Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2017
Baca: Matius 21:18-22
"...jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan
dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu, tetapi juga
jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke
dalam laut! hal itu akan terjadi." Matius 21:21
Pergumulan apa yang Saudara hadapi saat ini? Mungkin Saudara sedang bergumul dengan sakit-penyakit yang tak sembuh-sembuh, masalah ekonomi keluarga yang tak kunjung membaik atau kemerosotan dalam hal keuangan, masalah anak-anak yang makin susah diatur, dan masalah-masalah pelik lainnya. Kekuatan kita sebagai manusia sangat terbatas, adakalanya kita merasa tidak kuat lagi menghadapinya. Di saat-saat seperti itu kita membutuhkan kekuatan ekstra yaitu doa. Mungkin kita berkata bahwa masalah-masalah itu sudah kita bawa dalam doa setiap hari, tapi mengapa sampai di hari terakhir dalam bulan Oktober ini sepertinya doa-doa itu menguap begitu saja di udara dan tidak ada tanda-tanda jawaban dari Tuhan dan tidak segera melihat jawaban, kita mulai bimbang dan berputus asa.
Tuhan Yesus mengatakan bahwa apabila kita berdoa kepada Bapa dalam nama-Nya dengan sungguh-sungguh dan tidak bimbang, maka tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya! (baca Markus 9:23). Doa yang disertai iman dapat menghadirkan kuasa Tuhan yang tak terbatas atas diri kita yang terbatas, dapat memindahkan gunung-gunung persoalan yang mencoba menghalangi atau menutup janji-janji Tuhan dalam hidup kita. Dengan kata lain doa yang disertai iman dapat mengerjakan perkara-perkara yang besar dalam hidup ini. Ada tertulis: "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Karena itu jangan pernah menyerah dan berputus asa. Jangan pernah berhenti untuk berharap kepada Tuhan! "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya
yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu
sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7).
Setiap persoalan, besar atau kecil, pasti ada jalan keluarnya di dalam Tuhan. Namun hal penting yang menjadi rahasia doa adalah kita harus selalu menjaga sikap hati dan tetap tinggal di dalam firman-Nya. "Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia
mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut
kehendak-Nya." (1 Yohanes 5:14).
Jangan goyah iman meski keadaan seolah-olah belum berubah!
Tuesday, October 31, 2017
Monday, October 30, 2017
RENCANA TUHAN DI SETIAP MUSIM KEHIDUPAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2017
Baca: Pengkhotbah 3:1-15
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." Pengkhotbah 3:1
Perjalanan hidup manusia di muka bumi ini melewati musim demi musim. Di setiap musim yang ada kita pasti dihadapkan pada tantangan demi tantangan. Tidak ada perkara yang perlu ditakutkan di setiap musimnya asal kita selalu melibatkan Tuhan dan mengandalkan-Nya, karena di segala musim hidup ini Tuhan memiliki rencana yang indah. Jadi semua yang terjadi dan kita alami tidaklah kebetulan.
Dalam hidup ini ada musim untuk menabur dan ada musim untuk menuai. Ketika musim menabur tiba, hal pertama yang dilakukan oleh petani adalah menggemburkan tanah, menyingkirkan batu, kerikil-kerikil, gulma atau segala sesuatu yang dapat menghambat pertumbuhan suatu benih tanaman. Selanjutnya barulah melepaskan benih. Saat melepaskan benih untuk ditanam, kita mungkin merasa kehilangan. "Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah." (Yohanes 12:24). Untuk menantikan benih itu tumbuh dan berbuah kita harus sabar menanti, jangan sekali-kali menempuh jalan pintas. "...apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Di dalam kekristenan tidak ada istilah jalan pintas, semuanya membutuhkan proses. Meski punya kesempatan untuk mempercepat langkahnya menjadi raja atas Israel, Daud tetap sabar dan tidak memaksakan waktu Tuhan (baca 1 Samuel 24:5-8), karena ia percaya bahwa "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkhotbah 3:11).
Masa menunggu adalah masa yang sangat rawan terhadap segala godaan. Terkadang kita tidak bisa menahan lidah untuk memperkatakan hal-hal yang negatif. Begitu pula telinga kita seringkali tergoda untuk mendengar apa kata orang sehingga kita menjadi lemah dan putus asa. Tetaplah fokus dan firman Tuhan dan jangan sekali-kali menuruti nasihat orang fasik atau mengikuti cara-cara dunia. Kalau kita mampu bertahan menjalani proses, maka pada musim menuai tiba jerih lelah kita akan terbayar.
"Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai." Mazmur 126:5
Baca: Pengkhotbah 3:1-15
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." Pengkhotbah 3:1
Perjalanan hidup manusia di muka bumi ini melewati musim demi musim. Di setiap musim yang ada kita pasti dihadapkan pada tantangan demi tantangan. Tidak ada perkara yang perlu ditakutkan di setiap musimnya asal kita selalu melibatkan Tuhan dan mengandalkan-Nya, karena di segala musim hidup ini Tuhan memiliki rencana yang indah. Jadi semua yang terjadi dan kita alami tidaklah kebetulan.
Dalam hidup ini ada musim untuk menabur dan ada musim untuk menuai. Ketika musim menabur tiba, hal pertama yang dilakukan oleh petani adalah menggemburkan tanah, menyingkirkan batu, kerikil-kerikil, gulma atau segala sesuatu yang dapat menghambat pertumbuhan suatu benih tanaman. Selanjutnya barulah melepaskan benih. Saat melepaskan benih untuk ditanam, kita mungkin merasa kehilangan. "Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah." (Yohanes 12:24). Untuk menantikan benih itu tumbuh dan berbuah kita harus sabar menanti, jangan sekali-kali menempuh jalan pintas. "...apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Di dalam kekristenan tidak ada istilah jalan pintas, semuanya membutuhkan proses. Meski punya kesempatan untuk mempercepat langkahnya menjadi raja atas Israel, Daud tetap sabar dan tidak memaksakan waktu Tuhan (baca 1 Samuel 24:5-8), karena ia percaya bahwa "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkhotbah 3:11).
Masa menunggu adalah masa yang sangat rawan terhadap segala godaan. Terkadang kita tidak bisa menahan lidah untuk memperkatakan hal-hal yang negatif. Begitu pula telinga kita seringkali tergoda untuk mendengar apa kata orang sehingga kita menjadi lemah dan putus asa. Tetaplah fokus dan firman Tuhan dan jangan sekali-kali menuruti nasihat orang fasik atau mengikuti cara-cara dunia. Kalau kita mampu bertahan menjalani proses, maka pada musim menuai tiba jerih lelah kita akan terbayar.
"Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai." Mazmur 126:5
Sunday, October 29, 2017
JANGAN TERBAWA ARUS DUNIA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2017
Baca: 2 Korintus 6:11-18
"Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Ingatlah bahwa kehidupan kita tidak hanya berhenti atau selesai di dunia saja, tetapi masih ada lagi kehidupan kekal. Oleh sebab itu kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin, dan persiapan-persiapan itu harus kita lakukan sedari sekarang selama kita masih hidup dan beroleh kesempatan. "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12). Rasul Paulus menasihati, "Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat! Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!" (1 Korintus 16:13-14).
Bagaimana supaya kita tidak terbawa arus dunia? Kita harus berdiri teguh dalam iman. Caranya? Kita harus melekat kepada Tuhan. Itulah kunci untuk berbuah, sebab dari buahnyalah suatu pohon bisa dilihat dan dibedakan (baca Lukas 6:44). Melekat kepada Tuhan berarti kita tinggal di dalam firman-Nya. Alkitab adalah dasar untuk kita mempersiapkan diri menghadapi waktu akhir dari akhir zaman dan juga membuat kita dapat berdiri teguh melawan arus dunia ini, sebab firman Tuhan selain berfungsi sebagai pedang Roh juga bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik kita dalam kebenaran (baca 2 Timotius 2:16).
Karena itu kita harus melatih kepekaan kita untuk mendengar suara Tuhan. "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." (Yesaya 50:4b). Tuhan berbicara kepada kita dengan berbagai cara: melalui firman-Nya, peristiwa atau melalui segala sesuatu di sekitar kita. Saat kita mendengarkan suara Tuhan mungkin tidak mengenakkan daging kita, namun akan lebih berbahaya jika kita tidak mau taat mendengar suara-Nya. Meski arus dunia semakin deras menyeret banyak orang kepada kehancuran, asalkan kita mau hidup dipimpin oleh Roh Kudus, kita akan tetap kuat dan tidak akan terbawa arus!
Melekat kepada Tuhan dan firman-Nya membuat kita kuat melawan arus dunia!
Baca: 2 Korintus 6:11-18
"Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Ingatlah bahwa kehidupan kita tidak hanya berhenti atau selesai di dunia saja, tetapi masih ada lagi kehidupan kekal. Oleh sebab itu kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin, dan persiapan-persiapan itu harus kita lakukan sedari sekarang selama kita masih hidup dan beroleh kesempatan. "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12). Rasul Paulus menasihati, "Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat! Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!" (1 Korintus 16:13-14).
Bagaimana supaya kita tidak terbawa arus dunia? Kita harus berdiri teguh dalam iman. Caranya? Kita harus melekat kepada Tuhan. Itulah kunci untuk berbuah, sebab dari buahnyalah suatu pohon bisa dilihat dan dibedakan (baca Lukas 6:44). Melekat kepada Tuhan berarti kita tinggal di dalam firman-Nya. Alkitab adalah dasar untuk kita mempersiapkan diri menghadapi waktu akhir dari akhir zaman dan juga membuat kita dapat berdiri teguh melawan arus dunia ini, sebab firman Tuhan selain berfungsi sebagai pedang Roh juga bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik kita dalam kebenaran (baca 2 Timotius 2:16).
Karena itu kita harus melatih kepekaan kita untuk mendengar suara Tuhan. "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." (Yesaya 50:4b). Tuhan berbicara kepada kita dengan berbagai cara: melalui firman-Nya, peristiwa atau melalui segala sesuatu di sekitar kita. Saat kita mendengarkan suara Tuhan mungkin tidak mengenakkan daging kita, namun akan lebih berbahaya jika kita tidak mau taat mendengar suara-Nya. Meski arus dunia semakin deras menyeret banyak orang kepada kehancuran, asalkan kita mau hidup dipimpin oleh Roh Kudus, kita akan tetap kuat dan tidak akan terbawa arus!
Melekat kepada Tuhan dan firman-Nya membuat kita kuat melawan arus dunia!
Saturday, October 28, 2017
JANGAN TERBAWA ARUS DUNIA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2017
Baca: Ibrani 2:1-4
"Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." Ibrani 2:1
Kita harus menyadari bahwa waktu untuk berada di dunia ini sudah semakin singkat dan sedang berada di ujung waktu dari akhir zaman Tidak ada jalan lain selain kita harus lebih lagi mempersiapkan diri menanti waktu itu tiba. "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efeses 5:15-16). Perhatikan! Keadaan saat ini tak jauh berbeda dengan keadaan di zaman Nuh, di mana "...kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata," (Kejadian 6:5).
Meski kejahatan sangat merajalela dan orang-orang di zamannya berlaku menyimpang dari kebenaran, Nuh tidak terbawa oleh arus yang ada, tapi ia berani melawan arus, alias memiliki kehidupan berbeda dari dunia. Orang percaya yang hidup di zaman sekarang ini pun dituntut untuk bisa berlaku seperti Nuh. Jika hidup orang percaya setali tiga uang dengan orang-orang dunia, maka kita tidak lagi memiliki pengaruh atau dampak, padahal Alkitab jelas menyatakan bahwa panggilan Tuhan bagi orang percaya adalah: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Bukan pekerjaan yang mudah untuk menjadi pribadi yang berbeda dari dunia! Seringkali ketika kita membuat komitmen untuk hidup benar dan tidak lagi berkompromi dengan dunia, seketika itu tantangan dan pencobaan datang, tawaran-tawaran dari dunia yang begitu menggiurkan datang silih berganti. Akhirnya kita pun menyerah dan kembali melakukan tindakan kompromi dan menjadi suam-suam kuku lagi. Kepada jemaat di Laodikia Tuhan berfirman sangat keras: "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15-16). Teguran terhadap jemaat Laodikia ini juga merupakan teguran Tuhan bagi kita! Tuhan tidak mengenal istilah kompromi.
Baca: Ibrani 2:1-4
"Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." Ibrani 2:1
Kita harus menyadari bahwa waktu untuk berada di dunia ini sudah semakin singkat dan sedang berada di ujung waktu dari akhir zaman Tidak ada jalan lain selain kita harus lebih lagi mempersiapkan diri menanti waktu itu tiba. "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efeses 5:15-16). Perhatikan! Keadaan saat ini tak jauh berbeda dengan keadaan di zaman Nuh, di mana "...kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata," (Kejadian 6:5).
Meski kejahatan sangat merajalela dan orang-orang di zamannya berlaku menyimpang dari kebenaran, Nuh tidak terbawa oleh arus yang ada, tapi ia berani melawan arus, alias memiliki kehidupan berbeda dari dunia. Orang percaya yang hidup di zaman sekarang ini pun dituntut untuk bisa berlaku seperti Nuh. Jika hidup orang percaya setali tiga uang dengan orang-orang dunia, maka kita tidak lagi memiliki pengaruh atau dampak, padahal Alkitab jelas menyatakan bahwa panggilan Tuhan bagi orang percaya adalah: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Bukan pekerjaan yang mudah untuk menjadi pribadi yang berbeda dari dunia! Seringkali ketika kita membuat komitmen untuk hidup benar dan tidak lagi berkompromi dengan dunia, seketika itu tantangan dan pencobaan datang, tawaran-tawaran dari dunia yang begitu menggiurkan datang silih berganti. Akhirnya kita pun menyerah dan kembali melakukan tindakan kompromi dan menjadi suam-suam kuku lagi. Kepada jemaat di Laodikia Tuhan berfirman sangat keras: "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15-16). Teguran terhadap jemaat Laodikia ini juga merupakan teguran Tuhan bagi kita! Tuhan tidak mengenal istilah kompromi.
Friday, October 27, 2017
ONESIMUS: Hati yang Mau Dibentuk (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2017
Baca: Filemon 1:8-22
"Kalau engkau menganggap aku temanmu seiman, terimalah dia seperti aku sendiri." Filemon 1:17
Dalam lingkungan masyarakat, ketika seseorang sudah mendapatkan stigma negatif dari lingkungan karena kesalahan yang diperbuat di masa lalu, sulit rasanya untuk bisa lepas meski orang tersebut sudah bertobat dan menjalani hidup yang baru. Apa yang diperbuatnya masih saja serbasalah karena orang lain masih memandangnya dengan sebelah mata, tidak mudah percaya dan selalu menaruh curiga. Kata stigma diartikan sebagai tanda penolakan sosial berupa rasa malu atau aib yang dikenakan kepada seseorang karena pernah melakukan suatu kesalahan atau pelanggaran.
Yang patut disesalkan, banyak orang Kristen yang juga bersikap demikian ketika ada saudara seiman melakukan kesalahan atau berbuat dosa. Mereka bersikap sinis dan cenderung menghakimi. Berbeda dengan sikap rasul Paulus saat menghadapi orang yang telah melakukan kesalahan seperti Onesimus ini, tidak menghakimi atau menyudutkan, tetapi dengan sabar membimbing, mengarahkan dan menuntunnya kepada pertobatan. Perhatian dan sikap kasih yang Paulus tunjukkan mampu membangkitkan semangat Onesimus sehingga ia merasa dihargai dan diterima keberadaannya kembali. Tak bisa disalahkan dan wajar jika Filemon masih tampak ragu-ragu untuk menerima Onesimus kembali, namun Paulus bersedia memberikan jaminan kepadanya: "Dan kalau dia sudah merugikan engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu kepadaku-- aku, Paulus, menjaminnya dengan tulisan tanganku sendiri: Aku akan membayarnya-- agar jangan kukatakan: 'Tanggungkanlah semuanya itu kepadamu!' --karena engkau berhutang padaku, yaitu dirimu sendiri." (Filemon 1:18-19).
Saat Filemon bersedia menerima Onesimus kembali dan menganggapnya sebagai saudara, status Onesimus tidak lagi sebagai budak. Perubahan hidup Onesimus tidak terjadi secara instan tetapi melalui proses pembentukan yang mungkin menyakitkan. Onesimus bagaikan sebuah bejana yang bersedia untuk dibentuk oleh Tuhan. Kita tidak dapat menjadi bejana yang sesuai kehendak Tuhan jika kita tetap mengeraskan hati.
Dibutuhkan penyerahan diri secara penuh kepada Tuhan untuk menjadi pribadi yang lebih baik!
Baca: Filemon 1:8-22
"Kalau engkau menganggap aku temanmu seiman, terimalah dia seperti aku sendiri." Filemon 1:17
Dalam lingkungan masyarakat, ketika seseorang sudah mendapatkan stigma negatif dari lingkungan karena kesalahan yang diperbuat di masa lalu, sulit rasanya untuk bisa lepas meski orang tersebut sudah bertobat dan menjalani hidup yang baru. Apa yang diperbuatnya masih saja serbasalah karena orang lain masih memandangnya dengan sebelah mata, tidak mudah percaya dan selalu menaruh curiga. Kata stigma diartikan sebagai tanda penolakan sosial berupa rasa malu atau aib yang dikenakan kepada seseorang karena pernah melakukan suatu kesalahan atau pelanggaran.
Yang patut disesalkan, banyak orang Kristen yang juga bersikap demikian ketika ada saudara seiman melakukan kesalahan atau berbuat dosa. Mereka bersikap sinis dan cenderung menghakimi. Berbeda dengan sikap rasul Paulus saat menghadapi orang yang telah melakukan kesalahan seperti Onesimus ini, tidak menghakimi atau menyudutkan, tetapi dengan sabar membimbing, mengarahkan dan menuntunnya kepada pertobatan. Perhatian dan sikap kasih yang Paulus tunjukkan mampu membangkitkan semangat Onesimus sehingga ia merasa dihargai dan diterima keberadaannya kembali. Tak bisa disalahkan dan wajar jika Filemon masih tampak ragu-ragu untuk menerima Onesimus kembali, namun Paulus bersedia memberikan jaminan kepadanya: "Dan kalau dia sudah merugikan engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu kepadaku-- aku, Paulus, menjaminnya dengan tulisan tanganku sendiri: Aku akan membayarnya-- agar jangan kukatakan: 'Tanggungkanlah semuanya itu kepadamu!' --karena engkau berhutang padaku, yaitu dirimu sendiri." (Filemon 1:18-19).
Saat Filemon bersedia menerima Onesimus kembali dan menganggapnya sebagai saudara, status Onesimus tidak lagi sebagai budak. Perubahan hidup Onesimus tidak terjadi secara instan tetapi melalui proses pembentukan yang mungkin menyakitkan. Onesimus bagaikan sebuah bejana yang bersedia untuk dibentuk oleh Tuhan. Kita tidak dapat menjadi bejana yang sesuai kehendak Tuhan jika kita tetap mengeraskan hati.
Dibutuhkan penyerahan diri secara penuh kepada Tuhan untuk menjadi pribadi yang lebih baik!
Thursday, October 26, 2017
ONESIMUS: Hati yang Mau Dibentuk (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2017
Baca: Filemon 1:8-22
"--dahulu memang dia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku." Filemon 1:11
Nama Filemon dalam bahasa Yunani berarti penuh kasih. Filemon adalah seorang warga kota Kolose yang disebut dalam Perjanjian Baru. Di kota Kolose ini Filemon merupakan orang yang sangat terkemuka dan memiliki banyak budak. Salah satu budak yang bekerja di rumah Filemon adalah Onesimus. Adapun nama Onesimus memiliki arti: berguna atau berfaedah. Namun hubungan antara Filemon dengan Onesimus sempat kurang baik karena Onesimus pergi melarikan diri dari Kolose dan membawa harta milik tuannya itu. Tentu saja tindakan Onesimus itu sangat merugikan Filemon, sang tuan.
Bukan hal yang kebetulan jika dalam masa pelariannya itu Onesimus bertemu dengan rasul Paulus di dalam penjara. Melalui pelayanan Paulus ini akhirnya Onesimus menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan kehidupan Onesimus pun mengalami perubahan 180 derajat. Perjumpaannya dengan Paulus benar-benar menjadi titik balik dari kehidupan Onesimus. Sejak saat itu rasul Paulus menyebut dia sebagai anak (ayat 10) dan buah hati (ayat 12). Walaupun demikian rasul Paulus tidak dengan serta merta menahan Onesimus untuk kepentingannya sendiri, sebaliknya ia menyuruh Onesimus untuk kembali pulang kepada Filemon, tuannya. "Sebenarnya aku mau menahan dia di sini sebagai gantimu untuk melayani aku selama aku dipenjarakan karena Injil, tetapi tanpa persetujuanmu, aku tidak mau berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa, melainkan dengan sukarela. Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan sejenak dari padamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya," (ayat 13-15).
Melalui suratnya rasul Paulus meminta dengan sangat kepada Filemon agar bersedia untuk memaafkan segala kesalahan yang telah diperbuat Onesimus di masa lalu dan mau menerimanya kembali, namun "...bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih," (ayat 16). Bahkan Paulus yang telah membujuk Onesimus untuk kembali kepada tuannya itu bertujuan supaya stigma negatif yang terlanjur melekat kepadanya dapat dipulihkan kembali, dan tuannya pun dapat melihat dengan mata kepala sendiri bahwa ia sudah berubah.
Baca: Filemon 1:8-22
"--dahulu memang dia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku." Filemon 1:11
Nama Filemon dalam bahasa Yunani berarti penuh kasih. Filemon adalah seorang warga kota Kolose yang disebut dalam Perjanjian Baru. Di kota Kolose ini Filemon merupakan orang yang sangat terkemuka dan memiliki banyak budak. Salah satu budak yang bekerja di rumah Filemon adalah Onesimus. Adapun nama Onesimus memiliki arti: berguna atau berfaedah. Namun hubungan antara Filemon dengan Onesimus sempat kurang baik karena Onesimus pergi melarikan diri dari Kolose dan membawa harta milik tuannya itu. Tentu saja tindakan Onesimus itu sangat merugikan Filemon, sang tuan.
Bukan hal yang kebetulan jika dalam masa pelariannya itu Onesimus bertemu dengan rasul Paulus di dalam penjara. Melalui pelayanan Paulus ini akhirnya Onesimus menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan kehidupan Onesimus pun mengalami perubahan 180 derajat. Perjumpaannya dengan Paulus benar-benar menjadi titik balik dari kehidupan Onesimus. Sejak saat itu rasul Paulus menyebut dia sebagai anak (ayat 10) dan buah hati (ayat 12). Walaupun demikian rasul Paulus tidak dengan serta merta menahan Onesimus untuk kepentingannya sendiri, sebaliknya ia menyuruh Onesimus untuk kembali pulang kepada Filemon, tuannya. "Sebenarnya aku mau menahan dia di sini sebagai gantimu untuk melayani aku selama aku dipenjarakan karena Injil, tetapi tanpa persetujuanmu, aku tidak mau berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa, melainkan dengan sukarela. Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan sejenak dari padamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya," (ayat 13-15).
Melalui suratnya rasul Paulus meminta dengan sangat kepada Filemon agar bersedia untuk memaafkan segala kesalahan yang telah diperbuat Onesimus di masa lalu dan mau menerimanya kembali, namun "...bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih," (ayat 16). Bahkan Paulus yang telah membujuk Onesimus untuk kembali kepada tuannya itu bertujuan supaya stigma negatif yang terlanjur melekat kepadanya dapat dipulihkan kembali, dan tuannya pun dapat melihat dengan mata kepala sendiri bahwa ia sudah berubah.
Wednesday, October 25, 2017
HIDUP DILIPUTI KECEMASAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2017
Baca: Lukas 12:22-31
"Jadi, janganlah kamu mempersoalkan apa yang akan kamu makan atau apa yang akan kamu minum dan janganlah cemas hatimu." Lukas 12:29
Hari-hari ini semua orang diliputi oleh rasa cemas. Jika orang-orang kecil diliputi oleh kecemasan akan pemenuhan kebutuhan hidupnya, orang-orang berada justru mencemaskan harta kekayaan yang dimiliki: mau disimpan di mana, takut dirampok atau dicuri, atau cukupkah untuk menjamin kelangsungan hidup turunannya. Kita akan menjadi cemas jika hati dan pikiran kita semata-mata tertuju kepada perkara-perkara duniawi, padahal semua yang ada di dunia ini bersifat sementara saja dan semu.
Firman Tuhan mengajar kita untuk tidak menjadi cemas. Kecemasan adalah sesuatu yang dirancang oleh Iblis untuk menghasilkan stres, ketegangan dan maut. Kecemasan adalah dosa karena merupakan lawan dari iman. Ketika kita mencemaskan suatu hal berarti kita sedang tidak memercayai kuasa Tuhan, meragukan Tuhan untuk menyelesaikan masalah kita. Kata cemas berarti: tidak tenteram hati (karena khawatir, takut); gelisah. Apakah yang seharusnya kita lakukan terhadap semua keprihatinan tentang masalah-masalah yang sedang kita hadapi? Rasul Petrus menasihati, "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Kita diperintahkan untuk menyerahkan segala kekuatiran, bukan hanya 75 persen atau 50 persen; segalanya berarti semuanya, tanpa terkecuali.
Mengapa masih banyak di antara orang percaya hidup dalam kecemasan setiap hari, padahal mereka sudah berdoa? Karena mereka tidak menyerahkan segala permasalahan hidupnya kepada Tuhan, tapi hanya sebagian saja atau beberapa saja, dan berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan kekuatan sendiri. Kita tidak akan mencemaskan apa pun kalau kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan. Tuhan takkan mengambil kecemasan dari dalam diri kita, tetapi kitalah yang harus menyerahkan kecemasan itu kepada-Nya. Ini adalah bagian dari tindakan iman yang menunjukkan bahwa kita sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan. Pemazmur menulis: "...berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan diselamatkan-Nyalah mereka dari kecemasan mereka," (Mazmur 107:13).
Praktekkan firman Tuhan setiap hari, kita pasti hidup tanpa diliputi kecemasan!
Baca: Lukas 12:22-31
"Jadi, janganlah kamu mempersoalkan apa yang akan kamu makan atau apa yang akan kamu minum dan janganlah cemas hatimu." Lukas 12:29
Hari-hari ini semua orang diliputi oleh rasa cemas. Jika orang-orang kecil diliputi oleh kecemasan akan pemenuhan kebutuhan hidupnya, orang-orang berada justru mencemaskan harta kekayaan yang dimiliki: mau disimpan di mana, takut dirampok atau dicuri, atau cukupkah untuk menjamin kelangsungan hidup turunannya. Kita akan menjadi cemas jika hati dan pikiran kita semata-mata tertuju kepada perkara-perkara duniawi, padahal semua yang ada di dunia ini bersifat sementara saja dan semu.
Firman Tuhan mengajar kita untuk tidak menjadi cemas. Kecemasan adalah sesuatu yang dirancang oleh Iblis untuk menghasilkan stres, ketegangan dan maut. Kecemasan adalah dosa karena merupakan lawan dari iman. Ketika kita mencemaskan suatu hal berarti kita sedang tidak memercayai kuasa Tuhan, meragukan Tuhan untuk menyelesaikan masalah kita. Kata cemas berarti: tidak tenteram hati (karena khawatir, takut); gelisah. Apakah yang seharusnya kita lakukan terhadap semua keprihatinan tentang masalah-masalah yang sedang kita hadapi? Rasul Petrus menasihati, "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Kita diperintahkan untuk menyerahkan segala kekuatiran, bukan hanya 75 persen atau 50 persen; segalanya berarti semuanya, tanpa terkecuali.
Mengapa masih banyak di antara orang percaya hidup dalam kecemasan setiap hari, padahal mereka sudah berdoa? Karena mereka tidak menyerahkan segala permasalahan hidupnya kepada Tuhan, tapi hanya sebagian saja atau beberapa saja, dan berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan kekuatan sendiri. Kita tidak akan mencemaskan apa pun kalau kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan. Tuhan takkan mengambil kecemasan dari dalam diri kita, tetapi kitalah yang harus menyerahkan kecemasan itu kepada-Nya. Ini adalah bagian dari tindakan iman yang menunjukkan bahwa kita sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan. Pemazmur menulis: "...berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan diselamatkan-Nyalah mereka dari kecemasan mereka," (Mazmur 107:13).
Praktekkan firman Tuhan setiap hari, kita pasti hidup tanpa diliputi kecemasan!
Tuesday, October 24, 2017
TENANG DI SEGALA SITUASI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2017
Baca: Mazmur 55:1-24
"Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang, bahkan aku akan lari jauh-jauh dan bermalam di padang gurun." Mazmur 55:7-8
Ada banyak perkara di dunia ini sedang berjalan menuju kehancuran dan sudah berada di penghujung zaman. Konflik, pertikaian, perang, bencana alam, perekonomian sulit, wabah penyakit, tingkat kejahatan yang semakin hari semakin mengkhawatirkan, dan kehidupan kekristenan semakin hari semakin mengalami tekanan yang luar biasa. Hal itu kian mempertegas bahwa tidak ada satu pun di dunia ini yang dapat memberikan jaminan bagi semua orang untuk hidup tenang.
Bagaimana sikap orang percaya menghadapi situasi ini? Kita tak perlu terkejut dan kecut hati, karena Alkitab sudah menyatakan jauh sebelumnya (baca Matius 24:3-14). Ingat! Ketenangan bukanlah sebuah keadaan, tetapi sebuah keputusan, artinya walaupun situasi kelihatannya semakin sulit dan menakutkan, tetapi kita bisa membuat sebuah keputusan untuk tetap berlaku tenang. Kita punya alasan kuat untuk tetap berlaku tenang apa pun situasinya, karena kita punya Tuhan yang tidak pernah mengecewakan, Ia selalu siap menolong tepat pada waktunya.
Mengapa kita harus tetap bersikap tenang? Karena ketenangan dapat mendatangkan kekuatan. "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Orang yang mampu bersikap tenang akan dapat menghadapi segala persoalan. Kita seringkali dikalahkan oleh masalah, bukan karena kita terlalu lemah, atau masalahnya terlalu berat seperti Goliat, tetapi karena kita sendiri panik, gugup, cemas, kuatir dan takut. Orang yang tidak bisa bersikap tenang cenderung selalu berpikiran negatif sehingga keputusan-keputusan yang diambil pun menjadi keliru. Rasul Petrus menasihati, "Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7). Orang yang tenang, dalam doanya bukan hanya menyampaikan apa yang ia mau kepada Tuhan, tetapi juga mendengar apa yang menjadi kehendak Tuhan.
Kunci untuk mengalami ketenangan adalah tinggal dekat Tuhan, karena Dialah sumber keselamatan bagi kita (baca Mazmur 62:2).
Baca: Mazmur 55:1-24
"Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang, bahkan aku akan lari jauh-jauh dan bermalam di padang gurun." Mazmur 55:7-8
Ada banyak perkara di dunia ini sedang berjalan menuju kehancuran dan sudah berada di penghujung zaman. Konflik, pertikaian, perang, bencana alam, perekonomian sulit, wabah penyakit, tingkat kejahatan yang semakin hari semakin mengkhawatirkan, dan kehidupan kekristenan semakin hari semakin mengalami tekanan yang luar biasa. Hal itu kian mempertegas bahwa tidak ada satu pun di dunia ini yang dapat memberikan jaminan bagi semua orang untuk hidup tenang.
Bagaimana sikap orang percaya menghadapi situasi ini? Kita tak perlu terkejut dan kecut hati, karena Alkitab sudah menyatakan jauh sebelumnya (baca Matius 24:3-14). Ingat! Ketenangan bukanlah sebuah keadaan, tetapi sebuah keputusan, artinya walaupun situasi kelihatannya semakin sulit dan menakutkan, tetapi kita bisa membuat sebuah keputusan untuk tetap berlaku tenang. Kita punya alasan kuat untuk tetap berlaku tenang apa pun situasinya, karena kita punya Tuhan yang tidak pernah mengecewakan, Ia selalu siap menolong tepat pada waktunya.
Mengapa kita harus tetap bersikap tenang? Karena ketenangan dapat mendatangkan kekuatan. "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Orang yang mampu bersikap tenang akan dapat menghadapi segala persoalan. Kita seringkali dikalahkan oleh masalah, bukan karena kita terlalu lemah, atau masalahnya terlalu berat seperti Goliat, tetapi karena kita sendiri panik, gugup, cemas, kuatir dan takut. Orang yang tidak bisa bersikap tenang cenderung selalu berpikiran negatif sehingga keputusan-keputusan yang diambil pun menjadi keliru. Rasul Petrus menasihati, "Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7). Orang yang tenang, dalam doanya bukan hanya menyampaikan apa yang ia mau kepada Tuhan, tetapi juga mendengar apa yang menjadi kehendak Tuhan.
Kunci untuk mengalami ketenangan adalah tinggal dekat Tuhan, karena Dialah sumber keselamatan bagi kita (baca Mazmur 62:2).
Monday, October 23, 2017
TUHAN BENCI KEMUNAFIKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2017
Baca: Matius 7:1-5
"Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." Matius 7:5
Orang Farisi dan Saduki merupakan orang-orang yang mengerti betul tentang hukum Taurat, tetapi mereka sendiri tidak melakukan Taurat itu (baca Matius 23:3). Tuhan Yesus menggambarkan bahwa keadaan mereka "...sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:27). Karena itu Tuhan menyebut mereka sebagai orang-orang yang munafik dan Tuhan sangat benci akan hal itu.
Arti kata munafik adalah: berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebagainya, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; bermuka dua. Sampai hari ini ada banyak orang Kristen yang hidup dalam kemunafikan. Sewaktu di gereja terlihat begitu rohani, tampak beribadah dan melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh, begitu melangkah keluar dari pintu pagar gereja semuanya langsung berubah, kembali kepada kehidupan lama dan mengasihi dunia. Tidak sedikit pula suami-suami atau isteri-isteri menjalani kehidupan rumah tangganya dengan kemunafikan, tidak mengasihi pasangannya dengan sepenuh hati. Akibatnya rumah tangga menjadi hancur berantakan!
Kemunafikan membuat orang tidak dapat melihat kesalahan sendiri, tapi cenderung mudah menghakimi orang lain. "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Matius 7:3). Kemunafikan menghalangi kita untuk menerima jawaban doa. "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang." (Matius 6:5). Kemunafikan menghambat pertumbuhan rohani kita, "Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah. Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan," (1 Petrus 2:1-2).
Buang semua kemunafikan dan jadilah orang Kristen yang benar-benar taat!
Baca: Matius 7:1-5
"Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." Matius 7:5
Orang Farisi dan Saduki merupakan orang-orang yang mengerti betul tentang hukum Taurat, tetapi mereka sendiri tidak melakukan Taurat itu (baca Matius 23:3). Tuhan Yesus menggambarkan bahwa keadaan mereka "...sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:27). Karena itu Tuhan menyebut mereka sebagai orang-orang yang munafik dan Tuhan sangat benci akan hal itu.
Arti kata munafik adalah: berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebagainya, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; bermuka dua. Sampai hari ini ada banyak orang Kristen yang hidup dalam kemunafikan. Sewaktu di gereja terlihat begitu rohani, tampak beribadah dan melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh, begitu melangkah keluar dari pintu pagar gereja semuanya langsung berubah, kembali kepada kehidupan lama dan mengasihi dunia. Tidak sedikit pula suami-suami atau isteri-isteri menjalani kehidupan rumah tangganya dengan kemunafikan, tidak mengasihi pasangannya dengan sepenuh hati. Akibatnya rumah tangga menjadi hancur berantakan!
Kemunafikan membuat orang tidak dapat melihat kesalahan sendiri, tapi cenderung mudah menghakimi orang lain. "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Matius 7:3). Kemunafikan menghalangi kita untuk menerima jawaban doa. "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang." (Matius 6:5). Kemunafikan menghambat pertumbuhan rohani kita, "Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah. Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan," (1 Petrus 2:1-2).
Buang semua kemunafikan dan jadilah orang Kristen yang benar-benar taat!
Sunday, October 22, 2017
BERKAT TUHAN TAK TERPENGARUH SITUASI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2017
Baca: Yesaya 35:1-10
"...sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara; tanah pasir yang hangat akan menjadi kolam, dan tanah kersang menjadi sumber-sumber air;" Yesaya 35:6b-7
Jika menyadari bahwa Tuhan senantiasa mengarahkan pandangan-Nya terhadap kita dan selalu menyediakan berkat-Nya tanpa dipengaruhi oleh situasi, maka harusnya kita makin terpacu bersungguh-sungguh melayani Tuhan dan tidak lagi hitung-hitungan dengan Dia, sebab perkara sekecil apa pun yang kita lakukan untuk Tuhan selalu diperhitungkan-Nya dan tak satu pun yang terlewatkan, sebab Dia Tuhan yang tidak pernah terlelap dan tertidur. "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58).
Berkat Tuhan adalah pasti jika kita mau berjalan dalam tuntunan Tuhan! "Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi." (Mazmur 67:5). Hidup dalam tuntunan Tuhan berarti kita menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini. Tuhan Yesus adalah teladan utama bagaimana Ia menempatkan kehendak Bapa sebagai yang terutama. Saat berada di taman Getsemani Tuhan Yesus berdoa, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Tuhan Yesus juga berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34a). Hidup dalam tuntunan Tuhan juga berarti kita mau tunduk kepada pimpinan Roh Kudus. "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh," (Galatia 5:25).
Berkat Tuhan tidak terpengaruh oleh keadaan atau situasi, maka tidak ada alasan bagi kita untuk menjadi kecewa, putus asa atau bersungut-sungut. Boleh saja orang lain bicara bahwa tidak ada masa depan dan harapan, tetapi bagi orang yang senantiasa hidup takut akan Tuhan, masa depan dan harapan itu takkan pernah hilang (baca Amsal 23:18).
Berkat Tuhan dan mujizat-Nya selalu tersedia bagi kita di segala musim!
Baca: Yesaya 35:1-10
"...sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara; tanah pasir yang hangat akan menjadi kolam, dan tanah kersang menjadi sumber-sumber air;" Yesaya 35:6b-7
Jika menyadari bahwa Tuhan senantiasa mengarahkan pandangan-Nya terhadap kita dan selalu menyediakan berkat-Nya tanpa dipengaruhi oleh situasi, maka harusnya kita makin terpacu bersungguh-sungguh melayani Tuhan dan tidak lagi hitung-hitungan dengan Dia, sebab perkara sekecil apa pun yang kita lakukan untuk Tuhan selalu diperhitungkan-Nya dan tak satu pun yang terlewatkan, sebab Dia Tuhan yang tidak pernah terlelap dan tertidur. "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58).
Berkat Tuhan adalah pasti jika kita mau berjalan dalam tuntunan Tuhan! "Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi." (Mazmur 67:5). Hidup dalam tuntunan Tuhan berarti kita menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini. Tuhan Yesus adalah teladan utama bagaimana Ia menempatkan kehendak Bapa sebagai yang terutama. Saat berada di taman Getsemani Tuhan Yesus berdoa, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Tuhan Yesus juga berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34a). Hidup dalam tuntunan Tuhan juga berarti kita mau tunduk kepada pimpinan Roh Kudus. "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh," (Galatia 5:25).
Berkat Tuhan tidak terpengaruh oleh keadaan atau situasi, maka tidak ada alasan bagi kita untuk menjadi kecewa, putus asa atau bersungut-sungut. Boleh saja orang lain bicara bahwa tidak ada masa depan dan harapan, tetapi bagi orang yang senantiasa hidup takut akan Tuhan, masa depan dan harapan itu takkan pernah hilang (baca Amsal 23:18).
Berkat Tuhan dan mujizat-Nya selalu tersedia bagi kita di segala musim!
Saturday, October 21, 2017
BERKAT TUHAN TAK TERPENGARUH SITUASI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Oktober 2017
Baca: Mazmur 67:1-8
"Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya," Mazmur 67:2
Bagi orang percaya berkat Tuhan adalah sesuatu yang pasti, ya dan amin, bukan sekedar janji-janji yang meninabobokan. Ketika pemazmur berbicara tentang berkat, bukan berarti ia tidak tahu bahwa perjalanan hidup orang percaya itu tidak selalu mulus, terkadang harus melewati masalah, kesukaran, kesulitan, tantangan dan pergumulan. Tetapi ketika berbicara tentang berkat, pemazmur hendak menegaskan bahwa di tengah situasi yang sukar atau masalah yang berat sekalipun kasih setia Tuhan tidak pernah berubah dan berkat-Nya pun selalu tersedia bagi orang-orang yang mengasihi Dia.
Ingat dengan perjalanan bangsa Israel keluar dari Mesir? Ketika itu "...orang Mesir, segala kuda dan kereta Firaun, orang-orang berkuda dan pasukannya, mengejar mereka dan mencapai mereka pada waktu mereka berkemah di tepi laut, dekat Pi-Hahirot di depan Baal-Zefon." (Keluaran 14:9). Secara kasat mata, mustahil bangsa Israel bisa lolos dari kejaran pasukan Firaun, karena di hadapan mereka terbentang luas laut Teberau. Dalam situasi yang sepertinya tidak ada jalan, Tuhan sanggup membuka jalan bagi mereka. Dengan kuasa-Nya yang dahsyat "...TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:21-22). Begitu orang-orang Mesir dan pasukannya mengejar sampai ke tengah-tengah laut, maka "Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka." (Keluaran 14:28).
Berkat Tuhan adalah pasti bagi orang percaya yang mau melakukan sesuatu bagi Tuhan dan merespons panggilan-Nya. Tuhan memanggil kita untuk memberitakan keselamatan dan menjadi kesaksian di tengah-tengah dunia ini, "...supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa." (Mazmur 67:3). Oleh karena itu rasul Paulus menasihati, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Baca: Mazmur 67:1-8
"Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya," Mazmur 67:2
Bagi orang percaya berkat Tuhan adalah sesuatu yang pasti, ya dan amin, bukan sekedar janji-janji yang meninabobokan. Ketika pemazmur berbicara tentang berkat, bukan berarti ia tidak tahu bahwa perjalanan hidup orang percaya itu tidak selalu mulus, terkadang harus melewati masalah, kesukaran, kesulitan, tantangan dan pergumulan. Tetapi ketika berbicara tentang berkat, pemazmur hendak menegaskan bahwa di tengah situasi yang sukar atau masalah yang berat sekalipun kasih setia Tuhan tidak pernah berubah dan berkat-Nya pun selalu tersedia bagi orang-orang yang mengasihi Dia.
Ingat dengan perjalanan bangsa Israel keluar dari Mesir? Ketika itu "...orang Mesir, segala kuda dan kereta Firaun, orang-orang berkuda dan pasukannya, mengejar mereka dan mencapai mereka pada waktu mereka berkemah di tepi laut, dekat Pi-Hahirot di depan Baal-Zefon." (Keluaran 14:9). Secara kasat mata, mustahil bangsa Israel bisa lolos dari kejaran pasukan Firaun, karena di hadapan mereka terbentang luas laut Teberau. Dalam situasi yang sepertinya tidak ada jalan, Tuhan sanggup membuka jalan bagi mereka. Dengan kuasa-Nya yang dahsyat "...TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:21-22). Begitu orang-orang Mesir dan pasukannya mengejar sampai ke tengah-tengah laut, maka "Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka." (Keluaran 14:28).
Berkat Tuhan adalah pasti bagi orang percaya yang mau melakukan sesuatu bagi Tuhan dan merespons panggilan-Nya. Tuhan memanggil kita untuk memberitakan keselamatan dan menjadi kesaksian di tengah-tengah dunia ini, "...supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa." (Mazmur 67:3). Oleh karena itu rasul Paulus menasihati, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Friday, October 20, 2017
DALAM KEBERSAMAAN DAN KERUKUNAN: ada Kekuatan dan berkat (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Oktober 2017
Baca: 1 Korintus 1:10-17
"...aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir." 1 Korintus 1:10
Bertikai, bermusuhan dan terpecah belah adalah keadaan yang sangat ditunggu-tunggu oleh Iblis. Ketika umat Tuhan saling bertikai, bermusuhan dan terpecah belah, itulah saat yang tepat bagi Iblis untuk memasukkan pengaruh jahatnya. Ketika keluarga-keluarga Kristen dan gereja-Nya dalam kondisi seperti ini, bukannya kekuatan yang kita peroleh, tapi kehancuran yang didapat. Ada kalimat bijak bahasa Jawa: "Crah agawe bubrah, rukun agawe santoso." Pertikaian menciptakan kehancuran, kerukunan membangun kekuatan. "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan." (Matius 12:25).
Berbeda pendapat, berbeda pandangan, ketidakcocokan, adalah hal yang mudah kita temukan di mana pun berada, tak terkecuali di dalam gereja atau di antara jemaat Tuhan. Ketika kita dihadapkan pada perbedaan-perbedaan, hal yang harus dilakukan adalah mencari solusi atau titik temu, sampai diperoleh kesepakatan, bukannya malah membesar-besarkan perbedaan, lalu saling menyalahkan, saling bermusuhan, saling menebar gosip, saling menghasut atau membentuk kubu-kubu. Jika hal ini terjadi, sama artinya kita sedang dipermainkan oleh Iblis dan termakan oleh siasat liciknya. Jangan biarkan perpecahan terjadi, jangan biarkan Iblis mengambil keuntungan dari ketidakharmonisan ini. Rasul Paulus memperingatkan bahwa sebagai orang percaya "...kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," (Efesus 2:19).
Tuhan Yesus berkata, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35). Buang semua keegoisan, kepentingan diri sendiri dan juga gengsi! Bagaimana kita mengasihi orang-orang di luar sana, jika terhadap saudara seiman saja kita saling bermusuhan?
Ingin berkat Tuhan mengalir seperti sungai? Bangun kebersamaan dan kerukunan.
Baca: 1 Korintus 1:10-17
"...aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir." 1 Korintus 1:10
Bertikai, bermusuhan dan terpecah belah adalah keadaan yang sangat ditunggu-tunggu oleh Iblis. Ketika umat Tuhan saling bertikai, bermusuhan dan terpecah belah, itulah saat yang tepat bagi Iblis untuk memasukkan pengaruh jahatnya. Ketika keluarga-keluarga Kristen dan gereja-Nya dalam kondisi seperti ini, bukannya kekuatan yang kita peroleh, tapi kehancuran yang didapat. Ada kalimat bijak bahasa Jawa: "Crah agawe bubrah, rukun agawe santoso." Pertikaian menciptakan kehancuran, kerukunan membangun kekuatan. "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan." (Matius 12:25).
Berbeda pendapat, berbeda pandangan, ketidakcocokan, adalah hal yang mudah kita temukan di mana pun berada, tak terkecuali di dalam gereja atau di antara jemaat Tuhan. Ketika kita dihadapkan pada perbedaan-perbedaan, hal yang harus dilakukan adalah mencari solusi atau titik temu, sampai diperoleh kesepakatan, bukannya malah membesar-besarkan perbedaan, lalu saling menyalahkan, saling bermusuhan, saling menebar gosip, saling menghasut atau membentuk kubu-kubu. Jika hal ini terjadi, sama artinya kita sedang dipermainkan oleh Iblis dan termakan oleh siasat liciknya. Jangan biarkan perpecahan terjadi, jangan biarkan Iblis mengambil keuntungan dari ketidakharmonisan ini. Rasul Paulus memperingatkan bahwa sebagai orang percaya "...kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," (Efesus 2:19).
Tuhan Yesus berkata, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35). Buang semua keegoisan, kepentingan diri sendiri dan juga gengsi! Bagaimana kita mengasihi orang-orang di luar sana, jika terhadap saudara seiman saja kita saling bermusuhan?
Ingin berkat Tuhan mengalir seperti sungai? Bangun kebersamaan dan kerukunan.