Monday, August 24, 2015

MENEMPUH JALAN TAK BERPETA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2015

Baca:  Yosua 3:1-17

"...maksudnya supaya kamu mengetahui jalan yang harus kamu tempuh, sebab jalan itu belum pernah kamu lalui dahulu."  Yosua 3:4b

Apa yang terjadi jika kita berpergian dengan kendaraan pribadi ke suatu tempat yang jauh dan asing tanpa membawa peta, padahal tempat tersebut belum pernah kita kunjungi sebelumnya?  Kemungkinan besar kita akan tersesat.  Itulah pentingnya peta.  Ketika hendak pergi menjelajah ke suatu tempat baru atau yang belum pernah dikunjungi sebelumnya peta berfungsi sebagai penunjuk jalan dan tempat.  Istilah peta, atau dalam bahasa Inggris map, berasal dari bahasa Yunani mappa yang berarti taplak atau kain penutup meja.  Secara fisik bentuk peta konvensional memang mirip dengan taplak meja.

     Peta dapat dijadikan acuan sekaligus panduan supaya kita tidak tersesat.  Peta menampilkan gambar yang menunjukkan letak suatu tempat, laut, sungai, gunung dan sebagainya.  Sementara peta untuk kepentingan kepariwisataan dilengkapi dengan letak hotel atau penginapan, obyek wisata dan fasilitas-fasilitas umum lainnya.  Di zaman modern ini peta tidak hanya berupa lembaran kertas saja, tapi tersedia dalam rupa digital yang bisa ditampilkan dan dilihat melalui komputer atau gadget, bahkan informasi yang disajikan pun lebih komplet, terperinci dan mendetail.  Peta yang paling fenomenal tentu saja peta dunia.  Melalui peta ini kita dapat mengetahui letak suatu negara, benua, samudera dan sebagainya.  Orang yang pertama kali membuat peta dunia adalah Haci Ahmed Muhiddin Piri, atau lebih dikenal dengan nama Piri Reis, seorang Turki.

     Dalam kehidupan kekristenan, tidak sedikit orang percaya yang menjadi terkejut dan kecewa ketika melihat bahwa apa yang mereka hadapi ternyata tidak semudah yang dikira.  Kita berpikir bahwa jalan yang akan kita tempuh adalah jalan yang mulus dan rata.  Namun sebagaimana Musa telah memperingatkan bangsa Israel, bahwa  "...negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, ialah negeri yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah,"  (Ulangan 11:11), kita pun akan melewati banyak sekali tantangan dan rintangan, gunung-gunung persoalan, atau bahkan lembah-lembah kekelaman.  Saat itulah pikiran dan hati kita menjadi tidak menentu dan akhirnya timbul ketakutan, kekuatiran dan keraguan dalam mengikut Tuhan.  (Bersambung)

Sunday, August 23, 2015

SIAP DIMURNIKAN DAN DITAHIRKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2015

Baca:  Maleakhi 3:1-5

"Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN."  Maleakhi 3:3

Ketekunan, kesetiaan dan ketaatan seseorang dalam mengikut Tuhan dan melayani Dia perlu diuji kemurniannya, karena ada banyak orang yang melakukan hal tersebut dengn tendensi atau motivasi tertentu.  Dalam keadaan baik dan normal, siapapun orangnya, pasti dapat berlaku tekun, setia dan taat kepada Tuhan.  Namun bila keadaan berubah, ketika badai dan gelombang ganas menerpa bahtera kehidupannya, tidak semua orang mampu menjaga konsistensinya.  Karena itu segala sesuatunya perlu diuji dan dimurnikan.  Tujuan Tuhan memurnikan dan mentahirkan umat-Nya adalah supaya kita benar-benar bersih dari segala kenajisan yang masih tertinggal di dalam kehidupan kita.

     Proses pemurnian untuk perak dan emas memang menyakitkan karena harus melewati peleburan api.  Tanpa proses ini perak dan emas akan tetap seperti bongkahan batu yang tidak menarik dan kurang memiliki nilai jual, tapi apabila sudah melewati proses pemurnian dan terbentuk, logam tersebut akan berharga mahal.  Ketika kita sudah dalam keadaan murni dan tahir kita akan dilayakkan  "...menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN."  (ayat nas).  Siapa itu orang-orang Lewi?  Mereka adalah satu dari dua belas suku Israel yang dikhususkan Tuhan untuk melayani Dia.  "Sebab dialah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu, supaya ia senantiasa melayani TUHAN dan menyelenggarakan kebaktian demi nama-Nya, ia dan anak-anaknya."  (Ulangan 18:5).

     Seringkali kita berpikir bahwa ketika seseorang sudah terlibat dalam pelayanan secara otomatis apa yang dilakukan tersebut menyenangkan hati Tuhan, padahal tidaklah selalu demikian.  "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah:"  (Roma 12:1).

Melayani Tuhan tanpa pertobatan sejati adalah sia-sia, karena itu kita harus siap dimurnikan!