Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Maret 2020
Baca: Hosea 6:1-6
"Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan
menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." Hosea 6:6
Banyak orang Kristen menjadi 'ghede rasa' karena merasa diri sudah dikenal Tuhan. Pikirnya, orang yang sudah mengikut Tuhan bertahun-tahun, banyak memberi persembahan, menjadi donatur gereja, atau sudah terlibat dalam pelayanan, secara otomatis akan dikenal oleh Tuhan. "Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku:
Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan
demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka
dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu
sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:22-23).
Memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan adalah hal terpenting dalam kehidupan Kristiani. Tanpa pengenalan yang benar akan Tuhan, iman tak bertumbuh. Mengenal Tuhan dengan benar berarti memahami kehendak-Nya, rencana-Nya, dan status diri di dalam Dia. Karena itu Paulus berdoa untuk jemaat di Efesus, "...aku selalu mengingat kamu dalam doaku,...Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar." (Efesus :17). Jadi, mengenal Tuhan berbeda dengan sekedar tahu. Dalam pengenalan akan Tuhan terkandung hubungan yang erat secara kontinu, penyerahan diri secara penuh dan juga kepercayaan. Semakin kita mengenal Tuhan semakin kita memahami panggilan-Nya, sehingga kita sadar betapa mulianya bagian yang ditentukan Tuhan bagi kita.
Ada banyak orang Kristen belum menyadari bagian yang mulia yang disediakan Tuhan bagi mereka, karena mereka tidak mengerti panggilan Tuhan di dalam hidupnya. Rasul Paulus mengingatkan: "Dahulu memang kamu hamba dosa,...Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:17b-18). Tuhan memanggil kita sebagai hamba kebenaran, bukan hamba dosa. Ciri hamba adalah tunduk sepenuhnya kepada perintah tuannya. Orang yang mengasihi Tuhan pasti dikenal oleh Tuhan (1 Korintus 8:3), dan bukti kasih adalah taat.
Tanda utama orang mengenal Tuhan dengan benar adalah taat melakukan kehendak Tuhan!
Tuesday, March 31, 2020
Monday, March 30, 2020
TERFOKUS PADA APA YANG KELIHATAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Maret 2020
Baca: Mazmur 103:1-22
"Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel." Mazmur 103:7
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan yang begitu dikasihi, dijaga dan dipelihara-Nya sedemikian rupa seperti biji mata-Nya sendiri. Meski demikian, mereka gampang sekali kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan, bahkan mereka memberontak kepada-Nya dan berpaling kepada ilah-ilah lain. Tuhan sangat marah, "Mereka membangkitkan cemburu-Ku...mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan berhala mereka. Sebab itu Aku akan membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan umat, dan akan menyakiti hati mereka dengan bangsa yang bebal." (Ulangan 32:21).
Pandangan bangsa Israel hanya tertuju kepada perkara-perkara yang kelihatan atau berkat-berkat materi lainnya, mereka tidak merindukan pribadi Tuhan. Karena alasan itulah Tuhan hanya bisa menyatakan perbuatan-perbuatan tangan-Nya kepada mereka, tidak lebih dari itu. Mereka hanya bisa mengenal Tuhan melalui perbuatan-perbuatan-Nya, melalui berbagai mujizat yang dapat disaksikan dan dialami setiap hari selama 40 tahun di padang gurun. Ini tidak jauh berbeda dengan orang Kristen di zaman sekarang! Banyak dari kita yang datang beribadah ke gereja bukan karena ingin mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi, tapi hanya menginginkan perbuatan tangan-Nya dinyatakan dalam kehidupan ini: ingin diberkati, ingin supaya usahanya lancar, ingin mendapatkan jodoh, dan sebagainya. Yang diinginkan dari Tuhan hanyalah berkat-Nya, mujizat-Nya, dan pertolongan-Nya, sama seperti orang-orang yang tampak berbondong-bondong mengikuti Kristus. "...kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26).
Ketika kenyataan tidak seperti yang diharapkan, ketika tidak mendapatkan yang diinginkan, ketika doa tak beroleh jawaban, mereka kecewa, tak lagi bersungguh-sungguh dalam Tuhan, bahkan ada yang memutuskan untuk meninggalkan Tuhan karena mereka mengukur keberhasilan kekristenan dengan berkat materi.
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." 2 Korintus 4:18
Baca: Mazmur 103:1-22
"Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel." Mazmur 103:7
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan yang begitu dikasihi, dijaga dan dipelihara-Nya sedemikian rupa seperti biji mata-Nya sendiri. Meski demikian, mereka gampang sekali kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan, bahkan mereka memberontak kepada-Nya dan berpaling kepada ilah-ilah lain. Tuhan sangat marah, "Mereka membangkitkan cemburu-Ku...mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan berhala mereka. Sebab itu Aku akan membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan umat, dan akan menyakiti hati mereka dengan bangsa yang bebal." (Ulangan 32:21).
Pandangan bangsa Israel hanya tertuju kepada perkara-perkara yang kelihatan atau berkat-berkat materi lainnya, mereka tidak merindukan pribadi Tuhan. Karena alasan itulah Tuhan hanya bisa menyatakan perbuatan-perbuatan tangan-Nya kepada mereka, tidak lebih dari itu. Mereka hanya bisa mengenal Tuhan melalui perbuatan-perbuatan-Nya, melalui berbagai mujizat yang dapat disaksikan dan dialami setiap hari selama 40 tahun di padang gurun. Ini tidak jauh berbeda dengan orang Kristen di zaman sekarang! Banyak dari kita yang datang beribadah ke gereja bukan karena ingin mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi, tapi hanya menginginkan perbuatan tangan-Nya dinyatakan dalam kehidupan ini: ingin diberkati, ingin supaya usahanya lancar, ingin mendapatkan jodoh, dan sebagainya. Yang diinginkan dari Tuhan hanyalah berkat-Nya, mujizat-Nya, dan pertolongan-Nya, sama seperti orang-orang yang tampak berbondong-bondong mengikuti Kristus. "...kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26).
Ketika kenyataan tidak seperti yang diharapkan, ketika tidak mendapatkan yang diinginkan, ketika doa tak beroleh jawaban, mereka kecewa, tak lagi bersungguh-sungguh dalam Tuhan, bahkan ada yang memutuskan untuk meninggalkan Tuhan karena mereka mengukur keberhasilan kekristenan dengan berkat materi.
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." 2 Korintus 4:18
Sunday, March 29, 2020
TAK MUDAH MEMAHAMI JALAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Maret 2020
Baca: Mazmur 25:1-22
"Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." Mazmur 25:10
Adalah tidak mudah memahami dan mengerti jalan-jalan Tuhan itu, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Karena tak mampu memahami jalan Tuhan, kita seringkali memaksa Tuhan untuk mengikuti kemauan, kehendak dan rencana kita, tapi kita sendiri tidak mau mengikuti jalan-jalan Tuhan. Jalan Tuhan itu memang sulit untuk dimengerti dan serasa tidak masuk akal.
Bangsa Israel tak bisa memahami jalan Tuhan ketika harus melewati padang gurun, padahal di balik itu ada rencana-Nya yang indah. Orang yang hanya terfokus pada hal-hal yang lahiriah akan mudah kecewa dan bersungut-sungut kepada Tuhan, seperti bangsa Israel, "Nenek moyang kami di Mesir tidak mengerti perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib, tidak ingat besarnya kasih setia-Mu, tetapi mereka memberontak terhadap Yang Mahatinggi di tepi Laut Teberau. Namun diselamatkan-Nya mereka oleh karena nama-Nya, untuk memperkenalkan keperkasaan-Nya. Dihardik-Nya Laut Teberau, sehingga kering, dibawa-Nya mereka berjalan melalui samudera raya seperti melalui padang gurun." (Mazmur 106:7-9). Sekalipun mereka telah mengecap perbuatan Tuhan yang ajaib, mereka belum juga mengerti jalan-jalan Tuhan. Tuhan berkata, "Empat puluh tahun Aku jemu kepada angkatan itu, maka kata-Ku: 'Mereka suatu bangsa yang sesat hati, dan mereka itu tidak mengenal jalan-Ku.' Sebab itu Aku bersumpah dalam murka-Ku: 'Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku.'" (Mazmur 95:10-11).
Kalau kita tidak mengenali jalan-jalan Tuhan, kita tidak akan memiliki pengalaman iman berjalan bersama-Nya. Dengan memahami jalan-Nya kita juga akan semakin mengenal pribadi-Nya. "Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." (Yesaya 43:19).
Walau terkadang jalan-jalan Tuhan terasa berat untuk diikuti, selalu ada rencana-Nya yang indah dan semua itu mendatangkan kebaikan bagi kita.
Baca: Mazmur 25:1-22
"Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." Mazmur 25:10
Adalah tidak mudah memahami dan mengerti jalan-jalan Tuhan itu, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Karena tak mampu memahami jalan Tuhan, kita seringkali memaksa Tuhan untuk mengikuti kemauan, kehendak dan rencana kita, tapi kita sendiri tidak mau mengikuti jalan-jalan Tuhan. Jalan Tuhan itu memang sulit untuk dimengerti dan serasa tidak masuk akal.
Bangsa Israel tak bisa memahami jalan Tuhan ketika harus melewati padang gurun, padahal di balik itu ada rencana-Nya yang indah. Orang yang hanya terfokus pada hal-hal yang lahiriah akan mudah kecewa dan bersungut-sungut kepada Tuhan, seperti bangsa Israel, "Nenek moyang kami di Mesir tidak mengerti perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib, tidak ingat besarnya kasih setia-Mu, tetapi mereka memberontak terhadap Yang Mahatinggi di tepi Laut Teberau. Namun diselamatkan-Nya mereka oleh karena nama-Nya, untuk memperkenalkan keperkasaan-Nya. Dihardik-Nya Laut Teberau, sehingga kering, dibawa-Nya mereka berjalan melalui samudera raya seperti melalui padang gurun." (Mazmur 106:7-9). Sekalipun mereka telah mengecap perbuatan Tuhan yang ajaib, mereka belum juga mengerti jalan-jalan Tuhan. Tuhan berkata, "Empat puluh tahun Aku jemu kepada angkatan itu, maka kata-Ku: 'Mereka suatu bangsa yang sesat hati, dan mereka itu tidak mengenal jalan-Ku.' Sebab itu Aku bersumpah dalam murka-Ku: 'Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku.'" (Mazmur 95:10-11).
Kalau kita tidak mengenali jalan-jalan Tuhan, kita tidak akan memiliki pengalaman iman berjalan bersama-Nya. Dengan memahami jalan-Nya kita juga akan semakin mengenal pribadi-Nya. "Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." (Yesaya 43:19).
Walau terkadang jalan-jalan Tuhan terasa berat untuk diikuti, selalu ada rencana-Nya yang indah dan semua itu mendatangkan kebaikan bagi kita.
Saturday, March 28, 2020
MELATIH DIRI DALAM KESABARAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Maret 2020
Baca: Amsal 16:1-33
"Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." Amsal 16:32
Di zaman sekarang ini semua orang menyukai segala sesuatu yang serba instan. Dalam hal makanan saja orang lebih memilih makanan yang cepat saji (instan) dibanding harus repot-repot memasak. Dalam hal bekerja inginnya cepat dapat pekerjaan yang hebat, ingin cepat dapat gaji besar, ingin cepat naik jabatan, dan sebagainya. Apa-apa maunya serba instan, kalau bisa tidak perlu kerja keras, tidak perlu usaha mati-matian, tidak perlu merasakan beratnya suatu proses. Sungguh, tak banyak menemukan orang-orang yang punya kesabaran untuk menunggu, kesabaran untuk menjalani proses.
Punya kesabaran adalah sebuah ujian iman! Saat dihadapkan pada situasi atau keadaan yang sulit, adakah kita punya kesabaran untuk menantikan pertolongan dari Tuhan? Ataukah kita kehilangan kesabaran, lalu berpaling dari Tuhan untuk mencari pertolongan lain? Kesabaran adalah salah satu buah Roh yang harus dimiliki orang percaya (Galatia 5:22). Memang tidak mudah bagi kita untuk punya kesabaran: Bersabar menghadapi suami kasar, bersabar menghadapi isteri yang super bawel, bersabar menghadapi anak-anak yang nakal... terlebih lagi bersabar dalam menantikan jawaban doa dari Tuhan, bersabar menantikan janji Tuhan digenapi dalam hidup ini. Nabi Habakuk menguatkan, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3).
Menanti sesuatu yang kita harapkan terkadang sangat menjenuhkan dan membutuhkan kesabaran ekstra, oleh sebab itu kita perlu melatih diri bagaimana menjadi orang yang sabar di segala situasi. Saul, karena mengalami ketakutan saat melihat tentara Filistin, tak sabar menantikan pertolongan dari Tuhan, lalu lari mencari pertolongan kepada arwah (1 Samuel 28:4-7). Bukankah tidak sedikit orang Kristen yang berlaku demikian? Tidak sabar menunggu waktu Tuhan bertindak, kita pun lari mencari pertolongan lain. Padahal Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang Mahasanggup melakukan segala sesuatu di luar apa yang kita pikirkan.
Waktu Tuhan adalah yang terbaik, karena itu bersabarlah menantikan Dia bekerja.
Baca: Amsal 16:1-33
"Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." Amsal 16:32
Di zaman sekarang ini semua orang menyukai segala sesuatu yang serba instan. Dalam hal makanan saja orang lebih memilih makanan yang cepat saji (instan) dibanding harus repot-repot memasak. Dalam hal bekerja inginnya cepat dapat pekerjaan yang hebat, ingin cepat dapat gaji besar, ingin cepat naik jabatan, dan sebagainya. Apa-apa maunya serba instan, kalau bisa tidak perlu kerja keras, tidak perlu usaha mati-matian, tidak perlu merasakan beratnya suatu proses. Sungguh, tak banyak menemukan orang-orang yang punya kesabaran untuk menunggu, kesabaran untuk menjalani proses.
Punya kesabaran adalah sebuah ujian iman! Saat dihadapkan pada situasi atau keadaan yang sulit, adakah kita punya kesabaran untuk menantikan pertolongan dari Tuhan? Ataukah kita kehilangan kesabaran, lalu berpaling dari Tuhan untuk mencari pertolongan lain? Kesabaran adalah salah satu buah Roh yang harus dimiliki orang percaya (Galatia 5:22). Memang tidak mudah bagi kita untuk punya kesabaran: Bersabar menghadapi suami kasar, bersabar menghadapi isteri yang super bawel, bersabar menghadapi anak-anak yang nakal... terlebih lagi bersabar dalam menantikan jawaban doa dari Tuhan, bersabar menantikan janji Tuhan digenapi dalam hidup ini. Nabi Habakuk menguatkan, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3).
Menanti sesuatu yang kita harapkan terkadang sangat menjenuhkan dan membutuhkan kesabaran ekstra, oleh sebab itu kita perlu melatih diri bagaimana menjadi orang yang sabar di segala situasi. Saul, karena mengalami ketakutan saat melihat tentara Filistin, tak sabar menantikan pertolongan dari Tuhan, lalu lari mencari pertolongan kepada arwah (1 Samuel 28:4-7). Bukankah tidak sedikit orang Kristen yang berlaku demikian? Tidak sabar menunggu waktu Tuhan bertindak, kita pun lari mencari pertolongan lain. Padahal Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang Mahasanggup melakukan segala sesuatu di luar apa yang kita pikirkan.
Waktu Tuhan adalah yang terbaik, karena itu bersabarlah menantikan Dia bekerja.
Friday, March 27, 2020
IMAN ARTINYA PERCAYA DAN TAAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Maret 2020
Baca: Ibrani 11:1-10
"Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Ibrani 11:1
Kehidupan Kristiani adalah sebuah perjalanan iman. Oleh karena itu kita harus membangun iman dari hari ke sehari melalui perenungan akan firman Tuhan, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17), dan tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Tuhan (Ibrani 11:6).
Dalam pasal 11 ini Alkitab memberikan teladan hidup melalui tokoh-tokoh iman. Mereka adalah orang-orang yang menjalani hidup dengan iman. Imanlah yang membuat mereka mampu bertahan di segala situasi dan karena iman, mereka mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Kata 'iman' (Inggris: faith) diterjemahkan dari kata Yunani pistis, utamanya digunakan dalam Perjanjian Baru. Bentuk kata kerja dari pistis adalah pisteuo, yang berarti percaya yang berlandaskan kebenaran firman Tuhan. 1. Iman berarti percaya meski belum melihat. Apakah kita tetap percaya kepada Tuhan, meski pertolongan belum datang? Atau kita bersikap seperti Tomas, yang mau percaya bila ada bukti? Tuhan berkata, "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." (Yohanes 20:29b). Nuh diperintahkan Tuhan untuk membuat bahtera, karena Tuhan hendak menghukum manusia dengan air bah. Nuh taat melakukan apa yang Tuhan perintahkan meski ia belum melihat air bah itu. Bahkan Nuh harus mengalami pergumulan yang berat karena orang-orang sezamannya mengejek, mencemooh dan menganggap tindakannya itu suatu kebodohan. Akhirnya ketika air bah itu benar-benar datang dan menenggelamkan bumi, hanya Nuh dan keluarganya saja yang selamat.
2. Iman adalah taat melakukan kehendak Tuhan, apa pun resikonya. Banyak orang Kristen hanya menuntut agar Tuhan segera menjawab doanya, menyembuhkan sakitnya dan memulihkan ekonominya, tapi mereka tidak mau taat melakukan kehendak-Nya. Abraham taat ketika diperintahkan Tuhan untuk meninggalkan negeri dan sanak saudaranya dan pergi ke tempat yang tidak diketahuinya. Karena imannya ini Abraham diberkati Tuhan dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.
Iman tanpa ketaatan tak ada faedahnya, sebab iman tanpa perbuatan adalah mati!
Baca: Ibrani 11:1-10
"Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Ibrani 11:1
Kehidupan Kristiani adalah sebuah perjalanan iman. Oleh karena itu kita harus membangun iman dari hari ke sehari melalui perenungan akan firman Tuhan, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17), dan tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Tuhan (Ibrani 11:6).
Dalam pasal 11 ini Alkitab memberikan teladan hidup melalui tokoh-tokoh iman. Mereka adalah orang-orang yang menjalani hidup dengan iman. Imanlah yang membuat mereka mampu bertahan di segala situasi dan karena iman, mereka mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Kata 'iman' (Inggris: faith) diterjemahkan dari kata Yunani pistis, utamanya digunakan dalam Perjanjian Baru. Bentuk kata kerja dari pistis adalah pisteuo, yang berarti percaya yang berlandaskan kebenaran firman Tuhan. 1. Iman berarti percaya meski belum melihat. Apakah kita tetap percaya kepada Tuhan, meski pertolongan belum datang? Atau kita bersikap seperti Tomas, yang mau percaya bila ada bukti? Tuhan berkata, "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." (Yohanes 20:29b). Nuh diperintahkan Tuhan untuk membuat bahtera, karena Tuhan hendak menghukum manusia dengan air bah. Nuh taat melakukan apa yang Tuhan perintahkan meski ia belum melihat air bah itu. Bahkan Nuh harus mengalami pergumulan yang berat karena orang-orang sezamannya mengejek, mencemooh dan menganggap tindakannya itu suatu kebodohan. Akhirnya ketika air bah itu benar-benar datang dan menenggelamkan bumi, hanya Nuh dan keluarganya saja yang selamat.
2. Iman adalah taat melakukan kehendak Tuhan, apa pun resikonya. Banyak orang Kristen hanya menuntut agar Tuhan segera menjawab doanya, menyembuhkan sakitnya dan memulihkan ekonominya, tapi mereka tidak mau taat melakukan kehendak-Nya. Abraham taat ketika diperintahkan Tuhan untuk meninggalkan negeri dan sanak saudaranya dan pergi ke tempat yang tidak diketahuinya. Karena imannya ini Abraham diberkati Tuhan dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.
Iman tanpa ketaatan tak ada faedahnya, sebab iman tanpa perbuatan adalah mati!
Thursday, March 26, 2020
APA YANG SAUDARA PIKIRKAN?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Maret 2020
Baca: Roma 8:1-17
"Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh." Roma 8:5
Pikiran adalah pemimpin untuk setiap tindakan kita, seperti tertulis: "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7a). Dalam Alkitab versi King James Version dinyatakan: "Sebagaimana dia berpikir dalam hatinya, demikianlah ia." Sedangkan Alkitab terjemahan lain menyatakan: "Sebagaimana seorang manusia berpikir dalam hatinya, demikianlah dia jadinya." Ternyata, apa yang ada di pikiran orang membawa pengaruh besar bagi kehidupannya. Bila yang kita pikirkan adalah hal-hal kedagingan (duniawi), maka kita pun akan bertindak menurut keinginan daging. Apa yang kita perbuat semata-mata untuk menyenangkan dan memuaskan keinginan daging kita. Sebaliknya, bila yang ada di pikiran adalah perkara-perkara rohani, kita pun akan menjalani hidup ini sesuai dengan pimpinan Roh Kudus.
Pikiran kita adalah medan peperangan yang sesungguhnya. Berperang melawan siapa? "...perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Musuh kita adalah Iblis, yang dengan segala siasat dan tipu muslihatnya berusaha untuk menyerang pikiran manusia dengan menawarkan pemikiran-pemikiran yang keliru kepada setiap orang, lalu menancapkan panah ketakutan, kebimbangan, kekuatiran, keraguan, ketidakpercayaan, dan sebagainya. Iblis tahu persis apa yang menjadi titik lemah manusia. Karena itu Iblis berusaha untuk merebut 'wilayah' dalam pikiran manusia. Bila pikiran manusia sudah ditaklukkan dan dikendalikan, maka wilayah-wilayah lain akan dengan mudah direbut.
Agar bisa menang dari tipu daya Iblis kita harus mempersenjatai diri dengan firman Tuhan. "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku...kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:31-32). Firman Tuhan akan memerdekakan kita dari belenggu pikiran-pikiran negatif (jahat). Perbaharui terus pikiran dengan firman Tuhan setiap hari supaya kita dapat menangkis serangan Iblis.
Pikiran yang dipenuhi firman Tuhan akan menuntun kita untuk tunduk pada pimpinan Roh Kudus, sehingga yang kita pikirkan adalah hal-hal dari Roh.
Baca: Roma 8:1-17
"Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh." Roma 8:5
Pikiran adalah pemimpin untuk setiap tindakan kita, seperti tertulis: "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7a). Dalam Alkitab versi King James Version dinyatakan: "Sebagaimana dia berpikir dalam hatinya, demikianlah ia." Sedangkan Alkitab terjemahan lain menyatakan: "Sebagaimana seorang manusia berpikir dalam hatinya, demikianlah dia jadinya." Ternyata, apa yang ada di pikiran orang membawa pengaruh besar bagi kehidupannya. Bila yang kita pikirkan adalah hal-hal kedagingan (duniawi), maka kita pun akan bertindak menurut keinginan daging. Apa yang kita perbuat semata-mata untuk menyenangkan dan memuaskan keinginan daging kita. Sebaliknya, bila yang ada di pikiran adalah perkara-perkara rohani, kita pun akan menjalani hidup ini sesuai dengan pimpinan Roh Kudus.
Pikiran kita adalah medan peperangan yang sesungguhnya. Berperang melawan siapa? "...perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Musuh kita adalah Iblis, yang dengan segala siasat dan tipu muslihatnya berusaha untuk menyerang pikiran manusia dengan menawarkan pemikiran-pemikiran yang keliru kepada setiap orang, lalu menancapkan panah ketakutan, kebimbangan, kekuatiran, keraguan, ketidakpercayaan, dan sebagainya. Iblis tahu persis apa yang menjadi titik lemah manusia. Karena itu Iblis berusaha untuk merebut 'wilayah' dalam pikiran manusia. Bila pikiran manusia sudah ditaklukkan dan dikendalikan, maka wilayah-wilayah lain akan dengan mudah direbut.
Agar bisa menang dari tipu daya Iblis kita harus mempersenjatai diri dengan firman Tuhan. "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku...kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:31-32). Firman Tuhan akan memerdekakan kita dari belenggu pikiran-pikiran negatif (jahat). Perbaharui terus pikiran dengan firman Tuhan setiap hari supaya kita dapat menangkis serangan Iblis.
Pikiran yang dipenuhi firman Tuhan akan menuntun kita untuk tunduk pada pimpinan Roh Kudus, sehingga yang kita pikirkan adalah hal-hal dari Roh.
Wednesday, March 25, 2020
TANGGALKAN REPUTASI DAN GENGSI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Maret 2020
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-14
"Naaman, panglima raja Aram, adalah seorang terpandang di hadapan tuannya dan sangat disayangi, sebab oleh dia TUHAN telah memberikan kemenangan kepada orang Aram. Tetapi orang itu, seorang pahlawan tentara, sakit kusta." 2 Raja-Raja 5:1
Naaman bukanlah sembarang orang, dia adalah orang yang punya kedudukan tinggi dan reputasi baik di mata masyarakat karena ia adalah panglima tertinggi raja Aram. Arti nama 'Naaman' adalah menyenangkan, sedap. Sayang, kesuksesan dan kegemilangannya dalam karir menjadi tidak berarti karena ia menderita sakit kusta. Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Naaman waktu itu, penyakit membuatnya tidak berdaya.
Pada zaman itu seorang penderita kusta akan dikucilkan dan dibuang dari masyarakat. Melalui kesaksian seorang gadis kecil, yang tak lain adalah pelayan isterinya, Naaman datang kepada Elisa untuk mendapatkan kesembuhan. Sangkanya abdi Tuhan itu akan berdoa sambil menumpangkan tangan di atas tubuhnya yang sakit itu, tapi melalui seorang suruhan, Elisa memberikan perintah kepada Naaman, "Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir." (2 Raja-Raja 5:10). Naaman menjadi gusar dan kecewa. "Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?" Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati." (2 Raja-Raja 5:12). Naaman berharap Elisa memerintahkan dia untuk mandi di sungai Abana atau Parpar, bukan ke sungai Yordan, yang airnya sangat keruh. Arti harafiah 'Abana' adalah keahlian, kehebatan dan pengetahuan manusia; 'Parpar' berarti kecukupan (kelimpahan materi), sedangkan sungai Yordan berarti sungainya Tuhan.
Ketika mengalami masalah yang berat kita seringkali berpikir bahwa kepintaran dan kehebatan manusia, kecanggihan ilmu kedokteran, pasti dapat melepaskan kita dari masalah. Kita juga beranggapan bahwa masalah pasti dapat diselesaikan dengan uang atau kekayaan. Namun nyatanya kepintaran, kehebatan, uang, kekayaan, tak selamanya bisa menolong. Tak mudah memercayai kuasa Ilahi karena manusia lebih memercayai hal-hal yang terlihat secara kasat mata. Namun akhinya hati Naaman luluh juga, ia mau menanggalkan reputasi dan gengsinya untuk mandi tujuh kali di sungai Yordan.
Karena mau taat, mujizat dinyatakan! Naaman menjadi tahir.
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-14
"Naaman, panglima raja Aram, adalah seorang terpandang di hadapan tuannya dan sangat disayangi, sebab oleh dia TUHAN telah memberikan kemenangan kepada orang Aram. Tetapi orang itu, seorang pahlawan tentara, sakit kusta." 2 Raja-Raja 5:1
Naaman bukanlah sembarang orang, dia adalah orang yang punya kedudukan tinggi dan reputasi baik di mata masyarakat karena ia adalah panglima tertinggi raja Aram. Arti nama 'Naaman' adalah menyenangkan, sedap. Sayang, kesuksesan dan kegemilangannya dalam karir menjadi tidak berarti karena ia menderita sakit kusta. Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Naaman waktu itu, penyakit membuatnya tidak berdaya.
Pada zaman itu seorang penderita kusta akan dikucilkan dan dibuang dari masyarakat. Melalui kesaksian seorang gadis kecil, yang tak lain adalah pelayan isterinya, Naaman datang kepada Elisa untuk mendapatkan kesembuhan. Sangkanya abdi Tuhan itu akan berdoa sambil menumpangkan tangan di atas tubuhnya yang sakit itu, tapi melalui seorang suruhan, Elisa memberikan perintah kepada Naaman, "Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir." (2 Raja-Raja 5:10). Naaman menjadi gusar dan kecewa. "Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?" Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati." (2 Raja-Raja 5:12). Naaman berharap Elisa memerintahkan dia untuk mandi di sungai Abana atau Parpar, bukan ke sungai Yordan, yang airnya sangat keruh. Arti harafiah 'Abana' adalah keahlian, kehebatan dan pengetahuan manusia; 'Parpar' berarti kecukupan (kelimpahan materi), sedangkan sungai Yordan berarti sungainya Tuhan.
Ketika mengalami masalah yang berat kita seringkali berpikir bahwa kepintaran dan kehebatan manusia, kecanggihan ilmu kedokteran, pasti dapat melepaskan kita dari masalah. Kita juga beranggapan bahwa masalah pasti dapat diselesaikan dengan uang atau kekayaan. Namun nyatanya kepintaran, kehebatan, uang, kekayaan, tak selamanya bisa menolong. Tak mudah memercayai kuasa Ilahi karena manusia lebih memercayai hal-hal yang terlihat secara kasat mata. Namun akhinya hati Naaman luluh juga, ia mau menanggalkan reputasi dan gengsinya untuk mandi tujuh kali di sungai Yordan.
Karena mau taat, mujizat dinyatakan! Naaman menjadi tahir.
Tuesday, March 24, 2020
JANGAN PERNAH REMEHKAN ORANG!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Maret 2020
Baca: Yakobus 2:1-13
"bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?" Yakobus 2:4
Bukan hal yang mengejutkan lagi bila manusia menilai sesamanya berdasarkan apa yang terlihat dari luar dan dari apa yang dimiliki. Terhadap mereka yang kaya kita begitu segan dan hormat, tetapi terhadap mereka yang biasa, apalagi miskin, kita cenderung meremehkan dan memandang rendah. Kristus pun mengalami hal yang demikian, yaitu dipandang remeh atau sebelah mata oleh orang-orang di kampung halamannya.
Suatu ketika Kristus datang ke tempat asal-Nya yaitu Nazaret, sebuah kota kecil, tempat di mana Kristus menghabiskan masa kecil-Nya, sampai Ia bertumbuh menjadi dewasa. Itulah sebabnya Kristus disebut orang Nazaret. Setibanya di tempat asal-Nya itu Kristus mengajar orang-orang di rumah ibadat dan banyak orang menjadi takjub dan terheran-heran, "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu?" (Matius 13:54). Mereka juga berkata, "Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" (Matius 13:55-56). Dari pertanyaan-pertanyaan ini mengindikasikan bahwa orang-orang Nazaret meragukan dan memandang remeh Kristus. Di pikiran mereka Kristus itu tak lebih dari anak tukang kayu. Akhirnya orang-orang Nazaret menjadi kecewa dan menolak kehadiran Kristus.
Karena ketidakpercayaan mereka sendiri akhirnya tidak banyak mujizat yang Kristus kerjakan di daerah asalnya itu (Matius 13:58). Daud, juga mengalami hal sama: ia dipandang sebelah mata atau diremehkan oleh keluarganya sendiri. Ketika Samuel mencari anak-anak Isai untuk diurapi menjadi raja, Isai mengedepankan anak-anaknya yang dipandang layak menurut penilaian jasmaniah untuk menjadi raja dan mengesampingkan Daud. Tapi kita harus ingat: bukan yang dilihat manusia yang dilihat Tuhan, sebab manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati (1 Samuel 16:7). Bukankah banyak orang Kristen bersikap demikian, yaitu suka sekali membeda-bedakan orang berdasarkan status sosialnya, atau melihat rupa?
Memandang rendah orang lain sama artinya menghina Tuhan, Sang Pencipta.
Baca: Yakobus 2:1-13
"bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?" Yakobus 2:4
Bukan hal yang mengejutkan lagi bila manusia menilai sesamanya berdasarkan apa yang terlihat dari luar dan dari apa yang dimiliki. Terhadap mereka yang kaya kita begitu segan dan hormat, tetapi terhadap mereka yang biasa, apalagi miskin, kita cenderung meremehkan dan memandang rendah. Kristus pun mengalami hal yang demikian, yaitu dipandang remeh atau sebelah mata oleh orang-orang di kampung halamannya.
Suatu ketika Kristus datang ke tempat asal-Nya yaitu Nazaret, sebuah kota kecil, tempat di mana Kristus menghabiskan masa kecil-Nya, sampai Ia bertumbuh menjadi dewasa. Itulah sebabnya Kristus disebut orang Nazaret. Setibanya di tempat asal-Nya itu Kristus mengajar orang-orang di rumah ibadat dan banyak orang menjadi takjub dan terheran-heran, "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu?" (Matius 13:54). Mereka juga berkata, "Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" (Matius 13:55-56). Dari pertanyaan-pertanyaan ini mengindikasikan bahwa orang-orang Nazaret meragukan dan memandang remeh Kristus. Di pikiran mereka Kristus itu tak lebih dari anak tukang kayu. Akhirnya orang-orang Nazaret menjadi kecewa dan menolak kehadiran Kristus.
Karena ketidakpercayaan mereka sendiri akhirnya tidak banyak mujizat yang Kristus kerjakan di daerah asalnya itu (Matius 13:58). Daud, juga mengalami hal sama: ia dipandang sebelah mata atau diremehkan oleh keluarganya sendiri. Ketika Samuel mencari anak-anak Isai untuk diurapi menjadi raja, Isai mengedepankan anak-anaknya yang dipandang layak menurut penilaian jasmaniah untuk menjadi raja dan mengesampingkan Daud. Tapi kita harus ingat: bukan yang dilihat manusia yang dilihat Tuhan, sebab manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati (1 Samuel 16:7). Bukankah banyak orang Kristen bersikap demikian, yaitu suka sekali membeda-bedakan orang berdasarkan status sosialnya, atau melihat rupa?
Memandang rendah orang lain sama artinya menghina Tuhan, Sang Pencipta.
Monday, March 23, 2020
TANPA PENYERTAAN TUHAN TAKKAN BERJALAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Maret 2020
Baca: Keluaran 33:1-23
"Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini." Keluaran 33:15
Tuhan sangat senang bila kita memiliki penyerahan diri penuh kepada-Nya, sehingga Ia dapat menuntun kita kepada kehendak dan rencana-Nya. Saat memimpin bangsa Israel Musa meminta tuntunan dan bimbingan dari Tuhan. Pernyataan: "Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini." adalah bukti penyerahan diri Musa kepada pimpinan Tuhan. Tuhan pun menjanjikan suatu rencana yang sempurna yaitu membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, "Aku sendiri hendak membimbing engkau dan memberikan ketenteraman kepadamu." (Keluaran 33:14). Selain berjanji untuk membimbing dan menyertai, Tuhan juga menjanjikan suatu ketenteraman.
Tidak mudah menemukan orang yang punya penyerahan total kepada Tuhan seperti Musa ini, terlebih-lebih di masa seperti sekarang ini, di mana teknologi semakin canggih, yang membuat orang cenderung mengandalkan kemampuan, kepintaran, kehebatan dan kekuatan sendiri. Karena merasa bisa mengatasi persoalan sendiri, orang tidak lagi membutuhkan tuntunan Tuhan dalam hidupnya, orang yang menempuh jalannya sendiri tanpa mau melibatkan Tuhan. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12), dan "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21). Banyak orang memilih untuk menempuh jalannya sendiri daripada tunduk pada pimpinan Tuhan, karena dirasa bahwa jalan yang Tuhan tunjukkan, kemana Tuhan membawa kita tidak seperti yang kita harapkan. Memang, hidup dalam penyertaan Tuhan tidak berarti kemudian kita akan terbebas dari masalah dan kesulitan. Adakalanya Tuhan mengijinkan masalah terjadi agar supaya kita makin mendekat kepada-Nya dan hidup mengandalkan Dia sepenuhnya.
Ketika Musa berserah dan tunduk kepada pimpinan Tuhan, Tuhan pun menepati janji-Nya, bahkan Ia memperlihatkan diri-Nya secara khusus kepada Musa; dan di setiap perjalanan yang bangsa Israel tempuh tak sedikit pun yang lepas dari perhatian Tuhan, bahkan mujizat Tuhan selalu dinyatakan di sepanjang perjalanan.
Meskipun Tuhan tidak menunjukkan penyertaan-Nya secara langsung, bukan berarti Dia jauh dari kita, Roh Kudus di dalam kita adalah bukti penyertaan-Nya.
Baca: Keluaran 33:1-23
"Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini." Keluaran 33:15
Tuhan sangat senang bila kita memiliki penyerahan diri penuh kepada-Nya, sehingga Ia dapat menuntun kita kepada kehendak dan rencana-Nya. Saat memimpin bangsa Israel Musa meminta tuntunan dan bimbingan dari Tuhan. Pernyataan: "Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini." adalah bukti penyerahan diri Musa kepada pimpinan Tuhan. Tuhan pun menjanjikan suatu rencana yang sempurna yaitu membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, "Aku sendiri hendak membimbing engkau dan memberikan ketenteraman kepadamu." (Keluaran 33:14). Selain berjanji untuk membimbing dan menyertai, Tuhan juga menjanjikan suatu ketenteraman.
Tidak mudah menemukan orang yang punya penyerahan total kepada Tuhan seperti Musa ini, terlebih-lebih di masa seperti sekarang ini, di mana teknologi semakin canggih, yang membuat orang cenderung mengandalkan kemampuan, kepintaran, kehebatan dan kekuatan sendiri. Karena merasa bisa mengatasi persoalan sendiri, orang tidak lagi membutuhkan tuntunan Tuhan dalam hidupnya, orang yang menempuh jalannya sendiri tanpa mau melibatkan Tuhan. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12), dan "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21). Banyak orang memilih untuk menempuh jalannya sendiri daripada tunduk pada pimpinan Tuhan, karena dirasa bahwa jalan yang Tuhan tunjukkan, kemana Tuhan membawa kita tidak seperti yang kita harapkan. Memang, hidup dalam penyertaan Tuhan tidak berarti kemudian kita akan terbebas dari masalah dan kesulitan. Adakalanya Tuhan mengijinkan masalah terjadi agar supaya kita makin mendekat kepada-Nya dan hidup mengandalkan Dia sepenuhnya.
Ketika Musa berserah dan tunduk kepada pimpinan Tuhan, Tuhan pun menepati janji-Nya, bahkan Ia memperlihatkan diri-Nya secara khusus kepada Musa; dan di setiap perjalanan yang bangsa Israel tempuh tak sedikit pun yang lepas dari perhatian Tuhan, bahkan mujizat Tuhan selalu dinyatakan di sepanjang perjalanan.
Meskipun Tuhan tidak menunjukkan penyertaan-Nya secara langsung, bukan berarti Dia jauh dari kita, Roh Kudus di dalam kita adalah bukti penyertaan-Nya.
Sunday, March 22, 2020
TUHAN TAHU KITA HANYALAH DEBU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Maret 2020
Baca: Mazmur 103:1-22
"Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu." Mazmur 103:14
Melalui kehidupan kita sehari-hari kita dapat merasakan betapa besar kasih dan kemurahan Tuhan kepada kita. Sekalipun kita sering mengecewakan Tuhan melalui ketidaktaatan dan pemberontakan kita, tetapi kasih setia Tuhan kepada kita tidak pernah berubah, Ia tetap menyayangi kita. "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur 103:13).
Tuhan sangat menyadari kelemahan kita, karena Dia ingat bahwa kita ini debu (ayat nas). Sekalipun Tuhan tahu kelemahan kita, bukan berarti Ia akan membiarkan kita hidup dengan sembarangan, hidup seenaknya sendiri dan terus jatuh di dalam dosa. Seringkali kita membuat dalil bahwa sebagai manusia adalah wajar bila melakukan kesalahan atau berbuat khilaf. Bukan karena Tuhan mengerti bahwa kita ini lemah lalu Dia akan berkompromi dengan dosa-dosa yang kita perbuat. Tuhan tahu bahwa hari-hari kita di dunia sangatlah singkat, karena itu Ia menghendaki agar kita menggunakan waktu dengan sebaik mungkin dan terus berjuang mengerjakan keselamatan yang telah kita terima dengan hati yang takut dan gentar. "Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat," (Mazmur 103:3-4).
Karena Tuhan tahu kita lemah maka Ia takkan melepaskan tangan-Nya untuk menolong kita dan "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (Yesaya 40:29). Melalui Roh Kudus sebagai Parakletos, yang artinya penolong atau pembela, Tuhan akan menolong, membimbing, dan menuntun kita kepada seluruh kebenaran-Nya. Tujuannya adalah supaya kita tidak mengalami kebinasaan. Bangsa Israel seringkali jatuh dalam dosa pemberontakan, namun Tuhan tetap sabar terhadap mereka. "Makin Kupanggil mereka, makin pergi mereka itu dari hadapan-Ku; mereka mempersembahkan korban kepada para Baal, dan membakar korban kepada patung-patung. Aku menarik mereka dengan tali kesetiaan, dengan ikatan kasih. Bagi mereka Aku seperti orang yang mengangkat kuk dari tulang rahang mereka; Aku membungkuk kepada mereka untuk memberi mereka makan." (Hosea 11:2, 4).
Dalam kelemahanlah kuasa Tuhan semakin sempurna dinyatakan atas kita!
Baca: Mazmur 103:1-22
"Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu." Mazmur 103:14
Melalui kehidupan kita sehari-hari kita dapat merasakan betapa besar kasih dan kemurahan Tuhan kepada kita. Sekalipun kita sering mengecewakan Tuhan melalui ketidaktaatan dan pemberontakan kita, tetapi kasih setia Tuhan kepada kita tidak pernah berubah, Ia tetap menyayangi kita. "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur 103:13).
Tuhan sangat menyadari kelemahan kita, karena Dia ingat bahwa kita ini debu (ayat nas). Sekalipun Tuhan tahu kelemahan kita, bukan berarti Ia akan membiarkan kita hidup dengan sembarangan, hidup seenaknya sendiri dan terus jatuh di dalam dosa. Seringkali kita membuat dalil bahwa sebagai manusia adalah wajar bila melakukan kesalahan atau berbuat khilaf. Bukan karena Tuhan mengerti bahwa kita ini lemah lalu Dia akan berkompromi dengan dosa-dosa yang kita perbuat. Tuhan tahu bahwa hari-hari kita di dunia sangatlah singkat, karena itu Ia menghendaki agar kita menggunakan waktu dengan sebaik mungkin dan terus berjuang mengerjakan keselamatan yang telah kita terima dengan hati yang takut dan gentar. "Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat," (Mazmur 103:3-4).
Karena Tuhan tahu kita lemah maka Ia takkan melepaskan tangan-Nya untuk menolong kita dan "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (Yesaya 40:29). Melalui Roh Kudus sebagai Parakletos, yang artinya penolong atau pembela, Tuhan akan menolong, membimbing, dan menuntun kita kepada seluruh kebenaran-Nya. Tujuannya adalah supaya kita tidak mengalami kebinasaan. Bangsa Israel seringkali jatuh dalam dosa pemberontakan, namun Tuhan tetap sabar terhadap mereka. "Makin Kupanggil mereka, makin pergi mereka itu dari hadapan-Ku; mereka mempersembahkan korban kepada para Baal, dan membakar korban kepada patung-patung. Aku menarik mereka dengan tali kesetiaan, dengan ikatan kasih. Bagi mereka Aku seperti orang yang mengangkat kuk dari tulang rahang mereka; Aku membungkuk kepada mereka untuk memberi mereka makan." (Hosea 11:2, 4).
Dalam kelemahanlah kuasa Tuhan semakin sempurna dinyatakan atas kita!
Saturday, March 21, 2020
GAGAL KARENA RESPONS HATI NEGATIF (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Maret 2020
Baca: Kolose 3:1-4
"Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." Kolose 3:2
Bangsa Israel selalu menyikapi setiap kejadian atau peristiwa yang dialami dengan respons yang negatif, sehingga yang keluar dari mulutnya pun hanya hal-hal yang negatif. Tak ada ucapan syukur! Menghadapi masalah atau kesukaran sedikit saja iman mereka langsung terjun bebas dan putus asa. Bukan hanya itu, mereka terus saja mengingat-ingat dan membanding-bandingkan kehidupan saat di Mesir, yang dianggapnya lebih enak, daripada harus menggembara di padang gurun. "Bersungut-sungutlah semua orang Israel kepada Musa dan Harun; dan segenap umat itu berkata kepada mereka: "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini! Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?" (Bilangan 14:2-3).
Dari apa yang mereka ucapkan jelas sekali menunjukkan ketidakpercayaan mereka kepada Tuhan. Mujizat dan perkara-perkara besar yang Tuhan nyatakan atas mereka di padang gurun ternyata belum juga cukup membuka mata rohani mereka. Respons hati yang negatif menghalangi mereka sendiri untuk mengalami penggenapan janji Tuhan. Bukankah sikap hati yang dimiliki bangsa Israel ini tidak jauh berbeda dengan sikap kebanyakan orang Kristen? Kita mudah sekali melupakan kebaikan dan pertolongan Tuhan dalam hidup kita, sehingga mengalami masalah sedikit saja tak ada pujian dan ucapan syukur keluar dari mulut kita. Pemazmur menasihati, "Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:2). "Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, mujizat-mujizat-Nya..." (Mazmur 105:5).
Seburuk apa pun keadaannya, sesulit apa pun perjalanan yang kita tempuh, bila kita memiliki respons hati yang benar kita akan mampu bertahan, sebab kita percaya bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala perkara (Roma 8:28). Rasul Paulus juga menasihati, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8).
Masalah seharusnya membuat kita makin mengaktifkan iman dan hidup mengandalkan Tuhan, bukan malah bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan!
Baca: Kolose 3:1-4
"Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." Kolose 3:2
Bangsa Israel selalu menyikapi setiap kejadian atau peristiwa yang dialami dengan respons yang negatif, sehingga yang keluar dari mulutnya pun hanya hal-hal yang negatif. Tak ada ucapan syukur! Menghadapi masalah atau kesukaran sedikit saja iman mereka langsung terjun bebas dan putus asa. Bukan hanya itu, mereka terus saja mengingat-ingat dan membanding-bandingkan kehidupan saat di Mesir, yang dianggapnya lebih enak, daripada harus menggembara di padang gurun. "Bersungut-sungutlah semua orang Israel kepada Musa dan Harun; dan segenap umat itu berkata kepada mereka: "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini! Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?" (Bilangan 14:2-3).
Dari apa yang mereka ucapkan jelas sekali menunjukkan ketidakpercayaan mereka kepada Tuhan. Mujizat dan perkara-perkara besar yang Tuhan nyatakan atas mereka di padang gurun ternyata belum juga cukup membuka mata rohani mereka. Respons hati yang negatif menghalangi mereka sendiri untuk mengalami penggenapan janji Tuhan. Bukankah sikap hati yang dimiliki bangsa Israel ini tidak jauh berbeda dengan sikap kebanyakan orang Kristen? Kita mudah sekali melupakan kebaikan dan pertolongan Tuhan dalam hidup kita, sehingga mengalami masalah sedikit saja tak ada pujian dan ucapan syukur keluar dari mulut kita. Pemazmur menasihati, "Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:2). "Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, mujizat-mujizat-Nya..." (Mazmur 105:5).
Seburuk apa pun keadaannya, sesulit apa pun perjalanan yang kita tempuh, bila kita memiliki respons hati yang benar kita akan mampu bertahan, sebab kita percaya bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala perkara (Roma 8:28). Rasul Paulus juga menasihati, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8).
Masalah seharusnya membuat kita makin mengaktifkan iman dan hidup mengandalkan Tuhan, bukan malah bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan!