Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2012 -
Baca: Mazmur 115:1-18
"Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia," Mazmur 115:4
Di atas gunung Sinai Tuhan memberikan 10 perintahNya kepada Musa untuk disampaikan kepada umatNya. Kesepuluh perintah itu kita kenal sebagai 10 hukum Taurat. Sebagai orang percaya tentunya kita sudah tahu isi dari 10 hukum Taurat tersebut, bahkan kita pasti hafal karena hal ini sudah diajarkan sejak kita duduk di bangku Sekolah Minggu. Salah satu perintah Tuhan itu berbunyi, "Jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku." (Keluaran 20:3). Artinya Tuhan melarang kita untuk menyembah kepada berhala atau ilah lain karena ini akan "...membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan umat, dan akan menyakiti hati mereka dengan bangsa yang bebal." (Ulangan 32:21). Apa itu berhala? Berhala adalah sesuatu yang didewakan, yang disembah dan dipuja, bisa berupa: patung, pohon besar yang dikeramatkan, kuburan, jimat dan lain-lain.
Namun seringkali kita tidak sadar bahwa ada berhala-berhala lain yang lebih 'modern' yang masih ada di dalam kehidupan kita. Ketika kita lebih mengutamakan 'sesuatu' lebih daripada Tuhan, itu juga disebut berhala. Jadi berhala bukan hanya berupa benda-benda, bisa saja itu uang, kekayaan, toko, perusahaan, pekerjaan, jabatan, popularitas, hobi, suami, isteri dan sebagainya. Masih banyak orang Kristen yang lebih mencintai uang atau hartanya daripada Tuhan; ada istri yang lebih 'takut' pada suaminya daripada takut kepada Tuhan, padahal suaminya hidup tidak benar; ada pula yang lebih suka menghabiskan waktunya demi hobi daripada beribadah; ada pula yang waktunya habis untuk kerja, kerja dan kerja, sedangkan untuk perkara-perkara rohani tidak punya waktu, dan masih banyak lagi.
Dengan keras Tuhan berkata, "Jauhkanlah dewa-dewa asing yang ada di tengah-tengah kamu," (Kejadian 35:2). Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak senang jika kita memberhalakan sesuatu apa pun itu. Itu menjadi kebencian Tuhan karena merupakan perzinahan rohani. Hari ini, jika masih punya benda-benda yang kita anggap 'suci', segerlah buang benda-benda tersebut. Mari kita mengasihi dan mengutamakan Tuhan lebih dari segalanya karena hanya Dia saja yang layak dipuji dan disembah.
Jangan pernah menduakan Tuhan dengan apa pun juga. Tuhan adalah Allah yang Pencemburu, karena itu jangan permainkan Dia!
Wednesday, October 31, 2012
Tuesday, October 30, 2012
MENJADI KEPALA DAN BUKAN EKOR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2012 -
Baca: Ulangan 28:1-14
"apabila engkau mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia," Ulangan 28:13b
Renungan kemarin menyatakan bahwa menjadi 'kepala' berbicara tentang kualitas hidup seseorang yang mampu menjadi teladan dan memiliki dampak bagi orang lain. Sementara soal jabatan atau posisi dalam pekerjaan, harta, kekayaan, promosi dan sebagainya adalah 'bonus' dari Tuhan, karena Tuhan tidak menghendaki anak-anaknya hanya menjadi 'ekor' dan terus mengalami penurunan kualitas hidup. Kita semua tahu menjadi 'ekor' berarti hanya menjadi pengikut, seperti kata 'mengekor' yang berarti menjadi pecundang, padahal firmanNya menegaskan, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Untuk bisa menjadi 'kepala' dan terus mengalami peningkatan dalam hidup ini ada proses yang harus kita jalani yaitu harus tunduk kepada instruksi firman Tuhan: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara Tuhan, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka Tuhan, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi." (Ulangan 28:1). Kata 'jika' (Ulangan 28:1) dan 'apabila' (Ulangan 28:13 dan 14) berarti sebuah syarat untuk meraih janji Tuhan. Syarat utamanya adalah mendengarkan firman Tuhan dan melakukannya dengan setia. Kemudian kita tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri (Ulangan 28:14), maka Tuhan akan mengangkat kita menjadi kepala dan Ia akan membawa kita semakin naik. Hal ini juga disampaikan Tuhan kepada Yosua agar ia senantiasa merenungkan firmanNya dan melakukannya, "...dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Jangan hanya complain kepada Tuhan dan menuntut hak-hak kita saja sementara kita sendiri tidak memenuhi kewajiban atau mengerjakan bagian kita yaitu hidup dalam ketaatan. Asal kita taat dan setia kepada Tuhan maka Dia pun tidak akan pernah lalai menggenapi janji firmanNya.
"Hal-hal yang terjadi di masa yang lampau telah Kuberitahukan dari sejak dahulu, Aku telah mengucapkannya dan telah mengabarkannya. Kemudian dengan sekonyong-konyong Aku melaksanakannya juga dan semuanya itu sudah menjadi kenyataan." Yesaya 48:3
Baca: Ulangan 28:1-14
"apabila engkau mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia," Ulangan 28:13b
Renungan kemarin menyatakan bahwa menjadi 'kepala' berbicara tentang kualitas hidup seseorang yang mampu menjadi teladan dan memiliki dampak bagi orang lain. Sementara soal jabatan atau posisi dalam pekerjaan, harta, kekayaan, promosi dan sebagainya adalah 'bonus' dari Tuhan, karena Tuhan tidak menghendaki anak-anaknya hanya menjadi 'ekor' dan terus mengalami penurunan kualitas hidup. Kita semua tahu menjadi 'ekor' berarti hanya menjadi pengikut, seperti kata 'mengekor' yang berarti menjadi pecundang, padahal firmanNya menegaskan, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Untuk bisa menjadi 'kepala' dan terus mengalami peningkatan dalam hidup ini ada proses yang harus kita jalani yaitu harus tunduk kepada instruksi firman Tuhan: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara Tuhan, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka Tuhan, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi." (Ulangan 28:1). Kata 'jika' (Ulangan 28:1) dan 'apabila' (Ulangan 28:13 dan 14) berarti sebuah syarat untuk meraih janji Tuhan. Syarat utamanya adalah mendengarkan firman Tuhan dan melakukannya dengan setia. Kemudian kita tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri (Ulangan 28:14), maka Tuhan akan mengangkat kita menjadi kepala dan Ia akan membawa kita semakin naik. Hal ini juga disampaikan Tuhan kepada Yosua agar ia senantiasa merenungkan firmanNya dan melakukannya, "...dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Jangan hanya complain kepada Tuhan dan menuntut hak-hak kita saja sementara kita sendiri tidak memenuhi kewajiban atau mengerjakan bagian kita yaitu hidup dalam ketaatan. Asal kita taat dan setia kepada Tuhan maka Dia pun tidak akan pernah lalai menggenapi janji firmanNya.
"Hal-hal yang terjadi di masa yang lampau telah Kuberitahukan dari sejak dahulu, Aku telah mengucapkannya dan telah mengabarkannya. Kemudian dengan sekonyong-konyong Aku melaksanakannya juga dan semuanya itu sudah menjadi kenyataan." Yesaya 48:3
Monday, October 29, 2012
MENJADI KEPALA DAN BUKAN EKOR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2012 -
Baca: Ulangan 28:1-14
"TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," Ulangan 28:13a
Jika kita memperhatikan keadaan dunia hari-hari ini sungguh makin mencemaskan: goncangan, krisis dan bencana alam terjadi di mana-mana tanpa dapat diduga oleh siapa pun. Setiap orang punya cukup alasan untuk takut dan kuatir akan masa depannya. Namun sebagai orang percaya mari kita perhatikan apa yang dikatakan oleh firman Tuhan, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8).
Apakah dengan bergoncangnya dunia ini, janji Tuhan Tuhan juga turut tergoncang dan berubah kuasanya? Janji firmanNya takkan tergoyahkan oleh keadaan apa pun yang ada di dunia ini, karena "...firman Allah tidak mungkin gagal." (Roma 9:6) dan "...tetap untuk selama-lamanya." (1 Petrus 1:25). Jadi di segala situasi, segala kondisi dan segala keadaan, janji Tuhan tetap berlaku bagi orang percaya. Salah satu janji Tuhan adalah Ia akan mengangkat anak-anakNya menjadi kepala dan bukan ekor, akan tetap naik dan bukan turun. Apa maksudnya? Selama ini banyak orang Kristen yang salah mengerti dengan arti ayat ini. Menjadi 'kepala' selalu kita identikkan dengan pangkat atau jabatan tinggi seseorang dalam sebuah pekerjaan atau instansi, sehingga ada yang berkata, "Katanya Tuhan akan mengangkat kita menjadi kepala dan terus naik, buktinya selama bertahun-tahun saya hanya menjadi karyawan biasa, tetap tidak mengalami peningkatan."
Menjadi 'kepala' memiliki makna yang sangat luas, tidak hanya sebatas itu; menjadi 'kepala' berarti kehidupan kita menjadi berkat, teladan dan membawa pengaruh yang luar biasa bagi banyak orang. Kita menjadi panutan bagi banyak orang; ke mana 'kepala' pergi, ke situ 'ekor' pasti akan mengikuti. Bukan berbicara soal pangkat atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang tapi menekankan pada 'kualitas' hidupnya. "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Masih banyak orang Kristen yang menjalani hidup kekristenannya dengan biasa-biasa saja, tidak jauh berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan, tidak naik dan tidak turun, nothing special, sehingga hidupnya sama sekali tidak berdampak!
Baca: Ulangan 28:1-14
"TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," Ulangan 28:13a
Jika kita memperhatikan keadaan dunia hari-hari ini sungguh makin mencemaskan: goncangan, krisis dan bencana alam terjadi di mana-mana tanpa dapat diduga oleh siapa pun. Setiap orang punya cukup alasan untuk takut dan kuatir akan masa depannya. Namun sebagai orang percaya mari kita perhatikan apa yang dikatakan oleh firman Tuhan, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8).
Apakah dengan bergoncangnya dunia ini, janji Tuhan Tuhan juga turut tergoncang dan berubah kuasanya? Janji firmanNya takkan tergoyahkan oleh keadaan apa pun yang ada di dunia ini, karena "...firman Allah tidak mungkin gagal." (Roma 9:6) dan "...tetap untuk selama-lamanya." (1 Petrus 1:25). Jadi di segala situasi, segala kondisi dan segala keadaan, janji Tuhan tetap berlaku bagi orang percaya. Salah satu janji Tuhan adalah Ia akan mengangkat anak-anakNya menjadi kepala dan bukan ekor, akan tetap naik dan bukan turun. Apa maksudnya? Selama ini banyak orang Kristen yang salah mengerti dengan arti ayat ini. Menjadi 'kepala' selalu kita identikkan dengan pangkat atau jabatan tinggi seseorang dalam sebuah pekerjaan atau instansi, sehingga ada yang berkata, "Katanya Tuhan akan mengangkat kita menjadi kepala dan terus naik, buktinya selama bertahun-tahun saya hanya menjadi karyawan biasa, tetap tidak mengalami peningkatan."
Menjadi 'kepala' memiliki makna yang sangat luas, tidak hanya sebatas itu; menjadi 'kepala' berarti kehidupan kita menjadi berkat, teladan dan membawa pengaruh yang luar biasa bagi banyak orang. Kita menjadi panutan bagi banyak orang; ke mana 'kepala' pergi, ke situ 'ekor' pasti akan mengikuti. Bukan berbicara soal pangkat atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang tapi menekankan pada 'kualitas' hidupnya. "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Masih banyak orang Kristen yang menjalani hidup kekristenannya dengan biasa-biasa saja, tidak jauh berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan, tidak naik dan tidak turun, nothing special, sehingga hidupnya sama sekali tidak berdampak!
Sunday, October 28, 2012
JANJI TUHAN PASTI DIGENAPI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2012 -
Baca: Habakuk 2:1-5
"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." Habakuk 2:3
Benar apa yang dikatakan oleh pemazmur demikian, "Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" (Mazmur 25:3a). Nabi Habakuk memberi nasihat agar kita tidak putus asa dan terus menanti-nantikan Tuhan pada waktu kelihatannya janji Tuhan itu berlambat-lambat, karena pada saatnya "...sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (ayat nas). Inilah yang dilakukan oleh Abraham: Tidak bimbang dan tetap menanti janji Tuhan, "...malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:20-21). Abraham tidak terpengaruh dengan situasi dan kondisi yang ada, tapi berusaha untuk menyingkirkan segala kebimbangan yang ada dan menguatkan iman percayanya bahwa Tuhan yang ia sembah adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa untuk melakukan segala perkara.
Bagaimana kita? Seringkali sikon mempengaruhi sikap kita terhadap janji Tuhan. Kita dikalahkan dengan apa yang terlihat oleh mata jasmani kita sehingga kita pun bertanya dalam hati, "Apakah benar janji Tuhan itu? Apakah Tuhan sanggup menyembuhkan sakitku, sedangkan dokter saja sudah angkat tangan?" Mari, jangan biarkan logika kita membatasi cara Tuhan bekerja karena sampai kapan pun kita tidak akan mampu menyelami pikiran Tuhan, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan." (Yesaya 55:8). Justru dalam keadaan demikian, kita harus makin melekat kepada Tuhan.
Banyak dari kita yang tidak lagi bersemangat mengiring Tuhan dan meninggalkan jam-jam ibadahnya oleh karena kita belum memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kita. Bukannya Tuhan lupa dan ingkar terhadap apa yang Dia janjikan, namun terkadang Tuhan ijinkan hal itu terjadi karena Dia ingin memproses dan mendewasakan kita.
"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." 1 Korintus 2:9
Baca: Habakuk 2:1-5
"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." Habakuk 2:3
Benar apa yang dikatakan oleh pemazmur demikian, "Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" (Mazmur 25:3a). Nabi Habakuk memberi nasihat agar kita tidak putus asa dan terus menanti-nantikan Tuhan pada waktu kelihatannya janji Tuhan itu berlambat-lambat, karena pada saatnya "...sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (ayat nas). Inilah yang dilakukan oleh Abraham: Tidak bimbang dan tetap menanti janji Tuhan, "...malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:20-21). Abraham tidak terpengaruh dengan situasi dan kondisi yang ada, tapi berusaha untuk menyingkirkan segala kebimbangan yang ada dan menguatkan iman percayanya bahwa Tuhan yang ia sembah adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa untuk melakukan segala perkara.
Bagaimana kita? Seringkali sikon mempengaruhi sikap kita terhadap janji Tuhan. Kita dikalahkan dengan apa yang terlihat oleh mata jasmani kita sehingga kita pun bertanya dalam hati, "Apakah benar janji Tuhan itu? Apakah Tuhan sanggup menyembuhkan sakitku, sedangkan dokter saja sudah angkat tangan?" Mari, jangan biarkan logika kita membatasi cara Tuhan bekerja karena sampai kapan pun kita tidak akan mampu menyelami pikiran Tuhan, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan." (Yesaya 55:8). Justru dalam keadaan demikian, kita harus makin melekat kepada Tuhan.
Banyak dari kita yang tidak lagi bersemangat mengiring Tuhan dan meninggalkan jam-jam ibadahnya oleh karena kita belum memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kita. Bukannya Tuhan lupa dan ingkar terhadap apa yang Dia janjikan, namun terkadang Tuhan ijinkan hal itu terjadi karena Dia ingin memproses dan mendewasakan kita.
"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." 1 Korintus 2:9
Saturday, October 27, 2012
JANJI TUHAN PASTI DIGENAPI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2012 -
Baca: Roma 4:18-25
"Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup." Roma 4:19
Kebimbangan adalah senjata ampuh yang dipakai Iblis untuk melemahkan dan menghancurkan iman orang percaya. Rasa bimbang inilah yang mengakibatkan doa-doa kita tidak beroleh jawaban dan kita tidak dapat menikmati janji Tuhan. Tertulis: "asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23b). Yakobus juga menegaskan bahwa "...orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Banyak anak Tuhan yang mudah kecewa, menyerah di tengah jalan dan tidak lagi bertekun mencari Tuhan saat mereka belum mengalami penggenapan janji Tuhan.
Mari kita belajar dari kehidupan Abraham yang tetap tekun menantikan janji Tuhan meski harus melalui proses yang begitu lama. Alkitab mencatat bahwa Tuhan menjanjikan keturunan kepada Abraham, bahkan Dia akan membuat keturunannya seperti debu tanah banyaknya (baca Kejadian 13:16) dan juga seperti bintang-bintang bertebaran di langit (baca Kejadian 15:5). Terhadap janji Tuhan ini "...percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Padahal secara manusia itu mustahil, karena pada saat menerima janji Tuhan itu usia Abraham sudah tua dan rahim isterinya sudah tertutup karena juga sudah berusia lanjut. Karena itu mereka sempat tertawa ketika mendengar janji Tuhan tersebut. Tapi akhirnya janji Tuhan benar-benar digenapi, "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya. Adapun Abraham berumur seratus tahun, ketika Ishak, anaknya, lahir baginya." (Kejadian 21:2, 5).
Proses penantian Abraham terhadap janji Tuhan ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena ia harus menantikan janji Tuhan dalam kurun waktu yang cukup lama, bahkan selama bertahun-tahun. (Bersambung)
Baca: Roma 4:18-25
"Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup." Roma 4:19
Kebimbangan adalah senjata ampuh yang dipakai Iblis untuk melemahkan dan menghancurkan iman orang percaya. Rasa bimbang inilah yang mengakibatkan doa-doa kita tidak beroleh jawaban dan kita tidak dapat menikmati janji Tuhan. Tertulis: "asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23b). Yakobus juga menegaskan bahwa "...orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Banyak anak Tuhan yang mudah kecewa, menyerah di tengah jalan dan tidak lagi bertekun mencari Tuhan saat mereka belum mengalami penggenapan janji Tuhan.
Mari kita belajar dari kehidupan Abraham yang tetap tekun menantikan janji Tuhan meski harus melalui proses yang begitu lama. Alkitab mencatat bahwa Tuhan menjanjikan keturunan kepada Abraham, bahkan Dia akan membuat keturunannya seperti debu tanah banyaknya (baca Kejadian 13:16) dan juga seperti bintang-bintang bertebaran di langit (baca Kejadian 15:5). Terhadap janji Tuhan ini "...percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Padahal secara manusia itu mustahil, karena pada saat menerima janji Tuhan itu usia Abraham sudah tua dan rahim isterinya sudah tertutup karena juga sudah berusia lanjut. Karena itu mereka sempat tertawa ketika mendengar janji Tuhan tersebut. Tapi akhirnya janji Tuhan benar-benar digenapi, "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya. Adapun Abraham berumur seratus tahun, ketika Ishak, anaknya, lahir baginya." (Kejadian 21:2, 5).
Proses penantian Abraham terhadap janji Tuhan ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena ia harus menantikan janji Tuhan dalam kurun waktu yang cukup lama, bahkan selama bertahun-tahun. (Bersambung)
Friday, October 26, 2012
LUNTURNYA 'HATI HAMBA' (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2012 -
Baca: Lukas 17:7-10
"Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Sungguh, bukanlah perkara yang mudah mempertahankan 'hati hamba' di tengah-tengah hiruk-pikuknya pelayanan, karena seringkali si hamba Tuhan menjadi fokus perhatian utama jemaat, apalagi bila pelayanannya kian maju. Status hamba Tuhan menjadi 'istimewa', di mana-mana dihormati, berbagai fasilitas mengalir deras, bahkan ada pula yang sampai pasang bandrol atau tarif jika diundang dan menjadikan status 'hamba Tuhan' ini sebagai profesi untuk mendapatkan upah. Ingat, tugas seorang hamba Tuhan adalah untuk melayani, bukan minta dilayani. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Kita yang saat ini sedang dipercaya oleh Tuhan untuk melayaniNya: sebagai pemberita Injil (pengkhotbah), gembala sidang, Worship Leader dan sebagainya, berhati-hatilah jangan sampai 'hati hamba' kita menjadi luntur dan terkikis oleh karena pujian dan hormat manusia. Seharusnya semakin kita dipakai Tuhan, semakin kita memiliki kerendahan hati seperti Kristus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7). Sebagai seorang hamba, kita harus taat kepada Tuhan Yesus dengan penuh integritas. Artinya kita harus taat luar-dalam seperti Rasul Paulus yang "...senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). Upah, balas jasa dan pujian dari manusia tak pernah terbersit di dalam hati dan juga angan-angannya.
Sekali lagi marilah kita ingat bahwa kita ini hanyalah hamba dan Tuhan Yesus adalah Tuan kita; Tuan tidak perlu berterima kasih kepada hambanya, sebab itu memang sudah menjadi tugas yang harus kita kerjakan. Mari kita jaga sikap hati kita dalam melayani Tuhan. jangan sampai nantinya Tuhan menolak kita dan mengatakan bahwa kita ini disebut 'pembuat kejahatan' (baca Matius 7:23).
Jadilah hamba Tuhan yang senantiasa punya 'hati hamba'!
Baca: Lukas 17:7-10
"Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Sungguh, bukanlah perkara yang mudah mempertahankan 'hati hamba' di tengah-tengah hiruk-pikuknya pelayanan, karena seringkali si hamba Tuhan menjadi fokus perhatian utama jemaat, apalagi bila pelayanannya kian maju. Status hamba Tuhan menjadi 'istimewa', di mana-mana dihormati, berbagai fasilitas mengalir deras, bahkan ada pula yang sampai pasang bandrol atau tarif jika diundang dan menjadikan status 'hamba Tuhan' ini sebagai profesi untuk mendapatkan upah. Ingat, tugas seorang hamba Tuhan adalah untuk melayani, bukan minta dilayani. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Kita yang saat ini sedang dipercaya oleh Tuhan untuk melayaniNya: sebagai pemberita Injil (pengkhotbah), gembala sidang, Worship Leader dan sebagainya, berhati-hatilah jangan sampai 'hati hamba' kita menjadi luntur dan terkikis oleh karena pujian dan hormat manusia. Seharusnya semakin kita dipakai Tuhan, semakin kita memiliki kerendahan hati seperti Kristus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7). Sebagai seorang hamba, kita harus taat kepada Tuhan Yesus dengan penuh integritas. Artinya kita harus taat luar-dalam seperti Rasul Paulus yang "...senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). Upah, balas jasa dan pujian dari manusia tak pernah terbersit di dalam hati dan juga angan-angannya.
Sekali lagi marilah kita ingat bahwa kita ini hanyalah hamba dan Tuhan Yesus adalah Tuan kita; Tuan tidak perlu berterima kasih kepada hambanya, sebab itu memang sudah menjadi tugas yang harus kita kerjakan. Mari kita jaga sikap hati kita dalam melayani Tuhan. jangan sampai nantinya Tuhan menolak kita dan mengatakan bahwa kita ini disebut 'pembuat kejahatan' (baca Matius 7:23).
Jadilah hamba Tuhan yang senantiasa punya 'hati hamba'!
Thursday, October 25, 2012
LUNTURNYA 'HATI HAMBA' (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2012 -
Baca: 1 Korintus 4:1-21
"Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." 1 Korintus 4:1
Rasul Paulus adalah seorang pemberita Injil yang dipakai Tuhan secara luar biasa. 'Sepak terjangnya' di dunia pelayanan tak diragukan lagi dan layak untuk kita teladani. Melalui pelayanannya banyak jiwa dimenangkan dan diselamatkan. Sungguh, berbicara tentang kesetiaan, ketekunan, komitmen, pengabdian dan loyalitasnya kepada Tuhan, ia tak diragukan lagi. Meski demikian Rasul Paulus tetaplah orang yang rendah hati dan tidak sombong. Dia sadar akan keberadaan dirinya sebagai seorang hamba, yaitu hamba Kristus.
Kata 'hamba' diambil dari bahasa Yunani, doulos, yang artinya adalah budak. Tugas seorang budak ialah taat dan setia melayani tuannya. Siapa Tuan kita? Tuan kita adalah Tuhan Yesus. Dan jika Paulus dipilih dan percaya oleh Tuhan sebagai pemberita Injil, baginya merupakan suatu anugerah dan kepercayaan yang luar biasa, sehingga kesempatan itu tidak disia-siakannya. Rasul Paulus bertekad demikian: "...Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu." (Filipi 1:21-22). Sebagai hamba Tuhan, kita pun dituntut untuk memiliki komitmen seperti Rasul Paulus ini. Namun kiranya masih banyak hamba Tuhan yang telah bekerja keras melayani dan memberitakan Injil Kristus namun tanpa sadar telah kehilangan esensinya sebagai seorang 'hamba'; apalagi jika sudah menjadi hamba Tuhan yang terkenal, 'order' pelayanannya pun kian padat karena banyak jemaat atau gereja yang rindu dilayani. Hal inilah yang dapat membuat para hamba Tuhan merasa bangga dan tidak sedikit yang mulai lupa diri, dan secara perlahan telah mencuri kemuliaan Tuhan. Mereka merasa telah bekerja dan berjasa bagi Tuhan.
Bangsa Israel diperingatkan Tuhan bahwa mereka dapat menyeberangi sungai Yordan, mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain dan mencapai Kanaan, bukan karena jasa-jasa mereka, tetapi semata-mata karena campur tangan Tuhan (baca Ulangan 9:1-6). Sungguh, bila pelayanan kita berhasil dan menjadi berkat bagi banyak orang, itu bukan karena jasa kita atau karena kita mampu, tapi karena campur tangan Tuhan. (Bersambung)
Baca: 1 Korintus 4:1-21
"Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." 1 Korintus 4:1
Rasul Paulus adalah seorang pemberita Injil yang dipakai Tuhan secara luar biasa. 'Sepak terjangnya' di dunia pelayanan tak diragukan lagi dan layak untuk kita teladani. Melalui pelayanannya banyak jiwa dimenangkan dan diselamatkan. Sungguh, berbicara tentang kesetiaan, ketekunan, komitmen, pengabdian dan loyalitasnya kepada Tuhan, ia tak diragukan lagi. Meski demikian Rasul Paulus tetaplah orang yang rendah hati dan tidak sombong. Dia sadar akan keberadaan dirinya sebagai seorang hamba, yaitu hamba Kristus.
Kata 'hamba' diambil dari bahasa Yunani, doulos, yang artinya adalah budak. Tugas seorang budak ialah taat dan setia melayani tuannya. Siapa Tuan kita? Tuan kita adalah Tuhan Yesus. Dan jika Paulus dipilih dan percaya oleh Tuhan sebagai pemberita Injil, baginya merupakan suatu anugerah dan kepercayaan yang luar biasa, sehingga kesempatan itu tidak disia-siakannya. Rasul Paulus bertekad demikian: "...Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu." (Filipi 1:21-22). Sebagai hamba Tuhan, kita pun dituntut untuk memiliki komitmen seperti Rasul Paulus ini. Namun kiranya masih banyak hamba Tuhan yang telah bekerja keras melayani dan memberitakan Injil Kristus namun tanpa sadar telah kehilangan esensinya sebagai seorang 'hamba'; apalagi jika sudah menjadi hamba Tuhan yang terkenal, 'order' pelayanannya pun kian padat karena banyak jemaat atau gereja yang rindu dilayani. Hal inilah yang dapat membuat para hamba Tuhan merasa bangga dan tidak sedikit yang mulai lupa diri, dan secara perlahan telah mencuri kemuliaan Tuhan. Mereka merasa telah bekerja dan berjasa bagi Tuhan.
Bangsa Israel diperingatkan Tuhan bahwa mereka dapat menyeberangi sungai Yordan, mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain dan mencapai Kanaan, bukan karena jasa-jasa mereka, tetapi semata-mata karena campur tangan Tuhan (baca Ulangan 9:1-6). Sungguh, bila pelayanan kita berhasil dan menjadi berkat bagi banyak orang, itu bukan karena jasa kita atau karena kita mampu, tapi karena campur tangan Tuhan. (Bersambung)
Wednesday, October 24, 2012
BERTOBAT: Ada Pertolongan Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2012 -
Baca: 1 Samuel 7:2-14
"Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: Sampai di sini Tuhan menolong kita." 1 Samuel 7:12
Apa arti kata Eben-Haezer? Eben-Haezer berasal dari kata 'Eben' artinya batu, dan kata 'Ezer' yang berarti penolong. Jadi secara harafiah 'Eben-Haezer' dapat diartikan batu pertolongan. Batu ini didirikan oleh Samuel bukan untuk mereka sembah, tapi sebagai batu peringatan kemenangan bangsa Israel atas bangsa Filistin dan juga untuk menegaskan bahwa Tuhanlah yang menjadi sumber pertolongan dan kemenangan bagi mereka, bukan yang lain. Tanpa Tuhan, bangsa Israel bukanlah siapa-siapa!
Apa yang melatarbelakangi didirikannya batu peringatan ini? Ialah bangsa Israel yang telah lama meninggalkan tabut Tuhan di Kiryat-Yearim dalam waktu yang cukup lama yaitu dua puluh tahun, padahal tabut itu adalah lambang penyertaan Tuhan. Bukan hanya itu, mereka juga hidup menjauh dari Tuhan dan menyembah kepada baal. Akibatnya mereka mengalami kekalahan demi kekalahan dan menjadi bulan-bulanan bangsa lain, sungguh "...telah lenyap kemuliaan dari Israel." (1 Samuel 4:21). Bangsa Israel tidak lagi mengalami penyertaan Tuhan! Melalui Samuel, bangsa Israel ditegur Tuhan dengan keras supaya mereka segera bertobat. Untunglah mereka segera merespons teguran ini. "Kemudian orang-orang Israel menjauhkan para Baal dan para Asytoret dan beribadah hanya kepada Tuhan." (1 Samuel 7:4) dan berseru-seru kepada Tuhan.
Alkitab menyatakan, "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14). Pertobatan yang sungguh menjadi kunci pemulihan! Dengan caraNya yang ajaib Tuhan menolong bangsa Israel sehingga Filistin terpukul kalah. Melalui batu peringatan ini Samuel berkata, "Sampai di sini Tuhan menolong kita." (1 Samuel 7:12). Sebagai orang percaya kita diingatkan untuk tidak melupakan pertolongan Tuhan dalam hidup ini dan senantiasa hidup dalam ketaatan.
Ketika kita taat penyertaan tuhan tidak akan pernah berlalu dari kehidupan kita!
Baca: 1 Samuel 7:2-14
"Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: Sampai di sini Tuhan menolong kita." 1 Samuel 7:12
Apa arti kata Eben-Haezer? Eben-Haezer berasal dari kata 'Eben' artinya batu, dan kata 'Ezer' yang berarti penolong. Jadi secara harafiah 'Eben-Haezer' dapat diartikan batu pertolongan. Batu ini didirikan oleh Samuel bukan untuk mereka sembah, tapi sebagai batu peringatan kemenangan bangsa Israel atas bangsa Filistin dan juga untuk menegaskan bahwa Tuhanlah yang menjadi sumber pertolongan dan kemenangan bagi mereka, bukan yang lain. Tanpa Tuhan, bangsa Israel bukanlah siapa-siapa!
Apa yang melatarbelakangi didirikannya batu peringatan ini? Ialah bangsa Israel yang telah lama meninggalkan tabut Tuhan di Kiryat-Yearim dalam waktu yang cukup lama yaitu dua puluh tahun, padahal tabut itu adalah lambang penyertaan Tuhan. Bukan hanya itu, mereka juga hidup menjauh dari Tuhan dan menyembah kepada baal. Akibatnya mereka mengalami kekalahan demi kekalahan dan menjadi bulan-bulanan bangsa lain, sungguh "...telah lenyap kemuliaan dari Israel." (1 Samuel 4:21). Bangsa Israel tidak lagi mengalami penyertaan Tuhan! Melalui Samuel, bangsa Israel ditegur Tuhan dengan keras supaya mereka segera bertobat. Untunglah mereka segera merespons teguran ini. "Kemudian orang-orang Israel menjauhkan para Baal dan para Asytoret dan beribadah hanya kepada Tuhan." (1 Samuel 7:4) dan berseru-seru kepada Tuhan.
Alkitab menyatakan, "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14). Pertobatan yang sungguh menjadi kunci pemulihan! Dengan caraNya yang ajaib Tuhan menolong bangsa Israel sehingga Filistin terpukul kalah. Melalui batu peringatan ini Samuel berkata, "Sampai di sini Tuhan menolong kita." (1 Samuel 7:12). Sebagai orang percaya kita diingatkan untuk tidak melupakan pertolongan Tuhan dalam hidup ini dan senantiasa hidup dalam ketaatan.
Ketika kita taat penyertaan tuhan tidak akan pernah berlalu dari kehidupan kita!
Tuesday, October 23, 2012
HIDUP DALAM PIMPINAN ROH KUDUS!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2012 -
Baca: Yohanes 16:4b-15
"Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" Yohanes 16:13a
Sebagai manusia kita memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa dan lebih memilih hidup menurut keinginan daging. Hal ini juga diakui oleh Daud, "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." (Mazmur 51:7). Pula Rasul Paulus menyatakan, "Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat, Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku." (Roma 7:18-20). Jujur kita akui bahwa tidak mudah bagi kita untuk menjauh dan melepaskan diri dari ikatan dosa yang membelenggu. Tanpa adanya pertobatan yang sungguh, kita akan selalu mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari jerat Iblis.
Acapkali kita merasa bangga dengan status kita sebagai 'orang Kristen, orang percaya dan anak Tuhan', tapi jika cara hidup atau perilaku kita tidak jauh berbeda dengan orang dunia, apalah artinya? Firman Tuhan menegaskan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Tuhan memanggil kita agar mempunyai ciri khas tersendiri dan 'terpisah' dari dunia ini, karena kita adalah "...bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib;" (1 Petrus 2:9), melalui buah-buah Roh yang dihasilkan (baca Galatia 5:22-23). Itu akan terjadi jika kita tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan dalam kita (baca Yohanes 15:5). Artinya kita taat melakukan kehendak Tuhan dan mengijinkan Dia bekerja dalam hidup kita melalui kuasa Roh KudusNya.
Roh Kudus yang akan menuntun, menguatkan dan memimpin kita kepada kebenaran, karena itu tunduklah pada pimpinan RohNya!
Baca: Yohanes 16:4b-15
"Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" Yohanes 16:13a
Sebagai manusia kita memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa dan lebih memilih hidup menurut keinginan daging. Hal ini juga diakui oleh Daud, "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." (Mazmur 51:7). Pula Rasul Paulus menyatakan, "Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat, Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku." (Roma 7:18-20). Jujur kita akui bahwa tidak mudah bagi kita untuk menjauh dan melepaskan diri dari ikatan dosa yang membelenggu. Tanpa adanya pertobatan yang sungguh, kita akan selalu mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari jerat Iblis.
Acapkali kita merasa bangga dengan status kita sebagai 'orang Kristen, orang percaya dan anak Tuhan', tapi jika cara hidup atau perilaku kita tidak jauh berbeda dengan orang dunia, apalah artinya? Firman Tuhan menegaskan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Tuhan memanggil kita agar mempunyai ciri khas tersendiri dan 'terpisah' dari dunia ini, karena kita adalah "...bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib;" (1 Petrus 2:9), melalui buah-buah Roh yang dihasilkan (baca Galatia 5:22-23). Itu akan terjadi jika kita tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan dalam kita (baca Yohanes 15:5). Artinya kita taat melakukan kehendak Tuhan dan mengijinkan Dia bekerja dalam hidup kita melalui kuasa Roh KudusNya.
Roh Kudus yang akan menuntun, menguatkan dan memimpin kita kepada kebenaran, karena itu tunduklah pada pimpinan RohNya!
Monday, October 22, 2012
TUHAN TIDAK PERNAH MELUPAKAN KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2012 -
Baca: Mazmur 10:1-16
"Bangkitlah, Tuhan! Ya Allah, ulurkanlah tangan-Mu, janganlah lupakan orang-orang yang tertindas." Mazmur 10:12
Seringkali kita berpikir bahwa ketika kita dalam masalah atau tekanan hidup yang berat (kesulitan ekonomi, menderita sakit-penyakit) saat itu Tuhan telah jauh dari kita, Dia meninggalkan dan melupakan kita begitu saja. Terlepas dari bagaimana keadaan atau kondisi kita, percayalah bahwa Tuhan tidak pernah melupakan kita! Dalam Yesaya 49:15 ditegaskan, "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:15-16). Ini membuktikan bahwa Tuhan sangat memperhatikan dan mengasihi kita.
Terhadap bangsa Israel, suatu bangsa yang tegar tengkuk, yang seringkali memberontak, tidak setia dan hidup dalam ketidaktaatan, Tuhan pun tetap menunjukkan kasih dan kesabaranNya. Seperti tertulis, "Mereka menolak untuk patuh dan tidak mengingat perbuatan-perbuatan yang ajaib yang telah Kaubuat di antara mereka. Mereka bersitegang leher malah berkeras kepala untuk kembali ke perbudakan di Mesir. Tetapi Engkaulah Allah yang sudi mengampuni, yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya. Engkau tidak meninggalkan mereka." (Nehemia 9:17). Mengapa ketika masalah datang, kita selalu berpikir bahwa Tuhan telah melupakan kita dan menyembunyikan wajahNya? Karena fokus kita hanya tertuju pada keinginan hati kita sendiri; Maunya Tuhan mengikuti 'agenda' kita. Sementara, kita tidak mau mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan atas hidup kita. Perlu kita ketahui bahwa Tuhan tidak bisa dikendalikan oleh apapun dan oleh siapapun, Dia adalah Tuhan yang berdaulat penuh atas hidup kita, tidak pernah ingkar terhadap janji-janjiNya, apalagi sampai melupakan umat tebusanNya.
Ditegaskan, "Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum." (Yesaya 42:3).
Tanamkan dalam hati bahwa Tuhan tidak pernah melupakan dan meninggalkan kita, karena itu berhentilah menyalahkan Dia!
Baca: Mazmur 10:1-16
"Bangkitlah, Tuhan! Ya Allah, ulurkanlah tangan-Mu, janganlah lupakan orang-orang yang tertindas." Mazmur 10:12
Seringkali kita berpikir bahwa ketika kita dalam masalah atau tekanan hidup yang berat (kesulitan ekonomi, menderita sakit-penyakit) saat itu Tuhan telah jauh dari kita, Dia meninggalkan dan melupakan kita begitu saja. Terlepas dari bagaimana keadaan atau kondisi kita, percayalah bahwa Tuhan tidak pernah melupakan kita! Dalam Yesaya 49:15 ditegaskan, "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:15-16). Ini membuktikan bahwa Tuhan sangat memperhatikan dan mengasihi kita.
Terhadap bangsa Israel, suatu bangsa yang tegar tengkuk, yang seringkali memberontak, tidak setia dan hidup dalam ketidaktaatan, Tuhan pun tetap menunjukkan kasih dan kesabaranNya. Seperti tertulis, "Mereka menolak untuk patuh dan tidak mengingat perbuatan-perbuatan yang ajaib yang telah Kaubuat di antara mereka. Mereka bersitegang leher malah berkeras kepala untuk kembali ke perbudakan di Mesir. Tetapi Engkaulah Allah yang sudi mengampuni, yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya. Engkau tidak meninggalkan mereka." (Nehemia 9:17). Mengapa ketika masalah datang, kita selalu berpikir bahwa Tuhan telah melupakan kita dan menyembunyikan wajahNya? Karena fokus kita hanya tertuju pada keinginan hati kita sendiri; Maunya Tuhan mengikuti 'agenda' kita. Sementara, kita tidak mau mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan atas hidup kita. Perlu kita ketahui bahwa Tuhan tidak bisa dikendalikan oleh apapun dan oleh siapapun, Dia adalah Tuhan yang berdaulat penuh atas hidup kita, tidak pernah ingkar terhadap janji-janjiNya, apalagi sampai melupakan umat tebusanNya.
Ditegaskan, "Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum." (Yesaya 42:3).
Tanamkan dalam hati bahwa Tuhan tidak pernah melupakan dan meninggalkan kita, karena itu berhentilah menyalahkan Dia!
Sunday, October 21, 2012
HORMATILAH PEMIMPIN ROHANIMU!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Oktober 2012 -
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu menghormati mereka yang bekerja keras di antara kamu, yang memimpin kamu dalam Tuhan dan yang menegor kamu;" 1 Tesalonika 5:12
Membicarakan kelemahan dan kekurangan orang lain adalah pekerjaan yang mudah. Terlebih lagi membicarakan kelemahan dan kekurangan hamba Tuhan atau pemimpin rohani. Bukankah hal ini masih sering terjadi, jemaat kurang memberikan respek terhadap pemimpin rohaninya? Tidak sedikit yang cenderung meremehkan, menghakimi dan seringkali menjadikan hamba Tuhan sebagai bahan gosip yang hangat dan menarik untuk dibahas. Itulah sebabnya Rasul Paulus dengan tegas memberi nasihat agar kita menghormati dan menghargai para pemimpin rohani kita. Mengapa hal ini perlu ditegaskan? Karena pemimpin rohani adalah orang-orang yang telah ditetapkan Tuhan untuk memimpin kita dalam kerohanian; mereka telah bekerja keras untuk mengajar, membimbing, menegor dan menyampaikan kebenaran firman Tuhan sehingga jemaat mengalami pertumbuhan iman. Oleh karena itu "Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya." (Ibrani 13:17a).
Penting bagi kita untuk menghormati, menghargai dan mengasihi pemimpin rohani kita karena mereka telah bekerja keras dalam melayani jemaat. Namun jangan sampai kita 'mendewakan' mereka. Segala pujian dan kemuliaan hanya tetap bagi Tuhan, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Tuhan saja yang layak dipuja dan disembah, sedangkan pemimpin layak untuk dihormati. Artinya kita tidak boleh memandang rendah, apalagi melecehkan mereka. Contoh: Miryam harus menanggung akibatnya (kena kusta) karena ia telah mengatai-ngatai Musa yang adalah pemimpin rohani bangsa Israel (baca Bilangan 12:1-16).
Kita harus sadar bahwa pemimpin rohani juga manusia biasa, tentunya ia punya kekurangan atau kelemahan. Apa pun keadaannya kita harus tetap menghormati mereka, dan apabila hidup mereka sudah menyimpang dari Injil Kristus kita pun tidak berhak untuk menghakimi, itu urusannya dengan Tuhan! Kita doakan saja dia.
Selaku jemaat Tuhan tugas kita adalah mendoakan, mendukung dan menghormati pelayanan mereka!
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu menghormati mereka yang bekerja keras di antara kamu, yang memimpin kamu dalam Tuhan dan yang menegor kamu;" 1 Tesalonika 5:12
Membicarakan kelemahan dan kekurangan orang lain adalah pekerjaan yang mudah. Terlebih lagi membicarakan kelemahan dan kekurangan hamba Tuhan atau pemimpin rohani. Bukankah hal ini masih sering terjadi, jemaat kurang memberikan respek terhadap pemimpin rohaninya? Tidak sedikit yang cenderung meremehkan, menghakimi dan seringkali menjadikan hamba Tuhan sebagai bahan gosip yang hangat dan menarik untuk dibahas. Itulah sebabnya Rasul Paulus dengan tegas memberi nasihat agar kita menghormati dan menghargai para pemimpin rohani kita. Mengapa hal ini perlu ditegaskan? Karena pemimpin rohani adalah orang-orang yang telah ditetapkan Tuhan untuk memimpin kita dalam kerohanian; mereka telah bekerja keras untuk mengajar, membimbing, menegor dan menyampaikan kebenaran firman Tuhan sehingga jemaat mengalami pertumbuhan iman. Oleh karena itu "Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya." (Ibrani 13:17a).
Penting bagi kita untuk menghormati, menghargai dan mengasihi pemimpin rohani kita karena mereka telah bekerja keras dalam melayani jemaat. Namun jangan sampai kita 'mendewakan' mereka. Segala pujian dan kemuliaan hanya tetap bagi Tuhan, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Tuhan saja yang layak dipuja dan disembah, sedangkan pemimpin layak untuk dihormati. Artinya kita tidak boleh memandang rendah, apalagi melecehkan mereka. Contoh: Miryam harus menanggung akibatnya (kena kusta) karena ia telah mengatai-ngatai Musa yang adalah pemimpin rohani bangsa Israel (baca Bilangan 12:1-16).
Kita harus sadar bahwa pemimpin rohani juga manusia biasa, tentunya ia punya kekurangan atau kelemahan. Apa pun keadaannya kita harus tetap menghormati mereka, dan apabila hidup mereka sudah menyimpang dari Injil Kristus kita pun tidak berhak untuk menghakimi, itu urusannya dengan Tuhan! Kita doakan saja dia.
Selaku jemaat Tuhan tugas kita adalah mendoakan, mendukung dan menghormati pelayanan mereka!
Saturday, October 20, 2012
JANGAN TAMAK TERHADAP KEKAYAAN! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Oktober 2012 -
Baca: Lukas 12:13-21
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Rasul Paulus berpesan kepada Timotius untuk memperingatkan orang kaya "...agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." (1 Timotius 6:17), karena kekayaan itu hanya bersifat sementara. Karena itu mereka (orang kaya) harus banyak "...berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya." (1 Timotius 6:18-19). Sering kita temui banyak orang kaya yang malah pelit dan kikir, kurang peka terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya yang hidup dalam kekurangan. Kalaupun tergerak hati untuk menolong, itu pun karena ada motivasi tertentu: supaya dipuji dan dihormati, supaya namanya tertulis di media atau tampil di layar kaca dan sebagainya, sehingga Alkitab menegaskan bahwa orang yang kikir tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. (baca 1 Korintus 6:9-10).
Ketiga, kekayaan dapat menjerumuskan kita dalam dosa. Demi mengejar harta kekayaan, seseorang akan nekat melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji, melanggar hukum dan menyimpang dari kebenaran firman Tuhan: menipu, korupsi, merampok dan sebagainya. Ketamakan telah menjerat hatinya! Alkitab dengan tegas menyatakan, "...akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10). Bukan hanya itu, seringkali dengan kekayaan yang dimiliki, seseorang menjadi sombong atau tinggi hati.
Berhati-hatilah! Jangan sampai kita mencintai uang lebih dari segalanya karena hal itu dapat membuat kita menjadi tamak terhadap kekayaan. Belajarlah juga untuk mencukupkan diri dengan berkat yang ada.
Jangan sekali-kali mengandalkan kekayaan karena itu bersifat tidak pasti (baca Amsal 23:4-5), tapi andalkan Tuhan dalam segala hal dan gunakan kekayaan yang ada sebagai sarana untuk memuliakan nama Tuhan, dan menjadi saluran berkat bagi orang lain!
Baca: Lukas 12:13-21
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Rasul Paulus berpesan kepada Timotius untuk memperingatkan orang kaya "...agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." (1 Timotius 6:17), karena kekayaan itu hanya bersifat sementara. Karena itu mereka (orang kaya) harus banyak "...berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya." (1 Timotius 6:18-19). Sering kita temui banyak orang kaya yang malah pelit dan kikir, kurang peka terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya yang hidup dalam kekurangan. Kalaupun tergerak hati untuk menolong, itu pun karena ada motivasi tertentu: supaya dipuji dan dihormati, supaya namanya tertulis di media atau tampil di layar kaca dan sebagainya, sehingga Alkitab menegaskan bahwa orang yang kikir tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. (baca 1 Korintus 6:9-10).
Ketiga, kekayaan dapat menjerumuskan kita dalam dosa. Demi mengejar harta kekayaan, seseorang akan nekat melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji, melanggar hukum dan menyimpang dari kebenaran firman Tuhan: menipu, korupsi, merampok dan sebagainya. Ketamakan telah menjerat hatinya! Alkitab dengan tegas menyatakan, "...akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10). Bukan hanya itu, seringkali dengan kekayaan yang dimiliki, seseorang menjadi sombong atau tinggi hati.
Berhati-hatilah! Jangan sampai kita mencintai uang lebih dari segalanya karena hal itu dapat membuat kita menjadi tamak terhadap kekayaan. Belajarlah juga untuk mencukupkan diri dengan berkat yang ada.
Jangan sekali-kali mengandalkan kekayaan karena itu bersifat tidak pasti (baca Amsal 23:4-5), tapi andalkan Tuhan dalam segala hal dan gunakan kekayaan yang ada sebagai sarana untuk memuliakan nama Tuhan, dan menjadi saluran berkat bagi orang lain!
Friday, October 19, 2012
JANGAN TAMAK TERHADAP KEKAYAAN! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Oktober 2012 -
Baca: Amsal 11:1-31
"Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda." Amsal 11:28
Tidak ada seorang pun manusia di dunia ini mau hidup dalam kemiskinan atau hidup dalam kekurangan. Semua orang ingin hidup berkecukupan dan berkelimpahan materi. Harta atau kekayaan menjadi dambaan setiap orang. Secara manusia keinginan seperti itu tidaklah salah dan juga bukanlah dosa. Namun bila kita tidak berhati-hati dalam mengejar kekayaan, kita akan jatuh, "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:9-10). Karena itu kita harus selalu waspada agar kita tidak terjerat dalam ketamakan ketika kita mengejar harta atau kekayaan.
Pemahaman kita terhadap kekayaan akan menentukan sikap hati kita terhadap kekayaan itu sendiri. Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan: pertama, sebesar apa pun kekayaan yang kita peroleh tidak akan pernah memberikan rasa cukup. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). Kita akan selalu merasa kurang dan kurang. Akibatnya kita terus bekerja keras siang dan malam supaya kekayaan kita terus bertambah. Tidak sedikit dari kita yang akhirnya sampai lupa waktu: lupa berdoa, lupa baca firman dan lupa ibadah, karena terus 'kejar setoran'.
Kedua, kekayaan itu tidak kekal. Dikatakan, "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Kita tidak akan membawa apa-apa ketika kita mati kelak. Apalah artinya hidup ini bila kita berlimpah kekayaan di dunia fana, tetapi kelak kita akan binasa? FirmanNya menasihati, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). (Bersambung)
Baca: Amsal 11:1-31
"Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda." Amsal 11:28
Tidak ada seorang pun manusia di dunia ini mau hidup dalam kemiskinan atau hidup dalam kekurangan. Semua orang ingin hidup berkecukupan dan berkelimpahan materi. Harta atau kekayaan menjadi dambaan setiap orang. Secara manusia keinginan seperti itu tidaklah salah dan juga bukanlah dosa. Namun bila kita tidak berhati-hati dalam mengejar kekayaan, kita akan jatuh, "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:9-10). Karena itu kita harus selalu waspada agar kita tidak terjerat dalam ketamakan ketika kita mengejar harta atau kekayaan.
Pemahaman kita terhadap kekayaan akan menentukan sikap hati kita terhadap kekayaan itu sendiri. Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan: pertama, sebesar apa pun kekayaan yang kita peroleh tidak akan pernah memberikan rasa cukup. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). Kita akan selalu merasa kurang dan kurang. Akibatnya kita terus bekerja keras siang dan malam supaya kekayaan kita terus bertambah. Tidak sedikit dari kita yang akhirnya sampai lupa waktu: lupa berdoa, lupa baca firman dan lupa ibadah, karena terus 'kejar setoran'.
Kedua, kekayaan itu tidak kekal. Dikatakan, "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Kita tidak akan membawa apa-apa ketika kita mati kelak. Apalah artinya hidup ini bila kita berlimpah kekayaan di dunia fana, tetapi kelak kita akan binasa? FirmanNya menasihati, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). (Bersambung)
Thursday, October 18, 2012
TUHAN ADALAH BENTENG BAGI KITA!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Oktober 2012 -
Baca: Mazmur 28:1-9
"Tuhan adalah kekuatan umat-Nya dan benteng keselamatan bagi orang yang diurapi-Nya!" Mazmur 28:8
Daud memiliki pengalaman luar biasa bersama Tuhan. Ketika mengalami masa-masa suram dalam hidupnya, ia tetap menguatkan hati untuk percaya dan menaruh pengharapan hanya kepada Tuhan, dan terbukti pertolongan Tuhan selalu tepat pada waktunya. Itulah sebabnya Daud dapat berkata, "Tuhan adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya." (Mazmur 28:7a). Daud juga menambahkan bahwa Tuhan adalah benteng keselamatan baginya. Bahkan Tuhan sendiri menyatakan bahwa Dia adalah benteng bagi umatNya seperti tertulis: "Dalam puri-purinya Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai benteng." (Mazmur 48:4).
Jika berbicara tentang benteng, pikiran kita pasti terarah kepada hal yang berhubungan dengan perang. Apa itu benteng? Definisi dari kata benteng adalah bangunan tempat untuk berlindung atau bertahan dari serangan musuh; dinding atau tembok untuk menahan serangan. Apa maksud Tuhan menyatakan diriNya sebagai benteng? Ini untuk menegaskan bahwa Dia akan memberikan perlindungan yang sempurna kepada anak-anakNya, bahkan Dia akan memperlakukan kita seperti biji mataNya sendiri, sehingga "...sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya-" (Zakharia 2:8b).
Jadi, apa yang perlu kita takutkan? Memang, perjalanan kekristenan kita bukanlah perjalanan yang bebas dari ujian dan tantangan, karena musuh (Iblis) selalu berusaha menyerang kita dari segala sisi kehidupan ini dan "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Karena itu kita harus selalu berjaga-jaga di dalam doa. Tetapi jangan takut! Mari kita hadapi semuanya ini dengan iman yang teguh! Berserahlah kepada Tuhan dan percayakan hidup ini sepenuhnya kepada Dia, niscaya kita akan aman dalam lindunganNya, karena "Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu." (Mazmur 121:4-5).
Jika Tuhan yang menjadi benteng hidup kita ada jaminan keamanan yang pasti! Karena itu jangan pernah tinggalkan Tuhan dan hidup di luar Dia!
Baca: Mazmur 28:1-9
"Tuhan adalah kekuatan umat-Nya dan benteng keselamatan bagi orang yang diurapi-Nya!" Mazmur 28:8
Daud memiliki pengalaman luar biasa bersama Tuhan. Ketika mengalami masa-masa suram dalam hidupnya, ia tetap menguatkan hati untuk percaya dan menaruh pengharapan hanya kepada Tuhan, dan terbukti pertolongan Tuhan selalu tepat pada waktunya. Itulah sebabnya Daud dapat berkata, "Tuhan adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya." (Mazmur 28:7a). Daud juga menambahkan bahwa Tuhan adalah benteng keselamatan baginya. Bahkan Tuhan sendiri menyatakan bahwa Dia adalah benteng bagi umatNya seperti tertulis: "Dalam puri-purinya Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai benteng." (Mazmur 48:4).
Jika berbicara tentang benteng, pikiran kita pasti terarah kepada hal yang berhubungan dengan perang. Apa itu benteng? Definisi dari kata benteng adalah bangunan tempat untuk berlindung atau bertahan dari serangan musuh; dinding atau tembok untuk menahan serangan. Apa maksud Tuhan menyatakan diriNya sebagai benteng? Ini untuk menegaskan bahwa Dia akan memberikan perlindungan yang sempurna kepada anak-anakNya, bahkan Dia akan memperlakukan kita seperti biji mataNya sendiri, sehingga "...sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya-" (Zakharia 2:8b).
Jadi, apa yang perlu kita takutkan? Memang, perjalanan kekristenan kita bukanlah perjalanan yang bebas dari ujian dan tantangan, karena musuh (Iblis) selalu berusaha menyerang kita dari segala sisi kehidupan ini dan "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Karena itu kita harus selalu berjaga-jaga di dalam doa. Tetapi jangan takut! Mari kita hadapi semuanya ini dengan iman yang teguh! Berserahlah kepada Tuhan dan percayakan hidup ini sepenuhnya kepada Dia, niscaya kita akan aman dalam lindunganNya, karena "Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu." (Mazmur 121:4-5).
Jika Tuhan yang menjadi benteng hidup kita ada jaminan keamanan yang pasti! Karena itu jangan pernah tinggalkan Tuhan dan hidup di luar Dia!
Wednesday, October 17, 2012
MATA ROHANI YANG TERBUKA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Oktober 2012 -
Baca: Markus 10:46-52
"Tanya Yesus kepadanya: 'Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?' Jawab orang buta itu: 'Rabuni, supaya aku dapat melihat!'" Markus 10:51
Selama berada di bumi Tuhan Yesus tidak pernah berhenti bekerja. "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17), dan Ia pun menambahkan, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Suatu ketika Tuhan Yesus berada di kota Yerikho bersama dengan murid-muridNya, dan orang berbondong-bondong mengikutiNya. Mengapa? Karena mereka tahu bahwa di mana ada Tuhan Yesus di situ pasti terjadi mujizat! Dan keberadaan Tuhan Yesus di situ di dengar pula oleh Bartimeus, seorang pengemis buta yang duduk di pinggir jalan. Di zaman dahulu pekerjaan yang dilakukan oleh seorang pengemis hanyalah mengemis atau mengharapkan belas kasihan dari orang lain, tidak lebih. Itulah sebabnya banyak orang memandang mereka sebagai orang yang rendah dan hina. Bartimeus, meski buta, memiliki pendengaran yang peka. Itulah sebabnya ketika mendengar bahwa Tuhan Yesus sedang melintas, berteriaklah ia, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:47). Ini menunjukkan bahwa secara jasmani Bartimeus tidak dapat melihat, tapi 'mata rohani' terbuka sehingga ia dapat melihat bahwa Tuhan Yesus adalah Pribadi yang berkuasa, Dia adalah Sang Pembuat mujizat. Bartimeus pun bertindak dengan iman dan berseru kepadaNya. Lalu Tuhan Yesus mengulurkan tanganNya menjamah Bartimeus dan mujizat pun terjadi, terceliklah matanya yang buta!
Banyak orang Kristen yang meski mata jasmaninya melihat, masih saja buta 'mata rohani' nya sehingga mereka masih saja tidak percaya kepada kuasa Tuhan dengan berkata, "Sanggupkah Tuhan menolong aku? Sakitku apa mungkin sembuh?" Kebutaan rohani ini juga dialami oleh Gehazi sehingga Elisa pun berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat. Maka Tuhan membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa." (2 Raja-Raja 6:17). Kuasa Tuhan Yesus tidak pernah berubah, dahulu, sekarang dan sampai selama-lamanya!
Asal kita datang kepada Tuhan dengan iman, mujizat pasti dinyatakanNya!
Baca: Markus 10:46-52
"Tanya Yesus kepadanya: 'Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?' Jawab orang buta itu: 'Rabuni, supaya aku dapat melihat!'" Markus 10:51
Selama berada di bumi Tuhan Yesus tidak pernah berhenti bekerja. "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17), dan Ia pun menambahkan, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Suatu ketika Tuhan Yesus berada di kota Yerikho bersama dengan murid-muridNya, dan orang berbondong-bondong mengikutiNya. Mengapa? Karena mereka tahu bahwa di mana ada Tuhan Yesus di situ pasti terjadi mujizat! Dan keberadaan Tuhan Yesus di situ di dengar pula oleh Bartimeus, seorang pengemis buta yang duduk di pinggir jalan. Di zaman dahulu pekerjaan yang dilakukan oleh seorang pengemis hanyalah mengemis atau mengharapkan belas kasihan dari orang lain, tidak lebih. Itulah sebabnya banyak orang memandang mereka sebagai orang yang rendah dan hina. Bartimeus, meski buta, memiliki pendengaran yang peka. Itulah sebabnya ketika mendengar bahwa Tuhan Yesus sedang melintas, berteriaklah ia, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:47). Ini menunjukkan bahwa secara jasmani Bartimeus tidak dapat melihat, tapi 'mata rohani' terbuka sehingga ia dapat melihat bahwa Tuhan Yesus adalah Pribadi yang berkuasa, Dia adalah Sang Pembuat mujizat. Bartimeus pun bertindak dengan iman dan berseru kepadaNya. Lalu Tuhan Yesus mengulurkan tanganNya menjamah Bartimeus dan mujizat pun terjadi, terceliklah matanya yang buta!
Banyak orang Kristen yang meski mata jasmaninya melihat, masih saja buta 'mata rohani' nya sehingga mereka masih saja tidak percaya kepada kuasa Tuhan dengan berkata, "Sanggupkah Tuhan menolong aku? Sakitku apa mungkin sembuh?" Kebutaan rohani ini juga dialami oleh Gehazi sehingga Elisa pun berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat. Maka Tuhan membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa." (2 Raja-Raja 6:17). Kuasa Tuhan Yesus tidak pernah berubah, dahulu, sekarang dan sampai selama-lamanya!
Asal kita datang kepada Tuhan dengan iman, mujizat pasti dinyatakanNya!
Tuesday, October 16, 2012
KUNCI MENGALAMI KETENANGAN HIDUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Oktober 2012 -
Baca: Mazmur 62:1-13
"Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku." Mazmur 62:2
Di manakah kita akan menemukan ketenangan dalam hidup ini? Banyak orang berpikir bahwa hidup tenang hanya akan mereka rasakan ketika mereka punya uang ratusan juta atau deposito di bank, kekayaan yang melimpah, punya satpam yang menjaga rumah kita selama 24 jam penuh dan sebagainya. Fakta membuktikan, banyak orang kaya yang hidupnya tidak tenang: selalu was-was dengan hartanya, kuatir dengan perusahaannya dan lain-lain. Namun pemazmur menegaskan bahwa orang yang tinggal di dalam Tuhan (dekat dengan Tuhan) pasti akan mengalami ketenangan dalam hidupnya. Masalah boleh saja datang, namun kita percaya bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita. Tertulis: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Hidup dalam ketidaktenangan, kacau, kuatir, cemas, panik dan lain-lain adalah hal yang sangat disukai oleh Iblis. Sebab orang yang tidak tenang dalam hidupnya pasti akan mengalami kesulitan untuk berdoa dan fokus kepada Tuhan. Itulah sebabnya Rasul Petrus menasihati, "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7b). Doa yang lahir dari hati yang tenanglah yang dapat merasakan hadirat Tuhan.
Apa kunci mengalami ketenangan? Pertama, dekat dengan Tuhan atau memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan (ayat nas). Ini berarti kita tidak meninggalkan jam-jam doa dan juga ibadah kita. Daud adalah contoh pribadi yang sangat dekat dengan Tuhan. "Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya Tuhan semesta alam! Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:2, 11). Kedua, punya penyerahan diri kepada Tuhan. Artinya kita mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan. Nasihat Daud, "Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak." (Mazmur 37:5). Ketiga, hidup dalam kebenaran. Ada tertulis: "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17).
Di dalam dekat dengan Tuhan, berserah diri dan senantiasa hidup dalam ketaatanlah kita akan mengalami ketenangan hidup!
Baca: Mazmur 62:1-13
"Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku." Mazmur 62:2
Di manakah kita akan menemukan ketenangan dalam hidup ini? Banyak orang berpikir bahwa hidup tenang hanya akan mereka rasakan ketika mereka punya uang ratusan juta atau deposito di bank, kekayaan yang melimpah, punya satpam yang menjaga rumah kita selama 24 jam penuh dan sebagainya. Fakta membuktikan, banyak orang kaya yang hidupnya tidak tenang: selalu was-was dengan hartanya, kuatir dengan perusahaannya dan lain-lain. Namun pemazmur menegaskan bahwa orang yang tinggal di dalam Tuhan (dekat dengan Tuhan) pasti akan mengalami ketenangan dalam hidupnya. Masalah boleh saja datang, namun kita percaya bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita. Tertulis: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Hidup dalam ketidaktenangan, kacau, kuatir, cemas, panik dan lain-lain adalah hal yang sangat disukai oleh Iblis. Sebab orang yang tidak tenang dalam hidupnya pasti akan mengalami kesulitan untuk berdoa dan fokus kepada Tuhan. Itulah sebabnya Rasul Petrus menasihati, "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7b). Doa yang lahir dari hati yang tenanglah yang dapat merasakan hadirat Tuhan.
Apa kunci mengalami ketenangan? Pertama, dekat dengan Tuhan atau memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan (ayat nas). Ini berarti kita tidak meninggalkan jam-jam doa dan juga ibadah kita. Daud adalah contoh pribadi yang sangat dekat dengan Tuhan. "Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya Tuhan semesta alam! Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:2, 11). Kedua, punya penyerahan diri kepada Tuhan. Artinya kita mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan. Nasihat Daud, "Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak." (Mazmur 37:5). Ketiga, hidup dalam kebenaran. Ada tertulis: "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17).
Di dalam dekat dengan Tuhan, berserah diri dan senantiasa hidup dalam ketaatanlah kita akan mengalami ketenangan hidup!
Monday, October 15, 2012
MILIKILAH HATI YANG TAAT (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Oktober 2012 -
Baca: Mazmur 86:1-17
"Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya Tuhan, supaya aku hidup menurut kebenaran-Mu; bulatkanlah hatiku untuk takut akan nama-Mu." Mazmur 86:11
Kehidupan orang Kristen sungguh-sungguh tidak bisa dipisahkan dari ketaatan, sebab kita harus hidup dalam kehendak Tuhan, bukan kehendak diri sendiri. Jadi harus ada penyangkalan diri! Seringkali kita taat asal itu menyenangkan hati dan menguntungkan kita. Bila harus berkorban dan itu sakit bagi daging, kita akan memberontak dan menolak untuk taat. Tuhan menghendaki kita untuk taat di dalam segala perkara, dan selalu ada upah bagi orang-orang yang taat. Karena itu sebagai orang percaya hendaknya kita belajar taat kepada Tuhan: memahami kehendakNya dan melaksanakan firmanNya dengan sungguh-sungguh.
Percayalah! Ketika kita hidup dalam ketaatan kita akan memperoleh berkat dan mengalami mujizat dari Tuhan. Ketika Raja Nebukadnezar memerintahkan seluruh rakyatnya untuk menyembah kepada patung, Sadrakh, Mesakh dan Abenego menolaknya dan tetap memilih untuk menyembah kepada Tuhan yang hidup, apa pun resikonya. Raja pun menjadi sangat marah, lalu ia memerintahkan tentaranya untuk mencampakkan ke-3 pemuda tersebut ke dalam perapian yang menyala-nyala (dibuat tujuh kali lebih panas dari biasanya). Matikah mereka? Alkitab menyatakan bahwa mereka tetap hidup meski berada dalam perapian karena Tuhan menjadi pembelanya. Mereka mengalami pertolongan Tuhan yang dahsyat dan luar biasa (baca Daniel 3:16-27).
Ketaatan membuka kesempatan bagi kita untuk mengalami dan merasakan campur tangan Tuhan. Jangan taat hanya karena kita sedang dalam masalah dan pergumulan yang berat, lalu ketika keadaan membaik kita sudah tidak lagi taat kepada Tuhan; atau kita taat karena kita sungkan kepada hamba Tuhan dan supaya dilihat dan dipuji oleh orang. Sia-sialah ketaatan yang demikian! Biarlah ketaatan kita kepada Tuhan didasari oleh karena kita takut akan Dia dan sangat mengasihi Dia. Ingat, kedatangan Tuhan sudah semakin dekat! Dia datang untuk menjemput anak-anakNya yang hidup dalam ketaatan sampai akhir.
Jika kita tidak taat, kita akan menjadi orang-orang yang tertinggal.
Baca: Mazmur 86:1-17
"Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya Tuhan, supaya aku hidup menurut kebenaran-Mu; bulatkanlah hatiku untuk takut akan nama-Mu." Mazmur 86:11
Kehidupan orang Kristen sungguh-sungguh tidak bisa dipisahkan dari ketaatan, sebab kita harus hidup dalam kehendak Tuhan, bukan kehendak diri sendiri. Jadi harus ada penyangkalan diri! Seringkali kita taat asal itu menyenangkan hati dan menguntungkan kita. Bila harus berkorban dan itu sakit bagi daging, kita akan memberontak dan menolak untuk taat. Tuhan menghendaki kita untuk taat di dalam segala perkara, dan selalu ada upah bagi orang-orang yang taat. Karena itu sebagai orang percaya hendaknya kita belajar taat kepada Tuhan: memahami kehendakNya dan melaksanakan firmanNya dengan sungguh-sungguh.
Percayalah! Ketika kita hidup dalam ketaatan kita akan memperoleh berkat dan mengalami mujizat dari Tuhan. Ketika Raja Nebukadnezar memerintahkan seluruh rakyatnya untuk menyembah kepada patung, Sadrakh, Mesakh dan Abenego menolaknya dan tetap memilih untuk menyembah kepada Tuhan yang hidup, apa pun resikonya. Raja pun menjadi sangat marah, lalu ia memerintahkan tentaranya untuk mencampakkan ke-3 pemuda tersebut ke dalam perapian yang menyala-nyala (dibuat tujuh kali lebih panas dari biasanya). Matikah mereka? Alkitab menyatakan bahwa mereka tetap hidup meski berada dalam perapian karena Tuhan menjadi pembelanya. Mereka mengalami pertolongan Tuhan yang dahsyat dan luar biasa (baca Daniel 3:16-27).
Ketaatan membuka kesempatan bagi kita untuk mengalami dan merasakan campur tangan Tuhan. Jangan taat hanya karena kita sedang dalam masalah dan pergumulan yang berat, lalu ketika keadaan membaik kita sudah tidak lagi taat kepada Tuhan; atau kita taat karena kita sungkan kepada hamba Tuhan dan supaya dilihat dan dipuji oleh orang. Sia-sialah ketaatan yang demikian! Biarlah ketaatan kita kepada Tuhan didasari oleh karena kita takut akan Dia dan sangat mengasihi Dia. Ingat, kedatangan Tuhan sudah semakin dekat! Dia datang untuk menjemput anak-anakNya yang hidup dalam ketaatan sampai akhir.
Jika kita tidak taat, kita akan menjadi orang-orang yang tertinggal.
Sunday, October 14, 2012
MILIKILAH HATI YANG TAAT (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Oktober 2012 -
Baca: Yehezkiel 11:14-25
"Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat," Yehezkiel 11:19
Sudah berapa lama Saudara menjadi Kristen? Sejauh ini, sudahkah kita menjadi seorang Kristen yang taat? Ini menjadi bahan evaluasi bagi diri kita sendiri, tidak perlu menunjuk atau menghakimi orang lain. "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4-5). Tak henti kita kembali diingatkan betapa pentingnya ketaatan bagi orang percaya. Kata taat dalam bahasa Ibraninya adalah 'shama', yang berarti mendengar dengan cermat, memusatkan perhatian dan memahami. Mendengar adalah awal sebuah ketaatan. Dengan mendengar akhirnya kita mengerti dan memahami apa yang harus kita perbuat. Dalam Roma 10:17 dikatakan, "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."
Adalah percuma menjadi kristen bila kita tidak hidup dalam ketaatan, karena Tuhan tidak menghendaki kita hidup sebagai orang Kristen yang suam-suam kuku. Kepada jemaat di Laodikia Tuhan menegur dengan keras, "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15-16). Tuhan menuntut ketaatan yang penuh dari kita. Jika kita hidup dalam ketaatan Ia akan memberi arah yang benar dalam perjalanan hidup kita, seperti yang dikatakan Daud, "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11).
Ketaatan juga merupakan pertanda bahwa kita mengasihi Tuhan dan memiliki hubungan yang karib dengan Dia, "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21).
Bila kita taat kita akan dikasihi oleh Tuhan!
Baca: Yehezkiel 11:14-25
"Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat," Yehezkiel 11:19
Sudah berapa lama Saudara menjadi Kristen? Sejauh ini, sudahkah kita menjadi seorang Kristen yang taat? Ini menjadi bahan evaluasi bagi diri kita sendiri, tidak perlu menunjuk atau menghakimi orang lain. "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4-5). Tak henti kita kembali diingatkan betapa pentingnya ketaatan bagi orang percaya. Kata taat dalam bahasa Ibraninya adalah 'shama', yang berarti mendengar dengan cermat, memusatkan perhatian dan memahami. Mendengar adalah awal sebuah ketaatan. Dengan mendengar akhirnya kita mengerti dan memahami apa yang harus kita perbuat. Dalam Roma 10:17 dikatakan, "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."
Adalah percuma menjadi kristen bila kita tidak hidup dalam ketaatan, karena Tuhan tidak menghendaki kita hidup sebagai orang Kristen yang suam-suam kuku. Kepada jemaat di Laodikia Tuhan menegur dengan keras, "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15-16). Tuhan menuntut ketaatan yang penuh dari kita. Jika kita hidup dalam ketaatan Ia akan memberi arah yang benar dalam perjalanan hidup kita, seperti yang dikatakan Daud, "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11).
Ketaatan juga merupakan pertanda bahwa kita mengasihi Tuhan dan memiliki hubungan yang karib dengan Dia, "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21).
Bila kita taat kita akan dikasihi oleh Tuhan!
Saturday, October 13, 2012
ORANG KRISTEN YANG SABAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Oktober 2012 -
Baca: Kolose 3:5-17
"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." Kolose 3:13
Di zaman sekarang ini tidak mudah menemukan orang yang sabar. Banyak orang cenderung cepat-cepat dan sembarangan dalam mengerjakan segala sesuatu. Atau ketika dalam masalah dan pergumulan, kita sering mendengar nasihat yang mengatakan, "Yang sabar ya." Lalu kita pun menimpali: "Kesabaran kan ada batasnya." Sebenarnya, apa itu kesabaran?
Kesabaran adalah ketenangan hati dalam menghadapi cobaan; kesabaran adalah lawan dari kemarahan yang tidak pada tempatnya, kemampuan untuk menahan diri dalam menghadapi situasi-situasi sulit; sifat tenang; tabah; tidak tergesa-gesa atau terburu nafsu. Ketika orang lain marah, menyakiti atau berbuat jahat kepada kita, tanpa pikir panjang kita ingin segera mendamprat atau membalasnya. Apa bedanya kita dengan orang dunia jika demikian? Sebagai orang Kristen kita dituntut untuk memiliki kesabaran dan saling bersabar satu sama lainnya, sebab kesabaran adalah bagian dari kasih, dan kekristenan itu identik dengan kasih. Tertulis: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong." (1 Korintus 13:4).
Di samping itu, kesabaran merupakan bagian dari buah-buah Roh yang harus terpancar dalam kehidupan orang percaya (baca Galatia 5:22-23). Jika kita mengaku diri sebagai orang Kristen/pengikut Kristus tapi kita tak punya kesabaran, maka kita perlu bertobat! Dengan kesabaran, seseorang dapat melihat hal-hal yang positif di tengah kesukaran sekali pun. Bukankah banyak orang Kristen yang tidak sabar menantikan pertolongan dari Tuhan dan akhirnya mereka pun tidak mengalami berkat-berkat Tuhan? Kesabaran adalah kunci untuk sebuah hubungan kerjasama yang baik. "Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan." (Amsal 15:18). Pertengkaran dan permusuhan seringkali terjadi ketika ada pihak yang tidak sabar alias mudah tersulut emosi. Oleh karena itu "Jika amarah penguasa menimpa engkau, janganlah meninggalkan tempatmu, karena kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar." (Pengkotbah 10:4).
Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang sabar?
Baca: Kolose 3:5-17
"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." Kolose 3:13
Di zaman sekarang ini tidak mudah menemukan orang yang sabar. Banyak orang cenderung cepat-cepat dan sembarangan dalam mengerjakan segala sesuatu. Atau ketika dalam masalah dan pergumulan, kita sering mendengar nasihat yang mengatakan, "Yang sabar ya." Lalu kita pun menimpali: "Kesabaran kan ada batasnya." Sebenarnya, apa itu kesabaran?
Kesabaran adalah ketenangan hati dalam menghadapi cobaan; kesabaran adalah lawan dari kemarahan yang tidak pada tempatnya, kemampuan untuk menahan diri dalam menghadapi situasi-situasi sulit; sifat tenang; tabah; tidak tergesa-gesa atau terburu nafsu. Ketika orang lain marah, menyakiti atau berbuat jahat kepada kita, tanpa pikir panjang kita ingin segera mendamprat atau membalasnya. Apa bedanya kita dengan orang dunia jika demikian? Sebagai orang Kristen kita dituntut untuk memiliki kesabaran dan saling bersabar satu sama lainnya, sebab kesabaran adalah bagian dari kasih, dan kekristenan itu identik dengan kasih. Tertulis: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong." (1 Korintus 13:4).
Di samping itu, kesabaran merupakan bagian dari buah-buah Roh yang harus terpancar dalam kehidupan orang percaya (baca Galatia 5:22-23). Jika kita mengaku diri sebagai orang Kristen/pengikut Kristus tapi kita tak punya kesabaran, maka kita perlu bertobat! Dengan kesabaran, seseorang dapat melihat hal-hal yang positif di tengah kesukaran sekali pun. Bukankah banyak orang Kristen yang tidak sabar menantikan pertolongan dari Tuhan dan akhirnya mereka pun tidak mengalami berkat-berkat Tuhan? Kesabaran adalah kunci untuk sebuah hubungan kerjasama yang baik. "Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan." (Amsal 15:18). Pertengkaran dan permusuhan seringkali terjadi ketika ada pihak yang tidak sabar alias mudah tersulut emosi. Oleh karena itu "Jika amarah penguasa menimpa engkau, janganlah meninggalkan tempatmu, karena kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar." (Pengkotbah 10:4).
Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang sabar?
Friday, October 12, 2012
ORANG PERCAYA: Tampil Sebagai Pemenang!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Oktober 2012 -
Baca: Amsal 21:1-31
"Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan Tuhan." Amsal 21:31
Siapa itu pemenang? Seorang pemenang bukanlah orang yang tidak pernah gagal atau orang yang sempurna tanpa cela atau juga orang yang tidak pernah punya persoalan dalam hidupnya. Seorang pemenang adalah orang yang pernah gagal tapi mau bangkit dan berusaha sampai ia meraih kemenangan; orang yang penuh ketekunan dan kesabaran melewati setiap ujian dan persoalan hidupnya tanpa keluh kesah dan persungutan, hingga ia memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan. Setiap anak Tuhan dirancang bukan untuk menjadi pecundang atau mengalami kekalahan dalam hidupnya. Tetapi Alkitab menegaskan bahwa setiap orang percaya diciptakan dan dirancang Tuhan dengan potensi untuk menjadi pemenang, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Berbicara soal kemenangan dalam hidup ini menyangkut pula tentang proses yang harus kita dijalani. Proses yang dimaksud meliputi perjuangan, kesabaran, ketekunan, peperangan dan sebagainya. Kita bisa belajar dari perjalanan hidup Yusuf. Ketika ia memperoleh mimpi dari Tuhan, apakah mimpinya itu langsung menjadi kenyataan? Tidak. Bahkan Yusuf harus mengalami proses yang begitu panjang dan berat, yang sepertinya sangat bertolak belakang dengan mimpinya itu. Namun ia tetap tekun, sabar dan senantiasa mengarahkan pandangannya hanya kepada Tuhan. Kegagalan-kegagalan di masa lalu tidak menjadi ukuran bahwa seseorang akan gagal seterusnya.
Karena itu milikilah sikap hati yang benar sehingga di segala keadaan kita tetap bisa mengucap syukur dan senantiasa berpikiran positif. Jangan pernah menyalahkan orang lain, tapi belajarlah untuk selalu mengoreksi diri! Tetaplah bertekun di dalam Tuhan karena kemenangan orang percaya ada di dalam Dia sepenuhnya. Katakan dalam hati Saudara masing-masing, "Tuhan adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? Tuhan adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?" (Mazmur 27:1).
"sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai kamu untuk berperang bagimu melawan musuhmu, dengan maksud memberikan kemenangan kepadamu." Ulangan 20:4
Baca: Amsal 21:1-31
"Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan Tuhan." Amsal 21:31
Siapa itu pemenang? Seorang pemenang bukanlah orang yang tidak pernah gagal atau orang yang sempurna tanpa cela atau juga orang yang tidak pernah punya persoalan dalam hidupnya. Seorang pemenang adalah orang yang pernah gagal tapi mau bangkit dan berusaha sampai ia meraih kemenangan; orang yang penuh ketekunan dan kesabaran melewati setiap ujian dan persoalan hidupnya tanpa keluh kesah dan persungutan, hingga ia memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan. Setiap anak Tuhan dirancang bukan untuk menjadi pecundang atau mengalami kekalahan dalam hidupnya. Tetapi Alkitab menegaskan bahwa setiap orang percaya diciptakan dan dirancang Tuhan dengan potensi untuk menjadi pemenang, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Berbicara soal kemenangan dalam hidup ini menyangkut pula tentang proses yang harus kita dijalani. Proses yang dimaksud meliputi perjuangan, kesabaran, ketekunan, peperangan dan sebagainya. Kita bisa belajar dari perjalanan hidup Yusuf. Ketika ia memperoleh mimpi dari Tuhan, apakah mimpinya itu langsung menjadi kenyataan? Tidak. Bahkan Yusuf harus mengalami proses yang begitu panjang dan berat, yang sepertinya sangat bertolak belakang dengan mimpinya itu. Namun ia tetap tekun, sabar dan senantiasa mengarahkan pandangannya hanya kepada Tuhan. Kegagalan-kegagalan di masa lalu tidak menjadi ukuran bahwa seseorang akan gagal seterusnya.
Karena itu milikilah sikap hati yang benar sehingga di segala keadaan kita tetap bisa mengucap syukur dan senantiasa berpikiran positif. Jangan pernah menyalahkan orang lain, tapi belajarlah untuk selalu mengoreksi diri! Tetaplah bertekun di dalam Tuhan karena kemenangan orang percaya ada di dalam Dia sepenuhnya. Katakan dalam hati Saudara masing-masing, "Tuhan adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? Tuhan adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?" (Mazmur 27:1).
"sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai kamu untuk berperang bagimu melawan musuhmu, dengan maksud memberikan kemenangan kepadamu." Ulangan 20:4
Thursday, October 11, 2012
BERKAT TUHAN BAGI ORANG PERCAYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Oktober 2012 -
Baca: Mazmur 67:1-8
"Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya." Mazmur 67:2
Hidup yang diberkati adalah janji Tuhan bagi orang percaya dan berkat itu adalah pasti, sebab janji Tuhan adalah ya dan amin. Meski demikian bukan berarti perjalanan hidup kita akan mulus tanpa kerikil tajam. Dalam hal ini pemazmur hendak menyatakan bahwa meski di tengah masalah, ujian dan tantangan yang berat sekali pun, tangan kasih Tuhan tak pernah lelah untuk menopang kita dan penyertaanNya tidak pernah berubah. Dikatakan, "Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya. Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;" (Mazmur 37:23-24). Ini adalah bukti bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan orang-orang yang senantiasa berharap kepadaNya, bahkan sampai kepada anak cucunya (keturunannya).
Sepatutnya kita bersyukur memiliki Tuhan yang hidup yang senantiasa memperhatikan dan mengasihi kita, bahkan menyinari kita dengan wajahNya. Oleh karena itu kita tidak perlu takut menghadapi apa pun juga asal kita tetap hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Hidup dalam kehendak Tuhan berarti tidak mengandalkan kekuatan sendiri, tapi berjalan menurut pimpinan Tuhan. "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:5-7). Hidup dalam kehendak Tuhan juga berarti harus menundukkan diri kepadaNya. Alkitab menyatakan jika kita punya penundukan diri, Tuhan akan mengangkat kita dan memberkati kita.
Ingat, berkat Tuhan itu tidak terpengaruh sikon (situasi/kondisi); bukan ketika kondisi lagi baik lalu Tuhan memberkati kita, sedangkan ketika situasi sedang buruk Dia tidak memberkati kita.
Di segala keadaan Tuhan sanggup memberkati dan mencukupkan segala yang kita perlukan; berkatNya selalu tersedia bagi kita kapan pun! Mari imani itu.
Baca: Mazmur 67:1-8
"Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya." Mazmur 67:2
Hidup yang diberkati adalah janji Tuhan bagi orang percaya dan berkat itu adalah pasti, sebab janji Tuhan adalah ya dan amin. Meski demikian bukan berarti perjalanan hidup kita akan mulus tanpa kerikil tajam. Dalam hal ini pemazmur hendak menyatakan bahwa meski di tengah masalah, ujian dan tantangan yang berat sekali pun, tangan kasih Tuhan tak pernah lelah untuk menopang kita dan penyertaanNya tidak pernah berubah. Dikatakan, "Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya. Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;" (Mazmur 37:23-24). Ini adalah bukti bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan orang-orang yang senantiasa berharap kepadaNya, bahkan sampai kepada anak cucunya (keturunannya).
Sepatutnya kita bersyukur memiliki Tuhan yang hidup yang senantiasa memperhatikan dan mengasihi kita, bahkan menyinari kita dengan wajahNya. Oleh karena itu kita tidak perlu takut menghadapi apa pun juga asal kita tetap hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Hidup dalam kehendak Tuhan berarti tidak mengandalkan kekuatan sendiri, tapi berjalan menurut pimpinan Tuhan. "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:5-7). Hidup dalam kehendak Tuhan juga berarti harus menundukkan diri kepadaNya. Alkitab menyatakan jika kita punya penundukan diri, Tuhan akan mengangkat kita dan memberkati kita.
Ingat, berkat Tuhan itu tidak terpengaruh sikon (situasi/kondisi); bukan ketika kondisi lagi baik lalu Tuhan memberkati kita, sedangkan ketika situasi sedang buruk Dia tidak memberkati kita.
Di segala keadaan Tuhan sanggup memberkati dan mencukupkan segala yang kita perlukan; berkatNya selalu tersedia bagi kita kapan pun! Mari imani itu.
Wednesday, October 10, 2012
MEMBERI: Harus Dengan Motivasi Benar!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Oktober 2012 -
Baca: Amsal 16:1-33
"Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati." Amsal 16:2
Hati adalah bagian paling dalam dari diri seseorang. Melalui 'hati' inilah dapat dinilai keberadaan seseorang sesungguhnya karena hati tidak bisa berbohong. Kita bisa saja bersandiwara dan mengelabui orang lain dengan sikap dan tindakan kita, tapi hal ini tidak bisa dilakukan oleh hati. Ada tertulis: "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Memang, orang lain tidak bisa mengetahui isi hati kita, tapi Tuhan sangat mengerti secara detail apa yang terdapat dalam isi hati kita tanpa terkecuali, karena Dia adalah Pribadi yang Mahatahu. Itulah sebabnya Tuhan menilai hati kita terlebih dahulu sebelum Dia melihat perbuatan atau tindakan kita.
Seberapa aktif seseorang dalam pelayanan, seberapa melimpahnya kekayaan seseorang, seberapa tinggi jabatannya dan seberapa terkenalnya seseorang di mata manusia, seberapa gagah dan cantiknya seseorang sama sekali tidak akan mempengaruhi penilaian Tuhan, karena Dia melihat hati. Pemazmur berkata, "Masakan Allah tidak akan menyelidikinya? Karena Ia mengetahui rahasia hati." (Mazmur 44:22). Oleh karena itu firmanNya dengan tegas menasihati, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23).
Begitu pula dalam hal memberi, hati juga memegang peranan yang sangat penting. Tuhan tidak melihat berapa besar jumlah persembahan kita atau berapa banyak yang bisa kita berikan kepada orang lain, namun Dia melihat jauh ke dalam hati kita terlebih dahulu untuk mengetahui motivasi kita dalam memberi. Itu sebabnya kita tidak bisa menipu dan mengelabui Tuhan. Milikilah motivasi hati yang benar saat kita memberi, baik itu untuk pekerjaan Tuhan maupun juga kepada saudara kita yang membutuhkan pertolongan. Jangan pernah terbersit sedikit pun di hati bahwa kita ini paling berjasa, misalnya dalam hal pembangunan gereja karena sumbangan kita paling besar jumlahnya, atau kita mencari pujian dan sanjungan dari orang lain. Pemberian atau persembahan yang diberikan dengan tulus, sukarela dan sukacita itulah yang menyukakan hati Tuhan.
Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap apa yang telah kita persembahkan untuk Dia dan sesama, berkatNya pasti dicurahkan atas kita!
Baca: Amsal 16:1-33
"Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati." Amsal 16:2
Hati adalah bagian paling dalam dari diri seseorang. Melalui 'hati' inilah dapat dinilai keberadaan seseorang sesungguhnya karena hati tidak bisa berbohong. Kita bisa saja bersandiwara dan mengelabui orang lain dengan sikap dan tindakan kita, tapi hal ini tidak bisa dilakukan oleh hati. Ada tertulis: "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Memang, orang lain tidak bisa mengetahui isi hati kita, tapi Tuhan sangat mengerti secara detail apa yang terdapat dalam isi hati kita tanpa terkecuali, karena Dia adalah Pribadi yang Mahatahu. Itulah sebabnya Tuhan menilai hati kita terlebih dahulu sebelum Dia melihat perbuatan atau tindakan kita.
Seberapa aktif seseorang dalam pelayanan, seberapa melimpahnya kekayaan seseorang, seberapa tinggi jabatannya dan seberapa terkenalnya seseorang di mata manusia, seberapa gagah dan cantiknya seseorang sama sekali tidak akan mempengaruhi penilaian Tuhan, karena Dia melihat hati. Pemazmur berkata, "Masakan Allah tidak akan menyelidikinya? Karena Ia mengetahui rahasia hati." (Mazmur 44:22). Oleh karena itu firmanNya dengan tegas menasihati, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23).
Begitu pula dalam hal memberi, hati juga memegang peranan yang sangat penting. Tuhan tidak melihat berapa besar jumlah persembahan kita atau berapa banyak yang bisa kita berikan kepada orang lain, namun Dia melihat jauh ke dalam hati kita terlebih dahulu untuk mengetahui motivasi kita dalam memberi. Itu sebabnya kita tidak bisa menipu dan mengelabui Tuhan. Milikilah motivasi hati yang benar saat kita memberi, baik itu untuk pekerjaan Tuhan maupun juga kepada saudara kita yang membutuhkan pertolongan. Jangan pernah terbersit sedikit pun di hati bahwa kita ini paling berjasa, misalnya dalam hal pembangunan gereja karena sumbangan kita paling besar jumlahnya, atau kita mencari pujian dan sanjungan dari orang lain. Pemberian atau persembahan yang diberikan dengan tulus, sukarela dan sukacita itulah yang menyukakan hati Tuhan.
Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap apa yang telah kita persembahkan untuk Dia dan sesama, berkatNya pasti dicurahkan atas kita!
Tuesday, October 9, 2012
MEMBERI: Supaya Ada Keseimbangan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Oktober 2012 -
Baca: Amsal 28:1-28
"Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki." Amsal 28:27
Selain memberi kepada Tuhan, Ia juga memerintahkan kita untuk memberi kepada sesama kita, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:9-10). Pelaksanaan dari berbuat baik adalah dengan membantu sesama kita, terutama saudara seiman yang hidup dalam kekurangan dengan menggunakan uang atau harta kita.
Apa tujuan kita diperintahkan untuk memberikan persembahan kepada saudara kita yang berada dalam kekurangan? "Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan." (2 Korintus 8:13-14). Setiap orang pasti punya kelemahan dan juga kekuatan masing-masing dan Tuhan menciptakan kondisi seperti ini supaya umat Tuhan saling membutuhkan, melengkapi, mengasihi, memperhatikan, bekerja sama dan tolong-menolong satu sama lain. Bila seseorang merasa bisa hidup sendiri, ia akan merasa bahwa dirinya tidak butuh orang lain atau sesamanya. Hal ini akan membuat ia menjadi egois dan pelit. Jadi tujuan Tuhan memberkati kita bukan untuk kita nikmati sendiri, tapi Dia menghendaki agar kita menjadi saluran berkat bagi orang lain. Kita yang punya berkat lebih diharuskan membagikannya kepada sesama kita yang butuh pertolongan. Demikian pula sebaliknya, orang lain juga akan mencukupkan apa yang menjadi kekurangan kita. Inilah yang disebut dengan keseimbangan.
Seringkali memberi adalah perkara yang sulit dilakukan oleh banyak orang Kristen. Kita mau menabur tapi masih melihat situasi dan kondisi, masih pikir-pikir. Sampai kapan? Kalau seperti itu, kita tidak akan pernah menabur dan tidak akan pernah menuai! Hari ini Tuhan ingatkan: apa yang ada di tanganmu harus ditabur!
Jangan menunggu-nunggu waktu untuk memberi!
Baca: Amsal 28:1-28
"Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki." Amsal 28:27
Selain memberi kepada Tuhan, Ia juga memerintahkan kita untuk memberi kepada sesama kita, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:9-10). Pelaksanaan dari berbuat baik adalah dengan membantu sesama kita, terutama saudara seiman yang hidup dalam kekurangan dengan menggunakan uang atau harta kita.
Apa tujuan kita diperintahkan untuk memberikan persembahan kepada saudara kita yang berada dalam kekurangan? "Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan." (2 Korintus 8:13-14). Setiap orang pasti punya kelemahan dan juga kekuatan masing-masing dan Tuhan menciptakan kondisi seperti ini supaya umat Tuhan saling membutuhkan, melengkapi, mengasihi, memperhatikan, bekerja sama dan tolong-menolong satu sama lain. Bila seseorang merasa bisa hidup sendiri, ia akan merasa bahwa dirinya tidak butuh orang lain atau sesamanya. Hal ini akan membuat ia menjadi egois dan pelit. Jadi tujuan Tuhan memberkati kita bukan untuk kita nikmati sendiri, tapi Dia menghendaki agar kita menjadi saluran berkat bagi orang lain. Kita yang punya berkat lebih diharuskan membagikannya kepada sesama kita yang butuh pertolongan. Demikian pula sebaliknya, orang lain juga akan mencukupkan apa yang menjadi kekurangan kita. Inilah yang disebut dengan keseimbangan.
Seringkali memberi adalah perkara yang sulit dilakukan oleh banyak orang Kristen. Kita mau menabur tapi masih melihat situasi dan kondisi, masih pikir-pikir. Sampai kapan? Kalau seperti itu, kita tidak akan pernah menabur dan tidak akan pernah menuai! Hari ini Tuhan ingatkan: apa yang ada di tanganmu harus ditabur!
Jangan menunggu-nunggu waktu untuk memberi!
Monday, October 8, 2012
MEMBERI: Bukti Kasih Kepada Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Oktober 2012 -
Baca: Pengkotbah 11:1-8
"Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai." Pengkotbah 11:4
Ada tertulis: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Ini adalah bukti nyata bahwa Tuhan telah terlebih dahulu mengasihi kita, bahkan Dia rela mengorbankan nyawaNya untuk menebus dosa-dosa kita.
Mengorbankan nyawa atau memberikan hidupNya adalah ekspresi kasih Tuhan kepada kita. Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk membalas kasih Tuhan ini? Wujud dari kasih kita kepada Tuhan adalah taat melakukan semua yang diperintahkan Tuhan. Ada pun salah satu perintah Tuhan yang harus kita taati adalah keharusan untuk memberikan persembahan, baik itu kepada Tuhan dan juga sesama. Inilah perintah Tuhan: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Kalau kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, kita akan melakukan perintah ini dengan sukacita dan penuh kerelaan hati.
Perintah untuk memberi dan memuliakan Tuhan dengan harta yang kita miliki juga disampaikan Salomo: "Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." (Amsal 3:9-10). Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan juga ingin dimuliakan dengan harta kita. Tuhan ingin melatih kita untuk memberikan sesuatu terlebih dahulu kepadaNya sebelum kita menerima sesuatu dari Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan akan menyediakan segala sesuatu yang kita perlukan agar kita mampu memberi persembahan. Tertulis: "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu." (2 Korintus 9:10).
Sesungguhnya Tuhan tidak memberlukan uang atau harta kita karena Dia punya segala-galanya, Ia hanya ingin melatih sejauh mana kita punya kemauan dan kerelaan untuk memberi.
Baca: Pengkotbah 11:1-8
"Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai." Pengkotbah 11:4
Ada tertulis: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Ini adalah bukti nyata bahwa Tuhan telah terlebih dahulu mengasihi kita, bahkan Dia rela mengorbankan nyawaNya untuk menebus dosa-dosa kita.
Mengorbankan nyawa atau memberikan hidupNya adalah ekspresi kasih Tuhan kepada kita. Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk membalas kasih Tuhan ini? Wujud dari kasih kita kepada Tuhan adalah taat melakukan semua yang diperintahkan Tuhan. Ada pun salah satu perintah Tuhan yang harus kita taati adalah keharusan untuk memberikan persembahan, baik itu kepada Tuhan dan juga sesama. Inilah perintah Tuhan: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Kalau kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, kita akan melakukan perintah ini dengan sukacita dan penuh kerelaan hati.
Perintah untuk memberi dan memuliakan Tuhan dengan harta yang kita miliki juga disampaikan Salomo: "Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." (Amsal 3:9-10). Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan juga ingin dimuliakan dengan harta kita. Tuhan ingin melatih kita untuk memberikan sesuatu terlebih dahulu kepadaNya sebelum kita menerima sesuatu dari Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan akan menyediakan segala sesuatu yang kita perlukan agar kita mampu memberi persembahan. Tertulis: "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu." (2 Korintus 9:10).
Sesungguhnya Tuhan tidak memberlukan uang atau harta kita karena Dia punya segala-galanya, Ia hanya ingin melatih sejauh mana kita punya kemauan dan kerelaan untuk memberi.
Sunday, October 7, 2012
MENJADI RUMAH DOA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Oktober 2012 -
Baca: 2 Tawarikh 7:11-22
"dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." 2 Tawarikh 7:14
Kalau kita baca dalam 2 Tawarikh 6:12-42, perikopnya adalah "Doa Salomo". Ini adalah doa yang disampaikan Salomo pada waktu pentahbisan Bait Suci, di mana doa Salomo ini tertulis sebanyak 30 ayat. Dikatakannya, "Maka berpalinglah kepada doa dan permohonan hamba-Mu ini, ya Tuhan Allahku, dengarkanlah seruan dan doa yang hamba-Mu panjatkan di hadapan-Mu ini! Kiranya mata-Mu terbuka terhadap rumah ini, siang dan malam, terhadap tempat yang Kaukatakan akan menjadi kediaman nama-Mu-dengarkanlah doa yang hamba-Mu panjatkan di tempat ini." (2 Tawarikh 6:19-20). Ini menunjukkan bahwa doa menjadi bagian terpenting dalam Bait Suci Salomo selain persembahan dan puji-pujian. Setelah Salomo selesai berdoa, terjadi lawatan Tuhan secara dahsyat, "...api pun turun dari langit memakan habis korban bakaran dan korban-korban sembelihan itu, dan kemuliaan Tuhan memenuhi rumah itu." (2 Tawarikh 7:1).
Bagi orang percaya doa adalah nafas hidup, maka dari itu doa adalah suatu hal yang harus dikerjakan dan harus menjadi gaya hidup kita. Sebagaimana Bait Suci Salomo menjadi rumah doa, kehidupan orang percaya pun dituntut untuk menjadi rumah doa. Ada tertulis, "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1 Korintus 3:16). Kata 'rumah atau bait Allah' di sini tidak berbicara tentang gedung atau bangunan secara fisik, tapi gambaran dari umat Tuhan itu sendiri atau keberadaan orang percaya. Dan Tuhan menghendaki agar kita menjadi 'rumah doa' (baca Lukas 19:46). Orang Kristen yang disebut sebagai rumah doa adalah orang Kristen yang kesukaannya berdoa, memuji dan menyembah Tuhan; seorang yang memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan setiap waktu.
Punya hubungan yang karib dengan Tuhan berarti bukan hanya berbicara kepada Tuhan, tetapi kita juga harus bisa mendengar suara Tuhan.
Jika kita sudah menjadi 'rumah doa', kita pasti akan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan sebagaimana Salomo mengalami lawatan Tuhan!
Baca: 2 Tawarikh 7:11-22
"dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." 2 Tawarikh 7:14
Kalau kita baca dalam 2 Tawarikh 6:12-42, perikopnya adalah "Doa Salomo". Ini adalah doa yang disampaikan Salomo pada waktu pentahbisan Bait Suci, di mana doa Salomo ini tertulis sebanyak 30 ayat. Dikatakannya, "Maka berpalinglah kepada doa dan permohonan hamba-Mu ini, ya Tuhan Allahku, dengarkanlah seruan dan doa yang hamba-Mu panjatkan di hadapan-Mu ini! Kiranya mata-Mu terbuka terhadap rumah ini, siang dan malam, terhadap tempat yang Kaukatakan akan menjadi kediaman nama-Mu-dengarkanlah doa yang hamba-Mu panjatkan di tempat ini." (2 Tawarikh 6:19-20). Ini menunjukkan bahwa doa menjadi bagian terpenting dalam Bait Suci Salomo selain persembahan dan puji-pujian. Setelah Salomo selesai berdoa, terjadi lawatan Tuhan secara dahsyat, "...api pun turun dari langit memakan habis korban bakaran dan korban-korban sembelihan itu, dan kemuliaan Tuhan memenuhi rumah itu." (2 Tawarikh 7:1).
Bagi orang percaya doa adalah nafas hidup, maka dari itu doa adalah suatu hal yang harus dikerjakan dan harus menjadi gaya hidup kita. Sebagaimana Bait Suci Salomo menjadi rumah doa, kehidupan orang percaya pun dituntut untuk menjadi rumah doa. Ada tertulis, "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1 Korintus 3:16). Kata 'rumah atau bait Allah' di sini tidak berbicara tentang gedung atau bangunan secara fisik, tapi gambaran dari umat Tuhan itu sendiri atau keberadaan orang percaya. Dan Tuhan menghendaki agar kita menjadi 'rumah doa' (baca Lukas 19:46). Orang Kristen yang disebut sebagai rumah doa adalah orang Kristen yang kesukaannya berdoa, memuji dan menyembah Tuhan; seorang yang memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan setiap waktu.
Punya hubungan yang karib dengan Tuhan berarti bukan hanya berbicara kepada Tuhan, tetapi kita juga harus bisa mendengar suara Tuhan.
Jika kita sudah menjadi 'rumah doa', kita pasti akan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan sebagaimana Salomo mengalami lawatan Tuhan!
Saturday, October 6, 2012
JEMAAT MAKEDONIA: Punya Kemurahan Hati!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Oktober 2012 -
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka." 2 Korintus 8:3
Tuhan menghendaki kita tetap kuat dan senantiasa bersyukur meski di tengah pencobaan seperti jemaat Makedonia. Itu yang disebut proses. Kita harus menyadari bahwa setiap orang percaya pasti akan mengalami proses pembentukan dari Tuhan. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Proses dari Tuhan selalu bertujuan untuk membentuk dan memurnikan kita, sebab itu jangan memberontak ketika kita sedang dalam prosesNya.
Tidak hanya bersukacita di tengah kesesakan, jemaat Makedonia adalah jemaat yang juga suka memberi. Meskipun mereka miskin, namun kaya dalam kemurahan. Kemurahan seseorang tidak diukur oleh besarnya jumlah yang ia berikan/persembahkan tapi pada motivasi saat ia memberi. Ayat nas menyatakan bahwa mereka bahkan memberi melampaui kemampuan yang ada. Bagi mereka, memberi bukanlah suatu beban atau keterpaksaan, tapi sebagai suatu kesempatan. Luar biasa! Tidak sedikit orang Kristen yang pelit dan selalu hitung-hitungan bila ingin memberi; ada juga yang memberi karena terpaksa atau punya motivasi terselubung; ingin dipuji atau untuk menunjukkan kalau dirinya mampu. Rasul Paulus menasihati, "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:7). Jika kita memberi, kita harus melakukannya dengan rela hati; tanpa kerelaan, kita akan cenderung menunda-nunda waktu untuk memberi dan akhirnya kita mengurungkan niat untuk memberi.
Inilah kasih yang sesungguhnya! Tanda seseorang memiliki kasih adalah memberi. Kasih tidak perlu digembar-gemborkan melalui ucapan, tapi harus dibuktikan dengan perbuatan. Suka memberi haruslah menjadi karakter hidup orang Kristen! Apa pun keadaan kita marilah kita belajar untuk memberi. Mungkin ada yang yang berkata, "Jangankan memberi, untuk diri sendiri saja tidak cukup!" Perhatikan ayat ini: "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan," (Amsal 11:24-25a).
Walau miskin, jemaat Makedonia kaya dalam kemurahan!
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka." 2 Korintus 8:3
Tuhan menghendaki kita tetap kuat dan senantiasa bersyukur meski di tengah pencobaan seperti jemaat Makedonia. Itu yang disebut proses. Kita harus menyadari bahwa setiap orang percaya pasti akan mengalami proses pembentukan dari Tuhan. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Proses dari Tuhan selalu bertujuan untuk membentuk dan memurnikan kita, sebab itu jangan memberontak ketika kita sedang dalam prosesNya.
Tidak hanya bersukacita di tengah kesesakan, jemaat Makedonia adalah jemaat yang juga suka memberi. Meskipun mereka miskin, namun kaya dalam kemurahan. Kemurahan seseorang tidak diukur oleh besarnya jumlah yang ia berikan/persembahkan tapi pada motivasi saat ia memberi. Ayat nas menyatakan bahwa mereka bahkan memberi melampaui kemampuan yang ada. Bagi mereka, memberi bukanlah suatu beban atau keterpaksaan, tapi sebagai suatu kesempatan. Luar biasa! Tidak sedikit orang Kristen yang pelit dan selalu hitung-hitungan bila ingin memberi; ada juga yang memberi karena terpaksa atau punya motivasi terselubung; ingin dipuji atau untuk menunjukkan kalau dirinya mampu. Rasul Paulus menasihati, "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:7). Jika kita memberi, kita harus melakukannya dengan rela hati; tanpa kerelaan, kita akan cenderung menunda-nunda waktu untuk memberi dan akhirnya kita mengurungkan niat untuk memberi.
Inilah kasih yang sesungguhnya! Tanda seseorang memiliki kasih adalah memberi. Kasih tidak perlu digembar-gemborkan melalui ucapan, tapi harus dibuktikan dengan perbuatan. Suka memberi haruslah menjadi karakter hidup orang Kristen! Apa pun keadaan kita marilah kita belajar untuk memberi. Mungkin ada yang yang berkata, "Jangankan memberi, untuk diri sendiri saja tidak cukup!" Perhatikan ayat ini: "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan," (Amsal 11:24-25a).
Walau miskin, jemaat Makedonia kaya dalam kemurahan!
Friday, October 5, 2012
JEMAAT MAKEDONIA: Bersukacita di Tengah Kesesakan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Oktober 2012 -
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan." 2 Korintus 8:2
Tugas dan tanggung jawab gereja Tuhan di tengah-tengah dunia tidaklah mudah, harus berdampak dan menjadi berkat bagi dunia. Hari ini kita akan belajar dari kehidupan jemaat di Makedonia. Alkitab memberitahukan kepada kita bahwa jemaat Makedonia bukanlah orang-orang yang kaya (berada), tetapi mereka adalah orang-orang yang secara materi sangat pas-pasan (miskin), bahkan ayat nas menyatakan pula bahwa jemaat Makedonia juga sedang dalam pencobaan yang berat: keadaan mereka miskin, dan sedang berada dalam 'ujian'.
Adalah pekerjaan mudah bagi kita untuk bersukacita dan memuji-muji Tuhan ketika keadaan kita sedang baik, tidak ada masalah, kondisi sehat (tidak sakit), usaha lancar, anak-anak berhasil dalam studi dan sebagainya. Sebaliknya jika sedang dalam masalah dan pergumulan yang berat, terbaring lemah karena sakit, kita gampang mengeluh, mengomel, bersungut-sungut, murung sepanjang hari dan putus asa, rasa-rasanya kita sudah tidak berpengharapan lagi. Lalu kita mungkin akan berkata, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang." (Mazmur 22:2-3). Berbeda dengan jemaat Makedonia. Walaupun berada dalam pencobaan dan penderitaan yang berat mereka tetap mampu bersukacita, bahkan sukacita mereka meluap. Bagaimana mungkin? Karena mereka percaya bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28).
Tetapi bisa mengucap syukur di segala keadaan membuktikan bahwa jemaat Makedonia bukanlah jemaat 'kanak-kanak' melainkan jemaat yang dewasa rohani. Mampukah kita seperti mereka? Rasul Paulus menasihati, "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
Belajarlah mengucap syukur dan berhentilah untuk mengeluh, karena dalam segala perkara Tuhan turut bekerja!
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan." 2 Korintus 8:2
Tugas dan tanggung jawab gereja Tuhan di tengah-tengah dunia tidaklah mudah, harus berdampak dan menjadi berkat bagi dunia. Hari ini kita akan belajar dari kehidupan jemaat di Makedonia. Alkitab memberitahukan kepada kita bahwa jemaat Makedonia bukanlah orang-orang yang kaya (berada), tetapi mereka adalah orang-orang yang secara materi sangat pas-pasan (miskin), bahkan ayat nas menyatakan pula bahwa jemaat Makedonia juga sedang dalam pencobaan yang berat: keadaan mereka miskin, dan sedang berada dalam 'ujian'.
Adalah pekerjaan mudah bagi kita untuk bersukacita dan memuji-muji Tuhan ketika keadaan kita sedang baik, tidak ada masalah, kondisi sehat (tidak sakit), usaha lancar, anak-anak berhasil dalam studi dan sebagainya. Sebaliknya jika sedang dalam masalah dan pergumulan yang berat, terbaring lemah karena sakit, kita gampang mengeluh, mengomel, bersungut-sungut, murung sepanjang hari dan putus asa, rasa-rasanya kita sudah tidak berpengharapan lagi. Lalu kita mungkin akan berkata, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang." (Mazmur 22:2-3). Berbeda dengan jemaat Makedonia. Walaupun berada dalam pencobaan dan penderitaan yang berat mereka tetap mampu bersukacita, bahkan sukacita mereka meluap. Bagaimana mungkin? Karena mereka percaya bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28).
Tetapi bisa mengucap syukur di segala keadaan membuktikan bahwa jemaat Makedonia bukanlah jemaat 'kanak-kanak' melainkan jemaat yang dewasa rohani. Mampukah kita seperti mereka? Rasul Paulus menasihati, "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
Belajarlah mengucap syukur dan berhentilah untuk mengeluh, karena dalam segala perkara Tuhan turut bekerja!
Thursday, October 4, 2012
MENJADI GEREJA YANG BERDAMPAK (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Oktober 2012 -
Baca: Efesus 4:1-16
"Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." Efesus 4:16
Untuk bisa menjadi gereja yang berdampak dan menjadi idaman jemaat Tuhan, kita dapat belajar dan meneladani cara hidup jemaat Tuhan mula-mula, di antaranya adalah: Pertama, adanya persekutuan jemaat (baca Kisah 2:42). Kata 'persekutuan' dalam bahasa Yunani adalah 'koinonia', yang bisa diartikan: hubungan yang akrab dan intim. Meski terdiri dari anggota jemaat yang memiliki latar belakang berbeda-beda, namun sebagai sesama anggota tubuh Kristus kita adalah satu. Jadi tidak ada lagi jemaat yang merasa dianaktirikan atau kurang diperhatikan, apalagi sampai terjadi konflik, perselisihan atau perpecahan di antara jemaat Tuhan. Tertulis: "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," (Efesus 2:19). Kita harus saling mengasihi dan juga "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!" (Galatia 6:2a). Gereja bisa saja berbeda 'merk', visi dan misi, atau juga karunia-karunia rohaninya, tetapi yang perlu digarisbawahi adalah bahwa kita satu Tuhan, satu iman, dan satu baptisan Roh kudus.
Kedua, jemaatnya senantiasa bertekun dalam pengajaran (baca Kisah 2:42). Gereja yang benar adalah gereja yang kehidupan rohaninya dibangun dengan pengajaran firman Tuhan, bukan karena ambisi pribadi hamba Tuhan. Kebenaran firman Tuhan harus menjadi yang terutama karena jemaat akan bertumbuh oleh karena pendengarannya akan firman Tuhan (baca Roma 10:17). Mengapa begitu penting? Karena, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Banyak di antara kita yang malas dan ogah-ogahan bila dihimbau untuk datang ke ibadah pendalaman Alkitab. Bagaimana iman kita bisa bertumbuh bila kita tidak suka dan tidak mau belajar tentang firman Tuhan?
Gereja yang setiap anggota jemaatnya bersatu dan senantiasa menyukai firman Tuhan pasti akan tampil 'beda' dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan!
Baca: Efesus 4:1-16
"Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." Efesus 4:16
Untuk bisa menjadi gereja yang berdampak dan menjadi idaman jemaat Tuhan, kita dapat belajar dan meneladani cara hidup jemaat Tuhan mula-mula, di antaranya adalah: Pertama, adanya persekutuan jemaat (baca Kisah 2:42). Kata 'persekutuan' dalam bahasa Yunani adalah 'koinonia', yang bisa diartikan: hubungan yang akrab dan intim. Meski terdiri dari anggota jemaat yang memiliki latar belakang berbeda-beda, namun sebagai sesama anggota tubuh Kristus kita adalah satu. Jadi tidak ada lagi jemaat yang merasa dianaktirikan atau kurang diperhatikan, apalagi sampai terjadi konflik, perselisihan atau perpecahan di antara jemaat Tuhan. Tertulis: "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," (Efesus 2:19). Kita harus saling mengasihi dan juga "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!" (Galatia 6:2a). Gereja bisa saja berbeda 'merk', visi dan misi, atau juga karunia-karunia rohaninya, tetapi yang perlu digarisbawahi adalah bahwa kita satu Tuhan, satu iman, dan satu baptisan Roh kudus.
Kedua, jemaatnya senantiasa bertekun dalam pengajaran (baca Kisah 2:42). Gereja yang benar adalah gereja yang kehidupan rohaninya dibangun dengan pengajaran firman Tuhan, bukan karena ambisi pribadi hamba Tuhan. Kebenaran firman Tuhan harus menjadi yang terutama karena jemaat akan bertumbuh oleh karena pendengarannya akan firman Tuhan (baca Roma 10:17). Mengapa begitu penting? Karena, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Banyak di antara kita yang malas dan ogah-ogahan bila dihimbau untuk datang ke ibadah pendalaman Alkitab. Bagaimana iman kita bisa bertumbuh bila kita tidak suka dan tidak mau belajar tentang firman Tuhan?
Gereja yang setiap anggota jemaatnya bersatu dan senantiasa menyukai firman Tuhan pasti akan tampil 'beda' dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan!
Wednesday, October 3, 2012
MENJADI GEREJA YANG BERDAMPAK (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Oktober 2012 -
Baca: Kisah Para Rasul 2:41-47
"Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." Kisah 2:42
Menurut pendapat Saudara, gereja yang bagaimanakah yang patut disebut sebagai gereja impian atau idaman bagi orang Kristen? Mungkin banyak di antara kita yang akan menjawab bahwa gereja impian dan berdampak adalah: gereja yang digembalakan oleh hamba Tuhan terkenal dengan gelar dari sekolah teologia luar negeri, memiliki gedung yang besar dengan kapasitas ribuan jemaat, berada di kawasan yang strategis dan anggota jemaatnya dari kalangan menengah ke atas sehingga jumlah uang persembahan yang dihasilkan di tiap-tiap session ibadah bisa ratusan juta rupiah dan sebagainya. Itu adalah menurut penilaian atau kriteria manusia. Sah-sah saja; siapa yang tidak bangga punya gereja atau jemaat yang demikian?
Adalah wajar jika kita seringkali salah dalam menilai dan mengukur keberadaan gereja. Namun ketahuilah bahwa ukuran ideal sebuah gereja sangat ditentukan oleh kebenaran firman tuhan sebagai landasan utama, dan kualitas jemaatnya bukan berdasarkan pada apa yang terlihat secara kasat mata. Kualitas jemaat berbicara tentang karakter jemaat. Sudahkah setiap jemaat mengalami pertumbuhan rohani atau telah mencapai kedewasaan iman, seperti yang disampaikan Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus? "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala." (Efesus 4:13-15).
Keberadaan gereja Tuhan harus benar-benar menjadi berkat bagi jiwa-jiwa yang dilayani sehingga tidak ada lagi istilah 'Kristen jalan-jalan' atau orang Kristen yang berpindah-pindah gereja karena merasa tidak cocok dengan gereja tertentu. Tidak hanya itu, gereja juga harus memberi dampak yang baik di tengah-tengah dunia ini, bukan menjadi batu sandungan, melainkan mampu menjadi kesaksian bagi orang-orang yang belum percaya kepada Kristus! (Bersambung)
Baca: Kisah Para Rasul 2:41-47
"Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." Kisah 2:42
Menurut pendapat Saudara, gereja yang bagaimanakah yang patut disebut sebagai gereja impian atau idaman bagi orang Kristen? Mungkin banyak di antara kita yang akan menjawab bahwa gereja impian dan berdampak adalah: gereja yang digembalakan oleh hamba Tuhan terkenal dengan gelar dari sekolah teologia luar negeri, memiliki gedung yang besar dengan kapasitas ribuan jemaat, berada di kawasan yang strategis dan anggota jemaatnya dari kalangan menengah ke atas sehingga jumlah uang persembahan yang dihasilkan di tiap-tiap session ibadah bisa ratusan juta rupiah dan sebagainya. Itu adalah menurut penilaian atau kriteria manusia. Sah-sah saja; siapa yang tidak bangga punya gereja atau jemaat yang demikian?
Adalah wajar jika kita seringkali salah dalam menilai dan mengukur keberadaan gereja. Namun ketahuilah bahwa ukuran ideal sebuah gereja sangat ditentukan oleh kebenaran firman tuhan sebagai landasan utama, dan kualitas jemaatnya bukan berdasarkan pada apa yang terlihat secara kasat mata. Kualitas jemaat berbicara tentang karakter jemaat. Sudahkah setiap jemaat mengalami pertumbuhan rohani atau telah mencapai kedewasaan iman, seperti yang disampaikan Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus? "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala." (Efesus 4:13-15).
Keberadaan gereja Tuhan harus benar-benar menjadi berkat bagi jiwa-jiwa yang dilayani sehingga tidak ada lagi istilah 'Kristen jalan-jalan' atau orang Kristen yang berpindah-pindah gereja karena merasa tidak cocok dengan gereja tertentu. Tidak hanya itu, gereja juga harus memberi dampak yang baik di tengah-tengah dunia ini, bukan menjadi batu sandungan, melainkan mampu menjadi kesaksian bagi orang-orang yang belum percaya kepada Kristus! (Bersambung)
Tuesday, October 2, 2012
MEMPERSEMBAHKAN TUBUH UNTUK TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Oktober 2012 -
Baca: Roma 6:1-14
"Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya." Roma 6:12
Dalam suratnya, Petrus menyatakan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Oleh karena kita telah ditebus oleh darah Kristus, maka kita harus menyerahkan keinginan tubuh kita kepada pimpinan Roh Tuhan.
Mempersembahkan tubuh untuk Tuhan juga berarti menaklukkan pikiran kita kepada pikiran Kristus (baca 2 Korintus 10:5b). Kita tahu bahwa pikiran adalah medan peperangan bagi semua orang, dan Iblis selalu menyerang pikiran kita dengan hal-hal yang negatif agar kita terjatuh dalam dosa. Itulah sebabnya kita harus berhati-hati dengan apa yang kita pikirkan karena akan sangat menentukan sikap dan tindakan kita. Bila kita berpikiran positif, secara otomatis sikap dan tindakan kita pun akan menjadi positif. Itulah sebabnya Tuhan menghendaki hal ini: "...berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Pola pikir kita juga harus berubah: dari yang negatif kepada pola pikir yang positif (benar). Perubahan pola pikir inilah yang dalam bahasa Yunani disebut 'metanoia'. Dalam hal ini Rasul Paulus juga menegaskan agar pikiran kita senantiasa dipenuhi oleh hal-hal yang positif dan benar, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8).
Jika pola pikir kita sudah dibaharui oleh firman Tuhan kita akan semakin mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan atas hidup kita. Dan hal ini akan terefleksi melalui perbuatan/tindakan kita sehari-hari, karena itu kita sudah tahu mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak boleh dilakukan.
Bangun terus keintiman dengan Tuhan setiap hari sehingga kita akan memiliki kehidupan yang semakin selaras dengan kehendakNya!
Baca: Roma 6:1-14
"Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya." Roma 6:12
Dalam suratnya, Petrus menyatakan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Oleh karena kita telah ditebus oleh darah Kristus, maka kita harus menyerahkan keinginan tubuh kita kepada pimpinan Roh Tuhan.
Mempersembahkan tubuh untuk Tuhan juga berarti menaklukkan pikiran kita kepada pikiran Kristus (baca 2 Korintus 10:5b). Kita tahu bahwa pikiran adalah medan peperangan bagi semua orang, dan Iblis selalu menyerang pikiran kita dengan hal-hal yang negatif agar kita terjatuh dalam dosa. Itulah sebabnya kita harus berhati-hati dengan apa yang kita pikirkan karena akan sangat menentukan sikap dan tindakan kita. Bila kita berpikiran positif, secara otomatis sikap dan tindakan kita pun akan menjadi positif. Itulah sebabnya Tuhan menghendaki hal ini: "...berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Pola pikir kita juga harus berubah: dari yang negatif kepada pola pikir yang positif (benar). Perubahan pola pikir inilah yang dalam bahasa Yunani disebut 'metanoia'. Dalam hal ini Rasul Paulus juga menegaskan agar pikiran kita senantiasa dipenuhi oleh hal-hal yang positif dan benar, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8).
Jika pola pikir kita sudah dibaharui oleh firman Tuhan kita akan semakin mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan atas hidup kita. Dan hal ini akan terefleksi melalui perbuatan/tindakan kita sehari-hari, karena itu kita sudah tahu mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak boleh dilakukan.
Bangun terus keintiman dengan Tuhan setiap hari sehingga kita akan memiliki kehidupan yang semakin selaras dengan kehendakNya!
Monday, October 1, 2012
MEMPERSEMBAHKAN TUBUH UNTUK TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Oktober 2012 -
Baca: Roma 12:1-8
"Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." Roma 12:2
Tiada terasa waktu berlalu begitu cepatnya, kita sudah sampai di hari pertama bulan Oktober 2012. Sudahkah kita menjadi seorang Kristen yang 'berbeda' dari dunia ini dan menjadi kesaksian bagi orang-orang di sekitar kita? Berbeda dari dunia bukan berarti harus mengasingkan diri atau memusuhi orang-orang dunia. Justru sebaliknya kita harus berbaur dengan mereka tetapi dengan kehidupan (perilaku) yang berbeda, sehingga hidup kita menjadi buah bibir yang positif.
Yang dikehendaki Tuhan atas kita sebagai orang percaya adalah tidak menjadi serupa dengan dunia ini. Tidak serupa dalam hal apa? Kalau orang-orang dunia menyerahkan tubuhnya untuk memuaskan hawa nafsu atau keinginan dagingnya, maka kita tidak diperkenan melakukan hal yang serupa, karena tubuh kita adalah milik Tuhan, "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20), "Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:17). Jadi kita harus mempersembahkan tubuh kita untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk kesenangan daging kita; itulah yang disebut dengan ibadah yang sejati.
Ibadah yang sejati tidak berbicara tentang 'jam terbang' kita dalam pelayanan, keaktivan kita dalam ibadah atau besarnya jumlah persembahan yang kita bawa ke rumah Tuhan, tapi berbicara tentang mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan. Mempersembahkan tubuh kepada Tuhan berarti memisahkan atau mengkhususkan tubuh kita ini hanya untuk Tuhan semata, bukan untuk perkara-perkara duniawi.
Karena itu Alkitab menegaskan, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Baca: Roma 12:1-8
"Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." Roma 12:2
Tiada terasa waktu berlalu begitu cepatnya, kita sudah sampai di hari pertama bulan Oktober 2012. Sudahkah kita menjadi seorang Kristen yang 'berbeda' dari dunia ini dan menjadi kesaksian bagi orang-orang di sekitar kita? Berbeda dari dunia bukan berarti harus mengasingkan diri atau memusuhi orang-orang dunia. Justru sebaliknya kita harus berbaur dengan mereka tetapi dengan kehidupan (perilaku) yang berbeda, sehingga hidup kita menjadi buah bibir yang positif.
Yang dikehendaki Tuhan atas kita sebagai orang percaya adalah tidak menjadi serupa dengan dunia ini. Tidak serupa dalam hal apa? Kalau orang-orang dunia menyerahkan tubuhnya untuk memuaskan hawa nafsu atau keinginan dagingnya, maka kita tidak diperkenan melakukan hal yang serupa, karena tubuh kita adalah milik Tuhan, "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20), "Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:17). Jadi kita harus mempersembahkan tubuh kita untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk kesenangan daging kita; itulah yang disebut dengan ibadah yang sejati.
Ibadah yang sejati tidak berbicara tentang 'jam terbang' kita dalam pelayanan, keaktivan kita dalam ibadah atau besarnya jumlah persembahan yang kita bawa ke rumah Tuhan, tapi berbicara tentang mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan. Mempersembahkan tubuh kepada Tuhan berarti memisahkan atau mengkhususkan tubuh kita ini hanya untuk Tuhan semata, bukan untuk perkara-perkara duniawi.
Karena itu Alkitab menegaskan, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17).