Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 November 2018
Baca: 1 Timotius 4:1-10
"Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala
hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup
yang akan datang." 1 Timotius 4:7b, 8
Lalu Muhammad Zohri, pria kelahiran 1 Juli 2000 di Lombok (NTB), beberapa waktu yang lalu telah menjadi perbincangan di negeri ini dan dunia karena torehan prestasinya, yaitu meraih medali emas lari nomor 100 meter putera pada Kejuaraan Dunia atletik U-20 di Finlandia (11/7/2018). Berdasarkan catatan resmi Asosiasi Internasional Federasi Atletik (IAAF), dalam 32 tahun penyelenggaraan, ini merupan sejarah baru bagi Indonesia. Sebulan sebelumnya Zohri juga berhasil meraih medali emas di nomor yang sama pada kejuaraan atletik Asia Yunior di Gifu (Jepang). Luar biasa!
Seseorang tidak akan bisa menjadi atlet yang hebat dan berprestasi tanpa berlatih dengan keras! Demikian juga dalam kehidupan rohani dan pelayanan diperlukan latihan yang keras. Rasul Paulus mengibaratkan dirinya sebagai seorang pelari dan petinju yang berlatih sedemikian rupa dengan tujuan agar hidup dan pelayanannya berkenan kepada Tuhan. "Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah
memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:26-27). Latihan keras ini berbicara tentang penyangkalan diri terhadap segala keinginan daging atau kesenangan lahiriah yang dapat menghambat kemajuan rohaninya dan juga pelayanannya. "...kami menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus." (1 Korintus 9:12b).
Rasul Paulus berharap agar Timotius mengikuti jejak hidupnya, karena itu ia menasihati Timotius untuk melatih diri dalam hal ibadah. Ibadah yang bukan hanya sebatas rutinitas atau kegiatan agamawi, tapi ibadah yang disertai dengan hati yang takut akan Tuhan, dengan mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan (Roma 12:1).
Ibadah yang disertai penyangkalan diri terhadap segala kedagingan perlu latihan keras. Ada harga yang harus dibayar agar ibadah kita dikenan Tuhan!
Friday, November 30, 2018
Thursday, November 29, 2018
MENGASIHI TUHAN LEBIH DARI SEGALA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 November 2018
Baca: Kejadian 22:1-19
"Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu." Kejadian 22:2
Abraham dikenal sebagai bapa orang beriman. Sebutan ini tidak serta merta disematkan pada Abraham tanpa melalui proses. Kualitas iman percaya Abraham kepada Tuhan harus melewati ujian demi ujian. Salah satu ujian terberat adalah ketika Tuhan memintanya mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran. Ishak adalah anak yang sangat dinanti-nantikan Abraham dan Sara dalam kurun waktu yang cukup lama. Saat itulah Abraham dihadapkan pada pilihan yang tak mudah: taat kepada Tuhan dengan mempersembahkan anak semata wayangnya, atau mempertahankan anak demi egonya sendiri.
Abraham lulus dari ujian terhadap imannya tersebut, di mana ia memilih untuk taat kepada kehendak Tuhan dengan mempersembahkan Ishak, bukti bahwa ia mengasihi Tuhan lebih dari segala-galanya, bukti bahwa ia menempatkan Tuhan sebagai yang terutama dalam hidupnya. Berkatalah malaikat Tuhan kepada Abraham, "...sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku." (Kejadian 22:12).
Hidup kekristenan adalah hidup yang tak luput dari proses ujian. Tak selamanya perahu hidup kita berlayar di lautan yang tenang, tapi adakalanya perahu itu harus melewati ganasnya ombak, gelombang, juga terpaan angin ribut yang dapat menenggelamkan perahu kita. Juga terkadang kita harus melewati hari-hari serasa di padang gurun. Saat itulah iman kita sedang diuji. Bersungut-sungut, mengeluh, mengomelkah kita seperti yang biasa dilakukan bangsa Israel, ataukah kita tetap memantapkan iman dan memilih tetap mengasihi Tuhan lebih dari apa pun? Proses ujian yang dialami bangsa Israel di padang gurun membawanya kepada pengalaman hidup yang luar biasa, sebab di sanalah mujizat dan pekerjaan-pekerjaan Tuhan yang dahsyat dinyatakan. Tanpa ujian, iman seseorang takkan mengalami pertumbuhan. Ujian terhadap iman akan membuktikan diri kita yang sebenarnya di hadapan Tuhan.
Tuhan memakai setiap proses demi proses untuk mengetahui kadar kasih kita kepada-Nya.
Baca: Kejadian 22:1-19
"Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu." Kejadian 22:2
Abraham dikenal sebagai bapa orang beriman. Sebutan ini tidak serta merta disematkan pada Abraham tanpa melalui proses. Kualitas iman percaya Abraham kepada Tuhan harus melewati ujian demi ujian. Salah satu ujian terberat adalah ketika Tuhan memintanya mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran. Ishak adalah anak yang sangat dinanti-nantikan Abraham dan Sara dalam kurun waktu yang cukup lama. Saat itulah Abraham dihadapkan pada pilihan yang tak mudah: taat kepada Tuhan dengan mempersembahkan anak semata wayangnya, atau mempertahankan anak demi egonya sendiri.
Abraham lulus dari ujian terhadap imannya tersebut, di mana ia memilih untuk taat kepada kehendak Tuhan dengan mempersembahkan Ishak, bukti bahwa ia mengasihi Tuhan lebih dari segala-galanya, bukti bahwa ia menempatkan Tuhan sebagai yang terutama dalam hidupnya. Berkatalah malaikat Tuhan kepada Abraham, "...sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku." (Kejadian 22:12).
Hidup kekristenan adalah hidup yang tak luput dari proses ujian. Tak selamanya perahu hidup kita berlayar di lautan yang tenang, tapi adakalanya perahu itu harus melewati ganasnya ombak, gelombang, juga terpaan angin ribut yang dapat menenggelamkan perahu kita. Juga terkadang kita harus melewati hari-hari serasa di padang gurun. Saat itulah iman kita sedang diuji. Bersungut-sungut, mengeluh, mengomelkah kita seperti yang biasa dilakukan bangsa Israel, ataukah kita tetap memantapkan iman dan memilih tetap mengasihi Tuhan lebih dari apa pun? Proses ujian yang dialami bangsa Israel di padang gurun membawanya kepada pengalaman hidup yang luar biasa, sebab di sanalah mujizat dan pekerjaan-pekerjaan Tuhan yang dahsyat dinyatakan. Tanpa ujian, iman seseorang takkan mengalami pertumbuhan. Ujian terhadap iman akan membuktikan diri kita yang sebenarnya di hadapan Tuhan.
Tuhan memakai setiap proses demi proses untuk mengetahui kadar kasih kita kepada-Nya.
Wednesday, November 28, 2018
MENGALAMI SORGA DI BUMI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 November 2018
Baca: Ulangan 7:12-26
"Dan akan terjadi, karena kamu mendengarkan peraturan-peraturan itu serta melakukannya dengan setia, maka terhadap engkau TUHAN, Allahmu, akan memegang perjanjian dan kasih setia-Nya yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu." Ulangan 7:12
Tujuan manusia menjalani kehidupan di bumi bukanlah untuk berfoya-foya, memuaskan hasrat kedagingannya, atau hidup menurut kehendaknya sendiri, melainkan harus hidup menurut kehendak Tuhan Sang Pencipta dan hidup mempermuliakan nama-Nya, "...semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!" (Yesaya 43:7).
Kita diperingatkan untuk memperhatikan sungguh-sungguh bagaimana kita hidup, sebab cara hidup kita di dunia ini akan menentukan tempat kita di alam baka. Di alam baka nanti, hanya ada dua tempat yaitu istana Raja di atas segala raja, atau penjara; sorga atau neraka; hidup kekal atau binasa kekal. Jalan menuju ke dua tempat itu dirintis saat kita di dunia. Pilihan hidup ada di tangan kita masing-masing! Untuk mencapai sorga haruslah melalui satu jalan, yaitu bertobat dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sebab Dialah satu-satunya jalan menuju rumah Bapa (Yohanes 14:6). Apabila waktu atau kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita telah berakhir tak ada kesempatan bagi kita untuk memperbaiki diri, sebab waktu tak bisa diputar kembali. Jika semuanya sudah terlambat, sesal pun tiada guna.
Selama hidup di bumi ini kita pun dapat mengalami dan menikmati Sorga asalkan kita mau menaati semua perintah Tuhan. Tuhan menjanjikan kepada umat Israel, apabila mereka taat akan semua perintah-Nya, mereka akan mengalami hidup seperti di sorga, karena tak ada kemandulan, hasil bumi diberkati, dijauhkan dari sakit-penyakit, wabah-wabah ditiadakan dan sebagainya. Sebaliknya, jika mereka melanggar perintah Tuhan, maka kutuk akan menimpa mereka. Jadi, berkat atau kutuk, dapat kita pilih! "...kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu," (Ulangan 30:19).
Untuk mengalami sorga di bumi tergantung sikap dan pilihan hidup kita sendiri. Jika kita taat kepada Tuhan, berkat-Nya berlaku atas kita!
Baca: Ulangan 7:12-26
"Dan akan terjadi, karena kamu mendengarkan peraturan-peraturan itu serta melakukannya dengan setia, maka terhadap engkau TUHAN, Allahmu, akan memegang perjanjian dan kasih setia-Nya yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu." Ulangan 7:12
Tujuan manusia menjalani kehidupan di bumi bukanlah untuk berfoya-foya, memuaskan hasrat kedagingannya, atau hidup menurut kehendaknya sendiri, melainkan harus hidup menurut kehendak Tuhan Sang Pencipta dan hidup mempermuliakan nama-Nya, "...semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!" (Yesaya 43:7).
Kita diperingatkan untuk memperhatikan sungguh-sungguh bagaimana kita hidup, sebab cara hidup kita di dunia ini akan menentukan tempat kita di alam baka. Di alam baka nanti, hanya ada dua tempat yaitu istana Raja di atas segala raja, atau penjara; sorga atau neraka; hidup kekal atau binasa kekal. Jalan menuju ke dua tempat itu dirintis saat kita di dunia. Pilihan hidup ada di tangan kita masing-masing! Untuk mencapai sorga haruslah melalui satu jalan, yaitu bertobat dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sebab Dialah satu-satunya jalan menuju rumah Bapa (Yohanes 14:6). Apabila waktu atau kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita telah berakhir tak ada kesempatan bagi kita untuk memperbaiki diri, sebab waktu tak bisa diputar kembali. Jika semuanya sudah terlambat, sesal pun tiada guna.
Selama hidup di bumi ini kita pun dapat mengalami dan menikmati Sorga asalkan kita mau menaati semua perintah Tuhan. Tuhan menjanjikan kepada umat Israel, apabila mereka taat akan semua perintah-Nya, mereka akan mengalami hidup seperti di sorga, karena tak ada kemandulan, hasil bumi diberkati, dijauhkan dari sakit-penyakit, wabah-wabah ditiadakan dan sebagainya. Sebaliknya, jika mereka melanggar perintah Tuhan, maka kutuk akan menimpa mereka. Jadi, berkat atau kutuk, dapat kita pilih! "...kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu," (Ulangan 30:19).
Untuk mengalami sorga di bumi tergantung sikap dan pilihan hidup kita sendiri. Jika kita taat kepada Tuhan, berkat-Nya berlaku atas kita!
Tuesday, November 27, 2018
TAK HIRAUKAN PERINGATAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 November 2018
Baca: Wahyu 2:18-29
"Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya." Wahyu 2:21
Tuhan kita adalah Tuhan yang panjang sabar dan penuh kasih setia! Terhadap orang yang melakukan perbuatan dosa Tuhan tidak segera menghukum, namun Ia selalu memberi kesempatan atau waktu untuk bertobat. Tuhan telah memberikan waktu kepada Izebel yang menyebut dirinya nabiah, yang mengajar dan menyesatkan hamba-hamba Tuhan agar melakukan zinah dan makan persembahan-persembahan berhala, untuk segera bertobat, tetapi ia tidak mau (ayat nas). Sekalipun Tuhan telah memberikan waktu yang cukup untuk bertobat dari perbuatan-perbuatan yang jahat, ia tetap tidak mau bertobat.
Di zaman sekarang ini banyak sekali orang melakukan perzinahan rohani! Mereka lebih suka percaya terhadap berhala-berhala daripada percaya kepada Tuhan yang benar dan hidup. Mereka meremehkan Kristus dan lebih suka menyembah kepada roh-roh jahat atau pergi ke dukun-dukun. Tuhan telah cukup banyak memberikan kesempatan kepada manusia untuk bertobat dari jalan-jalannya yang sesat, tapi peringatan Tuhan tersebut tak dihiraukannya, dan dengan sengaja menutup hati dan telinga untuk berita keselamatan. Hal ini juga terjadi pada zaman nabi Yeremia! Melalui hamba-Nya ini Tuhan selalu memperingatkan bangsa Yehuda yang menyembah berhala untuk segera bertobat, tapi respons mereka seperti ini: "Mengenai apa yang kaukatakan demi nama Allah kepada kami itu, kami tidak akan mendengarkan engkau," (Yeremia 44:16).
Demikian sulitnya manusia diajak untuk hidup benar, karena manusia lebih suka untuk hidup menurut kehendak dagingnya daripada tunduk kepada kehendak Tuhan. Mereka lupa bahwa setiap ketidaktaatan selalu membawa akibat. Janganlah menyalahkan Tuhan jika suatu saat kita harus menuai dari apa yang kita tabur. "Seperti mereka tidak mendengarkan pada waktu dipanggil, demikianlah Aku tidak mendengarkan pada waktu mereka memanggil, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 7:13).
"Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." 2 Petrus 3:9
Baca: Wahyu 2:18-29
"Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya." Wahyu 2:21
Tuhan kita adalah Tuhan yang panjang sabar dan penuh kasih setia! Terhadap orang yang melakukan perbuatan dosa Tuhan tidak segera menghukum, namun Ia selalu memberi kesempatan atau waktu untuk bertobat. Tuhan telah memberikan waktu kepada Izebel yang menyebut dirinya nabiah, yang mengajar dan menyesatkan hamba-hamba Tuhan agar melakukan zinah dan makan persembahan-persembahan berhala, untuk segera bertobat, tetapi ia tidak mau (ayat nas). Sekalipun Tuhan telah memberikan waktu yang cukup untuk bertobat dari perbuatan-perbuatan yang jahat, ia tetap tidak mau bertobat.
Di zaman sekarang ini banyak sekali orang melakukan perzinahan rohani! Mereka lebih suka percaya terhadap berhala-berhala daripada percaya kepada Tuhan yang benar dan hidup. Mereka meremehkan Kristus dan lebih suka menyembah kepada roh-roh jahat atau pergi ke dukun-dukun. Tuhan telah cukup banyak memberikan kesempatan kepada manusia untuk bertobat dari jalan-jalannya yang sesat, tapi peringatan Tuhan tersebut tak dihiraukannya, dan dengan sengaja menutup hati dan telinga untuk berita keselamatan. Hal ini juga terjadi pada zaman nabi Yeremia! Melalui hamba-Nya ini Tuhan selalu memperingatkan bangsa Yehuda yang menyembah berhala untuk segera bertobat, tapi respons mereka seperti ini: "Mengenai apa yang kaukatakan demi nama Allah kepada kami itu, kami tidak akan mendengarkan engkau," (Yeremia 44:16).
Demikian sulitnya manusia diajak untuk hidup benar, karena manusia lebih suka untuk hidup menurut kehendak dagingnya daripada tunduk kepada kehendak Tuhan. Mereka lupa bahwa setiap ketidaktaatan selalu membawa akibat. Janganlah menyalahkan Tuhan jika suatu saat kita harus menuai dari apa yang kita tabur. "Seperti mereka tidak mendengarkan pada waktu dipanggil, demikianlah Aku tidak mendengarkan pada waktu mereka memanggil, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 7:13).
"Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." 2 Petrus 3:9
Monday, November 26, 2018
MENYELESAIKAN MISI BAPA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 November 2018
Baca: Yohanes 19:28-30
"Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya." Yohanes 19:30
Pernyataan Kristus di atas kayu salib 'Sudah selesai' ini, apa maknanya? Apakah yang Kristus selesaikan di seluruh hidup-Nya? Kristus telah menyelesaikan misi yang Bapa amanatkan kepada-Nya. Apa misi Kristus datang ke dunia? Ada tertulis: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Hari-hari Kristus yang singkat saat berada di bumi dipenuhi dengan pelayanan: melayani jiwa-jiwa, melakukan banyak mujizat, mengajar dan memberitakan Injil dan Kerajaan Sorga. Puncaknya, Ia taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Kristus menyelesaikan tugas-Nya sebagai Juruselamat manusia dan menjadi teladan bagi orang percaya melalui ketaatan, kasih, kerendahan hati, dan kuasa-Nya. Setelah menyelesaikan semuanya berkatalah Kristus kepada Bapa: "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." (Yohanes 17:4).
Selanjutnya, apa yang menjadi pesan Kristus kepada semua orang percaya? "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." (Yohanes 20:21). Kristus mengutus kita untuk melanjutkan misi-Nya yaitu mengerjakan Amanat Agung: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Sudahkah kita melakukan apa yang Tuhan perintahkan ini? Selama kita masih memiliki waktu hidup di dunia ini mari kita gunakan waktu kita sebaik mungkin untuk melayani Tuhan menggenapi rencana-Nya. Inilah yang menjadi komitmen rasul Paulus: "...aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku..." (Kisah 20:24).
Kristus rela mengorbankan nyawa-Nya untuk keselamatan kita dengan tujuan agar kita meneruskan misi Kristus dalam memenangkan jiwa bagi kerajaan-Nya.
Baca: Yohanes 19:28-30
"Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya." Yohanes 19:30
Pernyataan Kristus di atas kayu salib 'Sudah selesai' ini, apa maknanya? Apakah yang Kristus selesaikan di seluruh hidup-Nya? Kristus telah menyelesaikan misi yang Bapa amanatkan kepada-Nya. Apa misi Kristus datang ke dunia? Ada tertulis: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Hari-hari Kristus yang singkat saat berada di bumi dipenuhi dengan pelayanan: melayani jiwa-jiwa, melakukan banyak mujizat, mengajar dan memberitakan Injil dan Kerajaan Sorga. Puncaknya, Ia taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Kristus menyelesaikan tugas-Nya sebagai Juruselamat manusia dan menjadi teladan bagi orang percaya melalui ketaatan, kasih, kerendahan hati, dan kuasa-Nya. Setelah menyelesaikan semuanya berkatalah Kristus kepada Bapa: "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." (Yohanes 17:4).
Selanjutnya, apa yang menjadi pesan Kristus kepada semua orang percaya? "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." (Yohanes 20:21). Kristus mengutus kita untuk melanjutkan misi-Nya yaitu mengerjakan Amanat Agung: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Sudahkah kita melakukan apa yang Tuhan perintahkan ini? Selama kita masih memiliki waktu hidup di dunia ini mari kita gunakan waktu kita sebaik mungkin untuk melayani Tuhan menggenapi rencana-Nya. Inilah yang menjadi komitmen rasul Paulus: "...aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku..." (Kisah 20:24).
Kristus rela mengorbankan nyawa-Nya untuk keselamatan kita dengan tujuan agar kita meneruskan misi Kristus dalam memenangkan jiwa bagi kerajaan-Nya.
Sunday, November 25, 2018
MELAYANI TUHAN TAPI TAK PUNYA KASIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 November 2018
Baca: Amsal 19:1-29
"Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu." Amsal 19:17
Sebagai pengikut Kristus kita diperintahkan untuk mengikuti teladan Kristus, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Kristus berkata, "...sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (1 Yohanes 13:34). Jadi, memiliki kasih adalah tanda sebagai murid Kristus (Yohanes 15:8).
Salah satu teladan hidup Kristus adalah hati-Nya dipenuhi oleh belas kasihan terhadap semua orang (Matius 9:36; Matius 14:14). Rasul Paulus menegaskan pula, "...dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan," (Filipi 2:1). Belas kasihan atau welas asih adalah emosi manusia yang muncul akibat penderitaan orang lain. Lebih kuat daripada empati, perasaan ini biasanya memunculkan suatu usaha untuk mengurangi penderitaan orang lain. Berbicara tentang belas kasihan, kita selalu diingatkan dengan kisah seorang Samaria yang murah hati (Lukas 10:25-37), yang telah menujukkan kasihnya yang tulus kepada orang yang telah dirampok dan dianiaya oleh para penyamun. Hanya orang Samaria itu yang hatinya tergerak oleh belas kasihan, padahal di kalangan orang Israel orang Samaria disebut orang yang kafir dan najis, tapi justru orang inilah yang menunjukkan kasih. Sedangkan seorang imam dan juga orang Lewi yang lebih dulu melewati jalan itu malah memilih untuk menghindar. Imam adalah orang yang mempunyai tugas mulia di rumah Tuhan, ia adalah mediator atau perantara antara manusia dan Tuhan. Umat yang ingin berhubungan dengan Tuhan harus melalui imam. Lewi adalah kaum yang dipilih Tuhan untuk melayani di rumah Tuhan. Sama halnya dengan imam yang lewat sebelumnya, orang Lewi ini pun hanya berjalan melewati korban perampokan tersebut.
Sangat ironis memang, orang-orang yang menyandang status sebagai pelayan Tuhan dan mengerti kebenaran firman Tuhan tapi tidak mau melayani orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan.
Apalah artinya sibuk melayani pekerjaan Tuhan jika semua itu sebatas teori dan kegiatan agamawi saja!
Baca: Amsal 19:1-29
"Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu." Amsal 19:17
Sebagai pengikut Kristus kita diperintahkan untuk mengikuti teladan Kristus, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Kristus berkata, "...sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (1 Yohanes 13:34). Jadi, memiliki kasih adalah tanda sebagai murid Kristus (Yohanes 15:8).
Salah satu teladan hidup Kristus adalah hati-Nya dipenuhi oleh belas kasihan terhadap semua orang (Matius 9:36; Matius 14:14). Rasul Paulus menegaskan pula, "...dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan," (Filipi 2:1). Belas kasihan atau welas asih adalah emosi manusia yang muncul akibat penderitaan orang lain. Lebih kuat daripada empati, perasaan ini biasanya memunculkan suatu usaha untuk mengurangi penderitaan orang lain. Berbicara tentang belas kasihan, kita selalu diingatkan dengan kisah seorang Samaria yang murah hati (Lukas 10:25-37), yang telah menujukkan kasihnya yang tulus kepada orang yang telah dirampok dan dianiaya oleh para penyamun. Hanya orang Samaria itu yang hatinya tergerak oleh belas kasihan, padahal di kalangan orang Israel orang Samaria disebut orang yang kafir dan najis, tapi justru orang inilah yang menunjukkan kasih. Sedangkan seorang imam dan juga orang Lewi yang lebih dulu melewati jalan itu malah memilih untuk menghindar. Imam adalah orang yang mempunyai tugas mulia di rumah Tuhan, ia adalah mediator atau perantara antara manusia dan Tuhan. Umat yang ingin berhubungan dengan Tuhan harus melalui imam. Lewi adalah kaum yang dipilih Tuhan untuk melayani di rumah Tuhan. Sama halnya dengan imam yang lewat sebelumnya, orang Lewi ini pun hanya berjalan melewati korban perampokan tersebut.
Sangat ironis memang, orang-orang yang menyandang status sebagai pelayan Tuhan dan mengerti kebenaran firman Tuhan tapi tidak mau melayani orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan.
Apalah artinya sibuk melayani pekerjaan Tuhan jika semua itu sebatas teori dan kegiatan agamawi saja!
Saturday, November 24, 2018
KASIH SEBAGAI DASAR HIDUP ORANG PERCAYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 November 2018
Baca: 1 Korintus 13:1-10
"...tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." 1 Korintus 13:1
Ada dua ajaran Kristus yang bersifat luhur dan agung yaitu mengasihi dan memuridkan (Amanat Agung). Kedua ajaran tersebut bersifat imperatif atau suatu perintah yang wajib dilakukan oleh semua orang percaya, tanpa terkecuali; bukan bersifat alternatif, suka-suka, atau pilihan yang didasarkan pada kesenangan hati.
Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus rasul Paulus menegaskan begitu pentingnya kita memiliki kasih. Kasih yang bagaimana? Kasih yang dipraktekkan. Orang percaya dituntut untuk hidup dalam hukum kasih. Hukum kasih ini menekankan pada motivasi. Segala sesuatu yang kita lakukan, baik itu dalam hal ibadah, pelayanan, pekerjaan, menolong sesama atau apa pun juga, bila dilakukan tanpa dasar kasih (motivasi yang benar), maka tidak akan ada faedahnya di mata Tuhan. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat,... Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung,... Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar,..." (1 Korintus 13:1, 2, 3). Ini menunjukkan bahwa kasih memiliki peranan penting dalam dalam segala aspek hidup pengikut Kristus, bahkan rasul Paulus kembali menekankan bahwa dari semuanya yang paling besar dan utama adalah kasih (1 Korintus 13:13).
Di zaman sekarang ini tak mudah menemukan orang yang memiliki kasih. Kasih serasa menjadi sesuatu yang sangat langka dan sulit untuk ditemukan dalam diri insan manusia karena kebanyakan orang cenderung mementingkan diri sendiri (bersikap egois), yang dipikirkan hanyalah bagaimana cara mewujudkan keinginan dan ambisi pribadi, sehingga segala sesuatu yang dilakukan didasarkan pada faktor untung-rugi atau tendensi. Tak mengherankan bila "...kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12), alias luntur, sehingga sekalipun sesungguhnya mereka memiliki kemampuan untuk mengasihi tapi sedikit saja yang mau melakukannya dalam wujud tindakan.
"Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!" 1 Korintus 16:14
Baca: 1 Korintus 13:1-10
"...tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." 1 Korintus 13:1
Ada dua ajaran Kristus yang bersifat luhur dan agung yaitu mengasihi dan memuridkan (Amanat Agung). Kedua ajaran tersebut bersifat imperatif atau suatu perintah yang wajib dilakukan oleh semua orang percaya, tanpa terkecuali; bukan bersifat alternatif, suka-suka, atau pilihan yang didasarkan pada kesenangan hati.
Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus rasul Paulus menegaskan begitu pentingnya kita memiliki kasih. Kasih yang bagaimana? Kasih yang dipraktekkan. Orang percaya dituntut untuk hidup dalam hukum kasih. Hukum kasih ini menekankan pada motivasi. Segala sesuatu yang kita lakukan, baik itu dalam hal ibadah, pelayanan, pekerjaan, menolong sesama atau apa pun juga, bila dilakukan tanpa dasar kasih (motivasi yang benar), maka tidak akan ada faedahnya di mata Tuhan. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat,... Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung,... Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar,..." (1 Korintus 13:1, 2, 3). Ini menunjukkan bahwa kasih memiliki peranan penting dalam dalam segala aspek hidup pengikut Kristus, bahkan rasul Paulus kembali menekankan bahwa dari semuanya yang paling besar dan utama adalah kasih (1 Korintus 13:13).
Di zaman sekarang ini tak mudah menemukan orang yang memiliki kasih. Kasih serasa menjadi sesuatu yang sangat langka dan sulit untuk ditemukan dalam diri insan manusia karena kebanyakan orang cenderung mementingkan diri sendiri (bersikap egois), yang dipikirkan hanyalah bagaimana cara mewujudkan keinginan dan ambisi pribadi, sehingga segala sesuatu yang dilakukan didasarkan pada faktor untung-rugi atau tendensi. Tak mengherankan bila "...kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12), alias luntur, sehingga sekalipun sesungguhnya mereka memiliki kemampuan untuk mengasihi tapi sedikit saja yang mau melakukannya dalam wujud tindakan.
"Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!" 1 Korintus 16:14
Friday, November 23, 2018
JANGAN LAGI TERIKAT DOSA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2018
Baca: Yakobus 1:12-18
"Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15).
Ada banyak faktor yang seringkali membawa seseorang kepada dosa dan terikat dengan dosa. Faktor utamanya adalah serangan dari si Iblis. Segala cara dilakukan oleh Iblis untuk memengaruhi kehidupan manusia. Rasul Petrus menggambarkan demikian: "...si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Iblis selalu mencari kesempatan dan menunggu waktu yang baik untuk menyerang manusia (Lukas 4:13) dan waktu yang baik itu adalah ketika manusia sedang lengah dan tidak lagi berjaga-jaga. Firman Tuhan memperingatkan: "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Faktor lainnya adalah lingkungan di mana kita tinggal dan pergaulan kita. Lingkungan yang buruk dapat memengaruhi hidup seseorang. Orang yang awalnya berperilaku baik bisa saja secara perlahan berubah menjadi sangat buruk, oleh karena pengaruh lingkungan di mana ia tinggal. Begitu pula dengan pergaulan! "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Karena itu kita perlu memperhatikan dengan sungguh-sungguh dengan siapa kita bergaul, jangan sampai kita salah dalam pergaulan, karena akibatnya sangat fatal. "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Jelas sekali bahwa lingkungan dan pergaulan yang buruk berpotensi besar mengakibatkan seseorang terjerumus dan terjerat ke dalam dosa yang semakin dalam. Jangan mencoba untuk melakukan tindakan kompromi atau membuka celah sedikit pun untuk hal itu. Karena itu berhati-hatilah!
Keterikatan seseorang terhadap dosa bisa juga terjadi oleh karena keinginan sendiri sehingga hasrat untuk memuaskan keinginan dagingnya begitu kuat. Semakin kita terikat dengan dosa, semakin jauh kita dari Tuhan; dan jika hubungan kita dengan Tuhan terputus berarti terputus pula berkat-berkat Tuhan untuk kita.
"Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi;" 1 Yohanes 3:9
Baca: Yakobus 1:12-18
"Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15).
Ada banyak faktor yang seringkali membawa seseorang kepada dosa dan terikat dengan dosa. Faktor utamanya adalah serangan dari si Iblis. Segala cara dilakukan oleh Iblis untuk memengaruhi kehidupan manusia. Rasul Petrus menggambarkan demikian: "...si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Iblis selalu mencari kesempatan dan menunggu waktu yang baik untuk menyerang manusia (Lukas 4:13) dan waktu yang baik itu adalah ketika manusia sedang lengah dan tidak lagi berjaga-jaga. Firman Tuhan memperingatkan: "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Faktor lainnya adalah lingkungan di mana kita tinggal dan pergaulan kita. Lingkungan yang buruk dapat memengaruhi hidup seseorang. Orang yang awalnya berperilaku baik bisa saja secara perlahan berubah menjadi sangat buruk, oleh karena pengaruh lingkungan di mana ia tinggal. Begitu pula dengan pergaulan! "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Karena itu kita perlu memperhatikan dengan sungguh-sungguh dengan siapa kita bergaul, jangan sampai kita salah dalam pergaulan, karena akibatnya sangat fatal. "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Jelas sekali bahwa lingkungan dan pergaulan yang buruk berpotensi besar mengakibatkan seseorang terjerumus dan terjerat ke dalam dosa yang semakin dalam. Jangan mencoba untuk melakukan tindakan kompromi atau membuka celah sedikit pun untuk hal itu. Karena itu berhati-hatilah!
Keterikatan seseorang terhadap dosa bisa juga terjadi oleh karena keinginan sendiri sehingga hasrat untuk memuaskan keinginan dagingnya begitu kuat. Semakin kita terikat dengan dosa, semakin jauh kita dari Tuhan; dan jika hubungan kita dengan Tuhan terputus berarti terputus pula berkat-berkat Tuhan untuk kita.
"Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi;" 1 Yohanes 3:9
Thursday, November 22, 2018
JANGAN LAGI TERIKAT DOSA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2018
Baca: Roma 7:13-26
"Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik." Roma 7:18
Dalam kehidupan ini Tuhan memberi kehendak bebas (free will) kepada manusia. Kehendak bebas adalah kemampuan untuk memilih di antara berbagai rencana tindakan berbeda yang memungkinkan. Hal ini terkait erat dengan konsep tanggung jawab, pujian, kesalahan, dosa, dan penilaian-penilaian lain yang hanya berlaku pada tindakan-tindakan yang dipilih secara bebas. Manusia diberi kebebasan untuk memilih atau membuat keputusan dalam hidupnya: taat atau tidak taat, beribadah kepada Tuhan atau tidak beribadah kepada Tuhan, namun kebanyakan manusia menyalahgunakan kehendak bebas tersebut dengan memilih untuk tidak taat kepada Tuhan. Rasul Paulus menulis: "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah," (Roma 3:23).
Dunia sudah terkontaminasi oleh dosa, karena itu selama seseorang hidup di dunia ini kecenderungan untuk berbuat dosa akan tetap ada sekalipun ia telah percaya kepada Kristus. Persoalannya: apakah orang yang sudah percaya boleh hidup terus-menerus di dalam dosa yang sama? Sebagai orang percaya yang telah diselamatkan seharusnya semakin hari kita semakin bertumbuh di dalam Tuhan, semakin dewasa di dalam iman dan semakin serupa dengan Kristus. Tapi kenyataannya masih banyak orang percaya, yang sekalipun tampak rajin beribadah dan terlibat dalam pelayanan, hidupnya masih saja terikat dengan dosa, sifat dan karakter lamanya belum juga berubah dan kehidupannya tak jauh berbeda dengan dunia. Alkitab jelas menyatakan bahwa orang yang hidup di dalam Kristus menyandang status sebagai orang yang merdeka, sebab "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18), dan "...sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal." (Roma 6:22), dan menjadi ciptaan yang baru (2 Korintus 5:17).
Walaupun kita adalah orang percaya yang telah diselamatkan, tidak serta merta kita kebal terhadap dosa. Kita harus tetap mengerjakan keselamatan tersebut dengan takut dan gentar (Filipi 2:12).
Baca: Roma 7:13-26
"Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik." Roma 7:18
Dalam kehidupan ini Tuhan memberi kehendak bebas (free will) kepada manusia. Kehendak bebas adalah kemampuan untuk memilih di antara berbagai rencana tindakan berbeda yang memungkinkan. Hal ini terkait erat dengan konsep tanggung jawab, pujian, kesalahan, dosa, dan penilaian-penilaian lain yang hanya berlaku pada tindakan-tindakan yang dipilih secara bebas. Manusia diberi kebebasan untuk memilih atau membuat keputusan dalam hidupnya: taat atau tidak taat, beribadah kepada Tuhan atau tidak beribadah kepada Tuhan, namun kebanyakan manusia menyalahgunakan kehendak bebas tersebut dengan memilih untuk tidak taat kepada Tuhan. Rasul Paulus menulis: "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah," (Roma 3:23).
Dunia sudah terkontaminasi oleh dosa, karena itu selama seseorang hidup di dunia ini kecenderungan untuk berbuat dosa akan tetap ada sekalipun ia telah percaya kepada Kristus. Persoalannya: apakah orang yang sudah percaya boleh hidup terus-menerus di dalam dosa yang sama? Sebagai orang percaya yang telah diselamatkan seharusnya semakin hari kita semakin bertumbuh di dalam Tuhan, semakin dewasa di dalam iman dan semakin serupa dengan Kristus. Tapi kenyataannya masih banyak orang percaya, yang sekalipun tampak rajin beribadah dan terlibat dalam pelayanan, hidupnya masih saja terikat dengan dosa, sifat dan karakter lamanya belum juga berubah dan kehidupannya tak jauh berbeda dengan dunia. Alkitab jelas menyatakan bahwa orang yang hidup di dalam Kristus menyandang status sebagai orang yang merdeka, sebab "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18), dan "...sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal." (Roma 6:22), dan menjadi ciptaan yang baru (2 Korintus 5:17).
Walaupun kita adalah orang percaya yang telah diselamatkan, tidak serta merta kita kebal terhadap dosa. Kita harus tetap mengerjakan keselamatan tersebut dengan takut dan gentar (Filipi 2:12).
Wednesday, November 21, 2018
PIALA MILIK SANG PEMENANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 November 2018
Baca: Mazmur 116:1-19
"Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama TUHAN," Mazmur 116:13
Berbicara tentang 'piala' pikiran kita pasti tertuju pada seseorang yang sedang berada di atas podium juara, seseorang yang telah memenangkan sebuah pertandingan. 'Piala' adalah cawan berkaki dibuat dari emas, perak dan sebagainya, dipakai sebagai tempat minum raja-raja dan orang-orang besar; atau cawan berkaki dan kadang bertelinga, biasanya diberi tulisan sebagai tanda peringatan, terbuat dari emas, perak dan sebagainya, dipakai sebagai hadiah bagi para pemenang perlombaan. Dua jenis piala: 1. Piala bergilir, diperebutkan dalam pertandingan yang diadakan setahun sekali atau lebih, dan diberikan secara bergilir kepada pemenang selama masa pertandingan yang satu ke pertandingan berikutnya (jika pada pertandingan berikutnya pemenang terdahulu kalah, ia harus melepaskan piala itu). 2. Piala tetap, menjadi milik pemenang selamanya.
Memperoleh piala adalah impian semua olahragawan yang berlaga di sebuah pertandingan. Itulah yang menjadi motivasi, penggerak, pendorong dan penyemangat baginya untuk berjuang all out di lapangan. Kehidupan kekristenan pun adalah sebuah arena pertandingan iman. Oleh karena itu "...marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1). Yang tak boleh dilupakan adalah, setiap pertandingan membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Jadi ada harga yang harus dibayar jika kita ingin mendapatkan piala, karena piala tidak pernah diberikan secara gratis atau cuma-cuma, tapi harus diupayakan, butuh kerja keras, semangat dan pantang menyerah. Tidak ada istilah santai atau leha-leha! Dalam pertandingan ada aturan-aturan yang harus ditaati oleh para peserta lomba. Jika kita melanggar aturan tersebut kita akan terkena diskualifikasi.
Dalam pertandingan iman kita pun harus taat kepada aturan Tuhan yaitu firman Tuhan. "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Piala tersedia bagi orang yang mampu menyelesaikan pertandingan sampai garis akhir dan hidup sesuai aturan Tuhan!
Baca: Mazmur 116:1-19
"Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama TUHAN," Mazmur 116:13
Berbicara tentang 'piala' pikiran kita pasti tertuju pada seseorang yang sedang berada di atas podium juara, seseorang yang telah memenangkan sebuah pertandingan. 'Piala' adalah cawan berkaki dibuat dari emas, perak dan sebagainya, dipakai sebagai tempat minum raja-raja dan orang-orang besar; atau cawan berkaki dan kadang bertelinga, biasanya diberi tulisan sebagai tanda peringatan, terbuat dari emas, perak dan sebagainya, dipakai sebagai hadiah bagi para pemenang perlombaan. Dua jenis piala: 1. Piala bergilir, diperebutkan dalam pertandingan yang diadakan setahun sekali atau lebih, dan diberikan secara bergilir kepada pemenang selama masa pertandingan yang satu ke pertandingan berikutnya (jika pada pertandingan berikutnya pemenang terdahulu kalah, ia harus melepaskan piala itu). 2. Piala tetap, menjadi milik pemenang selamanya.
Memperoleh piala adalah impian semua olahragawan yang berlaga di sebuah pertandingan. Itulah yang menjadi motivasi, penggerak, pendorong dan penyemangat baginya untuk berjuang all out di lapangan. Kehidupan kekristenan pun adalah sebuah arena pertandingan iman. Oleh karena itu "...marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1). Yang tak boleh dilupakan adalah, setiap pertandingan membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Jadi ada harga yang harus dibayar jika kita ingin mendapatkan piala, karena piala tidak pernah diberikan secara gratis atau cuma-cuma, tapi harus diupayakan, butuh kerja keras, semangat dan pantang menyerah. Tidak ada istilah santai atau leha-leha! Dalam pertandingan ada aturan-aturan yang harus ditaati oleh para peserta lomba. Jika kita melanggar aturan tersebut kita akan terkena diskualifikasi.
Dalam pertandingan iman kita pun harus taat kepada aturan Tuhan yaitu firman Tuhan. "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Piala tersedia bagi orang yang mampu menyelesaikan pertandingan sampai garis akhir dan hidup sesuai aturan Tuhan!
Tuesday, November 20, 2018
SEPERTI BURUNG MERPATI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 November 2018
Baca: Mazmur 68:1-36
"Maukah kamu berbaring di antara kandang-kandang? Sayap-sayap merpati bersalut dengan perak, bulu kepaknya dengan emas berkilau-kilauan." Mazmur 68:14
Burung merpati adalah burung yang sangat jinak, mengenali dengan baik siapa yang memeliharanya, dan tak mau tinggal jauh dari rumahnya. Jinak berarti tidak liar dan tidak gampang memberontak. Ini berbicara tentang penundukan diri! Menundukkan diri kepada Tuhan berarti tidak mudah memberontak, mau dibentuk oleh firman-Nya dan mau dipimpin oleh Roh Kudus. Sebagaimana merpati dapat mengenali dengan baik siapa yang memeliharanya, kita pun harus semakin mengenal pribadi Tuhan yang benar. Kata 'mengenal' disini memiliki makna: memiliki hubungan yang intim atau persekutuan yang karib dengan Tuhan. Sejauh apa pun burung itu dibawa pergi, matanya akan tetap tertuju pada tempat atau rumah di mana ia dipelihara oleh pemiliknya.
Sebagai merpatinya Tuhan, adakah kita memiliki kerinduan yang besar untuk selalu tinggal dekat Tuhan dan berada di rumah Bapa? "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah." (Mazmur 42:2), "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:11). Satu hal istimewa dari seekor merpati ia tidak memiliki kantong empedu, yang berarti tak pernah menyimpan kepahitan, sakit hati atau pun dendam. Itulah sebabnya burung merpati dikenal sebagai burung yang memiliki ketulusan dan kemurnian. Betapa banyak orang Kristen yang sekalipun sudah aktif melayani Tuhan, hatinya masih dipenuh dengan kotoran: sakit hati, kepahitan, dendam, benci, tak bisa mengampuni dan masih banyak lagi. Rasul Paulus memperingatkan: "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." (Efesus 4:31).
Burung merpati selalu mencari tempat yang tenang. Dunia ini penuh dengan hiruk-pikuk dan gelora, tak ada ketenangan disana. Hanya dekat Tuhan saja kita akan merasa tenang (Mazmur 62:2). Ingat! "Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7).
Miliki kerinduan untuk selalu dekat dengan rumah Bapa, seperti burung merpati!
Baca: Mazmur 68:1-36
"Maukah kamu berbaring di antara kandang-kandang? Sayap-sayap merpati bersalut dengan perak, bulu kepaknya dengan emas berkilau-kilauan." Mazmur 68:14
Burung merpati adalah burung yang sangat jinak, mengenali dengan baik siapa yang memeliharanya, dan tak mau tinggal jauh dari rumahnya. Jinak berarti tidak liar dan tidak gampang memberontak. Ini berbicara tentang penundukan diri! Menundukkan diri kepada Tuhan berarti tidak mudah memberontak, mau dibentuk oleh firman-Nya dan mau dipimpin oleh Roh Kudus. Sebagaimana merpati dapat mengenali dengan baik siapa yang memeliharanya, kita pun harus semakin mengenal pribadi Tuhan yang benar. Kata 'mengenal' disini memiliki makna: memiliki hubungan yang intim atau persekutuan yang karib dengan Tuhan. Sejauh apa pun burung itu dibawa pergi, matanya akan tetap tertuju pada tempat atau rumah di mana ia dipelihara oleh pemiliknya.
Sebagai merpatinya Tuhan, adakah kita memiliki kerinduan yang besar untuk selalu tinggal dekat Tuhan dan berada di rumah Bapa? "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah." (Mazmur 42:2), "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:11). Satu hal istimewa dari seekor merpati ia tidak memiliki kantong empedu, yang berarti tak pernah menyimpan kepahitan, sakit hati atau pun dendam. Itulah sebabnya burung merpati dikenal sebagai burung yang memiliki ketulusan dan kemurnian. Betapa banyak orang Kristen yang sekalipun sudah aktif melayani Tuhan, hatinya masih dipenuh dengan kotoran: sakit hati, kepahitan, dendam, benci, tak bisa mengampuni dan masih banyak lagi. Rasul Paulus memperingatkan: "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." (Efesus 4:31).
Burung merpati selalu mencari tempat yang tenang. Dunia ini penuh dengan hiruk-pikuk dan gelora, tak ada ketenangan disana. Hanya dekat Tuhan saja kita akan merasa tenang (Mazmur 62:2). Ingat! "Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7).
Miliki kerinduan untuk selalu dekat dengan rumah Bapa, seperti burung merpati!