Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Februari 2017
Baca: Kisah Para Rasul 14:8-20
"Maka datanglah imam dewa Zeus, yang kuilnya terletak di luar kota,
membawa lembu-lembu jantan dan karangan-karangan bunga ke pintu gerbang
kota untuk mempersembahkan korban bersama-sama dengan orang banyak
kepada rasul-rasul itu." Kisah 14:13
Mengerjakan Amanat Agung Tuhan Yesus adalah tanggung jawab semua orang percaya, karena itulah "Merekapun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut
bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya." (Markus 16:20). Ke mana pun hamba-hamba Tuhan pergi memberitakan Injil Roh Kudus menyertai dan turut bekerja. Di mana ada Roh Kudus sesuatu yang dahsyat pasti terjadi, perkara-perkara adikodrati dinyatakan: yang sakit disembuhkan, yang terbelenggu dibebaskan, yang buta pun dicelikkan, yang lumpuh berjalanlah!
Di Listra ada orang yang lumpuh kakinya sejak lahir. "Ia duduk mendengarkan, ketika Paulus berbicara. Dan Paulus menatap dia dan melihat, bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan. Lalu kata Paulus dengan suara nyaring: 'Berdirilah tegak di atas
kakimu!' Dan orang itu melonjak berdiri, lalu berjalan kian ke mari." (Kisah 14:9-10). Orang-orang pun kagum dan mengelu-elukan Paulus dan Barnabas, bahkan mereka menganggap keduanya dewa yang turun dari langit. Paulus disebutnya Hermes, dan Barnabas disebut Zeus! Mereka mengira bahwa yang melakukan mujizat adalah hamba Tuhan tersebut, tak mengerti bahwa yang mengerjakan semua mujizat itu sesungguhnya adalah Tuhan sendiri melalui kuasa Roh-Nya, sedangkan hamba Tuhan adalah alat-Nya.
Sanjungan manusia acapkali melenakan dan membuat orang lupa daratan. Ini berbahaya! Ada banyak pelayan Tuhan jatuh ketika mereka sedang 'di atas' karena tidak tahan dengan pujian, hormat dan sanjungan manusia. Memang sulit untuk tetap rendah hati dalam situasi seperti itu. Ketika dielu-elukan segeralah Paulus dan Barnabas lari ke tengah-tengah mereka dan berkata, "Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu." (Kisah 14:15a). Di zaman sekarang tidak sedikit pelayan Tuhan yang justru membusungkan dada ketika namanya semakin dikenal oleh khalayak ramai.
Sanjungan adalah untuk Tuhan, jangan sekali-kali kita mencuri kemuliaan-Nya!
Tuesday, February 28, 2017
Monday, February 27, 2017
BERBAHAGIALAH ORANG YANG DIINGAT TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Februari 2017
Baca: Mazmur 25:1-22
"Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN." Mazmur 25:7
Semua orang pasti berharap dirinya selalu diingat dan tidak dilupakan oleh sesamanya, seperti teman, kerabat atau saudara. Betapa sedih dan kecewanya bila pada suatu kesempatan kita bertemu dengan teman lama, ternyata teman kita itu sudah tidak lagi mengingat kita alias lupa. Kita patut bersyukur, sekalipun manusia bisa saja melupakan dan tidak lagi mengingat kita tapi Tuhan tak pernah melupakan kita. "Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:4-5).
Alkitab menegaskan orang benarlah yang selalu diingat oleh Tuhan, "...orang benar itu akan diingat selama-lamanya." (Mazmur 112:6). Namun ada seorang penjahat yang diingat Tuhan, karena pada saat akhir perjalanan hidupnya ia merendahkan diri dan berpengharapan penuh kepada Tuhan. Oleh karena imannya itu Ia tidak lagi memperhitungkan dosa-dosanya, sebaliknya Ia mengingat dan menyelamatkannya. Orang itu adalah salah seorang penjahat yang disalibkan bersama Tuhan Yesus. Ketika penjahat lain menghujat-Nya, "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!" (Lukas 23:39), tetapi penjahat yang satunya justru berkata, "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." (Lukas 23:42). Ketika Tuhan Yesus dalam keadaan tak berdaya, masih tergantung di atas kayu salib, penjahat ini percaya bahwa Dia adalah Raja. Karena imannya berkatalah Tuhan Yesus kepadanya, "...sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." (Lukas 23:43).
Walaupun tadinya penjahat itu sama seperti penjahat lain di sebelah Tuhan Yesus, namun ia telah membuat keputusan penting dalam hidupnya yaitu bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pada saat ia masih berada di atas kayu salib. Ia menerima Tuhan Yesus sebagai Raja sebelum ia mati.
Kehidupan di masa lalu tak menentukan keselamatan: asal kita mau bertobat, langkah terakhir dari hidup ini yang menentukan!
Baca: Mazmur 25:1-22
"Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN." Mazmur 25:7
Semua orang pasti berharap dirinya selalu diingat dan tidak dilupakan oleh sesamanya, seperti teman, kerabat atau saudara. Betapa sedih dan kecewanya bila pada suatu kesempatan kita bertemu dengan teman lama, ternyata teman kita itu sudah tidak lagi mengingat kita alias lupa. Kita patut bersyukur, sekalipun manusia bisa saja melupakan dan tidak lagi mengingat kita tapi Tuhan tak pernah melupakan kita. "Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:4-5).
Alkitab menegaskan orang benarlah yang selalu diingat oleh Tuhan, "...orang benar itu akan diingat selama-lamanya." (Mazmur 112:6). Namun ada seorang penjahat yang diingat Tuhan, karena pada saat akhir perjalanan hidupnya ia merendahkan diri dan berpengharapan penuh kepada Tuhan. Oleh karena imannya itu Ia tidak lagi memperhitungkan dosa-dosanya, sebaliknya Ia mengingat dan menyelamatkannya. Orang itu adalah salah seorang penjahat yang disalibkan bersama Tuhan Yesus. Ketika penjahat lain menghujat-Nya, "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!" (Lukas 23:39), tetapi penjahat yang satunya justru berkata, "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." (Lukas 23:42). Ketika Tuhan Yesus dalam keadaan tak berdaya, masih tergantung di atas kayu salib, penjahat ini percaya bahwa Dia adalah Raja. Karena imannya berkatalah Tuhan Yesus kepadanya, "...sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." (Lukas 23:43).
Walaupun tadinya penjahat itu sama seperti penjahat lain di sebelah Tuhan Yesus, namun ia telah membuat keputusan penting dalam hidupnya yaitu bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pada saat ia masih berada di atas kayu salib. Ia menerima Tuhan Yesus sebagai Raja sebelum ia mati.
Kehidupan di masa lalu tak menentukan keselamatan: asal kita mau bertobat, langkah terakhir dari hidup ini yang menentukan!
Sunday, February 26, 2017
PILIHAN ADA PADA MANUSIA SENDIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Februari 2017
Baca: Wahyu 3:14-22
"Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." Wahyu 3:20
Orang bertanya-tanya, jika Tuhan itu berkuasa mengapa Dia seolah-olah membiarkan sakit-penyakit dan kesusahan menimpa semua orang? Mengapa Ia tidak langsung menyembuhkan atau memberkati? Tentu saja Tuhan itu Mahakuasa, tetapi Dia hanya akan mengerjakan sesuatu dalam diri seseorang ketika orang itu mengijinkan Dia bekerja. Ada orang yang berbantah lagi, "Kalau Tuhan berkuasa, tentunya Ia dapat melakukan segala sesuatu menurut kehendak-Nya sendiri!" Dalam sekejap mata Tuhan pasti sanggup untuk menyembuhkan, memberkati, menolong dan menyelamatkan setiap orang yang berdosa tanpa melalui proses pertobatan.
Tuhan tak ingin manusia ciptaan-Nya itu seperti robot yang dapat dijadikan apa saja. Sesungguhnya Tuhan dapat saja memaksa setiap orang untuk bertobat dan menerima-Nya sebagai Juruselamat dalam hidupnya. Tetapi Tuhan memberikan kepada setiap manusia free will (kehendak bebas), sehingga manusia mempunyai hak untuk menentukan pilihannya sendiri. Manusia dapat memilih untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya, atau sebaliknya mereka melakukan seperti orang dunia lakukan saat ini yaitu membenci, menghujat dan menolak Yesus Kristus. Tuhan Yesus hanya berdiri di depan pintu hati setiap orang dan mengetuk. Jika kita mendengar suara-Nya dan membukakan pintu hati bagi-Nya, Dia kan masuk ke dalam kehidupan kita. Jadi Tuhan tak pernah memaksa kita, walaupun sesungguhnya Ia begitu ingin semua orang mendapatkan keselamatan kekal melalui iman percaya kepada-Nya, "...tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9).
Bahkan setelah seseorang bertobat dan lahir baru ia juga tak kehilangan kehendak bebasnya untuk memilih taat kepada firman atau tidak taat. Yang harus disadari adalah, bahwa "...ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2), sebaliknya kalau kita mau taat maka berkatlah yang menjadi bagian hidup kita.
"...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran;" Wahyu 22:11
Baca: Wahyu 3:14-22
"Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." Wahyu 3:20
Orang bertanya-tanya, jika Tuhan itu berkuasa mengapa Dia seolah-olah membiarkan sakit-penyakit dan kesusahan menimpa semua orang? Mengapa Ia tidak langsung menyembuhkan atau memberkati? Tentu saja Tuhan itu Mahakuasa, tetapi Dia hanya akan mengerjakan sesuatu dalam diri seseorang ketika orang itu mengijinkan Dia bekerja. Ada orang yang berbantah lagi, "Kalau Tuhan berkuasa, tentunya Ia dapat melakukan segala sesuatu menurut kehendak-Nya sendiri!" Dalam sekejap mata Tuhan pasti sanggup untuk menyembuhkan, memberkati, menolong dan menyelamatkan setiap orang yang berdosa tanpa melalui proses pertobatan.
Tuhan tak ingin manusia ciptaan-Nya itu seperti robot yang dapat dijadikan apa saja. Sesungguhnya Tuhan dapat saja memaksa setiap orang untuk bertobat dan menerima-Nya sebagai Juruselamat dalam hidupnya. Tetapi Tuhan memberikan kepada setiap manusia free will (kehendak bebas), sehingga manusia mempunyai hak untuk menentukan pilihannya sendiri. Manusia dapat memilih untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya, atau sebaliknya mereka melakukan seperti orang dunia lakukan saat ini yaitu membenci, menghujat dan menolak Yesus Kristus. Tuhan Yesus hanya berdiri di depan pintu hati setiap orang dan mengetuk. Jika kita mendengar suara-Nya dan membukakan pintu hati bagi-Nya, Dia kan masuk ke dalam kehidupan kita. Jadi Tuhan tak pernah memaksa kita, walaupun sesungguhnya Ia begitu ingin semua orang mendapatkan keselamatan kekal melalui iman percaya kepada-Nya, "...tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9).
Bahkan setelah seseorang bertobat dan lahir baru ia juga tak kehilangan kehendak bebasnya untuk memilih taat kepada firman atau tidak taat. Yang harus disadari adalah, bahwa "...ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2), sebaliknya kalau kita mau taat maka berkatlah yang menjadi bagian hidup kita.
"...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran;" Wahyu 22:11
Saturday, February 25, 2017
SIAPKAH MENGHADAPI PENGADILAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Februari 2017
Baca: 2 Korintus 5:1-10
"Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat." 2 Korintus 5:10
Banyak orang berpikir bahwa hidup di dunia ini hanya satu kali saja, lalu mati dan tamat. Karena itu ada orang berprinsip: "Selagi masih hidup mari kita bersenang-senang dan melakukan apa saja yang kita mau." Ingatlah bahwa kematian itu bukan akhir dari segalanya, justru menjadi awal dari kehidupan yang sesungguhnya. "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi," (Ibrani 9:27). Manusia lupa bahwa ada penghakiman setelah kematian!
Rasul Yohanes mendapat penglihatan, "Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu." (Wahyu 20:12). Apa pun yang diperbuat manusia selama hidup di dunia pada saatnya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Sesungguhnya Tuhan tidak senang menghukum manusia karena itu Ia mengutus hamba-hamba-Nya untuk memberitakan Injil ke penjuru bumi bahwa "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6), dan "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Sungguh teramat disayangkan banyak orang menolak mentah-mentah berita tentang salib, "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa," (1 Korintus 1:18).
Hidup ini sungguh teramat singkat, tak lebih dari sebuah persinggahan sementara. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Karena itu waktu yang terbatas ini mari kita pergunakan sebaik mungkin untuk mempersiapkan diri sebelum kematian menjemput!
Buat keputusan mulai sekarang, sebab penyesalan di kemudian hari tiada guna.
Baca: 2 Korintus 5:1-10
"Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat." 2 Korintus 5:10
Banyak orang berpikir bahwa hidup di dunia ini hanya satu kali saja, lalu mati dan tamat. Karena itu ada orang berprinsip: "Selagi masih hidup mari kita bersenang-senang dan melakukan apa saja yang kita mau." Ingatlah bahwa kematian itu bukan akhir dari segalanya, justru menjadi awal dari kehidupan yang sesungguhnya. "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi," (Ibrani 9:27). Manusia lupa bahwa ada penghakiman setelah kematian!
Rasul Yohanes mendapat penglihatan, "Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu." (Wahyu 20:12). Apa pun yang diperbuat manusia selama hidup di dunia pada saatnya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Sesungguhnya Tuhan tidak senang menghukum manusia karena itu Ia mengutus hamba-hamba-Nya untuk memberitakan Injil ke penjuru bumi bahwa "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6), dan "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Sungguh teramat disayangkan banyak orang menolak mentah-mentah berita tentang salib, "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa," (1 Korintus 1:18).
Hidup ini sungguh teramat singkat, tak lebih dari sebuah persinggahan sementara. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Karena itu waktu yang terbatas ini mari kita pergunakan sebaik mungkin untuk mempersiapkan diri sebelum kematian menjemput!
Buat keputusan mulai sekarang, sebab penyesalan di kemudian hari tiada guna.
Friday, February 24, 2017
BERSEDIA MEMIKUL SALIB
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Februari 2017
Baca: Lukas 14:25-35
"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku." Lukas 14:27
Dunia ini dipenuhi dengan ketidakadilan, penyimpangan, kekerasan dan hidup yang mementingkan diri sendiri. Manusia lebih memilih berjalan menurut kehendaknya sendiri, tidak lagi peduli apakah itu sesat dan merugikan orang lain. Ketika dihadapkan pada fenomena ini, haruskah orang percaya mengikuti jejak orang dunia dengan pola hidupnya yang bertentangan dengan kebenaran, ataukah tetap teguh meneladani Kristus hidup?
Tuhan Yesus berkata, "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga." (Matius 16:19a), namun 'kunci' itu tidak Ia berikan kepada semua orang, hanya kepada mereka yang bersedia untuk membayar harga yaitu memikul salib dan mengikut Dia. Memikul salib berarti bersedia untuk menyangkal diri sendiri. Itu tidak mudah, karena kehendak dan kemauan kita cenderung berlawanan dengan kehendak Tuhan. Kehendak dan kemauan kita adalah melakukan apa yang menyenangkan daging, "Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging;" (Roma 8:5). Untuk layak disebut murid Tuhan tidak ada jalan lain selain harus melawan keinginan daging. Sakit memang! Namun rasa sakit itu tidak sebanding dengan penderitaan Tuhan Yesus yang sudah memikul salib-Nya, dan salib yang dipikul-Nya adalah masalah terberat yang dihadapi oleh seluruh umat manusia yaitu dosa, dan "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita." (Matius 8:17), bahkan Ia rela mencucurkan darah-Nya dan mati bagi kita di kayu salib. Jadi salib yang harus kita pikul setiap hari sesungguhnya tidak sebanding dengan kemenangan yang Tuhan berikan.
Memikul salib juga berarti rela menderita karena kebenaran. Tuhan Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." (Matius 5:10-12).
"Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." Galatia 5:24
Baca: Lukas 14:25-35
"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku." Lukas 14:27
Dunia ini dipenuhi dengan ketidakadilan, penyimpangan, kekerasan dan hidup yang mementingkan diri sendiri. Manusia lebih memilih berjalan menurut kehendaknya sendiri, tidak lagi peduli apakah itu sesat dan merugikan orang lain. Ketika dihadapkan pada fenomena ini, haruskah orang percaya mengikuti jejak orang dunia dengan pola hidupnya yang bertentangan dengan kebenaran, ataukah tetap teguh meneladani Kristus hidup?
Tuhan Yesus berkata, "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga." (Matius 16:19a), namun 'kunci' itu tidak Ia berikan kepada semua orang, hanya kepada mereka yang bersedia untuk membayar harga yaitu memikul salib dan mengikut Dia. Memikul salib berarti bersedia untuk menyangkal diri sendiri. Itu tidak mudah, karena kehendak dan kemauan kita cenderung berlawanan dengan kehendak Tuhan. Kehendak dan kemauan kita adalah melakukan apa yang menyenangkan daging, "Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging;" (Roma 8:5). Untuk layak disebut murid Tuhan tidak ada jalan lain selain harus melawan keinginan daging. Sakit memang! Namun rasa sakit itu tidak sebanding dengan penderitaan Tuhan Yesus yang sudah memikul salib-Nya, dan salib yang dipikul-Nya adalah masalah terberat yang dihadapi oleh seluruh umat manusia yaitu dosa, dan "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita." (Matius 8:17), bahkan Ia rela mencucurkan darah-Nya dan mati bagi kita di kayu salib. Jadi salib yang harus kita pikul setiap hari sesungguhnya tidak sebanding dengan kemenangan yang Tuhan berikan.
Memikul salib juga berarti rela menderita karena kebenaran. Tuhan Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." (Matius 5:10-12).
"Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." Galatia 5:24
Thursday, February 23, 2017
SEMANGAT TANPA KETAATAN ADALAH PERCUMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Februari 2017
Baca: 2 Samuel 6:1-23
"Ketika mereka sampai ke tempat pengirikan Nakhon, maka Uza mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu, lalu memegangnya, karena lembu-lembu itu tergelincir." 2 Samuel 6:6
Dari pembacaan firman ini kita melihat betapa bersemangatnya bangsa Israel saat membawa tabut Tuhan kembali ke Yerusalem. "Mereka menaikkan tabut Allah itu ke dalam kereta yang baru setelah mengangkatnya dari rumah Abinadab yang di atas bukit. Lalu Uza dan Ahyo, anak-anak Abinadab, mengantarkan kereta itu. Daud dan seluruh kaum Israel menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga, diiringi nyanyian, kecapi, gambus, rebana, kelentung dan ceracap." (ayat 3, 5). Tabut adalah tanda kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya dan menjadi pusat dari kehidupan bangsa Israel.
Karena terlalu bersemangat sampai-sampai mereka mengabaikan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa tak seorang pun diperbolehkan menyentuh tabut perjanjian, lambang kehadiran Tuhan itu. "...janganlah mereka kena kepada barang-barang kudus itu, nanti mereka mati." (Bilangan 4:15). Namun Uza telah melanggar ketetapan Tuhan itu, yaitu "...mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu," (ayat nas). Karena keteledorannya ini Uza harus menuai akibatnya, "...ia mati di sana dekat tabut Allah itu." (2 Samuel 6:7). Ternyata, bermodalkan semangat saja dalam melayani Tuhan tidaklah cukup tanpa disertai pengenalan yang benar akan Tuhan dan taat melakukan kehendak-Nya. "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Dalam penilaian Tuhan ketaatan itu jauh lebih berharga daripada sekedar semangat dalam melayani, bahkan jauh bernilai dibandingkan dengan korban persembahan kita.
Mungkin kita cakap berkhotbah, menjadi worship leader hebat, atau memiliki jam terbang pelayanan mumpuni, tapi jika kita tidak menjadi pelaku firman, maka apa yang kita lakukan tak lebih seremonial belaka. Memang kita hidup di bawah kasih karunia, namun setiap pelanggaran atau ketidaktaatan tetaplah memiliki konsekuensi.
Mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan (taat) adalah tanda kita menghargai hadirat Tuhan!
Baca: 2 Samuel 6:1-23
"Ketika mereka sampai ke tempat pengirikan Nakhon, maka Uza mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu, lalu memegangnya, karena lembu-lembu itu tergelincir." 2 Samuel 6:6
Dari pembacaan firman ini kita melihat betapa bersemangatnya bangsa Israel saat membawa tabut Tuhan kembali ke Yerusalem. "Mereka menaikkan tabut Allah itu ke dalam kereta yang baru setelah mengangkatnya dari rumah Abinadab yang di atas bukit. Lalu Uza dan Ahyo, anak-anak Abinadab, mengantarkan kereta itu. Daud dan seluruh kaum Israel menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga, diiringi nyanyian, kecapi, gambus, rebana, kelentung dan ceracap." (ayat 3, 5). Tabut adalah tanda kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya dan menjadi pusat dari kehidupan bangsa Israel.
Karena terlalu bersemangat sampai-sampai mereka mengabaikan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa tak seorang pun diperbolehkan menyentuh tabut perjanjian, lambang kehadiran Tuhan itu. "...janganlah mereka kena kepada barang-barang kudus itu, nanti mereka mati." (Bilangan 4:15). Namun Uza telah melanggar ketetapan Tuhan itu, yaitu "...mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu," (ayat nas). Karena keteledorannya ini Uza harus menuai akibatnya, "...ia mati di sana dekat tabut Allah itu." (2 Samuel 6:7). Ternyata, bermodalkan semangat saja dalam melayani Tuhan tidaklah cukup tanpa disertai pengenalan yang benar akan Tuhan dan taat melakukan kehendak-Nya. "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Dalam penilaian Tuhan ketaatan itu jauh lebih berharga daripada sekedar semangat dalam melayani, bahkan jauh bernilai dibandingkan dengan korban persembahan kita.
Mungkin kita cakap berkhotbah, menjadi worship leader hebat, atau memiliki jam terbang pelayanan mumpuni, tapi jika kita tidak menjadi pelaku firman, maka apa yang kita lakukan tak lebih seremonial belaka. Memang kita hidup di bawah kasih karunia, namun setiap pelanggaran atau ketidaktaatan tetaplah memiliki konsekuensi.
Mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan (taat) adalah tanda kita menghargai hadirat Tuhan!
Wednesday, February 22, 2017
PENGAKUAN TUHAN ADALAH YANG UTAMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Februari 2017
Baca: Matius 7:15-23
"Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?" Matius 7:22
Banyak orang Kristen beranggapan bahwa percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat itu sudah cukup untuk memperoleh keselamatan, apalagi ditambah dengan keterlibatannya dalam pelayanan, lengkaplah sudah dan itu sudah pasti menyenangkan hati Tuhan. Benarkah? Tidak demikian. Keselamatan tidak berhenti sampai kita percaya kepada Tuhan Yesus saja, tetapi kita harus terus bertumbuh sampai dapat berstatus sebagai pelaku firman, sebab "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (ayat 21). Tidak ada yang lebih utama dalam hidup orang percaya selain melakukan kehendak Bapa.
Melakukan kehendak Bapa atau tidak melakukan kehendak Bapa adalah ukuran Tuhan dalam menilai hidup seseorang. "Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (ayat 23). Kata berterus terang ini dalam Alkitab King James diterjemahkan confess, atau dalam versi English Amplified diterjemahkan declare, artinya mengakui di depan umum. Pada saatnya nanti Tuhan akan mengakui di depan umum atau berterus terang di hadapan khalayak. Betapa malang dan suatu bencana yang mengerikan, jika pada hari penghakiman kelak Tuhan tidak mengakui kita, alias menolak kita. Ditolak Tuhan berarti penghukuman kekal ada di depan mata!
Orang yang tidak diakui dan ditolak Tuhan dalam ayat 21-23 ini bukanlah mereka yang tidak mengenal Tuhan Yesus, namun adalah orang-orang yang secara kasat mata tampak melayani pekerjaan Tuhan, bahkan bukan sembarangan melayani: sudah bernubuat, sudah mengusir setan dan mengadakan banyak mujizat. Dengan kata lain mereka memiliki jam terbang yang tak diragukan lagi dalam pelayanan, punya reputasi (hebat, beken, terkenal) di mata manusia. Ternyata prestasi seseorang dalam pelayanan bukan jaminan beroleh pengakuan dari Tuhan atau dikenal Tuhan.
Melakukan kehendak Tuhan adalah modal dasar beroleh pengakuan dari Tuhan!
Baca: Matius 7:15-23
"Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?" Matius 7:22
Banyak orang Kristen beranggapan bahwa percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat itu sudah cukup untuk memperoleh keselamatan, apalagi ditambah dengan keterlibatannya dalam pelayanan, lengkaplah sudah dan itu sudah pasti menyenangkan hati Tuhan. Benarkah? Tidak demikian. Keselamatan tidak berhenti sampai kita percaya kepada Tuhan Yesus saja, tetapi kita harus terus bertumbuh sampai dapat berstatus sebagai pelaku firman, sebab "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (ayat 21). Tidak ada yang lebih utama dalam hidup orang percaya selain melakukan kehendak Bapa.
Melakukan kehendak Bapa atau tidak melakukan kehendak Bapa adalah ukuran Tuhan dalam menilai hidup seseorang. "Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (ayat 23). Kata berterus terang ini dalam Alkitab King James diterjemahkan confess, atau dalam versi English Amplified diterjemahkan declare, artinya mengakui di depan umum. Pada saatnya nanti Tuhan akan mengakui di depan umum atau berterus terang di hadapan khalayak. Betapa malang dan suatu bencana yang mengerikan, jika pada hari penghakiman kelak Tuhan tidak mengakui kita, alias menolak kita. Ditolak Tuhan berarti penghukuman kekal ada di depan mata!
Orang yang tidak diakui dan ditolak Tuhan dalam ayat 21-23 ini bukanlah mereka yang tidak mengenal Tuhan Yesus, namun adalah orang-orang yang secara kasat mata tampak melayani pekerjaan Tuhan, bahkan bukan sembarangan melayani: sudah bernubuat, sudah mengusir setan dan mengadakan banyak mujizat. Dengan kata lain mereka memiliki jam terbang yang tak diragukan lagi dalam pelayanan, punya reputasi (hebat, beken, terkenal) di mata manusia. Ternyata prestasi seseorang dalam pelayanan bukan jaminan beroleh pengakuan dari Tuhan atau dikenal Tuhan.
Melakukan kehendak Tuhan adalah modal dasar beroleh pengakuan dari Tuhan!
Tuesday, February 21, 2017
LAYAK DISEBUT ANAK TUHAN ATAU BELUM?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Februari 2017
Baca: Roma 8:1-17
"Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah." Roma 8:14
Alkitab menegaskan bahwa orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh Tuhan akan disebut anak Tuhan. Kebalikannya, orang yang hidupnya tidak dipimpin oleh Roh Tuhan tidak layak atau bukan disebut anak Tuhan. Yang dapat menilai dan membuat kesimpulan apakah kita ini layak disebut anak Tuhan adau bukan adalah diri kita sendiri, yaitu dengan jalan mengoreksi diri apakah selama menjalani hidup ini kita mau dan taat sepenuhnya dalam pimpinan Roh Kudus atau tidak.
Ada tertulis: "Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: 'ya Abba, ya Bapa!'" (Roma 8:15a). Orang percaya yang hidupnya dalam pimpinan Roh Kudus tidak lagi dipimpin oleh roh perbudakan. Namun fakta berkata lain, ada banyak orang Kristen yang mengaku diri sebagai anak Tuhan tapi mereka masih berada dalam belenggu atau diperbudak oleh dosa. Terbukti mereka masih enggan meninggalkan dosa, suka melakukan hal-hal cemar secara sembunyi-sembunyi, ada pula yang masih terbelenggu oleh adat istiadat, tradisi, jampi-jampi, feng shui, tahayul, ramalan, primbon dan sebagainya. Menjadi anak Tuhan berarti sudah terlepas secara tuntas dari kuasa kegelapan, alias tidak lagi berkompromi dengan segala hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, sebab "Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih;" (Kolose 1:13). Maka dari itu "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7).
Di zaman sekarang ini kita perlu ekstra waspada, "...supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus." (Kolose 2:8). Bagaimana caranya? Kita harus membangun fondasi hidup kita dengan firman Tuhan, dan mengijinkan Roh Kudus menjadi pemimpin dan berhak memerintah hidup kita. Jika Roh Kudus yang memimpin, "Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (Mazmur 23:3b).
Hidup anak Tuhan sejati adalah hidup menurut Roh, bukan menuruti daging!
Baca: Roma 8:1-17
"Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah." Roma 8:14
Alkitab menegaskan bahwa orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh Tuhan akan disebut anak Tuhan. Kebalikannya, orang yang hidupnya tidak dipimpin oleh Roh Tuhan tidak layak atau bukan disebut anak Tuhan. Yang dapat menilai dan membuat kesimpulan apakah kita ini layak disebut anak Tuhan adau bukan adalah diri kita sendiri, yaitu dengan jalan mengoreksi diri apakah selama menjalani hidup ini kita mau dan taat sepenuhnya dalam pimpinan Roh Kudus atau tidak.
Ada tertulis: "Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: 'ya Abba, ya Bapa!'" (Roma 8:15a). Orang percaya yang hidupnya dalam pimpinan Roh Kudus tidak lagi dipimpin oleh roh perbudakan. Namun fakta berkata lain, ada banyak orang Kristen yang mengaku diri sebagai anak Tuhan tapi mereka masih berada dalam belenggu atau diperbudak oleh dosa. Terbukti mereka masih enggan meninggalkan dosa, suka melakukan hal-hal cemar secara sembunyi-sembunyi, ada pula yang masih terbelenggu oleh adat istiadat, tradisi, jampi-jampi, feng shui, tahayul, ramalan, primbon dan sebagainya. Menjadi anak Tuhan berarti sudah terlepas secara tuntas dari kuasa kegelapan, alias tidak lagi berkompromi dengan segala hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, sebab "Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih;" (Kolose 1:13). Maka dari itu "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7).
Di zaman sekarang ini kita perlu ekstra waspada, "...supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus." (Kolose 2:8). Bagaimana caranya? Kita harus membangun fondasi hidup kita dengan firman Tuhan, dan mengijinkan Roh Kudus menjadi pemimpin dan berhak memerintah hidup kita. Jika Roh Kudus yang memimpin, "Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (Mazmur 23:3b).
Hidup anak Tuhan sejati adalah hidup menurut Roh, bukan menuruti daging!
Monday, February 20, 2017
ORANG PERCAYA: Bukanlah Produk Massal
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Februari 2017
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri," 1 Petrus 2:9
Sudah menjadi rahasia umum jika manusia menilai sesamanya berdasarkan pada atribut yang melekat kepadanya: harta kekayaan, profesi, status, pangkat/kedudukan, kepopuleran dan pencapaiannya di segala bidang kehidupan. Karena itulah semua orang akan mencari cara dan bahkan rela menghalalkan segalanya untuk meraih semuanya itu dengan harapan keberadaannya di tengah lingkungan atau masyarakat diakui, dikenal, dihormati dan dihargai. Sebaliknya ketika seseorang tidak memiliki apa pun yang bisa dibanggakan mereka pun menjadi sangat rendah diri (minder), karena merasa tidak berharga di mata orang lain. Ini sangat berbahaya!
Bagaimana penilaian Tuhan? Tuhan menilai manusia tidak tergantung pada apa yang terlihat secara kasat mata. Tuhan tidak melihat harta, pangkat atau embel-embel lain yang melekat pada diri manusia. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah;... tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Mungkin Saudara sedang mengalami krisis percaya diri: "Hidupku tidak ada harganya di mata manusia, apalagi di hadapan Tuhan. Aku sangat tidak layak. Dosa dan pelanggaranku tak terhitung banyaknya seperti bintang-bintang di langit." Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita merasa rendah diri atau minder, karena "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Saat kita jatuh ke dalam dosa, Iblis memang tidak pernah berhenti untuk menuduh dan mendakwa kita siang dan malam sehingga kita menjadi orang yang tertuduh dan tertolak. Namun tidak dengan Tuhan, Dia selalu membuka tangan-Nya dan menyambut kita setiap saat seperti Bapa yang merindukan si bungsu, karena Dia Mahapengampun dan penuh belas kasihan.
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14). Mazmur 139:13-14). Manusia boleh saja merendahkan dan tidak menganggap keberadaan kita, namun kita tetaplah pribadi yang istimewa dan berharga di mata Tuhan.
Orang percaya adalah limited edition di mata Tuhan, bukan produk massal!
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri," 1 Petrus 2:9
Sudah menjadi rahasia umum jika manusia menilai sesamanya berdasarkan pada atribut yang melekat kepadanya: harta kekayaan, profesi, status, pangkat/kedudukan, kepopuleran dan pencapaiannya di segala bidang kehidupan. Karena itulah semua orang akan mencari cara dan bahkan rela menghalalkan segalanya untuk meraih semuanya itu dengan harapan keberadaannya di tengah lingkungan atau masyarakat diakui, dikenal, dihormati dan dihargai. Sebaliknya ketika seseorang tidak memiliki apa pun yang bisa dibanggakan mereka pun menjadi sangat rendah diri (minder), karena merasa tidak berharga di mata orang lain. Ini sangat berbahaya!
Bagaimana penilaian Tuhan? Tuhan menilai manusia tidak tergantung pada apa yang terlihat secara kasat mata. Tuhan tidak melihat harta, pangkat atau embel-embel lain yang melekat pada diri manusia. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah;... tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Mungkin Saudara sedang mengalami krisis percaya diri: "Hidupku tidak ada harganya di mata manusia, apalagi di hadapan Tuhan. Aku sangat tidak layak. Dosa dan pelanggaranku tak terhitung banyaknya seperti bintang-bintang di langit." Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita merasa rendah diri atau minder, karena "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Saat kita jatuh ke dalam dosa, Iblis memang tidak pernah berhenti untuk menuduh dan mendakwa kita siang dan malam sehingga kita menjadi orang yang tertuduh dan tertolak. Namun tidak dengan Tuhan, Dia selalu membuka tangan-Nya dan menyambut kita setiap saat seperti Bapa yang merindukan si bungsu, karena Dia Mahapengampun dan penuh belas kasihan.
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14). Mazmur 139:13-14). Manusia boleh saja merendahkan dan tidak menganggap keberadaan kita, namun kita tetaplah pribadi yang istimewa dan berharga di mata Tuhan.
Orang percaya adalah limited edition di mata Tuhan, bukan produk massal!
Sunday, February 19, 2017
KESAKSIAN YANG BUKAN BASA-BASI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Februari 2017
Baca: Yohanes 3:22-36
"Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya." Yohanaes 3:26
Yohanes Pembaptis, orang yang diutus Allah untuk mendahului Yesus Kristus, membuka jalan bagi pelayanan Kristus seperti yang telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya: "Ada suara yang berseru-seru: 'Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!'" (Yesaya 40:3; Matius 3:3). Ia adalah termasuk keturunan suku Lewi, putra dari Elisabet, dan saudara sepupu Maria, ibu Yesus (baca Lukas 1:36). Ayahnya (Zakharia) adalah seorang imam dari rombongan Abia yang bertugas di Bait Allah. Perihal masa kecil Yohanes tidak banyak dikupas di Alkitab, kecuali ketika masih dalam kandungan Elisabet, di mana ia melonjak kegirangan sewaktu Maria berkunjung ke rumah ibunya.
Secara manusia sesungguhnya Yohanes punya alasan untuk iri hati dan cemburu kepada Tuhan Yesus, karena ia yang lebih dahulu memulai pelayanan, tetapi Tuhan Yesus yang lebih sukses dan lebih populer dibanding dirinya. Inilah yang Yohanes beritakan kepada orang banyak: "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus." (Markus 1:7-8). Yohanes Pembaptis justru menunjukkan kasih persaudaraan yang tulus dengan menghargai dan menghormati pelayanan Tuhan Yesus yang jauh lebih tinggi dari dirinya sendiri. Sebelum Tuhan Yesus memulai pelayanan-Nya banyak sekali pengikut Yohanes Pembaptis, tetapi setelah Tuhan Yesus melayani, banyak orang yang beralih untuk mengikuti Tuhan Yesus (ayat nas). Merasa tersaigikah Yohanes? Justru ia menegaskan: "Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya." (Yohanes 3:28). Yohanes Pembaptis dengan sportif dan rendah hati menyadari siapa dirinya dan siapa sesungguhnya Yesus.
Jika setiap orang mengerti akan tugas dan panggilannya masing-masing, maka tak akan terjadi persaingan dan saling mendiskreditkan di antara saudara seiman
"Ia harus makin besar, tetapi aku (Yohanes) harus makin kecil." Yohanes 3:30
Baca: Yohanes 3:22-36
"Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya." Yohanaes 3:26
Yohanes Pembaptis, orang yang diutus Allah untuk mendahului Yesus Kristus, membuka jalan bagi pelayanan Kristus seperti yang telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya: "Ada suara yang berseru-seru: 'Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!'" (Yesaya 40:3; Matius 3:3). Ia adalah termasuk keturunan suku Lewi, putra dari Elisabet, dan saudara sepupu Maria, ibu Yesus (baca Lukas 1:36). Ayahnya (Zakharia) adalah seorang imam dari rombongan Abia yang bertugas di Bait Allah. Perihal masa kecil Yohanes tidak banyak dikupas di Alkitab, kecuali ketika masih dalam kandungan Elisabet, di mana ia melonjak kegirangan sewaktu Maria berkunjung ke rumah ibunya.
Secara manusia sesungguhnya Yohanes punya alasan untuk iri hati dan cemburu kepada Tuhan Yesus, karena ia yang lebih dahulu memulai pelayanan, tetapi Tuhan Yesus yang lebih sukses dan lebih populer dibanding dirinya. Inilah yang Yohanes beritakan kepada orang banyak: "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus." (Markus 1:7-8). Yohanes Pembaptis justru menunjukkan kasih persaudaraan yang tulus dengan menghargai dan menghormati pelayanan Tuhan Yesus yang jauh lebih tinggi dari dirinya sendiri. Sebelum Tuhan Yesus memulai pelayanan-Nya banyak sekali pengikut Yohanes Pembaptis, tetapi setelah Tuhan Yesus melayani, banyak orang yang beralih untuk mengikuti Tuhan Yesus (ayat nas). Merasa tersaigikah Yohanes? Justru ia menegaskan: "Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya." (Yohanes 3:28). Yohanes Pembaptis dengan sportif dan rendah hati menyadari siapa dirinya dan siapa sesungguhnya Yesus.
Jika setiap orang mengerti akan tugas dan panggilannya masing-masing, maka tak akan terjadi persaingan dan saling mendiskreditkan di antara saudara seiman
"Ia harus makin besar, tetapi aku (Yohanes) harus makin kecil." Yohanes 3:30
Saturday, February 18, 2017
ORANG PERCAYA: Menjadi Saksi Kristus
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Februari 2017
Baca: 1 Yohanes 1:1-4
"Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus." 1 Yohanes 1:3
Dalam persidangan suatu perkara selalu ada yang namanya saksi. Tidak sembarang orang bisa diajukan sebagai saksi. Menjadi saksi dalam suatu persidangan haruslah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Contoh: saksi mata adalah orang yang mengetahui atau melihat dengan mata kepala sendiri suatu peristiwa atau kejadian perkara yang sedang disidangkan atau berada di TKP (tempat kejadian perkara), dan dapat menceritakan apa yang dialami, dilihat dan didengar. Ia bukan menceritakan pengalaman orang lain, atau menceritakan apa yang ia dengar dari orang lain (jadi bukan menurut kata orang).
Demikian juga ketika menjadi saksi Kristus, kita harus memenuhi kriteria atau syarat yang disebutkan di atas, seperti halnya yang dilakukan oleh rasul Yohanes yang menyaksikan apa yang dirinya sendiri alami, yang ia pegang dan ia lihat tentang Kristus. Dengan kata lain rasul Yohanes tidak memberi kesaksian akan apa yang orang lain katakan tentang Kristus sebagai suatu kebenaran, melainkan kehadiran Kristus yang ia alami sendiri di dalam kehidupannya itulah yang ia berikan sebagai kesaksian. Contoh: rasul Yohanes menjadi saksi mata ketika Kristus dimuliakan di atas gunung (baca Matius 17:1-13), juga pada saat Kristus bangkit dari kematian dan naik ke sorga ia menyaksikan semua kejadian itu, sehingga dapat dikatakan bahwa ia adalah seorang saksi hidup.
Melalui kesaksiannya ini rasul Yohanes rindu orang lain dapat merasakan dan mengalami apa yang ia alami yaitu memiliki pengenalan yang benar tentang Kristus dan hidup dalam persekutuan yang karib dengan Bapa. Ada tertulis: "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Sebagai orang percaya kita adalah saksi-saksi Kristus di tengah dunia ini! Menjadi saksi kristus itu tidak diukur dari seberapa mahirnya orang berkhotbah atau seerapa sibuk ia terlibat dalam pelayanan, melainkan melalui pengalaman pribadi berjalan dengan Tuhan yang terefleksi melalui perubahan hidup yaitu memancarkan karakter Kristus secara nyata.
Sudahkah kita menjadi saksi Kristus melalui ucapan, pernyataan dan perbuatan?
Baca: 1 Yohanes 1:1-4
"Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus." 1 Yohanes 1:3
Dalam persidangan suatu perkara selalu ada yang namanya saksi. Tidak sembarang orang bisa diajukan sebagai saksi. Menjadi saksi dalam suatu persidangan haruslah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Contoh: saksi mata adalah orang yang mengetahui atau melihat dengan mata kepala sendiri suatu peristiwa atau kejadian perkara yang sedang disidangkan atau berada di TKP (tempat kejadian perkara), dan dapat menceritakan apa yang dialami, dilihat dan didengar. Ia bukan menceritakan pengalaman orang lain, atau menceritakan apa yang ia dengar dari orang lain (jadi bukan menurut kata orang).
Demikian juga ketika menjadi saksi Kristus, kita harus memenuhi kriteria atau syarat yang disebutkan di atas, seperti halnya yang dilakukan oleh rasul Yohanes yang menyaksikan apa yang dirinya sendiri alami, yang ia pegang dan ia lihat tentang Kristus. Dengan kata lain rasul Yohanes tidak memberi kesaksian akan apa yang orang lain katakan tentang Kristus sebagai suatu kebenaran, melainkan kehadiran Kristus yang ia alami sendiri di dalam kehidupannya itulah yang ia berikan sebagai kesaksian. Contoh: rasul Yohanes menjadi saksi mata ketika Kristus dimuliakan di atas gunung (baca Matius 17:1-13), juga pada saat Kristus bangkit dari kematian dan naik ke sorga ia menyaksikan semua kejadian itu, sehingga dapat dikatakan bahwa ia adalah seorang saksi hidup.
Melalui kesaksiannya ini rasul Yohanes rindu orang lain dapat merasakan dan mengalami apa yang ia alami yaitu memiliki pengenalan yang benar tentang Kristus dan hidup dalam persekutuan yang karib dengan Bapa. Ada tertulis: "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Sebagai orang percaya kita adalah saksi-saksi Kristus di tengah dunia ini! Menjadi saksi kristus itu tidak diukur dari seberapa mahirnya orang berkhotbah atau seerapa sibuk ia terlibat dalam pelayanan, melainkan melalui pengalaman pribadi berjalan dengan Tuhan yang terefleksi melalui perubahan hidup yaitu memancarkan karakter Kristus secara nyata.
Sudahkah kita menjadi saksi Kristus melalui ucapan, pernyataan dan perbuatan?
Friday, February 17, 2017
ORANG PERCAYA: Mewarisi Sifat Bapa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Februari 2017
Baca: 1 Petrus 1:13-25
"Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu." 1 Petrus 1:22
Dunia ini sedang menuju kepada kehancuran, dan salah satu tandanya adalah semakin merosotnya moral manusia. Alkitab sudah menyatakannya: "Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (2 Timotius 3:2-4).
Namun ini justru jadi kesempatan indah bagi orang percaya untuk mendemonstrasikan kasih kepada semua orang, tanpa terkecuali. Mengapa? Karena kita adalah anak-anak Allah, yang sudah seharusnya mewarisi sifat Allah yaitu kasih, sebab "Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (1 Yohanes 4:16b). Tetapi kenyataannya, terhadap saudara seiman, rekan satu gereja, sesama hamba Tuhan, masih saja kita berselisih, saling iri hati, saling benci, saling menjatuhkan, karena persaingan dalam pelayanan...
Kerinduannya yang besar terhadap hal-hal rohani mengantarkan Andreas bertemu dengan sang Mesias, Yesus Kristus, sementara saudaranya (Petrus) lebih disibukkan dengan pekerjaannya sebagai nelayan. Lalu Andreas berkesempatan membawa saudaranya ini kepada Yesus, dan ketika bertemu Petrus berbicaralah Ia: "Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus)." (Yohanes 1:42), dan "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga." (Matius 16:18-19). Yesus justru berbicara banyak dan punya rencana besar bagi kehidupan Petrus, bukan Andreas. Meski demikian Andreas tidak iri hati atau cemburu.
Selama masih ada perselisihan atau iri hati berarti kita belum mengasihi dengan sungguh!
Baca: 1 Petrus 1:13-25
"Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu." 1 Petrus 1:22
Dunia ini sedang menuju kepada kehancuran, dan salah satu tandanya adalah semakin merosotnya moral manusia. Alkitab sudah menyatakannya: "Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (2 Timotius 3:2-4).
Namun ini justru jadi kesempatan indah bagi orang percaya untuk mendemonstrasikan kasih kepada semua orang, tanpa terkecuali. Mengapa? Karena kita adalah anak-anak Allah, yang sudah seharusnya mewarisi sifat Allah yaitu kasih, sebab "Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (1 Yohanes 4:16b). Tetapi kenyataannya, terhadap saudara seiman, rekan satu gereja, sesama hamba Tuhan, masih saja kita berselisih, saling iri hati, saling benci, saling menjatuhkan, karena persaingan dalam pelayanan...
Kerinduannya yang besar terhadap hal-hal rohani mengantarkan Andreas bertemu dengan sang Mesias, Yesus Kristus, sementara saudaranya (Petrus) lebih disibukkan dengan pekerjaannya sebagai nelayan. Lalu Andreas berkesempatan membawa saudaranya ini kepada Yesus, dan ketika bertemu Petrus berbicaralah Ia: "Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus)." (Yohanes 1:42), dan "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga." (Matius 16:18-19). Yesus justru berbicara banyak dan punya rencana besar bagi kehidupan Petrus, bukan Andreas. Meski demikian Andreas tidak iri hati atau cemburu.
Selama masih ada perselisihan atau iri hati berarti kita belum mengasihi dengan sungguh!
Thursday, February 16, 2017
KASIH SEJATI SEORANG SAHABAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Februari 2017
Baca: 1 Samuel 18:1-5
"Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri." 1 Samuel 18:3
Tak seorang pun dapat menjalani hidup di dunia ini sendirian, melainkan selalu membutuhkan orang lain, terlebih yang bisa menjadi tempat berbagi rasa di segala situasi (suka dan duka); dan orang yang bisa berbagi rasa di segala situasi bukanlah teman biasa, tapi adalah sahabat. Semua orang mengakui bahwa untuk memiliki banyak teman itu bukanlah perkara sulit, tapi untuk memiliki seorang sahabat saja tak semudah membalikkan telapak tangan. "Menjadi seorang teman adalah mudah, tapi persahabatan adalah buah yang lama berbuah." (Aristoteles).
Kehadiran seorang sahabat dalam hidup laksana lilin kecil di tengah kegelapan, ibarat mercusuar di tengah lautan lepas. Bersyukurlah jika di zaman yang 'gersang' kasih seperti ini kita masih memiliki seorang sahabat! Hubungan antara Yonatan dan Daud adalah contoh ideal persahabatan sejati antara dua orang yang saling mengasihi satu sama lain. "...berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri." (ayat 1), bahkan kasih mereka melebihi kasih dari saudara kandung. "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17). Bukti kasih dan kesetiaan Yonatan terhadap Daud adalah ketika raja Saul (ayahnya) mencoba untuk membunuh Daud, ia tetap berpihak kepada yang benar dan tetap mengasihi Daud, walaupun tindakannya ini mengandung resiko harus kehilangan hak atas tahtanya yang semestinya menjadi haknya kelak. Inilah ciri utama seorang sahabat sejati yaitu rela berkorban. Persahabatan dan kesetiaan Yonatan kepada Daud justru semakin menunjang dan memberi peluang bagi Daud untuk memperoleh tahata kerajaan yang seharusnya akan jatuh pada Yonatan.
Sulit menemukan seorang sahabat sejati seperti Yonatan di zaman sekarang! Yang ada sekarang adalah 'kasih' yang disertai dengan tendensi dan juga pengkhianatan demi kepentingan diri sendiri: teman tega 'menusuk' dari belakang, ada pula saudara kandung yang saling berkhianat oleh karena memperebutkan harta atau warisan.
"Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." Amsal 18:24
Baca: 1 Samuel 18:1-5
"Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri." 1 Samuel 18:3
Tak seorang pun dapat menjalani hidup di dunia ini sendirian, melainkan selalu membutuhkan orang lain, terlebih yang bisa menjadi tempat berbagi rasa di segala situasi (suka dan duka); dan orang yang bisa berbagi rasa di segala situasi bukanlah teman biasa, tapi adalah sahabat. Semua orang mengakui bahwa untuk memiliki banyak teman itu bukanlah perkara sulit, tapi untuk memiliki seorang sahabat saja tak semudah membalikkan telapak tangan. "Menjadi seorang teman adalah mudah, tapi persahabatan adalah buah yang lama berbuah." (Aristoteles).
Kehadiran seorang sahabat dalam hidup laksana lilin kecil di tengah kegelapan, ibarat mercusuar di tengah lautan lepas. Bersyukurlah jika di zaman yang 'gersang' kasih seperti ini kita masih memiliki seorang sahabat! Hubungan antara Yonatan dan Daud adalah contoh ideal persahabatan sejati antara dua orang yang saling mengasihi satu sama lain. "...berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri." (ayat 1), bahkan kasih mereka melebihi kasih dari saudara kandung. "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17). Bukti kasih dan kesetiaan Yonatan terhadap Daud adalah ketika raja Saul (ayahnya) mencoba untuk membunuh Daud, ia tetap berpihak kepada yang benar dan tetap mengasihi Daud, walaupun tindakannya ini mengandung resiko harus kehilangan hak atas tahtanya yang semestinya menjadi haknya kelak. Inilah ciri utama seorang sahabat sejati yaitu rela berkorban. Persahabatan dan kesetiaan Yonatan kepada Daud justru semakin menunjang dan memberi peluang bagi Daud untuk memperoleh tahata kerajaan yang seharusnya akan jatuh pada Yonatan.
Sulit menemukan seorang sahabat sejati seperti Yonatan di zaman sekarang! Yang ada sekarang adalah 'kasih' yang disertai dengan tendensi dan juga pengkhianatan demi kepentingan diri sendiri: teman tega 'menusuk' dari belakang, ada pula saudara kandung yang saling berkhianat oleh karena memperebutkan harta atau warisan.
"Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." Amsal 18:24
Wednesday, February 15, 2017
ORANG PERCAYA: Mengasihi Tanpa Syarat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Februari 2017
Baca: 1 Yohanes 2:7-17
"Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan." 1 Yohanes 2:10
Dunia saat ini benar-benar sedang krisis kasih. "Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12). Kasih benar-benar menjadi sesuatu yang teramat mahal dan langka. Kalaupun orang mempraktekkan kasih, kasih mereka adalah kasih yang disertai dengan tendensi atau motivasi terselubung, atau mengasihi hanya orang yang mengasihi. "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:32-33). Inilah prinsip mengasihi yang dunia terapkan!
Bagaimana prinsip mengasihi yang sesuai dengan kehendak Tuhan? Alkitab menyatakan, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8), artinya bahwa kasih Tuhan kepada kita adalah kasih tak bersyarat, tanpa pamrih, kasih agape. Kasih seperti inilah yang Tuhan kehendaki untuk kita praktekkan yaitu mengasihi dengan cara Tuhan mengasihi. Karena Tuhan telah terlebih dahulu mengasihi kita, maka kasih yang telah kita terima itu harus disalurkan kepada sesama, sesuai dengan kehendak-Nya. Kita dikatakan telah mempraktekkan kasih Tuhan kepada sesama apabila di dalam hati kita tidak dipenuhi oleh kebencian, sebab kasih dan kebencian adalah dua hal yang bertolak belakang. Mustahil kita berkata mengasihi sesama jika dalam praktek hidup sehari-hari kita masih menaruh dendam dan kebencian kepada orang lain.
Ajaran utama Kristus adalah kasih, maka sudah seharusnya kita yang berada di dalam Dia memiliki sifat yang sama seperti Kristus. Pada saat seseorang membenci saudaranya, maka tidak ada kasih Tuhan di dalamnya. Sebagaimana Kristus telah mengorbankan nyawa-Nya untuk menebus dosa dan mengampuni kesalahan kita, maka kasih kristus inilah yang selayaknya mendorong dan memampukan kita untuk mengasihi dan mengampuni orang lain, termasuk mengasihi dan mengampuni musuh.
Ciri utama orang percaya adalah memiliki kasih yang tanpa syarat, seperti Kristus!
Baca: 1 Yohanes 2:7-17
"Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan." 1 Yohanes 2:10
Dunia saat ini benar-benar sedang krisis kasih. "Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12). Kasih benar-benar menjadi sesuatu yang teramat mahal dan langka. Kalaupun orang mempraktekkan kasih, kasih mereka adalah kasih yang disertai dengan tendensi atau motivasi terselubung, atau mengasihi hanya orang yang mengasihi. "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:32-33). Inilah prinsip mengasihi yang dunia terapkan!
Bagaimana prinsip mengasihi yang sesuai dengan kehendak Tuhan? Alkitab menyatakan, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8), artinya bahwa kasih Tuhan kepada kita adalah kasih tak bersyarat, tanpa pamrih, kasih agape. Kasih seperti inilah yang Tuhan kehendaki untuk kita praktekkan yaitu mengasihi dengan cara Tuhan mengasihi. Karena Tuhan telah terlebih dahulu mengasihi kita, maka kasih yang telah kita terima itu harus disalurkan kepada sesama, sesuai dengan kehendak-Nya. Kita dikatakan telah mempraktekkan kasih Tuhan kepada sesama apabila di dalam hati kita tidak dipenuhi oleh kebencian, sebab kasih dan kebencian adalah dua hal yang bertolak belakang. Mustahil kita berkata mengasihi sesama jika dalam praktek hidup sehari-hari kita masih menaruh dendam dan kebencian kepada orang lain.
Ajaran utama Kristus adalah kasih, maka sudah seharusnya kita yang berada di dalam Dia memiliki sifat yang sama seperti Kristus. Pada saat seseorang membenci saudaranya, maka tidak ada kasih Tuhan di dalamnya. Sebagaimana Kristus telah mengorbankan nyawa-Nya untuk menebus dosa dan mengampuni kesalahan kita, maka kasih kristus inilah yang selayaknya mendorong dan memampukan kita untuk mengasihi dan mengampuni orang lain, termasuk mengasihi dan mengampuni musuh.
Ciri utama orang percaya adalah memiliki kasih yang tanpa syarat, seperti Kristus!
Tuesday, February 14, 2017
ORANG PERCAYA: Mengasihi Dalam Tindakan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Februari 2017
Baca: 1 Yohanes 3:11-18
"Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." 1 Yohanes 3:18
Pembahasan tentang kasih bukanlah hal yang baru dalam kehidupan orang percaya; mungkin ada banyak orang percaya yang merasa bosan dengan topik ini. Perihal kasih ini tak akan pernah berhenti untuk disampaikan dan digemakan karena kasih adalah ciri mutlak yang harus dimiliki dan melekat dalam diri seorang pengikut Kristus (Kristen), sebab Tuhan Yesus mengatakan, "...semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Adalah mudah semua orang berkoar-koar tentang kasih atau membuat slogan-slogan yang bertemakan tentang kasih, tapi mempraktekkan kasih dalam sebuah tindakan nyata tidak semua orang mau melakukannya, apalagi mengasihi seperti cara Tuhan mengasihi kita yaitu mengasihi tanpa pamrih.
Melalui suratnya rasul Yohanes mendorong kita agar mengasihi dengan tindakan, bukan dengan perkataan saja. Ucapan bibir itu sangat tidak akan berfaedah apabila tidak disertai dengan bukti atau action. Kasih itu perlu tindakan nyata dan kerelaan untuk berkorban, bukan hanya lips service! Karena itu penting sekali bagi kita untuk memahami betapa besar kasih Tuhan kepada kita. Rasul Paulus pun berdoa, "...supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan." (Efesus 3:18-19a).
Mengapa kita harus mengasihi dengan tindakan? Karena Bapa mengasihi kita juga melalui tindakan nyata yaitu "...mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Bapa mengasihi kita dengan "...mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi." (1 Yohanes 4:10-11).
Wujud sederhana mengasihi dalam tindakan adalah ketika melihat orang lain dalam kekurangan atau masalah, kita tergerak hati untuk memberikan bantuan, baik itu secara moril maupun materil.
Baca: 1 Yohanes 3:11-18
"Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." 1 Yohanes 3:18
Pembahasan tentang kasih bukanlah hal yang baru dalam kehidupan orang percaya; mungkin ada banyak orang percaya yang merasa bosan dengan topik ini. Perihal kasih ini tak akan pernah berhenti untuk disampaikan dan digemakan karena kasih adalah ciri mutlak yang harus dimiliki dan melekat dalam diri seorang pengikut Kristus (Kristen), sebab Tuhan Yesus mengatakan, "...semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Adalah mudah semua orang berkoar-koar tentang kasih atau membuat slogan-slogan yang bertemakan tentang kasih, tapi mempraktekkan kasih dalam sebuah tindakan nyata tidak semua orang mau melakukannya, apalagi mengasihi seperti cara Tuhan mengasihi kita yaitu mengasihi tanpa pamrih.
Melalui suratnya rasul Yohanes mendorong kita agar mengasihi dengan tindakan, bukan dengan perkataan saja. Ucapan bibir itu sangat tidak akan berfaedah apabila tidak disertai dengan bukti atau action. Kasih itu perlu tindakan nyata dan kerelaan untuk berkorban, bukan hanya lips service! Karena itu penting sekali bagi kita untuk memahami betapa besar kasih Tuhan kepada kita. Rasul Paulus pun berdoa, "...supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan." (Efesus 3:18-19a).
Mengapa kita harus mengasihi dengan tindakan? Karena Bapa mengasihi kita juga melalui tindakan nyata yaitu "...mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Bapa mengasihi kita dengan "...mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi." (1 Yohanes 4:10-11).
Wujud sederhana mengasihi dalam tindakan adalah ketika melihat orang lain dalam kekurangan atau masalah, kita tergerak hati untuk memberikan bantuan, baik itu secara moril maupun materil.
Monday, February 13, 2017
BERTOBAT: Luput Dari Murka Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Februari 2017
Baca: Yehezkiel 18:1-32
"Bertobatlah dan berpalinglah dari segala durhakamu, supaya itu jangan bagimu menjadi batu sandungan, yang menjatuhkan kamu ke dalam kesalahan." Yehezkiel 18:30
Alkitab menyatakan bahwa semua manusia sudah berdosa, tidak ada seorang pun yang benar, karena telah menyimpang dari kebenaran dan hidup menurut jalannya sendiri. Keberadaan manusia berdosa ini seperti domba yang tersesat seperti ungkapan pemazmur: "Aku sesat seperti domba yang hilang, carilah hamba-Mu ini," (Mazmur 119:176); dan "...upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23). Agar manusia selamat dan luput dari murka Tuhan, satu-satunya jalan adalah bertobat dari jalan-jalannya yang sesat dan berbalik kepada Tuhan. Jadi pertobatan adalah langkah awal yang harus dilakukan orang berdosa untuk menerima keselamatan dari Tuhan.
Secara umum arti kata bertobat adalah berhenti berbuat dosa dan tunduk kepada kehendak Tuhan. Demikianlah firman Tuhan melalui nabi Yehezkiel, "Buangkanlah dari padamu segala durhaka yang kamu buat terhadap Aku dan perbaharuilah hatimu dan rohmu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?" (Yehezkiel 18:31). Artinya jalan lama harus ditinggalkan, segala perbuatan dan kebiasaan hidup yang lama harus dibuang, lalu mulailah menempuh jalan hidup yang baru, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Bagaimana pertobatan bisa terjadi? Nabi Yoel berkata, "...berbaliklahh kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya." (Yoel 2:12-13)
Setelah mendengar khotbah Petrus di hari Pentakosta, orang-orang di Yerusalem tertempelak hidupnya, mereka pun menyesal atas dosa-dosa yang telah diperbuatnya, lalu membuat keputusan untuk dibaptis, serta percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Pada hari itu ada 3000 orang bertobat dan diselamatkan!
Jangan lagi hidup sembrono, karena "Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" Markus 1:15
Baca: Yehezkiel 18:1-32
"Bertobatlah dan berpalinglah dari segala durhakamu, supaya itu jangan bagimu menjadi batu sandungan, yang menjatuhkan kamu ke dalam kesalahan." Yehezkiel 18:30
Alkitab menyatakan bahwa semua manusia sudah berdosa, tidak ada seorang pun yang benar, karena telah menyimpang dari kebenaran dan hidup menurut jalannya sendiri. Keberadaan manusia berdosa ini seperti domba yang tersesat seperti ungkapan pemazmur: "Aku sesat seperti domba yang hilang, carilah hamba-Mu ini," (Mazmur 119:176); dan "...upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23). Agar manusia selamat dan luput dari murka Tuhan, satu-satunya jalan adalah bertobat dari jalan-jalannya yang sesat dan berbalik kepada Tuhan. Jadi pertobatan adalah langkah awal yang harus dilakukan orang berdosa untuk menerima keselamatan dari Tuhan.
Secara umum arti kata bertobat adalah berhenti berbuat dosa dan tunduk kepada kehendak Tuhan. Demikianlah firman Tuhan melalui nabi Yehezkiel, "Buangkanlah dari padamu segala durhaka yang kamu buat terhadap Aku dan perbaharuilah hatimu dan rohmu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?" (Yehezkiel 18:31). Artinya jalan lama harus ditinggalkan, segala perbuatan dan kebiasaan hidup yang lama harus dibuang, lalu mulailah menempuh jalan hidup yang baru, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Bagaimana pertobatan bisa terjadi? Nabi Yoel berkata, "...berbaliklahh kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya." (Yoel 2:12-13)
Setelah mendengar khotbah Petrus di hari Pentakosta, orang-orang di Yerusalem tertempelak hidupnya, mereka pun menyesal atas dosa-dosa yang telah diperbuatnya, lalu membuat keputusan untuk dibaptis, serta percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Pada hari itu ada 3000 orang bertobat dan diselamatkan!
Jangan lagi hidup sembrono, karena "Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" Markus 1:15
Sunday, February 12, 2017
SEMAKIN PEKA AKAN SUARA TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Februari 2017
Baca: Yesaya 50:4-11
"Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." Yesaya 50:4b
Melalui perjalanan hidup Samuel ini, kita bisa belajar bahwa langkah kesetiaan kepada Tuhan itu selalu diawali dari hal-hal yang kecil. Kalau kita setia dalam perkara yang kecil Tuhan akan mempercayakan kepada kita hal-hal yang jauh lebih besar, "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10). Pertumbuhan rohani Samuel ini akhirnya menjadi suatu kesaksian yang baik bagi seluruh umat Israel, "Maka tahulah seluruh Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi TUHAN." (1 Samuel 3:20). Samuel pun dipercaya Tuhan untuk melakukan berbagai tugas pelayanan: hakim, nabi, penasihat dan orang yang mempersiapkan raja untuk Israel.
Dalam kapasitasnya sebagai pemimpin rohani menggantikan imam Eli dengan otoritas dari Tuhan, Samuel berhasil mempersatukan bangsa Israel yang tercerai-berai karena terpukul oleh bangsa Filistin (1 Samuel 7:3). Keberhasilan pelayanan Samuel adalah dampak dari kepekaannya dalam mendengar suara Tuhan. Saudara rindu dipercaya Tuhan untuk perkara-perkara besar? Pertajam pendengaran Saudara untuk mendengar suara Tuhan seperti seorang murid yang dengar-dengaran akan suara gurunya, dan seperti domba yang peka akan suara gembalanya. Tuhan Yesus berkata, "Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku," (Yohanes 10:27). Domba-domba Kristus sejati pasti mengenal dengan baik suara gembalanya karena memiliki persekutuan yang karib. Kristus adalah Gembala Agung kita, karena itu harus senantiasa mendengar suara-Nya dan taat kepada-Nya.
Tanpa memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan (seperti Daniel: "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11)), membaca dan merenungkan firman Tuhan, mustahil kita dapat mendengar suara Tuhan.
"setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata," Yakobus 1:19
Baca: Yesaya 50:4-11
"Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." Yesaya 50:4b
Melalui perjalanan hidup Samuel ini, kita bisa belajar bahwa langkah kesetiaan kepada Tuhan itu selalu diawali dari hal-hal yang kecil. Kalau kita setia dalam perkara yang kecil Tuhan akan mempercayakan kepada kita hal-hal yang jauh lebih besar, "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10). Pertumbuhan rohani Samuel ini akhirnya menjadi suatu kesaksian yang baik bagi seluruh umat Israel, "Maka tahulah seluruh Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi TUHAN." (1 Samuel 3:20). Samuel pun dipercaya Tuhan untuk melakukan berbagai tugas pelayanan: hakim, nabi, penasihat dan orang yang mempersiapkan raja untuk Israel.
Dalam kapasitasnya sebagai pemimpin rohani menggantikan imam Eli dengan otoritas dari Tuhan, Samuel berhasil mempersatukan bangsa Israel yang tercerai-berai karena terpukul oleh bangsa Filistin (1 Samuel 7:3). Keberhasilan pelayanan Samuel adalah dampak dari kepekaannya dalam mendengar suara Tuhan. Saudara rindu dipercaya Tuhan untuk perkara-perkara besar? Pertajam pendengaran Saudara untuk mendengar suara Tuhan seperti seorang murid yang dengar-dengaran akan suara gurunya, dan seperti domba yang peka akan suara gembalanya. Tuhan Yesus berkata, "Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku," (Yohanes 10:27). Domba-domba Kristus sejati pasti mengenal dengan baik suara gembalanya karena memiliki persekutuan yang karib. Kristus adalah Gembala Agung kita, karena itu harus senantiasa mendengar suara-Nya dan taat kepada-Nya.
Tanpa memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan (seperti Daniel: "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11)), membaca dan merenungkan firman Tuhan, mustahil kita dapat mendengar suara Tuhan.
"setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata," Yakobus 1:19
Saturday, February 11, 2017
SEMAKIN PEKA AKAN SUARA TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Februari 2017
Baca: 1 Samuel 3:1-21
"Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar." 1 Samuel 3:10b
Nama Samuel adalah ekspresi dari bahasa Ibrani yang berarti 'Tuhan mendengar'. Ini ekspresi sukacita Hana karena Tuhan mendengar pergumulan doanya. "Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: 'Aku telah memintanya dari pada TUHAN.'" (1 Samuel 1:20). Samuel merupakan jawaban doa Hana yang terus-menerus dinaikkan kepada Tuhan di tengah kesusahan hati yang mendalam. Ia dahulu tertutup kandungannya, mustahil punya keturunan, namun tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7).
Samuel memulai pelayanannya sejak masih kecil sesuai janji ibunya untuk menyerahkan anaknya ke dalam pengasuhan imam Eli. "Maka akupun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN." (1 Samuel 1:28). Sejak itulah Samuel berada di lingkungan pastori dan belajar melayani Tuhan di bawah pengawasan imam Eli. Setiap hari Samuel muda dibimbing imam Eli untuk tugas sucinya dan dilatih belajar mendengarkan suara Tuhan. Karena keterbatasan pengetahuannya, pada awalnya Samuel tidak mengenal suara yang berbicara kepadanya. Alkitab mencatat bahwa Tuhan memanggil Samuel sebanyak tiga kali namun ia belum menanggapinya karena belum mengenali suara Tuhan. Imam Eli terus membimbing dan mengajari Samuel bagaimana memiliki kepekaan mendengar suara Tuhan. "Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar." (ayat 9). Ketika Tuhan memanggil Samuel lagi untuk ketiga kalinya ia pun menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar." (ayat nas).
Seiring berjalannya waktu "...Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satupun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur." (1 Samuel 3:19). Akhirnya Tuhan mempercayakan tanggung jawab pelayanan yang lebih besar kepada Samuel karena ia memiliki kepekaan akan suara Tuhan.
Peka suara Tuhan tidak terjadi secara instan, tapi melalui proses bergaul karib dengan-Nya setiap waktu.
Baca: 1 Samuel 3:1-21
"Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar." 1 Samuel 3:10b
Nama Samuel adalah ekspresi dari bahasa Ibrani yang berarti 'Tuhan mendengar'. Ini ekspresi sukacita Hana karena Tuhan mendengar pergumulan doanya. "Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: 'Aku telah memintanya dari pada TUHAN.'" (1 Samuel 1:20). Samuel merupakan jawaban doa Hana yang terus-menerus dinaikkan kepada Tuhan di tengah kesusahan hati yang mendalam. Ia dahulu tertutup kandungannya, mustahil punya keturunan, namun tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7).
Samuel memulai pelayanannya sejak masih kecil sesuai janji ibunya untuk menyerahkan anaknya ke dalam pengasuhan imam Eli. "Maka akupun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN." (1 Samuel 1:28). Sejak itulah Samuel berada di lingkungan pastori dan belajar melayani Tuhan di bawah pengawasan imam Eli. Setiap hari Samuel muda dibimbing imam Eli untuk tugas sucinya dan dilatih belajar mendengarkan suara Tuhan. Karena keterbatasan pengetahuannya, pada awalnya Samuel tidak mengenal suara yang berbicara kepadanya. Alkitab mencatat bahwa Tuhan memanggil Samuel sebanyak tiga kali namun ia belum menanggapinya karena belum mengenali suara Tuhan. Imam Eli terus membimbing dan mengajari Samuel bagaimana memiliki kepekaan mendengar suara Tuhan. "Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar." (ayat 9). Ketika Tuhan memanggil Samuel lagi untuk ketiga kalinya ia pun menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar." (ayat nas).
Seiring berjalannya waktu "...Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satupun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur." (1 Samuel 3:19). Akhirnya Tuhan mempercayakan tanggung jawab pelayanan yang lebih besar kepada Samuel karena ia memiliki kepekaan akan suara Tuhan.
Peka suara Tuhan tidak terjadi secara instan, tapi melalui proses bergaul karib dengan-Nya setiap waktu.
Friday, February 10, 2017
UMAT PILIHAN: Dikasihi dan Dihajar (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Februari 2017
Baca: Amos 3:1-8
"...sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu." Amos 3:2
Sepintas kalau kita membaca Amos 3:2 ini ("Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu.") Kita pasti akan bertanya-tanya: setelah Tuhan menyatakan bahwa kita ini adalah umat pilihan-Nya, kalimat selanjutnya, "...Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu." (ayat nas). Apa maksudnya? Seringkali kita berpikir bahwa jika Tuhan mengasihi kita dan memilih kita, Ia akan menuruti semua keinginan kita, melancarkan usaha dan bisnis kita, dan membebaskan kita dari situasi sulit dan masalah.
Tidak berarti bapa yang baik dan mengasihi anaknya menuruti semua keinginan anak, atau memanjakannya. Jika si anak melakukan kesalahan yang sangat fatal bapa pasti akan menegur, jika perlu memukulnya. "Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati." (Amsal 23:13-14), dan "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Begitu pula dengan Tuhan, jika Dia menegur kita dengan keras bukan berarti Ia tidak mengasihi kita, justru bukti bahwa Tuhan sangat mengasihi umat-Nya, "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:6, 8).
Melalui nabi-nabi-Nya Tuhan berkali-kali memperingatkan bangsa Israel agar mereka bertobat dan kembali ke jalan-Nya, tetapi mereka tetap saja mengeraskan hati. Di tengah kemerosotan moral bangsa Israel ini Tuhan tetap menunjukkan kasih dan kesabaran-Nya dengan mengutus Amos, seorang yang takut akan Tuhan, untuk menegur dan memperingatkan mereka. Bagaimana responsnya? Mereka malah berlaku jahat terhadap Amos dan mengusirnya secara terang-terangan. "Pelihat, pergilah, enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu di sana dan bernubuatlah di sana!" (Amos 7:12).
Karena mengacuhkan teguran, Tuhan menghukum bangsa Israel dengan menyerahkan mereka ke tangan bangsa Asyur!
Baca: Amos 3:1-8
"...sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu." Amos 3:2
Sepintas kalau kita membaca Amos 3:2 ini ("Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu.") Kita pasti akan bertanya-tanya: setelah Tuhan menyatakan bahwa kita ini adalah umat pilihan-Nya, kalimat selanjutnya, "...Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu." (ayat nas). Apa maksudnya? Seringkali kita berpikir bahwa jika Tuhan mengasihi kita dan memilih kita, Ia akan menuruti semua keinginan kita, melancarkan usaha dan bisnis kita, dan membebaskan kita dari situasi sulit dan masalah.
Tidak berarti bapa yang baik dan mengasihi anaknya menuruti semua keinginan anak, atau memanjakannya. Jika si anak melakukan kesalahan yang sangat fatal bapa pasti akan menegur, jika perlu memukulnya. "Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati." (Amsal 23:13-14), dan "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Begitu pula dengan Tuhan, jika Dia menegur kita dengan keras bukan berarti Ia tidak mengasihi kita, justru bukti bahwa Tuhan sangat mengasihi umat-Nya, "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:6, 8).
Melalui nabi-nabi-Nya Tuhan berkali-kali memperingatkan bangsa Israel agar mereka bertobat dan kembali ke jalan-Nya, tetapi mereka tetap saja mengeraskan hati. Di tengah kemerosotan moral bangsa Israel ini Tuhan tetap menunjukkan kasih dan kesabaran-Nya dengan mengutus Amos, seorang yang takut akan Tuhan, untuk menegur dan memperingatkan mereka. Bagaimana responsnya? Mereka malah berlaku jahat terhadap Amos dan mengusirnya secara terang-terangan. "Pelihat, pergilah, enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu di sana dan bernubuatlah di sana!" (Amos 7:12).
Karena mengacuhkan teguran, Tuhan menghukum bangsa Israel dengan menyerahkan mereka ke tangan bangsa Asyur!
Thursday, February 9, 2017
UMAT PILIHAN: Dikasihi dan Dihajar (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Februari 2017
Baca: Amos 3:1-8
"Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi," Amos 3:2
Adalah tidak mudah bagi seseorang untuk tunduk sepenuhnya kepada kehendak dan pimpinan Tuhan, yang terjadi justru sebaliknya yaitu maunya Tuhan yang harus mengikuti kehendak dan keinginan kita dengan cara kita, alias mendikte Tuhan. Ada tertulis: "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk aku demikian?' Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" (Roma 9:20-21).
Bangsa Israel adalah umat pilihan Tuhan! Mereka dipilih di antara berjuta-juta umat manusia di muka bumi ini. Ditegaskan bahwa Tuhan hanya mengenal satu bangsa yaitu umat kesayangan-Nya, "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4), bahkan disebut-Nya mereka sebagai biji mata-Nya. "Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10b), dan "sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya--:" (Zakharia 2:8). Bukan hanya itu... "Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:16). Siapakah kita ini sehingga Tuhan memilih, memanggil dan mengangkat kita? Apakah karena kita hebat, pintar, kaya, terkenal? Tidak sama sekali, karena di luar sana masih banyak orang yang lebih dari kita. Semua itu karena anugerah Tuhan semata! Anugerah atau kasih karunia berasal dari bahasa asli khen (Ibrani) atau kharis (Yunani). Pemberian anugerah ini semata-mata adalah hak prerogatif Tuhan, sedangkan sesungguhnya manusia tidak layak untuk menerimanya. "Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." (Keluaran 33:19b).
Meski diperlakukan istimewa oleh Tuhan mereka tidak merespons kasih Tuhan itu dengan sikap hati yang benar: memilih hidup menurut kehendak sendiri, memberontak kepada Tuhan, dan bahkan jatuh dalam dosa penyembahan berhala. Karena kekerasan hati dan kedegilan mereka Tuhan pun menyebutnya sebagai bangsa yang tegar tengkuk!
Meski dikasihi Tuhan sedemikian rupa bangsa Israel tetap saja memberontak!
Baca: Amos 3:1-8
"Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi," Amos 3:2
Adalah tidak mudah bagi seseorang untuk tunduk sepenuhnya kepada kehendak dan pimpinan Tuhan, yang terjadi justru sebaliknya yaitu maunya Tuhan yang harus mengikuti kehendak dan keinginan kita dengan cara kita, alias mendikte Tuhan. Ada tertulis: "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk aku demikian?' Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" (Roma 9:20-21).
Bangsa Israel adalah umat pilihan Tuhan! Mereka dipilih di antara berjuta-juta umat manusia di muka bumi ini. Ditegaskan bahwa Tuhan hanya mengenal satu bangsa yaitu umat kesayangan-Nya, "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4), bahkan disebut-Nya mereka sebagai biji mata-Nya. "Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10b), dan "sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya--:" (Zakharia 2:8). Bukan hanya itu... "Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:16). Siapakah kita ini sehingga Tuhan memilih, memanggil dan mengangkat kita? Apakah karena kita hebat, pintar, kaya, terkenal? Tidak sama sekali, karena di luar sana masih banyak orang yang lebih dari kita. Semua itu karena anugerah Tuhan semata! Anugerah atau kasih karunia berasal dari bahasa asli khen (Ibrani) atau kharis (Yunani). Pemberian anugerah ini semata-mata adalah hak prerogatif Tuhan, sedangkan sesungguhnya manusia tidak layak untuk menerimanya. "Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." (Keluaran 33:19b).
Meski diperlakukan istimewa oleh Tuhan mereka tidak merespons kasih Tuhan itu dengan sikap hati yang benar: memilih hidup menurut kehendak sendiri, memberontak kepada Tuhan, dan bahkan jatuh dalam dosa penyembahan berhala. Karena kekerasan hati dan kedegilan mereka Tuhan pun menyebutnya sebagai bangsa yang tegar tengkuk!
Meski dikasihi Tuhan sedemikian rupa bangsa Israel tetap saja memberontak!
Wednesday, February 8, 2017
UMAT PILIHAN: Dikasihi dan Dihajar (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Februari 2017
Baca: Amos 3:1-8
"...hai orang Israel, tentang segenap kaum yang telah Kutuntun keluar dari tanah Mesir," Amos 3:1
Amos bukanlah seorang nabi profesional, ia hanyalah seorang peternak domba dari Tekoa, 12 mil di sebelah selatan Yerusalem. Selain itu ia juga bekerja sebagai pemungut buah ara di hutan.
Di hadapan manusia keberadaan Amos ini mungkin tidak dianggap atau disepelekan, tapi Tuhan memilihnya untuk menjadi penyambung lidah-Nya. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti," (1 Korintus 1:27-28). Amos diutus Tuhan untuk tugas yang tidak mudah yaitu menegur dan memperingatkan orang-orang yang berada di kerajaan Israel bagian utara, agar mereka mau berbalik kepada Tuhan dan hidup menurut jalan-Nya. Melalui Amos Tuhan hendak mencelikkan 'mata rohani' mereka bahwa selama ini Tuhanlah yang memelihara hidup mereka: menuntun keluar dari perbudakan di Mesir, menyertai dan menyatakan mujizat-Nya selama di padang gurun -sehingga "Pakaianmu tidaklah menjadi buruk di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi bengkak selama empat puluh tahun ini." (Ulangan 8:4)- mampu menyeberangi laut Teberau dengan cara-Nya yang ajaib, dan berperang ganti mereka melawan bangsa-bangsa lain hingga akhirnya mereka mencapai tanah Perjanjian (Kanaan). Kesemuanya itu bukan karena kuat, hebat dan gagah mereka, tetapi karena pertolongan dan anugerah Tuhan semata. "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6).
Pengalaman hidup bangsa Israel ini hendaknya kian menyadarkan kita bahwa kita ini lemah dan penuh keterbatasan sehingga harus bergantung penuh kepada Tuhan. Ironisnya di satu sisi kita sadar bahwa kita sangat membutuhkan Tuhan, namun di sisi lain seringkali kita tidak mau tunduk kepada pimpinan Tuhan, lebih memilih untuk berjalan menurut kehendak sendiri dan mengandalkan diri sendiri karena kita merasa bahwa cara Tuhan memimpin kita tidak cocok dengan kemauan dan keinginan kita. (Bersambung)
Baca: Amos 3:1-8
"...hai orang Israel, tentang segenap kaum yang telah Kutuntun keluar dari tanah Mesir," Amos 3:1
Amos bukanlah seorang nabi profesional, ia hanyalah seorang peternak domba dari Tekoa, 12 mil di sebelah selatan Yerusalem. Selain itu ia juga bekerja sebagai pemungut buah ara di hutan.
Di hadapan manusia keberadaan Amos ini mungkin tidak dianggap atau disepelekan, tapi Tuhan memilihnya untuk menjadi penyambung lidah-Nya. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti," (1 Korintus 1:27-28). Amos diutus Tuhan untuk tugas yang tidak mudah yaitu menegur dan memperingatkan orang-orang yang berada di kerajaan Israel bagian utara, agar mereka mau berbalik kepada Tuhan dan hidup menurut jalan-Nya. Melalui Amos Tuhan hendak mencelikkan 'mata rohani' mereka bahwa selama ini Tuhanlah yang memelihara hidup mereka: menuntun keluar dari perbudakan di Mesir, menyertai dan menyatakan mujizat-Nya selama di padang gurun -sehingga "Pakaianmu tidaklah menjadi buruk di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi bengkak selama empat puluh tahun ini." (Ulangan 8:4)- mampu menyeberangi laut Teberau dengan cara-Nya yang ajaib, dan berperang ganti mereka melawan bangsa-bangsa lain hingga akhirnya mereka mencapai tanah Perjanjian (Kanaan). Kesemuanya itu bukan karena kuat, hebat dan gagah mereka, tetapi karena pertolongan dan anugerah Tuhan semata. "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6).
Pengalaman hidup bangsa Israel ini hendaknya kian menyadarkan kita bahwa kita ini lemah dan penuh keterbatasan sehingga harus bergantung penuh kepada Tuhan. Ironisnya di satu sisi kita sadar bahwa kita sangat membutuhkan Tuhan, namun di sisi lain seringkali kita tidak mau tunduk kepada pimpinan Tuhan, lebih memilih untuk berjalan menurut kehendak sendiri dan mengandalkan diri sendiri karena kita merasa bahwa cara Tuhan memimpin kita tidak cocok dengan kemauan dan keinginan kita. (Bersambung)
Tuesday, February 7, 2017
KUASA PUJIAN: Membawa Pertobatan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Februari 2017
Baca: Mazmur 40:1-6
"Ia memberikan nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji Allah kita. Banyak orang akan melihatnya dan menjadi takut, lalu percaya kepada TUHAN." Mazmur 40:4
Berbicara tentang seorang Daud pasti tak dapat dipisahkan dari pujian dan penyembahan, karena dialah yang menulis sebagian besar kitab Mazmur yang merupakan pengalaman hidup Daud sendiri ketika ia memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan. Daud berkata, "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2), dan "Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu." (Mazmur 63:5). Dalam keadaan suka maupun duka Daud selalu memuji dan menyembah Tuhan. Gaya hidup inilah yang akhirnya menjadi kesaksian dan berdampak bagi orang lain sehingga mereka mendekat kepada Tuhan dan percaya kepada-Nya (ayat nas).
Nyanyian baru tidak harus diartikan secara harafiah berupa nyanyian yang belum pernah didengar atau baru saja diciptakan oleh si pencipta lagu, namun juga berarti nyanyian yang dinyanyikan oleh orang yang sudah diubahkan hidupnya sebagai 'manusia baru' di dalam Tuhan. Ketika Paulus dan Silas dipenjara karena memberitakan Injil, "...kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka. Akan tetapi terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua." (Kisah 16:25-26). Begitu puji-pujian dinaikkan kepada Tuhan sesuatu yang dahsyat terjadi: datanglah gempa bumi yang membuka pintu-pintu penjara dan belenggu para tahanan. Meski demikian tidak ada satu pun tahanan yang lari karena tempat itu dipenuhi dengan hadirat Tuhan. Kuasa pujian inilah yang akhirnya mendatangkan hujan pertobatan!
Melalui peristiwa supranatural ini dan kesaksian hidup Paulus dan Silas, kepala penjara bersama keluarganya membuka hatinya untuk berita Injil, kemudian mereka percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. "...Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis." (Kisah 16:33). Menjangkau jiwa tidak harus mahir dulu dalam hal berkhotbah... yang terutama adalah memiliki kesaksian hidup.
Pemuji dan penyembah yang benar hidupnya pasti berdampak bagi orang lain!
Baca: Mazmur 40:1-6
"Ia memberikan nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji Allah kita. Banyak orang akan melihatnya dan menjadi takut, lalu percaya kepada TUHAN." Mazmur 40:4
Berbicara tentang seorang Daud pasti tak dapat dipisahkan dari pujian dan penyembahan, karena dialah yang menulis sebagian besar kitab Mazmur yang merupakan pengalaman hidup Daud sendiri ketika ia memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan. Daud berkata, "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2), dan "Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu." (Mazmur 63:5). Dalam keadaan suka maupun duka Daud selalu memuji dan menyembah Tuhan. Gaya hidup inilah yang akhirnya menjadi kesaksian dan berdampak bagi orang lain sehingga mereka mendekat kepada Tuhan dan percaya kepada-Nya (ayat nas).
Nyanyian baru tidak harus diartikan secara harafiah berupa nyanyian yang belum pernah didengar atau baru saja diciptakan oleh si pencipta lagu, namun juga berarti nyanyian yang dinyanyikan oleh orang yang sudah diubahkan hidupnya sebagai 'manusia baru' di dalam Tuhan. Ketika Paulus dan Silas dipenjara karena memberitakan Injil, "...kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka. Akan tetapi terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua." (Kisah 16:25-26). Begitu puji-pujian dinaikkan kepada Tuhan sesuatu yang dahsyat terjadi: datanglah gempa bumi yang membuka pintu-pintu penjara dan belenggu para tahanan. Meski demikian tidak ada satu pun tahanan yang lari karena tempat itu dipenuhi dengan hadirat Tuhan. Kuasa pujian inilah yang akhirnya mendatangkan hujan pertobatan!
Melalui peristiwa supranatural ini dan kesaksian hidup Paulus dan Silas, kepala penjara bersama keluarganya membuka hatinya untuk berita Injil, kemudian mereka percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. "...Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis." (Kisah 16:33). Menjangkau jiwa tidak harus mahir dulu dalam hal berkhotbah... yang terutama adalah memiliki kesaksian hidup.
Pemuji dan penyembah yang benar hidupnya pasti berdampak bagi orang lain!
Monday, February 6, 2017
KUASA UNTUK MEMBUNGKAM MUSUH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Februari 2017
Baca: Mazmur 8:1-10
"Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam." Mazmur 8:3
Jangan pernah berpikir bahwa kalau kita memuji Tuhan berarti semuanya untuk kepentingan Tuhan semata. Bukan! Sesungguhnya memuji Tuhan adalah juga untuk kepentingan kita sendiri, sebab pada saat kita memuji, Tuhan sedang mengerjakan sesuatu untuk kepentingan kita yaitu "...membungkamkan musuh dan pendendam." (ayat nas).
Apa maksudnya? Ketika kita memuji Tuhan Dia akan hadir dengan segala otoritas-Nya, dan kehadiran-Nya pasti disertai dengan manifestasi kuasa-Nya yang tidak pernah dipisahkan dengan mujizat, berkat dan urapan yang kita butuhkan, sebab Ia bersemayam di atas puji-pujian kita (baca Mazmur 22:4). Saat Tuhan bertindak dengan kuasa-Nya ini kekalahan secara besar-besaran dialami oleh pihak Iblis, karena kekuatannya dihancurkan, segala rencana jahatnya digagalkan. Dalam situasi ini Iblis benar-benar dibuat tak berdaya, sehingga jarahan-jarahan yang sudah dicuri oleh Iblis dapat direbut kembali.
Saat raja Saul diganggu oleh roh jahat, Daud dipanggil untuk memainkan kecapi, dan ketika kecapi itu dimainkan oleh ia yang dipenuhi Roh Tuhan, kuasa pujian itu sanggup membungkam dan mengusir roh jahat itu, dan akhirnya "Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya." (1 Samuel 16:23b). Ketika kita memuji Tuhan dengan sepenuh hati pada saat yang sama pujian itu mengikat, membelenggu, menghukum roh-roh jahat dan penghulu-penghulu di udara. Peristiwa lain adalah ketika Yosafat dalam keadaan terjepit, karena mendapat serangan dari laskar yang besar yaitu bani Moab, bani Amon dan sepasukan orang Meunim, ia mengangkat tim puji-pujian di depan pasukan bersenjatanya. "Nyanyikanlah nyanyian syukur bagi TUHAN, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!" (2 Tawarikh 20:21). Ketika mereka bersorak-sorai sambil memuji-muji Tuhan, Tuhan melakukan penghadangan terhadap para musuh. Musuh pun terpukul kalah!
Ada kuasa di dalam pujian! Saat kita memuji-muji Tuhan dengan segenap hati, "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14).
Kemenangan besar ada di pihak orang benar yang suka memuji-muji Tuhan!
Baca: Mazmur 8:1-10
"Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam." Mazmur 8:3
Jangan pernah berpikir bahwa kalau kita memuji Tuhan berarti semuanya untuk kepentingan Tuhan semata. Bukan! Sesungguhnya memuji Tuhan adalah juga untuk kepentingan kita sendiri, sebab pada saat kita memuji, Tuhan sedang mengerjakan sesuatu untuk kepentingan kita yaitu "...membungkamkan musuh dan pendendam." (ayat nas).
Apa maksudnya? Ketika kita memuji Tuhan Dia akan hadir dengan segala otoritas-Nya, dan kehadiran-Nya pasti disertai dengan manifestasi kuasa-Nya yang tidak pernah dipisahkan dengan mujizat, berkat dan urapan yang kita butuhkan, sebab Ia bersemayam di atas puji-pujian kita (baca Mazmur 22:4). Saat Tuhan bertindak dengan kuasa-Nya ini kekalahan secara besar-besaran dialami oleh pihak Iblis, karena kekuatannya dihancurkan, segala rencana jahatnya digagalkan. Dalam situasi ini Iblis benar-benar dibuat tak berdaya, sehingga jarahan-jarahan yang sudah dicuri oleh Iblis dapat direbut kembali.
Saat raja Saul diganggu oleh roh jahat, Daud dipanggil untuk memainkan kecapi, dan ketika kecapi itu dimainkan oleh ia yang dipenuhi Roh Tuhan, kuasa pujian itu sanggup membungkam dan mengusir roh jahat itu, dan akhirnya "Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya." (1 Samuel 16:23b). Ketika kita memuji Tuhan dengan sepenuh hati pada saat yang sama pujian itu mengikat, membelenggu, menghukum roh-roh jahat dan penghulu-penghulu di udara. Peristiwa lain adalah ketika Yosafat dalam keadaan terjepit, karena mendapat serangan dari laskar yang besar yaitu bani Moab, bani Amon dan sepasukan orang Meunim, ia mengangkat tim puji-pujian di depan pasukan bersenjatanya. "Nyanyikanlah nyanyian syukur bagi TUHAN, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!" (2 Tawarikh 20:21). Ketika mereka bersorak-sorai sambil memuji-muji Tuhan, Tuhan melakukan penghadangan terhadap para musuh. Musuh pun terpukul kalah!
Ada kuasa di dalam pujian! Saat kita memuji-muji Tuhan dengan segenap hati, "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14).
Kemenangan besar ada di pihak orang benar yang suka memuji-muji Tuhan!
Sunday, February 5, 2017
KEKRISTENAN NORMAL: Suka Menyembah Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Februari 2017
Baca: Mazmur 95:1-11
"Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita." Mazmur 95:6
Penyembahan adalah ungkapan penghormatan atas kebesaran, keagungan dan kekudusan Tuhan. Kita perlu menghormati hadirat Tuhan dengan jalan menyembah-Nya bukan lewat kata-kata saja, tetapi juga melalui sikap tubuh kita: bersujud, tersungkur, berlutut sebagai tanda merendahkan diri dan ketidaklayakan kita di hadapan-Nya. Penyembahan adalah bentuk pujian yang tertinggi! Secara umum kita bergerak mulai dari puji-pujian dan kemudian menuju kepada penyembahan. Kata penyembahan berasal dari kata Inggris kuno worship, bermakna: meninggikan kelayakan dan untuk memberikan tanggapan yang benar kepada yang layak mendapatkannya.
Ketika seseorang dipenuhi oleh hadirat dan kemuliaan Tuhan, secara spontan ia akan berlutut dan sujud menyembah di hadapan Tuhan (ayat nas). Ini adalah tanda dari rasa hormat. Jatuh tersungkur di hadapan seseorang tanda penghormatan yang paling dalam. Namun perhatikan ini: pada waktu menyembah Tuhan jangan melakukannya hanya karena kebiasaan atau suatu kewajiban, sebab kalau kita hanya sekedar menyembah dengan kata-kata yang dihafalkan, atau asal bunyi, maka penyembahan kita tidak akan berkenan kepada Tuhan dan tidak mendatangkan faedah apa-apa. Apalagi kalau kita sendiri tidak hidup dalam kebenaran dan kekudusan, Tuhan justru akan memalingkan wajah-Nya saat mendengar penyembahan kita. "...penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran." (Yohanes 4:23-24). Menyembah Tuhan dalam roh hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang sudah mengalami kelahiran baru yaitu mereka yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan kemudian bertobat. Menyembah dalam kebenaran artinya kristus adalah kebenaran itu sendiri, yang dimaknai bahwa penyembahan hanya ditujukan kepada Kristus, dan sesuai dengan kehendak-Nya, bukan menurut kehendak sendiri.
"Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan, gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi!" Mazmur 96:9
Baca: Mazmur 95:1-11
"Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita." Mazmur 95:6
Penyembahan adalah ungkapan penghormatan atas kebesaran, keagungan dan kekudusan Tuhan. Kita perlu menghormati hadirat Tuhan dengan jalan menyembah-Nya bukan lewat kata-kata saja, tetapi juga melalui sikap tubuh kita: bersujud, tersungkur, berlutut sebagai tanda merendahkan diri dan ketidaklayakan kita di hadapan-Nya. Penyembahan adalah bentuk pujian yang tertinggi! Secara umum kita bergerak mulai dari puji-pujian dan kemudian menuju kepada penyembahan. Kata penyembahan berasal dari kata Inggris kuno worship, bermakna: meninggikan kelayakan dan untuk memberikan tanggapan yang benar kepada yang layak mendapatkannya.
Ketika seseorang dipenuhi oleh hadirat dan kemuliaan Tuhan, secara spontan ia akan berlutut dan sujud menyembah di hadapan Tuhan (ayat nas). Ini adalah tanda dari rasa hormat. Jatuh tersungkur di hadapan seseorang tanda penghormatan yang paling dalam. Namun perhatikan ini: pada waktu menyembah Tuhan jangan melakukannya hanya karena kebiasaan atau suatu kewajiban, sebab kalau kita hanya sekedar menyembah dengan kata-kata yang dihafalkan, atau asal bunyi, maka penyembahan kita tidak akan berkenan kepada Tuhan dan tidak mendatangkan faedah apa-apa. Apalagi kalau kita sendiri tidak hidup dalam kebenaran dan kekudusan, Tuhan justru akan memalingkan wajah-Nya saat mendengar penyembahan kita. "...penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran." (Yohanes 4:23-24). Menyembah Tuhan dalam roh hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang sudah mengalami kelahiran baru yaitu mereka yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan kemudian bertobat. Menyembah dalam kebenaran artinya kristus adalah kebenaran itu sendiri, yang dimaknai bahwa penyembahan hanya ditujukan kepada Kristus, dan sesuai dengan kehendak-Nya, bukan menurut kehendak sendiri.
"Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan, gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi!" Mazmur 96:9
Saturday, February 4, 2017
KEKRISTENAN NORMAL: Suka Memuji Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Februari 2017
Baca: Mazmur 47:1-10
"Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai!" Mazmur 47:2
Pujian kepada Tuhan adalah bagian yang tak terpisahkan dari iman Kristiani. Jika ada orang Kristen yang tidak suka memuji Tuhan berarti kehidupan rohaninya tidak normal. Sejak dari awal penciptaan Tuhan telah mendesain kita untuk menjadi umat pemuji dan penyembah. Satu alasan pokok yang mengharuskan kita memuji Tuhan adalah karena Tuhan bertahta di atas pujian umat-Nya, "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Selaras dengan hal itu maka menghampiri Tuhan harus melalui puji-pujian, karena Dia adalah penguasa tertinggi, Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan, yang patut dan berhak menerima pujian dari umat-Nya dan seharusnya memuji Tuhan adalah suatu kesukaan bagi kita.
Apa itu pujian? Pujian adalah ungkapan hati yang berlimpah dengan syukur kepada Tuhan karena kasih setia-Nya, kebaikan-Nya, anugerah-Nya, pertolongan-Nya, kemenangan-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib. Berkenaan dengan kata memuji berarti kita memperkatakan dengan baik untuk mengungkapkan selamat, memberi applaus, untuk meninggikan. Oleh karena itu pada saat memuji Tuhan kita harus benar-benar mengerti dan meresapi setiap kata yang kita nyanyikan, sebab kalau tidak, kita akan cenderung memuji dengan bibir saja, padahal hati kita jauh dari Tuhan seperti nubuat Yesaya: "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku," (Markus 7:6-7).
Dengan demikian pada saat memuji Tuhan hati kita harus benar-benar terbebas dari hal-hal yang jahat. Selain itu sikap tubuh kita pun juga turut menentukan, maka dari itu kita tidak bisa memuji Tuhan dengan sikap tubuh yang asal-asalan karena kita sedang menghadap Tuhan. Ingat, pujian adalah ekspresi yang keluar dari perasaan terima kasih...maka pujian tidak akan menjadi pujian jika tidak diekspresikan ke luar. Salah satu hal yang paling sederhana dan alami untuk merespons karya Tuhan dalam hidup ini adalah melalui nyanyian, suatu ekspresi spontan dari perasaan sukacita karena Tuhan. Daud berkata, "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau," (Mazmur 119:64).
Bagaimana dengan Saudara? Sudahkah pujian keluar dari mulut kita setiap hari?
Baca: Mazmur 47:1-10
"Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai!" Mazmur 47:2
Pujian kepada Tuhan adalah bagian yang tak terpisahkan dari iman Kristiani. Jika ada orang Kristen yang tidak suka memuji Tuhan berarti kehidupan rohaninya tidak normal. Sejak dari awal penciptaan Tuhan telah mendesain kita untuk menjadi umat pemuji dan penyembah. Satu alasan pokok yang mengharuskan kita memuji Tuhan adalah karena Tuhan bertahta di atas pujian umat-Nya, "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Selaras dengan hal itu maka menghampiri Tuhan harus melalui puji-pujian, karena Dia adalah penguasa tertinggi, Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan, yang patut dan berhak menerima pujian dari umat-Nya dan seharusnya memuji Tuhan adalah suatu kesukaan bagi kita.
Apa itu pujian? Pujian adalah ungkapan hati yang berlimpah dengan syukur kepada Tuhan karena kasih setia-Nya, kebaikan-Nya, anugerah-Nya, pertolongan-Nya, kemenangan-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib. Berkenaan dengan kata memuji berarti kita memperkatakan dengan baik untuk mengungkapkan selamat, memberi applaus, untuk meninggikan. Oleh karena itu pada saat memuji Tuhan kita harus benar-benar mengerti dan meresapi setiap kata yang kita nyanyikan, sebab kalau tidak, kita akan cenderung memuji dengan bibir saja, padahal hati kita jauh dari Tuhan seperti nubuat Yesaya: "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku," (Markus 7:6-7).
Dengan demikian pada saat memuji Tuhan hati kita harus benar-benar terbebas dari hal-hal yang jahat. Selain itu sikap tubuh kita pun juga turut menentukan, maka dari itu kita tidak bisa memuji Tuhan dengan sikap tubuh yang asal-asalan karena kita sedang menghadap Tuhan. Ingat, pujian adalah ekspresi yang keluar dari perasaan terima kasih...maka pujian tidak akan menjadi pujian jika tidak diekspresikan ke luar. Salah satu hal yang paling sederhana dan alami untuk merespons karya Tuhan dalam hidup ini adalah melalui nyanyian, suatu ekspresi spontan dari perasaan sukacita karena Tuhan. Daud berkata, "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau," (Mazmur 119:64).
Bagaimana dengan Saudara? Sudahkah pujian keluar dari mulut kita setiap hari?
Friday, February 3, 2017
DOA DAN KERJA SEBAGAI SATU KESATUAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Februari 2017
Baca: Pengkhotbah 11:1-8
"Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik." Pengkhotbah 11:6
Orang yang hari-harinya dipenuhi dengan kerja, kerja dan kerja tanpa diimbangi doa akan cenderung mengandalkan kekuatan sendiri dan melupakan Tuhan. Ia pun akan beranggapan semua yang diraihnya adalah jerih payahnya, bukan campur tangan Tuhan. Renungkan: kalau pun kita bisa mengolah gandum menjadi tepung, lalu mengolahnya menjadi roti untuk dimakan, kita harus sadar bahwa kita tidak bisa menciptakan benih gandum itu.
Benih itu berasal dari Tuhan, dan karena tangan Tuhanlah benih itu bisa tumbuh, bukan kita yang menumbuhkannya. Begitu pula kalau kita berhasil dalam usaha, studi atau pekerjaan adalah karena Tuhan yang turut bekerja di dalamnya. Karena itu "...janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." (Ulangan 8:17-18). Sesibuk apa pun kita bekerja jangan pernah lupakan jam-jam doa. Senantiasalah melibatkan Tuhan di setiap pekerjaan dan usaha kita, niscaya Tuhan akan memberkatinya. Pemazmur berkata, "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga." (Mazmur 127:1).
Jika ada di antara kita yang suka bermalas-malasan, tidak mau berbuat sesuatu, tapi berharap Tuhan mencukupi segala kebutuhan hidupnya, mulai hari ini bertobatlah! "Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen." (Amsal 6:6-8). Kita sepatutnya malu kepada semut, serangga yang lemah dan berukuran jauh lebih kecil dibandingkan manusia, tetapi memiliki etos kera yang sangat baik.
Harus ada keseimbangan dalam menjalani hidup: selain berdoa, kita harus bekerja!
Baca: Pengkhotbah 11:1-8
"Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik." Pengkhotbah 11:6
Orang yang hari-harinya dipenuhi dengan kerja, kerja dan kerja tanpa diimbangi doa akan cenderung mengandalkan kekuatan sendiri dan melupakan Tuhan. Ia pun akan beranggapan semua yang diraihnya adalah jerih payahnya, bukan campur tangan Tuhan. Renungkan: kalau pun kita bisa mengolah gandum menjadi tepung, lalu mengolahnya menjadi roti untuk dimakan, kita harus sadar bahwa kita tidak bisa menciptakan benih gandum itu.
Benih itu berasal dari Tuhan, dan karena tangan Tuhanlah benih itu bisa tumbuh, bukan kita yang menumbuhkannya. Begitu pula kalau kita berhasil dalam usaha, studi atau pekerjaan adalah karena Tuhan yang turut bekerja di dalamnya. Karena itu "...janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." (Ulangan 8:17-18). Sesibuk apa pun kita bekerja jangan pernah lupakan jam-jam doa. Senantiasalah melibatkan Tuhan di setiap pekerjaan dan usaha kita, niscaya Tuhan akan memberkatinya. Pemazmur berkata, "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga." (Mazmur 127:1).
Jika ada di antara kita yang suka bermalas-malasan, tidak mau berbuat sesuatu, tapi berharap Tuhan mencukupi segala kebutuhan hidupnya, mulai hari ini bertobatlah! "Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen." (Amsal 6:6-8). Kita sepatutnya malu kepada semut, serangga yang lemah dan berukuran jauh lebih kecil dibandingkan manusia, tetapi memiliki etos kera yang sangat baik.
Harus ada keseimbangan dalam menjalani hidup: selain berdoa, kita harus bekerja!
Thursday, February 2, 2017
DOA DAN KERJA SEBAGAI SATU KESATUAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Februari 2017
Baca: Amsal 28:1-28
"Siapa mengerjakan tanahnya akan kenyang dengan makanan, tetapi siapa mengejar barang yang sia-sia akan kenyang dengan kemiskinan." Amsal 28:19
Telinga kita pasti tidak asing dengan motto ora et labora, yang secara garis besar berarti: berdoa dan bekerja. Berdoa dan bekerja merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Artinya kita menjalani kedua hal itu secara berimbang. Ada orang yang waktunya tersita penuh untuk bekerja, membanting tulang siang dan malam, sehingga mereka tidak punya waktu lagi untuk memikirkan perkara-perkara rohani. Jangankan terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan, berdoa secara pribadi saja sudah tidak pernah dilakukan. Di lain sisi ada orang-orang yang berpikiran bahwa berdoa itu lebih penting daripada bekerja, sehingga mereka memilih untuk berdoa tanpa melakukan sesuatu (bekerja), dengan harapan mujizat terjadi: uang segepok atau berkat turun seketika dari langit.
Yang benar adalah kita berdoa supaya Tuhan memberkati, tapi dari pihak kita juga ada upaya atau usaha untuk 'meraih' berkat yang Tuhan telah sediakan. Meraih berarti ada suatu tindakan, tidak pasif, yaitu bekerja. "Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati." (Yakobus 2:26). Jadi, "Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna." (Yakobus 2:22). Kita tidak bisa melakukan satu hal tapi mengabaikan yang lain. Memang bukan perkara sulit bagi Tuhan untuk memberkati kita, karena Dia punya 1001 cara untuk menolong dan mencurahkan berkat-berkat-Nya di segala situasi, dan kita pun sangat percaya bahwa doa memiliki kuasa yang dahsyat namun, Tuhan tidak menghendaki kita menjadi orang-orang yang malas dan manja, yang hanya menadahkan tangan dan terus meminta kepada-Nya. Tuhan mau kita bekerja karena Dia telah memperlengkapi kita dengan talenta.
Tuhan Yesus berkata, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Masakan kita tidak mau bekerja? Tuhan mau kita mengembangkan talenta dan mengobarkan karunia yang ada. Banyak ayat di Alkitab yang menunjukkan betapa Tuhan sangat tidak suka terhadap pemalas. Rasul Paulus juga secara terang-terangan menentang keras seorang pemalas yang tidak mau bekerja: "...jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10). (Bersambung)
Baca: Amsal 28:1-28
"Siapa mengerjakan tanahnya akan kenyang dengan makanan, tetapi siapa mengejar barang yang sia-sia akan kenyang dengan kemiskinan." Amsal 28:19
Telinga kita pasti tidak asing dengan motto ora et labora, yang secara garis besar berarti: berdoa dan bekerja. Berdoa dan bekerja merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Artinya kita menjalani kedua hal itu secara berimbang. Ada orang yang waktunya tersita penuh untuk bekerja, membanting tulang siang dan malam, sehingga mereka tidak punya waktu lagi untuk memikirkan perkara-perkara rohani. Jangankan terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan, berdoa secara pribadi saja sudah tidak pernah dilakukan. Di lain sisi ada orang-orang yang berpikiran bahwa berdoa itu lebih penting daripada bekerja, sehingga mereka memilih untuk berdoa tanpa melakukan sesuatu (bekerja), dengan harapan mujizat terjadi: uang segepok atau berkat turun seketika dari langit.
Yang benar adalah kita berdoa supaya Tuhan memberkati, tapi dari pihak kita juga ada upaya atau usaha untuk 'meraih' berkat yang Tuhan telah sediakan. Meraih berarti ada suatu tindakan, tidak pasif, yaitu bekerja. "Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati." (Yakobus 2:26). Jadi, "Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna." (Yakobus 2:22). Kita tidak bisa melakukan satu hal tapi mengabaikan yang lain. Memang bukan perkara sulit bagi Tuhan untuk memberkati kita, karena Dia punya 1001 cara untuk menolong dan mencurahkan berkat-berkat-Nya di segala situasi, dan kita pun sangat percaya bahwa doa memiliki kuasa yang dahsyat namun, Tuhan tidak menghendaki kita menjadi orang-orang yang malas dan manja, yang hanya menadahkan tangan dan terus meminta kepada-Nya. Tuhan mau kita bekerja karena Dia telah memperlengkapi kita dengan talenta.
Tuhan Yesus berkata, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Masakan kita tidak mau bekerja? Tuhan mau kita mengembangkan talenta dan mengobarkan karunia yang ada. Banyak ayat di Alkitab yang menunjukkan betapa Tuhan sangat tidak suka terhadap pemalas. Rasul Paulus juga secara terang-terangan menentang keras seorang pemalas yang tidak mau bekerja: "...jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10). (Bersambung)
Wednesday, February 1, 2017
TUHAN PASTI PELIHARA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Februari 2017
Baca: Matius 6:9-13
"Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" Matius 6:11
Karena anugerah Tuhan semata, perjalanan hidup yang 'beraneka warna' di sepanjang bulan Januari telah mampu kita lewati dan hari baru di bulan Februari siap menjelang. Penyertaan Tuhan di hari-hari lalu kiranya semakin meneguhkan iman kita bahwa janji firman-Nya adalah ya dan amin, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Tuhan tidak hanya menyertai kita, tapi Ia juga memelihara hidup kita, karena Dia adalah Jehovah Jireh yaitu Tuhan yang menyediakan kebutuhan kita dan memelihara kehidupan kita seutuhnya; tidak hanya memenuhi kebutuhan rohani tetapi juga kebutuhan jasmani, karena Dia tahu bahwa kita memerlukan keduanya. Hanya kita harus ingat firman-Nya yang berkata, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Contoh: ketika Elia berada di sungai Kerit dalam masa kekeringan dan kelaparan, dengan cara-Nya yang ajaib Tuhan memelihara hidup nabi-Nya itu. "Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu." (1 Raja-Raja 17:6). Pada ayat nas yang merupakan bagian dari Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus hendak mengajarkan supaya kita tidak kuatir akan kebutuhan kita hari ini, apalagi mencemaskan apa yang akan kita butuhkan pada hari esok. "Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Matius 6:34). Ingatlah selalu kisah perjalanan hidup bangsa Israel ketika berada di padang gurun, bukankah mereka dipelihara Tuhan setiap hari dengan manna, roti dari surga yang disediakan bagi umat-Nya.
Oleh karena itu "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Tuhan adalah sumber berkat, sumber segala-galanya bagi kita, maka dari itu marilah kita bergantung penuh kepada Tuhan hari demi hari. Jika Tuhan sudah membuka pintu berkat bagi kita tak seorang pun dapat menutupnya.
"Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Ratapan 3:22-23
Baca: Matius 6:9-13
"Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" Matius 6:11
Karena anugerah Tuhan semata, perjalanan hidup yang 'beraneka warna' di sepanjang bulan Januari telah mampu kita lewati dan hari baru di bulan Februari siap menjelang. Penyertaan Tuhan di hari-hari lalu kiranya semakin meneguhkan iman kita bahwa janji firman-Nya adalah ya dan amin, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Tuhan tidak hanya menyertai kita, tapi Ia juga memelihara hidup kita, karena Dia adalah Jehovah Jireh yaitu Tuhan yang menyediakan kebutuhan kita dan memelihara kehidupan kita seutuhnya; tidak hanya memenuhi kebutuhan rohani tetapi juga kebutuhan jasmani, karena Dia tahu bahwa kita memerlukan keduanya. Hanya kita harus ingat firman-Nya yang berkata, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Contoh: ketika Elia berada di sungai Kerit dalam masa kekeringan dan kelaparan, dengan cara-Nya yang ajaib Tuhan memelihara hidup nabi-Nya itu. "Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu." (1 Raja-Raja 17:6). Pada ayat nas yang merupakan bagian dari Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus hendak mengajarkan supaya kita tidak kuatir akan kebutuhan kita hari ini, apalagi mencemaskan apa yang akan kita butuhkan pada hari esok. "Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Matius 6:34). Ingatlah selalu kisah perjalanan hidup bangsa Israel ketika berada di padang gurun, bukankah mereka dipelihara Tuhan setiap hari dengan manna, roti dari surga yang disediakan bagi umat-Nya.
Oleh karena itu "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Tuhan adalah sumber berkat, sumber segala-galanya bagi kita, maka dari itu marilah kita bergantung penuh kepada Tuhan hari demi hari. Jika Tuhan sudah membuka pintu berkat bagi kita tak seorang pun dapat menutupnya.
"Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Ratapan 3:22-23