masa 'rentan' terhadap segala pengaruh yang ada, apakah itu pengaruh baik yang membawanya kepada suatu keberhasilan, ataukah pengaruh buruk yang sewaktu-waktu bisa saja menjerumuskannya diarahkan secara tepat dan benar, sebab mereka itu sangat produktif dan bertalenta.
Saat ini perkembangan dunia begitu pesat bukan hanya di bidang tertentu saja, tapi hampir di seluruh bidang kehidupan manusia. Salah satunya adalah bidang teknologi: ada internet, handphone super canggih, laptop, ipad dan sebagainya. Muncul istilah email, facebook, twitter. Mau tidak mau kemajuan teknologi itu membawa dampak yang sangat besar terhadap perkembangan anak muda. mereka senantiasa mengikuti tren yang ada, jika tidak, mereka akan dianggap gaptek (gagap teknologi) dan itu bisa menjadi beban psikis tersendiri. Karena itu berbagai upaya ditempuh agar mereka dapat diterima oleh komunitas dan lingkungannya. Ini sangat berbahaya sebab anak muda memiliki kecenderungan emosi yang masih labil sehingga tidak sedikit dari mereka yang terus mencoba-coba apa pun yang mereka lihat dan rasakan. Kita sering membaca di surat kabar atau melihat di layar kaca ada banyak kasus terjadi sebagai dampak negatif kecanggihan teknologi: pornografi, ada anak gadis di bawah umur yang menjadi korban pelecehan seksual dan dibawa lari oleh pemuda yang mereka kenal lewat facebook.
Sebagai orangtua kita harus ekstra hati-hati dalam mendidik, membimbing dan mengarahkan anak-anak untuk mengasihi Tuhan lebih lagi, serta menjaga dan mengawasi mereka terhadap pergaulan dan lingkungan yang ada, sebab tertulis: "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Memang kita tidak mungkin dapat menjalani hidup ini tanpa kehadiran teman atau sahabat, pergaulan tetap kita butuhkan, tetapi sebagai anak-anak Tuhan kita harus tetap selektif dengan siapa kita bergaul supaya kita tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. (Bersambung)
Thursday, May 16, 2013
MENGIKUT TUHAN: Prioritas Utama
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Mei 2013 -
Baca: Lukas 9:57-62
"Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku." Lukas 9:59
Tuhan Yesus tidak ingin orang yang mengikutiNya memiliki motivasi yang salah. Dia tahu persis apa yang ada di dalam hati ahli Taurat itu. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Mungkin kita merasa bangga dengan apa yang telah kita lakukan saat ini: sudah melayani Tuhan sepenuh waktu (fulltimer), menjadi pembicara, menjadi donatur gereja dan lain-lain. Namun kita perlu berhati-hati! Bila di dalam hati kita masih terbersit motivasi atau tendensi yang tidak benar, maka semuanya itu tidak akan berkenan kepada Tuhan. Mari kita meneladani Paulus: "...Karena kami tidak pernah bermulut manis--hal itu kamu ketahui--dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi--Allah adalah saksi--juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus." (1 Tesalonika 2:5-6).
Hal lain yang harus kita perhatikan sebagai pengikut Kristus adalah perihal prioritas dan komitmen. Ketika kita memutuskan untuk mengikut Tuhan Yesus kita pun harus menempatkan Dia sebagai yang terutama dalam hidup ini. Ada banyak orang Kristen yang menjadikan Tuhan Yesus sebagai alternatif atau pilihan nomor sekian dalam hidupnya. Hal-hal ini menggeser posisi Tuhan sehingga Ia bukan lagi menjadi prioritas. Waktu-waktu mereka dihabiskan mengejar materi atau kepentingan duniawi semata. Ayat nas di atas menunjukkan bahwa seseorang menomorduakan ajakan Tuhan, dan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus (ayat 60) bukan berarti bila kita mengikuti Dia maka kita harus menelantarkan keluarga kita, tetapi Tuhan Yesus haruslah menjadi yang terutama, lebih dari segala-galanya. Dan bila kita mengutamakan Tuhan Dia akan bertindak menyatakan kuasaNya.
Bisa saja ceritanya akan lain ketika orang yang diajak oleh Tuhan Yesus itu mau mengutamakan Dia, mungkin saja Tuhan akan membangkitkan kembali ayahnya yang sudah mati itu. Di segala keadaan dan sampai kapan pun Yesus haruslah yang terutama di dalam hidup kita dan tidak boleh kita nomor duakan!
Memprioritaskan Tuhan berarti kita taat melakukan segala yang difirmankanNya!
Baca: Lukas 9:57-62
"Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku." Lukas 9:59
Tuhan Yesus tidak ingin orang yang mengikutiNya memiliki motivasi yang salah. Dia tahu persis apa yang ada di dalam hati ahli Taurat itu. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Mungkin kita merasa bangga dengan apa yang telah kita lakukan saat ini: sudah melayani Tuhan sepenuh waktu (fulltimer), menjadi pembicara, menjadi donatur gereja dan lain-lain. Namun kita perlu berhati-hati! Bila di dalam hati kita masih terbersit motivasi atau tendensi yang tidak benar, maka semuanya itu tidak akan berkenan kepada Tuhan. Mari kita meneladani Paulus: "...Karena kami tidak pernah bermulut manis--hal itu kamu ketahui--dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi--Allah adalah saksi--juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus." (1 Tesalonika 2:5-6).
Hal lain yang harus kita perhatikan sebagai pengikut Kristus adalah perihal prioritas dan komitmen. Ketika kita memutuskan untuk mengikut Tuhan Yesus kita pun harus menempatkan Dia sebagai yang terutama dalam hidup ini. Ada banyak orang Kristen yang menjadikan Tuhan Yesus sebagai alternatif atau pilihan nomor sekian dalam hidupnya. Hal-hal ini menggeser posisi Tuhan sehingga Ia bukan lagi menjadi prioritas. Waktu-waktu mereka dihabiskan mengejar materi atau kepentingan duniawi semata. Ayat nas di atas menunjukkan bahwa seseorang menomorduakan ajakan Tuhan, dan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus (ayat 60) bukan berarti bila kita mengikuti Dia maka kita harus menelantarkan keluarga kita, tetapi Tuhan Yesus haruslah menjadi yang terutama, lebih dari segala-galanya. Dan bila kita mengutamakan Tuhan Dia akan bertindak menyatakan kuasaNya.
Bisa saja ceritanya akan lain ketika orang yang diajak oleh Tuhan Yesus itu mau mengutamakan Dia, mungkin saja Tuhan akan membangkitkan kembali ayahnya yang sudah mati itu. Di segala keadaan dan sampai kapan pun Yesus haruslah yang terutama di dalam hidup kita dan tidak boleh kita nomor duakan!
Memprioritaskan Tuhan berarti kita taat melakukan segala yang difirmankanNya!
Wednesday, May 15, 2013
MENGIKUT KRISTUS: Perihal Motivasi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2013 -
Baca: Matius 8:18-22
"Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Matius 8:20
Banyak orang berpikir bahwa mengikut Kristus adalah pekerjaan yang mudah. Benarkah? Sebagai pengikut Kristus kita dituntut untuk memiliki komitmen dan juga motivasi yang benar. Kalau hanya sekedar ikut-ikutan, apalah artinya. Jangan hanya bangga dengan label 'kristen' jika tidak diiringi dengan sikap dan perbuatan yang mencerminkan Kristus, sebab menjadi Kristen berarti memproklamirkan diri sebagai pengikut Yesus Kristus. Alkitab dengan tegas menyatakan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6).
Apa yang menjadi motivasi Saudara dalam mengikut Tuhan? Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus ketika melihat banyak orang berbondong-bondong mengikuti Dia, "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). 'Roti' berbicara tentang kebutuhan-kebutuhan jasmani. Bila orientasi kita dalam mengikut Kristus hanya sebatas itu, suatu saat nanti kita pasti akan kecewa. Banyak orang pada mulanya begitu menggebu-gebu mengikut Tuhan, tapi di tengah perjalanan mereka mundur dan meninggalkan Tuhan setelah apa yang mereka harapkan belum terwujud. Begitu ada tawaran lain yang lebih menggiurkan tidak segan-segan mereka akan berpaling dari Kristus. Atau kita mengikut Tuhan, bahkan terlibat dalam pelayanan, tapi di dalam hati kita terselip ambisi dan motivasi tidak benar.
Dalam perjalananNya menuju kota Yerusalem ada seorang ahli Taurat yang datang kepada Yesus dan berkeinginan mengikut Dia. "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." (Matius 8:19). Mengapa Tuhan Yesus tidak langsung meluluskan keinginan ahli Taurat itu? Apa yang membuat Dia tidak berkenan? Yang menjadi pokok permasalahan bukan terletak pada keseriusan dari ahli Taurat itu tapi pada motivasi atau sikap hatinya dalam mengikut Tuhan, sebab "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Ahli Taurat dikenal suka menerima pujian dan hormat dari manusia, "Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang;" (Matius 23:5). (Bersambung)
Baca: Matius 8:18-22
"Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Matius 8:20
Banyak orang berpikir bahwa mengikut Kristus adalah pekerjaan yang mudah. Benarkah? Sebagai pengikut Kristus kita dituntut untuk memiliki komitmen dan juga motivasi yang benar. Kalau hanya sekedar ikut-ikutan, apalah artinya. Jangan hanya bangga dengan label 'kristen' jika tidak diiringi dengan sikap dan perbuatan yang mencerminkan Kristus, sebab menjadi Kristen berarti memproklamirkan diri sebagai pengikut Yesus Kristus. Alkitab dengan tegas menyatakan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6).
Apa yang menjadi motivasi Saudara dalam mengikut Tuhan? Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus ketika melihat banyak orang berbondong-bondong mengikuti Dia, "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). 'Roti' berbicara tentang kebutuhan-kebutuhan jasmani. Bila orientasi kita dalam mengikut Kristus hanya sebatas itu, suatu saat nanti kita pasti akan kecewa. Banyak orang pada mulanya begitu menggebu-gebu mengikut Tuhan, tapi di tengah perjalanan mereka mundur dan meninggalkan Tuhan setelah apa yang mereka harapkan belum terwujud. Begitu ada tawaran lain yang lebih menggiurkan tidak segan-segan mereka akan berpaling dari Kristus. Atau kita mengikut Tuhan, bahkan terlibat dalam pelayanan, tapi di dalam hati kita terselip ambisi dan motivasi tidak benar.
Dalam perjalananNya menuju kota Yerusalem ada seorang ahli Taurat yang datang kepada Yesus dan berkeinginan mengikut Dia. "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." (Matius 8:19). Mengapa Tuhan Yesus tidak langsung meluluskan keinginan ahli Taurat itu? Apa yang membuat Dia tidak berkenan? Yang menjadi pokok permasalahan bukan terletak pada keseriusan dari ahli Taurat itu tapi pada motivasi atau sikap hatinya dalam mengikut Tuhan, sebab "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Ahli Taurat dikenal suka menerima pujian dan hormat dari manusia, "Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang;" (Matius 23:5). (Bersambung)
Tuesday, May 14, 2013
CINTA UANG: Akar Segala Kejahatan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2013 -
Baca: Lukas 12:13-21
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Dikatakan bahwa, "...mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." (1 Timotius 6:9). Kata 'ingin kaya' dan 'jerat' menunjukkan bahwa orang itu sudah dikuasai dan dijerat oleh uang. Akibatnya mereka melakukan perbuatan-perbuatan jahat dan menyimpang dari kebenaran karena uang. Karena uang Ananias dan Safira berlaku tidak jujur, akhirnya keduanya mati secara tragis (baca Kisah 5:1-11). Orang nekat merampok, mencuri, menjambret karena matanya dibutakan oleh uang. Para pejabat yang sudah kaya masih saja merasa tidak cukup dengan uang dan kekayaannya sehingga mereka pun melakukan kejahatan dengan melakukan korupsi, menerima suap. "...siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkotbah 5:9). Jadi kesemuanya itu berakar dari rasa cinta uang.
Orang yang tidak pernah merasa cukup dengan harta yang dimilikinya, walau telah memiliki segudang kekayaan, pada dasarnya adalah orang yang miskin karena mereka masih saja merasa kurang dan selalu kurang. Sebaliknya orang yang senantiasa bisa bersyukur atas apa yang dimiliki dan di segala keadaan adalah orang yang kaya, sebab kekayaan sejati itu bukan diukur dari banyaknya uang atau melimpahnya harta, tapi bersumber pada kepuasan batiniah. Rasul paulus berkata, "...ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:7-8).
Berhati-hatilah! seseorang yang cinta akan uang, cepat atau lambat akan terjatuh dalam berbagai dosa karena mereka berpotensi untuk tidak bersyukur kepada Tuhan dan melakukan perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, namun "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
Jangan sampai kita diperhamba uang dan mencintai uang lebih dari segalanya!
Baca: Lukas 12:13-21
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Dikatakan bahwa, "...mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." (1 Timotius 6:9). Kata 'ingin kaya' dan 'jerat' menunjukkan bahwa orang itu sudah dikuasai dan dijerat oleh uang. Akibatnya mereka melakukan perbuatan-perbuatan jahat dan menyimpang dari kebenaran karena uang. Karena uang Ananias dan Safira berlaku tidak jujur, akhirnya keduanya mati secara tragis (baca Kisah 5:1-11). Orang nekat merampok, mencuri, menjambret karena matanya dibutakan oleh uang. Para pejabat yang sudah kaya masih saja merasa tidak cukup dengan uang dan kekayaannya sehingga mereka pun melakukan kejahatan dengan melakukan korupsi, menerima suap. "...siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkotbah 5:9). Jadi kesemuanya itu berakar dari rasa cinta uang.
Orang yang tidak pernah merasa cukup dengan harta yang dimilikinya, walau telah memiliki segudang kekayaan, pada dasarnya adalah orang yang miskin karena mereka masih saja merasa kurang dan selalu kurang. Sebaliknya orang yang senantiasa bisa bersyukur atas apa yang dimiliki dan di segala keadaan adalah orang yang kaya, sebab kekayaan sejati itu bukan diukur dari banyaknya uang atau melimpahnya harta, tapi bersumber pada kepuasan batiniah. Rasul paulus berkata, "...ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:7-8).
Berhati-hatilah! seseorang yang cinta akan uang, cepat atau lambat akan terjatuh dalam berbagai dosa karena mereka berpotensi untuk tidak bersyukur kepada Tuhan dan melakukan perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, namun "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
Jangan sampai kita diperhamba uang dan mencintai uang lebih dari segalanya!
Monday, May 13, 2013
CINTA UANG: Akar Segala Kejahatan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2013 -
Baca: 1 Timotius 6:2b-10
"Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." 1 Timotius 6:10
Uang, uang dan uang, selalu menjadi topik utama dalam kehidupan manusia di dunia. Tak seorang pun yang tidak membutuhkan uang. Itulah sebabnya kita berkali-kali diingatkan agar berhati-hati dengan uang ini. Begitu pentingkah ini? Sangat penting! Alkitab dengan keras menyatakan bahwa cinta uang adalah akar segala kejahatan. Perlu digarisbawahi di sini, Alkitab tidak mengatakan akar dari segala kejahatan itu uang, melainkan cinta terhadap uang. Uang memiliki sifat netral, bisa berguna untuk hal-hal yang positif atau negatif bergantung di tangan siapa uang itu berada. Uang itu tidak jahat, tetapi cinta terhadap uang bisa saja membawa seseorang kepada segala jenis kejahatan.
Dalam hidup ini ada hal-hal yang bersifat materi yang tidak bisa tidak harus kita penuhi seperti makanan, pakaian dan juga tempat tinggal. Belum lagi kebutuhan-kebutuhan lain seperti biaya pendidikan, listrik, air, semuanya memerlukan uang! Karena itu kita harus bekerja. Dengan bekerja kita mendapatkan upah (uang). Namun inilah yang menjadi pokok permasalahannya. Jika kita tidak waspada hari-hari kita akan terus disibukkan dengan kegiatan memburu uang ini. Ada tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang," (Pengkotbah 5:9). Karena memburu uang tidak sedikit orang menjadi lupa diri, lupa waktu, lupa ibadah, bahkan lupa keluarga. Ada banyak kasus terjadi: anak memberontak dan akhirnya terlibat narkoba karena kurangnya perhatian dari orangtua yang terus disibukkan dengan pekerjaan (memburu uang), isteri punya PIL karena suami jarang pulang dengan alasan lembur dan tugas di luar kota. Jika anak atau isteri komplain, jawabnya ayah sibuk bekerja juga demi keluarga. Bekerja, bekerja dan terus bekerja sampai-sampai kita mengabaikan jam-jam peribadatan. Tanpa disadari sampai kita telah kehilangan kasih mula-mula.
Karena memburu uanglah banyak dari kita yang tidak lagi mencintai Tuhan dengan segenap hati, padahal berkat-berkat materi yang kita miliki itu datangnya dari Tuhan dan Dialah yang memberikan kekuatan kepada kita untuk memperoleh kekayaan itu (baca Ulangan 8:18). (Bersambung)
Baca: 1 Timotius 6:2b-10
"Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." 1 Timotius 6:10
Uang, uang dan uang, selalu menjadi topik utama dalam kehidupan manusia di dunia. Tak seorang pun yang tidak membutuhkan uang. Itulah sebabnya kita berkali-kali diingatkan agar berhati-hati dengan uang ini. Begitu pentingkah ini? Sangat penting! Alkitab dengan keras menyatakan bahwa cinta uang adalah akar segala kejahatan. Perlu digarisbawahi di sini, Alkitab tidak mengatakan akar dari segala kejahatan itu uang, melainkan cinta terhadap uang. Uang memiliki sifat netral, bisa berguna untuk hal-hal yang positif atau negatif bergantung di tangan siapa uang itu berada. Uang itu tidak jahat, tetapi cinta terhadap uang bisa saja membawa seseorang kepada segala jenis kejahatan.
Dalam hidup ini ada hal-hal yang bersifat materi yang tidak bisa tidak harus kita penuhi seperti makanan, pakaian dan juga tempat tinggal. Belum lagi kebutuhan-kebutuhan lain seperti biaya pendidikan, listrik, air, semuanya memerlukan uang! Karena itu kita harus bekerja. Dengan bekerja kita mendapatkan upah (uang). Namun inilah yang menjadi pokok permasalahannya. Jika kita tidak waspada hari-hari kita akan terus disibukkan dengan kegiatan memburu uang ini. Ada tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang," (Pengkotbah 5:9). Karena memburu uang tidak sedikit orang menjadi lupa diri, lupa waktu, lupa ibadah, bahkan lupa keluarga. Ada banyak kasus terjadi: anak memberontak dan akhirnya terlibat narkoba karena kurangnya perhatian dari orangtua yang terus disibukkan dengan pekerjaan (memburu uang), isteri punya PIL karena suami jarang pulang dengan alasan lembur dan tugas di luar kota. Jika anak atau isteri komplain, jawabnya ayah sibuk bekerja juga demi keluarga. Bekerja, bekerja dan terus bekerja sampai-sampai kita mengabaikan jam-jam peribadatan. Tanpa disadari sampai kita telah kehilangan kasih mula-mula.
Karena memburu uanglah banyak dari kita yang tidak lagi mencintai Tuhan dengan segenap hati, padahal berkat-berkat materi yang kita miliki itu datangnya dari Tuhan dan Dialah yang memberikan kekuatan kepada kita untuk memperoleh kekayaan itu (baca Ulangan 8:18). (Bersambung)
Sunday, May 12, 2013
NEHEMIA: Berdoa Bagi Bangsa (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2013 -
Baca: Nehemia 2:11-20
"Allah semesta langit, Dialah yang membuat kami berhasil! Kami, hamba-hamba-Nya, telah siap untuk membangun." Nehemia 2:20
Tidak mudah bagi seseorang untuk datang menghadap kepada raja apalagi jika tidak dipanggil, karena itu sangat berisiko dan nyawa adalah taruhannya. Tetapi Nehemia rela mempertaruhkan nyawanya demi nasib bangsanya.
Sebelum datang menghadap raja dan menyampaikan isi hatinya ia berdoa terlebih dahulu kepada Tuhan. Hasilnya? 'Gayung pun bersambut', "...raja mengabulkan permintaanku itu, karena tangan Allahku yang murah melindungi aku." (Nehemia 2:8b). Nehemia diberikan kesempatan oleh raja Artahsasta untuk menyatakan keinginannya yaitu pulang ke Yerusalem dan merencanakan pembangunan kembali kota Yerusalem. Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Dalam segala perkara Nehemia selalu melibatkan dan mengandalkan Tuhan, itulah sebabnya apa saja yang diperbuatnya selalu berhasil. Bagaimana kehidupan doa Saudara? Orang percaya yang berlutut di hadapan Tuhan dan membukan hatinya dalam doa serta mengakui dosa-dosanya dan bertobat pasti akan mendapat uluran tanganNya dan mendapat pertolongan. "Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." (Yeremia 33:3).
Kita melihat dan mendengar keadaan negeri kita tercinta Indonesia saat ini dengan begitu banyak permasalahan yang terjadi. Tidakkah kita terbeban berdoa untuk pemulihan bangsa ini seperti yang dilakukan Nehemia? Mari kita berdoa untuk pemimpin negeri, kota-kota, suku-suku bangsa yang tersebar di wilayah Indonesia tanpa terkecuali, sebab "...kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7). Karena itu sebagai orang Kristen kita tidak boleh bersikap apatis dan hanya mementingkan diri sendiri. Kita harus bisa menjadi terang dan garam bagi bangsa ini! Jika semua anak Tuhan yang ada di negeri ini bersehati sepakat merendahkan diri dan berdoa kepada Tuhan, perkara yang ajaib dan dahsyat pasti terjadi, Indonesia dipulihkan dan dimenangkan bagi Tuhan.
Sediakan waktu-waktu khusus berdoa untuk bangsa Indonesia!
Baca: Nehemia 2:11-20
"Allah semesta langit, Dialah yang membuat kami berhasil! Kami, hamba-hamba-Nya, telah siap untuk membangun." Nehemia 2:20
Tidak mudah bagi seseorang untuk datang menghadap kepada raja apalagi jika tidak dipanggil, karena itu sangat berisiko dan nyawa adalah taruhannya. Tetapi Nehemia rela mempertaruhkan nyawanya demi nasib bangsanya.
Sebelum datang menghadap raja dan menyampaikan isi hatinya ia berdoa terlebih dahulu kepada Tuhan. Hasilnya? 'Gayung pun bersambut', "...raja mengabulkan permintaanku itu, karena tangan Allahku yang murah melindungi aku." (Nehemia 2:8b). Nehemia diberikan kesempatan oleh raja Artahsasta untuk menyatakan keinginannya yaitu pulang ke Yerusalem dan merencanakan pembangunan kembali kota Yerusalem. Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Dalam segala perkara Nehemia selalu melibatkan dan mengandalkan Tuhan, itulah sebabnya apa saja yang diperbuatnya selalu berhasil. Bagaimana kehidupan doa Saudara? Orang percaya yang berlutut di hadapan Tuhan dan membukan hatinya dalam doa serta mengakui dosa-dosanya dan bertobat pasti akan mendapat uluran tanganNya dan mendapat pertolongan. "Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." (Yeremia 33:3).
Kita melihat dan mendengar keadaan negeri kita tercinta Indonesia saat ini dengan begitu banyak permasalahan yang terjadi. Tidakkah kita terbeban berdoa untuk pemulihan bangsa ini seperti yang dilakukan Nehemia? Mari kita berdoa untuk pemimpin negeri, kota-kota, suku-suku bangsa yang tersebar di wilayah Indonesia tanpa terkecuali, sebab "...kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7). Karena itu sebagai orang Kristen kita tidak boleh bersikap apatis dan hanya mementingkan diri sendiri. Kita harus bisa menjadi terang dan garam bagi bangsa ini! Jika semua anak Tuhan yang ada di negeri ini bersehati sepakat merendahkan diri dan berdoa kepada Tuhan, perkara yang ajaib dan dahsyat pasti terjadi, Indonesia dipulihkan dan dimenangkan bagi Tuhan.
Sediakan waktu-waktu khusus berdoa untuk bangsa Indonesia!
Saturday, May 11, 2013
NEHEMIA: Berdoa Bagi Bangsa (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2013 -
Baca: Nehemia 2:1-10
"Bagaimana mukaku tidak akan muram, kalau kota, tempat pekuburan nenek moyangku, telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya habis dimakan api?" Nehemia 2:3
Tak seorang pun dari kita yang tidak bisa berdoa, bukan? Namun banyak orang Kristen yang tidak berdoa. Alasannya klise: capai, sibuk dan tidak ada waktu? Benarkah? Bukankah kita diberi waktu selama 24 jam dalam sehari? Apakah kesemuanya habis untuk aktivitas kita? Jika kita bisa menyediakan waktu untuk bersantai, rekreasi, shopping ke mall, menyalurkan hobi, kongkow-kongkow dengan teman, masakan kita tidak punya waktu untuk berdoa? Beratkah kita menyediakan waktu setengah atau satu jam saja dalam sehari untuk berdoa? Ternyata jika ada masalah berat melanda kita langsung 'tancap gas' berdoa terus-menerus. Namun setelah masalah selesai kita kembali ke asal: malas berdoa. Tuhan Yesus mengingatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Berdoa adalah tugas paling dasar bagi orang Kristen. Orang Kristen yang tekun berdoa adalah orang Kristen yang normal. Seringkali kita hanya berdoa untuk kepentingan dan kebutuhan diri sendiri dan sedikit orang mau berdoa syafaat bagi orang lain: teman, gereja, bangsa atau pun pelayanan Injil. Nehemia, meski sudah berhasil di negeri orang, tidak pernah melupakan bangsanya. Ketika mendengar bahwa bangsanya sedang terpuruk ia pun berdoa dan juga berpuasa untuk bangsanya. Dengan kerendahan hati ia bersimpuh kepada Tuhan: memohon pengampunan dan belas kasihanNya, "berilah telinga-Mu dan bukalah mata-Mu dan dengarkanlah doa hamba-Mu yang sekarang kupanjatkan ke hadirat-Mu siang dan malam bagi orang Israel, hamba-hamba-Mu itu, dengan mengaku segala dosa yang kami orang Israel telah lakukan terhadap-Mu. Juga aku dan kaum keluargaku telah berbuat dosa." (Nehemia 1:6).
Yang pertama kali Nehemia mohonkan kepada Tuhan adalah pengampunan atas bangsanya, sebab pengampunan adalah awal pemulihan. Ia sangat percaya akan kekuatan doa yang pasti dapat mengubah segala sesuatu! Tuhan berkata, "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14). (Bersambung)
Baca: Nehemia 2:1-10
"Bagaimana mukaku tidak akan muram, kalau kota, tempat pekuburan nenek moyangku, telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya habis dimakan api?" Nehemia 2:3
Tak seorang pun dari kita yang tidak bisa berdoa, bukan? Namun banyak orang Kristen yang tidak berdoa. Alasannya klise: capai, sibuk dan tidak ada waktu? Benarkah? Bukankah kita diberi waktu selama 24 jam dalam sehari? Apakah kesemuanya habis untuk aktivitas kita? Jika kita bisa menyediakan waktu untuk bersantai, rekreasi, shopping ke mall, menyalurkan hobi, kongkow-kongkow dengan teman, masakan kita tidak punya waktu untuk berdoa? Beratkah kita menyediakan waktu setengah atau satu jam saja dalam sehari untuk berdoa? Ternyata jika ada masalah berat melanda kita langsung 'tancap gas' berdoa terus-menerus. Namun setelah masalah selesai kita kembali ke asal: malas berdoa. Tuhan Yesus mengingatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Berdoa adalah tugas paling dasar bagi orang Kristen. Orang Kristen yang tekun berdoa adalah orang Kristen yang normal. Seringkali kita hanya berdoa untuk kepentingan dan kebutuhan diri sendiri dan sedikit orang mau berdoa syafaat bagi orang lain: teman, gereja, bangsa atau pun pelayanan Injil. Nehemia, meski sudah berhasil di negeri orang, tidak pernah melupakan bangsanya. Ketika mendengar bahwa bangsanya sedang terpuruk ia pun berdoa dan juga berpuasa untuk bangsanya. Dengan kerendahan hati ia bersimpuh kepada Tuhan: memohon pengampunan dan belas kasihanNya, "berilah telinga-Mu dan bukalah mata-Mu dan dengarkanlah doa hamba-Mu yang sekarang kupanjatkan ke hadirat-Mu siang dan malam bagi orang Israel, hamba-hamba-Mu itu, dengan mengaku segala dosa yang kami orang Israel telah lakukan terhadap-Mu. Juga aku dan kaum keluargaku telah berbuat dosa." (Nehemia 1:6).
Yang pertama kali Nehemia mohonkan kepada Tuhan adalah pengampunan atas bangsanya, sebab pengampunan adalah awal pemulihan. Ia sangat percaya akan kekuatan doa yang pasti dapat mengubah segala sesuatu! Tuhan berkata, "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14). (Bersambung)
Friday, May 10, 2013
NEHEMIA: Punya Empati Tinggi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Mei 2013 -
Baca: Nehemia 5:1-13
"Orang-orang yang masih tinggal di daerah sana, yang terhindar dari penawanan, ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar." Nehemia 1:3
Tidak semua orang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Terlebih-lebih di masa sekarang ini kebanyakan orang cenderung egois dan mementingkan diri sendiri, "...maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12).
Mari kita belajar dari kehidupan Nehemia. Ia adalah salah seorang bangsa Yahudi yang dibuang ke Babel. Berada di negeri pembuangan bukan berarti akhir dari segalanya. Nehemia justru menjadi orang yang berhasil dalam berkarir. Ia bekerja sebagai juru minum raja, suatu profesi yang tidak semua orang bisa dipercaya untuk mengerjakan tugas ini, hanya orang-orang pilihan. Kebanyakan orang jika sudah berhasil aakan mudah lupa dengan asal usulnya atau menjadi sombong. Berbeda dengan Nehemia, ia masih teringat dengan saudara-saudara sebangsanya di Yerusalem dan selalu berdoa untuk mereka. Hal ini menunjukkan bahwa ia memiliki empati yang tinggi terhadap sesamanya. Begitu mendengar kabar bahwa saudara-saudaranya mengalami penderitaan ditambah tembok-tembok Yerusalem runtuh, hati Nehemia hancur berkeping-keping. Tertulis: "...duduklah aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit," (Nehemia 1:4).
Tuhan sedang mencari Nehemia-Nehemia di akhir zaman, orang Kristen yang memiliki hati yang terbeban terhadap orang lain dan juga bangsanya. Terbeban di sini bukan hanya merasa kasihan dalam hati tanpa berbuat sesuatu, tapi mengasihi yang diwujudkan dengan perbuatan. "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Tuhan memanggil kita untuk menjadi berkat bagi orang lain. Bagaimana kita bisa menjadi berkat jika hidup kita hanya berfokus pada diri sendiri (egois)? Orang-orang miskin (kekurangan), anak-anak yatim piatu (telantar) selalu ada di sekitar kita. Mereka menunggu uluran tangan kita. Tidakkah kita tergerak untuk menolong mereka?
FirmanNya, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!" Galatia 6:2a
Baca: Nehemia 5:1-13
"Orang-orang yang masih tinggal di daerah sana, yang terhindar dari penawanan, ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar." Nehemia 1:3
Tidak semua orang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Terlebih-lebih di masa sekarang ini kebanyakan orang cenderung egois dan mementingkan diri sendiri, "...maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12).
Mari kita belajar dari kehidupan Nehemia. Ia adalah salah seorang bangsa Yahudi yang dibuang ke Babel. Berada di negeri pembuangan bukan berarti akhir dari segalanya. Nehemia justru menjadi orang yang berhasil dalam berkarir. Ia bekerja sebagai juru minum raja, suatu profesi yang tidak semua orang bisa dipercaya untuk mengerjakan tugas ini, hanya orang-orang pilihan. Kebanyakan orang jika sudah berhasil aakan mudah lupa dengan asal usulnya atau menjadi sombong. Berbeda dengan Nehemia, ia masih teringat dengan saudara-saudara sebangsanya di Yerusalem dan selalu berdoa untuk mereka. Hal ini menunjukkan bahwa ia memiliki empati yang tinggi terhadap sesamanya. Begitu mendengar kabar bahwa saudara-saudaranya mengalami penderitaan ditambah tembok-tembok Yerusalem runtuh, hati Nehemia hancur berkeping-keping. Tertulis: "...duduklah aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit," (Nehemia 1:4).
Tuhan sedang mencari Nehemia-Nehemia di akhir zaman, orang Kristen yang memiliki hati yang terbeban terhadap orang lain dan juga bangsanya. Terbeban di sini bukan hanya merasa kasihan dalam hati tanpa berbuat sesuatu, tapi mengasihi yang diwujudkan dengan perbuatan. "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Tuhan memanggil kita untuk menjadi berkat bagi orang lain. Bagaimana kita bisa menjadi berkat jika hidup kita hanya berfokus pada diri sendiri (egois)? Orang-orang miskin (kekurangan), anak-anak yatim piatu (telantar) selalu ada di sekitar kita. Mereka menunggu uluran tangan kita. Tidakkah kita tergerak untuk menolong mereka?
FirmanNya, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!" Galatia 6:2a
Thursday, May 9, 2013
YESUS KEMBALI KE SORGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Mei 2013 -
Baca: Lukas 24:50:53
"Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga." Lukas 24:51
Hari ini seluruh umat Kristiani merayakan hari kenaikan Yesus Kristus ke sorga, suatu momen yang sangat berarti bagi kehidupan orang percaya. Sesuai janji firmanNya, setelah disalibkan Yesus bangkit pada hari ketiga, dan empat puluh hari kemudian Dia kembali ke sorga. "...Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kisah 1:11).
Kenaikan Yesus Kristus ke sorga bukanlah cerita fiksi. Setelah menggenapi misi Allah datang ke dunia "...untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28), Yesus kembali ke sorga sebagaimana yang dikatakanNya, "...Aku dari atas...Aku bukan dari dunia ini." (Yohanes 8:23). Bila Yesus Kristus tidak naik ke sorga, apa yang dikatakanNya adalah bohong. KenaikanNya ke sorga adalah bukti sekaligus penegasan kepada dunia bahwa Dia benar-benar utusan Allah, Dia berasal dari sorga dan kembali ke sorga.
Kembalinya Yesus ke sorga bukan berarti Dia meninggalkan dan membiarkan umatNya bergumul sendiri di tengah-tengah dunia ini, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b), namun Yesus berkata, "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7). Tuhan memberikan Roh kudus bagi kita, "...Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Kuasa Roh Kudus akan menyertai, menguatkan, menuntun, menopang dan menolong kita dalam segala hal. Yesus ke sorga juga untuk menyediakan tempat bagi kita, "Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:3). Pada saatnya, kita akan tinggal bersama dengan Dia di sorga.
Kita patut bangga punya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, karena kasihNya tak terbatas atas kita.
Baca: Lukas 24:50:53
"Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga." Lukas 24:51
Hari ini seluruh umat Kristiani merayakan hari kenaikan Yesus Kristus ke sorga, suatu momen yang sangat berarti bagi kehidupan orang percaya. Sesuai janji firmanNya, setelah disalibkan Yesus bangkit pada hari ketiga, dan empat puluh hari kemudian Dia kembali ke sorga. "...Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kisah 1:11).
Kenaikan Yesus Kristus ke sorga bukanlah cerita fiksi. Setelah menggenapi misi Allah datang ke dunia "...untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28), Yesus kembali ke sorga sebagaimana yang dikatakanNya, "...Aku dari atas...Aku bukan dari dunia ini." (Yohanes 8:23). Bila Yesus Kristus tidak naik ke sorga, apa yang dikatakanNya adalah bohong. KenaikanNya ke sorga adalah bukti sekaligus penegasan kepada dunia bahwa Dia benar-benar utusan Allah, Dia berasal dari sorga dan kembali ke sorga.
Kembalinya Yesus ke sorga bukan berarti Dia meninggalkan dan membiarkan umatNya bergumul sendiri di tengah-tengah dunia ini, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b), namun Yesus berkata, "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7). Tuhan memberikan Roh kudus bagi kita, "...Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Kuasa Roh Kudus akan menyertai, menguatkan, menuntun, menopang dan menolong kita dalam segala hal. Yesus ke sorga juga untuk menyediakan tempat bagi kita, "Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:3). Pada saatnya, kita akan tinggal bersama dengan Dia di sorga.
Kita patut bangga punya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, karena kasihNya tak terbatas atas kita.
Wednesday, May 8, 2013
MEMIHAK DOSA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Mei 2013 -
Baca: Matius 27:11-26
"Siapa yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu, Yesus Barabas atau Yesus, yang disebut Kristus?" Matius 27:17
Dunia terbalik! Inilah pernyataan banyak orang menyikapi apa yang sedang terjadi dan melanda dunia ini. Bagaimana tidak? Di dunia ini apa saja bisa terjadi: hukum bisa diperjualbelikan, uang berkuasa, keadilan sulit ditegakkan, kejahatan dan dosa semakin merajalela di mana-mana; sementara, kebenaran kian tidak ada tempat di dunia ini. Orang yang jelas-jelas bersalah bisa dibenarkan, sebaliknya orang yang berbuat benar malah dipersalahkan. Di zaman sekarang ini uanglah yang 'berbicara' sehingga segala hal bisa diatur dan dikompromikan!
Pilatus adalah contoh orang yang lebih memilih berkompromi dengan ketidakbenaran. Ketika orang-orang Yahudi menyerahkan dua orang kepadanya, yaitu Barabas dan Yesus Kristus kepadanya untuk diadili, Pilatus tidak bisa bertindak tegas, padahal ia tahu benar siapa yang salah dan siapa yang benar. Barabas jelas-jelas adalah orang yang terkenal kejahatannya. Bagaimana dengan Yesus Kristus? Dia sama sekali tidak bersalah dan tidak ada kejahatan apa pun yang diperbuat olehNya sehingga dapat dijadikan alasan menghukum Dia. Pilatus pun tahu benar alasan mengapa Yesus Kristus diserahkan yaitu karena orang-orang Yahudi sangat dengki. Ketika orang banyak berteriak, "Salibkan Yesus dan Barabas!", Pilatus harus mengingkari hati nuraninya dan lebih memihak kepada yang salah, "...ia membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan." (Matius 27:26).
Bukankah masih banyak orang Kristen seperti Pilatus? Memilih berkompromi dengan dosa demi jabatan, popularitas, pasangan hidup, komunitas, pertemanan. Kita lebih taat kepada manusia daripada harus taat kepada Tuhan. "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." (Yakobus 4:4). Kompromi terhadap dosa adalah bukti bahwa kita tidak taat kepada Tuhan, "...dan setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2).
"Hiduplah sebagai anak-anak yang taat" (1 Petrus 1:14), jika tidak, maka Tuhan akan menolak kita!
Baca: Matius 27:11-26
"Siapa yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu, Yesus Barabas atau Yesus, yang disebut Kristus?" Matius 27:17
Dunia terbalik! Inilah pernyataan banyak orang menyikapi apa yang sedang terjadi dan melanda dunia ini. Bagaimana tidak? Di dunia ini apa saja bisa terjadi: hukum bisa diperjualbelikan, uang berkuasa, keadilan sulit ditegakkan, kejahatan dan dosa semakin merajalela di mana-mana; sementara, kebenaran kian tidak ada tempat di dunia ini. Orang yang jelas-jelas bersalah bisa dibenarkan, sebaliknya orang yang berbuat benar malah dipersalahkan. Di zaman sekarang ini uanglah yang 'berbicara' sehingga segala hal bisa diatur dan dikompromikan!
Pilatus adalah contoh orang yang lebih memilih berkompromi dengan ketidakbenaran. Ketika orang-orang Yahudi menyerahkan dua orang kepadanya, yaitu Barabas dan Yesus Kristus kepadanya untuk diadili, Pilatus tidak bisa bertindak tegas, padahal ia tahu benar siapa yang salah dan siapa yang benar. Barabas jelas-jelas adalah orang yang terkenal kejahatannya. Bagaimana dengan Yesus Kristus? Dia sama sekali tidak bersalah dan tidak ada kejahatan apa pun yang diperbuat olehNya sehingga dapat dijadikan alasan menghukum Dia. Pilatus pun tahu benar alasan mengapa Yesus Kristus diserahkan yaitu karena orang-orang Yahudi sangat dengki. Ketika orang banyak berteriak, "Salibkan Yesus dan Barabas!", Pilatus harus mengingkari hati nuraninya dan lebih memihak kepada yang salah, "...ia membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan." (Matius 27:26).
Bukankah masih banyak orang Kristen seperti Pilatus? Memilih berkompromi dengan dosa demi jabatan, popularitas, pasangan hidup, komunitas, pertemanan. Kita lebih taat kepada manusia daripada harus taat kepada Tuhan. "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." (Yakobus 4:4). Kompromi terhadap dosa adalah bukti bahwa kita tidak taat kepada Tuhan, "...dan setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2).
"Hiduplah sebagai anak-anak yang taat" (1 Petrus 1:14), jika tidak, maka Tuhan akan menolak kita!
Tuesday, May 7, 2013
SAMUEL: Tidak Terbawa Arus
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Mei 2013 -
Baca: 1 Samuel 2:11-26
"Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia." 1 Samuel 2:26
Pergaulan dan lingkungan adalah 2 faktor yang seringkali mempengaruhi perilaku dan juga karakter seseorang: "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33a). Juga ditegaskan, "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Oleh karena itu kita harus selektif dalam memilih teman karena itu akan menentukan masa depan kita. Satu-satunya langkah untuk kita bertahan terhadap arus yang ada (pengaruh yang buruk) adalah kita harus selalu melekat kepada Tuhan. "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu." (Mazmur 119:9).
Samuel adalah anak dari Elkana dan Hana yang diserahkan kepada Tuhan di bawah pengawasan imam Eli. Meski tinggal di rumah seorang imam Tuhan bukan berarti Samuel berada di tempat yang aman dari pengaruh yang tidak baik. Sewaktu-waktu ia dapat terjerumus dan terjebak karena anak-anak imam Eli adalah orang-orang muda yang tidak takut akan Tuhan, bahkan Alkitab menyebutnya sebagai orang-orang dursila. Perbuatan anak-anak imam Eli sangat jahat di mata Tuhan: mereka mengurangi jatah daging yang dipersembahkan untuk Tuhan, bahkan tidak segan-segan mengambil dengan kekerasan persembahan yang dibawa orang Israel. Tidak berhenti di situ, mereka juga 'meniduri' perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan. Samuel, meski kesehariannya berada di tengah-tengah orang muda yang berkelakuan bejat, tetapi dapat mempertahankan hidupnya benar di hadapan Tuhan. Dengan kekuatan sendiri niscaya ia tidak akan mampu. Kita percaya Samuel tekun mencari Tuhan sehingga ia beroleh kekuatan untuk mempertahankan hidupnya tetap bersih dan tidak terbawa arus.
'Semakin besar semakin disukai Tuhan dan juga manusia' adalah bukti bahwa Samuel memiliki hati yang takut akan Tuhan sehingga ada buah-buah Roh yang dihasilkan, dengan begitu hidupnya menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain.
Milikilah hati yang takut akan Tuhan dan jadilah orang yang 'berbeda' meski di tengah dunia yang jahat ini!
Baca: 1 Samuel 2:11-26
"Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia." 1 Samuel 2:26
Pergaulan dan lingkungan adalah 2 faktor yang seringkali mempengaruhi perilaku dan juga karakter seseorang: "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33a). Juga ditegaskan, "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Oleh karena itu kita harus selektif dalam memilih teman karena itu akan menentukan masa depan kita. Satu-satunya langkah untuk kita bertahan terhadap arus yang ada (pengaruh yang buruk) adalah kita harus selalu melekat kepada Tuhan. "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu." (Mazmur 119:9).
Samuel adalah anak dari Elkana dan Hana yang diserahkan kepada Tuhan di bawah pengawasan imam Eli. Meski tinggal di rumah seorang imam Tuhan bukan berarti Samuel berada di tempat yang aman dari pengaruh yang tidak baik. Sewaktu-waktu ia dapat terjerumus dan terjebak karena anak-anak imam Eli adalah orang-orang muda yang tidak takut akan Tuhan, bahkan Alkitab menyebutnya sebagai orang-orang dursila. Perbuatan anak-anak imam Eli sangat jahat di mata Tuhan: mereka mengurangi jatah daging yang dipersembahkan untuk Tuhan, bahkan tidak segan-segan mengambil dengan kekerasan persembahan yang dibawa orang Israel. Tidak berhenti di situ, mereka juga 'meniduri' perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan. Samuel, meski kesehariannya berada di tengah-tengah orang muda yang berkelakuan bejat, tetapi dapat mempertahankan hidupnya benar di hadapan Tuhan. Dengan kekuatan sendiri niscaya ia tidak akan mampu. Kita percaya Samuel tekun mencari Tuhan sehingga ia beroleh kekuatan untuk mempertahankan hidupnya tetap bersih dan tidak terbawa arus.
'Semakin besar semakin disukai Tuhan dan juga manusia' adalah bukti bahwa Samuel memiliki hati yang takut akan Tuhan sehingga ada buah-buah Roh yang dihasilkan, dengan begitu hidupnya menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain.
Milikilah hati yang takut akan Tuhan dan jadilah orang yang 'berbeda' meski di tengah dunia yang jahat ini!
Monday, May 6, 2013
MUJIZAT DI KANA: Air Menjadi Anggur (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2013 -
Baca: Mazmur 86:1-17
"Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah." Mazmur 86:10
Pesta perkawinan di Kana ini dihadiri oleh Yesus dan juga murid-muridNya. Ini adalah 'tour' awal Yesus dalam memulai pelayananNya di bumi, dan mujizat mulai dikerjakanNya. Ini adalah bukti bahwa Dia adalah Anak Allah yang hidup dan berkuasa.
Kepada murid-muridNya Yesus berkata, "Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 1:50b); tidak harus menunggu lama, perkataan itu pun digenapiNya. Saat masalah terjadi berkatalah ibu Yesus kepadaNya, "Mereka kehabisan anggur." (Yohanes 2:4). Kata 'Saat-Ku belum tiba' sebagai penegas bahwa Yesus memiliki waktu tersendiri. Walau secara jasmani Yesus adalah anak Maria, tetapi Ia sesungguhnya adalah Anak Allah. Jadi Maria (ibu Yesus) tidak punya kuasa menentukan kapan Yesus harus bertindak dan menyelesaikan masalah yang ada. Meski demikian Maria sangat percaya bahwa Yesus sanggup melakukan perkara besar, karena itu ia menyuruh para pelayan pesta untuk taat melakukan apa pun yang diperintahkan Yesus. Dan ketika Yesus menyuruh para pelayan untuk mengisi tempayan-tempayan dengan air, mereka taat, meski apa yang diperintahkan Yesus itu tidak masuk akal; namun upah dari ketaatan itu pun nyata yaitu mujizat terjadi: air dalam tempayan itu berubah menjadi anggur. Akhirnya 'muka' tuan rumah pun terselamatkan karena mujizat yang dikerjakan oleh Yesus.
Mari kita belajar memahami bahwa Tuhan mempunyai waktu sendiri dalam menolong umatNya dan Dia tahu yang terbaik bagi kita. Seringkali kita bertanya mengapa doa kita tidak kunjung beroleh jawaban, lalu kita marah dan kecewa kepada Tuhan dan memaksa Tuhan untuk menuruti agenda kita. Waktu Tuhan tidak bisa diatur oleh manusia. Kita harus bersabar menunggu waktu Tuhan dinyatakan, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Air menjadi anggur adalah bukti nyata bahwa Yesus adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa. Dia sanggup melakukan keajaiban-keajaiban. Tidak ada perkara yang mustahil bagi Dia!
Ketaatan dan kesabaran adalah kunci untuk mengalami mujizat dari Tuhan!
Baca: Mazmur 86:1-17
"Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah." Mazmur 86:10
Pesta perkawinan di Kana ini dihadiri oleh Yesus dan juga murid-muridNya. Ini adalah 'tour' awal Yesus dalam memulai pelayananNya di bumi, dan mujizat mulai dikerjakanNya. Ini adalah bukti bahwa Dia adalah Anak Allah yang hidup dan berkuasa.
Kepada murid-muridNya Yesus berkata, "Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 1:50b); tidak harus menunggu lama, perkataan itu pun digenapiNya. Saat masalah terjadi berkatalah ibu Yesus kepadaNya, "Mereka kehabisan anggur." (Yohanes 2:4). Kata 'Saat-Ku belum tiba' sebagai penegas bahwa Yesus memiliki waktu tersendiri. Walau secara jasmani Yesus adalah anak Maria, tetapi Ia sesungguhnya adalah Anak Allah. Jadi Maria (ibu Yesus) tidak punya kuasa menentukan kapan Yesus harus bertindak dan menyelesaikan masalah yang ada. Meski demikian Maria sangat percaya bahwa Yesus sanggup melakukan perkara besar, karena itu ia menyuruh para pelayan pesta untuk taat melakukan apa pun yang diperintahkan Yesus. Dan ketika Yesus menyuruh para pelayan untuk mengisi tempayan-tempayan dengan air, mereka taat, meski apa yang diperintahkan Yesus itu tidak masuk akal; namun upah dari ketaatan itu pun nyata yaitu mujizat terjadi: air dalam tempayan itu berubah menjadi anggur. Akhirnya 'muka' tuan rumah pun terselamatkan karena mujizat yang dikerjakan oleh Yesus.
Mari kita belajar memahami bahwa Tuhan mempunyai waktu sendiri dalam menolong umatNya dan Dia tahu yang terbaik bagi kita. Seringkali kita bertanya mengapa doa kita tidak kunjung beroleh jawaban, lalu kita marah dan kecewa kepada Tuhan dan memaksa Tuhan untuk menuruti agenda kita. Waktu Tuhan tidak bisa diatur oleh manusia. Kita harus bersabar menunggu waktu Tuhan dinyatakan, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Air menjadi anggur adalah bukti nyata bahwa Yesus adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa. Dia sanggup melakukan keajaiban-keajaiban. Tidak ada perkara yang mustahil bagi Dia!
Ketaatan dan kesabaran adalah kunci untuk mengalami mujizat dari Tuhan!
Sunday, May 5, 2013
MUJIZAT DI KANA: Air Menjadi Anggur (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Mei 2013 -
Baca: Yohanes 2:1-11
"Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang." Yohanes 2:10
Perkawinan adalah momen yang sangat spesial dan tak terlupakan dalam hidup seseorang. Itulah sebabnya setiap orang yang hendak menikah dan mempersiapkan 'hari bersejarah' itu secara matang dan sebaik mungkin. Karena momen itu begitu penting, maka tidak sedikit orang yang menangkapnya sebagai peluang bisnis sehingga muncullah istilah event organizer (EO) yang dapat menangani pesta perkawinan. Jadi kita tidak perlu repot-repot menangani dan mempersiapkan rencana pesta perkawinan itu, tinggal mempercayakannya kepada EO, maka semuanya akan beres. Tak terkecuali bagi bangsa Israel, perkawinan juga merupakan salah satu peristiwa yang sangat disakralkan. Mereka sangat menghargai dan menghormati perkawinan, karena perkawinan itu kudus di hadapan Tuhan.
Orang Yahudi memiliki kebiasaan menggelar pesta perkawinan besar-besaran dengan mengundang banyak orang, bahkan acara tersebut mereka gelar selama beberapa hari disertai perjamuan anggur di malam harinya. Tak seorang pun berharap pesta perkawinan yang mereka gelar itu berakhir dengan kegagalan. Inilah yang terjadi di pesta perkawinan di Kana. Saat pesta tengah berlangsung mereka mengalami kekurangan anggur. Bagaimana mungkin? Bukankah mereka telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik? Namun ini menunjukkan bahwa manusia memiliki keterbatasan. Rencana dan rancangan manusia tidak ada yang sempurna, kegagalan adalah buktinya, namun, "...tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:1). Kekurangan anggur di tengah pesta adalah masalah serius dan sangat memalukan, menunjukkan bahwa si tuan rumah tidak bisa menjamu para tamunya dengan baik, dan ini bisa menodai acara, serta akan menjadi peristiwa yang tak mudah untuk dilupakan oleh si tuan rumah, kedua mempelai dan juga para undangan. Tamu yang datang lebih awal beruntung karena mereka dapat menikmati anggur yang disediakan, tapi tamu yang datang belakangan tidak bisa menikmatinya.
Dalam kondisi terjepit, apa yang bisa mereka perbuat? Adakah orang lain yang sanggup menolong? Tidak ada jalan lain selain kita datang kepada Tuhan dan meminta pertolongan! (Bersambung)
Baca: Yohanes 2:1-11
"Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang." Yohanes 2:10
Perkawinan adalah momen yang sangat spesial dan tak terlupakan dalam hidup seseorang. Itulah sebabnya setiap orang yang hendak menikah dan mempersiapkan 'hari bersejarah' itu secara matang dan sebaik mungkin. Karena momen itu begitu penting, maka tidak sedikit orang yang menangkapnya sebagai peluang bisnis sehingga muncullah istilah event organizer (EO) yang dapat menangani pesta perkawinan. Jadi kita tidak perlu repot-repot menangani dan mempersiapkan rencana pesta perkawinan itu, tinggal mempercayakannya kepada EO, maka semuanya akan beres. Tak terkecuali bagi bangsa Israel, perkawinan juga merupakan salah satu peristiwa yang sangat disakralkan. Mereka sangat menghargai dan menghormati perkawinan, karena perkawinan itu kudus di hadapan Tuhan.
Orang Yahudi memiliki kebiasaan menggelar pesta perkawinan besar-besaran dengan mengundang banyak orang, bahkan acara tersebut mereka gelar selama beberapa hari disertai perjamuan anggur di malam harinya. Tak seorang pun berharap pesta perkawinan yang mereka gelar itu berakhir dengan kegagalan. Inilah yang terjadi di pesta perkawinan di Kana. Saat pesta tengah berlangsung mereka mengalami kekurangan anggur. Bagaimana mungkin? Bukankah mereka telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik? Namun ini menunjukkan bahwa manusia memiliki keterbatasan. Rencana dan rancangan manusia tidak ada yang sempurna, kegagalan adalah buktinya, namun, "...tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:1). Kekurangan anggur di tengah pesta adalah masalah serius dan sangat memalukan, menunjukkan bahwa si tuan rumah tidak bisa menjamu para tamunya dengan baik, dan ini bisa menodai acara, serta akan menjadi peristiwa yang tak mudah untuk dilupakan oleh si tuan rumah, kedua mempelai dan juga para undangan. Tamu yang datang lebih awal beruntung karena mereka dapat menikmati anggur yang disediakan, tapi tamu yang datang belakangan tidak bisa menikmatinya.
Dalam kondisi terjepit, apa yang bisa mereka perbuat? Adakah orang lain yang sanggup menolong? Tidak ada jalan lain selain kita datang kepada Tuhan dan meminta pertolongan! (Bersambung)
Saturday, May 4, 2013
ANAK TUHAN: Lebih dari Pemenang! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Mei 2013 -
Baca: Mazmur 118:1-29
"Suara sorak-sorai dan kemenangan di kemah orang-orang benar: "Tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan," Mazmur 118:15
Penyertaan Tuhan bagi orang percaya itu bukan hanya dalam waktu-waktu tertentu (musiman), tetapi Ia bersama kita secara permanen sekarang, esok dan sampai selama-lamanya. "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). Karena itu kuasa apa pun yang ada di muka bumi ini pada hakekatnya tidak akan mampu mengalahkan kehidupan orang percaya, asal dengan iman kita percaya bahwa Tuhan ada di pihak kita, "sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita." (1 Yohanes 5:4).
Rasul Paulus adalah orang yang memiliki pengalaman hidup luar biasa bersama Tuhan. Sebagai pemberita Injil hari-hari Paulus diwarnai dengan aneka ragam permasalahan dan juga penderitaan, bahkan bahaya maut mengancamnya setiap hari, namun ia tetap kuat dan tampil sebagai pemenang karena memiliki keyakinan yang kuat bahwa justru dalam kelemahanlah kuasa Tuhan makin dinyatakan secara sempurna, sehingga ia pun dapat berkata, "Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?" (Roma 8:35).
Kemenangan Kristus di atas kayu salib sekitar 2000 tahun silam adalah jaminan meraih kemenangan di segala keadaan. "...TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya...dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." (Mazmur 20:7). Kata 'orang yang diurapi-Nya' berarti orang-orang benar. Inilah kunci agar kita tampil sebagai pemenang: hidup dalam kebenaran, artinya harus menyalibkan segala keinginan daging, "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah,...Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:7-8). Kita harus sungguh-sungguh hidup dalam pertobatan, tegas terhadap dosa, apa pun bentuknya. Ini juga berarti kita mau hidup dipimpin Roh kudus dengan cara menyediakan waktu bersaat teduh dan merenungkan firmanNya setiap hari.
Asal hidup dalam kebenaran, kemenangan dan penyertaan Tuhan pasti nyata atas kita!
Baca: Mazmur 118:1-29
"Suara sorak-sorai dan kemenangan di kemah orang-orang benar: "Tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan," Mazmur 118:15
Penyertaan Tuhan bagi orang percaya itu bukan hanya dalam waktu-waktu tertentu (musiman), tetapi Ia bersama kita secara permanen sekarang, esok dan sampai selama-lamanya. "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). Karena itu kuasa apa pun yang ada di muka bumi ini pada hakekatnya tidak akan mampu mengalahkan kehidupan orang percaya, asal dengan iman kita percaya bahwa Tuhan ada di pihak kita, "sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita." (1 Yohanes 5:4).
Rasul Paulus adalah orang yang memiliki pengalaman hidup luar biasa bersama Tuhan. Sebagai pemberita Injil hari-hari Paulus diwarnai dengan aneka ragam permasalahan dan juga penderitaan, bahkan bahaya maut mengancamnya setiap hari, namun ia tetap kuat dan tampil sebagai pemenang karena memiliki keyakinan yang kuat bahwa justru dalam kelemahanlah kuasa Tuhan makin dinyatakan secara sempurna, sehingga ia pun dapat berkata, "Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?" (Roma 8:35).
Kemenangan Kristus di atas kayu salib sekitar 2000 tahun silam adalah jaminan meraih kemenangan di segala keadaan. "...TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya...dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." (Mazmur 20:7). Kata 'orang yang diurapi-Nya' berarti orang-orang benar. Inilah kunci agar kita tampil sebagai pemenang: hidup dalam kebenaran, artinya harus menyalibkan segala keinginan daging, "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah,...Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:7-8). Kita harus sungguh-sungguh hidup dalam pertobatan, tegas terhadap dosa, apa pun bentuknya. Ini juga berarti kita mau hidup dipimpin Roh kudus dengan cara menyediakan waktu bersaat teduh dan merenungkan firmanNya setiap hari.
Asal hidup dalam kebenaran, kemenangan dan penyertaan Tuhan pasti nyata atas kita!
Friday, May 3, 2013
ANAK TUHAN: Lebih dari Pemenang! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Mei 2013 -
Baca: Roma 8:31-39
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." Roma 8:37
Di dalam Ibrani 10:38 tertulis: "...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:6a). Dan iman itu harus diwujudkan dalam perbuatan nyata, jika tidak, maka "...iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Adapun perbuatan iman itu selalu diawali dengan apa yang disebut pernyataan iman, yaitu perkataan positif yang keluar dari mulut kita yang melahirkan suatu keyakinan teguh. Perkataan positif yang dilandasi oleh iman pasti akan membentuk suatu perbuatan yang positif pula, sehingga sesuatu yang diimani itu tidak menjadi sia-sia, yang pada saatnya akan menjadi suatu kenyataan.
Berdasarkan pembacaan ayat firman Tuhan hari ini, apa yang harus diimani oleh setiap orang percaya? "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" (Roma 8:31-32). Hidup ini tidak selamanya mulus tanpa aral, adakalanya kita dihadapkan pada berbagai tantangan hidup, bisa berupa masalah dalam rumah tangga, sakit-penyakit, krisis keuangan dan lain-lain. Namun sebagai anak-anak Tuhan kesemuanya itu bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk menjadi lemah dan tawar hati. Mengapa? Karena kita percaya bahwa Tuhan Yesus selalu ada bersama kita dan di pihak kita, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). PengorbanNya di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Tuhan sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia berikan. Bukan hanya itu, Tuhan juga memberikan Roh Kudus sebagai Penolong. Dialah yang akan membantu kita untuk mengatasi segala kelemahan dan persoalan yang sedang kita alami, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Kesadaran diri akan siapa yang ada di pihak kita akan menentukan bagaimana sikap dan reaksi kita terhadap apa pun yang terjadi. Jika Tuhan ada di pihak kita, tak ada yang perlu ditakutkan lagi! (Bersambung).
Baca: Roma 8:31-39
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." Roma 8:37
Di dalam Ibrani 10:38 tertulis: "...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:6a). Dan iman itu harus diwujudkan dalam perbuatan nyata, jika tidak, maka "...iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Adapun perbuatan iman itu selalu diawali dengan apa yang disebut pernyataan iman, yaitu perkataan positif yang keluar dari mulut kita yang melahirkan suatu keyakinan teguh. Perkataan positif yang dilandasi oleh iman pasti akan membentuk suatu perbuatan yang positif pula, sehingga sesuatu yang diimani itu tidak menjadi sia-sia, yang pada saatnya akan menjadi suatu kenyataan.
Berdasarkan pembacaan ayat firman Tuhan hari ini, apa yang harus diimani oleh setiap orang percaya? "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" (Roma 8:31-32). Hidup ini tidak selamanya mulus tanpa aral, adakalanya kita dihadapkan pada berbagai tantangan hidup, bisa berupa masalah dalam rumah tangga, sakit-penyakit, krisis keuangan dan lain-lain. Namun sebagai anak-anak Tuhan kesemuanya itu bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk menjadi lemah dan tawar hati. Mengapa? Karena kita percaya bahwa Tuhan Yesus selalu ada bersama kita dan di pihak kita, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). PengorbanNya di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Tuhan sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia berikan. Bukan hanya itu, Tuhan juga memberikan Roh Kudus sebagai Penolong. Dialah yang akan membantu kita untuk mengatasi segala kelemahan dan persoalan yang sedang kita alami, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Kesadaran diri akan siapa yang ada di pihak kita akan menentukan bagaimana sikap dan reaksi kita terhadap apa pun yang terjadi. Jika Tuhan ada di pihak kita, tak ada yang perlu ditakutkan lagi! (Bersambung).
Thursday, May 2, 2013
RAJA UZIA: Hati yang Berubah!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Mei 2013 -
Baca: 2 Tawarikh 26:16-23
"Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada TUHAN, Allahnya, dan memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan." 2 Tawarikh 26:16
Alkitab menyatakan bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Dengan caraNya yang ajaib Tuhan menolong raja Uzia sehingga ia menjadi kuat dan termasyhur. ketika kita karib dengan Tuhan dan memiliki kehidupan yang seturut dengan kehendakNya, apa pun yang kita lakukan akan dibuatNya berhasil. Kunci inilah yang juga Tuhan sampaikan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Namun, ayat nas di atas sungguh mencengangkan: setelah posisinya kuat dan berhasil, kehidupan raja Uzia mulai berubah. Raja Uzia menjadi tinggi hati (sombong) dan tidak lagi setia kepada Tuhan. Kalau dulunya ia begitu tekun mencari Tuhan dan melakukan apa yang benar, setelah berada di puncak karirnya ia tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan dan melakukan hal yang merusak. Dengan beraninya ia "...memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan." (ayat nas), padahal membakar ukupan kepada Tuhan itu hanya boleh dilakukan oleh imam-imam keturunan Harun yang telah dikuduskan oleh Tuhan. Dan ketika ia ditegur oleh imam Azarya, raja Uzia malah tersinggung dan amarahnya meluap. Akibatnya "...timbullah penyakit kusta pada dahinya," (ayat 19b), bahkan akibat ketidaktaatannya itu "Raja Uzia sakit kusta sampai kepada hari matinya, dan sebagai orang yang sakit kusta ia tinggal dalam sebuah rumah pengasingan, karena ia dikucilkan dari rumah Tuhan." (ayat 21).
Apa yang dialami raja Uzia ini hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi kita. Banyak orang ketika berada di puncak dan diberkati menjadi lupa diri dan tidak lagi tekun mencari Tuhan. Mereka lebih bergantung pada apa yang dimilikinya. Berhati-hatilah!
"Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil," Ayub 1:21b
Baca: 2 Tawarikh 26:16-23
"Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada TUHAN, Allahnya, dan memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan." 2 Tawarikh 26:16
Alkitab menyatakan bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Dengan caraNya yang ajaib Tuhan menolong raja Uzia sehingga ia menjadi kuat dan termasyhur. ketika kita karib dengan Tuhan dan memiliki kehidupan yang seturut dengan kehendakNya, apa pun yang kita lakukan akan dibuatNya berhasil. Kunci inilah yang juga Tuhan sampaikan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Namun, ayat nas di atas sungguh mencengangkan: setelah posisinya kuat dan berhasil, kehidupan raja Uzia mulai berubah. Raja Uzia menjadi tinggi hati (sombong) dan tidak lagi setia kepada Tuhan. Kalau dulunya ia begitu tekun mencari Tuhan dan melakukan apa yang benar, setelah berada di puncak karirnya ia tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan dan melakukan hal yang merusak. Dengan beraninya ia "...memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan." (ayat nas), padahal membakar ukupan kepada Tuhan itu hanya boleh dilakukan oleh imam-imam keturunan Harun yang telah dikuduskan oleh Tuhan. Dan ketika ia ditegur oleh imam Azarya, raja Uzia malah tersinggung dan amarahnya meluap. Akibatnya "...timbullah penyakit kusta pada dahinya," (ayat 19b), bahkan akibat ketidaktaatannya itu "Raja Uzia sakit kusta sampai kepada hari matinya, dan sebagai orang yang sakit kusta ia tinggal dalam sebuah rumah pengasingan, karena ia dikucilkan dari rumah Tuhan." (ayat 21).
Apa yang dialami raja Uzia ini hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi kita. Banyak orang ketika berada di puncak dan diberkati menjadi lupa diri dan tidak lagi tekun mencari Tuhan. Mereka lebih bergantung pada apa yang dimilikinya. Berhati-hatilah!
"Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil," Ayub 1:21b
Wednesday, May 1, 2013
RAJA UZIA: Yang Muda yang Berkarya!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Mei 2013 -
Baca: 2 Tawarikh 26:1-15
"Segenap bangsa Yehuda mengambil Uzia, yang masih berumur enam belas tahun dan menobatkan dia menjadi raja menggantikan ayahnya, Amazia." 2 Tawarikh 26:1
Muda, berprestasi dan penuh karya, mungkin inilah sebutan yang sangat cocok bagi Uzia, karena di usianya yang masih sangat belia, yaitu 16 tahun, ia sudah menjabat sebagai raja Yehuda menggantikan ayahnya, Amazia. Meski belum mengenyam 'asam garam' kehidupan (minim pengalaman) Uzia mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga "Namanya termasyhur sampai ke Mesir, karena kekuatannya yang besar." (ayat 8b).
Alkitab menyatakan bahwa Uzia bukan hanya berhasil dalam hal memimpin bangsanya tapi ia juga mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain. Uzia juga bukanlah seorang raja yang "kebetulan" (menjabat karena garis keturunan), tapi ia adalah seorang raja yang mumpuni di segala bidang kehidupan. Bukan hanya bidang pemerintahan yang ia kuasai tapi juga bidang-bidang lainnya. Ia mampu mendirikan kota-kota, menara-menara di padang gurun dan menggali banyak sumur. Di bidang peternakan ia memiliki banyak ternak. Lalu di bidang pertanian "...ia mempunyai petani-petani dan penjaga-penjaga kebun anggur, di gunung-gunung dan di tanah yang subur," (ayat 10b). Di bidang militer Uzia sangat ahli dalam strategi perang. Itula sebabnya ia mempunyai tentara dalam jumlah besar dan pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa, lengkap dengan perlengkapan perang yang ia rancang dan ciptakan sendiri. Luar biasaa! Alkitab pun mencatat bahwa "Nama raja itu termasyhur sampai ke negeri-negeri yang jauh, karena ia ditolong dengan ajaib sehingga menjadi kuat." (ayat 15b).
Apa yang menjadi kunci utama keberhasilan raja Uzia? Apakah karena ia hebat, pintar, kuat, gagah dan kaya? Bukan itu. Raja Uzia menjadi seorang raja yang berhasil dan terkenal oleh karena "Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Amazia, ayahnya. Ia mencari Allah selama hidup Zakharia, yang mengajarnya supaya takut akan Allah. Dan selama ia mencari TUHAN, Allah membuat segala usahanya berhasil." (2 Tawarikh 26:4-5). Tanpa campur tangan Tuhan raja Uzia tidak akan pernah mampu menjalankan tugas pemerintahannya dengan baik.
Oleh karena tekun mencari Tuhan dan senantiasa hidup dalam ketaatan, Uzia menjadi raja yang berhasil dan diberkati Tuhan.
Baca: 2 Tawarikh 26:1-15
"Segenap bangsa Yehuda mengambil Uzia, yang masih berumur enam belas tahun dan menobatkan dia menjadi raja menggantikan ayahnya, Amazia." 2 Tawarikh 26:1
Muda, berprestasi dan penuh karya, mungkin inilah sebutan yang sangat cocok bagi Uzia, karena di usianya yang masih sangat belia, yaitu 16 tahun, ia sudah menjabat sebagai raja Yehuda menggantikan ayahnya, Amazia. Meski belum mengenyam 'asam garam' kehidupan (minim pengalaman) Uzia mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga "Namanya termasyhur sampai ke Mesir, karena kekuatannya yang besar." (ayat 8b).
Alkitab menyatakan bahwa Uzia bukan hanya berhasil dalam hal memimpin bangsanya tapi ia juga mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain. Uzia juga bukanlah seorang raja yang "kebetulan" (menjabat karena garis keturunan), tapi ia adalah seorang raja yang mumpuni di segala bidang kehidupan. Bukan hanya bidang pemerintahan yang ia kuasai tapi juga bidang-bidang lainnya. Ia mampu mendirikan kota-kota, menara-menara di padang gurun dan menggali banyak sumur. Di bidang peternakan ia memiliki banyak ternak. Lalu di bidang pertanian "...ia mempunyai petani-petani dan penjaga-penjaga kebun anggur, di gunung-gunung dan di tanah yang subur," (ayat 10b). Di bidang militer Uzia sangat ahli dalam strategi perang. Itula sebabnya ia mempunyai tentara dalam jumlah besar dan pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa, lengkap dengan perlengkapan perang yang ia rancang dan ciptakan sendiri. Luar biasaa! Alkitab pun mencatat bahwa "Nama raja itu termasyhur sampai ke negeri-negeri yang jauh, karena ia ditolong dengan ajaib sehingga menjadi kuat." (ayat 15b).
Apa yang menjadi kunci utama keberhasilan raja Uzia? Apakah karena ia hebat, pintar, kuat, gagah dan kaya? Bukan itu. Raja Uzia menjadi seorang raja yang berhasil dan terkenal oleh karena "Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Amazia, ayahnya. Ia mencari Allah selama hidup Zakharia, yang mengajarnya supaya takut akan Allah. Dan selama ia mencari TUHAN, Allah membuat segala usahanya berhasil." (2 Tawarikh 26:4-5). Tanpa campur tangan Tuhan raja Uzia tidak akan pernah mampu menjalankan tugas pemerintahannya dengan baik.
Oleh karena tekun mencari Tuhan dan senantiasa hidup dalam ketaatan, Uzia menjadi raja yang berhasil dan diberkati Tuhan.