Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 November 2017
Baca: Filipi 1:12-26
"Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." Filipi 1:21
Berbicara tentang pelayanan pekerjaan Tuhan bukan berbicara tentang pilihan atau selera. Ada banyak orang Kristen yang mau melayani Tuhan tapi masih pilih-pilih jenis pelayanan. Ada pula yang mau melayani Tuhan sebatas mood, maksudnya kalau kondisi hati lagi happy mereka tampak giat melayani, tetapi kalau sedang terbentur kendala atau masalah mereka tampak ogah-ogahan melayani dan bahkan berhenti melayani. Melayani Tuhan adalah sebuah wujud ketaatan dan kerendahan hati untuk melakukan segala sesuatu bagi Tuhan.
Mengingat hanya sedikit waktu lagi kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali akan tiba, maka kita harus menggunakan waktu dan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya untuk melayani Tuhan. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku,
selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang
dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Menjadi benar saja tidaklah cukup, hidup orang percaya harus disertai dengan pelayanan. Alkitab menyatakan bahwa tuaian memang banyak, tetapi pekerja sangat sedikit (baca Matius 9:37). Maka dari itu setiap orang percaya wajib untuk turut berperan penting dalam pelayanan, terjun ke ladang Tuhan yang sudah menguning. Kita tidak bisa menyerahkan tanggung jawab pelayanan itu sepenuhnya kepada para pendeta, fulltimer atau rohaniwan, karena sebesar apa pun energi yang dikeluarkan mereka takkan mampu menjangkau jiwa-jiwa secara penuh, karena di luar sana tak terhitung jumlah jiwa yang harus dilayani.
Yang harus diperhatikan adalah melayani Tuhan tidak bisa dilakukan secara asal-asalan tanpa kesiapan hati. Jangan asal melayani atau terburu-buru terlibat dalam suatu pelayanan jika pada akhirnya kita tidak setia dan tekun melakukannya. Kasih setia adalah kunci bagi kita untuk dapat melayani seumur hidup. Tidak sedikit orang Kristen pada awalnya tampak antusias dalam melayani Tuhan, begitu dihadapkan pada tantangan, greget mereka dalam melayani menjadi surut dan akhirnya mereka pun mundur dari pelayanan. Pelayanan yang mereka lakukan tidak didasari oleh kasih kepada Tuhan.
"Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Thursday, November 30, 2017
Wednesday, November 29, 2017
ANGKATLAH MUKAMU: Penyelamatan Sudah Dekat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 November 2017
Baca: Lukas 21:25-33
"Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat." Lukas 21:28
Suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, cepat atau lambat, langit dan bumi pasti akan berlalu. Semua yang ada di bawah langit dan di atas bumi akan hancur lebur. Masihkah kita disibukkan dengan perkara-perkara yang ada di dunia ini? Masihkah kita berlomba sedemikian rupa mengumpulkan harta dunia? Masihkah kita memiliki cara hidup yang duniawi? Sampai kapan kita berubah? Ada tertulis: "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12).
Tuhan selalu berkenan kepada orang-orang yang senantiasa mengarahkan pandangannya kepada-Nya dan memalingkan mukanya dari segala sesuatu yang ada di dunia ini. Memalingkan muka dari segala sesuatu termasuk dari cara berpikir duniawi dan hanya memandang akan kebesaran dan kekuatan Tuhan saja yang sanggup mengubah segala perkara. Memandang Tuhan sebagai tempat perlindungan dan penyelamatan. Seperti Nuh yang tetap fokus membuat bahtera dan memalingkan mukanya terhadap orang-orang yang mengejek dan menghujatnya. Akhirnya harga yang telah Nuh bayar dalam hidupnya mendatangkan upah yang besar: ia dan seisi keluarganya selamat karena ketaatannya membuat bahtera yang diperintahkan Tuhan. Bahtera adalah lambang dari Yesus Kristus, yang merupakan Gunung Batu Keselamatan, tempat pelarian dan perlindungan bagi mereka yang senantiasa berharap kepada-Nya.
Dewasa ini pikiran manusia telah dirusak, disesatkan dan dicemari oleh berbagai kekacauan dan kabar-kabar yang menggetarkan. Sebagai orang percaya kita tak perlu gentar menghadapinya, karena dari semula Tuhan Yesus telah memberitahukan dan memperingatkan kita bahwa segalanya pasti terjadi, yaitu peperangan, pemberontakan, gempa bumi, kelaparan dan bermacam-macam musibah lainnya. Yang teramat penting untuk direnungkan adalah: "Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat." (ayat nas).
Setiap orang yang tetap dalam 'bahtera' Kristus akan beroleh keselamatan kekal!
Baca: Lukas 21:25-33
"Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat." Lukas 21:28
Suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, cepat atau lambat, langit dan bumi pasti akan berlalu. Semua yang ada di bawah langit dan di atas bumi akan hancur lebur. Masihkah kita disibukkan dengan perkara-perkara yang ada di dunia ini? Masihkah kita berlomba sedemikian rupa mengumpulkan harta dunia? Masihkah kita memiliki cara hidup yang duniawi? Sampai kapan kita berubah? Ada tertulis: "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12).
Tuhan selalu berkenan kepada orang-orang yang senantiasa mengarahkan pandangannya kepada-Nya dan memalingkan mukanya dari segala sesuatu yang ada di dunia ini. Memalingkan muka dari segala sesuatu termasuk dari cara berpikir duniawi dan hanya memandang akan kebesaran dan kekuatan Tuhan saja yang sanggup mengubah segala perkara. Memandang Tuhan sebagai tempat perlindungan dan penyelamatan. Seperti Nuh yang tetap fokus membuat bahtera dan memalingkan mukanya terhadap orang-orang yang mengejek dan menghujatnya. Akhirnya harga yang telah Nuh bayar dalam hidupnya mendatangkan upah yang besar: ia dan seisi keluarganya selamat karena ketaatannya membuat bahtera yang diperintahkan Tuhan. Bahtera adalah lambang dari Yesus Kristus, yang merupakan Gunung Batu Keselamatan, tempat pelarian dan perlindungan bagi mereka yang senantiasa berharap kepada-Nya.
Dewasa ini pikiran manusia telah dirusak, disesatkan dan dicemari oleh berbagai kekacauan dan kabar-kabar yang menggetarkan. Sebagai orang percaya kita tak perlu gentar menghadapinya, karena dari semula Tuhan Yesus telah memberitahukan dan memperingatkan kita bahwa segalanya pasti terjadi, yaitu peperangan, pemberontakan, gempa bumi, kelaparan dan bermacam-macam musibah lainnya. Yang teramat penting untuk direnungkan adalah: "Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat." (ayat nas).
Setiap orang yang tetap dalam 'bahtera' Kristus akan beroleh keselamatan kekal!
Tuesday, November 28, 2017
MASA DEPAN DI DALAM KEKEKALAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 November 2017
Baca: Matius 6:19-20
"Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." Matius 6:20
Panggilan Tuhan bagi orang percaya adalah hidup tak bercacat cela dan memiliki kualitas hidup yang berbeda dengan dunia. Untuk memenuhi panggilan Tuhan ini kita harus mau berproses yaitu menyalibkan kedagingan dan menundukkan diri pada pimpinan Roh Kudus. "...hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." (Galatia 5:16). Ini adalah harga mutlak. Caranya? Kita harus menutup hati terhadap pengaruh-pengaruh yang ada di dunia ini. Yakobus menulis: "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." (Yakobus 4:4).
Orang percaya dimungkinkan hidup tak bercacat cela di tengah gempuran dunia, karena Tuhan Yesus sudah berdoa dan memohon kepada Bapa: "Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran." (Yohanes 17:15-17). Tujuan dari perlindungan Bapa terhadap yang jahat adalah supaya orang percaya terhindar dari cara-cara hidup yang tidak sesuai dengan kebenaran firman-Nya. Karena itu Bapa memberikan Roh Kudus sebagai penolong bagi orang percaya.
Sebagaimana Abraham rela meninggalkan Urkasdim dengan segala kenyamanannya, orang percaya pun harus meninggalkan kesenangan dunia dan segala keterikatan dengan dunia ini. "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi;...Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:19-21). Inilah ikatan yang paling dominan yang dapat menjauhkan kita dari panggilan Tuhan. Ikatan ini disebut pula sebagai 'beban' yang dapat merintangi kita dalam perlombaan iman. "Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1).
Jangan biarkan kesenangan dunia menghalangi kita untuk mengalami penggenapan janji Tuhan, karena itu kumpulkanlah harta di sorga sebanyak-banyaknya.
Baca: Matius 6:19-20
"Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." Matius 6:20
Panggilan Tuhan bagi orang percaya adalah hidup tak bercacat cela dan memiliki kualitas hidup yang berbeda dengan dunia. Untuk memenuhi panggilan Tuhan ini kita harus mau berproses yaitu menyalibkan kedagingan dan menundukkan diri pada pimpinan Roh Kudus. "...hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." (Galatia 5:16). Ini adalah harga mutlak. Caranya? Kita harus menutup hati terhadap pengaruh-pengaruh yang ada di dunia ini. Yakobus menulis: "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." (Yakobus 4:4).
Orang percaya dimungkinkan hidup tak bercacat cela di tengah gempuran dunia, karena Tuhan Yesus sudah berdoa dan memohon kepada Bapa: "Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran." (Yohanes 17:15-17). Tujuan dari perlindungan Bapa terhadap yang jahat adalah supaya orang percaya terhindar dari cara-cara hidup yang tidak sesuai dengan kebenaran firman-Nya. Karena itu Bapa memberikan Roh Kudus sebagai penolong bagi orang percaya.
Sebagaimana Abraham rela meninggalkan Urkasdim dengan segala kenyamanannya, orang percaya pun harus meninggalkan kesenangan dunia dan segala keterikatan dengan dunia ini. "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi;...Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:19-21). Inilah ikatan yang paling dominan yang dapat menjauhkan kita dari panggilan Tuhan. Ikatan ini disebut pula sebagai 'beban' yang dapat merintangi kita dalam perlombaan iman. "Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1).
Jangan biarkan kesenangan dunia menghalangi kita untuk mengalami penggenapan janji Tuhan, karena itu kumpulkanlah harta di sorga sebanyak-banyaknya.
Monday, November 27, 2017
MASA DEPAN DI DALAM KEKEKALAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 November 2017
Baca: 1 Petrus 1:3-12
"untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu." 1 Petrus 1:4
Tuhan Yesus menyatakan bahwa setiap orang percaya (pengikut-Nya) adalah bukan berasal dari dunia ini. "Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia." (Yohanes 17:16). Dari pernyataan ini Tuhan Yesus hendak menegaskan bahwa orang percaya adalah orang-orang yang memiliki masa depan yang gilang gemilang. Masa depan yang dimaksudkan bukan sekedar masa depan saat mereka hidup di bumi ini, karena pada saatnya bumi akan jatuh dan hancur. "Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup..." (2 Petrus 3:10-11).
Masa depan yang sesungguhnya bagi orang percaya adalah hidup dalam kemuliaan yaitu di Kerajaan Sorga, sebagaimana yang Tuhan Yesus sampaikan sebelum ia naik ke sorga: "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:2-3). Berbicara tentang masa depan di dalam kekekalan, Rasul Petrus menyatakan, "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu." (1 Petrus 1:3-4).
Rasul Paulus menulis: "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat," (Filipi 3:20). Karena kewargaan orang percaya adalah sorga, maka keberadaan orang percaya di dunia ini hanyalah sebagai seorang pendatang atau perantau saja.
Segala sesuatu yang ada di bumi tidak ada arti apa-apa jika dibandingkan dengan kemuliaan Kerajaan Sorga; inilah masa depan kita yang sesungguhnya!
Baca: 1 Petrus 1:3-12
"untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu." 1 Petrus 1:4
Tuhan Yesus menyatakan bahwa setiap orang percaya (pengikut-Nya) adalah bukan berasal dari dunia ini. "Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia." (Yohanes 17:16). Dari pernyataan ini Tuhan Yesus hendak menegaskan bahwa orang percaya adalah orang-orang yang memiliki masa depan yang gilang gemilang. Masa depan yang dimaksudkan bukan sekedar masa depan saat mereka hidup di bumi ini, karena pada saatnya bumi akan jatuh dan hancur. "Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup..." (2 Petrus 3:10-11).
Masa depan yang sesungguhnya bagi orang percaya adalah hidup dalam kemuliaan yaitu di Kerajaan Sorga, sebagaimana yang Tuhan Yesus sampaikan sebelum ia naik ke sorga: "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:2-3). Berbicara tentang masa depan di dalam kekekalan, Rasul Petrus menyatakan, "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu." (1 Petrus 1:3-4).
Rasul Paulus menulis: "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat," (Filipi 3:20). Karena kewargaan orang percaya adalah sorga, maka keberadaan orang percaya di dunia ini hanyalah sebagai seorang pendatang atau perantau saja.
Segala sesuatu yang ada di bumi tidak ada arti apa-apa jika dibandingkan dengan kemuliaan Kerajaan Sorga; inilah masa depan kita yang sesungguhnya!
Sunday, November 26, 2017
JANGKAUAN PANDANG JAUH KE DEPAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 November 2017
Baca: Efesus 1:3-14
"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." Efesus 1:3
Banyak orang Kristen berurusan dengan Tuhan semata-mata hanya berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan kata lain mereka mencari Tuhan karena ingin mendapatkan sesuatu dari-Nya: kesembuhan, pekerjaan, usaha, bisnis, jodoh, keturunan dan sebagainya. Benar apa kata Tuhan Yesus: "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Kalau kita mencari Tuhan hanya untuk kepentingan kebutuhan jasmani, berarti kita tidak menganggap Tuhan Yesus sebagai yang terpenting dalam hidup kita; dan kalau kita menganggap bahwa Tuhan Yesus tak lebih hanya sebagai penyedia kebutuhan jasmani, maka bagi mereka yang kaya secara materi tidak merasa memerlukan Tuhan karena semua yang diperlukan telah terpenuhi. Mereka merasa bahwa tanpa Tuhan pun mereka dapat berhasil dan meraih apa yang diinginkan.
Orang percaya seharusnya arah pandangnya tidak semata-mata tertuju kepada berkat-berkat yang sifatnya jasmaniah, melainkan kita harus dapat melihat dengan jangkauan pandang yang jauh ke depan, bahwa ada berkat-berkat Tuhan yang jauh lebih bernilai dan berharga, yang sifatnya kekal, yaitu keselamatan dan kehidupan kekal. Orientasi berpikir kita akan memengaruhi kualitas kerohanian kita. Kalau yang kita pikirkan hanya tertuju kepada perkara-perkara duniawi semata kita pasti tidak punya upaya yang kuat untuk mengejar perkara-perkara rohani.
Sasaran hidup orang percaya adalah menjadi serupa dengan Kristus dan mencapai kedewasaan rohani yang penuh. "Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya," (Roma 8:29) dan "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Rasul Paulus memperingatkan, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Apalah artinya kita memiliki segala-galanya di dunia ini tapi pada akhirnya kita harus kehilangan berkat Tuhan yang sesungguhnya?
Baca: Efesus 1:3-14
"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." Efesus 1:3
Banyak orang Kristen berurusan dengan Tuhan semata-mata hanya berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan kata lain mereka mencari Tuhan karena ingin mendapatkan sesuatu dari-Nya: kesembuhan, pekerjaan, usaha, bisnis, jodoh, keturunan dan sebagainya. Benar apa kata Tuhan Yesus: "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Kalau kita mencari Tuhan hanya untuk kepentingan kebutuhan jasmani, berarti kita tidak menganggap Tuhan Yesus sebagai yang terpenting dalam hidup kita; dan kalau kita menganggap bahwa Tuhan Yesus tak lebih hanya sebagai penyedia kebutuhan jasmani, maka bagi mereka yang kaya secara materi tidak merasa memerlukan Tuhan karena semua yang diperlukan telah terpenuhi. Mereka merasa bahwa tanpa Tuhan pun mereka dapat berhasil dan meraih apa yang diinginkan.
Orang percaya seharusnya arah pandangnya tidak semata-mata tertuju kepada berkat-berkat yang sifatnya jasmaniah, melainkan kita harus dapat melihat dengan jangkauan pandang yang jauh ke depan, bahwa ada berkat-berkat Tuhan yang jauh lebih bernilai dan berharga, yang sifatnya kekal, yaitu keselamatan dan kehidupan kekal. Orientasi berpikir kita akan memengaruhi kualitas kerohanian kita. Kalau yang kita pikirkan hanya tertuju kepada perkara-perkara duniawi semata kita pasti tidak punya upaya yang kuat untuk mengejar perkara-perkara rohani.
Sasaran hidup orang percaya adalah menjadi serupa dengan Kristus dan mencapai kedewasaan rohani yang penuh. "Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya," (Roma 8:29) dan "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Rasul Paulus memperingatkan, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Apalah artinya kita memiliki segala-galanya di dunia ini tapi pada akhirnya kita harus kehilangan berkat Tuhan yang sesungguhnya?
Saturday, November 25, 2017
SELALU SIAP SEDIA, JANGAN TIDUR ROHANI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 November 2017
Baca: 1 Tesalonika 5:1-11
"karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam." 1 Tesalonika 5:2
Hampir setiap hari kita mendengar berita-berita yang menggemparkan, mulai dari berita tentang pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, bencana alam, bom bunuh diri dan sebagainya. Dari kejadian-kejadian tersebut banyak orang menjadi korban. Salah satu contohnya adalah peristiwa kecelakaan pesawat udara yang terjadi pada 28 Desember 2014 silam, pesawat AirAsia QZ8501 yang terbang dari Surabaya ke Singapura dikabarkan menghilang dan akhirnya ditemukan jatuh di perairan Pangkalan Bun (Kalteng). Dalam kecelakaan ini 155 penumpang dan 7 kru pesawat tewas.
Kematian adalah suatu realita yang tidak dapat dihindari oleh semua orang. Cepat atau lambat kematian pasti akan menjemput. Semua manusia, siapa pun dia, pada suatu saat pasti akan mati. Itu ketetapan Tuhan yang tidak dapat dihindari. Bisa saja kita membuat sejuta rencana tentang apa yang akan kita lakukan di waktu-waktu mendatang, tetapi sewaktu-waktu kematian bisa saja menghentikan semua rencana itu. Hari ini mungkin kita masih terlihat sehat dan segar bugar, tetapi yang akan terjadi esok hari, siapa yang tahu? Sakit, bencana, kematian atau hal-hal yang tak terduga bisa saja menghampiri hidup kita. Karena itu "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1).
Yang patut direnungkan: ada apa sesudah kematian itu? Alkitab memberikan jawaban secara pasti: "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi," (Ibrani 9:27). Jadi ada penghakiman setelah kematian. Apa yang harus kita lakukan selama masih hidup, sebelum kematian menjemput? Rasul Paulus menasihati jemaat di Tesalonika, "Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." (1 Tesalonika 5:6). Artinya dalam segala keadaan kita harus dalam posisi siap-sedia, sadar secara rohani dan menguasai diri dalam segala hal, seperti halnya orang tidak minum anggur yang mengandung alkohol. Jangan sampai kita tertidur, "Sebab mereka yang tidur, tidur waktu malam dan mereka yang mabuk, mabuk waktu malam." (1 Tesalonika 5:7).
Persiapkan diri sebaik mungkin sebelum Tuhan memanggil kita pulang!
Baca: 1 Tesalonika 5:1-11
"karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam." 1 Tesalonika 5:2
Hampir setiap hari kita mendengar berita-berita yang menggemparkan, mulai dari berita tentang pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, bencana alam, bom bunuh diri dan sebagainya. Dari kejadian-kejadian tersebut banyak orang menjadi korban. Salah satu contohnya adalah peristiwa kecelakaan pesawat udara yang terjadi pada 28 Desember 2014 silam, pesawat AirAsia QZ8501 yang terbang dari Surabaya ke Singapura dikabarkan menghilang dan akhirnya ditemukan jatuh di perairan Pangkalan Bun (Kalteng). Dalam kecelakaan ini 155 penumpang dan 7 kru pesawat tewas.
Kematian adalah suatu realita yang tidak dapat dihindari oleh semua orang. Cepat atau lambat kematian pasti akan menjemput. Semua manusia, siapa pun dia, pada suatu saat pasti akan mati. Itu ketetapan Tuhan yang tidak dapat dihindari. Bisa saja kita membuat sejuta rencana tentang apa yang akan kita lakukan di waktu-waktu mendatang, tetapi sewaktu-waktu kematian bisa saja menghentikan semua rencana itu. Hari ini mungkin kita masih terlihat sehat dan segar bugar, tetapi yang akan terjadi esok hari, siapa yang tahu? Sakit, bencana, kematian atau hal-hal yang tak terduga bisa saja menghampiri hidup kita. Karena itu "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1).
Yang patut direnungkan: ada apa sesudah kematian itu? Alkitab memberikan jawaban secara pasti: "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi," (Ibrani 9:27). Jadi ada penghakiman setelah kematian. Apa yang harus kita lakukan selama masih hidup, sebelum kematian menjemput? Rasul Paulus menasihati jemaat di Tesalonika, "Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." (1 Tesalonika 5:6). Artinya dalam segala keadaan kita harus dalam posisi siap-sedia, sadar secara rohani dan menguasai diri dalam segala hal, seperti halnya orang tidak minum anggur yang mengandung alkohol. Jangan sampai kita tertidur, "Sebab mereka yang tidur, tidur waktu malam dan mereka yang mabuk, mabuk waktu malam." (1 Tesalonika 5:7).
Persiapkan diri sebaik mungkin sebelum Tuhan memanggil kita pulang!
Friday, November 24, 2017
PERENCANAAN HIDUP ADALAH PENTING
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 November 2017
Baca: Lukas 14:28-35
"Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu?" Lukas 14:28
Seperti halnya menempuh perjalanan jauh untuk mencapai suatu tempat yang hendak dituju, demikian pula dengan kehidupan ini, kita pun harus memiliki tujuan yang jelas. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan perencanaan yang benar-benar matang. Perencanaan itu bagaikan peta petunjuk yang menuntun kita kepada suatu tujuan. Ada banyak orang mengingini kehidupan yang lebih baik dan bermasa depan cerah, namun dalam kehidupan sehari-hari mereka berlaku sembrono dan tidak memiliki perencanaan yang jelas. Mungkinkah keinginannya bisa terwujud?
Semua orang tahu bahwa keberhasilan itu tidak terjadi dalam waktu semalam, tidak ada keberhasilan tanpa harga yang harus dibayar. Artinya keberhasilan merupakan sebuah proses dan setiap proses selalu diawali dengan perencanaan dan kemudian kerja keras. Jika perencanaan sudah asal-asalan (amburadul), ditambah lagi tidak ada usaha keras, maka siap-siaplah untuk menerima kegagalan. Mulai dari sekarang buatlah perencanaan yang matang dan jangan menjadi orang yang malas. Mungkin ada yang bertanya, "Aku sudah merencanakan segala sesuatu, tapi mengapa masih saja gagal?" Sudahkah kita melibatkan Tuhan? Dengan perencanaan saja orang bisa gagal, apalagi hidup tanpa perencanaan! Adakalanya melalui kegagalan kita diingatkan agar selalu melibatkan Tuhan di setiap rencana. Dalam segala hal seharusnya kita berkata, "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." (Yakobus 4:15).
Alkitab memberikan sebuah ilustrasi lain tentang pentingnya sebuah perencanaan hidup: "Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang?" (Lukas 14:31). Karena itu setiap kali membuat sebuah rencana jangan sekali-kali kita melupakan Tuhan, sebab Dialah yang berkuasa atas hidup kita, Dia tahu hari esok.
"Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu." Amsal 16:3
Baca: Lukas 14:28-35
"Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu?" Lukas 14:28
Seperti halnya menempuh perjalanan jauh untuk mencapai suatu tempat yang hendak dituju, demikian pula dengan kehidupan ini, kita pun harus memiliki tujuan yang jelas. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan perencanaan yang benar-benar matang. Perencanaan itu bagaikan peta petunjuk yang menuntun kita kepada suatu tujuan. Ada banyak orang mengingini kehidupan yang lebih baik dan bermasa depan cerah, namun dalam kehidupan sehari-hari mereka berlaku sembrono dan tidak memiliki perencanaan yang jelas. Mungkinkah keinginannya bisa terwujud?
Semua orang tahu bahwa keberhasilan itu tidak terjadi dalam waktu semalam, tidak ada keberhasilan tanpa harga yang harus dibayar. Artinya keberhasilan merupakan sebuah proses dan setiap proses selalu diawali dengan perencanaan dan kemudian kerja keras. Jika perencanaan sudah asal-asalan (amburadul), ditambah lagi tidak ada usaha keras, maka siap-siaplah untuk menerima kegagalan. Mulai dari sekarang buatlah perencanaan yang matang dan jangan menjadi orang yang malas. Mungkin ada yang bertanya, "Aku sudah merencanakan segala sesuatu, tapi mengapa masih saja gagal?" Sudahkah kita melibatkan Tuhan? Dengan perencanaan saja orang bisa gagal, apalagi hidup tanpa perencanaan! Adakalanya melalui kegagalan kita diingatkan agar selalu melibatkan Tuhan di setiap rencana. Dalam segala hal seharusnya kita berkata, "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." (Yakobus 4:15).
Alkitab memberikan sebuah ilustrasi lain tentang pentingnya sebuah perencanaan hidup: "Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang?" (Lukas 14:31). Karena itu setiap kali membuat sebuah rencana jangan sekali-kali kita melupakan Tuhan, sebab Dialah yang berkuasa atas hidup kita, Dia tahu hari esok.
"Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu." Amsal 16:3
Thursday, November 23, 2017
BERBAHAGIALAH ORANG YANG HIDUP BENAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2017
Baca: Yesaya 3:9-15
"Katakanlah berbahagia orang benar! Sebab mereka akan memakan hasil pekerjaannya." Yesaya 3:10
Sering timbul pertanyaan dan selalu menjadi pergumulan dalam diri orang benar: "Mengapa banyak orang yang tidak hidup dalam kebenaran tampak mujur dan tanpa masalah? Sementara kita yang tetap setia dan hidup dalam kebenaran sepertinya masalah tak pernah habis." Tidak sedikit yang menjadi goyah dan akhirnya mulai melakukan kompromi. Rugi dan sia-siakah bila kita tetap setia kepada Tuhan dan mempertahankan hidup benar di hadapan-Nya?
Yesaya diperintahkan Tuhan untuk membesarkan hati orang yang tetap setia kepada Tuhan dan hidup benar di hadapan-Nya meski berada di tengah-tengah angkatan yang tidak benar dan jahat. Sekalipun saat ini mungkin mereka harus mengalami tekanan ataupun penderitaan, tapi hal itu takkan berlangsung lama, sebab pada saatnya mereka akan tampil sebagai pemenang, dan ada upah yang Tuhan berikan. "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Jangan pernah berhenti berjuang untuk hidup dalam kebenaran, sebab perjuangan kita tidak akan pernah sia-sia, Tuhan selalu perhitungkan. "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23). Mungkinkah hidup benar di tengah-tengah dunia yang semakin jahat? Tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya, karena di dalam kita ada Roh Kudus, Dia yang akan menuntun, menguatkan dan memampukan kita untuk berjalan dalam kebenaran.
Tuhan mau kita tidak menyerah begitu saja pada keadaan, tapi kita harus terus berjuang, karena hidup dalam kebenaran adalah sebuah proses yang membutuhkan ketekunan dan kesungguhan. Mengapa Alkitab menyatakan bahwa orang benar itu dikatakan sebagai orang yang berbahagia? Karena orang benar menjalani hidupnya tidak dalam keadaan tertuduh atau dengan rasa bersalah. Ingatlah bahwa salah satu pekerjaan Iblis adalah mendakwa siang dan malam (Wahyu 12:10).
Seberat apa pun tantangannya tetaplah berjuang untuk hidup benar, sebab orang yang menabur kebenaran pada saatnya akan menuai berkat dan kemuliaan!
Baca: Yesaya 3:9-15
"Katakanlah berbahagia orang benar! Sebab mereka akan memakan hasil pekerjaannya." Yesaya 3:10
Sering timbul pertanyaan dan selalu menjadi pergumulan dalam diri orang benar: "Mengapa banyak orang yang tidak hidup dalam kebenaran tampak mujur dan tanpa masalah? Sementara kita yang tetap setia dan hidup dalam kebenaran sepertinya masalah tak pernah habis." Tidak sedikit yang menjadi goyah dan akhirnya mulai melakukan kompromi. Rugi dan sia-siakah bila kita tetap setia kepada Tuhan dan mempertahankan hidup benar di hadapan-Nya?
Yesaya diperintahkan Tuhan untuk membesarkan hati orang yang tetap setia kepada Tuhan dan hidup benar di hadapan-Nya meski berada di tengah-tengah angkatan yang tidak benar dan jahat. Sekalipun saat ini mungkin mereka harus mengalami tekanan ataupun penderitaan, tapi hal itu takkan berlangsung lama, sebab pada saatnya mereka akan tampil sebagai pemenang, dan ada upah yang Tuhan berikan. "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Jangan pernah berhenti berjuang untuk hidup dalam kebenaran, sebab perjuangan kita tidak akan pernah sia-sia, Tuhan selalu perhitungkan. "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23). Mungkinkah hidup benar di tengah-tengah dunia yang semakin jahat? Tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya, karena di dalam kita ada Roh Kudus, Dia yang akan menuntun, menguatkan dan memampukan kita untuk berjalan dalam kebenaran.
Tuhan mau kita tidak menyerah begitu saja pada keadaan, tapi kita harus terus berjuang, karena hidup dalam kebenaran adalah sebuah proses yang membutuhkan ketekunan dan kesungguhan. Mengapa Alkitab menyatakan bahwa orang benar itu dikatakan sebagai orang yang berbahagia? Karena orang benar menjalani hidupnya tidak dalam keadaan tertuduh atau dengan rasa bersalah. Ingatlah bahwa salah satu pekerjaan Iblis adalah mendakwa siang dan malam (Wahyu 12:10).
Seberat apa pun tantangannya tetaplah berjuang untuk hidup benar, sebab orang yang menabur kebenaran pada saatnya akan menuai berkat dan kemuliaan!
Wednesday, November 22, 2017
DI BALIK PENDERITAAN ADA MAKSUD TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2017
Baca: Yesaya 5:8-13
"Sebab kebun anggur yang luasnya sepuluh hari membajak akan menghasilkan hanya satu bat anggur; dan satu homer benih akan menghasilkan hanya satu efa gandum." Yesaya 5:10
Banyak orang berpikir hidup dalam penderitaan atau kesengsaraan adalah takdir Tuhan. Benarkah demikian? Alkitab menyatakan Tuhan tidak pernah merancang kecelakaan atau hari depan yang suram bagi umat-Nya, tapi rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejahtera dan hari depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11). Mengapa penderitaan seringkali terjadi dalam hidup orang percaya?
Firman Tuhan ini adalah nubuatan tentang penderitaan yang akan dialami bangsa Israel karena mereka tidak mau bertobat dari pelanggaran-pelanggarannya. Penderitaan bisa terjadi akibat dosa dan pelanggaran, karena itu Tuhan perlu menegur dan memperingatkan. Penderitaan juga bisa terjadi sebagai proses yang Tuhan ijinkan untuk mendewasakan iman. Bersyukurlah jika kita ditegur dan diperingatkan Tuhan melalui penderitaan atau kesengsaraan, bukti Tuhan masih mengasihi kita dan menganggap kita anak-Nya. "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:5-6). Lebih baik Tuhan memukul dan menghajar kita sekarang sewaktu kita masih menjalani hidup di bumi, daripada Dia menghukum kita dan melemparkan kita ke dalam kebinasaan kekal.
Di balik penderitaan atau kesengsaraan Tuhan hendak mengingatkan kita agar dalam segala hal kita senantiasa mengandalkan Dia, bukan mengandalkan kekuatan sendiri atau sesama. Alkitab dengan keras menyatakan bahwa orang yang hidup mengandalkan kekuatan sendiri atau sesama disebut sebagai orang yang terkutuk (baca Yeremia 17:5). Seberat apa pun penderitaan yang kita alami, kalau kita senantiasa mengandalkan Tuhan, kita pasti mampu melewati, sebab: "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
"...berbahagialah manusia yang ditegur Allah; ...janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa. Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula." Ayub 5:17-18
Baca: Yesaya 5:8-13
"Sebab kebun anggur yang luasnya sepuluh hari membajak akan menghasilkan hanya satu bat anggur; dan satu homer benih akan menghasilkan hanya satu efa gandum." Yesaya 5:10
Banyak orang berpikir hidup dalam penderitaan atau kesengsaraan adalah takdir Tuhan. Benarkah demikian? Alkitab menyatakan Tuhan tidak pernah merancang kecelakaan atau hari depan yang suram bagi umat-Nya, tapi rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejahtera dan hari depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11). Mengapa penderitaan seringkali terjadi dalam hidup orang percaya?
Firman Tuhan ini adalah nubuatan tentang penderitaan yang akan dialami bangsa Israel karena mereka tidak mau bertobat dari pelanggaran-pelanggarannya. Penderitaan bisa terjadi akibat dosa dan pelanggaran, karena itu Tuhan perlu menegur dan memperingatkan. Penderitaan juga bisa terjadi sebagai proses yang Tuhan ijinkan untuk mendewasakan iman. Bersyukurlah jika kita ditegur dan diperingatkan Tuhan melalui penderitaan atau kesengsaraan, bukti Tuhan masih mengasihi kita dan menganggap kita anak-Nya. "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:5-6). Lebih baik Tuhan memukul dan menghajar kita sekarang sewaktu kita masih menjalani hidup di bumi, daripada Dia menghukum kita dan melemparkan kita ke dalam kebinasaan kekal.
Di balik penderitaan atau kesengsaraan Tuhan hendak mengingatkan kita agar dalam segala hal kita senantiasa mengandalkan Dia, bukan mengandalkan kekuatan sendiri atau sesama. Alkitab dengan keras menyatakan bahwa orang yang hidup mengandalkan kekuatan sendiri atau sesama disebut sebagai orang yang terkutuk (baca Yeremia 17:5). Seberat apa pun penderitaan yang kita alami, kalau kita senantiasa mengandalkan Tuhan, kita pasti mampu melewati, sebab: "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
"...berbahagialah manusia yang ditegur Allah; ...janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa. Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula." Ayub 5:17-18
Tuesday, November 21, 2017
JANGAN SAMPAI TUHAN MERENDAHKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 November 2017
Baca: Yesaya 2:6-22
"Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu." Yesaya 2:11
Banyak orang Kristen seringkali hanya terfokus kepada berkat dan promosi. "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN," (Ulangan 28:13). Mereka lupa bahwa untuk beroleh berkat dan promosi ada proses dan syarat yang harus dipenuhi: "...apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN,"
Perhatikan! Tuhan yang kita sembah bukan Tuhan yang hanya sanggup memberkati dan meninggikan hidup seseorang, tapi Dia juga Tuhan yang bisa merendahkan. Kapan Tuhan akan merendahkan hidup seseorang? Ketika Tuhan mendapati dosa dan pemberontakan di dalam hidup orang itu. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Tuhan telah memberkati umat-Nya dengan segala yang terbaik. "Negerinya penuh emas dan perak dan tak terbatas harta bendanya; negerinya penuh kuda dan tak terbatas jumlah keretanya." (Yesaya 2:7), namun bukannya membalas kebaikan Tuhan dengan ketaatan, sebaliknya mereka malah berlaku jahat di hadapan Tuhan. "...di mana-mana mereka melakukan tenung seperti yang di Timur dan sihir seperti orang Filistin...Negerinya penuh berhala-berhala; mereka sujud menyembah kepada buatan tangannya sendiri dan kepada yang dikerjakan oleh tangannya." (Yesaya 2:6, 8). Jelas terlihat betapa sombongnya manusia sehingga mereka lebih memilih untuk sujud menyembah kepada buatan tangannya sendiri dan kepada yang dikerjakan oleh tangannya (berhala).
Ketika sombong dan angkuh Tuhan akan merendahkan hidup seseorang. Seberhasil apa pun kita, sadarilah bahwa semua karena anugerah Tuhan. Karena kejahatan yang menjadi-jadi, Tuhan bukan hanya merendahkan, tapi juga membuang mereka (Yesaya 2:6). Akibat dosa dan pemberontakan sungguh sangat mengerikan.
Tak ingin direndahkan oleh Tuhan? Berhentilah berbuat dosa dan jangan sombong.
Baca: Yesaya 2:6-22
"Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu." Yesaya 2:11
Banyak orang Kristen seringkali hanya terfokus kepada berkat dan promosi. "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN," (Ulangan 28:13). Mereka lupa bahwa untuk beroleh berkat dan promosi ada proses dan syarat yang harus dipenuhi: "...apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN,"
Perhatikan! Tuhan yang kita sembah bukan Tuhan yang hanya sanggup memberkati dan meninggikan hidup seseorang, tapi Dia juga Tuhan yang bisa merendahkan. Kapan Tuhan akan merendahkan hidup seseorang? Ketika Tuhan mendapati dosa dan pemberontakan di dalam hidup orang itu. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Tuhan telah memberkati umat-Nya dengan segala yang terbaik. "Negerinya penuh emas dan perak dan tak terbatas harta bendanya; negerinya penuh kuda dan tak terbatas jumlah keretanya." (Yesaya 2:7), namun bukannya membalas kebaikan Tuhan dengan ketaatan, sebaliknya mereka malah berlaku jahat di hadapan Tuhan. "...di mana-mana mereka melakukan tenung seperti yang di Timur dan sihir seperti orang Filistin...Negerinya penuh berhala-berhala; mereka sujud menyembah kepada buatan tangannya sendiri dan kepada yang dikerjakan oleh tangannya." (Yesaya 2:6, 8). Jelas terlihat betapa sombongnya manusia sehingga mereka lebih memilih untuk sujud menyembah kepada buatan tangannya sendiri dan kepada yang dikerjakan oleh tangannya (berhala).
Ketika sombong dan angkuh Tuhan akan merendahkan hidup seseorang. Seberhasil apa pun kita, sadarilah bahwa semua karena anugerah Tuhan. Karena kejahatan yang menjadi-jadi, Tuhan bukan hanya merendahkan, tapi juga membuang mereka (Yesaya 2:6). Akibat dosa dan pemberontakan sungguh sangat mengerikan.
Tak ingin direndahkan oleh Tuhan? Berhentilah berbuat dosa dan jangan sombong.
Monday, November 20, 2017
FIRMAN TUHAN SEPERTI API (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 November 2017
Baca: 1 Petrus 1:3-12
"Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya." 1 Petrus 1:7
Selain berfungsi menerangi dan menghangatkan, api juga berfungsi untuk memurnikan. Emas yang murni adalah hasil dari proses pemurnian dengan api. Cara pemurnian emas ditempuh lewat proses pembakaran. Logam emas dibakar dengan suhu yang sangat tinggi sampai mencair. Setelah mencair, kotoran-kotoran yang melekat pada emas seperti karat, debu, atau logam-logam lain akan mudah dipisahkan dan disingkirkan. Proses ini terus dilakukan secara berulang-ulang sampai pada akhirnya diperoleh emas yang benar-benar murni, terbebas dari segala kotoran dan unsur logam lainnya.
Seperti halnya emas diproses hingga menjadi emas murni, setiap orang percaya pun harus melewati proses pemurnian. Saat diproses memang sakit secara daging, tetapi semua mendatangkan kebaikan bagi kita supaya sifat-sifat lama kita hilang. Ayub berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Ketika sedang berada dalam masalah, penderitaan, kesengsaraan atau pergumulan hidup yang berat kualitas iman seseorang akan terlihat. Tuhan berfirman: "Sesungguhnya, Aku telah memurnikan engkau, namun bukan seperti perak, tetapi Aku telah menguji engkau dalam dapur kesengsaraan." (Yesaya 48:10). Setiap orang yang sudah mengalami 'api' pemurnian dari Tuhan hidupnya pasti akan berubah dan berbeda. Tokoh-tokoh di Alkitab dan tak terkecuali hamba-hamba Tuhan juga pasti mengalami dan merasakan proses dari Tuhan ini.
Maleakhi menubuatkan tentang kedatangan Sang Mesias (Kristus), sebagai api tukang pemurni logam dan sabun tukang penatu. "Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia menampakkan diri? Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu." (Maleakhi 3:2). Kristus datang untuk memurnikan dan membersihkan umat-Nya dari kecemaran.
Jangan sekali-kali memberontak saat masuk dalam 'api' pemurnian Tuhan!
Baca: 1 Petrus 1:3-12
"Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya." 1 Petrus 1:7
Selain berfungsi menerangi dan menghangatkan, api juga berfungsi untuk memurnikan. Emas yang murni adalah hasil dari proses pemurnian dengan api. Cara pemurnian emas ditempuh lewat proses pembakaran. Logam emas dibakar dengan suhu yang sangat tinggi sampai mencair. Setelah mencair, kotoran-kotoran yang melekat pada emas seperti karat, debu, atau logam-logam lain akan mudah dipisahkan dan disingkirkan. Proses ini terus dilakukan secara berulang-ulang sampai pada akhirnya diperoleh emas yang benar-benar murni, terbebas dari segala kotoran dan unsur logam lainnya.
Seperti halnya emas diproses hingga menjadi emas murni, setiap orang percaya pun harus melewati proses pemurnian. Saat diproses memang sakit secara daging, tetapi semua mendatangkan kebaikan bagi kita supaya sifat-sifat lama kita hilang. Ayub berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Ketika sedang berada dalam masalah, penderitaan, kesengsaraan atau pergumulan hidup yang berat kualitas iman seseorang akan terlihat. Tuhan berfirman: "Sesungguhnya, Aku telah memurnikan engkau, namun bukan seperti perak, tetapi Aku telah menguji engkau dalam dapur kesengsaraan." (Yesaya 48:10). Setiap orang yang sudah mengalami 'api' pemurnian dari Tuhan hidupnya pasti akan berubah dan berbeda. Tokoh-tokoh di Alkitab dan tak terkecuali hamba-hamba Tuhan juga pasti mengalami dan merasakan proses dari Tuhan ini.
Maleakhi menubuatkan tentang kedatangan Sang Mesias (Kristus), sebagai api tukang pemurni logam dan sabun tukang penatu. "Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia menampakkan diri? Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu." (Maleakhi 3:2). Kristus datang untuk memurnikan dan membersihkan umat-Nya dari kecemaran.
Jangan sekali-kali memberontak saat masuk dalam 'api' pemurnian Tuhan!