Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2012 -
Baca: Amsal 24:1-34
"Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." Amsal 24:10
Tiada terasa hari-hari dalam bulan Agustus ini telah kita lewati. Hari ini hari terakhir di bulan ini, apakah yang Saudara rasakan? Masihkah kita memiliki hati yang tawar? Setiap orang pasti pernah mengalami apa yang disebut dengan tawar hati, terlebih-lebih ketika mereka sedang diperhadapkan pada pergumulan yang berat. Tawar hati menunjuk pada suatu kondisi hati yang dilanda kekecewaan mendalam karena beratnya beban yang harus ditanggung oleh seseorang. Tawar hati inilah yang mengakibatkan seseorang menjadi lemah, kehilangan semangat dan putus asa. Ayat nas menyatakan bahwa jika kita tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatan kita.
Ketika mendapat mandat untuk memimpin bangsa Israel menggantikan Musa, Tuhan mengingatkan Yosua, "Janganlah kecut dan tawar hati, sebab Tuhan, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi." (Yosua 1:9b). Jika Yosua terus tawar hati, niscaya dia tidak akan mampu membawa bangsa Israel merebut tanah Kanaan. Akhirnya Yosua terus berjalan dengan iman memimpin bangsa Israel, dikuatkan dengan janji Tuhan bahwa "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3). Berjalan dengan iman bukanlah suatu tindakan yang nekat tanpa dasar, tapi tindakan yang disertai dengan keyakinan akan firman Tuhan, mempercayakan diri kepadaNya, dan taat kepadaNya. Berjalan dalam iman berarti "...tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak
kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak
kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Dalam Ibrani 11:1 dikatakan, "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."
Saudaraku yang terkasih, percaya pada pemeliharaan Tuhan adalah hal yang mutlak bagi setiap orang percaya. Yakinlah bahwa Tuhan tidak pernah memberikan pencobaan melampaui batas kekuatan kita. Pada saat yang tepat Dia pasti akan menolong dan memberikan jalan ke luar yang terbaik. Karena itu jangan lupa untuk selalu bersyukur dalam segala keadaan dan mengamini setiap janji Tuhan dalam hidup kita.
Sambutlah hari esok dengan iman dan jangan tawar hati lagi!
Friday, August 31, 2012
Thursday, August 30, 2012
PEKERJAAN SEBAGAI SARANA MELAYANI!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2012 -
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." 2 Tesalonika 3:10
Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa pekerjaan hanyalah sebagai kewajiban rutin belaka yang harus kita kerjakan setiap hari di kantor, pabrik, atau toko demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tak jarang dari kita yang menjadikan pekerjaan itu sebagai beban, sehingga ketika kita mendapat kesibukan dengan intensitas yang sangat tinggi kita menjadi mudah marah, mengeluh, menggerutu, mengomel atau jengkel kepada teman kerja. Kita pun bekerja dengan setengah hati. Tidak ada pimpinan atau bos sering kita anggap sebagai kesempatan untuk berleha-leha. Lalu kita pun mulai kehilangan semangat dalam bekerja (malas) dan akhirnya bekerja secara asal-asalan.
Hal ini akan berbeda bila kita menganggap bahwa pekerjaan itu sebagai anugerah dari Tuhan, di mana kita akan bekerja dengan tulus ikhlas, rela melayani dan tidak hitung-hitungan. Apa pun bentuk tugas dan tanggung jawab yang diberikan, kita akan mengerjakannya dengan penuh ucapan syukur. Tidak ada keluh kesah apalagi umpatan karena ketidakpuasan terhadap pimpinan atau rekan kerja, karena kita menyadari bahwa melalui pekerjaan Tuhan memberkati dan memelihara hidup kita. Dengan bekerja kita mendapatkan upah, bahkan tidak hanya itu, Tuhan juga memberkati kita dengan jabatan, tunjangan dan fasilitas lainnya. Itulah sebabnya Rasul Paulus menegur keras orang Kristen yang tidak mau bekerja, bermalas-malasan saja dan lebih suka mengharapkan uluran tangan dari orang lain padahal usia mereka masih produktif.
Hari ini melalui firmanNya Tuhan mengingatkan kita agar sebagai karyawan atau pekerja bekerja, dengan penuh tanggung jawab dan selalu ingin memberi yang terbaik. Tertulis: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:23-24). Kita harus sadar bahwa melalui pekerjaan juga segala talenta atau bakat yang ada pada kita semakin dipertajam oleh Tuhan.
Jadi di mana pun saat ini Saudara ditempatkan Tuhan untuk bekerja, bekerjalah dengan sepenuh hati, jangan curang dan lakukan yang terbaik, maka Tuhan akan memberkati kita melalui pekerjaan kita itu!
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." 2 Tesalonika 3:10
Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa pekerjaan hanyalah sebagai kewajiban rutin belaka yang harus kita kerjakan setiap hari di kantor, pabrik, atau toko demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tak jarang dari kita yang menjadikan pekerjaan itu sebagai beban, sehingga ketika kita mendapat kesibukan dengan intensitas yang sangat tinggi kita menjadi mudah marah, mengeluh, menggerutu, mengomel atau jengkel kepada teman kerja. Kita pun bekerja dengan setengah hati. Tidak ada pimpinan atau bos sering kita anggap sebagai kesempatan untuk berleha-leha. Lalu kita pun mulai kehilangan semangat dalam bekerja (malas) dan akhirnya bekerja secara asal-asalan.
Hal ini akan berbeda bila kita menganggap bahwa pekerjaan itu sebagai anugerah dari Tuhan, di mana kita akan bekerja dengan tulus ikhlas, rela melayani dan tidak hitung-hitungan. Apa pun bentuk tugas dan tanggung jawab yang diberikan, kita akan mengerjakannya dengan penuh ucapan syukur. Tidak ada keluh kesah apalagi umpatan karena ketidakpuasan terhadap pimpinan atau rekan kerja, karena kita menyadari bahwa melalui pekerjaan Tuhan memberkati dan memelihara hidup kita. Dengan bekerja kita mendapatkan upah, bahkan tidak hanya itu, Tuhan juga memberkati kita dengan jabatan, tunjangan dan fasilitas lainnya. Itulah sebabnya Rasul Paulus menegur keras orang Kristen yang tidak mau bekerja, bermalas-malasan saja dan lebih suka mengharapkan uluran tangan dari orang lain padahal usia mereka masih produktif.
Hari ini melalui firmanNya Tuhan mengingatkan kita agar sebagai karyawan atau pekerja bekerja, dengan penuh tanggung jawab dan selalu ingin memberi yang terbaik. Tertulis: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:23-24). Kita harus sadar bahwa melalui pekerjaan juga segala talenta atau bakat yang ada pada kita semakin dipertajam oleh Tuhan.
Jadi di mana pun saat ini Saudara ditempatkan Tuhan untuk bekerja, bekerjalah dengan sepenuh hati, jangan curang dan lakukan yang terbaik, maka Tuhan akan memberkati kita melalui pekerjaan kita itu!
Wednesday, August 29, 2012
PERANAN ORANG TUA: Mendidik dan Memberi Teladan! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2012 -
Baca: Amsal 23:1-35
"Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan." Amsal 23:13T
Tuhan menaruh tanggung jawab kepada orangtua untuk mengajar, mendidik, mendisiplin serta memberi teladan yang baik kepada mereka. Orang tua harus memberi teladan yang benar bagaimana mereka harus hidup sesuai dengan firman Tuhan, sehingga pada saat anak-anak dewasa nanti mereka sudah membangun kebiasaan untuk melakukan hal-hal yang benar. Bila anak-anak dilatih untuk belajar dari kesalahan dan menerima teguran yang benar, kita telah mendidik mereka dengan benar. Ingat, tidak ada jalan pintas di dalam mengajar anak-anak! Semua harus melalui proses yang cukup panjang dimulai sejak anak-anak lahir dan terus berlangsung selama bertahun-tahun. Terkadang anak-anak berani menolak ajaran dari orang tua, tapi Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa anak-anak yang tidak patuh harus menerima teguran dan tongkat. Mari, "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." (Amsal 22:6).
Dalam Ulangan 11:19 dikatakan, "Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun;" Alkitab menunjukkan bahwa mengajar bukanlah usaha yang hanya sekali dilakukan. Mengajar harus dilakukan orangtua dengan berulang-ulang siang dan malam karena hal ini akan memudahkan anak untuk mengerti apa yang kita ajarkan. Dalam mendidik anak, seharusnya orangtua tidak hanya banyak bicara, tetapi lebih banyak memberikan teladan hidup kepada anak. Jadi seandainya orangtua hendak mengajarkan firman Tuhan kepada anak, mereka harus terlebih dahulu mempraktekkan dan menunjukkan kepada anak.
Dengan menerapkan firman Tuhan sebagai dasar pendidikan kepada anak, kita akan menerima berkat dari Tuhan sebagai orangtua; mendidik, mendisiplinkan dan menegur anak-anak dengan kasih akan membantu mereka untuk hidup sesuai dengan firman Tuhan.
Anak adalah harta Tuhan yang sangat berharga yang Tuhan titipkan kepada kita, karena itu kita harus menjaganya secara bertanggung jawab!
Baca: Amsal 23:1-35
"Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan." Amsal 23:13T
Tuhan menaruh tanggung jawab kepada orangtua untuk mengajar, mendidik, mendisiplin serta memberi teladan yang baik kepada mereka. Orang tua harus memberi teladan yang benar bagaimana mereka harus hidup sesuai dengan firman Tuhan, sehingga pada saat anak-anak dewasa nanti mereka sudah membangun kebiasaan untuk melakukan hal-hal yang benar. Bila anak-anak dilatih untuk belajar dari kesalahan dan menerima teguran yang benar, kita telah mendidik mereka dengan benar. Ingat, tidak ada jalan pintas di dalam mengajar anak-anak! Semua harus melalui proses yang cukup panjang dimulai sejak anak-anak lahir dan terus berlangsung selama bertahun-tahun. Terkadang anak-anak berani menolak ajaran dari orang tua, tapi Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa anak-anak yang tidak patuh harus menerima teguran dan tongkat. Mari, "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." (Amsal 22:6).
Dalam Ulangan 11:19 dikatakan, "Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun;" Alkitab menunjukkan bahwa mengajar bukanlah usaha yang hanya sekali dilakukan. Mengajar harus dilakukan orangtua dengan berulang-ulang siang dan malam karena hal ini akan memudahkan anak untuk mengerti apa yang kita ajarkan. Dalam mendidik anak, seharusnya orangtua tidak hanya banyak bicara, tetapi lebih banyak memberikan teladan hidup kepada anak. Jadi seandainya orangtua hendak mengajarkan firman Tuhan kepada anak, mereka harus terlebih dahulu mempraktekkan dan menunjukkan kepada anak.
Dengan menerapkan firman Tuhan sebagai dasar pendidikan kepada anak, kita akan menerima berkat dari Tuhan sebagai orangtua; mendidik, mendisiplinkan dan menegur anak-anak dengan kasih akan membantu mereka untuk hidup sesuai dengan firman Tuhan.
Anak adalah harta Tuhan yang sangat berharga yang Tuhan titipkan kepada kita, karena itu kita harus menjaganya secara bertanggung jawab!
Tuesday, August 28, 2012
PERANAN ORANG TUA: Mendidik dan Memberi Teladan! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2012 -
Baca: Amsal 29:1-27
"Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya." Amsal 29:15
Angkatan cucu-cucu Yosua tidak lagi hidup menurut firman Tuhan karena kealpaan orangtua mereka untuk mendidik mereka. Belum lagi sisa-sisa pengaruh bangsa kafir yang masih tinggal di tanah kanaan, di mana mereka menyembah kepada berhala. Tertulis: "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20); Firman Tuhan juga menegaskan, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Tidaklah mengherankan kalau akhirnya bangsa Israel terbawa arus dan mengikuti pola hidup yang tidak benar.
Sesungguhnya yang menjadi inti permasalahan bukan pada bangsa kafir itu, tetapi pada tanggung jawab untuk umat Israel untuk mendidik anak-anak mereka. Padahal Musa selalu mengingatkan bangsa Israel akan tanggung jawab para orangtua terhadap anak-anak dan cucu-cucu mereka, "Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu semuanya itu," (Ulangan 4:9). Mereka lebih memberikan harta yang bersifat materi daripada meninggalkan warisan rohani yaitu mengajar anak-anaknya tentang firman Tuhan. Akibatnya pendidikan rohani anak-anak mereka menjadi sangat rapuh sehingga bangsa-bangsa lain dengan mudahnya memberikan pengaruh yang buruk kepada mereka. Ini yang menyebabkan bangsa Israel makin lama makin jauh dari Tuhan. Mereka mengalami kemerosotan rohani yang luar biasa, bahkan tak segan-segannya mereka menyembah kepada berhala.
Jangan pernah menyalahkan lingkungan, tetapi perhatikan bagaimana tanggung jawab kita selaku orangtua untuk mendidik anak-anak kita. Anak-anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita dan hal ini merupakan sebuah kepercayaan yang harus kita pertanggungjawabkan kepadaNya. Oleh karena itu sebagai orang percaya kita memerlukan pedoman firman Tuhan untuk membesarkan dan mendidik mereka agar menjadi anak-anak yang berkenan kepada Tuhan! (Bersambung)
Baca: Amsal 29:1-27
"Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya." Amsal 29:15
Angkatan cucu-cucu Yosua tidak lagi hidup menurut firman Tuhan karena kealpaan orangtua mereka untuk mendidik mereka. Belum lagi sisa-sisa pengaruh bangsa kafir yang masih tinggal di tanah kanaan, di mana mereka menyembah kepada berhala. Tertulis: "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20); Firman Tuhan juga menegaskan, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Tidaklah mengherankan kalau akhirnya bangsa Israel terbawa arus dan mengikuti pola hidup yang tidak benar.
Sesungguhnya yang menjadi inti permasalahan bukan pada bangsa kafir itu, tetapi pada tanggung jawab untuk umat Israel untuk mendidik anak-anak mereka. Padahal Musa selalu mengingatkan bangsa Israel akan tanggung jawab para orangtua terhadap anak-anak dan cucu-cucu mereka, "Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu semuanya itu," (Ulangan 4:9). Mereka lebih memberikan harta yang bersifat materi daripada meninggalkan warisan rohani yaitu mengajar anak-anaknya tentang firman Tuhan. Akibatnya pendidikan rohani anak-anak mereka menjadi sangat rapuh sehingga bangsa-bangsa lain dengan mudahnya memberikan pengaruh yang buruk kepada mereka. Ini yang menyebabkan bangsa Israel makin lama makin jauh dari Tuhan. Mereka mengalami kemerosotan rohani yang luar biasa, bahkan tak segan-segannya mereka menyembah kepada berhala.
Jangan pernah menyalahkan lingkungan, tetapi perhatikan bagaimana tanggung jawab kita selaku orangtua untuk mendidik anak-anak kita. Anak-anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita dan hal ini merupakan sebuah kepercayaan yang harus kita pertanggungjawabkan kepadaNya. Oleh karena itu sebagai orang percaya kita memerlukan pedoman firman Tuhan untuk membesarkan dan mendidik mereka agar menjadi anak-anak yang berkenan kepada Tuhan! (Bersambung)
Monday, August 27, 2012
MEROSOT ROHANI: KEALPAAN ORANG TUA!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2012 -
Baca: Yosua 23:1-16
"Kuatkanlah benar-benar hatimu dalam memelihara dan melakukan segala yang tertulis dalam kitab hukum Musa, supaya kamu jangan menyimpang ke kanan atau ke kiri, dan supaya kamu jangan bergaul dengan bangsa-bangsa yang masih tinggal di antaramu itu, serta mengakui nama allah mereka dan bersumpah demi nama itu, dan beribadah atau sujud menyembah kepada mereka." Yosua 23:6-7
Yosua merupakan angkatan pertama yang diam di tanah Kanaan, dan pada saat itu bangsa Israel setia kepada Tuhan dan beribadah kepadaNya dengan sungguh-sungguh. Apa yang dilakukan oleh generasi Yosua? Para orangtua tak henti-hentinya mengajarkan anak-anaknya tentang firman Tuhan dan mengingatkan mereka tentang perbuatan-perbuatan ajaib dan dahsyat yang Tuhan nyatakan atas bangsa Israel di bawah kepemimpinan Musa. Itu mereka ajarkan berulang-ulang sehingga anak-anak memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan. Bahkan di usianya yang sudah tua Yosua kembali mengingatkan bangsanya untuk senantiasa memiliki hati yang takut akan Tuhan, "Tetapi kamu harus berpaut pada Tuhan, Allahmu, seperti yang kamu lakukan sampai sekarang. Maka demi nyawamu, bertekunlah mengasihi Tuhan, Allahmu." (Yosua 23:8, 11).
Setelah Yosua mati ketaatan mereka tidak bertahan lama, bangsa Israel mengalami kemerosotan rohani; angkatan cucu-cucu Yosua mulai menyimpang dari hukum Tuhan. Mereka tidak lagi hidup seturut dengan kehendak Tuhan dan melakukan perzinahan rohani. Tertulis: "Setelah seluruh angkatan itu dikumpulkan kepada nenek moyangnya, bangkitlah sesudah mereka itu angkatan yang lain, yang tidak mengenal Tuhan ataupun perbuatan yang dilakukan-Nya bagi orang Israel. Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan dan mereka beribadah kepada para Baal. Mereka meninggalkan Tuhan, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, lalu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa di sekeliling mereka, dan sujud menyembah kepadanya, sehingga mereka menyakiti hati Tuhan." (Hakim-Hakim 2:10-12).
Pertanyaannya: mengapa generasi Yosua dan anak-anak mereka hidup berkenan kepada Tuhan, namun pada generasi berikutnya yaitu angkatan cucu-cucu Yosua mulai hidup menyimpang dari kebenaran firman Tuhan, bahkan menyembah Baal?
Suatu tindakan yang menyakiti Tuhan.
Baca: Yosua 23:1-16
"Kuatkanlah benar-benar hatimu dalam memelihara dan melakukan segala yang tertulis dalam kitab hukum Musa, supaya kamu jangan menyimpang ke kanan atau ke kiri, dan supaya kamu jangan bergaul dengan bangsa-bangsa yang masih tinggal di antaramu itu, serta mengakui nama allah mereka dan bersumpah demi nama itu, dan beribadah atau sujud menyembah kepada mereka." Yosua 23:6-7
Yosua merupakan angkatan pertama yang diam di tanah Kanaan, dan pada saat itu bangsa Israel setia kepada Tuhan dan beribadah kepadaNya dengan sungguh-sungguh. Apa yang dilakukan oleh generasi Yosua? Para orangtua tak henti-hentinya mengajarkan anak-anaknya tentang firman Tuhan dan mengingatkan mereka tentang perbuatan-perbuatan ajaib dan dahsyat yang Tuhan nyatakan atas bangsa Israel di bawah kepemimpinan Musa. Itu mereka ajarkan berulang-ulang sehingga anak-anak memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan. Bahkan di usianya yang sudah tua Yosua kembali mengingatkan bangsanya untuk senantiasa memiliki hati yang takut akan Tuhan, "Tetapi kamu harus berpaut pada Tuhan, Allahmu, seperti yang kamu lakukan sampai sekarang. Maka demi nyawamu, bertekunlah mengasihi Tuhan, Allahmu." (Yosua 23:8, 11).
Setelah Yosua mati ketaatan mereka tidak bertahan lama, bangsa Israel mengalami kemerosotan rohani; angkatan cucu-cucu Yosua mulai menyimpang dari hukum Tuhan. Mereka tidak lagi hidup seturut dengan kehendak Tuhan dan melakukan perzinahan rohani. Tertulis: "Setelah seluruh angkatan itu dikumpulkan kepada nenek moyangnya, bangkitlah sesudah mereka itu angkatan yang lain, yang tidak mengenal Tuhan ataupun perbuatan yang dilakukan-Nya bagi orang Israel. Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan dan mereka beribadah kepada para Baal. Mereka meninggalkan Tuhan, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, lalu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa di sekeliling mereka, dan sujud menyembah kepadanya, sehingga mereka menyakiti hati Tuhan." (Hakim-Hakim 2:10-12).
Pertanyaannya: mengapa generasi Yosua dan anak-anak mereka hidup berkenan kepada Tuhan, namun pada generasi berikutnya yaitu angkatan cucu-cucu Yosua mulai hidup menyimpang dari kebenaran firman Tuhan, bahkan menyembah Baal?
Suatu tindakan yang menyakiti Tuhan.
Sunday, August 26, 2012
MELAYANI TUHAN DENGAN TULUS!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2012 -
Baca: 1 Tesalonika 2:1-12
"juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus." 1 Tesalonika 2:6
Kata 'pelayanan' tidaklah asing di telinga setiap orang Kristen, bahkan hampir semua anak Tuhan kini sudah terlibat dalam pelayanan, tidak hanya melayani di gereja di mana mereka berjemaat, namun kini sudah melangkah ke luar menjangkau jiwa-jiwa yang tinggal di daerah-daerah: desa terpencil, lereng pegunungan atau pedalaman. Pertanyaannya: apa yang menjadi motivasi kita sehingga kita rela berjerih lelah untuk pekerjaan Tuhan? Melalui renungan ini kita diingatkan tentang motivasi kita dalam pelayanan, jangan sampai ada ambisi pribadi atau tendensi mencari pujian, hormat, popularitas, keuntungan untuk diri sendiri. Jangan pula kita mengerjakan tugas pelayanan ini hanya sebatas aktivitas rohani atau rutinitas belaka.
Mari kita belajar dan meneladani Rasul Paulus. Melalui suratnya kepada jemaat di Tesalonika, Rasul Paulus menegaskan keberadaannya dalam melayani Tuhan. ia menekankan kembali perihal motivasinya dalam melayani, "...karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita." (ayat 4). Jangan sampai kita melayani Tuhan hanya karena sungkan dengan bapak gembala atau hanya untuk menyenangkan manusia sehingga kita selalu bermulut manis atau berkata yang muluk-muluk. Apa yang dilakukan Paulus?" "...kami tidak pernah bermulut manis-hal itu kamu ketahui-dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi-Allah adalah saksi-" (ayat 5). Hal ini jelas menunjukkan bahwa Rasul Paulus memiliki motivasi yang tulus dalam melayani: tidak mempunyai maksud yang tidak murni, tidak ada tipu daya, bukan untuk menyukakan manusia.
Mari harus berhati-hati dalam pelayanan, jangan sampai kita menyampaikan kebenaran Injil tapi kita memiliki motivasi atau ambisi yang tidak benar, "Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). Dipercaya Tuhan untuk dapat melayaniNya dalam anugerah, maka segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan saja.
"Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." Yohanes 3:30
Baca: 1 Tesalonika 2:1-12
"juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus." 1 Tesalonika 2:6
Kata 'pelayanan' tidaklah asing di telinga setiap orang Kristen, bahkan hampir semua anak Tuhan kini sudah terlibat dalam pelayanan, tidak hanya melayani di gereja di mana mereka berjemaat, namun kini sudah melangkah ke luar menjangkau jiwa-jiwa yang tinggal di daerah-daerah: desa terpencil, lereng pegunungan atau pedalaman. Pertanyaannya: apa yang menjadi motivasi kita sehingga kita rela berjerih lelah untuk pekerjaan Tuhan? Melalui renungan ini kita diingatkan tentang motivasi kita dalam pelayanan, jangan sampai ada ambisi pribadi atau tendensi mencari pujian, hormat, popularitas, keuntungan untuk diri sendiri. Jangan pula kita mengerjakan tugas pelayanan ini hanya sebatas aktivitas rohani atau rutinitas belaka.
Mari kita belajar dan meneladani Rasul Paulus. Melalui suratnya kepada jemaat di Tesalonika, Rasul Paulus menegaskan keberadaannya dalam melayani Tuhan. ia menekankan kembali perihal motivasinya dalam melayani, "...karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita." (ayat 4). Jangan sampai kita melayani Tuhan hanya karena sungkan dengan bapak gembala atau hanya untuk menyenangkan manusia sehingga kita selalu bermulut manis atau berkata yang muluk-muluk. Apa yang dilakukan Paulus?" "...kami tidak pernah bermulut manis-hal itu kamu ketahui-dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi-Allah adalah saksi-" (ayat 5). Hal ini jelas menunjukkan bahwa Rasul Paulus memiliki motivasi yang tulus dalam melayani: tidak mempunyai maksud yang tidak murni, tidak ada tipu daya, bukan untuk menyukakan manusia.
Mari harus berhati-hati dalam pelayanan, jangan sampai kita menyampaikan kebenaran Injil tapi kita memiliki motivasi atau ambisi yang tidak benar, "Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). Dipercaya Tuhan untuk dapat melayaniNya dalam anugerah, maka segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan saja.
"Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." Yohanes 3:30
Saturday, August 25, 2012
PENINGGIAN ITU DATANGNYA DARI TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 75:1-11
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." Mazmur 75:7-8
Firman Tuhan hari ini mengajarkan kepada kita bahwa peninggian atau promosi bagi seseorang bukan dari timur, barat, laut, gunung dan juga bukan dari tempat lain datangnya, tetapi dari Tuhan. Banyak orang menempuh segala cara untuk membuat dirinya berbeda, menonjol, dikenal, dihargai dan dihormati oleh orang lain. Inilah yang disebut dengan ambisi. Kata ambisi sendiri diserap dari bahasa Inggris 'ambition' dan berasal dari bahasa Latin 'ambitio' yang berarti hasrat besar seseorang terhadap kekuasaan, kehormatan, kemasyuran atau apa saja yang memberikan keunggulan dan keistimewaan; keinginan seseorang untuk membedakan diri dari orang lain. Ambisi bisa juga bisa diartikan usaha seseorang untuk memajukan diri.
Tidaklah salah kita memiliki ambisi asal jalan yang kita tempuh untuk mewujudkan ambisi itu sesuai dengan kehendak Tuhan dan tidak menyimpang dari kebenaran. Tetapi ambisi untuk meninggikan diri, mencari kedudukan dengan mempromosikan diri sendiri, atau mencari hormat dan pujian dari manusia adalah perbuatan yang dicela oleh Tuhan. Korah mengangkat dirinya sendiri sebagai pemimpin dan mengajak orang-orang untuk memberontak melawan Musa, pemimpin yang dipilih oleh Tuhan. Akhirnya perbuatan Korah ini menjadi bumerang bagi dirinya sendiri dan juga semua orang yang mengikuti dia (baca Bilangan 16).
Suatu ketika ibu Yakobus dan Yohanes datang kepada Yesus dan meminta agar kedua anaknya beroleh kedudukan tinggi dalam Kerajaan Allah. Bagaimana respons Yesus? "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26-27). Sebagai orang percaya, terlebih-lebih yang sudah melayani Tuhan, kita tidak diperkenankan mencari kedudukan dan hormat bagi diri sendiri seperti yang dilakukan oleh orang-orang dunia. Kita harus percaya sepenuhnya kepada Tuhan karena Dialah yang berkuasa untuk meninggikan atau merendahkan seseorang.
Jangan sampai ada motivasi terselubung di balik pelayanan kita!
Baca: Mazmur 75:1-11
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." Mazmur 75:7-8
Firman Tuhan hari ini mengajarkan kepada kita bahwa peninggian atau promosi bagi seseorang bukan dari timur, barat, laut, gunung dan juga bukan dari tempat lain datangnya, tetapi dari Tuhan. Banyak orang menempuh segala cara untuk membuat dirinya berbeda, menonjol, dikenal, dihargai dan dihormati oleh orang lain. Inilah yang disebut dengan ambisi. Kata ambisi sendiri diserap dari bahasa Inggris 'ambition' dan berasal dari bahasa Latin 'ambitio' yang berarti hasrat besar seseorang terhadap kekuasaan, kehormatan, kemasyuran atau apa saja yang memberikan keunggulan dan keistimewaan; keinginan seseorang untuk membedakan diri dari orang lain. Ambisi bisa juga bisa diartikan usaha seseorang untuk memajukan diri.
Tidaklah salah kita memiliki ambisi asal jalan yang kita tempuh untuk mewujudkan ambisi itu sesuai dengan kehendak Tuhan dan tidak menyimpang dari kebenaran. Tetapi ambisi untuk meninggikan diri, mencari kedudukan dengan mempromosikan diri sendiri, atau mencari hormat dan pujian dari manusia adalah perbuatan yang dicela oleh Tuhan. Korah mengangkat dirinya sendiri sebagai pemimpin dan mengajak orang-orang untuk memberontak melawan Musa, pemimpin yang dipilih oleh Tuhan. Akhirnya perbuatan Korah ini menjadi bumerang bagi dirinya sendiri dan juga semua orang yang mengikuti dia (baca Bilangan 16).
Suatu ketika ibu Yakobus dan Yohanes datang kepada Yesus dan meminta agar kedua anaknya beroleh kedudukan tinggi dalam Kerajaan Allah. Bagaimana respons Yesus? "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26-27). Sebagai orang percaya, terlebih-lebih yang sudah melayani Tuhan, kita tidak diperkenankan mencari kedudukan dan hormat bagi diri sendiri seperti yang dilakukan oleh orang-orang dunia. Kita harus percaya sepenuhnya kepada Tuhan karena Dialah yang berkuasa untuk meninggikan atau merendahkan seseorang.
Jangan sampai ada motivasi terselubung di balik pelayanan kita!
Friday, August 24, 2012
PRAJURIT KRISTUS YANG TANGGUH (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2012 -
Baca: Filipi 1:27-30
"Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil," Filipi 1:27
Sebagai komandan kita, Tuhan tau persis maksud dan tujuan dari perintah yang Ia berikan kepada kita. Yang pasti perintahNya bukan untuk mencelakakan kita, tapi membawa kita kepada kemenangan demi kemenangan. Jika kita fokus kepada perintah Tuhan dan percaya kepadaNya dengan sepenuh hati, kita akan dapat menyelesaikan misi yang Tuhan berikan bagi kita. Karena itu kita harus hidup dalam kebenaran dan berkenan kepada Tuhan supaya kita menjadi prajurit yang baik di hadapanNya.
2. Disiplin berlatih. Ada kata bijak dalam bahasa Inggris: "Pratice makes perfect." Artinya latihan membuat sempurna; semakin banyak berlatih kita akan semakin disempurnakan, artinya kualitas kita akan meningkat. Kedisiplinan rohani sangat penting bagi setiap anak Tuhan agar kita sanggup melawan musuh yaitu Iblis: disiplin dalam hal bersaat teduh, ibadah dan juga pelayanan. FirmanNya menasihatkan, "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Kehidupan seorang prajurit tidak jauh berbeda dari olahragawan, hari-harinya dipenuhi dengan latihan dan latihan. Tanpa kedisiplinan dalam berlatih kita pasti akan menjadi lemah, gagal dan tidak akan menjadi pemenang. Sebaliknya jika kita terus melatih tubuh rohani kita dengan disiplin, tubuh rohani kita akan semakin kuat, tangguh dalam menghadapi lawan kita. Jadi kita dituntut untuk hidup benar dan tidak serupa dengan dunia ini; kedagingan kita harus benar-benar mati, dan itu sakit.
Itulah panggilan Tuhan bagi kita sebagai prajurit-prajuritNya, harus ikut menderita demi Injil Kristus telah menderita untuk kita dan telah meninggalkan teladan bagi kita supaya kita mengikuti jejakNya (baca 1 Petrus 2:21).
Prajurit Kristus yang tangguh tidak akan pernah mengeluh saat menghadapi ujian dan tantangan, tapi tetap kuat dan akan tampil sebagai pemenang!
Baca: Filipi 1:27-30
"Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil," Filipi 1:27
Sebagai komandan kita, Tuhan tau persis maksud dan tujuan dari perintah yang Ia berikan kepada kita. Yang pasti perintahNya bukan untuk mencelakakan kita, tapi membawa kita kepada kemenangan demi kemenangan. Jika kita fokus kepada perintah Tuhan dan percaya kepadaNya dengan sepenuh hati, kita akan dapat menyelesaikan misi yang Tuhan berikan bagi kita. Karena itu kita harus hidup dalam kebenaran dan berkenan kepada Tuhan supaya kita menjadi prajurit yang baik di hadapanNya.
2. Disiplin berlatih. Ada kata bijak dalam bahasa Inggris: "Pratice makes perfect." Artinya latihan membuat sempurna; semakin banyak berlatih kita akan semakin disempurnakan, artinya kualitas kita akan meningkat. Kedisiplinan rohani sangat penting bagi setiap anak Tuhan agar kita sanggup melawan musuh yaitu Iblis: disiplin dalam hal bersaat teduh, ibadah dan juga pelayanan. FirmanNya menasihatkan, "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Kehidupan seorang prajurit tidak jauh berbeda dari olahragawan, hari-harinya dipenuhi dengan latihan dan latihan. Tanpa kedisiplinan dalam berlatih kita pasti akan menjadi lemah, gagal dan tidak akan menjadi pemenang. Sebaliknya jika kita terus melatih tubuh rohani kita dengan disiplin, tubuh rohani kita akan semakin kuat, tangguh dalam menghadapi lawan kita. Jadi kita dituntut untuk hidup benar dan tidak serupa dengan dunia ini; kedagingan kita harus benar-benar mati, dan itu sakit.
Itulah panggilan Tuhan bagi kita sebagai prajurit-prajuritNya, harus ikut menderita demi Injil Kristus telah menderita untuk kita dan telah meninggalkan teladan bagi kita supaya kita mengikuti jejakNya (baca 1 Petrus 2:21).
Prajurit Kristus yang tangguh tidak akan pernah mengeluh saat menghadapi ujian dan tantangan, tapi tetap kuat dan akan tampil sebagai pemenang!
Thursday, August 23, 2012
PRAJURIT KRISTUS YANG TANGGUH (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2012 -
Baca: 2 Timotius 2:1-13
"Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus." 2 Timotius 2:3
Menjadi pengikut Kristus merupakan panggilan yang sangat mulia karena kita tidak hanya diangkat sebagai anak-anak Allah, seperti tertulis: "Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus." (Galatia 3:26), tetapi kita juga dipersiapkan untuk menjadi prajurit-prajuritNya. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa setiap orang percaya sedang diperhadapkan dengan peperangan rohani yaitu berperang melawan "...pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Oleh karena itu kita harus benar-benar menjadi seorang prajurit yang tangguh supaya kita dapat melawan dan mematahkan segala tipu muslihat Iblis. Ketahuilah bahwa Iblis selalu menjalankan taktik liciknya dengan berbagai macam cara untuk menjatuhkan iman anak-anak Tuhan. Jika kita tidak melawannya, kita akan terseret dan termakan oleh bujuk rayu Iblis. Rasul Petrus menasihatkan, "Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama." (1 Petrus 5:9).
Memang untuk menjadi prajurit yang benar-benar tangguh di akhir zaman tidaklah mudah, ada harga yang harus kita bayar: 1. Fokus kepada Tuhan sepenuhnya. Dikatakan, "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4). Seorang prajurit yang masih harus terus disibukkan dengan urusan pribadi dan mengesampingkan perkara-perkara rohani tidak akan berkenan kepada Tuhan. Banyak orang Kristen yang tidak lagi mengutamakan Tuhan dalam hidupnya: jam-jam doanya berkurang, tidak lagi tekun membaca dan merenungkan firman Tuhan dan mulai malas beribadah dengan alasan capai atau sibuk bekerja. Sangatlah berbahaya bila seorang prajurit telah kehilangan fokus saat berperang meski itu hanya sesaat saja karena ia bisa kehilangan nyawanya.
Tuhan adalah komandan kita, dan sebagai prajurit kita harus taat kepadaNya. Apa pun yang diperintahkan komandan kita harus kerjakan dengan sepenuh hati tanpa ada perbantahan! (Bersambung).
Baca: 2 Timotius 2:1-13
"Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus." 2 Timotius 2:3
Menjadi pengikut Kristus merupakan panggilan yang sangat mulia karena kita tidak hanya diangkat sebagai anak-anak Allah, seperti tertulis: "Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus." (Galatia 3:26), tetapi kita juga dipersiapkan untuk menjadi prajurit-prajuritNya. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa setiap orang percaya sedang diperhadapkan dengan peperangan rohani yaitu berperang melawan "...pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Oleh karena itu kita harus benar-benar menjadi seorang prajurit yang tangguh supaya kita dapat melawan dan mematahkan segala tipu muslihat Iblis. Ketahuilah bahwa Iblis selalu menjalankan taktik liciknya dengan berbagai macam cara untuk menjatuhkan iman anak-anak Tuhan. Jika kita tidak melawannya, kita akan terseret dan termakan oleh bujuk rayu Iblis. Rasul Petrus menasihatkan, "Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama." (1 Petrus 5:9).
Memang untuk menjadi prajurit yang benar-benar tangguh di akhir zaman tidaklah mudah, ada harga yang harus kita bayar: 1. Fokus kepada Tuhan sepenuhnya. Dikatakan, "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4). Seorang prajurit yang masih harus terus disibukkan dengan urusan pribadi dan mengesampingkan perkara-perkara rohani tidak akan berkenan kepada Tuhan. Banyak orang Kristen yang tidak lagi mengutamakan Tuhan dalam hidupnya: jam-jam doanya berkurang, tidak lagi tekun membaca dan merenungkan firman Tuhan dan mulai malas beribadah dengan alasan capai atau sibuk bekerja. Sangatlah berbahaya bila seorang prajurit telah kehilangan fokus saat berperang meski itu hanya sesaat saja karena ia bisa kehilangan nyawanya.
Tuhan adalah komandan kita, dan sebagai prajurit kita harus taat kepadaNya. Apa pun yang diperintahkan komandan kita harus kerjakan dengan sepenuh hati tanpa ada perbantahan! (Bersambung).
Wednesday, August 22, 2012
JANGAN RAGUKAN KUASA TUHAN! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2012 -
Baca: 2 Korintus 1:12-24
"Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin" untuk memuliakan Allah." 2 Korintus 1:20
Sebelum melangkah lebih jauh di hari yang baru ini, kita kembali diingatkan, "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?" (Kejadian 18:14a). Tidak ada! Ayat nas di atas juga menegaskan bahwa semua janji Tuhan itu ya dan amin. Daud, seorang yang memiliki banyak pengalaman pribadi bersama Tuhan dan telah mengecap kebaikanNya, pun mencatat bahwa: "Janji Tuhan adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Karena itu mari kita jalani hari ini dengan penuh iman. Yakinlah bahwa Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencanaNya yang gagal (baca Ayub 42:2). Jika kita terus ragu akan kuasa Tuhan, mustahil kita akan mengalami penggenapan janji Tuhan. Jangan mau diprovokasi oleh Iblis yang tiada henti-hentinya membisikkan hal-hal negatif ke telinga orang percaya supaya takut, cemas dan kuatir.
Tuhan selalu punya cara untuk menolong kita; Ia dapat menggunakan cara-cara yang sederhana untuk menyelesaikan masalah-masalah besar. Bangsa Israel dipelihara Tuhan secara ajaib selama 40 tahun di padang gurun; tembok Yerikho yang terkenal sangat kuat akhirnya runtuh ketika bangsa Israel mengelilinginya sebanyak tujuh kali dengan disertai tiupan sangkakala; Goliat, si raksasa dari Filistin, tewas di tangan Daud hanya dengan ketapel dan batu; Elia dipelihara Tuhan di tepi sungai Kerit melalui burung gagak; Tuhan Yesus hanya dengan lima roti dan dua ikan sanggup memberi makan 5000 orang. Adakah sesuatu yang terlalu besar untuk dilakukan Tuhan?
Tuhan Yesus berkata, "Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23). Jadi tidak ada gunung persoalan yang tak dapat terselesaikan di dalam Tuhan. Di masa-masa sekarang ini banyak sekali kesukaran terjadi tetapi kita pasti akan mampu melewatinya sebab ada Tuhan Yesus yang menjadi jaminan hidup kita, di mana pertolonganNya tidak pernah terlambat!
Itulah sebabnya "...kepada Tuhan akau percaya dengan tidak ragu-ragu." Mazmur 26:1b
Baca: 2 Korintus 1:12-24
"Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin" untuk memuliakan Allah." 2 Korintus 1:20
Sebelum melangkah lebih jauh di hari yang baru ini, kita kembali diingatkan, "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?" (Kejadian 18:14a). Tidak ada! Ayat nas di atas juga menegaskan bahwa semua janji Tuhan itu ya dan amin. Daud, seorang yang memiliki banyak pengalaman pribadi bersama Tuhan dan telah mengecap kebaikanNya, pun mencatat bahwa: "Janji Tuhan adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Karena itu mari kita jalani hari ini dengan penuh iman. Yakinlah bahwa Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencanaNya yang gagal (baca Ayub 42:2). Jika kita terus ragu akan kuasa Tuhan, mustahil kita akan mengalami penggenapan janji Tuhan. Jangan mau diprovokasi oleh Iblis yang tiada henti-hentinya membisikkan hal-hal negatif ke telinga orang percaya supaya takut, cemas dan kuatir.
Tuhan selalu punya cara untuk menolong kita; Ia dapat menggunakan cara-cara yang sederhana untuk menyelesaikan masalah-masalah besar. Bangsa Israel dipelihara Tuhan secara ajaib selama 40 tahun di padang gurun; tembok Yerikho yang terkenal sangat kuat akhirnya runtuh ketika bangsa Israel mengelilinginya sebanyak tujuh kali dengan disertai tiupan sangkakala; Goliat, si raksasa dari Filistin, tewas di tangan Daud hanya dengan ketapel dan batu; Elia dipelihara Tuhan di tepi sungai Kerit melalui burung gagak; Tuhan Yesus hanya dengan lima roti dan dua ikan sanggup memberi makan 5000 orang. Adakah sesuatu yang terlalu besar untuk dilakukan Tuhan?
Tuhan Yesus berkata, "Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23). Jadi tidak ada gunung persoalan yang tak dapat terselesaikan di dalam Tuhan. Di masa-masa sekarang ini banyak sekali kesukaran terjadi tetapi kita pasti akan mampu melewatinya sebab ada Tuhan Yesus yang menjadi jaminan hidup kita, di mana pertolonganNya tidak pernah terlambat!
Itulah sebabnya "...kepada Tuhan akau percaya dengan tidak ragu-ragu." Mazmur 26:1b
Tuesday, August 21, 2012
JANGAN RAGUKAN KUASA TUHAN! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2012 -
Baca: Markus 9:14-29
"Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" Markus 9:23
Sebagai orang percaya, kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan yang hidup, yang tak terbatas kuasaNya dan Mahasanggup di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Karena kuasaNya yang tak terbatas, tidak ada mustahil bagi Dia. Sebesar apa pun persoalan atau masalah yang kita hadapi Tuhan sanggup menolong kita.
Ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini menyatakan bahwa ada seorang anak yang kerasukan roh hingga dia menjadi bisu, "Dan setiap kali roh itu menyerang dia, roh itu membantingkannya ke tanah; lalu mulutnya berbusa, giginya bekertakan dan tubuhnya menjadi kejang." (Markus 9:18a). Lalu anak ini dibawa kepada Tuhan Yesus. Tuhan berkata, "'...jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!' Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!'" (Markus 9:23-24). Dan mujizat pun terjadi, "...keluarlah roh itu sambil berteriak dan menggoncang-goncang anak itu dengan hebatnya. Anak itu kelihatannya seperti orang mati, sehingga banyak orang yang berkata: 'Ia sudah mati.' Tetapi Yesus memegang tangan anak itu dan membangunkannya, lalu ia bangkit sendiri.'" (Markus 9:26-27). Luar biasa!
Seringkali kita bertanya dalam hati, "Mungkinkah mujizat terjadi dalam hidupku? Sanggupkah Tuhan menyembuhkan sakitku?" Bukankah hal ini menunjukkan bahwa kita belum mengenal siapa Tuhan kita, betapa besar dan hebat kuasaNya? Ingat, kuasa Tuhan tidak pernah berubah! Kalau dahulu Dia sanggup melakukan mujizat, hari ini juga ia tetap sanggup. Alkitab menegaskan, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Karena itu buang segala keraguan dan kebimbangan yang ada. Perihal doa dan permohonan, Yakobus mengingatkan, "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Jika kita percaya dengan sungguh akan kuasa Tuhan, Ia mewujudkan apa pun yang kita imani.
Jika bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil dan bagi orang percaya juga tidak ada yang mustahil, apakah yang membuat sesuatu menjadi mustahil bagi kita? Jawabnya adalah karena keraguan kita.
Baca: Markus 9:14-29
"Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" Markus 9:23
Sebagai orang percaya, kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan yang hidup, yang tak terbatas kuasaNya dan Mahasanggup di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Karena kuasaNya yang tak terbatas, tidak ada mustahil bagi Dia. Sebesar apa pun persoalan atau masalah yang kita hadapi Tuhan sanggup menolong kita.
Ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini menyatakan bahwa ada seorang anak yang kerasukan roh hingga dia menjadi bisu, "Dan setiap kali roh itu menyerang dia, roh itu membantingkannya ke tanah; lalu mulutnya berbusa, giginya bekertakan dan tubuhnya menjadi kejang." (Markus 9:18a). Lalu anak ini dibawa kepada Tuhan Yesus. Tuhan berkata, "'...jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!' Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!'" (Markus 9:23-24). Dan mujizat pun terjadi, "...keluarlah roh itu sambil berteriak dan menggoncang-goncang anak itu dengan hebatnya. Anak itu kelihatannya seperti orang mati, sehingga banyak orang yang berkata: 'Ia sudah mati.' Tetapi Yesus memegang tangan anak itu dan membangunkannya, lalu ia bangkit sendiri.'" (Markus 9:26-27). Luar biasa!
Seringkali kita bertanya dalam hati, "Mungkinkah mujizat terjadi dalam hidupku? Sanggupkah Tuhan menyembuhkan sakitku?" Bukankah hal ini menunjukkan bahwa kita belum mengenal siapa Tuhan kita, betapa besar dan hebat kuasaNya? Ingat, kuasa Tuhan tidak pernah berubah! Kalau dahulu Dia sanggup melakukan mujizat, hari ini juga ia tetap sanggup. Alkitab menegaskan, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Karena itu buang segala keraguan dan kebimbangan yang ada. Perihal doa dan permohonan, Yakobus mengingatkan, "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Jika kita percaya dengan sungguh akan kuasa Tuhan, Ia mewujudkan apa pun yang kita imani.
Jika bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil dan bagi orang percaya juga tidak ada yang mustahil, apakah yang membuat sesuatu menjadi mustahil bagi kita? Jawabnya adalah karena keraguan kita.
Monday, August 20, 2012
PERLOMBAAN IMAN: Fokus Kepada Kristus!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2012 -
Baca: Filipi 2:12-18
"Sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah." Filipi 2:16
Yakobus dalam suratnya berkata, "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Segala keinginan dan hawa nafsu bila sudah dibuahi akan menghasilkan dosa, dan bila dosa itu tidak segera kita bereskan di hadapan Tuhan akan membuat kita makin jauh dari Tuhan, artinya kita akan terlempar dari kompetisi iman. Alkitab menyatakan, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9), bahkan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Jika ada dosa segeralah datang kepada Tuhan dan mohon pengampunan kepadaNya dengan sungguh, Dia pasti akan mengampuni dosa kita.
2. Kita harus memusatkan perhatian kepada Kristus. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus," (Ibrani 12:2). Artinya, fokus 'mata' kita hanya tertuju kepada Tuhan Yesus. Dalam Ibrani 12:14 disampaikan bahwa "...tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan." Jadi hanya orang-orang yang hidup dalam kekudusan yang dapat melihat Tuhan. "Melihat Tuhan" di sini mungkin tidak harus kasat mata, tetapi 'mata iman' kita terarah kepadaNya yaitu kepada salib Kristus. Dengan memandang salib kristus kita tidak hanya diingatkan akan penderitaan dan pengorbanan Tuhan Yesus, tapi juga kemuliaanNya. Rasul Paulus mengingatkan kita, "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:8-9).
Dalam perlombaan iman kita diperhadapkan dengan ujian dan penderitaan. Namun kita tidak boleh menjadi lemah atau putus asa (baca Ibrani 12:3).
Kita harus tetap kuat dalam perlombaan iman ini, sebab penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (baca Roma 8:18).
Baca: Filipi 2:12-18
"Sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah." Filipi 2:16
Yakobus dalam suratnya berkata, "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Segala keinginan dan hawa nafsu bila sudah dibuahi akan menghasilkan dosa, dan bila dosa itu tidak segera kita bereskan di hadapan Tuhan akan membuat kita makin jauh dari Tuhan, artinya kita akan terlempar dari kompetisi iman. Alkitab menyatakan, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9), bahkan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Jika ada dosa segeralah datang kepada Tuhan dan mohon pengampunan kepadaNya dengan sungguh, Dia pasti akan mengampuni dosa kita.
2. Kita harus memusatkan perhatian kepada Kristus. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus," (Ibrani 12:2). Artinya, fokus 'mata' kita hanya tertuju kepada Tuhan Yesus. Dalam Ibrani 12:14 disampaikan bahwa "...tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan." Jadi hanya orang-orang yang hidup dalam kekudusan yang dapat melihat Tuhan. "Melihat Tuhan" di sini mungkin tidak harus kasat mata, tetapi 'mata iman' kita terarah kepadaNya yaitu kepada salib Kristus. Dengan memandang salib kristus kita tidak hanya diingatkan akan penderitaan dan pengorbanan Tuhan Yesus, tapi juga kemuliaanNya. Rasul Paulus mengingatkan kita, "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:8-9).
Dalam perlombaan iman kita diperhadapkan dengan ujian dan penderitaan. Namun kita tidak boleh menjadi lemah atau putus asa (baca Ibrani 12:3).
Kita harus tetap kuat dalam perlombaan iman ini, sebab penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (baca Roma 8:18).
Sunday, August 19, 2012
PERLOMBAAN IMAN: Tanggalkan Beban dan Dosa!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2012 -
Baca: Ibrani 12:1-17
"Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." Ibrani 12:1
Kejuaraan olahraga multi event terakbar sedunia yaitu Olimpiade London yang sedang berlangsung dari tanggal 27 Juli 2012 sampai 12 Agustus 2012 baru saja usai hingar-bingarnya. Semua atlet terbaik dari seluruh negara di penjuru dunia telah berkumpul di sana, saling berkompetisi untuk memperebutkan yang terbaik dari tiap-tiap cabang olahraga. Para juara telah memperoleh mahkotanya dalam wujud medali emas (emas, perak dan perunggu). Suatu prestasi yang sangat membanggakan karena mereka telah mengharumkan nama bangsa dan negaranya di kancah internasional.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata kompetisi atau perlombaan sama dengan persaingan; pertandingan untuk meraih yang terbaik; sistem pertandingan olahraga yang mengharuskan semua pihak saling bertanding. Dengan kata lain, esensi sebuah kompetisi adalah bersaing, bertanding, berlomba, dan saling mendahului satu dengan yang lain untuk meraih yang terbaik. Karena itu setiap orang yang masuk dalam sebuah kompetisi harus mempersiapkan dirinya sedemikian rupa supaya tampil sebagai pemenang. Tekun berlatih, pantang menyerah dan memiliki kesiapan mental adalah kunci untuk mencapai goal yaitu kemenangan. Tanpa itu semua, it's just in the sky (hanya angan-angan belaka)!
Dalam konsep kehidupan rohani orang percaya kita ini diibaratkan sebagai atlet-atlet yang sedang berkompetisi/berlomba untuk mendapatkan mahkota kehidupan bagi siapa saja yang berhasil memenangi pertandingan. Alkitab menasihatkan bahwa untuk bisa tampil sebagai pemenang dalam perlombaan iman ini langkah yang harus kita tempuh adalah: 1. Kita harus menanggalkan semua beban dan dosa. Apa yang menjadi beban dan pergumulan Saudara selama ini? Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Bawa semua beban dan permasalahan hidup ini kepada Tuhan, Dia pasti akan menolong dan memberi pertolongan kepada kita. Seseorang yang berbeban berat dan letih lesu tidak akan mungkin berhasil dalam kompetisi/perlombaan iman, itu hanya akan menjadi penghalang bagi kita untuk melangkah maju! (Bersambung)
Baca: Ibrani 12:1-17
"Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." Ibrani 12:1
Kejuaraan olahraga multi event terakbar sedunia yaitu Olimpiade London yang sedang berlangsung dari tanggal 27 Juli 2012 sampai 12 Agustus 2012 baru saja usai hingar-bingarnya. Semua atlet terbaik dari seluruh negara di penjuru dunia telah berkumpul di sana, saling berkompetisi untuk memperebutkan yang terbaik dari tiap-tiap cabang olahraga. Para juara telah memperoleh mahkotanya dalam wujud medali emas (emas, perak dan perunggu). Suatu prestasi yang sangat membanggakan karena mereka telah mengharumkan nama bangsa dan negaranya di kancah internasional.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata kompetisi atau perlombaan sama dengan persaingan; pertandingan untuk meraih yang terbaik; sistem pertandingan olahraga yang mengharuskan semua pihak saling bertanding. Dengan kata lain, esensi sebuah kompetisi adalah bersaing, bertanding, berlomba, dan saling mendahului satu dengan yang lain untuk meraih yang terbaik. Karena itu setiap orang yang masuk dalam sebuah kompetisi harus mempersiapkan dirinya sedemikian rupa supaya tampil sebagai pemenang. Tekun berlatih, pantang menyerah dan memiliki kesiapan mental adalah kunci untuk mencapai goal yaitu kemenangan. Tanpa itu semua, it's just in the sky (hanya angan-angan belaka)!
Dalam konsep kehidupan rohani orang percaya kita ini diibaratkan sebagai atlet-atlet yang sedang berkompetisi/berlomba untuk mendapatkan mahkota kehidupan bagi siapa saja yang berhasil memenangi pertandingan. Alkitab menasihatkan bahwa untuk bisa tampil sebagai pemenang dalam perlombaan iman ini langkah yang harus kita tempuh adalah: 1. Kita harus menanggalkan semua beban dan dosa. Apa yang menjadi beban dan pergumulan Saudara selama ini? Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Bawa semua beban dan permasalahan hidup ini kepada Tuhan, Dia pasti akan menolong dan memberi pertolongan kepada kita. Seseorang yang berbeban berat dan letih lesu tidak akan mungkin berhasil dalam kompetisi/perlombaan iman, itu hanya akan menjadi penghalang bagi kita untuk melangkah maju! (Bersambung)
Saturday, August 18, 2012
PIKIRAN POSITIF: Mendapatkan Hal-Hal yang Baik!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2012 -
Baca: 2 Korintus 8:16-24
"Karena kami memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia." 2 korintus 8:21
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa siapa kita adalah apa yang kita pikirkan. Dalam Amsal 23:7a dikatakan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." Oleh karena itu, kita harus menjaga pikiran kita agar tetap positif dan bersih. Mari kita belajar seperti Rasul Paulus yang senantiasa, "...memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia." Jangan remehkan apa yang ada di dalam pikiran kita! Jika kita terus mengembangkan pikiran-pikiran negatif, suatu saat pasti akan menuai kegagalan, kemiskinan, kesusahan, kehancuran, sakit-penyakit, atau kekurangan. Mulai sekarang berpikirlah tentang hal-hal besar tentang keberhasilan, kesuksesan, kesembuhan, hidup yang diberkati.
Allah dengan jelas menasihatkan, "...saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8). Berpikiran positif berarti pikiran yang diubah dan dipenuhi oleh firman Tuhan. Perhatikan pula yang disampaikan Tuhan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Bila kita ingin memiliki hidup yang berkemenangan, berhasil dan diberkati Tuhan, kita harus selalu berpikiran positif karena pikiran kita dapat menentukan perkataan dan perbuatan kita. Bila pikiran kita senantiasa baik, maka kata-kata yang keluar dari mulut kita dan juga perbuatan kita pun akan baik. Demikian pula sebaliknya! Mengapa kita harus selalu berpikiran positif? Dengan berpikiran positif berarti kita memiliki pikiran Kristus, sebab "Tuhan itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat." (Mazmur 25:8).
Ini menegaskan bahwa segala yang baik dan benar itu datangnya dari Tuhan dan bila kita ingin mendapatkan hal-hal yang baik dari Dia, pikiran kita pun harus sesuai dengan firmanNya!
Baca: 2 Korintus 8:16-24
"Karena kami memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia." 2 korintus 8:21
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa siapa kita adalah apa yang kita pikirkan. Dalam Amsal 23:7a dikatakan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." Oleh karena itu, kita harus menjaga pikiran kita agar tetap positif dan bersih. Mari kita belajar seperti Rasul Paulus yang senantiasa, "...memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia." Jangan remehkan apa yang ada di dalam pikiran kita! Jika kita terus mengembangkan pikiran-pikiran negatif, suatu saat pasti akan menuai kegagalan, kemiskinan, kesusahan, kehancuran, sakit-penyakit, atau kekurangan. Mulai sekarang berpikirlah tentang hal-hal besar tentang keberhasilan, kesuksesan, kesembuhan, hidup yang diberkati.
Allah dengan jelas menasihatkan, "...saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8). Berpikiran positif berarti pikiran yang diubah dan dipenuhi oleh firman Tuhan. Perhatikan pula yang disampaikan Tuhan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Bila kita ingin memiliki hidup yang berkemenangan, berhasil dan diberkati Tuhan, kita harus selalu berpikiran positif karena pikiran kita dapat menentukan perkataan dan perbuatan kita. Bila pikiran kita senantiasa baik, maka kata-kata yang keluar dari mulut kita dan juga perbuatan kita pun akan baik. Demikian pula sebaliknya! Mengapa kita harus selalu berpikiran positif? Dengan berpikiran positif berarti kita memiliki pikiran Kristus, sebab "Tuhan itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat." (Mazmur 25:8).
Ini menegaskan bahwa segala yang baik dan benar itu datangnya dari Tuhan dan bila kita ingin mendapatkan hal-hal yang baik dari Dia, pikiran kita pun harus sesuai dengan firmanNya!
Friday, August 17, 2012
PENGHAMBAT BERKAT BAGI BANGSA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2012 -
Baca: 2 Tawarikh 7:11-22
"dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." 2 Tawarikh 7:14
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Hari ini kita memperingati hari kemerdekaan bangsa kita yang ke-67 tahun. Bagi manusia umur 67 tahun adalah usia lanjut, tapi bagi suatu negara masih tergolong sangat muda jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah merdeka ratusan tahun, semisal Amerika Serikat yang merdeka sejak 4 Juli 1776. Namun kita patut bersyukur kepada Tuhan karena bangsa kita telah terbebas dari perbudakan dan penjajahan bangsa lain. Ini adalah anugerah Tuhan yang tak ternilai dan patut disyukuri!
Sayang, meski telah mencapai usia 67 tahun, negara ini belum juga berhasil menegakkan kebenaran, keadilan maupun mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sana-sini masih banyak ketimpangan dalam hal pemerataan pembangunan; belum lagi korupsi yang kian mewabah dan sepertinya telah menjadi trend di kalangan pejabat tinggi negara, maraknya demo, kekerasan atau pertikaian antargolongan, padahal dunia mengakui Indonesia sangat kaya hasil bumi dan laut nya, juga komoditas pariwisata plus sumber daya manusianya sehingga menjadi pengekspor TKI terbesar di dunia.
Mengapa bisa terjadi? Ini dikarenakan banyak pemimpin negara kita yang hidup tidak takut akan Tuhan, akibatnya berkat-berkat Tuhan menjadi terhalang. Dosa bangsa ini menghambat segala yang baik dari tuhan! Itulah sebabnya seluruh umat Kristiani di dunia dan Indonesia terpanggil doa bersama bagi dunia, teristimewa bagi kebangkitan bangsa Indonesia dalam tajuk World Prayer Assembly (WPA) beberapa waktu lalu. Kita berdoa bagi para pemimpin bangsa ini supaya memiliki hati yang taat kepada Tuhan, berdoa bagi kesejahteraan kota di mana kita tinggal. Ayat nas menyatakan bila umat Tuhan merendahkan diri, berdoa dan mencari wajahNya, Ia akan turun tangan memulihkan bangsa kita! Hidup dalam pertobatan yang sungguh adalah kunci pemulihan!
Tuhan akan mencurahkan berkatNya bagi bangsa ini asal kita hidup dalam pertobatan!
Baca: 2 Tawarikh 7:11-22
"dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." 2 Tawarikh 7:14
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Hari ini kita memperingati hari kemerdekaan bangsa kita yang ke-67 tahun. Bagi manusia umur 67 tahun adalah usia lanjut, tapi bagi suatu negara masih tergolong sangat muda jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah merdeka ratusan tahun, semisal Amerika Serikat yang merdeka sejak 4 Juli 1776. Namun kita patut bersyukur kepada Tuhan karena bangsa kita telah terbebas dari perbudakan dan penjajahan bangsa lain. Ini adalah anugerah Tuhan yang tak ternilai dan patut disyukuri!
Sayang, meski telah mencapai usia 67 tahun, negara ini belum juga berhasil menegakkan kebenaran, keadilan maupun mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sana-sini masih banyak ketimpangan dalam hal pemerataan pembangunan; belum lagi korupsi yang kian mewabah dan sepertinya telah menjadi trend di kalangan pejabat tinggi negara, maraknya demo, kekerasan atau pertikaian antargolongan, padahal dunia mengakui Indonesia sangat kaya hasil bumi dan laut nya, juga komoditas pariwisata plus sumber daya manusianya sehingga menjadi pengekspor TKI terbesar di dunia.
Mengapa bisa terjadi? Ini dikarenakan banyak pemimpin negara kita yang hidup tidak takut akan Tuhan, akibatnya berkat-berkat Tuhan menjadi terhalang. Dosa bangsa ini menghambat segala yang baik dari tuhan! Itulah sebabnya seluruh umat Kristiani di dunia dan Indonesia terpanggil doa bersama bagi dunia, teristimewa bagi kebangkitan bangsa Indonesia dalam tajuk World Prayer Assembly (WPA) beberapa waktu lalu. Kita berdoa bagi para pemimpin bangsa ini supaya memiliki hati yang taat kepada Tuhan, berdoa bagi kesejahteraan kota di mana kita tinggal. Ayat nas menyatakan bila umat Tuhan merendahkan diri, berdoa dan mencari wajahNya, Ia akan turun tangan memulihkan bangsa kita! Hidup dalam pertobatan yang sungguh adalah kunci pemulihan!
Tuhan akan mencurahkan berkatNya bagi bangsa ini asal kita hidup dalam pertobatan!
Thursday, August 16, 2012
PENGALAMAN ADALAH GURU TERBAIK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2012 -
Baca: 2 Samuel 12:1-25
"Lalu berkatalah Daud kepada Natan: 'Aku sudah berdosa kepada Tuhan.' Dan Natan berkata kepada Daud: 'Tuhan telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati.'" 2 Samuel 12:13
Setiap orang pernah melakukan kesalahan, namun hendaknya kita mampu memperbaiki kesalahan itu dan berusaha untuk tidak mengulanginya. Jadikan itu sebagai pengalaman yang berharga karena pengalaman adalah guru yang terbaik. Makna dari "pengalaman adalah guru terbaik" adalah adanya suatu kejadian atau peristiwa yang menimpa hidup kita di masa lalu, baik menyenangkan atau pun tidak menyenangkan, kemudian kita menjadikannya sebagai suatu pelajaran, peringatan dan motivasi yang berharga dalam menyikapi dan menentukan langkah perjalanan hidup kita selanjutnya.
Ada pepatah mengatakan: "Keledai akan terperosok ke lubang yang sama." Jika kita tidak mau belajar dari pengalaman, suatu saat kita akan melakukan kesalahan yang sama bahkan mungkin lebih parah dari yang sebelumnya dan itu justru akan membawa kita kepada kehancuran. Hal ini pernah terjadi dalam kehidupan raja Daud. Ia jatuh dalam dosa perzinahan dengan Batsyeba, padahal Batsyeba adalah isteri Uria, panglimanya sendiri (baca 2 Samuel 11). Apa yang dilakukan Daud ini adalah suatu kekejian di hadapan Tuhan, dan serapat-rapatnya Daud ini menyimpan dosa di depan manusia, di hadapan Tuhan semua itu terbuka jelas. "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Tuhan tidak tinggal diam sehingga Ia mengutus Natan untuk menegur dan memperingatkan Daud. Akhirnya Daud menyesal dan Tuhan pun mengampuni kesalahannya, namun setiap dosa selalu membawa konsekuensi, "...anak yang lahir bagimu itu akan mati." (2 Samuel 12:14).
Pengalaman Daud kiranya menjadi guru terbaik bagi kita sekalian, karena belajar dari pengalaman orang lain adalah cara yang paling mudah dan efisien. Ingat! Setiap perbuatan dosa selalu membawa dampak yang sangat mengerikan, oleh karena itu jangan main-main dengan dosa.
Segeralah bertobat, pasti Tuhan mengampuni dan memulikan keadaan kita!
Baca: 2 Samuel 12:1-25
"Lalu berkatalah Daud kepada Natan: 'Aku sudah berdosa kepada Tuhan.' Dan Natan berkata kepada Daud: 'Tuhan telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati.'" 2 Samuel 12:13
Setiap orang pernah melakukan kesalahan, namun hendaknya kita mampu memperbaiki kesalahan itu dan berusaha untuk tidak mengulanginya. Jadikan itu sebagai pengalaman yang berharga karena pengalaman adalah guru yang terbaik. Makna dari "pengalaman adalah guru terbaik" adalah adanya suatu kejadian atau peristiwa yang menimpa hidup kita di masa lalu, baik menyenangkan atau pun tidak menyenangkan, kemudian kita menjadikannya sebagai suatu pelajaran, peringatan dan motivasi yang berharga dalam menyikapi dan menentukan langkah perjalanan hidup kita selanjutnya.
Ada pepatah mengatakan: "Keledai akan terperosok ke lubang yang sama." Jika kita tidak mau belajar dari pengalaman, suatu saat kita akan melakukan kesalahan yang sama bahkan mungkin lebih parah dari yang sebelumnya dan itu justru akan membawa kita kepada kehancuran. Hal ini pernah terjadi dalam kehidupan raja Daud. Ia jatuh dalam dosa perzinahan dengan Batsyeba, padahal Batsyeba adalah isteri Uria, panglimanya sendiri (baca 2 Samuel 11). Apa yang dilakukan Daud ini adalah suatu kekejian di hadapan Tuhan, dan serapat-rapatnya Daud ini menyimpan dosa di depan manusia, di hadapan Tuhan semua itu terbuka jelas. "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Tuhan tidak tinggal diam sehingga Ia mengutus Natan untuk menegur dan memperingatkan Daud. Akhirnya Daud menyesal dan Tuhan pun mengampuni kesalahannya, namun setiap dosa selalu membawa konsekuensi, "...anak yang lahir bagimu itu akan mati." (2 Samuel 12:14).
Pengalaman Daud kiranya menjadi guru terbaik bagi kita sekalian, karena belajar dari pengalaman orang lain adalah cara yang paling mudah dan efisien. Ingat! Setiap perbuatan dosa selalu membawa dampak yang sangat mengerikan, oleh karena itu jangan main-main dengan dosa.
Segeralah bertobat, pasti Tuhan mengampuni dan memulikan keadaan kita!
Wednesday, August 15, 2012
DIPERCAYA TUHAN DAN SESAMA: Perkara Besar Terjadi!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2012 -
Baca: 1 Tawarikh 17:16-27
"Ya Tuhan, oleh karena hamba-Mu ini dan menurut hati-Mu Engkau telah melakukan segala perkara yang besar ini dengan memberitahukan segala perkara yang besar itu." 1 Tawarikh 17:19
Bagaimana supaya kita bisa menjadi orang kepercayaan, baik di hadapan Tuhan dan juga manusia? Supaya dapat menjadi orang kepercayaan, kita harus terlebih dahulu membuktikan diri bahwa kita ini layak dipercaya. Ini berbicara tentang kesetiaan, ketekunan dan loyalitas! Ada harga yang harus kita bayar! Jika kita tidak setia, tidak tekun, tidak loyal dan tidak bersungguh-sungguh, bagaimana kita bisa dipercaya untuk hal-hal yang lebih besar. Tuhan Yesus berkata, "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12a). Abraham, Musa, Daud, Yosua, Rasul Paulus adalah beberapa dari sekian banyak tokoh Alkitab yang dipercaya Tuhan dan karenanya perkara-perkara yang besar dan dahsyat senantiasa mengikuti perjalanan hidup mereka.
Jika Tuhan mempercayai kita, Ia juga akan menyertai, menguatkan, menolong dan memberikan kita kemampuan untuk mengerjakan segala perkara melalui kuasa Roh KudusNya dan menunjukkan jalan atau cara yang harus kita tempuh. Sebagaimana "Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel." (Mazmur 103:7). Ia juga memakai apa yang kita miliki, bukan dengan apa yang tidak kita miliki, sebagai modal dalam mewujudkan apa yang Ia percayakan.
Haruslah selalu kita ingat bahwa jika kita dipercaya oleh Tuhan bukan karena kita hebat, semua semata-mata karena kemurahan dan anugerahNya atas kita. Karena itu kita harus menangkap setiap kepercayaan yang ada dengan iman yang sungguh kepada Tuhan dan mengerjakannya dengan penuh ketaatan. Jangan sekali-kali melepaskan setiap kepercayaan yang ada, peliharalah itu dengan baik, karena ada upah besar menanti!
"...aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." 2 Timotius 1:12
Baca: 1 Tawarikh 17:16-27
"Ya Tuhan, oleh karena hamba-Mu ini dan menurut hati-Mu Engkau telah melakukan segala perkara yang besar ini dengan memberitahukan segala perkara yang besar itu." 1 Tawarikh 17:19
Bagaimana supaya kita bisa menjadi orang kepercayaan, baik di hadapan Tuhan dan juga manusia? Supaya dapat menjadi orang kepercayaan, kita harus terlebih dahulu membuktikan diri bahwa kita ini layak dipercaya. Ini berbicara tentang kesetiaan, ketekunan dan loyalitas! Ada harga yang harus kita bayar! Jika kita tidak setia, tidak tekun, tidak loyal dan tidak bersungguh-sungguh, bagaimana kita bisa dipercaya untuk hal-hal yang lebih besar. Tuhan Yesus berkata, "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12a). Abraham, Musa, Daud, Yosua, Rasul Paulus adalah beberapa dari sekian banyak tokoh Alkitab yang dipercaya Tuhan dan karenanya perkara-perkara yang besar dan dahsyat senantiasa mengikuti perjalanan hidup mereka.
Jika Tuhan mempercayai kita, Ia juga akan menyertai, menguatkan, menolong dan memberikan kita kemampuan untuk mengerjakan segala perkara melalui kuasa Roh KudusNya dan menunjukkan jalan atau cara yang harus kita tempuh. Sebagaimana "Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel." (Mazmur 103:7). Ia juga memakai apa yang kita miliki, bukan dengan apa yang tidak kita miliki, sebagai modal dalam mewujudkan apa yang Ia percayakan.
Haruslah selalu kita ingat bahwa jika kita dipercaya oleh Tuhan bukan karena kita hebat, semua semata-mata karena kemurahan dan anugerahNya atas kita. Karena itu kita harus menangkap setiap kepercayaan yang ada dengan iman yang sungguh kepada Tuhan dan mengerjakannya dengan penuh ketaatan. Jangan sekali-kali melepaskan setiap kepercayaan yang ada, peliharalah itu dengan baik, karena ada upah besar menanti!
"...aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." 2 Timotius 1:12
Tuesday, August 14, 2012
DIPERCAYA TUHAN DAN SESAMA: Modal Sukses!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2012 -
Baca: Kolose 1:24-29
"Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya dengan sepenuhnya kepada kamu," Kolose 1:25
Menjadi orang kepercayaan adalah modal sukses bagi setiap orang, suatu prestasi yang tidak bisa dianggap sepele. Ketika kita dipercaya oleh pimpinan di tempat bekerja, dipercaya oleh dosen menjadi asistennya di kampus, dipercaya oleh masyarakat menjadi wakilnya di lembaga pemerintah adalah sesuatu yang sangat membanggakan. Terlebih yang mempercayakan tugas dan tanggung jawab itu adalah Tuhan, itu suatu anugerah yang tak ternilai harganya; menjadi orang kepercayaan bukanlah hal yang mudah.
Rasul Paulus merespons kepercayaan dari Tuhan dengan segenap hati dan penuh sukacita: "Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat. Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus. Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku." (1 Kolose 1:24, 28, 29). Ia sadar bahwa memperoleh kepercayaan dari Tuhan bukan berarti perjalanan hidup ini akan menjadi mudah, mulus dan tanpa rintangan. Adakalanya hidup ini akan menjadi mudah, mulus dan tanpa rintangan. Adakalanya kita harus diperhadapkan pada ujian dan tantangan yang berat. Tapi Rasul Paulus tetap kuat dan bersukacita; mengapa? Karena jika Tuhan mempercayai kita, kuasaNya akan senantiasa menyertai kita, dan melalui kita Ia akan mengerjakan perkara-perkara yang besar, heran, ajaib dan penuh mujizat. Tuhan berkata kepada Paulus, "'Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.' Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9).
Ingat! Tidak semua orang beroleh kesempatan untuk dipercaya oleh Tuhan, karena itu jika saat ini kita dipercaya Tuhan, jangan pernah sia-siakan.
Mari kita kerjakan kepercayaan itu dengan setia, sepenuh hati dan segenap keberadaan hidup kita, karena beroleh kepercayaan dari Tuhan adalah modal untuk mengalami campur tanganNya!
Baca: Kolose 1:24-29
"Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya dengan sepenuhnya kepada kamu," Kolose 1:25
Menjadi orang kepercayaan adalah modal sukses bagi setiap orang, suatu prestasi yang tidak bisa dianggap sepele. Ketika kita dipercaya oleh pimpinan di tempat bekerja, dipercaya oleh dosen menjadi asistennya di kampus, dipercaya oleh masyarakat menjadi wakilnya di lembaga pemerintah adalah sesuatu yang sangat membanggakan. Terlebih yang mempercayakan tugas dan tanggung jawab itu adalah Tuhan, itu suatu anugerah yang tak ternilai harganya; menjadi orang kepercayaan bukanlah hal yang mudah.
Rasul Paulus merespons kepercayaan dari Tuhan dengan segenap hati dan penuh sukacita: "Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat. Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus. Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku." (1 Kolose 1:24, 28, 29). Ia sadar bahwa memperoleh kepercayaan dari Tuhan bukan berarti perjalanan hidup ini akan menjadi mudah, mulus dan tanpa rintangan. Adakalanya hidup ini akan menjadi mudah, mulus dan tanpa rintangan. Adakalanya kita harus diperhadapkan pada ujian dan tantangan yang berat. Tapi Rasul Paulus tetap kuat dan bersukacita; mengapa? Karena jika Tuhan mempercayai kita, kuasaNya akan senantiasa menyertai kita, dan melalui kita Ia akan mengerjakan perkara-perkara yang besar, heran, ajaib dan penuh mujizat. Tuhan berkata kepada Paulus, "'Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.' Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9).
Ingat! Tidak semua orang beroleh kesempatan untuk dipercaya oleh Tuhan, karena itu jika saat ini kita dipercaya Tuhan, jangan pernah sia-siakan.
Mari kita kerjakan kepercayaan itu dengan setia, sepenuh hati dan segenap keberadaan hidup kita, karena beroleh kepercayaan dari Tuhan adalah modal untuk mengalami campur tanganNya!
Monday, August 13, 2012
PERKATAAN KITA BERKUASA!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2012 -
Baca: Amsal 12:1-28
"Setiap orang dikenyangkan dengan kebaikan oleh karena buah perkataan, dan orang mendapat balasan dari pada yang dikerjakan tangannya." Amsal 12:14
Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya dengan kata-katanya yang diucapkan melalui mulutNya. "Jadilah terang." (Kejadian 1:3), maka terang itu jadi. "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air." (Kejadian 1:6), maka terjadilah apa yang diperkatakan Allah itu. Perkataan adalah unsur yang penting dalam proses penciptaan alam semesta ini. Jadi semua kata yang ke luar dari mulut Allah berkuasa. Juga ketika Yesus berada di bumi, semua perkataanNya penuh kuasa. Dengan berkata-kata Dia sanggup menyembuhkan sakit-penyakit, membangkitkan Lazarus yang sudah mati empat hari (baca Yohanes 11:43-44), angin ribut diredakan (baca Markus 4:39).
Karena kita ini diciptakan menurut gambar dan rupaNya, maka setiap perkataan yang ke luar dari mulut kita pun mengandung kuasa. Apa pun yang kita perkatakan akan berdampak terhadap masa depan kita. Maka marilah kita bersedia tak henti-hentinya diingatkan agar berhati-hati dengan perkataan kita. Perhatikan kata Yakobus, "Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar" (Yakobus 3:4-5a).
Masihkah kita semborono dengan perkataan kita? Dengan perkataan, kita daat membangun masa depan yang baik, tapi dapat pula menghancurkan masa depan kita sendiri. Dengan perkataan, kita dapat menguatkan, menghibur, melemahkan dan juga menyakiti orang lain. Janganlah jemu-jemu memperkatakan yang positif, karena apa yang kita percayai, bila kita ucapkan dengan iman, cepat atau lambat akan terwujud dalam alam nyata. Ucapkan janji firman Tuhan setiap hari dan berhentilah memperkatan yang negatif! Karena perkataan kita besar kuasanya, maka apa pun yang kita ucapkan harus selalu dalam pimpinan Roh Kudus dan sesuai dengan firman Tuhan.
"Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." Filipi 4:8
Baca: Amsal 12:1-28
"Setiap orang dikenyangkan dengan kebaikan oleh karena buah perkataan, dan orang mendapat balasan dari pada yang dikerjakan tangannya." Amsal 12:14
Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya dengan kata-katanya yang diucapkan melalui mulutNya. "Jadilah terang." (Kejadian 1:3), maka terang itu jadi. "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air." (Kejadian 1:6), maka terjadilah apa yang diperkatakan Allah itu. Perkataan adalah unsur yang penting dalam proses penciptaan alam semesta ini. Jadi semua kata yang ke luar dari mulut Allah berkuasa. Juga ketika Yesus berada di bumi, semua perkataanNya penuh kuasa. Dengan berkata-kata Dia sanggup menyembuhkan sakit-penyakit, membangkitkan Lazarus yang sudah mati empat hari (baca Yohanes 11:43-44), angin ribut diredakan (baca Markus 4:39).
Karena kita ini diciptakan menurut gambar dan rupaNya, maka setiap perkataan yang ke luar dari mulut kita pun mengandung kuasa. Apa pun yang kita perkatakan akan berdampak terhadap masa depan kita. Maka marilah kita bersedia tak henti-hentinya diingatkan agar berhati-hati dengan perkataan kita. Perhatikan kata Yakobus, "Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar" (Yakobus 3:4-5a).
Masihkah kita semborono dengan perkataan kita? Dengan perkataan, kita daat membangun masa depan yang baik, tapi dapat pula menghancurkan masa depan kita sendiri. Dengan perkataan, kita dapat menguatkan, menghibur, melemahkan dan juga menyakiti orang lain. Janganlah jemu-jemu memperkatakan yang positif, karena apa yang kita percayai, bila kita ucapkan dengan iman, cepat atau lambat akan terwujud dalam alam nyata. Ucapkan janji firman Tuhan setiap hari dan berhentilah memperkatan yang negatif! Karena perkataan kita besar kuasanya, maka apa pun yang kita ucapkan harus selalu dalam pimpinan Roh Kudus dan sesuai dengan firman Tuhan.
"Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." Filipi 4:8
Sunday, August 12, 2012
BANGUNLAH PAGI-PAGI, JANGAN LAMBAT!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tuhan, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." Mazmur 5:4
Membiasakan diri untuk bangun pagi-pagi adalah pekerjaan yang tidak mudah bagi kebanyakan orang, perlu latihan dan disiplin yang keras. Banyak kali kita bangun serba terburu-buru dan mepet dengan jadwal ke kantor atau beraktivitas. Bangun pagi saja begitu susah kita lakukan, apalagi disertai dengan bersaat teduh seperti yang dilakukan oleh Daud, yang senantiasa mengatur persembahan kepada Tuhan dan memuji-muji Tuhan pada waktu pagi (baca juga Mazmur 59:17). Namun, bangun pagi-pagi adalah gambaran dari sebuah kerja keras yang merupakan motto orang-orang yang berhasil dalam hidupnya. Dengan kata lain, orang-orang yang berhasil adalah mereka yang sangat menghargai waktu dan kerja keras. Mereka tidak pernah menyia-nyiakan waktu yang ada; tiap detik, menit, jam tak pernah luput dari hal-hal yang bermakna dan berkualitas.
Tuhan Yesus selama pelayanan di bumi juga bangun pagi-pagi untuk berdoa kepada Bapa di sorga. Tertulis: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Sebelum bertemu dan berbicara dengan banyak orang Ia terlebih dahulu mencari hadirat Bapa. Harus kita akui bahwa dengan bangun pagi-pagi kita dapat mengerjakan lebih banyak perkara dibanding jika kita selalu bangun dengan terlambat. Orang-orang pilihan Tuhan di dalam Alkitab juga melakukan hal yang sama. Ketika Sodom dan Gomora dimusnahkan Tuhan, Abraham "...pagi-pagi pergi ke tempat ia berdiri di hadapan Tuhan itu," (Kejadian 19:27) dan melihat kejadian tersebut; Yosua juga bangun pagi-pagi saat bersama para imam mengelilingi tembok Yerikho (Yosua 6:12), dan mjizat pun terjadi. Bahkan Salomo dalam amsalnya juga menyinggung tentang kebiasaan dari isteri yang cakap: "Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan." (Amsal 31:15).
Ingin menjadi orang yang diberkati? Jangan malas, hargai waktu dengan baik.
"Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Ratapan 3:22-23
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tuhan, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." Mazmur 5:4
Membiasakan diri untuk bangun pagi-pagi adalah pekerjaan yang tidak mudah bagi kebanyakan orang, perlu latihan dan disiplin yang keras. Banyak kali kita bangun serba terburu-buru dan mepet dengan jadwal ke kantor atau beraktivitas. Bangun pagi saja begitu susah kita lakukan, apalagi disertai dengan bersaat teduh seperti yang dilakukan oleh Daud, yang senantiasa mengatur persembahan kepada Tuhan dan memuji-muji Tuhan pada waktu pagi (baca juga Mazmur 59:17). Namun, bangun pagi-pagi adalah gambaran dari sebuah kerja keras yang merupakan motto orang-orang yang berhasil dalam hidupnya. Dengan kata lain, orang-orang yang berhasil adalah mereka yang sangat menghargai waktu dan kerja keras. Mereka tidak pernah menyia-nyiakan waktu yang ada; tiap detik, menit, jam tak pernah luput dari hal-hal yang bermakna dan berkualitas.
Tuhan Yesus selama pelayanan di bumi juga bangun pagi-pagi untuk berdoa kepada Bapa di sorga. Tertulis: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Sebelum bertemu dan berbicara dengan banyak orang Ia terlebih dahulu mencari hadirat Bapa. Harus kita akui bahwa dengan bangun pagi-pagi kita dapat mengerjakan lebih banyak perkara dibanding jika kita selalu bangun dengan terlambat. Orang-orang pilihan Tuhan di dalam Alkitab juga melakukan hal yang sama. Ketika Sodom dan Gomora dimusnahkan Tuhan, Abraham "...pagi-pagi pergi ke tempat ia berdiri di hadapan Tuhan itu," (Kejadian 19:27) dan melihat kejadian tersebut; Yosua juga bangun pagi-pagi saat bersama para imam mengelilingi tembok Yerikho (Yosua 6:12), dan mjizat pun terjadi. Bahkan Salomo dalam amsalnya juga menyinggung tentang kebiasaan dari isteri yang cakap: "Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan." (Amsal 31:15).
Ingin menjadi orang yang diberkati? Jangan malas, hargai waktu dengan baik.
"Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Ratapan 3:22-23
Saturday, August 11, 2012
MUNGKINKAH BERSUKACITA DI SEGALA KEADAAN? (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 92:1-16
"Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya Tuhan, dengan pekerjaan-Mu, karena perbuatan tangan-Mu aku akan bersorak-sorai." Mazmur 92:5
Jika setiap hari muka kita murung, ditekuk dan sama sekali tidak menyiratkan sukacita, apakah bedanya kita dengan orang-orang di luar Tuhan? Bagaimana kita bisa menjadi berkat bila dalam kehidupan kita sehari-hari tidak ada kemenangan dan sukacita?
Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus menasihati, "...saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!" (2 Korintus 13:11). Kata 'sempurna' yang dimaksud adalah semakin dewasa dalam menyikapi segala sesuatu, dan di segala keadaan tetap bisa bersukacita karena kita tahu kepada siapa kita berharap dan percaya bahwa perbuatan tangan Tuhan selalu heran dan ajaib, dan kita yakin bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia," (Roma 8:28). Oleh karena itu belajarlah mengucap syukur dalam segala hal, bahkan hal-hal yang tidak menyenangkan pun harus kita syukuri. Yang tidak boleh kita lupakan adalah selalu mengingat-ingat kebaikan Tuhan! Pemazmur berkata, "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala." (Mazmur 77:12). Memang sangat mudah bersukacita ketika kita sedang dalam kelimpahan atau tanpa masalah. Bagaimana saat tekanan hidup melanda dan badai hidup datang menerpa? Tuhan menghendaki kita mampu bersyukur karena di situlah akan terpancar kepercayaan kita kepada Tuhan. Inilah yang disebut korban syukur.
Seorang Kristen yang dewasa pasti menghasilkan buah-buah Roh dalam hidupnya dan salah satu buah Roh itu adalah sukacita. Artinya jika hidup kita senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus, sukacita dan menjadi bagian dari karakter kita. Jadi dalam keadaan apa pun jangan putus asa dan kehilangan harapan, percayakan segalnaya pada Tuhan dan tetaplah bersukacita.
Sukacita sejati datangnya dari Tuhan, bukan tergantung dari kondisi yang kita alami; karena itu melekatlah kepada Tuhan senantiasa.
Baca: Mazmur 92:1-16
"Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya Tuhan, dengan pekerjaan-Mu, karena perbuatan tangan-Mu aku akan bersorak-sorai." Mazmur 92:5
Jika setiap hari muka kita murung, ditekuk dan sama sekali tidak menyiratkan sukacita, apakah bedanya kita dengan orang-orang di luar Tuhan? Bagaimana kita bisa menjadi berkat bila dalam kehidupan kita sehari-hari tidak ada kemenangan dan sukacita?
Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus menasihati, "...saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!" (2 Korintus 13:11). Kata 'sempurna' yang dimaksud adalah semakin dewasa dalam menyikapi segala sesuatu, dan di segala keadaan tetap bisa bersukacita karena kita tahu kepada siapa kita berharap dan percaya bahwa perbuatan tangan Tuhan selalu heran dan ajaib, dan kita yakin bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia," (Roma 8:28). Oleh karena itu belajarlah mengucap syukur dalam segala hal, bahkan hal-hal yang tidak menyenangkan pun harus kita syukuri. Yang tidak boleh kita lupakan adalah selalu mengingat-ingat kebaikan Tuhan! Pemazmur berkata, "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala." (Mazmur 77:12). Memang sangat mudah bersukacita ketika kita sedang dalam kelimpahan atau tanpa masalah. Bagaimana saat tekanan hidup melanda dan badai hidup datang menerpa? Tuhan menghendaki kita mampu bersyukur karena di situlah akan terpancar kepercayaan kita kepada Tuhan. Inilah yang disebut korban syukur.
Seorang Kristen yang dewasa pasti menghasilkan buah-buah Roh dalam hidupnya dan salah satu buah Roh itu adalah sukacita. Artinya jika hidup kita senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus, sukacita dan menjadi bagian dari karakter kita. Jadi dalam keadaan apa pun jangan putus asa dan kehilangan harapan, percayakan segalnaya pada Tuhan dan tetaplah bersukacita.
Sukacita sejati datangnya dari Tuhan, bukan tergantung dari kondisi yang kita alami; karena itu melekatlah kepada Tuhan senantiasa.
Friday, August 10, 2012
MUNGKINKAH BERSUKACITA DI SEGALA KEADAAN? (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan karena Engkau akan bersukaria orang-orang yang mengasihi nama-Mu." Mazmur 5:12
Ada banyak alasan untuk tidak bersukacita: ada masalah berat, sakit-penyakit, sulit mencari pekerjaan, harga-harga kebutuhan hidup yang makin mahal, biaya pendidikan kian melangit dan sebagainya sehingga banyak orang Kristen hidupnya dikendalikan oleh ketakutan, kekuatiran, kecemasan dan keputusasaan. Padahal, kehendak Tuhan bagi anak-anakNya adalah "Bersukacitalah senantiasa..." (1 Tesalonika 5:16). Kata 'senantiasa' berarti selalu, di segala keadaan dan terus-menerus. Namun, mana mungkin kita bisa bersukacita senantiasa di tengah dunia yang serbasulit dan penuh problematika ini?
Bersukacita senantiasa bagi orang percaya adalah sangat mungkin! Memang, kita tidak akan mampu bersukacita dengan kekuatan sendiri. Untuk dapat bersukacita senantiasa kita harus tinggal di dalam Tuhan: "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:10-11). Tinggal di dalam Tuhan dan mengasihi namaNya akan beroleh sukacita. Jadi, rahasia beroleh sukacita di segala keadaan adalah ada di dalam Tuhan, sebab Dia adalah sumber sukacita.
Rasul Paulus berkata, "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Bila fokus kita hanya tertuju pada besarnya masalah dan situasi yang ada, kita akan kehilangan sukacita. Tetapi Paulus enantiasa mengarahkan pandangan kepada hal-hal yang tidak kelihatan. Iulah sebabnya di segala keadaan (di penjara, tertindas, terjepit, teraniaya, mengalami kapal karam) ia tetap bisa bersukacita, karena ia tahu bahwa "...penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami." (Korintus 4:17).
(Bersambung)
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan karena Engkau akan bersukaria orang-orang yang mengasihi nama-Mu." Mazmur 5:12
Ada banyak alasan untuk tidak bersukacita: ada masalah berat, sakit-penyakit, sulit mencari pekerjaan, harga-harga kebutuhan hidup yang makin mahal, biaya pendidikan kian melangit dan sebagainya sehingga banyak orang Kristen hidupnya dikendalikan oleh ketakutan, kekuatiran, kecemasan dan keputusasaan. Padahal, kehendak Tuhan bagi anak-anakNya adalah "Bersukacitalah senantiasa..." (1 Tesalonika 5:16). Kata 'senantiasa' berarti selalu, di segala keadaan dan terus-menerus. Namun, mana mungkin kita bisa bersukacita senantiasa di tengah dunia yang serbasulit dan penuh problematika ini?
Bersukacita senantiasa bagi orang percaya adalah sangat mungkin! Memang, kita tidak akan mampu bersukacita dengan kekuatan sendiri. Untuk dapat bersukacita senantiasa kita harus tinggal di dalam Tuhan: "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:10-11). Tinggal di dalam Tuhan dan mengasihi namaNya akan beroleh sukacita. Jadi, rahasia beroleh sukacita di segala keadaan adalah ada di dalam Tuhan, sebab Dia adalah sumber sukacita.
Rasul Paulus berkata, "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Bila fokus kita hanya tertuju pada besarnya masalah dan situasi yang ada, kita akan kehilangan sukacita. Tetapi Paulus enantiasa mengarahkan pandangan kepada hal-hal yang tidak kelihatan. Iulah sebabnya di segala keadaan (di penjara, tertindas, terjepit, teraniaya, mengalami kapal karam) ia tetap bisa bersukacita, karena ia tahu bahwa "...penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami." (Korintus 4:17).
(Bersambung)
Thursday, August 9, 2012
TUHAN: Pendengar dan Penolong Kita!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 142:1-8
"Aku mencurahkan keluhanku ke hadapan-Nya, kesesakanku kuberitahukan ke hadapan-Nya." Mazmur 142:3
Ketika sedang tertimpa masalah yang rumit dan berbeban berat acapkali kita membutuhkan orang lain untuk berbagi, berkeluh-kesah, mengadu dan membagi beban hidup kita. Kita mencurahkan segala unek-unek kita kepada hamba Tuhan, saudara seiman, teman atau sahabat sehingga hati kita terasa plong atau lega. Namun ada pula yang enggan dan malu menceritakan masalah kita kepada orang lain, semua kita pendam sendiri dan akhirnya kita pun merasakan beban itu semakin berat untuk kita pikul. Daud pun mengalaminya: "Hatiku bergejolak dalam diriku, menyala seperti api, ketika aku berkeluh kesah; aku berbicara dengan lidahku:" (Mazmur 39:4).
Sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan yang begitu peduli dengan keberadaan kita, bahkan Dia bersedia menjadi tempat untuk kita mencurahkan isi hati, mengadu dan mengeluh. Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Di dalam Yesaya 25:4 dikatakan, "Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya," Karena itu, seberat apa pun permasalahan yang kita alami bawalah kepada Tuhan dan curahkan segala isi hati Saudara kepadaNya. Dia tidak hanya siap menjadi Pendengar keluhan kita, tapi juga sebagai Penolong yang sejati, karena "Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;" (Yesaya 59:1).
Jika ada saudara seiman yang sedang berbeban berat dan membutuhkan tempat untuk berkeluh-kesah, kita pun tidak boleh tinggal diam. Tuhan memberikan tugas dan tanggung jawab kepada kita untuk memperhatikan, menopang, menolong dan menguatkan mereka. Kita harus mau memberikan diri, waktu, tenaga dan telinga untuk mendengar keluh-kesah mereka, dan itu sungguh sangat berarti bagi mereka.
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Yeremia 33:3
Baca: Mazmur 142:1-8
"Aku mencurahkan keluhanku ke hadapan-Nya, kesesakanku kuberitahukan ke hadapan-Nya." Mazmur 142:3
Ketika sedang tertimpa masalah yang rumit dan berbeban berat acapkali kita membutuhkan orang lain untuk berbagi, berkeluh-kesah, mengadu dan membagi beban hidup kita. Kita mencurahkan segala unek-unek kita kepada hamba Tuhan, saudara seiman, teman atau sahabat sehingga hati kita terasa plong atau lega. Namun ada pula yang enggan dan malu menceritakan masalah kita kepada orang lain, semua kita pendam sendiri dan akhirnya kita pun merasakan beban itu semakin berat untuk kita pikul. Daud pun mengalaminya: "Hatiku bergejolak dalam diriku, menyala seperti api, ketika aku berkeluh kesah; aku berbicara dengan lidahku:" (Mazmur 39:4).
Sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan yang begitu peduli dengan keberadaan kita, bahkan Dia bersedia menjadi tempat untuk kita mencurahkan isi hati, mengadu dan mengeluh. Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Di dalam Yesaya 25:4 dikatakan, "Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya," Karena itu, seberat apa pun permasalahan yang kita alami bawalah kepada Tuhan dan curahkan segala isi hati Saudara kepadaNya. Dia tidak hanya siap menjadi Pendengar keluhan kita, tapi juga sebagai Penolong yang sejati, karena "Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;" (Yesaya 59:1).
Jika ada saudara seiman yang sedang berbeban berat dan membutuhkan tempat untuk berkeluh-kesah, kita pun tidak boleh tinggal diam. Tuhan memberikan tugas dan tanggung jawab kepada kita untuk memperhatikan, menopang, menolong dan menguatkan mereka. Kita harus mau memberikan diri, waktu, tenaga dan telinga untuk mendengar keluh-kesah mereka, dan itu sungguh sangat berarti bagi mereka.
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Yeremia 33:3
Wednesday, August 8, 2012
TERCATAT DALAM BUKU KEHIDUPAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2012 -
Baca: Filipi 4:1-9
"Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan." Filipi 4:3b
Alangkah tragisnya hidup ini, jika ternyata nama kita kelak tidak tercatat dalam kitab kehidupan, apalagi saat ini nanti kita sudah tidak bisa memperbaiki keadaan. Kita patut bersyukur bila saat ini diingatkan.
Tidak perlu takut dan putus asa, justru hal ini menjadi pendorong bagi kita untuk mempersiapkan diri. Mumpung masih ada kesempatan marilah melakukan yang terbaik supaya nama kita juga tertulis pada kitab kehidupan itu. Jadi, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya. Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang." (Kolose 3:23-25).
Inilah langkah agar nama kita tercatat dalam kitab kehidupan: 1. Percaya kepada Yesus Kristus. "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9). Percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah langkah awal agar nama kita tercatat dalam kitab kehidupan, karena "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Pemilik kitab kehidupan itu adalah Tuhan Yesus sendiri karena kitab kehidupan itu juga disebut kitab kehidupan dari Anak Domba, yang adalah nama lain Tuhan Yesus Kristus. Jadi Ialah yang menentukan siapa saja yang layak dicatat di buku itu. 2. Menjadi pelaku firman dan hidup menurut pimpinan Roh Kudus. Percaya saja tidak cukup, tapi kita juga harus hidup dalam kebenaran dan menanggalkan 'manusia lama' kita. Dengan karunia dan talenta yang ada mari persembahkan hidup kita untuk melayani Tuhan sampai akhir hidup kita.
Jerih lelah melayani Tuhan dan mempertahankan hidup tidak bercela tidak akan sia-sia karena nama kita akan tertulis dalam kitab kehidupan!
Baca: Filipi 4:1-9
"Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan." Filipi 4:3b
Alangkah tragisnya hidup ini, jika ternyata nama kita kelak tidak tercatat dalam kitab kehidupan, apalagi saat ini nanti kita sudah tidak bisa memperbaiki keadaan. Kita patut bersyukur bila saat ini diingatkan.
Tidak perlu takut dan putus asa, justru hal ini menjadi pendorong bagi kita untuk mempersiapkan diri. Mumpung masih ada kesempatan marilah melakukan yang terbaik supaya nama kita juga tertulis pada kitab kehidupan itu. Jadi, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya. Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang." (Kolose 3:23-25).
Inilah langkah agar nama kita tercatat dalam kitab kehidupan: 1. Percaya kepada Yesus Kristus. "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9). Percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah langkah awal agar nama kita tercatat dalam kitab kehidupan, karena "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Pemilik kitab kehidupan itu adalah Tuhan Yesus sendiri karena kitab kehidupan itu juga disebut kitab kehidupan dari Anak Domba, yang adalah nama lain Tuhan Yesus Kristus. Jadi Ialah yang menentukan siapa saja yang layak dicatat di buku itu. 2. Menjadi pelaku firman dan hidup menurut pimpinan Roh Kudus. Percaya saja tidak cukup, tapi kita juga harus hidup dalam kebenaran dan menanggalkan 'manusia lama' kita. Dengan karunia dan talenta yang ada mari persembahkan hidup kita untuk melayani Tuhan sampai akhir hidup kita.
Jerih lelah melayani Tuhan dan mempertahankan hidup tidak bercela tidak akan sia-sia karena nama kita akan tertulis dalam kitab kehidupan!
Tuesday, August 7, 2012
TERCATAT DALAM BUKU KEHIDUPAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2012 -
Baca: Wahyu 20:11-15
"Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu." Wahyu 20:15
Seringkali kita bertanya dalam hati mengapa orang-orang di luar Tuhan sepertinya hidup mujur tanpa masalah meski mereka hidup tidak sesuai dengan firman Tuhan (hidup dalam daging dan mengumbar hawa nafsu); sedangkan perjuangan kita setiap hari untuk hidup dalam kebenaran, menabur kebaikan, setia melayani Tuhan rasa-rasanya tidak ada hasil alias sia-sia. Hal ini juga pernah dirasakan oleh pemazmur yang berkata, "Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi." (Mazmur 73:13-14). Namun kita diingatkan: "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang;" (Mazmur 37:1).
Sesungguhnya tidak ada kata sia-sia kita hidup dalam kebenaran; karena segala sesuatu yang kita yang lakukan untuk Tuhan dan juga sesama ada di bawah pengawasan Tuhan, secara mendetail dicatat dan diperhitungkan oleh Tuhan. Secara terperinci Tuhan mencatatnya dalam sebuah buku yang disebut dengan kitab kehidupan. Tertulis: "Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu." (Wahyu 20:12). Bukan saja dicatat di dalam kitab kehidupan, namun segala perbuatan yang kita lakukan di bumi ini juga akan mendapat upah dan pahala yang setimpal. Kepada jemaat di Galatia, Rasul Paulus juga mengingatkan bahwa "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7b-8).
Oleh karena itu, selama kita masih hidup di dunia ini dan memiliki banyak kesempatan, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9).
Jangan tunda-tunda waktu lagi sebelum semuanya terlambat dan nasi menjadi bubur, karena waktu terus berjalan maju dan kita tidak memutarnya kembali.
Baca: Wahyu 20:11-15
"Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu." Wahyu 20:15
Seringkali kita bertanya dalam hati mengapa orang-orang di luar Tuhan sepertinya hidup mujur tanpa masalah meski mereka hidup tidak sesuai dengan firman Tuhan (hidup dalam daging dan mengumbar hawa nafsu); sedangkan perjuangan kita setiap hari untuk hidup dalam kebenaran, menabur kebaikan, setia melayani Tuhan rasa-rasanya tidak ada hasil alias sia-sia. Hal ini juga pernah dirasakan oleh pemazmur yang berkata, "Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi." (Mazmur 73:13-14). Namun kita diingatkan: "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang;" (Mazmur 37:1).
Sesungguhnya tidak ada kata sia-sia kita hidup dalam kebenaran; karena segala sesuatu yang kita yang lakukan untuk Tuhan dan juga sesama ada di bawah pengawasan Tuhan, secara mendetail dicatat dan diperhitungkan oleh Tuhan. Secara terperinci Tuhan mencatatnya dalam sebuah buku yang disebut dengan kitab kehidupan. Tertulis: "Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu." (Wahyu 20:12). Bukan saja dicatat di dalam kitab kehidupan, namun segala perbuatan yang kita lakukan di bumi ini juga akan mendapat upah dan pahala yang setimpal. Kepada jemaat di Galatia, Rasul Paulus juga mengingatkan bahwa "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7b-8).
Oleh karena itu, selama kita masih hidup di dunia ini dan memiliki banyak kesempatan, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9).
Jangan tunda-tunda waktu lagi sebelum semuanya terlambat dan nasi menjadi bubur, karena waktu terus berjalan maju dan kita tidak memutarnya kembali.
Monday, August 6, 2012
PERCAYALAH KEPADA TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 62:1-13
"Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita." Mazmur 62:9
Meski telah menyandang status sebagai orang percaya masih ada juga orang Kristen yang tidak memiliki iman dan percaya yang total kepada Tuhan. Mereka lebih cenderung mengandalkan uang, harta, kekayaan, kepintaran dan kekuatan sendiri. Tuhan tidak menjadi yang utama dalam hidupnya. Mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang mereka dapat membeli segalanya. Benarkah? Memang dalam hidup ini kita membutuhkan uang, tapi uang bukanlah segala-galanya karena uang tidak sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah. Dapatkah keselamatan, kebahagiaan, ketentraman, sukacita, damai sejahtera atau kesehatan kita beli dengan uang?
Pembacaan firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan hidup yang sejati dan beroleh pertolongan di segala keadaan tidak ada jalan lain selain harus percaya kepada Tuhan. Artinya kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan karena Dialah pemegang kendali hidup kita. Hidup kita ini hanya ditentukan oleh perkataan Tuhan dan kuasaNya. Karena itu dalam segala perkara kita harus berserah kepada kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan adalah yang terbaik bagi kita. "Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya." (Amsal 16:9). Jika Tuhan yang berkehendak, siapa yang dapat menahannya? Dengan tegas Tuhan mengatakan, "Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan," (Yesaya 46:10). Tapi mengapa masih ada orang Kristen yang ragu dan tidak percaya kepada Tuhan? Dalam menghadapi persoalan yang rumit kita malah lari mencari pertolongan secara instan kepada manusia.
Alkitab mengatakan, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!" (Yeremia 17:5). Percaya kepada Tuhan berarti membawa segala sesuatu kepadaNya dalam doa. Tuhan berkata, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Matius 7:7).
Tidak ada pilihan selain percaya saja kepada Tuhan karena bagi Dia tidak ada perkara yang mustahil.
Baca: Mazmur 62:1-13
"Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita." Mazmur 62:9
Meski telah menyandang status sebagai orang percaya masih ada juga orang Kristen yang tidak memiliki iman dan percaya yang total kepada Tuhan. Mereka lebih cenderung mengandalkan uang, harta, kekayaan, kepintaran dan kekuatan sendiri. Tuhan tidak menjadi yang utama dalam hidupnya. Mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang mereka dapat membeli segalanya. Benarkah? Memang dalam hidup ini kita membutuhkan uang, tapi uang bukanlah segala-galanya karena uang tidak sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah. Dapatkah keselamatan, kebahagiaan, ketentraman, sukacita, damai sejahtera atau kesehatan kita beli dengan uang?
Pembacaan firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan hidup yang sejati dan beroleh pertolongan di segala keadaan tidak ada jalan lain selain harus percaya kepada Tuhan. Artinya kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan karena Dialah pemegang kendali hidup kita. Hidup kita ini hanya ditentukan oleh perkataan Tuhan dan kuasaNya. Karena itu dalam segala perkara kita harus berserah kepada kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan adalah yang terbaik bagi kita. "Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya." (Amsal 16:9). Jika Tuhan yang berkehendak, siapa yang dapat menahannya? Dengan tegas Tuhan mengatakan, "Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan," (Yesaya 46:10). Tapi mengapa masih ada orang Kristen yang ragu dan tidak percaya kepada Tuhan? Dalam menghadapi persoalan yang rumit kita malah lari mencari pertolongan secara instan kepada manusia.
Alkitab mengatakan, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!" (Yeremia 17:5). Percaya kepada Tuhan berarti membawa segala sesuatu kepadaNya dalam doa. Tuhan berkata, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Matius 7:7).
Tidak ada pilihan selain percaya saja kepada Tuhan karena bagi Dia tidak ada perkara yang mustahil.
Sunday, August 5, 2012
MENGHANCURKAN PEKERJAAN IBLIS (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2012 -
Baca: Roma 16:17-20
"Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!" Roma 16:20
Iman yang dimaksud adalah percaya penuh kepada Tuhan Yesus. Iman inilah yang mampu menghancurkan pekerjaan Iblis. Tertulis: "sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?" (1 Yohanes 5:4-5). 6. Ketopong keselamatan. Ketopong berfungsi untuk melindungi kepala kita. Di dalam kepala ada otak untuk berpikir. Jadi ketopong ini akan menjaga pikiran kita dari panah-panah musuh. Pikiran kita adalah pusat dari segala sesuatu. Melalui pikiran, kita dapat mengarahkan perisai dan pedang dan juga semua gerakan dari tubuh kita untuk menghindar atau melawan musuh. Karena itu kita harus menjaga dan melindungi pikiran kita sedemikian rupa karena kita tahu bahwa pikiran kita adalah medan peperangan antara daging dan roh. Karena itu kita harus bisa "...menawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b) sehingga kita "...memiliki pikiran Kristus." (1 Korintus 2:16b). 'Area pikiran' kita inilah yang selalu menjadi sasaran empuk si Iblis untuk menyerang. Saat kita mengenakan ketopong keselamatan ini sebenaranya kita sedang mengenakan 'pikiran' Kristus. 7. Pedang Roh. Pedang adalah untuk bertahan dan juga menyerang. Pedang dapat menahan prajurit dari serangan musuh dan digunakan untuk melukai atau membunuh lawan. Pedang dibawa di tangan kanan dan merupakan lambang dari kuasa dan otoritas. Pedang Roh adalah firman Tuhan yang dipertajam dan dihidupkan oleh Roh kudus. Tertulis: "...firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Selain firman, pedang Roh kita adalah doa dan permohonan. Karena itu, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus," (Efesus 6:18b). Kalau kita senantiasa berjaga-jaga, Iblis tidak akan mampu menyerang kita.
Dengan perlengkapan senjata Allah ini, kita siap menghancurkan pekerjaan Iblis!
Baca: Roma 16:17-20
"Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!" Roma 16:20
Iman yang dimaksud adalah percaya penuh kepada Tuhan Yesus. Iman inilah yang mampu menghancurkan pekerjaan Iblis. Tertulis: "sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?" (1 Yohanes 5:4-5). 6. Ketopong keselamatan. Ketopong berfungsi untuk melindungi kepala kita. Di dalam kepala ada otak untuk berpikir. Jadi ketopong ini akan menjaga pikiran kita dari panah-panah musuh. Pikiran kita adalah pusat dari segala sesuatu. Melalui pikiran, kita dapat mengarahkan perisai dan pedang dan juga semua gerakan dari tubuh kita untuk menghindar atau melawan musuh. Karena itu kita harus menjaga dan melindungi pikiran kita sedemikian rupa karena kita tahu bahwa pikiran kita adalah medan peperangan antara daging dan roh. Karena itu kita harus bisa "...menawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b) sehingga kita "...memiliki pikiran Kristus." (1 Korintus 2:16b). 'Area pikiran' kita inilah yang selalu menjadi sasaran empuk si Iblis untuk menyerang. Saat kita mengenakan ketopong keselamatan ini sebenaranya kita sedang mengenakan 'pikiran' Kristus. 7. Pedang Roh. Pedang adalah untuk bertahan dan juga menyerang. Pedang dapat menahan prajurit dari serangan musuh dan digunakan untuk melukai atau membunuh lawan. Pedang dibawa di tangan kanan dan merupakan lambang dari kuasa dan otoritas. Pedang Roh adalah firman Tuhan yang dipertajam dan dihidupkan oleh Roh kudus. Tertulis: "...firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Selain firman, pedang Roh kita adalah doa dan permohonan. Karena itu, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus," (Efesus 6:18b). Kalau kita senantiasa berjaga-jaga, Iblis tidak akan mampu menyerang kita.
Dengan perlengkapan senjata Allah ini, kita siap menghancurkan pekerjaan Iblis!
Saturday, August 4, 2012
MENGHANCURKAN PEKERJAAN IBLIS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Agustus 2012 -
Baca: Efesus 6:10-20
"Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu." Efesus 6:13
Untuk tampil sebagai pemenang saat berperang melawan kuasa kegelapan Rasul Paulus menasihatkan beberapa hal: 1. Berdiri tegap. Artinya tidak boleh pesimis, kepala tertunduk dan takut, tapi harus tegas, "Bersikaplah sebagai laki-laki!" (1 Korintus 16:13c, d). 2. Berikatpinggangkan kebenaran. Pinggang adalah gambaran dari kekuatan dan semangat, sedangkan sabuk yang dikenakan di pinggang berfungsi untuk menjaga agar senjata tetap pada tempatnya. Kita harus tetap hidup dalam kebenaran dan tidak berkompromi dengan dosa sedikitpun. 3. Berbajuzirahkan keadilan. Baju zirah berfungsi untuk melindungi organ-organ vital seorang prajurit (jantung, paru-paru, hati dan sebagainya) dari serangan senjata musuh. Dengan terlindunginya organ-organ vital, seorang prajurit akan semakin yakin dalam menghadapi musuh tanpa rasa takut sedikit pun. Baju zirah keadilan menjaga dan melindungi hati dan pikiran kita dari hal-hal yang berlawanan dengan kebenaran. Hati kita harus terbebas dari kekecewaan, ketidakadilan, kepahitan, sakit hati/dendam, kebencian, motivasi yang salah dan sebagainya, karena semuanya itu hanya akan merusak persekutuan di antara umat Tuhan dan akan menjadi titik lemah yang bisa dimanfaatkan Iblis untuk menyerang. 4. Berkasutkan kerelaan memberitakan injil. Artinya kita harus makin giat melayani Tuhan dengan roh yang menyala-nyala dan memiliki kehidupan yang bisa menjadi kesaksian bagi orang lain. Rasul Paulus menasihati, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2). Kita harus mengerjakan tugas pemberitaan Injil ini dengan sungguh-sungguh. 5. Berperisai iman. Perisai berfungsi untuk melindungi diri dari serangan musuh dan juga menggambarkan perlindungan dan keamanan. Dalam peperangan, perisai harus digunakan secara aktif. Kita pun harus memiliki iman yang aktif. Dikatakan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Iman yang aktif inilah yang mampu melindungi kita dari serangan Iblis.
Baca: Efesus 6:10-20
"Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu." Efesus 6:13
Untuk tampil sebagai pemenang saat berperang melawan kuasa kegelapan Rasul Paulus menasihatkan beberapa hal: 1. Berdiri tegap. Artinya tidak boleh pesimis, kepala tertunduk dan takut, tapi harus tegas, "Bersikaplah sebagai laki-laki!" (1 Korintus 16:13c, d). 2. Berikatpinggangkan kebenaran. Pinggang adalah gambaran dari kekuatan dan semangat, sedangkan sabuk yang dikenakan di pinggang berfungsi untuk menjaga agar senjata tetap pada tempatnya. Kita harus tetap hidup dalam kebenaran dan tidak berkompromi dengan dosa sedikitpun. 3. Berbajuzirahkan keadilan. Baju zirah berfungsi untuk melindungi organ-organ vital seorang prajurit (jantung, paru-paru, hati dan sebagainya) dari serangan senjata musuh. Dengan terlindunginya organ-organ vital, seorang prajurit akan semakin yakin dalam menghadapi musuh tanpa rasa takut sedikit pun. Baju zirah keadilan menjaga dan melindungi hati dan pikiran kita dari hal-hal yang berlawanan dengan kebenaran. Hati kita harus terbebas dari kekecewaan, ketidakadilan, kepahitan, sakit hati/dendam, kebencian, motivasi yang salah dan sebagainya, karena semuanya itu hanya akan merusak persekutuan di antara umat Tuhan dan akan menjadi titik lemah yang bisa dimanfaatkan Iblis untuk menyerang. 4. Berkasutkan kerelaan memberitakan injil. Artinya kita harus makin giat melayani Tuhan dengan roh yang menyala-nyala dan memiliki kehidupan yang bisa menjadi kesaksian bagi orang lain. Rasul Paulus menasihati, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2). Kita harus mengerjakan tugas pemberitaan Injil ini dengan sungguh-sungguh. 5. Berperisai iman. Perisai berfungsi untuk melindungi diri dari serangan musuh dan juga menggambarkan perlindungan dan keamanan. Dalam peperangan, perisai harus digunakan secara aktif. Kita pun harus memiliki iman yang aktif. Dikatakan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Iman yang aktif inilah yang mampu melindungi kita dari serangan Iblis.
Friday, August 3, 2012
MENGHANCURKAN PEKERJAAN IBLIS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2012 -
Baca: Efesus 6:10-20
"Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;" Efesus 6:11
Kehidupan orang percaya tak lepas dari peperangan. Melawan siapa? Apakah melawan mertua yang galak, tetangga yang sok usik, atasan yang bawel, rekan sepelayanan yang jadi saingan terberat? Bukan. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa "...karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (ayat 12). Iblislah yang harus kita perangi! Karena ia selalu ingin menghancurkan kehidupan anak-anak Tuhan: "Pencuri (Iblis - Red.) datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Iblis selalu mengincar kelemahan dan kelengahan orng percaya, dengan "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8).
Iblis sangat benci terhadap orang Kristen yang rajin beribadah, tekun berdoa, tekun membaca Alkitab dan aktif dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Karena itu ia selalu berusaha menjauhkan kita dari kasih karunia Tuhan dengan menebarkan ketakutan, kekuatiran, kekecewaan, kepahitan, kebencian, putus asa dan hal-hal negatif lainnya yang membuat kita makin ragu dan tidak percaya akan kuasa firman Tuhan. Menghadapi pekerjaan Iblis ini kita tidak boleh tinggal diam, apalagi menyerah kalah, karena "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4b) dan "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Kepada jemaat di Efesus, Rasul Paulus memberikan kunci untuk bisa menang melawan Iblis: kita harus mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah sebagai pertahanan (ayat 11) dan pada saat yang tepat kita juga harus bertindak aktif untuk menyerang (ayat 13). Di akhir zaman ini Iblis tidak asal-asalan dalam menyerang kehidupan orang percaya, justru ia akan menghimpun kekuatan yang berlipat-lipat dan semakin giat dengan menerapkan 1001 macam cara.
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" 1 Korintus 10:12
Baca: Efesus 6:10-20
"Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;" Efesus 6:11
Kehidupan orang percaya tak lepas dari peperangan. Melawan siapa? Apakah melawan mertua yang galak, tetangga yang sok usik, atasan yang bawel, rekan sepelayanan yang jadi saingan terberat? Bukan. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa "...karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (ayat 12). Iblislah yang harus kita perangi! Karena ia selalu ingin menghancurkan kehidupan anak-anak Tuhan: "Pencuri (Iblis - Red.) datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Iblis selalu mengincar kelemahan dan kelengahan orng percaya, dengan "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8).
Iblis sangat benci terhadap orang Kristen yang rajin beribadah, tekun berdoa, tekun membaca Alkitab dan aktif dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Karena itu ia selalu berusaha menjauhkan kita dari kasih karunia Tuhan dengan menebarkan ketakutan, kekuatiran, kekecewaan, kepahitan, kebencian, putus asa dan hal-hal negatif lainnya yang membuat kita makin ragu dan tidak percaya akan kuasa firman Tuhan. Menghadapi pekerjaan Iblis ini kita tidak boleh tinggal diam, apalagi menyerah kalah, karena "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4b) dan "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Kepada jemaat di Efesus, Rasul Paulus memberikan kunci untuk bisa menang melawan Iblis: kita harus mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah sebagai pertahanan (ayat 11) dan pada saat yang tepat kita juga harus bertindak aktif untuk menyerang (ayat 13). Di akhir zaman ini Iblis tidak asal-asalan dalam menyerang kehidupan orang percaya, justru ia akan menghimpun kekuatan yang berlipat-lipat dan semakin giat dengan menerapkan 1001 macam cara.
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" 1 Korintus 10:12
Thursday, August 2, 2012
TUHAN SANGGUP: Mengubah Pahit Menjadi Manis (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2012 -
Baca: Keluaran 15:22-27
"Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu." Keluaran 15:27
Berapa banyak dari kita yang tidak sabar menantikan pertolongan Tuhan sehingga yang keluar dari mulut kita hanyalah omelan dan persungutan, "Mengapa Tuhan membiarkan aku dalam kesulitan? Mengapa Tuhan tidak segera menolongku?" Kita tidak tahan dan gampang putus asa ketika situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan atau menyesakkan terjadi. Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita bersikap demikian. Mari belajar seperti Musa yang bertindak dengan benar dan tetap bisa menjaga hati saat masalah datang.
Musa tidak menyalahkan Tuhan atau lari dari masalah tapi ia datang kepada Tuhan, berdoa dengan sepenuh hati dan berharap kepadaNya saja karena ia percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan perbuatan-perbuatan yang dahsyat dan ajaib. Tatkala menyeberangi laut Teberau Musa diperintahkan Tuhan mengulurkan tangannya ke atas laut, maka terkuaklah "...air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:21-22). Musa pun percaya bahwa tidaklah terlalu sulit bagi Tuhan untuk mengubah air yang pahit menjadi manis.
Sepahit apa pun masalah yang kita alami: sakit-penyakit, masalah keuangan, masalah keluarga dan sebagainya, berhentilah bersungut-sungut. Sebaliknya, tetaplah bertahan dan bersabar menantikan pertolongan dari Tuhan, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11a) dan milikilah keyakinan seperti rasul Paulus yang sanggup berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Ketika Musa percaya kepada Tuhan, apa yang disediakan Tuhan jauh melebihi apa yang terpikirkan; saat tiba di Elim, di sana terdapat dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma!
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Yeremia 33:3
Baca: Keluaran 15:22-27
"Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu." Keluaran 15:27
Berapa banyak dari kita yang tidak sabar menantikan pertolongan Tuhan sehingga yang keluar dari mulut kita hanyalah omelan dan persungutan, "Mengapa Tuhan membiarkan aku dalam kesulitan? Mengapa Tuhan tidak segera menolongku?" Kita tidak tahan dan gampang putus asa ketika situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan atau menyesakkan terjadi. Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita bersikap demikian. Mari belajar seperti Musa yang bertindak dengan benar dan tetap bisa menjaga hati saat masalah datang.
Musa tidak menyalahkan Tuhan atau lari dari masalah tapi ia datang kepada Tuhan, berdoa dengan sepenuh hati dan berharap kepadaNya saja karena ia percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan perbuatan-perbuatan yang dahsyat dan ajaib. Tatkala menyeberangi laut Teberau Musa diperintahkan Tuhan mengulurkan tangannya ke atas laut, maka terkuaklah "...air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:21-22). Musa pun percaya bahwa tidaklah terlalu sulit bagi Tuhan untuk mengubah air yang pahit menjadi manis.
Sepahit apa pun masalah yang kita alami: sakit-penyakit, masalah keuangan, masalah keluarga dan sebagainya, berhentilah bersungut-sungut. Sebaliknya, tetaplah bertahan dan bersabar menantikan pertolongan dari Tuhan, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11a) dan milikilah keyakinan seperti rasul Paulus yang sanggup berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Ketika Musa percaya kepada Tuhan, apa yang disediakan Tuhan jauh melebihi apa yang terpikirkan; saat tiba di Elim, di sana terdapat dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma!
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Yeremia 33:3
Wednesday, August 1, 2012
TUHAN SANGGUP: Mengubah Pahit Menjadi Manis (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Agustus 2012 -
Baca: Keluaran 15:22-27
"Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu Mara." Keluaran 15:23
Perjalanan kekristenan kita tidak selamanya berjalan mulus tanpa pencobaan, masalah, ujian dan tantangan. Adakalanya kita harus melewati jalan yang penuh kerikil, berbatu, terjal, curam, berliku. Pengalaman hidup yang manis dan pahit pun harus kita rasakan.
Ketahuilah satu hal ini: "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Pengalaman ini juga dialami oleh bangsa Israel, "...tiga hari lamanya mereka berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat air. Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya." (Keluaran 15:22b-23a). Kita bisa bayangkan rasa pahit itu bagaimana, suatu rasa yang tidak enak seperti rasa empedu, suatu gambaran dari kesukaran dan kesesakan. Tentunya itu berbeda dari rasa manis seperti gula dan madu yang menggambarkan suatu kehidupan yang menyenangkan dan indah.
Bagaimana sikap hati kita tatkala dihadapkan pada yang 'pahit' ini? Tetapkah kita bisa mengucap syukur atau berlaku seperti bangsa Israel yang tak berhenti untuk bersungut-sungut dengan berkata, "Apakah yang akan kami minum?" (Keluaran 15:24). Bangsa Israel lupa begitu saja dengan pertolongan-pertolongan Tuhan di waktu-waktu sebelumnya. Mengeluh, mengomel dan bersungut-sungut adalah tanda ketidakpercayaan mereka terhadap kuasa Tuhan. Tetapi Musa sama sekali tidak terpengaruh oleh persungutan mereka dan tetap berharap kepada Tuhan. Ketika ia berseru-seru kepada Tuhan, Tuhan memberikan jalan ke luar dengan menunjukkan kepadanya sepotong kayu, lalu "...Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." (Keluaran 15:25a). Oleh pertolongan Tuhan air yang pahit itu berubah menjadi manis dan mereka pun dapat meminum air itu.
Asal kita percaya kepada Tuhan tidak ada perkara yang mustahil, dan perkara besar pasti terjadi karena Dia Mahakuasa!
Baca: Keluaran 15:22-27
"Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu Mara." Keluaran 15:23
Perjalanan kekristenan kita tidak selamanya berjalan mulus tanpa pencobaan, masalah, ujian dan tantangan. Adakalanya kita harus melewati jalan yang penuh kerikil, berbatu, terjal, curam, berliku. Pengalaman hidup yang manis dan pahit pun harus kita rasakan.
Ketahuilah satu hal ini: "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Pengalaman ini juga dialami oleh bangsa Israel, "...tiga hari lamanya mereka berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat air. Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya." (Keluaran 15:22b-23a). Kita bisa bayangkan rasa pahit itu bagaimana, suatu rasa yang tidak enak seperti rasa empedu, suatu gambaran dari kesukaran dan kesesakan. Tentunya itu berbeda dari rasa manis seperti gula dan madu yang menggambarkan suatu kehidupan yang menyenangkan dan indah.
Bagaimana sikap hati kita tatkala dihadapkan pada yang 'pahit' ini? Tetapkah kita bisa mengucap syukur atau berlaku seperti bangsa Israel yang tak berhenti untuk bersungut-sungut dengan berkata, "Apakah yang akan kami minum?" (Keluaran 15:24). Bangsa Israel lupa begitu saja dengan pertolongan-pertolongan Tuhan di waktu-waktu sebelumnya. Mengeluh, mengomel dan bersungut-sungut adalah tanda ketidakpercayaan mereka terhadap kuasa Tuhan. Tetapi Musa sama sekali tidak terpengaruh oleh persungutan mereka dan tetap berharap kepada Tuhan. Ketika ia berseru-seru kepada Tuhan, Tuhan memberikan jalan ke luar dengan menunjukkan kepadanya sepotong kayu, lalu "...Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." (Keluaran 15:25a). Oleh pertolongan Tuhan air yang pahit itu berubah menjadi manis dan mereka pun dapat meminum air itu.
Asal kita percaya kepada Tuhan tidak ada perkara yang mustahil, dan perkara besar pasti terjadi karena Dia Mahakuasa!