Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Januari 2017
Baca: Roma 3:21-31
"Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah," Roma 3:23
Sejak manusia pertama (Adam) jatuh ke dalam dosa, dosa telah masuk ke dalam hati semua manusia, "Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang,
dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada
semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa." (Roma 5:12). Akibat dosa, segala sakit-penyakit, kesusahan, penderitaan dan maut telah menimpa hidup manusia dari mula pertama hingga sampai pada akhir zaman. Manusia sudah dirusak oleh dosa, dan sejak lahirnya ia telah dicemarkan oleh dosa seperti Daud katakan, "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." (Mazmur 51:7). Dosa yang dibawa dalam kelahirannya itulah yang disebut dosa pusaka atau dosa asal.
Karena dosa, manusia kehilangan kemuliaan Tuhan, sehingga dalam pikiran, perkataan dan perbuatannya manusia cenderung berbuat dosa atau melakukan hal yang jahat. Paulus menyadari ini: "Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku
kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku
perbuat." (Roma 7:15). Dalam perkembangannya dosa semakin bertambah-tambah dan merajalela dalam kehidupan manusia. Zaman sekarang ini sudah tampak nyata: kriminalitas dan segala sesuatu yang amoral semakin hari semakin meningkat drastis. Dengan kekuatan sendiri manusia tidak mungkin bisa melepaskan diri dari kuasa dosa walaupun ia seorang nabi, guru besar, kanjeng, raja atau ahli filsafat sekalipun. Dalam keadaan seperti itu sesungguhnya manusia memerlukan Juruselamat yang bisa membebaskan mereka dari segala dosanya.
Juruselamat haruslah orang yang suci dan bebas dari dosa, orang yang harus lebih berkuasa dari manusia dan Iblis. Dialah Yesus Kristus, Anak Manusia, "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21). Namun sampai hari ini tidak semua orang mau percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sebaliknya mereka menolak dan membenci Dia secara terang-terangan, bahkan berita Injil pun tak dianggap.
Tuhan Yesus berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup." Yohanes 14:6
Tuesday, January 31, 2017
Monday, January 30, 2017
ALKITAB: Firman Tuhan Yang Hidup
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Januari 2017
Baca: Mazmur 33:1-22
"Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada." Mazmur 33:9
Alkitab yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah buku di atas segala buku, firman Tuhan yang hidup untuk manusia, yang berlaku untuk segala zaman. Jadi isi Alkitab adalah perkataan Tuhan sendiri yang penuh kuasa, "...bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." (2 Timotius 3:16-17).
Mengapa Alkitab disebut firman Tuhan yang hidup? Karena daripadanya kita mendapatkan makanan dan minuman rohani. Banyak orang berpikir bahwa roti adalah satu-satunya yang dibutuhkan untuk bisa hidup. Memang benar, makanan jasmani diperlukan agar kita dapat bertahan hidup, namun ada hal lain yang diperlukan untuk membuat hidup kita lebih dari sekedar bertahan hidup. Ada tertulis: "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Untuk memiliki kebahagiaan, kemenangan dan kelimpahan yang sejati tidak bisa sekedar bertahan hidup, yang kita butuhkan adalah firman Tuhan. Karena itu "...jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan," (1 Petrus 2:2).
Bayi yang baru lahir tidak dapat hidup tanpa susu, begitu pula hidup kita tidak akan dapat bertahan tanpa 'air susu murni' dari firman Tuhan. Seperti kita butuh makan agar tubuh jasmani dapat bertahan hidup, maka adalah sebuah realitas tak terelakkan bahwa untuk dapat benar-benar hidup kita membutuhkan firman Tuhan. Kunci mengalami kebahagiaan, sukacita, damai sejahtera yang sejati hanya kita dapatkan di dalam Alkitab. Dengan kata lain hati manusia hanya dapat dipuaskan dengan firman Tuhan saja. Juga kedewasaan rohani setiap orang percaya hanya dapat bertambah-tambah dan menjadi kuat hanya dengan membaca, mendengar, merenungkan dan melakukan firman Tuhan saja. Sungguh bahwa Alkitab adalah firman Tuhan yang hidup dan berkuasa.
"Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." Matius 24:35
Baca: Mazmur 33:1-22
"Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada." Mazmur 33:9
Alkitab yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah buku di atas segala buku, firman Tuhan yang hidup untuk manusia, yang berlaku untuk segala zaman. Jadi isi Alkitab adalah perkataan Tuhan sendiri yang penuh kuasa, "...bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." (2 Timotius 3:16-17).
Mengapa Alkitab disebut firman Tuhan yang hidup? Karena daripadanya kita mendapatkan makanan dan minuman rohani. Banyak orang berpikir bahwa roti adalah satu-satunya yang dibutuhkan untuk bisa hidup. Memang benar, makanan jasmani diperlukan agar kita dapat bertahan hidup, namun ada hal lain yang diperlukan untuk membuat hidup kita lebih dari sekedar bertahan hidup. Ada tertulis: "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Untuk memiliki kebahagiaan, kemenangan dan kelimpahan yang sejati tidak bisa sekedar bertahan hidup, yang kita butuhkan adalah firman Tuhan. Karena itu "...jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan," (1 Petrus 2:2).
Bayi yang baru lahir tidak dapat hidup tanpa susu, begitu pula hidup kita tidak akan dapat bertahan tanpa 'air susu murni' dari firman Tuhan. Seperti kita butuh makan agar tubuh jasmani dapat bertahan hidup, maka adalah sebuah realitas tak terelakkan bahwa untuk dapat benar-benar hidup kita membutuhkan firman Tuhan. Kunci mengalami kebahagiaan, sukacita, damai sejahtera yang sejati hanya kita dapatkan di dalam Alkitab. Dengan kata lain hati manusia hanya dapat dipuaskan dengan firman Tuhan saja. Juga kedewasaan rohani setiap orang percaya hanya dapat bertambah-tambah dan menjadi kuat hanya dengan membaca, mendengar, merenungkan dan melakukan firman Tuhan saja. Sungguh bahwa Alkitab adalah firman Tuhan yang hidup dan berkuasa.
"Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." Matius 24:35
Sunday, January 29, 2017
TIDAK SIAP MENDERITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Januari 2017
Baca: Filipi 1:27-30
"Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," Filipi 1:29
Banyak orang Kristen berpikir bahwa mengikut Tuhan pasti akan terbebas dari masalah atau penderitaan, sehingga yang ada di pikiran mereka hanya soal berkat, berkat dan berkat. Ketika fakta berbicara lain yaitu mereka dihadapkan pada kesulitan, tekanan, masalah, sakit-penyakit, kekurangan atau krisis, mereka pun tidak bisa menerima kenyataan. Mereka pun langsung klaim janji firman Tuhan ini: "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10). Mereka kecewa dan marah kepada Tuhan, "Mana janji Tuhan?", dan tidak sedikit yang akhirnya memilih meninggalkan Tuhan dan kembali kepada dunia karena tidak siap jika harus mengalami penderitaan.
Rasul Paulus menyatakan bahwa sebagai orang Kristen kita ini dikaruniai bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita bagi Dia (ayat nas). Penderitaan adalah harga yang harus dibayar oleh pengikut Kristus sejati. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya." (Matius 16:24-25). Penderitaan yang dimaksud adalah penyangkalan diri terhadap segala keinginan daging; memikul salib artinya setiap hari kita harus memikul 'kematian kita' sebagaimana yang Paulus katakan, "...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20).
Tuhan Yesus juga memperingatkan, "Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat." (Matius 10:22). Penderitaan ini disebabkan karena dunia membenci dan menolak Kristus, maka dunia juga menolak dan membenci kita. Namun kita tidak perlu takut akan penderitaan yang akan kita alami karena Tuhan juga akan memampukan kita untuk melewati semuanya itu dan Dia akan memberikan jalan keluar (baca 1 Korintus 10:13).
"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku." Matius 10:38
Baca: Filipi 1:27-30
"Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," Filipi 1:29
Banyak orang Kristen berpikir bahwa mengikut Tuhan pasti akan terbebas dari masalah atau penderitaan, sehingga yang ada di pikiran mereka hanya soal berkat, berkat dan berkat. Ketika fakta berbicara lain yaitu mereka dihadapkan pada kesulitan, tekanan, masalah, sakit-penyakit, kekurangan atau krisis, mereka pun tidak bisa menerima kenyataan. Mereka pun langsung klaim janji firman Tuhan ini: "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10). Mereka kecewa dan marah kepada Tuhan, "Mana janji Tuhan?", dan tidak sedikit yang akhirnya memilih meninggalkan Tuhan dan kembali kepada dunia karena tidak siap jika harus mengalami penderitaan.
Rasul Paulus menyatakan bahwa sebagai orang Kristen kita ini dikaruniai bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita bagi Dia (ayat nas). Penderitaan adalah harga yang harus dibayar oleh pengikut Kristus sejati. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya." (Matius 16:24-25). Penderitaan yang dimaksud adalah penyangkalan diri terhadap segala keinginan daging; memikul salib artinya setiap hari kita harus memikul 'kematian kita' sebagaimana yang Paulus katakan, "...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20).
Tuhan Yesus juga memperingatkan, "Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat." (Matius 10:22). Penderitaan ini disebabkan karena dunia membenci dan menolak Kristus, maka dunia juga menolak dan membenci kita. Namun kita tidak perlu takut akan penderitaan yang akan kita alami karena Tuhan juga akan memampukan kita untuk melewati semuanya itu dan Dia akan memberikan jalan keluar (baca 1 Korintus 10:13).
"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku." Matius 10:38
Saturday, January 28, 2017
TETAPLAH TINGGAL DI DALAM KRISTUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Januari 2017
Baca: Yohanes 15:1-8
"Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu." Yohanes 15:4a
Melalui perumpamaan tentang pokok anggur yang benar ini kita diingatkan bahwa kunci untuk berbuah adalah ranting harus terus melekat pada pokok anggur, sebab "...ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (ayat 4b). Kristus adalah pokok anggur itu, oleh karenanya orang percaya harus tetap tinggal di dalam Kristus jika ingin mengalami hidup yang berkemenangan setiap hari. Nasihat rasul Paulus kepada jemaat di Efesus, "...hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia." (Kolose 2:6b). Tetap tinggal di dalam Kristus berarti terus-menerus hidup di dalam Dia di segala keadaan dan sampai akhir hidup kita.
Alkitab menyatakan bahwa ada berkat-berkat yang Tuhan sediakan bagi orang yang tetap tinggal di dalam Dia: 1. Kita dibebaskan dari hukuman. Ada tertulis: "Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut." (Roma 8:1-2). Upah dosa adalah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus (baca Roma 6:23). Melalui karya penebusan Kristus di kayu salib, kita yang ada di dalam Dia, mengalami pemulihan kemuliaan, sebab setiap orang telah kehilangan kemuliaan Allah. Karena iman kepada Kristus kita telah dibebaskan dari hukuman maut dan dibenarkan-Nya. 2. Kita diperkenankan untuk meminta apa saja. Tuhan Yesus berkata: "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Apa pun yang kita minta dan doakan, asal sesuai kehendak Tuhan dan di dalam nama-Nya, akan diberikan Bapa kepada kita. "...apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu." (Yohanes 15:16b).
Jadi doa-doa orang yang tetap tinggal di dalam Kristus memiliki peluang sangat besar mendapatkan jawaban, sebab "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b).
Asal kita tetap tinggal di dalam Tuhan tidak ada yang perlu dikuatirkan, karena berkat-berkat rohani dan jasmani pasti dilimpahkan-Nya bagi kita.
Baca: Yohanes 15:1-8
"Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu." Yohanes 15:4a
Melalui perumpamaan tentang pokok anggur yang benar ini kita diingatkan bahwa kunci untuk berbuah adalah ranting harus terus melekat pada pokok anggur, sebab "...ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (ayat 4b). Kristus adalah pokok anggur itu, oleh karenanya orang percaya harus tetap tinggal di dalam Kristus jika ingin mengalami hidup yang berkemenangan setiap hari. Nasihat rasul Paulus kepada jemaat di Efesus, "...hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia." (Kolose 2:6b). Tetap tinggal di dalam Kristus berarti terus-menerus hidup di dalam Dia di segala keadaan dan sampai akhir hidup kita.
Alkitab menyatakan bahwa ada berkat-berkat yang Tuhan sediakan bagi orang yang tetap tinggal di dalam Dia: 1. Kita dibebaskan dari hukuman. Ada tertulis: "Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut." (Roma 8:1-2). Upah dosa adalah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus (baca Roma 6:23). Melalui karya penebusan Kristus di kayu salib, kita yang ada di dalam Dia, mengalami pemulihan kemuliaan, sebab setiap orang telah kehilangan kemuliaan Allah. Karena iman kepada Kristus kita telah dibebaskan dari hukuman maut dan dibenarkan-Nya. 2. Kita diperkenankan untuk meminta apa saja. Tuhan Yesus berkata: "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Apa pun yang kita minta dan doakan, asal sesuai kehendak Tuhan dan di dalam nama-Nya, akan diberikan Bapa kepada kita. "...apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu." (Yohanes 15:16b).
Jadi doa-doa orang yang tetap tinggal di dalam Kristus memiliki peluang sangat besar mendapatkan jawaban, sebab "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b).
Asal kita tetap tinggal di dalam Tuhan tidak ada yang perlu dikuatirkan, karena berkat-berkat rohani dan jasmani pasti dilimpahkan-Nya bagi kita.
Friday, January 27, 2017
EBEN HAEZER: Ada Pertolongan Tuhan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Januari 2017
Baca: 1 Samuel 7:1-14
"Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: 'Sampai di sini TUHAN menolong kita.'" 1 Samuel 7:12
Karena tidak taat, bangsa Israel dipermalukan oleh bangsa lain. Karena itu Samuel menyerukan kepada mereka agar bertobat. Secara harafiah kata bertobat berarti berbalik arah dari kehidupan yang jahat kepada kehidupan yang baik, dari kehidupan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan kepada kehidupan yang seturut kehendak Tuhan, dari kehidupan yang duniawi kepada kehidupan yang rohani. "Kemudian orang-orang Israel menjauhkan para Baal dan para Asytoret dan beribadah hanya kepada TUHAN." (ayat 4).
Pertobatan adalah kunci mengalami pemulihan hidup seperti tertulis: "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14). Setelah umat Israel berbalik kepada Tuhan (bertobat) perjalanan hidup mereka tidak langsung mulus, mereka kembali dihadapkan pada ujian dan pencobaan yaitu bangsa Filistin datang menyerang, sehingga mereka pun mengalami ketakutan. Dalam keadaan tertekan umat Israel berseru-seru kepada Tuhan dan meminta pertolongan; dan Samuel pun mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhan, "...maka TUHAN menjawab dia." (1 Samuel 7:9b), dan memberikan pertolongan tepat pada waktunya. "...pada hari itu TUHAN mengguntur dengan bunyi yang hebat ke atas orang Filistin dan mengacaukan mereka, sehingga mereka terpukul kalah oleh orang Israel." (1 Samuel 7:10). Setiap ujian pasti mendatangkan kebaikan, karena di balik ujian yang ada sesungguhnya Tuhan sedang mengerjakan perkara-perkara besar untuk kita, karena "Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." (Mazmur 55:23).
Setelah meraih kemenangan itu Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya, dan ia menamainya sebagai Eben Haezer. Kata Eben Haezer diterjemahkan dari kata Ibrani eben 'ekhwad yang artinya batu pertolongan.
Seberat apa pun perjalanan hidup ini Tuhan tidak pernah membiarkan kita sendirian; Dia Imanuel... Jika Dia beserta kita, pasti ada pertolongan!
Baca: 1 Samuel 7:1-14
"Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: 'Sampai di sini TUHAN menolong kita.'" 1 Samuel 7:12
Karena tidak taat, bangsa Israel dipermalukan oleh bangsa lain. Karena itu Samuel menyerukan kepada mereka agar bertobat. Secara harafiah kata bertobat berarti berbalik arah dari kehidupan yang jahat kepada kehidupan yang baik, dari kehidupan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan kepada kehidupan yang seturut kehendak Tuhan, dari kehidupan yang duniawi kepada kehidupan yang rohani. "Kemudian orang-orang Israel menjauhkan para Baal dan para Asytoret dan beribadah hanya kepada TUHAN." (ayat 4).
Pertobatan adalah kunci mengalami pemulihan hidup seperti tertulis: "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14). Setelah umat Israel berbalik kepada Tuhan (bertobat) perjalanan hidup mereka tidak langsung mulus, mereka kembali dihadapkan pada ujian dan pencobaan yaitu bangsa Filistin datang menyerang, sehingga mereka pun mengalami ketakutan. Dalam keadaan tertekan umat Israel berseru-seru kepada Tuhan dan meminta pertolongan; dan Samuel pun mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhan, "...maka TUHAN menjawab dia." (1 Samuel 7:9b), dan memberikan pertolongan tepat pada waktunya. "...pada hari itu TUHAN mengguntur dengan bunyi yang hebat ke atas orang Filistin dan mengacaukan mereka, sehingga mereka terpukul kalah oleh orang Israel." (1 Samuel 7:10). Setiap ujian pasti mendatangkan kebaikan, karena di balik ujian yang ada sesungguhnya Tuhan sedang mengerjakan perkara-perkara besar untuk kita, karena "Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." (Mazmur 55:23).
Setelah meraih kemenangan itu Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya, dan ia menamainya sebagai Eben Haezer. Kata Eben Haezer diterjemahkan dari kata Ibrani eben 'ekhwad yang artinya batu pertolongan.
Seberat apa pun perjalanan hidup ini Tuhan tidak pernah membiarkan kita sendirian; Dia Imanuel... Jika Dia beserta kita, pasti ada pertolongan!
Thursday, January 26, 2017
EBEN HAEZER: Ada Pertolongan Tuhan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Januari 2017
Baca: 1 Samuel 7:2-14
"Jika kamu berbalik kepada TUHAN dengan segenap hati, maka jauhkanlah para allah asing dan para Asytoret dari tengah-tengahmu dan tujukan hatimu kepada TUHAN dan beribadahlah hanya kepada-Nya; maka Ia akan melepaskan kamu dari tangan orang Filistin." 1 Samuel 7:3
Latar belakang kisah ini adalah ketika bangsa Israel meninggalkan tabut Tuhan. Mereka meninggalkan tabut itu di Kiryat-Yearim dalam waktu yang cukup lama yaitu dua puluh tahun. Tabut adalah tanda yang tampak mata tentang kehadiran Tuhan di tengah umat, terbuat dari kayu penaga yang disalut dengan emas murni. Kayu penaga melambangkan kemanusiaan atau kedagingan, sedangkan emas berbicara tentang Roh Kudus dan kemuliaan. Pengertian lainnya: emas juga melambangkan keilahian Kristus dan kayu melambangkan kemanusiaan-Nya. Tabut ini bentuknya kotak persegi dengan panjang 2,5 hasta, lebarnya 1,5 hasta, dan tingginya 1,5 hasta (baca Keluaran 25:10-11). Isi dari tabut Tuhan adalah buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun yang bertunas, dan dua loh batu yang berisi 10 hukum Tuhan.
Keberadaan tabut Tuhan itu sangat dihormati dan disakralkan oleh bangsa Israel. Sejak masa perjalanan di padang gurun tabut Tuhan itu selalu dibawa sebagai tanda penyertaan Tuhan atas mereka. Mereka pun meyakini bila tabut itu ada beserta mereka maka pasti ada jaminan kemenangan. Itulah sebabnya Salomo menulis: "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga." (Mazmur 127:1). Artinya bahwa tanpa penyertaan Tuhan dan kehadiran-Nya dalam hidup ini apa pun yang kita kerjakan hasilnya pasti tidak akan maksimal dan bahkan bisa gagal. Namun jika kita melibatkan Tuhan dan mengandalkan-Nya ada jaminan keberhasilan untuk segala hal yang kita kerjakan.
Karena bangsa Israel telah meninggalkan tabut Tuhan itu hari-hari mereka pun dipenuhi oleh keluh kesah, bahkan mereka mulai mendua hati dengan beribadah kepada allah asing dan Asytoret. Asytoret adalah dewi cinta, kesuburan, asmara atau perang yang disembah oleh orang-orang Kanaan. Hidup menyimpang dari kehendak Tuhan, bangsa Israel semakin menderita karena ditindas oleh bangsa Filistin. (Bersambung)
Baca: 1 Samuel 7:2-14
"Jika kamu berbalik kepada TUHAN dengan segenap hati, maka jauhkanlah para allah asing dan para Asytoret dari tengah-tengahmu dan tujukan hatimu kepada TUHAN dan beribadahlah hanya kepada-Nya; maka Ia akan melepaskan kamu dari tangan orang Filistin." 1 Samuel 7:3
Latar belakang kisah ini adalah ketika bangsa Israel meninggalkan tabut Tuhan. Mereka meninggalkan tabut itu di Kiryat-Yearim dalam waktu yang cukup lama yaitu dua puluh tahun. Tabut adalah tanda yang tampak mata tentang kehadiran Tuhan di tengah umat, terbuat dari kayu penaga yang disalut dengan emas murni. Kayu penaga melambangkan kemanusiaan atau kedagingan, sedangkan emas berbicara tentang Roh Kudus dan kemuliaan. Pengertian lainnya: emas juga melambangkan keilahian Kristus dan kayu melambangkan kemanusiaan-Nya. Tabut ini bentuknya kotak persegi dengan panjang 2,5 hasta, lebarnya 1,5 hasta, dan tingginya 1,5 hasta (baca Keluaran 25:10-11). Isi dari tabut Tuhan adalah buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun yang bertunas, dan dua loh batu yang berisi 10 hukum Tuhan.
Keberadaan tabut Tuhan itu sangat dihormati dan disakralkan oleh bangsa Israel. Sejak masa perjalanan di padang gurun tabut Tuhan itu selalu dibawa sebagai tanda penyertaan Tuhan atas mereka. Mereka pun meyakini bila tabut itu ada beserta mereka maka pasti ada jaminan kemenangan. Itulah sebabnya Salomo menulis: "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga." (Mazmur 127:1). Artinya bahwa tanpa penyertaan Tuhan dan kehadiran-Nya dalam hidup ini apa pun yang kita kerjakan hasilnya pasti tidak akan maksimal dan bahkan bisa gagal. Namun jika kita melibatkan Tuhan dan mengandalkan-Nya ada jaminan keberhasilan untuk segala hal yang kita kerjakan.
Karena bangsa Israel telah meninggalkan tabut Tuhan itu hari-hari mereka pun dipenuhi oleh keluh kesah, bahkan mereka mulai mendua hati dengan beribadah kepada allah asing dan Asytoret. Asytoret adalah dewi cinta, kesuburan, asmara atau perang yang disembah oleh orang-orang Kanaan. Hidup menyimpang dari kehendak Tuhan, bangsa Israel semakin menderita karena ditindas oleh bangsa Filistin. (Bersambung)
Wednesday, January 25, 2017
JADILAH ORANG RENDAH HATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Januari 2017
Baca: Lukas 14:7-11
"Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." Lukas 14:11
Secara naluriah manusia ingin dipuji, diperhatikan, diprioritaskan, dihargai dan tidak mau direndahkan atau disepelekan. Karena itu manusia cenderung meninggikan diri dan sulit merendahkan hati. Di zaman 'keras' seperti ini sulit menemukan orang yang rendah hati, karena kebanyakan orang berpikir bahwa kerendahan hati itu identik dengan kelemahan, di mana pamor atau gengsi akan turun.
Kerendahan hati sesungguhnya adalah sifat bijak dalam diri seseorang yang membuat ia dapat memposisikan dirinya sama dengan orang lain, tidak merasa lebih pintar, tidak merasa lebih baik, tidak merasa lebih mahir, tidak merasa lebih hebat, dan dapat menghargai orang lain dengan tulus. Inilah sifat yang harus kita miliki sebagai pengikut Kristus, sebab Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan hidup, "...yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:6-9).
Tanda orang punya kerendahan hati: 1. Berani mengakui kesalahan. Karena gengsi, sedikit orang berani mengakui kesalahan sendiri di depan sesamanya, bahkan di hadapan Tuhan; mereka lebih memilih menyembunyikan kesalahannya dan berlaku munafik. "Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi." (Amsal 28:13). 2. Mau belajar dan diajar. Proses 'belajar dan diajar' itu tidak hanya melalui pendidikan formal di sekolah atau kampus, tetapi juga melalui 'sekolah' kehidupan ketika kita berinteraksi dengan sesama di mana pun berada. Proses ini tidak mengenal batasan usia dan waktu... "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." (Amsal 27:17).
"Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan." Amsal 18:12
Baca: Lukas 14:7-11
"Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." Lukas 14:11
Secara naluriah manusia ingin dipuji, diperhatikan, diprioritaskan, dihargai dan tidak mau direndahkan atau disepelekan. Karena itu manusia cenderung meninggikan diri dan sulit merendahkan hati. Di zaman 'keras' seperti ini sulit menemukan orang yang rendah hati, karena kebanyakan orang berpikir bahwa kerendahan hati itu identik dengan kelemahan, di mana pamor atau gengsi akan turun.
Kerendahan hati sesungguhnya adalah sifat bijak dalam diri seseorang yang membuat ia dapat memposisikan dirinya sama dengan orang lain, tidak merasa lebih pintar, tidak merasa lebih baik, tidak merasa lebih mahir, tidak merasa lebih hebat, dan dapat menghargai orang lain dengan tulus. Inilah sifat yang harus kita miliki sebagai pengikut Kristus, sebab Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan hidup, "...yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:6-9).
Tanda orang punya kerendahan hati: 1. Berani mengakui kesalahan. Karena gengsi, sedikit orang berani mengakui kesalahan sendiri di depan sesamanya, bahkan di hadapan Tuhan; mereka lebih memilih menyembunyikan kesalahannya dan berlaku munafik. "Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi." (Amsal 28:13). 2. Mau belajar dan diajar. Proses 'belajar dan diajar' itu tidak hanya melalui pendidikan formal di sekolah atau kampus, tetapi juga melalui 'sekolah' kehidupan ketika kita berinteraksi dengan sesama di mana pun berada. Proses ini tidak mengenal batasan usia dan waktu... "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." (Amsal 27:17).
"Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan." Amsal 18:12
Tuesday, January 24, 2017
SEMAKIN MENDEKAT KEPADA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Januari 2017
Baca: Roma 13:8-14
"Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya." Roma 13:11b
Hari berganti hari, musim berganti musim, semakin dekat pula kesudahan zaman: anomali iklim telah terjadi, perubahan-perubahan dalam elemen kehidupan manusia sedang bergeser; ada yang perlahan namun ada pula yang radikal, perang antar ras etnis dan bangsa terjadi, bencana alam (gunung meletus, banjir, badai taufan) terjadi di mana-mana, kasih manusia semakin dingin, immoralitas muncul dan begitu pula guru-guru palsu dan penyesat, menunjukkan bahwa tanda kedatangan Tuhan sudah semakin tampak di depan mata kita. "...sekarang keselamatan sudah lebih dekat..." (ayat nas).
Apa yang sedang terjadi sekarang ini seharusnya menyadarkan kita dan menjadikan kita ekstra waspada dan selalu berjaga-jaga karena waktunya sudah teramat sangat singkat. Jangan lagi kita menjalani hdiup ini dengan sembrono ditandai dengan pesta pora, hawa nafsu, keserakahan dan kepentingan pribadi, melainkan "...kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa. Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:7-8). Sekalipun kehidupan di dunia sedang terjadi perubahan-perubahan secara besar-besaran, goncangan-goncangan, namun kasih setia Tuhan tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan kuasa-Nya tidak pernah berubah sampai kapan pun. Jika Tuhan ijinkan kita harus mengalami berbagai macam persoalan dan pergumulan hidup yang teramat berat tentunya Tuhan punya maksud yang baik, yaitu ingin membawa kita semakin mendekat kepada-Nya dengan kerendahan hati. "Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu." (Yakobus 4:8a).
Mendekat kepada Tuhan dengan kerendahan hati berarti tetap beribadah kepada Tuhan dengan kesungguhan, menunjukkan kerajinan yang penuh dalam mengerjakan segala hal yang dipercayakan kepada kita sesuai dengan kasih karunia-Nya, dan juga dalam kesungguhan hati untuk mengasihi sesama kita.
"Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya," Ibrani 6:11
Baca: Roma 13:8-14
"Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya." Roma 13:11b
Hari berganti hari, musim berganti musim, semakin dekat pula kesudahan zaman: anomali iklim telah terjadi, perubahan-perubahan dalam elemen kehidupan manusia sedang bergeser; ada yang perlahan namun ada pula yang radikal, perang antar ras etnis dan bangsa terjadi, bencana alam (gunung meletus, banjir, badai taufan) terjadi di mana-mana, kasih manusia semakin dingin, immoralitas muncul dan begitu pula guru-guru palsu dan penyesat, menunjukkan bahwa tanda kedatangan Tuhan sudah semakin tampak di depan mata kita. "...sekarang keselamatan sudah lebih dekat..." (ayat nas).
Apa yang sedang terjadi sekarang ini seharusnya menyadarkan kita dan menjadikan kita ekstra waspada dan selalu berjaga-jaga karena waktunya sudah teramat sangat singkat. Jangan lagi kita menjalani hdiup ini dengan sembrono ditandai dengan pesta pora, hawa nafsu, keserakahan dan kepentingan pribadi, melainkan "...kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa. Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:7-8). Sekalipun kehidupan di dunia sedang terjadi perubahan-perubahan secara besar-besaran, goncangan-goncangan, namun kasih setia Tuhan tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan kuasa-Nya tidak pernah berubah sampai kapan pun. Jika Tuhan ijinkan kita harus mengalami berbagai macam persoalan dan pergumulan hidup yang teramat berat tentunya Tuhan punya maksud yang baik, yaitu ingin membawa kita semakin mendekat kepada-Nya dengan kerendahan hati. "Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu." (Yakobus 4:8a).
Mendekat kepada Tuhan dengan kerendahan hati berarti tetap beribadah kepada Tuhan dengan kesungguhan, menunjukkan kerajinan yang penuh dalam mengerjakan segala hal yang dipercayakan kepada kita sesuai dengan kasih karunia-Nya, dan juga dalam kesungguhan hati untuk mengasihi sesama kita.
"Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya," Ibrani 6:11
Monday, January 23, 2017
JANGAN PERNAH KEMBALI KE MESIR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Januari 2017
Baca: Keluaran 14:1-14
"...sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." Keluaran 14:13
Ketika umat Israel dilepaskan dari belenggu perbudakan Mesir dan dituntun Tuhan berjalan menuju ke Tanah Perjanjian, Firaun yang adalah gambaran tentang Iblis, tidak pernah rela melepaskan mereka. Karena itu Firaun menggunakan segala cara untuk menahan agar mereka tetap berada di Mesir; dan ketika mendengar bahwa umat Israel telah pergi meninggalkan Mesir ia pun mengerahkan seluruh pasukannya untuk mengejar mereka. Adapun kata Mesir adalah lambang 'dinia', suatu kehidupan yang duniawi, dibelenggu oleh dosa, atau hamba dosa. Pada saat itu umat Israel benar-benar berada pada posisi sulit. "Adapun orang Mesir, segala kuda dan kereta Firaun, orang-orang berkuda dan pasukannya, mengejar mereka dan mencapai mereka pada waktu mereka berkemah di tepi laut, dekat Pi-Hahirot di depan Baal-Zefon. Ketika Firaun telah dekat, orang Israel menoleh, maka tampaklah orang Mesir bergerak menyusul mereka." (ayat 9-10). Keadaan itu menimbulkan ketakutan yang luar biasa!
Setelah kita percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, lalu bertobat, yaitu keluar dari 'Mesir', Iblis dan bala tentaranya bergerak cepat dan mengacaukan seluruh aspek kehidupan kita dengan berbagai-bagai masalah. Di saat-saat itu kita pun mulai mengeluh, "Ikut Tuhan Yesus keadaan kok tidak bertambah baik, masalah dan cobaan datang bertubi-tubi." Umat Israel mulai menyalahkan pemimpin rohani (Musa) dan berani menyalahkan Tuhan, "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir?" (ayat 11).
Pada masa-masa kesesakan seperti ini banyak orang Kristen mengalami degradasi iman, mata rohani kabur sehingga keselamatan yang ada di depan mata tak dilihatnya. Yang tampak hanyalah masalah atau pergumulan hidup yang berat, dan mulai membanding-bandingkan dengan kehidupan di Mesir dan ingin kembali ke sana. Milikilah mata iman seperti Musa yang tetap percaya walau belum melihat.
"Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu;" Keluaran 14:13
Baca: Keluaran 14:1-14
"...sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." Keluaran 14:13
Ketika umat Israel dilepaskan dari belenggu perbudakan Mesir dan dituntun Tuhan berjalan menuju ke Tanah Perjanjian, Firaun yang adalah gambaran tentang Iblis, tidak pernah rela melepaskan mereka. Karena itu Firaun menggunakan segala cara untuk menahan agar mereka tetap berada di Mesir; dan ketika mendengar bahwa umat Israel telah pergi meninggalkan Mesir ia pun mengerahkan seluruh pasukannya untuk mengejar mereka. Adapun kata Mesir adalah lambang 'dinia', suatu kehidupan yang duniawi, dibelenggu oleh dosa, atau hamba dosa. Pada saat itu umat Israel benar-benar berada pada posisi sulit. "Adapun orang Mesir, segala kuda dan kereta Firaun, orang-orang berkuda dan pasukannya, mengejar mereka dan mencapai mereka pada waktu mereka berkemah di tepi laut, dekat Pi-Hahirot di depan Baal-Zefon. Ketika Firaun telah dekat, orang Israel menoleh, maka tampaklah orang Mesir bergerak menyusul mereka." (ayat 9-10). Keadaan itu menimbulkan ketakutan yang luar biasa!
Setelah kita percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, lalu bertobat, yaitu keluar dari 'Mesir', Iblis dan bala tentaranya bergerak cepat dan mengacaukan seluruh aspek kehidupan kita dengan berbagai-bagai masalah. Di saat-saat itu kita pun mulai mengeluh, "Ikut Tuhan Yesus keadaan kok tidak bertambah baik, masalah dan cobaan datang bertubi-tubi." Umat Israel mulai menyalahkan pemimpin rohani (Musa) dan berani menyalahkan Tuhan, "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir?" (ayat 11).
Pada masa-masa kesesakan seperti ini banyak orang Kristen mengalami degradasi iman, mata rohani kabur sehingga keselamatan yang ada di depan mata tak dilihatnya. Yang tampak hanyalah masalah atau pergumulan hidup yang berat, dan mulai membanding-bandingkan dengan kehidupan di Mesir dan ingin kembali ke sana. Milikilah mata iman seperti Musa yang tetap percaya walau belum melihat.
"Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu;" Keluaran 14:13
Sunday, January 22, 2017
ADA BERKAT DI BALIK UCAPAN SYUKUR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Januari 2017
Baca: Mazmur 111:1-10
"Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah." Mazmur 111:1
Jika kita merenungkan kebenaran firman Tuhan dan semua yang Tuhan telah kerjakan dalam hidup ini seharusnya bibir kita takkan pernah berhenti berkata: "Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5), dan "Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?" (Mazmur 116:12). Tiada kata selain bibir yang senantiasa memuliakan nama Tuhan (ucapan syukur). Tapi banyak orang Kristen yang lupa mengucap syukur, kecuali dalam keadaan baik (terberkati); padahal di balik ucapan syukur terkandung berkat yang luar biasa pula.
Tuhan Yesus memberi makan 5000 orang laki-laki, tidak termasuk wanita dan anak-anaknya, hanya dengan 5 ketul roti dan 2 ikan, semuanya kenyang, dan bahkan masih tersisa 12 bakul. Berawal dari ucapan syukur, mujizat pun terjadi! "Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." (Yohanes 6:11). Secara naluriah kita terdorong untuk mengucap syukur bila memiliki sesuatu yang berlebih, menerima dalam jumlah besar atau sedang surplus. Ditinjau dari sudut mana pun 5 roti dan 2 ikan tidak akan pernah cukup untuk memberi makan 5000 orang! Sangat tidak masuk akal! Kita pasti akan berkata seperti Filipus, "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." (Yohanes 6:7). Bukankah kita cenderung merasa kuatir, lalu bersungut-sungut, mengomel ketika memiliki atau menerima sedikit?
Dari sepuluh orang yang menderita kusta hanya satu orang Samaria saja yang tidak lupa mengucap syukur kepada Tuhan atas kesembuhan yang dialaminya, sedangkan sembilan orang lainnya pergi begitu saja setelah sembuh. Karena ucapan syukur inilah ia tidak saja disembuhkan dari penyakitnya, tetapi juga beroleh berkat rohani yaitu anugerah keselamatan oleh karena imannya (baca Lukas 17:19).
Di segala keadaan jangan pernah lupa mengucap syukur kepada Tuhan, karena ucapan syukur adalah pintu gerbang menuju berkat!
Baca: Mazmur 111:1-10
"Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah." Mazmur 111:1
Jika kita merenungkan kebenaran firman Tuhan dan semua yang Tuhan telah kerjakan dalam hidup ini seharusnya bibir kita takkan pernah berhenti berkata: "Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5), dan "Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?" (Mazmur 116:12). Tiada kata selain bibir yang senantiasa memuliakan nama Tuhan (ucapan syukur). Tapi banyak orang Kristen yang lupa mengucap syukur, kecuali dalam keadaan baik (terberkati); padahal di balik ucapan syukur terkandung berkat yang luar biasa pula.
Tuhan Yesus memberi makan 5000 orang laki-laki, tidak termasuk wanita dan anak-anaknya, hanya dengan 5 ketul roti dan 2 ikan, semuanya kenyang, dan bahkan masih tersisa 12 bakul. Berawal dari ucapan syukur, mujizat pun terjadi! "Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." (Yohanes 6:11). Secara naluriah kita terdorong untuk mengucap syukur bila memiliki sesuatu yang berlebih, menerima dalam jumlah besar atau sedang surplus. Ditinjau dari sudut mana pun 5 roti dan 2 ikan tidak akan pernah cukup untuk memberi makan 5000 orang! Sangat tidak masuk akal! Kita pasti akan berkata seperti Filipus, "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." (Yohanes 6:7). Bukankah kita cenderung merasa kuatir, lalu bersungut-sungut, mengomel ketika memiliki atau menerima sedikit?
Dari sepuluh orang yang menderita kusta hanya satu orang Samaria saja yang tidak lupa mengucap syukur kepada Tuhan atas kesembuhan yang dialaminya, sedangkan sembilan orang lainnya pergi begitu saja setelah sembuh. Karena ucapan syukur inilah ia tidak saja disembuhkan dari penyakitnya, tetapi juga beroleh berkat rohani yaitu anugerah keselamatan oleh karena imannya (baca Lukas 17:19).
Di segala keadaan jangan pernah lupa mengucap syukur kepada Tuhan, karena ucapan syukur adalah pintu gerbang menuju berkat!
Saturday, January 21, 2017
HATI YANG BERLIMPAH UCAPAN SYUKUR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Januari 2017
Baca: Mazmur 71:1-24
"Akupun mau menyanyikan syukur bagi-Mu dengan gambus atas kesetiaan-Mu, ya Allahku, menyanyikan mazmur bagi-Mu dengan kecapi, ya Yang Kudus Israel." Mazmur 71:22
Mengucap syukur adalah perintah Tuhan yang harus ditaati. Orang yang mampu mengucap syukur di segala keadaan menandakan ia percaya sepenuhnya kepada Tuhan, dan menyetujui apa pun yang Tuhan rancangkan. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Sebaliknya orang yang selalu bersungut dan mengomel berarti sedang memprotes kedaulatan Tuhan atas setiap kejadian atau peristiwa yang dialaminya, dan tidak mempercayai-Nya.
Ketika menghadapi cawan penderitaan, Tuhan Yesus berdoa, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Di segala keadaan, biarlah kita belajar untuk menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini, karena kehendak-Nya pasti yang terbaik bagi kita. Karena itu ijinkanlah Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri dan ikutilah alur-Nya, jangan sekali-kali keluar dan memberontak. Percayalah bahwa masalah adalah cara Tuhan untuk mengerjakan perkara besar; tak ada mujizat tanpa masalah, tidak ada kemuliaan tanpa salib.
Sungut-sungut dan omelan tidak akan mengubah keadaan, malah membuatnya semakin buruk dan semakin memperpanjang waktu Tuhan memproses kita sebagaimana umat Israel harus berputar-putar selama 40 tahun di padang gurun, karena Tuhan hendak mendisiplinkan dan membangun karakter mereka. Tuhan memberikan materi berupa 'masalah atau penderitaan' dalam sekolah kehidupan ini agar kita belajar untuk bergantung kepada-Nya, sebab tanpa masalah seringkali kita melupakan Tuhan dan lebih bersandar kepada kekuatan sendiri. Justru ketika dalam masalah atau pergumulan yang berat manusia terdorong untuk mendekat kepada Tuhan... saat itulah penyembahan dan doa yang begitu mendalam dan kuat dilakukan.
Mudah bagi Tuhan memberkati kita, tetapi lebih penting bagi Tuhan memurnikan kualitas hidup kita, termasuk dalam hal mengucap syukur!
Baca: Mazmur 71:1-24
"Akupun mau menyanyikan syukur bagi-Mu dengan gambus atas kesetiaan-Mu, ya Allahku, menyanyikan mazmur bagi-Mu dengan kecapi, ya Yang Kudus Israel." Mazmur 71:22
Mengucap syukur adalah perintah Tuhan yang harus ditaati. Orang yang mampu mengucap syukur di segala keadaan menandakan ia percaya sepenuhnya kepada Tuhan, dan menyetujui apa pun yang Tuhan rancangkan. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Sebaliknya orang yang selalu bersungut dan mengomel berarti sedang memprotes kedaulatan Tuhan atas setiap kejadian atau peristiwa yang dialaminya, dan tidak mempercayai-Nya.
Ketika menghadapi cawan penderitaan, Tuhan Yesus berdoa, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Di segala keadaan, biarlah kita belajar untuk menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini, karena kehendak-Nya pasti yang terbaik bagi kita. Karena itu ijinkanlah Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri dan ikutilah alur-Nya, jangan sekali-kali keluar dan memberontak. Percayalah bahwa masalah adalah cara Tuhan untuk mengerjakan perkara besar; tak ada mujizat tanpa masalah, tidak ada kemuliaan tanpa salib.
Sungut-sungut dan omelan tidak akan mengubah keadaan, malah membuatnya semakin buruk dan semakin memperpanjang waktu Tuhan memproses kita sebagaimana umat Israel harus berputar-putar selama 40 tahun di padang gurun, karena Tuhan hendak mendisiplinkan dan membangun karakter mereka. Tuhan memberikan materi berupa 'masalah atau penderitaan' dalam sekolah kehidupan ini agar kita belajar untuk bergantung kepada-Nya, sebab tanpa masalah seringkali kita melupakan Tuhan dan lebih bersandar kepada kekuatan sendiri. Justru ketika dalam masalah atau pergumulan yang berat manusia terdorong untuk mendekat kepada Tuhan... saat itulah penyembahan dan doa yang begitu mendalam dan kuat dilakukan.
Mudah bagi Tuhan memberkati kita, tetapi lebih penting bagi Tuhan memurnikan kualitas hidup kita, termasuk dalam hal mengucap syukur!
Friday, January 20, 2017
HATI YANG BERLIMPAH UCAPAN SYUKUR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Januari 2017
Baca: Mazmur 50:1-23
"Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi!" Mazmur 50:14
Kapan Saudara mempersembahkan syukur kepada Tuhan? Banyak orang Kristen bersyukur kepada Tuhan hanya pada saat-saat tertentu yaitu ketika segala sesuatu berjalan dengan baik, menerima berkat, kesembuhan, atau mengalami mujizat dari Tuhan. Sikap mereka langsung berubah begitu menghadapi masalah, kesesakan, sakit-penyakit... jangankan mengucap syukur, berdoa saja sudah malas melakukannya.
Ucapan syukur adalah sebuah kata benda abstrak, yang secara garis besar memiliki makna: grateful (berterima kasih kepada Tuhan), pleasing (menyenangkan Tuhan), atau mindful of benefits (sadar akan kebaikan, hadiah atau pertolongan). Inilah sikap hati yang harus dikembangkan dalam hidup orang percaya. Alkitab memperingatkan: "Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya." (Ibrani 13:15). 'Korban' adalah sesuatu yang dipersembahkan, kehilangan, merugi dan sakit secara daging. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18). Sesungguhnya situasi atau keadaan tidak mendukung sama sekali untuk mengucap syukur, tetapi Habakuk tidak dikalahkan oleh keadaan yang ada, ia tetap bisa mengucap syukur. Inilah yang disebut korban syukur!
Umumnya saat dalam masalah atau kesesakan tidak ada korban syukur yang kita persembahkan kepada Tuhan, yang ada hanyalah sungut-sungut dan omelan seperti yang biasa dilakukan oleh umat Israel di padang gurun. Karena itulah sebagian besar umat Israel mengalami kebinasaan di padang gurun sebelum mencapai Kanaan. Ketahuilah bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan dalam hidup kita, bahkan sehelai rambut pun jatuh adalah seijin Tuhan (baca Lukas 12:7).
Bila memahami "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18), seharusnya bibir kita tak pernah berhenti bersyukur!
Baca: Mazmur 50:1-23
"Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi!" Mazmur 50:14
Kapan Saudara mempersembahkan syukur kepada Tuhan? Banyak orang Kristen bersyukur kepada Tuhan hanya pada saat-saat tertentu yaitu ketika segala sesuatu berjalan dengan baik, menerima berkat, kesembuhan, atau mengalami mujizat dari Tuhan. Sikap mereka langsung berubah begitu menghadapi masalah, kesesakan, sakit-penyakit... jangankan mengucap syukur, berdoa saja sudah malas melakukannya.
Ucapan syukur adalah sebuah kata benda abstrak, yang secara garis besar memiliki makna: grateful (berterima kasih kepada Tuhan), pleasing (menyenangkan Tuhan), atau mindful of benefits (sadar akan kebaikan, hadiah atau pertolongan). Inilah sikap hati yang harus dikembangkan dalam hidup orang percaya. Alkitab memperingatkan: "Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya." (Ibrani 13:15). 'Korban' adalah sesuatu yang dipersembahkan, kehilangan, merugi dan sakit secara daging. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18). Sesungguhnya situasi atau keadaan tidak mendukung sama sekali untuk mengucap syukur, tetapi Habakuk tidak dikalahkan oleh keadaan yang ada, ia tetap bisa mengucap syukur. Inilah yang disebut korban syukur!
Umumnya saat dalam masalah atau kesesakan tidak ada korban syukur yang kita persembahkan kepada Tuhan, yang ada hanyalah sungut-sungut dan omelan seperti yang biasa dilakukan oleh umat Israel di padang gurun. Karena itulah sebagian besar umat Israel mengalami kebinasaan di padang gurun sebelum mencapai Kanaan. Ketahuilah bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan dalam hidup kita, bahkan sehelai rambut pun jatuh adalah seijin Tuhan (baca Lukas 12:7).
Bila memahami "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18), seharusnya bibir kita tak pernah berhenti bersyukur!
Thursday, January 19, 2017
TETAP TENANG DI SEGALA SITUASI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Januari 2017
Baca: Mazmur 131:1-3
"Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku." Mazmur 131:2
Semua orang membutuhkan ketenangan dalam menjalani hidup, namun di hari-hari ini ketenangan seolah-olah semakin menjauh dari kehidupan manusia. Bagaimana bisa hidup tenang jika setiap hari kita mendengar dan melihat berita-berita yang mengejutkan dan aneh-aneh di surat kabar atau televisi. Contoh: berbagai virus penyakit kini banyak bermunculan, bahkan virus mematikan pun menjadi teror tak kasat mata bagi semua orang: Zika, Ebola, SARS, MERS, H7N9, HIV dan sebagainya; bencana alam terjadi di mana-mana tanpa dapat diduga datangnya, seperti banjir bandang di Garut (Jawa Barat), badai Matthew yang memporak-porandakan kota Haiti dan juga beberapa wilayah di Amerika. Juga ajaran-ajaran yang menyimpang dari kebenaran bermunculan di mana-mana dan menyesatkan banyak orang. Semua situasi ini menyebabkan orang kehilangan rasa tenang, yang ada rasa gelisah dan was-was.
Menjadi orang percaya tidak berarti membebaskan kita dari semua situasi yang ada. Kita masih dihadapkan pada kesukaran, masalah dan tekanan dengan segala bentuknya, namun tidak seharusnya kita kehilangan rasa tenang. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Kita tetap tenang di segala situasi apabila kita senantiasa bergaul karib atau tinggal dekat dengan Tuhan, sebab Dialah sumber ketenangan yang sejati. "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah." (Mazmur 62:2-3). Di dalam Tuhan ada harapan, ada perlindungan dan ada keselamatan yang pasti.
Jika kita berpegang teguh kepada janji firman Tuhan kita akan mampu menguasai diri dalam menghadapi apa pun, bertindak dan berpikir selaras dengan firman-Nya... saat itulah kita akan merasakan ketenangan. "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7b). Meningkatkan jam doa itu kuncinya!
"Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu." Mazmur 116:7
Baca: Mazmur 131:1-3
"Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku." Mazmur 131:2
Semua orang membutuhkan ketenangan dalam menjalani hidup, namun di hari-hari ini ketenangan seolah-olah semakin menjauh dari kehidupan manusia. Bagaimana bisa hidup tenang jika setiap hari kita mendengar dan melihat berita-berita yang mengejutkan dan aneh-aneh di surat kabar atau televisi. Contoh: berbagai virus penyakit kini banyak bermunculan, bahkan virus mematikan pun menjadi teror tak kasat mata bagi semua orang: Zika, Ebola, SARS, MERS, H7N9, HIV dan sebagainya; bencana alam terjadi di mana-mana tanpa dapat diduga datangnya, seperti banjir bandang di Garut (Jawa Barat), badai Matthew yang memporak-porandakan kota Haiti dan juga beberapa wilayah di Amerika. Juga ajaran-ajaran yang menyimpang dari kebenaran bermunculan di mana-mana dan menyesatkan banyak orang. Semua situasi ini menyebabkan orang kehilangan rasa tenang, yang ada rasa gelisah dan was-was.
Menjadi orang percaya tidak berarti membebaskan kita dari semua situasi yang ada. Kita masih dihadapkan pada kesukaran, masalah dan tekanan dengan segala bentuknya, namun tidak seharusnya kita kehilangan rasa tenang. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Kita tetap tenang di segala situasi apabila kita senantiasa bergaul karib atau tinggal dekat dengan Tuhan, sebab Dialah sumber ketenangan yang sejati. "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah." (Mazmur 62:2-3). Di dalam Tuhan ada harapan, ada perlindungan dan ada keselamatan yang pasti.
Jika kita berpegang teguh kepada janji firman Tuhan kita akan mampu menguasai diri dalam menghadapi apa pun, bertindak dan berpikir selaras dengan firman-Nya... saat itulah kita akan merasakan ketenangan. "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7b). Meningkatkan jam doa itu kuncinya!
"Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu." Mazmur 116:7
Wednesday, January 18, 2017
SEMUA YANG DI BAWAH MATAHARI ADALAH SIA-SIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Januari 2017
Baca: Pengkhotbah 1:1-11
"Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia." Pengkhotbah 1:2
Uang, kekayaan, jabatan, pangkat dan juga popularitas adalah perkara-perkara yang selalu dikejar oleh semua orang yang ada di muka bumi ini. Ketika seseorang memiliki semuanya itu ia berpikir hidupnya sudah lengkap dan tak ada yang patut dikuatirkan lagi, karena dunia selalu mengukur dan menilai keberhasilan hidup seseorang dari apa yang dimiliki atau yang tampak oleh mata jasmaniah, padahal semuanya itu hanya bersifat sementara dan sampai kapan pun takkan pernah memberikan kepuasan, sebab "...mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar." (ayat 8).
Bukan kebetulan jika kitab ini ditulis oleh Salomo, "...anak Daud, raja di Yerusalem." (ayat 1). Alkitab menyatakan bahwa "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23). Salomo adalah raja yang memiliki segalanya: kekayaan, jabatan dan juga popularitas. Meski demikian hal itu tidak serta merta membuatnya bangga, justru ia berkata, "...kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia." (ayat nas). Pada hakekatnya segala sesuatu yang dimiliki dan dibangun oleh manusia akan berakhir dengan kesia-siaan. "Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin." (Pengkhotbah 1:14). Dalam hal hikmat, "...hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi segala hikmat orang Mesir." (1 Raja-Raja 4:30). Dengan harta dan kekayaan yang melimpah, secara teori Salomo dapat mengalami kebahagiaan hidup, karena apa yang diinginkan dan kehendaki bisa terpenuhi. Namun ternyata Salomo tidak menemukan kebahagiaan dan kepuasan yang sejati. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkhotbah 5:9-10).
Banyak orang ingin mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan dengan cara mengkonsumsi narkoba, pergi ke dunia malam dan sebagainya, namun ruang hati mereka tetap kosong dan gersang, bahkan hidup mereka semakin hancur.
Hidup tanpa takut akan Tuhan adalah sia-sia belaka; "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" Matius 16:26
Baca: Pengkhotbah 1:1-11
"Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia." Pengkhotbah 1:2
Uang, kekayaan, jabatan, pangkat dan juga popularitas adalah perkara-perkara yang selalu dikejar oleh semua orang yang ada di muka bumi ini. Ketika seseorang memiliki semuanya itu ia berpikir hidupnya sudah lengkap dan tak ada yang patut dikuatirkan lagi, karena dunia selalu mengukur dan menilai keberhasilan hidup seseorang dari apa yang dimiliki atau yang tampak oleh mata jasmaniah, padahal semuanya itu hanya bersifat sementara dan sampai kapan pun takkan pernah memberikan kepuasan, sebab "...mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar." (ayat 8).
Bukan kebetulan jika kitab ini ditulis oleh Salomo, "...anak Daud, raja di Yerusalem." (ayat 1). Alkitab menyatakan bahwa "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23). Salomo adalah raja yang memiliki segalanya: kekayaan, jabatan dan juga popularitas. Meski demikian hal itu tidak serta merta membuatnya bangga, justru ia berkata, "...kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia." (ayat nas). Pada hakekatnya segala sesuatu yang dimiliki dan dibangun oleh manusia akan berakhir dengan kesia-siaan. "Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin." (Pengkhotbah 1:14). Dalam hal hikmat, "...hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi segala hikmat orang Mesir." (1 Raja-Raja 4:30). Dengan harta dan kekayaan yang melimpah, secara teori Salomo dapat mengalami kebahagiaan hidup, karena apa yang diinginkan dan kehendaki bisa terpenuhi. Namun ternyata Salomo tidak menemukan kebahagiaan dan kepuasan yang sejati. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkhotbah 5:9-10).
Banyak orang ingin mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan dengan cara mengkonsumsi narkoba, pergi ke dunia malam dan sebagainya, namun ruang hati mereka tetap kosong dan gersang, bahkan hidup mereka semakin hancur.
Hidup tanpa takut akan Tuhan adalah sia-sia belaka; "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" Matius 16:26
Tuesday, January 17, 2017
DOA DI KALA MALAM (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Januari 2017
Baca: Mazmur 119:57-64
"Tengah malam aku bangun untuk bersyukur kepada-Mu atas hukum-hukum-Mu yang adil." Mazmur 119:62
Setelah bekerja atau beraktivitas seharian memang tubuh terasa capai dan penat; meski demikian kita harus tetap paksakan tubuh ini untuk berdoa. Jika hari ini kita beroleh kekuatan dan kesehatan sehingga semua tugas dan pekerjaan dapat kita selesaikan dengan baik, kita berangkat ke tempat kerja dan pulang bertemu keluarga kembali dalam keadaan selamat, tidakkah kita ingat semuanya itu karena siapa? Tuhan Yesus mengingatkan, "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b). Selagi tidak ada kebisingan dan gangguan dari siapa pun, malam hari adalah saat yang tepat berlutut di hadapan Tuhan dan mencurahkan isi hati kita kepada-Nya. Pada waktu tidak terdengar suara dari yang lain kita dapat mempertajam pendengaran kita untuk mendengar suara Tuhan berbicara kepada kita. Selain itu kita mengucap syukur kepada Tuhan atas campur tangan-Nya di sepanjang hari yang telah kita jalani. Berkat, kesehatan, kekuatan, penyertaan, perlindungan yang kita nikmati di sepanjang hari adalah datangnya dari Tuhan, karena itu "...janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:2).
Sebelum menentukan pilihan yang tepat untuk memilih dua belas orang yang dipanggil untuk menjadi murid-murid-Nya, yang juga disebut-Nya rasul, Tuhan Yesus pergi ke bukit untuk berdoa, bahkan "...semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah." (Lukas 6:12). Artinya dalam segala hal Tuhan Yesus selalu melibatkan Bapa, menyerahkan semua pergumulan yang dihadapi-Nya kepada Bapa, karena kehendak Bapa adalah yang terutama dalam kehidupan Tuhan Yesus. Sepadat apa pun jadwal pelayanan-Nya di bumi Tuhan Yesus tidak pernah mengesampingkan doa, bahkan di tengah malam sekalipun Tuhan Yesus pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa.
Segala pergumulan yang berat dapat terselesaikan dan berakhir dengan kemenangan yang gamblang apabila kita mau membayar harga, yaitu keluar dari zona nyaman daging kita untuk berdoa. Ingat kisah ini: saat berada di dalam penjara di Filipi, "...kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah..." (Kisah 16:25), perkara yang dahsyat pun terjadi!
Jangan pernah melewatkan hari tanpa membangun persekutuan dengan Tuhan!
Baca: Mazmur 119:57-64
"Tengah malam aku bangun untuk bersyukur kepada-Mu atas hukum-hukum-Mu yang adil." Mazmur 119:62
Setelah bekerja atau beraktivitas seharian memang tubuh terasa capai dan penat; meski demikian kita harus tetap paksakan tubuh ini untuk berdoa. Jika hari ini kita beroleh kekuatan dan kesehatan sehingga semua tugas dan pekerjaan dapat kita selesaikan dengan baik, kita berangkat ke tempat kerja dan pulang bertemu keluarga kembali dalam keadaan selamat, tidakkah kita ingat semuanya itu karena siapa? Tuhan Yesus mengingatkan, "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b). Selagi tidak ada kebisingan dan gangguan dari siapa pun, malam hari adalah saat yang tepat berlutut di hadapan Tuhan dan mencurahkan isi hati kita kepada-Nya. Pada waktu tidak terdengar suara dari yang lain kita dapat mempertajam pendengaran kita untuk mendengar suara Tuhan berbicara kepada kita. Selain itu kita mengucap syukur kepada Tuhan atas campur tangan-Nya di sepanjang hari yang telah kita jalani. Berkat, kesehatan, kekuatan, penyertaan, perlindungan yang kita nikmati di sepanjang hari adalah datangnya dari Tuhan, karena itu "...janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:2).
Sebelum menentukan pilihan yang tepat untuk memilih dua belas orang yang dipanggil untuk menjadi murid-murid-Nya, yang juga disebut-Nya rasul, Tuhan Yesus pergi ke bukit untuk berdoa, bahkan "...semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah." (Lukas 6:12). Artinya dalam segala hal Tuhan Yesus selalu melibatkan Bapa, menyerahkan semua pergumulan yang dihadapi-Nya kepada Bapa, karena kehendak Bapa adalah yang terutama dalam kehidupan Tuhan Yesus. Sepadat apa pun jadwal pelayanan-Nya di bumi Tuhan Yesus tidak pernah mengesampingkan doa, bahkan di tengah malam sekalipun Tuhan Yesus pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa.
Segala pergumulan yang berat dapat terselesaikan dan berakhir dengan kemenangan yang gamblang apabila kita mau membayar harga, yaitu keluar dari zona nyaman daging kita untuk berdoa. Ingat kisah ini: saat berada di dalam penjara di Filipi, "...kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah..." (Kisah 16:25), perkara yang dahsyat pun terjadi!
Jangan pernah melewatkan hari tanpa membangun persekutuan dengan Tuhan!
Monday, January 16, 2017
DOA DI KALA MALAM (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Januari 2017
Baca: Mazmur 42:1-12
"TUHAN memerintahkan kasih setia-Nya pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku." Mazmur 42:9
Banyak orang percaya seringkali mengalami kesulitan jika harus bangun pagi-pagi sekali untuk berdoa karena berbagai alasan misal terburu-buru harus berangkat ke kantor atau sekolah karena jalanan macet. Sarapan saja tiada sempat apalagi menyediakan waktu khusus untuk berdoa. Terlebih bagi mereka yang tinggal di kota besar, di mana roda kehidupan serasa berputar sedemikian cepatnya. Mereka seolah-olah dikejar-kejar waktu, disibukkan dengan tugas dan pekerjaan sampai-sampai waktu, jam, hari, minggu dan bulan sudah ter-setting dengan segudang jadwal atau agenda kerja. Dari pagi hingga larut malam rasa-rasanya tiada lagi waktu yang tersisa, 24 jam dalam sehari serasa tidak cukup.
Apakah hanya karena terlalu sibuk dengan berbagai aktivitas lalu menjadi alasan untuk kita tidak berdoa? Sibuk boleh, tetapi jangan sampai perkara-perkara yang sifatnya duniawi semakin menjauhkan kita dari hadirat Tuhan. Itulah yang Iblis ingini dari kita: supaya kita memanjakan daging dengan menuruti segala keinginannya, di mana perlahan tapi pasti kita pun masuk dalam jeratnya sehingga hal itu memudahkan dia untuk menerkam kita, sebab "...si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Justru dalam kesibukan yang semakin padat seharusnya kita semakin mendekat kepada Tuhan atau mempunyai waktu lebih banyak untuk bersekutu dengan-Nya, supaya semua tugas dan pekerjaan dapat kita kerjakan dengan tuntunan hikmat Tuhan. Semakin sibuk atau semakin banyak pekerjaan justru kita makin membutuhkan penyertaan Tuhan di setiap langkah hidup kita.
Kalau di pagi hari sampai sore ada banyak sekali kendala atau hambatan sehingga kita tidak bisa berdoa, kita bisa mencari alternatif waktu yang lain yaitu berdoa di malam hari. Kalau Roh Kudus memimpin hidup kita dan kita mau dipimpin oleh Roh Kudus, sesibuk apa pun kita pasti menyediakan waktu untuk berdoa, di tengah malam sekalipun. Justru di saat-saat yang hening dan sunyi hati dan pikiran kita bisa lebih terfokus kepada Tuhan tanpa adanya gangguan.
Tuhan Yesus bertanya, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?" Matius 26:40b
Baca: Mazmur 42:1-12
"TUHAN memerintahkan kasih setia-Nya pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku." Mazmur 42:9
Banyak orang percaya seringkali mengalami kesulitan jika harus bangun pagi-pagi sekali untuk berdoa karena berbagai alasan misal terburu-buru harus berangkat ke kantor atau sekolah karena jalanan macet. Sarapan saja tiada sempat apalagi menyediakan waktu khusus untuk berdoa. Terlebih bagi mereka yang tinggal di kota besar, di mana roda kehidupan serasa berputar sedemikian cepatnya. Mereka seolah-olah dikejar-kejar waktu, disibukkan dengan tugas dan pekerjaan sampai-sampai waktu, jam, hari, minggu dan bulan sudah ter-setting dengan segudang jadwal atau agenda kerja. Dari pagi hingga larut malam rasa-rasanya tiada lagi waktu yang tersisa, 24 jam dalam sehari serasa tidak cukup.
Apakah hanya karena terlalu sibuk dengan berbagai aktivitas lalu menjadi alasan untuk kita tidak berdoa? Sibuk boleh, tetapi jangan sampai perkara-perkara yang sifatnya duniawi semakin menjauhkan kita dari hadirat Tuhan. Itulah yang Iblis ingini dari kita: supaya kita memanjakan daging dengan menuruti segala keinginannya, di mana perlahan tapi pasti kita pun masuk dalam jeratnya sehingga hal itu memudahkan dia untuk menerkam kita, sebab "...si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Justru dalam kesibukan yang semakin padat seharusnya kita semakin mendekat kepada Tuhan atau mempunyai waktu lebih banyak untuk bersekutu dengan-Nya, supaya semua tugas dan pekerjaan dapat kita kerjakan dengan tuntunan hikmat Tuhan. Semakin sibuk atau semakin banyak pekerjaan justru kita makin membutuhkan penyertaan Tuhan di setiap langkah hidup kita.
Kalau di pagi hari sampai sore ada banyak sekali kendala atau hambatan sehingga kita tidak bisa berdoa, kita bisa mencari alternatif waktu yang lain yaitu berdoa di malam hari. Kalau Roh Kudus memimpin hidup kita dan kita mau dipimpin oleh Roh Kudus, sesibuk apa pun kita pasti menyediakan waktu untuk berdoa, di tengah malam sekalipun. Justru di saat-saat yang hening dan sunyi hati dan pikiran kita bisa lebih terfokus kepada Tuhan tanpa adanya gangguan.
Tuhan Yesus bertanya, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?" Matius 26:40b
Sunday, January 15, 2017
KEKUATAN DAHSYAT DI BALIK DOA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Januari 2017
Baca: Yakobus 5:13-18
"Kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa!" Yakobu 5:13
Sering timbul di benak kita pertanyaan: sanggupkah kita menghadapi hari depan? Jawabannya: tidak sanggup jika mengandalkan kekuatan sendiri, karena sehebat, sekuat, sepintar atau sekaya apa pun seseorang, kekuatannya sangatlah terbatas. Tidak bisa tidak, kita membutuhkan kekuatan yang berasal dari luar diri kita agar kuat berdiri di tengah terpaan badai kehidupan yang kian mengganas ini. Kekuatan yang kita butuhkan adalah kekuatan adikodrati atau kekuatan yang melebihi atau di luar kodrat alam, supranatural, yang hanya kita peroleh melalui doa atau persekutuan karib dengan Tuhan.
Tidak sedikit orang percaya menganggap remeh dan sepele kekuatan doa. Alkitab menyatakan: "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya." (Yakobus 5:16b, 17, 18). Doa menghadirkan kuasa Tuhan yang tak terbatas atas diri manusia yang terbatas. Kekuatan doa sanggup menembus kemustahilan! Ketika Elia berdoa supaya tidak turun hujan, hujan pun tidak turun di bumi selama 3,5 tahun, dan ketika ia berdoa meminta hujan kepada Tuhan langit pun menurunkan hujan. Doa adalah senjata ampuh mengalahkan musuh dalam bentuk apa pun: masalah atau pencobaan; doa mampu menggetarkan hati Tuhan sehingga Ia bertindak memberikan pertolongan dan menyembuhkan segala macam sakit-penyakit.
Supaya doa kita berkuasa dan mendatangkan kekuatan, kuncinya adalah kita harus dalam posisi benar di hadapan Tuhan, dosa harus dibereskan, karena dosa adalah penghalang utama doa sampai ke hadirat Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
"TUHAN itu jauh dari pada orang fasik, tetapi doa orang benar didengar-Nya." Amsal 15:29
Baca: Yakobus 5:13-18
"Kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa!" Yakobu 5:13
Sering timbul di benak kita pertanyaan: sanggupkah kita menghadapi hari depan? Jawabannya: tidak sanggup jika mengandalkan kekuatan sendiri, karena sehebat, sekuat, sepintar atau sekaya apa pun seseorang, kekuatannya sangatlah terbatas. Tidak bisa tidak, kita membutuhkan kekuatan yang berasal dari luar diri kita agar kuat berdiri di tengah terpaan badai kehidupan yang kian mengganas ini. Kekuatan yang kita butuhkan adalah kekuatan adikodrati atau kekuatan yang melebihi atau di luar kodrat alam, supranatural, yang hanya kita peroleh melalui doa atau persekutuan karib dengan Tuhan.
Tidak sedikit orang percaya menganggap remeh dan sepele kekuatan doa. Alkitab menyatakan: "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya." (Yakobus 5:16b, 17, 18). Doa menghadirkan kuasa Tuhan yang tak terbatas atas diri manusia yang terbatas. Kekuatan doa sanggup menembus kemustahilan! Ketika Elia berdoa supaya tidak turun hujan, hujan pun tidak turun di bumi selama 3,5 tahun, dan ketika ia berdoa meminta hujan kepada Tuhan langit pun menurunkan hujan. Doa adalah senjata ampuh mengalahkan musuh dalam bentuk apa pun: masalah atau pencobaan; doa mampu menggetarkan hati Tuhan sehingga Ia bertindak memberikan pertolongan dan menyembuhkan segala macam sakit-penyakit.
Supaya doa kita berkuasa dan mendatangkan kekuatan, kuncinya adalah kita harus dalam posisi benar di hadapan Tuhan, dosa harus dibereskan, karena dosa adalah penghalang utama doa sampai ke hadirat Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
"TUHAN itu jauh dari pada orang fasik, tetapi doa orang benar didengar-Nya." Amsal 15:29
Saturday, January 14, 2017
BEKERJA GIAT DI LADANG TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Januari 2017
Baca: Lukas 10:1-12
"Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." Lukas 10:2
Tuhan memanggil setiap orang percaya untuk bekerja di ladang-Nya, dan dunia ini adalah ladang yang Ia percayakan untuk digarap. Tidaklah cukup orang percaya hanya tampak rajin beribadah ke gereja saja; kita harus lebih dari itu, yaitu punya hati yang terbeban untuk mendukung pekerjaan Tuhan dan terlibat di dalamnya. Kita harus memiliki roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan, bukan hanya puas menjadi jemaat yang pasif tanpa melakukan apa-apa. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Selagi ada waktu dan kesempatan kita harus melayani Tuhan dengan sekuat tenaga, bekerja bagi Dia tanpa kenal lelah. Mengapa? Karena Tuhan Yesus sendiri telah memberikan sebuah teladan bagaimana Ia bekerja dan melayani. Seluruh keberadaan hidup-Nya dipersembahkan untuk mengerjakan tugas Bapa, bahkan sampai mati di kayu salib. Tuhan Yesus memperingatkan, "Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." (Yohanes 6:27). Mengingat sedikit waktu lagi kedatangan Tuhan yang kedua kali akan tiba, maka sisa waktu yang ada hendaknya kita pergunakan dengan sebaik-baiknya untuk bekerja bagi Tuhan. Renungkan: untuk membuat sepotong kue diperlukan banyak pekerja; kalau kue yang kelihatannya sepele, yang sekali makan langsung habis memerlukan begitu banyak orang yang terlibat untuk membuatnya, apalagi pekerjaan memberitakan Injil ke seluruh pelosok, suku, bangsa, kaum dan bahasa di seluruh dunia, bukankah diperlukan lebih banyak pekerja?
Tuaian di luar sana begitu banyak, tetapi sayang pekerja sangat sedikit alias tidak sebanding. Kita tidak mungkin hanya mengandalkan para pendeta atau fulltimer yang bekerja, karena sebesar apa pun energi yang mereka keluarkan tidak akan mencukupi.
"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." Yohanes 9:4
Baca: Lukas 10:1-12
"Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." Lukas 10:2
Tuhan memanggil setiap orang percaya untuk bekerja di ladang-Nya, dan dunia ini adalah ladang yang Ia percayakan untuk digarap. Tidaklah cukup orang percaya hanya tampak rajin beribadah ke gereja saja; kita harus lebih dari itu, yaitu punya hati yang terbeban untuk mendukung pekerjaan Tuhan dan terlibat di dalamnya. Kita harus memiliki roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan, bukan hanya puas menjadi jemaat yang pasif tanpa melakukan apa-apa. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Selagi ada waktu dan kesempatan kita harus melayani Tuhan dengan sekuat tenaga, bekerja bagi Dia tanpa kenal lelah. Mengapa? Karena Tuhan Yesus sendiri telah memberikan sebuah teladan bagaimana Ia bekerja dan melayani. Seluruh keberadaan hidup-Nya dipersembahkan untuk mengerjakan tugas Bapa, bahkan sampai mati di kayu salib. Tuhan Yesus memperingatkan, "Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." (Yohanes 6:27). Mengingat sedikit waktu lagi kedatangan Tuhan yang kedua kali akan tiba, maka sisa waktu yang ada hendaknya kita pergunakan dengan sebaik-baiknya untuk bekerja bagi Tuhan. Renungkan: untuk membuat sepotong kue diperlukan banyak pekerja; kalau kue yang kelihatannya sepele, yang sekali makan langsung habis memerlukan begitu banyak orang yang terlibat untuk membuatnya, apalagi pekerjaan memberitakan Injil ke seluruh pelosok, suku, bangsa, kaum dan bahasa di seluruh dunia, bukankah diperlukan lebih banyak pekerja?
Tuaian di luar sana begitu banyak, tetapi sayang pekerja sangat sedikit alias tidak sebanding. Kita tidak mungkin hanya mengandalkan para pendeta atau fulltimer yang bekerja, karena sebesar apa pun energi yang mereka keluarkan tidak akan mencukupi.
"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." Yohanes 9:4
Friday, January 13, 2017
BERTAHAN DI TENGAH GONCANGAN DUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Januari 2017
Baca: Mazmur 46:1-12
"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." Mazmur 46:1
Semua orang mengakui bahwa keadaan dunia bertambah hari tidak bertambah baik, goncangan demi goncangan terjadi di mana-mana, "Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang,..." (ayat 7). Perilaku manusia pun semakin tak terkendali karena mereka tidak lagi memiliki hati yang takut akan Tuhan. Haruskah orang percaya terbawa arus dunia ini? "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Jika kita berusaha untuk menjadi 'serupa' dengan dunia maka hidup kita tidak lagi memiliki pengaruh, alias gagal menjadi garam dan terang dunia. Justru di tengah goncangan dan degradasi moral seperti inilah dibutuhkan orang-orang yang berani membuat perbedaan.
Tugas itu ada di pundak kita sebagai orang percaya yang telah dipanggil keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). "Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung." (2 Petrus 1:10). Memang untuk menjadi pribadi yang berbeda tidaklah mudah, ada banyak tekanan dan tantangan yang selalu mencoba untuk menghadang langkah kita. Bagaimana supaya kita dapat bertahan dan tetap aman? Senantiasalah berpaut kepada Tuhan. "Sebab jika kamu sungguh-sungguh berpegang pada perintah yang kusampaikan kepadamu untuk dilakukan, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya dan dengan berpaut pada-Nya," (Ulangan 11:22), maka "Tidak ada yang akan dapat bertahan menghadapi kamu:" (Ulangan 11:25).
Berpaut kepada Tuhan berarti memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan dan terus melekat kepada-Nya. Inilah janji Tuhan terhadap orang-orang yang berpaut kepada-Nya, "...Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya." (Mazmur 91:14-15).
"TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub." Mazmur 46:12
Baca: Mazmur 46:1-12
"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." Mazmur 46:1
Semua orang mengakui bahwa keadaan dunia bertambah hari tidak bertambah baik, goncangan demi goncangan terjadi di mana-mana, "Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang,..." (ayat 7). Perilaku manusia pun semakin tak terkendali karena mereka tidak lagi memiliki hati yang takut akan Tuhan. Haruskah orang percaya terbawa arus dunia ini? "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Jika kita berusaha untuk menjadi 'serupa' dengan dunia maka hidup kita tidak lagi memiliki pengaruh, alias gagal menjadi garam dan terang dunia. Justru di tengah goncangan dan degradasi moral seperti inilah dibutuhkan orang-orang yang berani membuat perbedaan.
Tugas itu ada di pundak kita sebagai orang percaya yang telah dipanggil keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). "Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung." (2 Petrus 1:10). Memang untuk menjadi pribadi yang berbeda tidaklah mudah, ada banyak tekanan dan tantangan yang selalu mencoba untuk menghadang langkah kita. Bagaimana supaya kita dapat bertahan dan tetap aman? Senantiasalah berpaut kepada Tuhan. "Sebab jika kamu sungguh-sungguh berpegang pada perintah yang kusampaikan kepadamu untuk dilakukan, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya dan dengan berpaut pada-Nya," (Ulangan 11:22), maka "Tidak ada yang akan dapat bertahan menghadapi kamu:" (Ulangan 11:25).
Berpaut kepada Tuhan berarti memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan dan terus melekat kepada-Nya. Inilah janji Tuhan terhadap orang-orang yang berpaut kepada-Nya, "...Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya." (Mazmur 91:14-15).
"TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub." Mazmur 46:12
Thursday, January 12, 2017
HIDUP KUDUS MUTLAK BAGI ORANG PERCAYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Januari 2017
Baca: Mazmur 99:1-9
"Tinggikanlah TUHAN, Allah kita, dan sujudlah menyembah di hadapan gunung-Nya yang kudus! Sebab kuduslah TUHAN, Allah kita!" Mazmur 99:9
Bapa yang kita sembah, yang menyatakan diri di dalam Yesus Kristus, adalah kudus adanya. Dialah Yehovah M'kaddeshem (Tuhan yang menyucikan). Sebagai orang percaya yang dipanggil keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib, kita, "...yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan." (1 Petrus 2:10), adalah bagian dari keberadaan-Nya yang Ilahi, yaitu kehidupan kudus yang memisahkan kita dari dunia. "tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Banyak orang mengaku diri sebagai pengikut Kristus tetapi tingkah mereka tidak beda dari dunia. Jelas ini bertentangan dengan kehendak Tuhan!
Di dalam Perjanjian Lama Tuhan telah menyatakan kekudusan-Nya kepada bangsa Israel dengan memberikan mereka segala hukum-hukum-Nya: "Sebab Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus." (Imamat 11:45). Mengapa kita harus hidup kudus? "...sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:14). Yesus Kristus telah datang untuk menggenapi rencana Bapa, yaitu menyucikan orang yang percaya kepada-Nya dan akan memberikan hati yang baru (Yehezkiel 36:26). Lebih dari itu Ia membebaskan kita dari segala ikatan dosa dan dari setiap tipu daya Iblis; dan karena kita sudah dibarui dan disucikan dalam nama-Nya dengan baptisan air, maka tubuh kita menjadi Bait Roh Kudus, di mana Ia berdiam dengan Roh-Nya.
Kini kita tidak lagi menjadi hamba dosa seperti dahulu, melainkan menjadi hamba kebenaran (baca Roma 6:18), sehingga tubuh kita adalah korban yang hidup bagi Tuhan. Karena itu kita harus memancarkan kekudusan Kristus kepada dunia ini melalui perkataan, sikap dan perbuatan kita sehari-hari. Inilah yang disebut life style evangelism (evangelisasi dengan contoh gaya hidup).
"...kamu harus menguduskan dirimu, dan kuduslah kamu, sebab Akulah TUHAN, Allahmu." Imamat 20:7
Baca: Mazmur 99:1-9
"Tinggikanlah TUHAN, Allah kita, dan sujudlah menyembah di hadapan gunung-Nya yang kudus! Sebab kuduslah TUHAN, Allah kita!" Mazmur 99:9
Bapa yang kita sembah, yang menyatakan diri di dalam Yesus Kristus, adalah kudus adanya. Dialah Yehovah M'kaddeshem (Tuhan yang menyucikan). Sebagai orang percaya yang dipanggil keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib, kita, "...yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan." (1 Petrus 2:10), adalah bagian dari keberadaan-Nya yang Ilahi, yaitu kehidupan kudus yang memisahkan kita dari dunia. "tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Banyak orang mengaku diri sebagai pengikut Kristus tetapi tingkah mereka tidak beda dari dunia. Jelas ini bertentangan dengan kehendak Tuhan!
Di dalam Perjanjian Lama Tuhan telah menyatakan kekudusan-Nya kepada bangsa Israel dengan memberikan mereka segala hukum-hukum-Nya: "Sebab Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus." (Imamat 11:45). Mengapa kita harus hidup kudus? "...sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:14). Yesus Kristus telah datang untuk menggenapi rencana Bapa, yaitu menyucikan orang yang percaya kepada-Nya dan akan memberikan hati yang baru (Yehezkiel 36:26). Lebih dari itu Ia membebaskan kita dari segala ikatan dosa dan dari setiap tipu daya Iblis; dan karena kita sudah dibarui dan disucikan dalam nama-Nya dengan baptisan air, maka tubuh kita menjadi Bait Roh Kudus, di mana Ia berdiam dengan Roh-Nya.
Kini kita tidak lagi menjadi hamba dosa seperti dahulu, melainkan menjadi hamba kebenaran (baca Roma 6:18), sehingga tubuh kita adalah korban yang hidup bagi Tuhan. Karena itu kita harus memancarkan kekudusan Kristus kepada dunia ini melalui perkataan, sikap dan perbuatan kita sehari-hari. Inilah yang disebut life style evangelism (evangelisasi dengan contoh gaya hidup).
"...kamu harus menguduskan dirimu, dan kuduslah kamu, sebab Akulah TUHAN, Allahmu." Imamat 20:7
Wednesday, January 11, 2017
KEHIDUPAN KRISTEN ROHANI/DEWASA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Januari 2017
Baca: 1 Korintus 13:11-12
"Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." 1 Korintus 13:11b
Kehidupan Kristen rohani atau dewasa tidak terjadi secara otomatis, tetapi perlu proses dan waktu. Sebagaimana tubuh jasmani manusia memerlukan makanan yang bergizi setiap hari, begitu pula manusia rohani kita juga memerlukan makanan rohani yang seimbang supaya dapat bertumbuh secara utuh dan sempurna, "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13).
Makanan sehat untuk manusia rohani adalah 'susu': "Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan," (1 Petrus 2:2), 'roti': "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4), 'makanan keras': "Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa," (Ibrani 5:14), dan 'madu': "Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku." (Mazmur 119:103). Jangan berpikir bahwa rajin datang ke gereja dan memberikan persembahan sudah cukup sebagai modal untuk bertumbuh, melainkan harus mau berproses yaitu 'tinggal' di dalam firman Tuhan: menyediakan waktu untuk mendengarkan, membaca, mempelajari/menyelidiki, merenungkan dan mempraktekkan firman Tuhan, sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Kuasa firmanlah yang akan mengubah seluruh perspektif hidup kita, dari hidup yang berpusat pada diri sendiri kepada hidup yang berpusat kepada Tuhan; tidak lagi berorientasi kepada perkara duniawi melainkan kepada perkara yang bernilai kekal. Inilah tanda kedewasaan rohani seseorang yaitu senantiasa haus dan lapar akan kebenaran firman Tuhan. Dalam mengatasi masalah hidup pun ia tidak lagi mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi senantiasa meminta hikmat dari Tuhan dan melibatkan Dia.
"...supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah." Kolose 4:12
Baca: 1 Korintus 13:11-12
"Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." 1 Korintus 13:11b
Kehidupan Kristen rohani atau dewasa tidak terjadi secara otomatis, tetapi perlu proses dan waktu. Sebagaimana tubuh jasmani manusia memerlukan makanan yang bergizi setiap hari, begitu pula manusia rohani kita juga memerlukan makanan rohani yang seimbang supaya dapat bertumbuh secara utuh dan sempurna, "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13).
Makanan sehat untuk manusia rohani adalah 'susu': "Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan," (1 Petrus 2:2), 'roti': "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4), 'makanan keras': "Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa," (Ibrani 5:14), dan 'madu': "Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku." (Mazmur 119:103). Jangan berpikir bahwa rajin datang ke gereja dan memberikan persembahan sudah cukup sebagai modal untuk bertumbuh, melainkan harus mau berproses yaitu 'tinggal' di dalam firman Tuhan: menyediakan waktu untuk mendengarkan, membaca, mempelajari/menyelidiki, merenungkan dan mempraktekkan firman Tuhan, sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Kuasa firmanlah yang akan mengubah seluruh perspektif hidup kita, dari hidup yang berpusat pada diri sendiri kepada hidup yang berpusat kepada Tuhan; tidak lagi berorientasi kepada perkara duniawi melainkan kepada perkara yang bernilai kekal. Inilah tanda kedewasaan rohani seseorang yaitu senantiasa haus dan lapar akan kebenaran firman Tuhan. Dalam mengatasi masalah hidup pun ia tidak lagi mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi senantiasa meminta hikmat dari Tuhan dan melibatkan Dia.
"...supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah." Kolose 4:12
Tuesday, January 10, 2017
KEHIDUPAN KRISTEN BAYI/KANAK-KANAK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Januari 2017
Baca: Ibrani 5:11-14
"Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras." Ibrani 5:12
Rasul Paulus menjelaskan bahwa Kristen bayi adalah orang yang tidak memiliki kemampuan untuk menerima makanan keras. "Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya." (1 Korintus 3:2). Kerohanian yang demikian disebut kerohanian yang jalan di tempat, tidak bertumbuh alias kerdil karena tidak memiliki pengetahuan yang utuh tentang kebenaran. Inginnya firman Tuhan yang lembut, manis dan enak didengar telinga. Begitu mendengar firman yang keras langsung berontak, marah, tersinggung, mogok. Ini sangat berbahaya, karena mereka rentan sekali disesatkan oleh ajaran lain yang menyimpang, sebab pengetahuan tentang kebenaran masih sangat dangkal. Perlu sekali kita belajar dari jemaat di Berea: "...mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian." (Kisah 17:11).
Kekristenan tingkat bayi/kanak-kanak cukup puas sebagai 'penonton', bukan pelaku pertandingan, ingin dilayani tapi tidak mau terlibat dalam pelayanan. Di masa-masa akhir ini kita banyak melihat dan mendengar ada banyak sekali ajaran-ajaran yang menyesatkan dan banyak orang menjadi pengikutnya. Ajaran itu memang tampaknya baik, tetapi kita harus ingat segala sesuatu yang baik belum tentu benar dan sesuai dengan kebenaran Injil. Di mata Tuhan ukurannya adalah kebenaran, bukan kebaikan menurut penilaian manusia. Berhati-hatilah! "Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang." (2 Korintus 11:14).
Tuhan Yesus sudah memperingatkan kita, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Bila kita senantiasa berjaga dan berdoa tidak mudah diperdaya oleh orang yang datang membawa nama Tuhan atau mengaku diri sebagai mesias (baca Matius 24:5).
Kekristenan yang masih bayi atau kanak-kanak itu rawan karena sangat mudah diombang-ambingkan oleh arus dunia!
Baca: Ibrani 5:11-14
"Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras." Ibrani 5:12
Rasul Paulus menjelaskan bahwa Kristen bayi adalah orang yang tidak memiliki kemampuan untuk menerima makanan keras. "Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya." (1 Korintus 3:2). Kerohanian yang demikian disebut kerohanian yang jalan di tempat, tidak bertumbuh alias kerdil karena tidak memiliki pengetahuan yang utuh tentang kebenaran. Inginnya firman Tuhan yang lembut, manis dan enak didengar telinga. Begitu mendengar firman yang keras langsung berontak, marah, tersinggung, mogok. Ini sangat berbahaya, karena mereka rentan sekali disesatkan oleh ajaran lain yang menyimpang, sebab pengetahuan tentang kebenaran masih sangat dangkal. Perlu sekali kita belajar dari jemaat di Berea: "...mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian." (Kisah 17:11).
Kekristenan tingkat bayi/kanak-kanak cukup puas sebagai 'penonton', bukan pelaku pertandingan, ingin dilayani tapi tidak mau terlibat dalam pelayanan. Di masa-masa akhir ini kita banyak melihat dan mendengar ada banyak sekali ajaran-ajaran yang menyesatkan dan banyak orang menjadi pengikutnya. Ajaran itu memang tampaknya baik, tetapi kita harus ingat segala sesuatu yang baik belum tentu benar dan sesuai dengan kebenaran Injil. Di mata Tuhan ukurannya adalah kebenaran, bukan kebaikan menurut penilaian manusia. Berhati-hatilah! "Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang." (2 Korintus 11:14).
Tuhan Yesus sudah memperingatkan kita, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Bila kita senantiasa berjaga dan berdoa tidak mudah diperdaya oleh orang yang datang membawa nama Tuhan atau mengaku diri sebagai mesias (baca Matius 24:5).
Kekristenan yang masih bayi atau kanak-kanak itu rawan karena sangat mudah diombang-ambingkan oleh arus dunia!
Monday, January 9, 2017
KEHIDUPAN KRISTEN DUNIAWI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Januari 2017
Baca: 1 Korintus 3:1-3
"Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus." 1 Korintus 3:1
Rasul Paulus menegaskan bahwa tingkat kerohanian seorang Kristen terbagi menjadi 3 kategori: Kristen duniawi, Kristen bayi (kanak-kanak) dan Kristen rohani (dewasa). Kata kamu yang dimaksudkan oleh Paulus (ayat nas) merujuk kepada jemaat Tuhan yang ada di kota Korintus. Sudah lama menjadi Kristen tidak menjadi jaminan bahwa seseorang memiliki kehidupan rohani yang mumpuni, karena ada banyak orang Kristen yang kualitas hidupnya tidak jauh berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan, sehingga hidupnya bukannya menjadi berkat bagi orang lain tapi menjadi batu sandungan.
Kristen duniawi. Istilah duniawi dalam ayat ini diterjemahkan dari kata Yunani sarkikos, yang akar katanya adalah sark yang berarti: tubuh jasmaniah, materialistik, fana, secara harafiah bisa diartikan suatu kehidupan yang dikendalikan oleh daging. Bukankah ada banyak orang yang menyandang status sebagai pengikut Kristus (Kristen) namun tetap saja memiliki tabiat duniawi. Hal itu menunjukkan bahwa ia masih hidup sebagai manusia 'lama', belum sepenuhnya menanggalkan dan masih hidup menurut keinginan daging, bukan menurut pimpinan Roh Kudus, sehingga orientasi hidupnya hanya berpusat kepada hal-hal yang duniawi. Begitu juga ketika dihadapkan pada masalah, orang Kristen duniawi cenderung menyelesaikannya dengan cara-cara dunia yaitu mengandalkan kekuatan, kemampuan dan kepintaran sendiri, serta menaruh harapan kepada manusia.
Bagaimana supaya kedagingan atau sifat duniawi itu tidak lagi mendominasi dalam hidup kita? Tidak ada jalan lain selain kita harus berani membayar harga, keluar dari zona nyaman, dan tunduk sepenuhnya kepada Roh Kudus. "Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." (Galatia 5:16). Kemauan untuk tunduk di bawah pimpinan Roh Kudus adalah sarana memperoleh kemampuan untuk menanggalkan manusia 'lama', karena dengan kekuatan sendiri kita takkan bisa melakukannya. Demikianlah, kita harus mau berproses seumur hidup kita!
"Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi..." Kolose 3:5
Baca: 1 Korintus 3:1-3
"Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus." 1 Korintus 3:1
Rasul Paulus menegaskan bahwa tingkat kerohanian seorang Kristen terbagi menjadi 3 kategori: Kristen duniawi, Kristen bayi (kanak-kanak) dan Kristen rohani (dewasa). Kata kamu yang dimaksudkan oleh Paulus (ayat nas) merujuk kepada jemaat Tuhan yang ada di kota Korintus. Sudah lama menjadi Kristen tidak menjadi jaminan bahwa seseorang memiliki kehidupan rohani yang mumpuni, karena ada banyak orang Kristen yang kualitas hidupnya tidak jauh berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan, sehingga hidupnya bukannya menjadi berkat bagi orang lain tapi menjadi batu sandungan.
Kristen duniawi. Istilah duniawi dalam ayat ini diterjemahkan dari kata Yunani sarkikos, yang akar katanya adalah sark yang berarti: tubuh jasmaniah, materialistik, fana, secara harafiah bisa diartikan suatu kehidupan yang dikendalikan oleh daging. Bukankah ada banyak orang yang menyandang status sebagai pengikut Kristus (Kristen) namun tetap saja memiliki tabiat duniawi. Hal itu menunjukkan bahwa ia masih hidup sebagai manusia 'lama', belum sepenuhnya menanggalkan dan masih hidup menurut keinginan daging, bukan menurut pimpinan Roh Kudus, sehingga orientasi hidupnya hanya berpusat kepada hal-hal yang duniawi. Begitu juga ketika dihadapkan pada masalah, orang Kristen duniawi cenderung menyelesaikannya dengan cara-cara dunia yaitu mengandalkan kekuatan, kemampuan dan kepintaran sendiri, serta menaruh harapan kepada manusia.
Bagaimana supaya kedagingan atau sifat duniawi itu tidak lagi mendominasi dalam hidup kita? Tidak ada jalan lain selain kita harus berani membayar harga, keluar dari zona nyaman, dan tunduk sepenuhnya kepada Roh Kudus. "Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." (Galatia 5:16). Kemauan untuk tunduk di bawah pimpinan Roh Kudus adalah sarana memperoleh kemampuan untuk menanggalkan manusia 'lama', karena dengan kekuatan sendiri kita takkan bisa melakukannya. Demikianlah, kita harus mau berproses seumur hidup kita!
"Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi..." Kolose 3:5
Sunday, January 8, 2017
MANUSIA DUNIAWI ATAU MANUSIA ROHANI?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Januari 2017
Baca: 1 Korintus 2:6-16
"Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain." 1 Korintus 2:14-15
Segala sesuatu yang ada di dunia ini dikategorikan berdasarkan keberadaannya. Contoh: suatu barang dikategorikan sebagai barang yang berharga mahal apabila barang tersebut terbuat dari bahan yang berkualitas, dibuat dengan tingkat kesulitan yang tinggi, dan memiliki manfaat yang besar atau bernilai guna. Pula keberadaan seluruh umat manusia yang ada di bumi, ditinjau dari sudut kerohanian, dikategorikan menjadi dua bagian yaitu manusia duniawi dan manusia rohani.
Manusia duniawi adalah orang yang belum mengalami 'kelahiran baru' di dalam Kristus, yang hidupnya masih diperbudak oleh kedagingan dan hawa nafsunya karena berada di bawah kuasa dari si jahat. Itulah sebabnya mereka disebut orang dunia karena hidup mengikuti pola dunia sepenuhnya, sehingga mereka menolak hal-hal yang berasal dari Roh. "...manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan;" (ayat nas), karena mereka tidak memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan dan jalan-jalan-Nya. Mereka hidup dengan bersandar kepada pengertian dan kekuatan sendiri, sebab tidak ada Roh Kudus di dalam hidupnya.
Manusia rohani adalah mereka yang sudah mengalami 'kelahiran baru' di dalam Kristus. Ketika seseorang dengan iman menerima keselamatan yang disediakan melalui Kristus, saat itu ia mengalami kelahiran baru dan hidup sebagai manusia rohani. "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu...Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu..." (Yehezkiel 36:26-27). Sebagai manusia rohani ia akan senantiasa berpikiran rohani dan memandang segala sesuatu dari sudut pandang rohani karena mau tunduk kepada pimpinan Roh Kudus. Jadi langkah awal bagi setiap orang untuk dapat masuk ke dalam dimensi baru sebagai 'manusia rohani' adalah percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat hidupnya.
Sebagai orang percaya kita masuk kategori manusia rohani, sudah seharusnya kita menunjukkan kualitas hidup yang rohaniah, bukan duniawiah!
Baca: 1 Korintus 2:6-16
"Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain." 1 Korintus 2:14-15
Segala sesuatu yang ada di dunia ini dikategorikan berdasarkan keberadaannya. Contoh: suatu barang dikategorikan sebagai barang yang berharga mahal apabila barang tersebut terbuat dari bahan yang berkualitas, dibuat dengan tingkat kesulitan yang tinggi, dan memiliki manfaat yang besar atau bernilai guna. Pula keberadaan seluruh umat manusia yang ada di bumi, ditinjau dari sudut kerohanian, dikategorikan menjadi dua bagian yaitu manusia duniawi dan manusia rohani.
Manusia duniawi adalah orang yang belum mengalami 'kelahiran baru' di dalam Kristus, yang hidupnya masih diperbudak oleh kedagingan dan hawa nafsunya karena berada di bawah kuasa dari si jahat. Itulah sebabnya mereka disebut orang dunia karena hidup mengikuti pola dunia sepenuhnya, sehingga mereka menolak hal-hal yang berasal dari Roh. "...manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan;" (ayat nas), karena mereka tidak memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan dan jalan-jalan-Nya. Mereka hidup dengan bersandar kepada pengertian dan kekuatan sendiri, sebab tidak ada Roh Kudus di dalam hidupnya.
Manusia rohani adalah mereka yang sudah mengalami 'kelahiran baru' di dalam Kristus. Ketika seseorang dengan iman menerima keselamatan yang disediakan melalui Kristus, saat itu ia mengalami kelahiran baru dan hidup sebagai manusia rohani. "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu...Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu..." (Yehezkiel 36:26-27). Sebagai manusia rohani ia akan senantiasa berpikiran rohani dan memandang segala sesuatu dari sudut pandang rohani karena mau tunduk kepada pimpinan Roh Kudus. Jadi langkah awal bagi setiap orang untuk dapat masuk ke dalam dimensi baru sebagai 'manusia rohani' adalah percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat hidupnya.
Sebagai orang percaya kita masuk kategori manusia rohani, sudah seharusnya kita menunjukkan kualitas hidup yang rohaniah, bukan duniawiah!
Saturday, January 7, 2017
TIDAK ADA ALASAN UNTUK TIDAK BERBUAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Januari 2017
Baca: Matius 3:1-12
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Yohanes Pembaptis telah menyampaikan firman Tuhan kepada orang-orang yang datang kepadanya untuk dibaptis supaya mereka jangan hanya berhenti menjadi orang Kristen dan kemudian dibaptis saja, tetapi mereka harus melangkah ke tahap selanjutnya yaitu mengeluarkan buah-buah kehidupan yang berpadanan dengan Injil, sebab jika hidup orang Kristen tidak berbuah, maka "Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api." (ayat 10), sebab bukan orang yang berseru Tuhan, Tuhan...yang akan masuk Kerajaan Sorga, melainkan mereka yang melakukan kehendak Bapa (baca Matius 7:21). Melakukan kehendak Bapa ini berbicara tentang buah!
Dalam perumpamaan pokok anggur yang benar dikatakan: "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2). Proses pembersihan disebut proses pembentukan dan Tuhan memiliki banyak cara untuk membentuk kita, bisa melalui masalah, hajaran atau situasi padang gurun. Pembentukan itu bertujuan untuk mendisiplinkan kita dan menarik kita semakin mendekat kepada-Nya. Kunci untuk berbuah adalah tinggal di dalam Tuhan dan firman-Nya; bahkan untuk menegaskan hal ini kata tinggal ditulis sampai 10x dalam sepuluh ayat pertama dalam Yohanes pasal 15. Jadi menghasilkan buah adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya yang bersifat mutlak, sebab melalui buah yang dihasilkan, kekristenan seseorang dapat dilihat dan dinilai oleh dunia. "Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka." (Matius 7:20).
Buah-buah apa yang harus dihasilkan? 1. Buah jiwa. Berbicara tentang seberapa jauh kehidupan kita berdampak bagi orang lain atau lingkungan. 2. Buah memberi. Pengorbanan yang kita berikan kepada Tuhan: waktu, tenaga, pikiran, dan uang (materi) adalah buah-buah yang dapat mendukung Injil diberitakan. 3. Buah Roh. Orang yang tinggal di dalam firman Tuhan pasti merefleksikan tindakan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, karakter Ilahi akan terpancar (baca Galatia 5:22-23a).
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik...supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." Titus 3:14
Baca: Matius 3:1-12
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Yohanes Pembaptis telah menyampaikan firman Tuhan kepada orang-orang yang datang kepadanya untuk dibaptis supaya mereka jangan hanya berhenti menjadi orang Kristen dan kemudian dibaptis saja, tetapi mereka harus melangkah ke tahap selanjutnya yaitu mengeluarkan buah-buah kehidupan yang berpadanan dengan Injil, sebab jika hidup orang Kristen tidak berbuah, maka "Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api." (ayat 10), sebab bukan orang yang berseru Tuhan, Tuhan...yang akan masuk Kerajaan Sorga, melainkan mereka yang melakukan kehendak Bapa (baca Matius 7:21). Melakukan kehendak Bapa ini berbicara tentang buah!
Dalam perumpamaan pokok anggur yang benar dikatakan: "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2). Proses pembersihan disebut proses pembentukan dan Tuhan memiliki banyak cara untuk membentuk kita, bisa melalui masalah, hajaran atau situasi padang gurun. Pembentukan itu bertujuan untuk mendisiplinkan kita dan menarik kita semakin mendekat kepada-Nya. Kunci untuk berbuah adalah tinggal di dalam Tuhan dan firman-Nya; bahkan untuk menegaskan hal ini kata tinggal ditulis sampai 10x dalam sepuluh ayat pertama dalam Yohanes pasal 15. Jadi menghasilkan buah adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya yang bersifat mutlak, sebab melalui buah yang dihasilkan, kekristenan seseorang dapat dilihat dan dinilai oleh dunia. "Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka." (Matius 7:20).
Buah-buah apa yang harus dihasilkan? 1. Buah jiwa. Berbicara tentang seberapa jauh kehidupan kita berdampak bagi orang lain atau lingkungan. 2. Buah memberi. Pengorbanan yang kita berikan kepada Tuhan: waktu, tenaga, pikiran, dan uang (materi) adalah buah-buah yang dapat mendukung Injil diberitakan. 3. Buah Roh. Orang yang tinggal di dalam firman Tuhan pasti merefleksikan tindakan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, karakter Ilahi akan terpancar (baca Galatia 5:22-23a).
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik...supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." Titus 3:14
Friday, January 6, 2017
BAGAI POHON ARA YANG TIDAK BERBUAH (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Januari 2017
Baca: Lukas 13:6-9
"Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya." Lukas 13:7a
Dalam Alkitab seringkali pohon dipakai untuk melukiskan keadaan manusia. Orang yang kesukaannya merenungkan Taurat Tuhan siang dan malam seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, menghasilkan buahnya pada musimnya, tidak layu daunnya, apa saja yang diperbuatnya berhasil (baca Mazmur 1:2-3); orang yang mengandalkan Tuhan dalam segala hal seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, tidak mengalami datangnya panas terik, daunnya tetap hijau, tidak kuatir dalam tahun kering, tidak berhenti menghasilkan buah (baca Yeremia 17:8).
Pada bacaan hari ini tiga tahun lamanya pemilik kebun mencari buah pada pohon ara miliknya, tapi tidak menemukannya. Tahun pertama: tidak ada buah masih bisa dimaklumi, mungkin pohon itu masih terlalu muda untuk berbuah; tahun kedua: belum ada buah, mungkin masih kurang pupuk atau ada batu-batu yang harus disingkirkan atau tanah perlu dicangkul supaya gembur; tahun ketiga: tetap saja tidak berbuah, padahal segala usaha sudah dilakukan. Jadi yang menjadi masalah bukan kurang diperhatikan, tapi pohon ara itu sendiri. Inilah gambaran hidup orang percaya, yaitu orang-orang non Yahudi, yang karena iman percaya kepada Yesus beroleh kasih karunia-Nya: dipilih, diselamatkan dan diangkat menjadi anak-anak-Nya, "yaitu kita, yang telah dipanggil-Nya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain, seperti yang difirmankan-Nya juga dalam kitab nabi Hosea: 'Yang bukan umat-Ku akan Kusebut: umat-Ku dan yang bukan kekasih: kekasih.' Dan di tempat, di mana akan dikatakan kepada mereka: 'Kamu ini bukanlah umat-Ku,' di sana akan dikatakan kepada mereka: 'Anak-anak Allah yang hidup.'" (Roma 9:24-26).
Jadi, kita yang hidup di bawah kasih karunia Tuhan, artinya hidup dengan perlakuan istimewa dari Tuhan, dituntut menghasilkan buah. "Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (Yohanes 15:8).
Tidak berbuah berarti telah menyia-nyiakan kasih karunia yang telah Tuhan berikan kepadanya!
Baca: Lukas 13:6-9
"Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya." Lukas 13:7a
Dalam Alkitab seringkali pohon dipakai untuk melukiskan keadaan manusia. Orang yang kesukaannya merenungkan Taurat Tuhan siang dan malam seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, menghasilkan buahnya pada musimnya, tidak layu daunnya, apa saja yang diperbuatnya berhasil (baca Mazmur 1:2-3); orang yang mengandalkan Tuhan dalam segala hal seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, tidak mengalami datangnya panas terik, daunnya tetap hijau, tidak kuatir dalam tahun kering, tidak berhenti menghasilkan buah (baca Yeremia 17:8).
Pada bacaan hari ini tiga tahun lamanya pemilik kebun mencari buah pada pohon ara miliknya, tapi tidak menemukannya. Tahun pertama: tidak ada buah masih bisa dimaklumi, mungkin pohon itu masih terlalu muda untuk berbuah; tahun kedua: belum ada buah, mungkin masih kurang pupuk atau ada batu-batu yang harus disingkirkan atau tanah perlu dicangkul supaya gembur; tahun ketiga: tetap saja tidak berbuah, padahal segala usaha sudah dilakukan. Jadi yang menjadi masalah bukan kurang diperhatikan, tapi pohon ara itu sendiri. Inilah gambaran hidup orang percaya, yaitu orang-orang non Yahudi, yang karena iman percaya kepada Yesus beroleh kasih karunia-Nya: dipilih, diselamatkan dan diangkat menjadi anak-anak-Nya, "yaitu kita, yang telah dipanggil-Nya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain, seperti yang difirmankan-Nya juga dalam kitab nabi Hosea: 'Yang bukan umat-Ku akan Kusebut: umat-Ku dan yang bukan kekasih: kekasih.' Dan di tempat, di mana akan dikatakan kepada mereka: 'Kamu ini bukanlah umat-Ku,' di sana akan dikatakan kepada mereka: 'Anak-anak Allah yang hidup.'" (Roma 9:24-26).
Jadi, kita yang hidup di bawah kasih karunia Tuhan, artinya hidup dengan perlakuan istimewa dari Tuhan, dituntut menghasilkan buah. "Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (Yohanes 15:8).
Tidak berbuah berarti telah menyia-nyiakan kasih karunia yang telah Tuhan berikan kepadanya!
Thursday, January 5, 2017
BAGAI POHON ARA YANG TIDAK BERBUAH (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Januari 2017
Baca: Lukas 13:6-9
"Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya." Lukas 13:6
Daerah Palestina dikenal sebagai wilayah pegunungan yang subur. Itulah sebabnya di sana banyak dijumpai berbagai tanaman buah-buahan, seperti pohon zaitun, pohon delima, pohon anggur, termasuk pohon ara juga bertumbuh dengan subur di sana. Pohon zaitun, pohon anggur dan pohon ara adalah tiga jenis pohon yang sering disebut di Alkitab.
Pohon ara adalah tanaman asli Asia barat daya, Israel, Siria dan Mesir. Pohon ini terkenal memiliki umur yang sangat panjang karena kemampuannya untuk beradaptasi dengan berbagai jenis tanah, bahkan pohon ini dapat tumbuh dengan baik di tanah yang berbatu-batu sekalipun. Tinggi pohon ara dapat mencapai kira-kira 9 m dengan diameter batang kira-kira 0,6 m, dan memiliki cabang-cabang yang melebar; dan karena memiliki daun yang lebarnya bisa mencapai 20 cm atau lebih, pohon ini bisa digunakan untuk berteduh atau bernaung. Adapun manfaat buah ara adalah sebagai sumber makanan pokok pada zaman Alkitab dan pada zaman sekarang di beberapa negeri Timur Tengah; bisa juga dijadikan kue ara kering yang praktis bisa dibawa ke mana-mana sebagai bekal. Kue ara juga bisa dipakai untuk pengobatan (baca 2 Raja-Raja 20:7).
Pohon ara yang dimaksudkan dalam perikop ini berbeda dengan pohon ara yang Tuhan Yesus jumpai di tepi jalan ketika Ia bersama dengan murid-murid-Nya melakukan perjalanan dari Betania ke Yerusalem, yang karena tidak menghasilkan buah dikutuk Tuhan: "Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya!" Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu." (Matius 21:19). Sedangkan dalam perumpamaan ini yang dimaksudkan sebagai 'pohon ara' dalam teks adalah tin (Ficus carica), sejenis ara yang berasal dari wilayah Laut Tengah yang buahnya dapat dimakan. Pohon ini dipilih secara khusus dan diperlakukan teramat istimewa oleh pemilik kebun: ditanam di kebun anggur, tanah sekeliling dicangkul dan dibuang batu-batunya, serta diberinya pupuk yang cukup, dengan harapan pohon itu tumbuh dengan baik dan berbuah lebat. Hasilnya? Pohon ara itu tetap saja tidak menghasilkan buah. Ini mengingatkan kita tentang nyanyian Yesaya tentang kebun anggur (baca Yesaya 5:1-7), yang meski sudah dirawat sedemikian rupa hanya menghasilkan buah anggur yang asam. Sungguh mengecewakan! (Bersambung)
Baca: Lukas 13:6-9
"Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya." Lukas 13:6
Daerah Palestina dikenal sebagai wilayah pegunungan yang subur. Itulah sebabnya di sana banyak dijumpai berbagai tanaman buah-buahan, seperti pohon zaitun, pohon delima, pohon anggur, termasuk pohon ara juga bertumbuh dengan subur di sana. Pohon zaitun, pohon anggur dan pohon ara adalah tiga jenis pohon yang sering disebut di Alkitab.
Pohon ara adalah tanaman asli Asia barat daya, Israel, Siria dan Mesir. Pohon ini terkenal memiliki umur yang sangat panjang karena kemampuannya untuk beradaptasi dengan berbagai jenis tanah, bahkan pohon ini dapat tumbuh dengan baik di tanah yang berbatu-batu sekalipun. Tinggi pohon ara dapat mencapai kira-kira 9 m dengan diameter batang kira-kira 0,6 m, dan memiliki cabang-cabang yang melebar; dan karena memiliki daun yang lebarnya bisa mencapai 20 cm atau lebih, pohon ini bisa digunakan untuk berteduh atau bernaung. Adapun manfaat buah ara adalah sebagai sumber makanan pokok pada zaman Alkitab dan pada zaman sekarang di beberapa negeri Timur Tengah; bisa juga dijadikan kue ara kering yang praktis bisa dibawa ke mana-mana sebagai bekal. Kue ara juga bisa dipakai untuk pengobatan (baca 2 Raja-Raja 20:7).
Pohon ara yang dimaksudkan dalam perikop ini berbeda dengan pohon ara yang Tuhan Yesus jumpai di tepi jalan ketika Ia bersama dengan murid-murid-Nya melakukan perjalanan dari Betania ke Yerusalem, yang karena tidak menghasilkan buah dikutuk Tuhan: "Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya!" Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu." (Matius 21:19). Sedangkan dalam perumpamaan ini yang dimaksudkan sebagai 'pohon ara' dalam teks adalah tin (Ficus carica), sejenis ara yang berasal dari wilayah Laut Tengah yang buahnya dapat dimakan. Pohon ini dipilih secara khusus dan diperlakukan teramat istimewa oleh pemilik kebun: ditanam di kebun anggur, tanah sekeliling dicangkul dan dibuang batu-batunya, serta diberinya pupuk yang cukup, dengan harapan pohon itu tumbuh dengan baik dan berbuah lebat. Hasilnya? Pohon ara itu tetap saja tidak menghasilkan buah. Ini mengingatkan kita tentang nyanyian Yesaya tentang kebun anggur (baca Yesaya 5:1-7), yang meski sudah dirawat sedemikian rupa hanya menghasilkan buah anggur yang asam. Sungguh mengecewakan! (Bersambung)