Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 November 2016
Baca: Amsal 21:25-31
"Keinginan bernafsu sepanjang hari, tetapi orang benar memberi tanpa batas." Amsal 21:26
Semua manusia yang ada di dunia ini pada dasarnya memiliki keinginan-keinginan dalam hidupnya, bahkan keinginan-keinginan baru selalu timbul setiap hari.
Salahkah punya keinginan? Tidak. Namun yang harus kita ingat adalah keinginan-keinginan tersebut dapat membawa kita ke dua arah yang positif atau negatif. Keinginan-keinginan yang positif pasti dapat membawa hidup kita pada segala kebaikan, sebaliknya keinginan-keinginan yang negatif akan mengantarkan hidup kita pada hal-hal buruk. Sadar atau tidak keinginan kita hari ini akan sangat mempengaruhi keadaan kita di masa depan. Artinya apa yang kita inginkan hari ini, jika itu hal-hal positif dan sesuai kehendak Tuhan, akan menjadikan hari esok kita baik. Sebaliknya jika hari ini keinginan kita dipenuhi hal-hal negatif atau bertentangan dengan kehendak Tuhan, cepat atau lambat kita pun akan menuai dampaknya.
Rasul Paulus menasihati agar kita tidak menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang dilakukan oleh umat Israel (baca 1 Korintus 10:6) sehingga Tuhan tidak berkenan kepada sebagian besar mereka. Kegagalan sebagian besar umat Israel memasuki tanah perjanjian menjadi suatu peringatan keras bagi kita. Mereka tidak mengalami penggenapan janji Tuhan karena hati mereka dipenuhi oleh keinginan-keinginan jahat. Tak bisa dipungkiri bahwa dalam menjalani hidup ini setiap saat kita pasti dihadapkan pada banyak sekali ujian dan tantangan, karena bagaimana pun juga dunia ini bukanlah firdaus. Artinya selama kaki kita masih menginjak bumi kita pun tak luput dari hal-hal yang bersifat jahat: fitnahan, cemoohan, iri hati, kebencian, perlakuan tidak adil dari orang lain atau hal-hal menyakitkan lainnya. Apabila hati dan pikiran kita dipenuhi oleh keinginan-keinginan untuk membalas kejahatan dengan kejahatan sama artinya kita sedang merintis jalan untuk menghancurkan hidup kita sendiri, sebab firman Tuhan sudah memeringatkan: "...jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik," (1 Tesalonika 5:15).
Milikilah keinginan-keinginan yang selaras dengan kehendak Tuhan supaya masa depan kita menjadi baik, sebab keinginan orang benar pasti diluluskan-Nya!
Wednesday, November 30, 2016
Tuesday, November 29, 2016
LEBAH YANG MENGHASILKAN MADU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 November 2016
Baca: Mazmur 81:1-17
"Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik dan dengan madu dari gunung batu Aku akan mengenyangkannya." Mazmur 81:17
Membahas tentang madu tak lepas dari si penghasil madu itu sendiri yaitu lebah. Ada hal-hal menarik yang dapat kita pelajari dari kehidupan seekor lebah, yang termasuk dalam golongan serangga. Lebah suka sekali berada di suasana yang indah, selalu mencari, menemukan dan hinggap pada setiap bunga untuk menghisap sari madu bunga-bunga tersebut. Lebah hinggap dari satu bunga ke bunga lain untuk menjemput sari madu dan mengumpulkannya di sarang. Dengan kata lain lebah tertarik pada aroma yang harum dan sama sekali tidak tertarik pada sesuatu yang kotor. Selain itu lebah hidup rukun dalam satu koloni dan patuh pada seekor ratu lebah selaku pemimpin koloni itu. Lebah taat kepada pembagian kerja: ada yang bertugas membuat sarang, ada yang khusus bertugas mencari madu, ada yang menjaga sarang, dan ada juga yang menjaga ratu lebah. Lebah madu adalah serangga sosial. Madu yang dihasilkannya kaya manfaat dan dikenal sangat berkhasiat untuk kesehatan: meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menambah stamina dan lain-lain.
Begitu pula dengan orang percaya yang hidup bersungguh-sungguh di dalam Tuhan. Ia memiliki gaya hidup seperti lebah yang tidak lagi tertarik dengan hal-hal yang kotor dan jorok, melainkan lebih tertarik kepada hal-hal yang baik dan indah, dan menjauhkan diri dari segala bentuk kecemaran (dosa), sebab "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Selain itu ia akan suka 'tinggal' di dalam firman: dengan merenungkannya siang dan malam, sebab Taurat Tuhan itu "...lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah." (Mazmur 19:11).
Tinggal di dalam firman-Nya ini juga berbicara tentang ketaatan! Karena senantiasa melekat kepada Tuhan dan mau taat dipimpin oleh Roh Kudus, orang percaya pun dibekali 'sengat' yang mematikan untuk melawan tipu muslihat si Iblis yang berusaha untuk menghancurkan kehidupan rohaninya.
Tuhan akan mengenyangkan kita dengan hal-hal yang manis seperti madu ketika kita hidup seturut dengan kehendak-Nya dan menjauhkan diri dari kecemaran.
Baca: Mazmur 81:1-17
"Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik dan dengan madu dari gunung batu Aku akan mengenyangkannya." Mazmur 81:17
Membahas tentang madu tak lepas dari si penghasil madu itu sendiri yaitu lebah. Ada hal-hal menarik yang dapat kita pelajari dari kehidupan seekor lebah, yang termasuk dalam golongan serangga. Lebah suka sekali berada di suasana yang indah, selalu mencari, menemukan dan hinggap pada setiap bunga untuk menghisap sari madu bunga-bunga tersebut. Lebah hinggap dari satu bunga ke bunga lain untuk menjemput sari madu dan mengumpulkannya di sarang. Dengan kata lain lebah tertarik pada aroma yang harum dan sama sekali tidak tertarik pada sesuatu yang kotor. Selain itu lebah hidup rukun dalam satu koloni dan patuh pada seekor ratu lebah selaku pemimpin koloni itu. Lebah taat kepada pembagian kerja: ada yang bertugas membuat sarang, ada yang khusus bertugas mencari madu, ada yang menjaga sarang, dan ada juga yang menjaga ratu lebah. Lebah madu adalah serangga sosial. Madu yang dihasilkannya kaya manfaat dan dikenal sangat berkhasiat untuk kesehatan: meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menambah stamina dan lain-lain.
Begitu pula dengan orang percaya yang hidup bersungguh-sungguh di dalam Tuhan. Ia memiliki gaya hidup seperti lebah yang tidak lagi tertarik dengan hal-hal yang kotor dan jorok, melainkan lebih tertarik kepada hal-hal yang baik dan indah, dan menjauhkan diri dari segala bentuk kecemaran (dosa), sebab "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Selain itu ia akan suka 'tinggal' di dalam firman: dengan merenungkannya siang dan malam, sebab Taurat Tuhan itu "...lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah." (Mazmur 19:11).
Tinggal di dalam firman-Nya ini juga berbicara tentang ketaatan! Karena senantiasa melekat kepada Tuhan dan mau taat dipimpin oleh Roh Kudus, orang percaya pun dibekali 'sengat' yang mematikan untuk melawan tipu muslihat si Iblis yang berusaha untuk menghancurkan kehidupan rohaninya.
Tuhan akan mengenyangkan kita dengan hal-hal yang manis seperti madu ketika kita hidup seturut dengan kehendak-Nya dan menjauhkan diri dari kecemaran.
Monday, November 28, 2016
HAK DAN KEWAJIBAN HARUS SEIMBANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 November 2016
Baca: Efesus 6:1-9
"Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan." Efesus 6:8
Secara umum hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan. Hak dan kewajiban adalah dua aspek yang tidak terpisahkan dan saling berkaitan. Bila seseorang sudah melaksanakan kewajibannya dengan baik maka secara otomatis hak akan menjadi bagiannya. Namun banyak orang lebih mengedepankan hak, alias menuntut haknya dipenuhi terlebih dahulu, tetapi urusan kewajiban diabaikan. Jadi menuntut hak secara penuh tetapi tidak menjalankan kewajiban sesuai harapan.
Untuk mewujudkan sebuah kemitraan yang baik hak dan kewajiban haruslah berjalan secara seimbang. Seorang hamba, dalam situasi dan kondisi apa pun, berkewajiban untuk taat pada tuannya yaitu mengerjakan dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi tugasnya. "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia." (Efesus 6:5-7). Taat artinya memberi diri dengan menundukkan keberadaan diri sebagai sikap hormat yang keluar dari dasar hati yang terdalam, bukan kepura-puraan atau sebatas menyenangkan sang tuan. Ini berbicara tentang dedikasi dan loyalitas.
Ketaatan kepada tuan harus disamakan dengan taat kepada Kristus, yaitu melakukan tugas dengan segenap hati sebagai kehendak Tuhan atas dirinya. Sebagai tuan kita pun harus tahu apa yang menjadi bagian kita yaitu memenuhi kewajiban dengan baik. Firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah engkau memeras sesamamu manusia...janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya." (Imamat 19:13). Secara tegas rasul Paulus menyatakan entang kemahatahuan dan keadilan Tuhan atas para tuan yang tidak memenuhi tanggung jawabnya (Efesus 6:9).
Berkat tersedia bagi hamba-hamba dan tuan-tuan yang mampu menjalankan perannya sesuai kehendak Tuhan!
Baca: Efesus 6:1-9
"Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan." Efesus 6:8
Secara umum hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan. Hak dan kewajiban adalah dua aspek yang tidak terpisahkan dan saling berkaitan. Bila seseorang sudah melaksanakan kewajibannya dengan baik maka secara otomatis hak akan menjadi bagiannya. Namun banyak orang lebih mengedepankan hak, alias menuntut haknya dipenuhi terlebih dahulu, tetapi urusan kewajiban diabaikan. Jadi menuntut hak secara penuh tetapi tidak menjalankan kewajiban sesuai harapan.
Untuk mewujudkan sebuah kemitraan yang baik hak dan kewajiban haruslah berjalan secara seimbang. Seorang hamba, dalam situasi dan kondisi apa pun, berkewajiban untuk taat pada tuannya yaitu mengerjakan dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi tugasnya. "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia." (Efesus 6:5-7). Taat artinya memberi diri dengan menundukkan keberadaan diri sebagai sikap hormat yang keluar dari dasar hati yang terdalam, bukan kepura-puraan atau sebatas menyenangkan sang tuan. Ini berbicara tentang dedikasi dan loyalitas.
Ketaatan kepada tuan harus disamakan dengan taat kepada Kristus, yaitu melakukan tugas dengan segenap hati sebagai kehendak Tuhan atas dirinya. Sebagai tuan kita pun harus tahu apa yang menjadi bagian kita yaitu memenuhi kewajiban dengan baik. Firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah engkau memeras sesamamu manusia...janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya." (Imamat 19:13). Secara tegas rasul Paulus menyatakan entang kemahatahuan dan keadilan Tuhan atas para tuan yang tidak memenuhi tanggung jawabnya (Efesus 6:9).
Berkat tersedia bagi hamba-hamba dan tuan-tuan yang mampu menjalankan perannya sesuai kehendak Tuhan!
Sunday, November 27, 2016
MENJADI BERKAT DI TENGAH KESESAKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 November 2016
Baca: Mazmur 142:1-8
"Perhatikanlah teriakku, sebab aku telah menjadi sangat lemah. Lepaskanlah aku dari pada orang-orang yang mengejar aku, sebab mereka terlalu kuat bagiku." Mazmur 142:7
Adalah mudah untuk mengatakan hal-hal yang positif: membangun, menguatkan, menghibur orang lain ketika orang sedang dalam keadaan baik dan tanpa masalah; namun jika diri sendiri sedang mengalami situasi sulit atau dalam kondisi yang buruk, mampukah mempertahankan konsistensi untuk berkata positif? Jangankan menguatkan orang lain, menghibur diri sendiri saja mungkin sulit. Yang terjadi adalah kita mengasihani diri sendiri, dan tidak peduli dengan orang lain.
Mari belajar dari pengalaman hidup Daud! Ketika itu Daud sedang dalam tekanan yang hebat karena dikejar-kejar Saul yang hendak membunuhnya. Daud pun melarikan diri dan bersembunyi di gua Adulam dengan maksud menenangkan diri dan berlindung. Daud mengungkapkan jerit hatinya kepada Tuhan dan memohon pertolongan-Nya, "Aku mencurahkan keluhanku ke hadapan-Nya, kesesakanku kuberitahukan ke hadapan-Nya." (ayat 3). Apa yang selanjutnya dialami Daud di gua itu? "Berhimpunlah juga kepadanya setiap orang yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati," (1 Samuel 22:2). Datanglah kepadanya orang-orang yang sedang bermasalah, yang jumlahnya kira-kira empat ratus orang. Tak bisa dibayangkan bagaimana reaksi Daud saat itu, ia yang sebenarnya membutuhkan kekuatan, penghiburan dan dorongan semangat, justru mendapat kiriman Tuhan orang-orang yang bernasib sama ke tempat persembunyiannya, untuk dihibur dan dikuatkan olehnya. Ada rencana Tuhan di balik masalah yang dialami Daud! Tuhan menempatkan Daud sebagai penolong bagi orang lain: menghibur, menguatkan, membangkitkan semangat seperti tertulis: "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." (Amsal 27:17).
Melalui kehadiran orang-orang yang bermasalah, Daud diharapkan mampu menjalankan perannya sebagai seorang konselor, bahkan menjadi pemimpin atas mereka. Berbicara tentang kepemimpinan berarti pula berbicara tentang keteladanan. Meski Alkitab tidak mencatat secara detil kejadian di gua Adulam itu, kita percaya bahwa Daud menunjukkan kualitas hidup yang berbeda.
Tuhan punya cara yang ajaib untuk menolong dan membangkitkan semangat Daud!
Baca: Mazmur 142:1-8
"Perhatikanlah teriakku, sebab aku telah menjadi sangat lemah. Lepaskanlah aku dari pada orang-orang yang mengejar aku, sebab mereka terlalu kuat bagiku." Mazmur 142:7
Adalah mudah untuk mengatakan hal-hal yang positif: membangun, menguatkan, menghibur orang lain ketika orang sedang dalam keadaan baik dan tanpa masalah; namun jika diri sendiri sedang mengalami situasi sulit atau dalam kondisi yang buruk, mampukah mempertahankan konsistensi untuk berkata positif? Jangankan menguatkan orang lain, menghibur diri sendiri saja mungkin sulit. Yang terjadi adalah kita mengasihani diri sendiri, dan tidak peduli dengan orang lain.
Mari belajar dari pengalaman hidup Daud! Ketika itu Daud sedang dalam tekanan yang hebat karena dikejar-kejar Saul yang hendak membunuhnya. Daud pun melarikan diri dan bersembunyi di gua Adulam dengan maksud menenangkan diri dan berlindung. Daud mengungkapkan jerit hatinya kepada Tuhan dan memohon pertolongan-Nya, "Aku mencurahkan keluhanku ke hadapan-Nya, kesesakanku kuberitahukan ke hadapan-Nya." (ayat 3). Apa yang selanjutnya dialami Daud di gua itu? "Berhimpunlah juga kepadanya setiap orang yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati," (1 Samuel 22:2). Datanglah kepadanya orang-orang yang sedang bermasalah, yang jumlahnya kira-kira empat ratus orang. Tak bisa dibayangkan bagaimana reaksi Daud saat itu, ia yang sebenarnya membutuhkan kekuatan, penghiburan dan dorongan semangat, justru mendapat kiriman Tuhan orang-orang yang bernasib sama ke tempat persembunyiannya, untuk dihibur dan dikuatkan olehnya. Ada rencana Tuhan di balik masalah yang dialami Daud! Tuhan menempatkan Daud sebagai penolong bagi orang lain: menghibur, menguatkan, membangkitkan semangat seperti tertulis: "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." (Amsal 27:17).
Melalui kehadiran orang-orang yang bermasalah, Daud diharapkan mampu menjalankan perannya sebagai seorang konselor, bahkan menjadi pemimpin atas mereka. Berbicara tentang kepemimpinan berarti pula berbicara tentang keteladanan. Meski Alkitab tidak mencatat secara detil kejadian di gua Adulam itu, kita percaya bahwa Daud menunjukkan kualitas hidup yang berbeda.
Tuhan punya cara yang ajaib untuk menolong dan membangkitkan semangat Daud!
Saturday, November 26, 2016
EDOM: Bersukacita Di Atas Penderitaan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 November 2016
Baca: Yehezkiel 35:1-15
"Oleh karena dalam hatimu terpendam rasa permusuhan yang turun-temurun dan engkau membiarkan orang Israel menjadi makanan pedang pada hari sial mereka, waktu saatnya tiba untuk penghakiman terakhir," Yehezkiel 35:5
Dalam praktek hidup sehari-hari kita sering mendengar istilah 'menari di atas penderitaan orang lain', yaitu seseorang yang tampak senang atau bersukacita ketika melihat orang lain hidup menderita, tertawa lebar karena kemalangan yang dialami orang lain. Benarkah sikap yang demikian? Tuhan tidak menghendaki kita bersukacita karena kesusahan, penderitaan atau kemalangan yang dialami oleh orang lain, termasuk yang dialami oleh musuh sekalipun. Inilah nasihat rasul Paulus, "Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!" (Roma 12:15). Inilah yang disebut tepa selira (bahasa Jawa), berbela rasa. Ketika melihat orang lain sedang tertimpa kesusahan atau kemalangan, Tuhan menghendaki kita berbuat sesuatu untuk menolong, bukan malah ketawa-ketiwi, dan berkata dalam hati: "Rasain lho...!"
Edom memusuhi bangsa Israel, yang adalah umat pilihan Tuhan, dan menutup mata ketika melihat penderitaan umat Israel yang diakibatkan serangan musuh, bahkan mereka tampak bersukacita melihat umat Israel begitu menderita. Edom merupakan nama tempat yang sebelumnya dikenal dengan nama pegunungan Seir. Tanah dan penghuni Edom ini dapat ditemukan di dataran selatan dan tenggara Laut Mati. Nama Edom memiliki tiga makna: *nama lain dari Esau sebagai peringatan bahwa ia telah menukarkan hak kesulungannya dengan sup merah; *Edom sebagai satu kelompok bangsa; *tanah yang diduduki oleh keturunan Esau, yang sebelumnya dikenal dengan nama Seir.
Kata Edom sendiri memiliki arti merah. Dan akhirnya warna 'merah' itupun menjadi sebuah kenyataan, karena tempat itu dipenuhi oleh warna merah oleh tumpahan darah para penduduknya yang mendapatkan penghukuman atau pembalasan dari Tuhan. "Aku akan menjadikan engkau darah dan darah akan mengejar engkau; oleh sebab engkau bersalah karena mencurahkan darah, maka darah akan mengejar engkau. Aku akan menjadikan pegunungan Seir musnah dan sunyi sepi dan melenyapkan dari padanya orang-orang yang lalu lalang." (Yehezkiel 35:6-7).
Karena memusuhi umat pilihan Tuhan, Edom harus menanggung akibatnya!
Baca: Yehezkiel 35:1-15
"Oleh karena dalam hatimu terpendam rasa permusuhan yang turun-temurun dan engkau membiarkan orang Israel menjadi makanan pedang pada hari sial mereka, waktu saatnya tiba untuk penghakiman terakhir," Yehezkiel 35:5
Dalam praktek hidup sehari-hari kita sering mendengar istilah 'menari di atas penderitaan orang lain', yaitu seseorang yang tampak senang atau bersukacita ketika melihat orang lain hidup menderita, tertawa lebar karena kemalangan yang dialami orang lain. Benarkah sikap yang demikian? Tuhan tidak menghendaki kita bersukacita karena kesusahan, penderitaan atau kemalangan yang dialami oleh orang lain, termasuk yang dialami oleh musuh sekalipun. Inilah nasihat rasul Paulus, "Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!" (Roma 12:15). Inilah yang disebut tepa selira (bahasa Jawa), berbela rasa. Ketika melihat orang lain sedang tertimpa kesusahan atau kemalangan, Tuhan menghendaki kita berbuat sesuatu untuk menolong, bukan malah ketawa-ketiwi, dan berkata dalam hati: "Rasain lho...!"
Edom memusuhi bangsa Israel, yang adalah umat pilihan Tuhan, dan menutup mata ketika melihat penderitaan umat Israel yang diakibatkan serangan musuh, bahkan mereka tampak bersukacita melihat umat Israel begitu menderita. Edom merupakan nama tempat yang sebelumnya dikenal dengan nama pegunungan Seir. Tanah dan penghuni Edom ini dapat ditemukan di dataran selatan dan tenggara Laut Mati. Nama Edom memiliki tiga makna: *nama lain dari Esau sebagai peringatan bahwa ia telah menukarkan hak kesulungannya dengan sup merah; *Edom sebagai satu kelompok bangsa; *tanah yang diduduki oleh keturunan Esau, yang sebelumnya dikenal dengan nama Seir.
Kata Edom sendiri memiliki arti merah. Dan akhirnya warna 'merah' itupun menjadi sebuah kenyataan, karena tempat itu dipenuhi oleh warna merah oleh tumpahan darah para penduduknya yang mendapatkan penghukuman atau pembalasan dari Tuhan. "Aku akan menjadikan engkau darah dan darah akan mengejar engkau; oleh sebab engkau bersalah karena mencurahkan darah, maka darah akan mengejar engkau. Aku akan menjadikan pegunungan Seir musnah dan sunyi sepi dan melenyapkan dari padanya orang-orang yang lalu lalang." (Yehezkiel 35:6-7).
Karena memusuhi umat pilihan Tuhan, Edom harus menanggung akibatnya!
Friday, November 25, 2016
KERENDAHAN HATI DAN IMAN: Menggerakkan Hati Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 November 2016
Baca: Lukas 7:1-10
"Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!" Lukas 7:9
Seorang hamba yang setia melakukan tugas dan dapat dipercaya pasti sangat dikasihi, sebab "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22).
Dalam bacaan di atas, begitu tahu hambanya sedang sakit tuannya pun menunjukkan perhatiannya dan berusaha mencari jalan untuk kesembuhannya. Ketika mendengar bahwa Tuhan Yesus berada di Kapernaum perwira itu menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi untuk memberitahukan hal itu kepada Tuhan dan meminta-Nya datang menyembuhkan hambanya itu. Yesus pun menyatakan kesediaan-Nya. Tetapi perwira itu menganggap diri tidak layak dikunjungi oleh-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu." (Lukas 7:6-7). Pernyataan ini menunjukkan bahwa perwira itu memiliki kerendahan hati. Meskipun sebenarnya ia adalah orang yang berpangkat atau terpandang tapi ia tidak memegahkan diri. Kerendahan hati adalah modal penting untuk menghadap Tuhan, sebab Tuhan mengasihi orang-orang yang punya kerendahan hati. "...orang yang rendah hati dikasihani-Nya." (Amsal 3:34), dan menentang orang-orang yang congkak. "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Ada kalimat bijak mengatakan, "Kerendahan hati dapat membuat seseorang terlihat istimewa di mata orang lain." Perwira itu juga memiliki iman yang luar biasa. "Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh." (Lukas 7:7b).
Sikap perwira ini sungguh jauh berbeda bila dibandingkan dengan Naaman yang merasa diri sebagai orang 'penting' yang berharap supaya abdi Tuhan datang kepadanya dan melakukan seperti yang diharapkan (baca 2 Raja-Raja 5:11). Tanpa harus menumpangkan tangan kepada hambanya, perwira dari Kapernaum itu sangat percaya Yesus sanggup menyembuhkan sakit yang diderita hambanya itu. Iman perwira Romawi itu melampaui iman yang Tuhan Yesus lihat di kalangan orang-orang Yahudi sendiri.
Ingin mengalami pemulihan dan kesembuhan? Milikilah kerendahan hati dan iman yang hidup seperti yang dimiliki oleh perwira Romawi itu.
Baca: Lukas 7:1-10
"Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!" Lukas 7:9
Seorang hamba yang setia melakukan tugas dan dapat dipercaya pasti sangat dikasihi, sebab "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22).
Dalam bacaan di atas, begitu tahu hambanya sedang sakit tuannya pun menunjukkan perhatiannya dan berusaha mencari jalan untuk kesembuhannya. Ketika mendengar bahwa Tuhan Yesus berada di Kapernaum perwira itu menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi untuk memberitahukan hal itu kepada Tuhan dan meminta-Nya datang menyembuhkan hambanya itu. Yesus pun menyatakan kesediaan-Nya. Tetapi perwira itu menganggap diri tidak layak dikunjungi oleh-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu." (Lukas 7:6-7). Pernyataan ini menunjukkan bahwa perwira itu memiliki kerendahan hati. Meskipun sebenarnya ia adalah orang yang berpangkat atau terpandang tapi ia tidak memegahkan diri. Kerendahan hati adalah modal penting untuk menghadap Tuhan, sebab Tuhan mengasihi orang-orang yang punya kerendahan hati. "...orang yang rendah hati dikasihani-Nya." (Amsal 3:34), dan menentang orang-orang yang congkak. "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Ada kalimat bijak mengatakan, "Kerendahan hati dapat membuat seseorang terlihat istimewa di mata orang lain." Perwira itu juga memiliki iman yang luar biasa. "Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh." (Lukas 7:7b).
Sikap perwira ini sungguh jauh berbeda bila dibandingkan dengan Naaman yang merasa diri sebagai orang 'penting' yang berharap supaya abdi Tuhan datang kepadanya dan melakukan seperti yang diharapkan (baca 2 Raja-Raja 5:11). Tanpa harus menumpangkan tangan kepada hambanya, perwira dari Kapernaum itu sangat percaya Yesus sanggup menyembuhkan sakit yang diderita hambanya itu. Iman perwira Romawi itu melampaui iman yang Tuhan Yesus lihat di kalangan orang-orang Yahudi sendiri.
Ingin mengalami pemulihan dan kesembuhan? Milikilah kerendahan hati dan iman yang hidup seperti yang dimiliki oleh perwira Romawi itu.
Thursday, November 24, 2016
KUNCI BERSUKACITA: Berserah Kepada Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 November 2016
Baca: Filipi 4:4-9
"Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." Filipi 4:8
Banyak orang Kristen tidak lagi bisa bersukacita, ketika sedang terhimpit beban atau masalah yang berat. Mereka dikalahkan oleh keadaan atau situasi. Sebagai orang percaya seharusnya hal ini tidak boleh terjadi!
Mahatma Gandhi, tokoh kenamaan dari India pernah berkata, "Tak ada yang menguras tubuh seperti kekuatiran, dan orang yang mempunyai iman pada Tuhan harus malu untuk kuatir tentang apa pun." Pemazmur menasihati, "Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." (Mazmur 55:23). Seburuk apa pun keadaan, asal kita memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan kita akan mampu tetap bersukacita. Ketika kita memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan kita berpotensi beroleh kekuatan adikodrati sehingga kita dapat berkata seperti rasul Paulus berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Berserah kepada Tuhan bukan berarti bersikap pasif dan menjadi malas. Berserah kepada Tuhan artinya membawa segala pergumulan yang kita kuatirkan kepada Tuhan dengan penuh penyerahan, dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Kalau kita sudah menyerahkan segala pergumulan kepada Tuhan dalam doa kita pun harus meyakini bahwa Tuhan akan menjawab doa. Ada unsur iman yang bekerja, sebab iman tanpa disertai perbuatan pada hakekatnya adalah mati (baca Yakobus 2:17). Permohonan artinya memohon belas kasihan Tuhan yang biasanya disertai dengan sikap merendahkan diri, meratap, mengerang dan berpuasa untuk menarik simpati Tuhan. "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan..." (2 Tawarikh 7:14). Ucapan syukur adalah perwujudan dari sikap hati yang benar atau pikiran yang positif.
Berserah kepada Tuhan berarti kita mempercayai Dia sebagai Pribadi yang Mahasanggup, yang kuasa-Nya jauh lebih besar dari masalah kita!
Baca: Filipi 4:4-9
"Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." Filipi 4:8
Banyak orang Kristen tidak lagi bisa bersukacita, ketika sedang terhimpit beban atau masalah yang berat. Mereka dikalahkan oleh keadaan atau situasi. Sebagai orang percaya seharusnya hal ini tidak boleh terjadi!
Mahatma Gandhi, tokoh kenamaan dari India pernah berkata, "Tak ada yang menguras tubuh seperti kekuatiran, dan orang yang mempunyai iman pada Tuhan harus malu untuk kuatir tentang apa pun." Pemazmur menasihati, "Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." (Mazmur 55:23). Seburuk apa pun keadaan, asal kita memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan kita akan mampu tetap bersukacita. Ketika kita memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan kita berpotensi beroleh kekuatan adikodrati sehingga kita dapat berkata seperti rasul Paulus berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Berserah kepada Tuhan bukan berarti bersikap pasif dan menjadi malas. Berserah kepada Tuhan artinya membawa segala pergumulan yang kita kuatirkan kepada Tuhan dengan penuh penyerahan, dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Kalau kita sudah menyerahkan segala pergumulan kepada Tuhan dalam doa kita pun harus meyakini bahwa Tuhan akan menjawab doa. Ada unsur iman yang bekerja, sebab iman tanpa disertai perbuatan pada hakekatnya adalah mati (baca Yakobus 2:17). Permohonan artinya memohon belas kasihan Tuhan yang biasanya disertai dengan sikap merendahkan diri, meratap, mengerang dan berpuasa untuk menarik simpati Tuhan. "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan..." (2 Tawarikh 7:14). Ucapan syukur adalah perwujudan dari sikap hati yang benar atau pikiran yang positif.
Berserah kepada Tuhan berarti kita mempercayai Dia sebagai Pribadi yang Mahasanggup, yang kuasa-Nya jauh lebih besar dari masalah kita!
Wednesday, November 23, 2016
KUNCI BERSUKACITA: Buang Rasa Kuatir
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2016
Baca: Filipi 4:4-9
"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" Filipi 4:4
Tak terbantahkan bahwa hari-hari ini banyak orang mengalami kekuatiran dalam hidup disebabkan keadaan dunia yang serba tidak menentu dan penuh goncangan-goncangan di segala aspek. Karena dikuasai oleh kekuatiran hilanglah sukacita dalam diri seseorang, mungkin mulut masih bisa tertawa atau tersenyum, tetapi sesungguhnya hati bisa saja merana. Kekuatiran adalah pencuri sukacita terbesar!
Rasul Paulus menasihati, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (ayat 6). Sesungguhnya Paulus memiliki 1001 alasan untuk kuatir dan tidak bersukacita, karena pada saat itu ia sedang berada di dalam penjara dan juga menunggu eksekusi hukuman mati yang akan dilaksanakan terhadapnya. Belum lagi ia mendengar kabar bahwa di gereja Efesus terjadi perpecahan di antara para pemimpin rohaninya. Kesemuanya itu berpotensi membuatnya tidak bersukacita, tetapi ia justru dapat berkata, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (ayat nas). Apa rahasia hidup Paulus yang dalam kondisi sangat memprihatinkan tetap mampu bersukacita? Bersukacita atau tetap kuatir adalah sebuah keputusan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7). Paulus membuat keputusan untuk tidak mau dikuasai oleh kekuatiran karena ia tahu bahwa kekuatiran bukan hanya akan mematahkan semangat di dalam diri, tetapi juga akan menguras energi/staminanya.
Bukankah hati yang tidak bersukacita memicu terciptanya berbagai penyakit alias mengganggu kesehatan kita? Kekuatiran benar-benar hanya akan menarik kita ke arah berlawanan, menjauh dari sasaran yang hendak kita tuju sehingga fokus kita pun terpecah-belah. Itulah sebabnya Paulus tidak mau dikuasai oleh kekuatiran. Hal ini bukan menunjuk pada sikap menolak atau melarikan diri dari perasaan yang sedang dialaminya, tetapi suatu sikap yang tidak ingin dikuasai atau digerogoti oleh kekuatan yang sedang terjadi.
Berdasarkan pengalaman dan survei: apa yang kita kuatirkan itu kebanyakan tidak pernah terjadi, rugi sekali bila kita terus diliputi rasa kuatir!
Baca: Filipi 4:4-9
"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" Filipi 4:4
Tak terbantahkan bahwa hari-hari ini banyak orang mengalami kekuatiran dalam hidup disebabkan keadaan dunia yang serba tidak menentu dan penuh goncangan-goncangan di segala aspek. Karena dikuasai oleh kekuatiran hilanglah sukacita dalam diri seseorang, mungkin mulut masih bisa tertawa atau tersenyum, tetapi sesungguhnya hati bisa saja merana. Kekuatiran adalah pencuri sukacita terbesar!
Rasul Paulus menasihati, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (ayat 6). Sesungguhnya Paulus memiliki 1001 alasan untuk kuatir dan tidak bersukacita, karena pada saat itu ia sedang berada di dalam penjara dan juga menunggu eksekusi hukuman mati yang akan dilaksanakan terhadapnya. Belum lagi ia mendengar kabar bahwa di gereja Efesus terjadi perpecahan di antara para pemimpin rohaninya. Kesemuanya itu berpotensi membuatnya tidak bersukacita, tetapi ia justru dapat berkata, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (ayat nas). Apa rahasia hidup Paulus yang dalam kondisi sangat memprihatinkan tetap mampu bersukacita? Bersukacita atau tetap kuatir adalah sebuah keputusan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7). Paulus membuat keputusan untuk tidak mau dikuasai oleh kekuatiran karena ia tahu bahwa kekuatiran bukan hanya akan mematahkan semangat di dalam diri, tetapi juga akan menguras energi/staminanya.
Bukankah hati yang tidak bersukacita memicu terciptanya berbagai penyakit alias mengganggu kesehatan kita? Kekuatiran benar-benar hanya akan menarik kita ke arah berlawanan, menjauh dari sasaran yang hendak kita tuju sehingga fokus kita pun terpecah-belah. Itulah sebabnya Paulus tidak mau dikuasai oleh kekuatiran. Hal ini bukan menunjuk pada sikap menolak atau melarikan diri dari perasaan yang sedang dialaminya, tetapi suatu sikap yang tidak ingin dikuasai atau digerogoti oleh kekuatan yang sedang terjadi.
Berdasarkan pengalaman dan survei: apa yang kita kuatirkan itu kebanyakan tidak pernah terjadi, rugi sekali bila kita terus diliputi rasa kuatir!
Tuesday, November 22, 2016
MASIH TERTUTUPI SELUBUNG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2016
Baca: Titus 2:1-10
"...jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu, sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu sehingga lawan menjadi malu, karena tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita." Titus 2:7-8
Menjadi terang dunia adalah kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya! Menjadi terang berarti mampu memancarkan sinar terang bagi orang lain. Namun banyak orang Kristen belum menjalankan fungsi seperti yang Tuhan kehendaki, tidak dapat menyinarkan terang kepada orang lain, padahal firman-Nya jelas mengatakan: "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
Mengapa kita tidak bisa memancarkan terang? Karena di dalam diri kita masih ada selubung-selubung yang menghalangi sehingga terang Ilahi tak bisa memancar keluar. Selubung-selubung itu adalah perbuatan-perbuatan dosa yang masih dilakukan, baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Selama kita masih hidup dalam dosa, tidak menunjukkan keteladanan hidup, kita tidak bisa menjadi berkat bagi orang lain. Percuma fasih berbicara tentang firman Tuhan jika perbuatan kita tidak berpadanan dengan firman itu sendiri, justru hanya akan menjadi batu sandungan atau cemoohan orang lain, karena menjadi terang berbicara tentang keteladanan hidup (ayat nas). Kalau kita sudah menunjukkan teladan hidup maka orang lain tidak akan punya alasan untuk mempermalukan kita, "...karena tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita." (ayat nas).
Terang hanya berbuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran, maka "Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. Sebab menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan." (Efesus 5:12). Dengan demikian kehidupan kita benar-benar menjadi teladan yang bisa diartikan sebagai contoh, patokan, atau pola, sehingga nama Tuhan pun dipermuliakan.
Pelita yang padam pasti tidak akan berguna, demikian pula kehidupan orang Kristen yang tak memancarkan sinar Kristus!
Baca: Titus 2:1-10
"...jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu, sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu sehingga lawan menjadi malu, karena tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita." Titus 2:7-8
Menjadi terang dunia adalah kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya! Menjadi terang berarti mampu memancarkan sinar terang bagi orang lain. Namun banyak orang Kristen belum menjalankan fungsi seperti yang Tuhan kehendaki, tidak dapat menyinarkan terang kepada orang lain, padahal firman-Nya jelas mengatakan: "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
Mengapa kita tidak bisa memancarkan terang? Karena di dalam diri kita masih ada selubung-selubung yang menghalangi sehingga terang Ilahi tak bisa memancar keluar. Selubung-selubung itu adalah perbuatan-perbuatan dosa yang masih dilakukan, baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Selama kita masih hidup dalam dosa, tidak menunjukkan keteladanan hidup, kita tidak bisa menjadi berkat bagi orang lain. Percuma fasih berbicara tentang firman Tuhan jika perbuatan kita tidak berpadanan dengan firman itu sendiri, justru hanya akan menjadi batu sandungan atau cemoohan orang lain, karena menjadi terang berbicara tentang keteladanan hidup (ayat nas). Kalau kita sudah menunjukkan teladan hidup maka orang lain tidak akan punya alasan untuk mempermalukan kita, "...karena tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita." (ayat nas).
Terang hanya berbuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran, maka "Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. Sebab menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan." (Efesus 5:12). Dengan demikian kehidupan kita benar-benar menjadi teladan yang bisa diartikan sebagai contoh, patokan, atau pola, sehingga nama Tuhan pun dipermuliakan.
Pelita yang padam pasti tidak akan berguna, demikian pula kehidupan orang Kristen yang tak memancarkan sinar Kristus!
Monday, November 21, 2016
BERHARAP HANYA KEPADA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 November 2016
Baca: Ratapan 3:21-26
"Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap:" Ratapan 3:21
Keterbatasan adalah milik manusia, "...sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22), sedangkan ketidakterbatasan adalah milik Tuhan, "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9). Manusia tidak tahu apa yang akan terjadi di depannya, berbeda dengan Tuhan yang Mahatahu, mengetahui apa yang bakal terjadi dalam hidup ini. "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita..." (Ulangan 29:29).
Firman Tuhan mengajarkan kita untuk tidak berharap kepada manusia atau sesama, tetapi menaruh pengharapan sepenuhnya hanya kepada Tuhan sebab Dia adalah penguasa tunggal alam semesta ini dan semua perkara berada dalam kendali tangan-Nya yang kuat dan perkasa. Bapa kita yang di sorga, Ialah "...yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Matius 5:45). Dengan kata lain kalau Tuhan juga menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan tidak benar, bukankah Tuhan akan lebih memperhatikan anak-anak-Nya yang senantiasa berharap kepada-Nya? "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah." (Yeremia 17:7-8). Semakin banyak orang tergoncang karena mendengar dan melihat keadaan ekonomi dunia yang memburuk. Dunia boleh mengalami krisis, tetapi orang percaya tidak perlu takut, sebab "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28).
Dalam segala sesuatu yang kita kerjakan Tuhan adalah jaminan kita, asal kita percaya dan mempercayakan hidup hanya kepada-Nya. "Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;" (Mazmur 37:5).
Bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." Amsal 23:18
Baca: Ratapan 3:21-26
"Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap:" Ratapan 3:21
Keterbatasan adalah milik manusia, "...sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22), sedangkan ketidakterbatasan adalah milik Tuhan, "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9). Manusia tidak tahu apa yang akan terjadi di depannya, berbeda dengan Tuhan yang Mahatahu, mengetahui apa yang bakal terjadi dalam hidup ini. "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita..." (Ulangan 29:29).
Firman Tuhan mengajarkan kita untuk tidak berharap kepada manusia atau sesama, tetapi menaruh pengharapan sepenuhnya hanya kepada Tuhan sebab Dia adalah penguasa tunggal alam semesta ini dan semua perkara berada dalam kendali tangan-Nya yang kuat dan perkasa. Bapa kita yang di sorga, Ialah "...yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Matius 5:45). Dengan kata lain kalau Tuhan juga menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan tidak benar, bukankah Tuhan akan lebih memperhatikan anak-anak-Nya yang senantiasa berharap kepada-Nya? "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah." (Yeremia 17:7-8). Semakin banyak orang tergoncang karena mendengar dan melihat keadaan ekonomi dunia yang memburuk. Dunia boleh mengalami krisis, tetapi orang percaya tidak perlu takut, sebab "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28).
Dalam segala sesuatu yang kita kerjakan Tuhan adalah jaminan kita, asal kita percaya dan mempercayakan hidup hanya kepada-Nya. "Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;" (Mazmur 37:5).
Bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." Amsal 23:18
Sunday, November 20, 2016
TERTINDAS TETAP PUNYA INTEGRITAS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 November 2016
Baca: Daniel 6:1-29
"Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku,..." Daniel 6:23
Ketika berada dalam kesulitan, tekanan atau masalah berat biasanya orang mudah sekali melupakan Tuhan, karena mata jasmaninya hanya tertuju kepada besarnya masalah. Daniel adalah salah satu tokoh besar di Alkitab yang pernah melewati masa-masa sulit dalam hidupnya. Kala itu para pejabat tinggi pemerintahan Darius berusaha mencari alasan untuk menuduh dan menyalahkan Daniel dengan meminta raja mengeluarkan surat ketetapan: melarang semua orang menyembah Tuhan, dewa atau manusia lain kecuali kepada raja, dan bagi yang melanggar akan dilemparkan ke gua singa.
Siapa Daniel? Adalah tawanan perang yang ditangkap Nebukadnezar yang bersama dengan orang-orang Yahudi dari golongan atas lainnya diangkut ke Babel untuk dididik dan diperkerjakan di pemerintahan; Daniel bekerja di bawah pemerintahan raja Nebukadnezar, Belsyazar dan Darius dari tahun 605-536 SM. Dalam bahasa Ibrani nama Daniel berarti Tuhanlah hakimku. Mendengar surat perintah raja, Daniel tidak takut atau gentar sedikit pun melainkan tetap menjaga integritas rohaninya. "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Apa yang diyakini dan dikatakan sesuai dengan apa yang dilakukan. Ia percaya tidak ada yang layak disembah dan ditinggikan selain Tuhan yang hidup, yang duduk di atas takhta-Nya yang kudus di dalam Kerajaan Sorga. Sesuai arti namanya Daniel berkeyakinan bahwa Tuhanlah hakim yang adil, pasti sanggup menegakkan keadilan di tengah ketidakadilan.
Begitu melihat Daniel sedang berdoa kepada Tuhannya segeralah orang-orang melaporkan kepada raja, sehingga raja pun terpaksa melaksanakan ketetapannya: melemparkan Daniel ke gua singa. Selama Daniel berada di gua singa "...pergilah raja ke istananya dan berpuasalah ia semalam-malaman itu; ia tidak menyuruh datang penghibur-penghibur, dan ia tidak dapat tidur." (Daniel 6:19), karena membayangkan hal-hal buruk menimpa Daniel. Apa yang dikuatirkan raja tak terjadi! Karena Tuhan benar-benar telah menjadi hakim yang membela perkara Daniel.
Pembelaan Tuhan benar-benar nyata bagi orang yang berintegritas!
Baca: Daniel 6:1-29
"Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku,..." Daniel 6:23
Ketika berada dalam kesulitan, tekanan atau masalah berat biasanya orang mudah sekali melupakan Tuhan, karena mata jasmaninya hanya tertuju kepada besarnya masalah. Daniel adalah salah satu tokoh besar di Alkitab yang pernah melewati masa-masa sulit dalam hidupnya. Kala itu para pejabat tinggi pemerintahan Darius berusaha mencari alasan untuk menuduh dan menyalahkan Daniel dengan meminta raja mengeluarkan surat ketetapan: melarang semua orang menyembah Tuhan, dewa atau manusia lain kecuali kepada raja, dan bagi yang melanggar akan dilemparkan ke gua singa.
Siapa Daniel? Adalah tawanan perang yang ditangkap Nebukadnezar yang bersama dengan orang-orang Yahudi dari golongan atas lainnya diangkut ke Babel untuk dididik dan diperkerjakan di pemerintahan; Daniel bekerja di bawah pemerintahan raja Nebukadnezar, Belsyazar dan Darius dari tahun 605-536 SM. Dalam bahasa Ibrani nama Daniel berarti Tuhanlah hakimku. Mendengar surat perintah raja, Daniel tidak takut atau gentar sedikit pun melainkan tetap menjaga integritas rohaninya. "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Apa yang diyakini dan dikatakan sesuai dengan apa yang dilakukan. Ia percaya tidak ada yang layak disembah dan ditinggikan selain Tuhan yang hidup, yang duduk di atas takhta-Nya yang kudus di dalam Kerajaan Sorga. Sesuai arti namanya Daniel berkeyakinan bahwa Tuhanlah hakim yang adil, pasti sanggup menegakkan keadilan di tengah ketidakadilan.
Begitu melihat Daniel sedang berdoa kepada Tuhannya segeralah orang-orang melaporkan kepada raja, sehingga raja pun terpaksa melaksanakan ketetapannya: melemparkan Daniel ke gua singa. Selama Daniel berada di gua singa "...pergilah raja ke istananya dan berpuasalah ia semalam-malaman itu; ia tidak menyuruh datang penghibur-penghibur, dan ia tidak dapat tidur." (Daniel 6:19), karena membayangkan hal-hal buruk menimpa Daniel. Apa yang dikuatirkan raja tak terjadi! Karena Tuhan benar-benar telah menjadi hakim yang membela perkara Daniel.
Pembelaan Tuhan benar-benar nyata bagi orang yang berintegritas!
Saturday, November 19, 2016
KEADILAN TUHAN ITU SEMPURNA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 November 2016
Baca: Ulangan 32:1-14
"...karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia." Ulangan 32:4
Salah satu sifat Tuhan adalah adil. Yang dimaksud adil adalah bertindak benar sesuai standar kebenaran dan ketetapan hukum yang berlaku. Tuhan itu adil, artinya Ia akan selalu berlaku benar sesuai prinsip kebenaran-Nya. Keadilan Tuhan adalah sempurna, utuh, tidak bercacat cela, artinya semua yang Tuhan rencanakan, putuskan dan kerjakan selalu berada pada koridor keadilan. "Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-Nya teguh, kokoh untuk seterusnya dan selamanya, dilakukan dalam kebenaran dan kejujuran." (Mazmur 111:7-8).
Wujud nyata keadilan Tuhan adalah Ia mencintai kebenaran dan membenci kefasikan. Oleh karena itu "TUHAN menguji orang benar dan orang fasik," (Mazmur 11:5). 1. Mencintai kebenaran. "Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong;" (Mazmur 34:16). Artinya Tuhan sangat memperhatikan dan mengasihi orang-orang yang hidup dalam kebenaran, dan Ia akan memberikan upah atau reward kepada mereka. "Karena itu TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucian tanganku di depan mata-Nya. Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci," (Mazmur 18:25-27). Tidak ada yang sia-sia untuk tetap berlaku benar di tengah dunia yang dipenuhi kejahatan ini. Meski manusia tidak melihat dan tidak menganggapnya tapi di atas takhta-Nya yang kudus Tuhan selalu memperhitungkannya. 2. Membenci kefasikan. Tuhan sangat menentang segala bentuk kefasikan, karena itu Ia tidak akan membiarkan setiap pelanggaran dan dosa berlalu begitu saja dari hadapan-Nya, tetapi Ia akan mengganjarnya dengan hukuman...ini bukti bahwa Ia adalah Tuhan yang adil dan tidak bisa dipermainkan! "...semua orang fasik akan dibinasakan-Nya." (Mazmur 145:20).
Jelas sekali bahwa Tuhan akan mengganjar setiap dosa dan kejahatan yang diperbuat manusia dengan hukuman yang setimpal, sebaliknya Ia akan mengapresiasi dengan memberikan upah untuk setiap kebenaran dan perbuatan baik yang dilakukan.
"...Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu." Mazmur 51:6
Baca: Ulangan 32:1-14
"...karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia." Ulangan 32:4
Salah satu sifat Tuhan adalah adil. Yang dimaksud adil adalah bertindak benar sesuai standar kebenaran dan ketetapan hukum yang berlaku. Tuhan itu adil, artinya Ia akan selalu berlaku benar sesuai prinsip kebenaran-Nya. Keadilan Tuhan adalah sempurna, utuh, tidak bercacat cela, artinya semua yang Tuhan rencanakan, putuskan dan kerjakan selalu berada pada koridor keadilan. "Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-Nya teguh, kokoh untuk seterusnya dan selamanya, dilakukan dalam kebenaran dan kejujuran." (Mazmur 111:7-8).
Wujud nyata keadilan Tuhan adalah Ia mencintai kebenaran dan membenci kefasikan. Oleh karena itu "TUHAN menguji orang benar dan orang fasik," (Mazmur 11:5). 1. Mencintai kebenaran. "Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong;" (Mazmur 34:16). Artinya Tuhan sangat memperhatikan dan mengasihi orang-orang yang hidup dalam kebenaran, dan Ia akan memberikan upah atau reward kepada mereka. "Karena itu TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucian tanganku di depan mata-Nya. Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci," (Mazmur 18:25-27). Tidak ada yang sia-sia untuk tetap berlaku benar di tengah dunia yang dipenuhi kejahatan ini. Meski manusia tidak melihat dan tidak menganggapnya tapi di atas takhta-Nya yang kudus Tuhan selalu memperhitungkannya. 2. Membenci kefasikan. Tuhan sangat menentang segala bentuk kefasikan, karena itu Ia tidak akan membiarkan setiap pelanggaran dan dosa berlalu begitu saja dari hadapan-Nya, tetapi Ia akan mengganjarnya dengan hukuman...ini bukti bahwa Ia adalah Tuhan yang adil dan tidak bisa dipermainkan! "...semua orang fasik akan dibinasakan-Nya." (Mazmur 145:20).
Jelas sekali bahwa Tuhan akan mengganjar setiap dosa dan kejahatan yang diperbuat manusia dengan hukuman yang setimpal, sebaliknya Ia akan mengapresiasi dengan memberikan upah untuk setiap kebenaran dan perbuatan baik yang dilakukan.
"...Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu." Mazmur 51:6
Friday, November 18, 2016
KRISTUS ADALAH RAJA YANG ADIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 November 2016
Baca: Yesaya 32:1-8
"Sesungguhnya, seorang raja akan memerintah menurut kebenaran, dan pemimpin-pemimpin akan memimpin menurut keadilan," Yesaya 32:1
Semua manusia di dunia ini pasti mendambakan kehidupan yang aman, tenteram, damai dan adil di segala sisi, namun sayang dunia yang sempurna adalah utopia (hanya ada dalam bayangan dan sulit atau tidak mungkin untuk diwujudkan), sebab fakta yang ada justru menunjukkan suatu keadaan yang bertolak belakang, di mana dunia dipenuhi dengan kekerasan, pertikaian penindasan, ketidakadilan. Saat ini uanglah yang berbicara. Dengan uang orang bisa membeli jabatan, kekuasaan dan keadilan. Dengan uang orang bisa memerlakukan orang lain dengan semena-mena, menindas yang lemah dan miskin. Sungguh...tidak ada keadilan yang hakiki di belahan bumi mana pun!
Ayat nas adalah nubuatan nabi Yesaya mengenai Raja adil yang adalah Yesus, yang kedatangan-Nya ke dunia juga sudah diberitahukan sebelumnya: "Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel." (Yesaya 7:14). Karena Tuhan Yesus adalah Raja yang adil maka Dia tidak seperti raja-raja atau pemimpin-pemimpin dunia yang seringkali berpihak kepada orang kaya, sedangkan orang miskin ditindasnya habis-habisan, karena "Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN; ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN. Ia tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang. Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik." (Yesaya 11:2-4).
Sebaliknya Yesus adalah naungan dan tempat perteduhan orang-orang miskin, lemah, tak berdaya, rendah, yang diperlakukan semena-mena dan tidak adil. "Kiranya ia memberi keadilan kepada orang-orang yang tertindas dari bangsa itu, menolong orang-orang miskin, tetapi meremukkan pemeras-pemeras!" (Mazmur 72:4).
"TUHAN menjalankan keadilan dan hukum bagi segala orang yang diperas." Mazmur 103:6
Baca: Yesaya 32:1-8
"Sesungguhnya, seorang raja akan memerintah menurut kebenaran, dan pemimpin-pemimpin akan memimpin menurut keadilan," Yesaya 32:1
Semua manusia di dunia ini pasti mendambakan kehidupan yang aman, tenteram, damai dan adil di segala sisi, namun sayang dunia yang sempurna adalah utopia (hanya ada dalam bayangan dan sulit atau tidak mungkin untuk diwujudkan), sebab fakta yang ada justru menunjukkan suatu keadaan yang bertolak belakang, di mana dunia dipenuhi dengan kekerasan, pertikaian penindasan, ketidakadilan. Saat ini uanglah yang berbicara. Dengan uang orang bisa membeli jabatan, kekuasaan dan keadilan. Dengan uang orang bisa memerlakukan orang lain dengan semena-mena, menindas yang lemah dan miskin. Sungguh...tidak ada keadilan yang hakiki di belahan bumi mana pun!
Ayat nas adalah nubuatan nabi Yesaya mengenai Raja adil yang adalah Yesus, yang kedatangan-Nya ke dunia juga sudah diberitahukan sebelumnya: "Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel." (Yesaya 7:14). Karena Tuhan Yesus adalah Raja yang adil maka Dia tidak seperti raja-raja atau pemimpin-pemimpin dunia yang seringkali berpihak kepada orang kaya, sedangkan orang miskin ditindasnya habis-habisan, karena "Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN; ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN. Ia tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang. Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik." (Yesaya 11:2-4).
Sebaliknya Yesus adalah naungan dan tempat perteduhan orang-orang miskin, lemah, tak berdaya, rendah, yang diperlakukan semena-mena dan tidak adil. "Kiranya ia memberi keadilan kepada orang-orang yang tertindas dari bangsa itu, menolong orang-orang miskin, tetapi meremukkan pemeras-pemeras!" (Mazmur 72:4).
"TUHAN menjalankan keadilan dan hukum bagi segala orang yang diperas." Mazmur 103:6
Thursday, November 17, 2016
DOSA MEMIKAT, TAPI MEMATIKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 November 2016
Baca: Ayub 20:1-29
"Sungguhpun kejahatan manis rasanya di dalam mulutnya, sekalipun ia menyembunyikannya di bawah lidahnya, ...namun berubah juga makanannya di dalam perutnya, menjadi bisa ular tedung di dalamnya." Ayub 20:12, 14
Ada istilah-istilah dalam Alkitab yang mendefinisikan kata dosa: hatta (bahasa Ibrani) artinya: jatuh dan mengurangi standar dari Tuhan yang suci; hamartia (bahasa Yunani) berarti: kehilangan, meleset dari target atau sasaran yang ditetapkan. Dosa pada hakekatnya hanya akan mendatangkan malapetaka dan menuntun seseorang kepada kebinasaan kekal, "Sebab upah dosa ialah maut;" (Roma 6:23).
Meski tahu akibat dosa adalah maut tapi masih banyak orang yang demikian terikat dengan dosa, bahkan enggan melepaskan dan meninggalkannya. Mengapa? Karena mereka telah merasakan manis dan nikmatnya dosa, sebab dosa seringkali hadir dalam bentuk yang indah dan menyenangkan, memberi kepuasan dan kenikmatan walaupun itu adalah sebuah jebakan yang mematikan. Mereka tidak menyadari bahwa dosa itu seperti racun jahat yang menyebar ke seluruh aspek kehidupan orang yang melakukannya. Racun biasanya tidak seketika itu mematikan, tapi membutuhkan waktu untuk menyebar terlebih dahulu hingga akhirnya membunuh. Begitu pula dosa, membutuhkan waktu hingga orang merasakan dampaknya. Dampak mendasar dari ikatan dosa adalah ketidaktenangan dalam menjalani hidup, karena sukacita dan damai sejahtera telah lenyap dari hati, yang ada hanyalah kegelisahan setiap saat. "Pada waktu pagi engkau akan berkata: Ah, kalau malam sekarang! dan pada waktu malam engkau akan berkata: Ah, kalau pagi sekarang! karena kejut memenuhi hatimu, dan karena apa yang dilihat matamu." (Ulangan 28:67).
Jangan pernah kompromi dengan dosa sebab hal itu adalah kejijikan di mata Tuhan: "Janganlah hendaknya kamu melakukan kejijikan yang Aku benci ini!" (Yeremia 44:4). Dosa inilah yang akhirnya menjadi jurang pemisah hubungan kita dengan Allah, "tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2).
Berhentilah berbuat dosa jika tidak ingin menanggung akibat yang mengerikan!
Baca: Ayub 20:1-29
"Sungguhpun kejahatan manis rasanya di dalam mulutnya, sekalipun ia menyembunyikannya di bawah lidahnya, ...namun berubah juga makanannya di dalam perutnya, menjadi bisa ular tedung di dalamnya." Ayub 20:12, 14
Ada istilah-istilah dalam Alkitab yang mendefinisikan kata dosa: hatta (bahasa Ibrani) artinya: jatuh dan mengurangi standar dari Tuhan yang suci; hamartia (bahasa Yunani) berarti: kehilangan, meleset dari target atau sasaran yang ditetapkan. Dosa pada hakekatnya hanya akan mendatangkan malapetaka dan menuntun seseorang kepada kebinasaan kekal, "Sebab upah dosa ialah maut;" (Roma 6:23).
Meski tahu akibat dosa adalah maut tapi masih banyak orang yang demikian terikat dengan dosa, bahkan enggan melepaskan dan meninggalkannya. Mengapa? Karena mereka telah merasakan manis dan nikmatnya dosa, sebab dosa seringkali hadir dalam bentuk yang indah dan menyenangkan, memberi kepuasan dan kenikmatan walaupun itu adalah sebuah jebakan yang mematikan. Mereka tidak menyadari bahwa dosa itu seperti racun jahat yang menyebar ke seluruh aspek kehidupan orang yang melakukannya. Racun biasanya tidak seketika itu mematikan, tapi membutuhkan waktu untuk menyebar terlebih dahulu hingga akhirnya membunuh. Begitu pula dosa, membutuhkan waktu hingga orang merasakan dampaknya. Dampak mendasar dari ikatan dosa adalah ketidaktenangan dalam menjalani hidup, karena sukacita dan damai sejahtera telah lenyap dari hati, yang ada hanyalah kegelisahan setiap saat. "Pada waktu pagi engkau akan berkata: Ah, kalau malam sekarang! dan pada waktu malam engkau akan berkata: Ah, kalau pagi sekarang! karena kejut memenuhi hatimu, dan karena apa yang dilihat matamu." (Ulangan 28:67).
Jangan pernah kompromi dengan dosa sebab hal itu adalah kejijikan di mata Tuhan: "Janganlah hendaknya kamu melakukan kejijikan yang Aku benci ini!" (Yeremia 44:4). Dosa inilah yang akhirnya menjadi jurang pemisah hubungan kita dengan Allah, "tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2).
Berhentilah berbuat dosa jika tidak ingin menanggung akibat yang mengerikan!
Wednesday, November 16, 2016
MENYEMBAH BERHALA: Menentang Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 November 2016
Baca: Roma 1:18-32
"Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya..." Roma 1:25
Tuhan tegas melarang umat ciptaan-Nya menyembah berhala atau membuat patung untuk disembah. "Janganlah kamu berpaling kepada berhala-berhala dan janganlah kamu membuat bagimu dewa tuangan; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 19:4).
Secara logika saja jelaslah bahwa berhala atau patung adalah buatan tangan manusia sendiri, mungkinkah ia dapat menolong dan menyelamatkan para pemujanya? Sungguh aneh bila orang menyembah berhala atau patung dan meminta pertolongan kepadanya. Lebih mengherankan lagi ada orang yang mengaku percaya dan mengenal Tuhan Yesus namun masih juga mencari pertolongan lain kepada berhala! Ini bukan isapan jempol belaka, tapi fakta: "Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh. Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar." (Roma 1:21-23).
Waspadalah terhadap segala berhala! Sebab Alkitab mencatat bahwa penyembah berhala tidak akan mendapatkan tempat di dalam kerajaan Allah: "Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (1 Korintus 6:9b-10). Di dalam Wahyu 21:8 juga tertulis: "...orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua." (Wahyu 21:8).
Di mata Tuhan menyembah berhala adalah dosa yang sangat mematikan, sebab Ia telah berfirman, "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku." (Keluaran 20:3).
Baca: Roma 1:18-32
"Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya..." Roma 1:25
Tuhan tegas melarang umat ciptaan-Nya menyembah berhala atau membuat patung untuk disembah. "Janganlah kamu berpaling kepada berhala-berhala dan janganlah kamu membuat bagimu dewa tuangan; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 19:4).
Secara logika saja jelaslah bahwa berhala atau patung adalah buatan tangan manusia sendiri, mungkinkah ia dapat menolong dan menyelamatkan para pemujanya? Sungguh aneh bila orang menyembah berhala atau patung dan meminta pertolongan kepadanya. Lebih mengherankan lagi ada orang yang mengaku percaya dan mengenal Tuhan Yesus namun masih juga mencari pertolongan lain kepada berhala! Ini bukan isapan jempol belaka, tapi fakta: "Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh. Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar." (Roma 1:21-23).
Waspadalah terhadap segala berhala! Sebab Alkitab mencatat bahwa penyembah berhala tidak akan mendapatkan tempat di dalam kerajaan Allah: "Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (1 Korintus 6:9b-10). Di dalam Wahyu 21:8 juga tertulis: "...orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua." (Wahyu 21:8).
Di mata Tuhan menyembah berhala adalah dosa yang sangat mematikan, sebab Ia telah berfirman, "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku." (Keluaran 20:3).
Tuesday, November 15, 2016
BEBAN DOA RASUL PAULUS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2016
Baca: Filipi 1:3-11
"...sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus," Filipi 1:10
Kota Filipi adalah kota yang sangat maju dalam perdagangan dan menjadi kota terpenting di Makedonia (baca Kisah 16:12) karena letaknya yang sangat strategis kala itu. Reruntuhan kota ini masih ada sampai sekarang yaitu terletak di daerah timur laut negara Yunani. Selain sebagai kota perdagangan kota Filipi juga dikenal sebagai kota penyembahan berhala. Hal itu bisa terlihat dari kepercayaan orang-orang Filipi yang mencari kekayaan melalui tenung (baca Kisah 16:16-19), dan mereka sangat anti terhadap Yudaisme, sehingga mereka pun menangkap Paulus dan Silas lalu menjebloskan keduanya ke penjara (baca Kisah 16:20-21). Di kota itu tidak ada rumah ibadah bagi orang Yahudi (sinagoga), melainkan hanya ada satu tempat sembahyang kecil, itu pun berada di luar pintu gerbang kota (baca Kisah 16:13).
Mengingat betapa besarnya pengaruh kekafiran atau penyembahan berhala di Filipi yang dapat mengguncang iman jemaat, maka rasul Paulus menjadikan itu sebagai pokok doa. Tak henti-hentinya ia berdoa agar mereka tetap kuat di dalam Tuhan. "Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus," (Filipi 1:27). Berpadanan dengan Injil artinya selaras atau sesuai dengan Injil, tidak menyimpang dari kebenaran. Pokok doa yang dimaksud adalah: supaya mereka hidup dalam kekudusan. Ada tertulis: "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Kata kudus diterjemahkan dari kata sifat dalam bahasa Yunani yaitu hagios yang menunjuk pada pengertian pemisahan atau pemotongan. Orang percaya adalah orang-orang yang telah dipisahkan keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). Kita harus memiliki kemauan diri untuk secara terus-menerus dipisahkan dari kehidupan dosa, dan memberi diri hidup dalam kebenaran setiap hari; itulah sesungguhnya arti kekudusan.
Orang percaya dimampukan hidup dalam kekudusan karena Kristus telah menebus dosa-dosa kita, menempatkan kita dalam kekudusan melalui korban-Nya di kayu salib.
Tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan (baca Ibrani 12:14).
Baca: Filipi 1:3-11
"...sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus," Filipi 1:10
Kota Filipi adalah kota yang sangat maju dalam perdagangan dan menjadi kota terpenting di Makedonia (baca Kisah 16:12) karena letaknya yang sangat strategis kala itu. Reruntuhan kota ini masih ada sampai sekarang yaitu terletak di daerah timur laut negara Yunani. Selain sebagai kota perdagangan kota Filipi juga dikenal sebagai kota penyembahan berhala. Hal itu bisa terlihat dari kepercayaan orang-orang Filipi yang mencari kekayaan melalui tenung (baca Kisah 16:16-19), dan mereka sangat anti terhadap Yudaisme, sehingga mereka pun menangkap Paulus dan Silas lalu menjebloskan keduanya ke penjara (baca Kisah 16:20-21). Di kota itu tidak ada rumah ibadah bagi orang Yahudi (sinagoga), melainkan hanya ada satu tempat sembahyang kecil, itu pun berada di luar pintu gerbang kota (baca Kisah 16:13).
Mengingat betapa besarnya pengaruh kekafiran atau penyembahan berhala di Filipi yang dapat mengguncang iman jemaat, maka rasul Paulus menjadikan itu sebagai pokok doa. Tak henti-hentinya ia berdoa agar mereka tetap kuat di dalam Tuhan. "Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus," (Filipi 1:27). Berpadanan dengan Injil artinya selaras atau sesuai dengan Injil, tidak menyimpang dari kebenaran. Pokok doa yang dimaksud adalah: supaya mereka hidup dalam kekudusan. Ada tertulis: "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Kata kudus diterjemahkan dari kata sifat dalam bahasa Yunani yaitu hagios yang menunjuk pada pengertian pemisahan atau pemotongan. Orang percaya adalah orang-orang yang telah dipisahkan keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). Kita harus memiliki kemauan diri untuk secara terus-menerus dipisahkan dari kehidupan dosa, dan memberi diri hidup dalam kebenaran setiap hari; itulah sesungguhnya arti kekudusan.
Orang percaya dimampukan hidup dalam kekudusan karena Kristus telah menebus dosa-dosa kita, menempatkan kita dalam kekudusan melalui korban-Nya di kayu salib.
Tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan (baca Ibrani 12:14).
Monday, November 14, 2016
BEBAN DOA RASUL PAULUS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2016
Baca: Filipi 1:3-11
"Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian," Filipi 1:9
Setiap pemimpin rohani atau hamba Tuhan pasti memiliki beban doa bagi jemaat yang dilayaninya. Mereka berdoa syafaat untuk jemaat agar diberi kesehatan, disembuhkan dari sakit, diberkati dalam segala hal. Tak terkecuali rasul Paulus yang berdoa untuk jemaat di Filipi ini. Gereja Filipi adalah gereja yang dirintis oleh Paulus setelah mendapatkan penglihatan tentang orang Makedonia yang berseru memanggilnya untuk datang dan minta diselamatkan (baca Kisah 16:9). Petobat pertama di kota itu adalah Lidia, lalu diikuti seluruh anggota keluarganya. Lidia pun mengijinkan rumahnya dijadikan tempat persekutuan doa bagi orang-orang Kristen di kota tersebut (baca Kisah 16:13-15).
Rasul Paulus mengerti benar apa yang sedang dibutuhkan dan digumulkan oleh umat Tuhan, namun ia tidak semata-mata berdoa untuk hal-hal yang berkenaan dengan kebutuhan lahiriah mereka karena ada pokok doa lain yang dianggapnya lebih mulia dan lebih penting dari semuanya itu, antara lain: supaya mereka hidup dalam kasih. Menjalani hidup tanpa kasih adalah sia-sia, tak berguna, "...sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." (1 Korintus 13:1). Ia berdoa kepada Tuhan agar jemaat di Filipi makin melimpah dalam kasih. Dengan kasih orang akan berupaya untuk lebih mengenal Kristus secara pribadi. Alkitab menyatakan bahwa "...kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5).
Saat kita percaya dan beriman kepada Kristus, Roh Kudus mencurahkan kasih Allah itu di dalam hati kita. Bagian kita adalah mengobarkan kasih Allah yang telah ada pada kita, menghadirkan kasih itu dalam kelangsungan hidup sehari-hari. Jadi kasih Allah itu perlu dijaga dan diperhatikan secara seksama. Gereja Efesus dicela oleh Tuhan karena mereka telah kehilangan kasih mula-mula (Baca Wahyu 2:2-4). Meski mereka tampak tahan di tengah masalah dan penderitaan, berpegang teguh kepada ajaran yang benar dan giat melayani Tuhan, tapi mereka melakukannya tanpa didasari oleh kasih. Apa yang mereka kerjakan tak lebih dari sekedar legalitas dan rutinitas agamawi semata.
Kasih adalah aspek dasar yang harus dimiliki dan dipraktekkan orang percaya!
Baca: Filipi 1:3-11
"Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian," Filipi 1:9
Setiap pemimpin rohani atau hamba Tuhan pasti memiliki beban doa bagi jemaat yang dilayaninya. Mereka berdoa syafaat untuk jemaat agar diberi kesehatan, disembuhkan dari sakit, diberkati dalam segala hal. Tak terkecuali rasul Paulus yang berdoa untuk jemaat di Filipi ini. Gereja Filipi adalah gereja yang dirintis oleh Paulus setelah mendapatkan penglihatan tentang orang Makedonia yang berseru memanggilnya untuk datang dan minta diselamatkan (baca Kisah 16:9). Petobat pertama di kota itu adalah Lidia, lalu diikuti seluruh anggota keluarganya. Lidia pun mengijinkan rumahnya dijadikan tempat persekutuan doa bagi orang-orang Kristen di kota tersebut (baca Kisah 16:13-15).
Rasul Paulus mengerti benar apa yang sedang dibutuhkan dan digumulkan oleh umat Tuhan, namun ia tidak semata-mata berdoa untuk hal-hal yang berkenaan dengan kebutuhan lahiriah mereka karena ada pokok doa lain yang dianggapnya lebih mulia dan lebih penting dari semuanya itu, antara lain: supaya mereka hidup dalam kasih. Menjalani hidup tanpa kasih adalah sia-sia, tak berguna, "...sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." (1 Korintus 13:1). Ia berdoa kepada Tuhan agar jemaat di Filipi makin melimpah dalam kasih. Dengan kasih orang akan berupaya untuk lebih mengenal Kristus secara pribadi. Alkitab menyatakan bahwa "...kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5).
Saat kita percaya dan beriman kepada Kristus, Roh Kudus mencurahkan kasih Allah itu di dalam hati kita. Bagian kita adalah mengobarkan kasih Allah yang telah ada pada kita, menghadirkan kasih itu dalam kelangsungan hidup sehari-hari. Jadi kasih Allah itu perlu dijaga dan diperhatikan secara seksama. Gereja Efesus dicela oleh Tuhan karena mereka telah kehilangan kasih mula-mula (Baca Wahyu 2:2-4). Meski mereka tampak tahan di tengah masalah dan penderitaan, berpegang teguh kepada ajaran yang benar dan giat melayani Tuhan, tapi mereka melakukannya tanpa didasari oleh kasih. Apa yang mereka kerjakan tak lebih dari sekedar legalitas dan rutinitas agamawi semata.
Kasih adalah aspek dasar yang harus dimiliki dan dipraktekkan orang percaya!
Sunday, November 13, 2016
TEMPUHLAH JALAN TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 November 2016
Baca: Amsal 3:1-8
"Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Amsal 3:6
Untuk mencapai suatu tujuan hal yang paling kita butuhkan adalah jalan, sebab tanpa adanya jalan sampai kapan pun kita tidak akan pernah mencapai tempat yang hendak kita tuju. Begitu pula bila kita salah dalam memilih jalan akan berakibat sangat fatal dan tidak akan pernah membawa kita ke tempat tujuan, sebab "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12).
Pemazmur menyatakan, "Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." (Mazmur 25:10). Sayang, tidak semua orang mau menempuh jalan Tuhan, mereka lebih memilih berjalan menurut pengertian dan kehendaknya sendiri. Pikir mereka jalan Tuhan itu penuh aturan atau rambu-rambu, "...lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Matius 7:13-14). Memang, jalan menuju kepada kesejahteraan dipenuhi kesulitan, dan itulah yang membuat banyak orang tidak mau menempuh jalan itu (T. Harv Eker). Ada kata bijak yang mengatakan, "You are what you believe." Artinya apa yang kita percayai akan menentukan bagaimana sikap dan perilaku kita. Jika kita percaya kepada uang maka perjalanan hidup kita akan sama seperti uang yang mengalami fluktuasi, yaitu keadaan turun-naik harga; ketidaktepatan atau guncangan. Namun bila kita percaya kepada Tuhan Yesus dan mempercayakan hidup sepenuhnya kepada-Nya keberadaan hidup kita akan seteguh batu karang yang tidak mudah diombang-ambingkan oleh badai apa pun.
Percaya kepada Tuhan dengan segenap hati berarti tidak lagi mengandalkan kekuatan dan kemampuan diri sendiri, karena sebagai manusia kita ini penuh kelemahan, kekurangan dan keterbatasan. Mengakui Dia dalam segala laku berarti tunduk dalam pimpinan Tuhan dan berusaha untuk hidup selaras dengan kehendak-Nya.
"...sebab kepada-Mulah aku percaya! Beritahukanlah aku jalan yang harus kutempuh,..." Mazmur 143:8
Baca: Amsal 3:1-8
"Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Amsal 3:6
Untuk mencapai suatu tujuan hal yang paling kita butuhkan adalah jalan, sebab tanpa adanya jalan sampai kapan pun kita tidak akan pernah mencapai tempat yang hendak kita tuju. Begitu pula bila kita salah dalam memilih jalan akan berakibat sangat fatal dan tidak akan pernah membawa kita ke tempat tujuan, sebab "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12).
Pemazmur menyatakan, "Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." (Mazmur 25:10). Sayang, tidak semua orang mau menempuh jalan Tuhan, mereka lebih memilih berjalan menurut pengertian dan kehendaknya sendiri. Pikir mereka jalan Tuhan itu penuh aturan atau rambu-rambu, "...lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Matius 7:13-14). Memang, jalan menuju kepada kesejahteraan dipenuhi kesulitan, dan itulah yang membuat banyak orang tidak mau menempuh jalan itu (T. Harv Eker). Ada kata bijak yang mengatakan, "You are what you believe." Artinya apa yang kita percayai akan menentukan bagaimana sikap dan perilaku kita. Jika kita percaya kepada uang maka perjalanan hidup kita akan sama seperti uang yang mengalami fluktuasi, yaitu keadaan turun-naik harga; ketidaktepatan atau guncangan. Namun bila kita percaya kepada Tuhan Yesus dan mempercayakan hidup sepenuhnya kepada-Nya keberadaan hidup kita akan seteguh batu karang yang tidak mudah diombang-ambingkan oleh badai apa pun.
Percaya kepada Tuhan dengan segenap hati berarti tidak lagi mengandalkan kekuatan dan kemampuan diri sendiri, karena sebagai manusia kita ini penuh kelemahan, kekurangan dan keterbatasan. Mengakui Dia dalam segala laku berarti tunduk dalam pimpinan Tuhan dan berusaha untuk hidup selaras dengan kehendak-Nya.
"...sebab kepada-Mulah aku percaya! Beritahukanlah aku jalan yang harus kutempuh,..." Mazmur 143:8
Saturday, November 12, 2016
WASPADALAH TERHADAP PENYESATAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 November 2016
Baca: Matius 24:3-14
"Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!" Matius 24:4
Tuhan Yesus telah memperingatkan bahwa di hari-hari akhir menjelang kedatangan-Nya, ada banyak sekali penyesat-penyesat yang bermunculan dimana-mana, "...banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang." (ayat 5). Begitu pula dengan ajaran-ajaran yang menyimpang dari ajaran Injil Kristus pun kian marak dan terjadi di mana-mana.
Kata penyesat bisa diartikan orang yang penuh kebohongan atau tipu muslihat, yang melakukan segala cara dan berbagai aksi untuk mengerutkan iman, sehingga ketebalan iman orang percaya kian menipis. Yang dimaksud penyesat di sini bukan hanya sebatas oknum, namun bisa juga dipahami sebagai sistem dunia yang ditunggangi Iblis untuk menjerat orang percaya. Sedangkan kata waspada memiliki arti harafiah berhati-hati dan berjaga-jaga, atau bersiap siaga.
Kita patut mewaspadai atau menjaga diri dari jerat Iblis dalam bentuk apa pun. Ada pun rupa-rupa jerat Iblis: 1. Kemabukan, alkohol, atau narkoba. Rasul Paulus menasihati, "Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh," (Efesus 5:18). Ela (raja Israel), mengalami kejatuhan akibat mabuk minuman keras (baca 1 Raja-Raja 16:9). Di zaman sekarang jerat alkohol atau minum minuman keras dan juga narkoba makin hari makin marak dan banyak menelan korban, bukan hanya kalangan anak muda saja yang menjadi korbannya, tapi juga anak-anak di bawah umur dan orang-orang tua. 2. Pesta pora dan pergaulan bebas. Banyak anak muda jatuh dalam dosa perzinahan atau seks bebas karena mereka suka sekali keluyuran, dugem dan salah dalam bergaul. Alkitab mengingatkan: "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). 3. Kecanggihan teknologi. Media-media teknologi sekarang ini (televisi, gadget, internet dan sebagainya) banyak sekali ditunggangi oleh Iblis dengan menyajikan hal-hal yang berbau pornografi, kekerasan dan lain-lain. Jika kita tidak kuat kita pasti akan terjerumus di dalamnya.
"Waspadalah, supaya kamu jangan kehilangan apa yang telah kami kerjakan itu, tetapi supaya kamu mendapat upahmu sepenuhnya." 2 Yohanes 1:8
Baca: Matius 24:3-14
"Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!" Matius 24:4
Tuhan Yesus telah memperingatkan bahwa di hari-hari akhir menjelang kedatangan-Nya, ada banyak sekali penyesat-penyesat yang bermunculan dimana-mana, "...banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang." (ayat 5). Begitu pula dengan ajaran-ajaran yang menyimpang dari ajaran Injil Kristus pun kian marak dan terjadi di mana-mana.
Kata penyesat bisa diartikan orang yang penuh kebohongan atau tipu muslihat, yang melakukan segala cara dan berbagai aksi untuk mengerutkan iman, sehingga ketebalan iman orang percaya kian menipis. Yang dimaksud penyesat di sini bukan hanya sebatas oknum, namun bisa juga dipahami sebagai sistem dunia yang ditunggangi Iblis untuk menjerat orang percaya. Sedangkan kata waspada memiliki arti harafiah berhati-hati dan berjaga-jaga, atau bersiap siaga.
Kita patut mewaspadai atau menjaga diri dari jerat Iblis dalam bentuk apa pun. Ada pun rupa-rupa jerat Iblis: 1. Kemabukan, alkohol, atau narkoba. Rasul Paulus menasihati, "Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh," (Efesus 5:18). Ela (raja Israel), mengalami kejatuhan akibat mabuk minuman keras (baca 1 Raja-Raja 16:9). Di zaman sekarang jerat alkohol atau minum minuman keras dan juga narkoba makin hari makin marak dan banyak menelan korban, bukan hanya kalangan anak muda saja yang menjadi korbannya, tapi juga anak-anak di bawah umur dan orang-orang tua. 2. Pesta pora dan pergaulan bebas. Banyak anak muda jatuh dalam dosa perzinahan atau seks bebas karena mereka suka sekali keluyuran, dugem dan salah dalam bergaul. Alkitab mengingatkan: "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). 3. Kecanggihan teknologi. Media-media teknologi sekarang ini (televisi, gadget, internet dan sebagainya) banyak sekali ditunggangi oleh Iblis dengan menyajikan hal-hal yang berbau pornografi, kekerasan dan lain-lain. Jika kita tidak kuat kita pasti akan terjerumus di dalamnya.
"Waspadalah, supaya kamu jangan kehilangan apa yang telah kami kerjakan itu, tetapi supaya kamu mendapat upahmu sepenuhnya." 2 Yohanes 1:8
Friday, November 11, 2016
WASPADALAH TERHADAP PENYESATAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 November 2016
Baca: Matius 24:37-44
"Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." Matius 24:44
Hal kedatangan Kristus untuk yang keduakalinya telah sering dibahas di kalangan umat Tuhan, namun penting sekali untuk terus disampaikan agar kita tidak menganggap remeh, sebab ketika mendengar tentang 'hari' Tuhan ini banyak orang yang bersikap skeptis (kurang percaya, ragu-ragu), tetapi ada pula orang yang berani meramalkan kapan kedatangan-Nya itu tiba. Sesungguhnya berita ini bukanlah hal yang baru, sebab sejak Kristus masih berada di bumi Ia sendiri telah memperingatkan orang-orang di zaman itu. Yang Ia tekankan bukan kapan waktu itu tiba, tapi Tuhan menghendaki agar kita dalam keadaan siap sedia.
Bila mendengar ada orang yang menyebarkan berita bahwa Tuhan akan datang pada hari, tanggal, bulan dan tahun sekian janganlah kita menjadi panik dan risau hati. Ada tertulis: "Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar." (ayat 43). Alkitab dengan jelas menyatakan dan bahkan Tuhan Yesus sendiri sudah menegaskan bahwa diri-Nya tidak tahu tentang saat kedatangan-Nya (baca Matius 24:36), apalagi kita sebagai manusia. Tuhan Yesus berkata, "Sebab sama seperti kilat memancar dari sebelah timur dan melontarkan cahayanya sampai ke barat, demikian pulalah kelak kedatangan Anak Manusia." (Matius 24:27).
Jangan kita mudah disesatkan oleh berita-berita yang tidak jelas dari mana datangnya, "Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga. Camkanlah, Aku sudah mengatakannya terlebih dahulu kepadamu. Jadi, apabila orang berkata kepadamu: Lihat, Ia ada di padang gurun, janganlah kamu pergi ke situ; atau: Lihat, Ia ada di dalam bilik, janganlah kamu percaya." (Matius 24:24-26). Berpeganglah pada kebenaran Injil Kristus, jangan percaya kepada desas-desus yang bertujuan untuk melemahkan iman kita.
Jangan mudah disesatkan oleh berita apa pun, sebab segala pengajaran harus dicocokkan dengan isi Alkitab; jika tidak sesuai, maka perlu diwaspadai!
Baca: Matius 24:37-44
"Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." Matius 24:44
Hal kedatangan Kristus untuk yang keduakalinya telah sering dibahas di kalangan umat Tuhan, namun penting sekali untuk terus disampaikan agar kita tidak menganggap remeh, sebab ketika mendengar tentang 'hari' Tuhan ini banyak orang yang bersikap skeptis (kurang percaya, ragu-ragu), tetapi ada pula orang yang berani meramalkan kapan kedatangan-Nya itu tiba. Sesungguhnya berita ini bukanlah hal yang baru, sebab sejak Kristus masih berada di bumi Ia sendiri telah memperingatkan orang-orang di zaman itu. Yang Ia tekankan bukan kapan waktu itu tiba, tapi Tuhan menghendaki agar kita dalam keadaan siap sedia.
Bila mendengar ada orang yang menyebarkan berita bahwa Tuhan akan datang pada hari, tanggal, bulan dan tahun sekian janganlah kita menjadi panik dan risau hati. Ada tertulis: "Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar." (ayat 43). Alkitab dengan jelas menyatakan dan bahkan Tuhan Yesus sendiri sudah menegaskan bahwa diri-Nya tidak tahu tentang saat kedatangan-Nya (baca Matius 24:36), apalagi kita sebagai manusia. Tuhan Yesus berkata, "Sebab sama seperti kilat memancar dari sebelah timur dan melontarkan cahayanya sampai ke barat, demikian pulalah kelak kedatangan Anak Manusia." (Matius 24:27).
Jangan kita mudah disesatkan oleh berita-berita yang tidak jelas dari mana datangnya, "Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga. Camkanlah, Aku sudah mengatakannya terlebih dahulu kepadamu. Jadi, apabila orang berkata kepadamu: Lihat, Ia ada di padang gurun, janganlah kamu pergi ke situ; atau: Lihat, Ia ada di dalam bilik, janganlah kamu percaya." (Matius 24:24-26). Berpeganglah pada kebenaran Injil Kristus, jangan percaya kepada desas-desus yang bertujuan untuk melemahkan iman kita.
Jangan mudah disesatkan oleh berita apa pun, sebab segala pengajaran harus dicocokkan dengan isi Alkitab; jika tidak sesuai, maka perlu diwaspadai!
Thursday, November 10, 2016
JANGAN TAKUT, TUHAN SERTAI!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 November 2016
Baca: 2 Timotius 1:3-18
"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." 2 Tomotius 1:7
Memperhatikan situasi seperti sekarang ini, dengan berbagai perubahan dan kondisi yang terjadi, hampir semua orang mengalami ketakutan: takut tidak mampu membiayai sekolah anak-anaknya, takut tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, takut mengalami kegagalan, takut menghadapi hari esok dan sebagainya.
Ketakutan adalah tanggapan emosi terhadap ancaman, suatu mekanisme pertahanan hidup dasar yang terjadi sebagai respons terhadap stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Dari sudut psikologi ketakutan adalah wajar, salah satu emosi dasar manusia selain kebahagiaan, kesedihan dan kemarahan. Namun ketakutan akan menjadi masalah besar bila dibiarkan berlarut-larut atau berkepanjangan, karena ketika kita terus dikuasai olehnya, sukacita dan damai sejahtera kita akan terampas. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (ayat nas). Artinya rasa takut bukanlah berasal dari Tuhan, karena itu sebagai orang percaya tidak seharusnya kita hidup dalam ketakutan. Sekalipun berada di tengah dunia yang penuh tantangan ini tidak ada alasan kita takut, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4); janji penyertaan Tuhan adalah jaminannya: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Oleh karenanya "janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10).
Di segala keadaan, bahkan dalam situasi terburuk sekalipun, yakinlah kita tidak bergumul sendirian, ada Tuhan beserta kita dan penyertaan-Nya itu sungguh sempurna. Agar kita tidak takut, senantiasalah dekat dengan Tuhan, sebab "Hanya dekat Allah saja aku tenang," (Mazmur 62:2), hanya Tuhanlah yang dapat memberikan ketenteraman dan rasa aman bagi kita.
Penyertaan Tuhan adalah jaminan kita untuk tidak takut di segala situasi!
Baca: 2 Timotius 1:3-18
"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." 2 Tomotius 1:7
Memperhatikan situasi seperti sekarang ini, dengan berbagai perubahan dan kondisi yang terjadi, hampir semua orang mengalami ketakutan: takut tidak mampu membiayai sekolah anak-anaknya, takut tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, takut mengalami kegagalan, takut menghadapi hari esok dan sebagainya.
Ketakutan adalah tanggapan emosi terhadap ancaman, suatu mekanisme pertahanan hidup dasar yang terjadi sebagai respons terhadap stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Dari sudut psikologi ketakutan adalah wajar, salah satu emosi dasar manusia selain kebahagiaan, kesedihan dan kemarahan. Namun ketakutan akan menjadi masalah besar bila dibiarkan berlarut-larut atau berkepanjangan, karena ketika kita terus dikuasai olehnya, sukacita dan damai sejahtera kita akan terampas. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (ayat nas). Artinya rasa takut bukanlah berasal dari Tuhan, karena itu sebagai orang percaya tidak seharusnya kita hidup dalam ketakutan. Sekalipun berada di tengah dunia yang penuh tantangan ini tidak ada alasan kita takut, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4); janji penyertaan Tuhan adalah jaminannya: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Oleh karenanya "janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10).
Di segala keadaan, bahkan dalam situasi terburuk sekalipun, yakinlah kita tidak bergumul sendirian, ada Tuhan beserta kita dan penyertaan-Nya itu sungguh sempurna. Agar kita tidak takut, senantiasalah dekat dengan Tuhan, sebab "Hanya dekat Allah saja aku tenang," (Mazmur 62:2), hanya Tuhanlah yang dapat memberikan ketenteraman dan rasa aman bagi kita.
Penyertaan Tuhan adalah jaminan kita untuk tidak takut di segala situasi!
Wednesday, November 9, 2016
MELIHAT DENGAN MATA ROHANI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 November 2016
Baca: Matius 6:22-23
"Mata adalah pelita tubuh." Matius 6:22a
Mata adalah indera untuk melihat. Mata dapat melihat jika ada cahaya, tanpa itu mata tidak bisa melihat. Mata jasmani hanya dapat melihat hal-hal yang sifatnya duniawi, yang hanya tertuju kepada urusan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan, "...demikianlah mata manusia tak akan puas." (Amsal 27:20). Bila mata kita hanya tertuju kepada hal-hal yang demikian dan sepenuhnya dikuasai oleh keadaan atau situasi yang ada cepat atau lambat kita akan mengalami kebutaan rohani, sehingga kita tidak mau melihat apa yang menjadi kehendak Tuhan. "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." (1 Yohanes 2:16). Dengan mata jasmani pula kita mudah sekali melihat kelemahan dan kekurangan orang lain, mengkritik atau menghakimi orang lain, karena kita merasa diri kitalah yang paling benar, paling hebat, paling pintar, yang harus dihormati dan dihargai orang lain. "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu." (Matius 7:3-4).
Alkitab mengingatkan: "Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (Matius 6:22-23). Dalam menjalani hidup ini orang percaya harus senantiasa memfungsikan mata rohaninya, yaitu hidup dengan tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi, artinya hidup karena percaya, bukan melihat. Dengan mata rohani inilah kita dapat melihat dengan penglihatan Ilahi: selalu ada kebaikan di balik masalah atau penderitaan yang ada.
Mungkin saat ini kita masih dihadapkan pada situasi-situasi sulit, namun dengan mata rohani kita akan selalu dimampukan untuk selalu bersikap optimis, sebab kita percaya bahwa dalam segala perkara Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (baca Roma 8:28); dengan mata rohani, kita dimampukan untuk melihat kesempatan di setiap kesempitan.
Dengan mata rohani kita akan melihat perkara-perkara besar dari Tuhan!
Baca: Matius 6:22-23
"Mata adalah pelita tubuh." Matius 6:22a
Mata adalah indera untuk melihat. Mata dapat melihat jika ada cahaya, tanpa itu mata tidak bisa melihat. Mata jasmani hanya dapat melihat hal-hal yang sifatnya duniawi, yang hanya tertuju kepada urusan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan, "...demikianlah mata manusia tak akan puas." (Amsal 27:20). Bila mata kita hanya tertuju kepada hal-hal yang demikian dan sepenuhnya dikuasai oleh keadaan atau situasi yang ada cepat atau lambat kita akan mengalami kebutaan rohani, sehingga kita tidak mau melihat apa yang menjadi kehendak Tuhan. "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." (1 Yohanes 2:16). Dengan mata jasmani pula kita mudah sekali melihat kelemahan dan kekurangan orang lain, mengkritik atau menghakimi orang lain, karena kita merasa diri kitalah yang paling benar, paling hebat, paling pintar, yang harus dihormati dan dihargai orang lain. "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu." (Matius 7:3-4).
Alkitab mengingatkan: "Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (Matius 6:22-23). Dalam menjalani hidup ini orang percaya harus senantiasa memfungsikan mata rohaninya, yaitu hidup dengan tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi, artinya hidup karena percaya, bukan melihat. Dengan mata rohani inilah kita dapat melihat dengan penglihatan Ilahi: selalu ada kebaikan di balik masalah atau penderitaan yang ada.
Mungkin saat ini kita masih dihadapkan pada situasi-situasi sulit, namun dengan mata rohani kita akan selalu dimampukan untuk selalu bersikap optimis, sebab kita percaya bahwa dalam segala perkara Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (baca Roma 8:28); dengan mata rohani, kita dimampukan untuk melihat kesempatan di setiap kesempitan.
Dengan mata rohani kita akan melihat perkara-perkara besar dari Tuhan!
Tuesday, November 8, 2016
PENYERTAAN TUHAN: Kunci Keberhasilan (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2016
Baca: Kejadian 39:1-23
"...karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil." Kejadian 39:23
Mempertahankan hidup benar di hadapan Tuhan malah mengantarkan Yusuf ke penjara! Mungkin secara manusia itu tidak adil! Tetapi jika hal itu Tuhan ijinkan pasti ada rencana-Nya yang indah, karena kokohnya jeruji besi takkan sanggup memisahkan dan membatasi kasih dan kuasa Tuhan bekerja. "Tetapi TUHAN menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu." (ayat 21). Penyertaan Tuhan inilah yang menjadikan segala sesuatunya mungkin, karena tidak ada perkara mustahil bagi-Nya. "Sebab itu kepala penjara mempercayakan semua tahanan dalam penjara itu kepada Yusuf, dan segala pekerjaan yang harus dilakukan di situ, dialah yang mengurusnya." (ayat 22).
Yang terutama harus kita lakukan ketika mengalami proses adalah berserah penuh kepada Tuhan. Seberat apa pun keadaannya tetaplah mengerjakan bagian kita yaitu hidup benar di hadapan Tuhan, seperti yang dilakukan Yusuf. Tetapi bila kita tak mengerti maksud Ilahi ini tentu kita akan keliru menilai bahwa Tuhan telah berlaku tidak adil. Di tengah masalah yang mendera kita pun berpikir Tuhan telah melupakan dan meninggalkan kita begitu saja sehingga seolah-olah masalah datang secara bertubi-tubi. Marilah kita juga belajar mengerti apa kehendak Tuhan. Biarlah Tuhan sendiri yang menilai apakah kita sudah cukup waktu dan siap dibawa ke dalam rencana-Nya yang indah.
Ketika proses itu dirasa Tuhan sudah cukup maka peninggian pun datang dari-Nya. "Demikianlah Yusuf muncul sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir." (Kejadian 41:45b). Yusuf sadar bahwa untuk mengalami penggenapan janji-janji Tuhan ada proses yang harus dilewati yang tidak singkat dan sakit secara daging. Tak disangkanya bahwa kelaparan yang terjadi menyebabkan saudara-saudaranya dan ayahnya hidup di bawah kuasanya, persis seperti yang telah diimpikannya. Apa yang terjadi dalam kehidupan Yusuf sama sekali di luar pikiran manusia!
"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya...Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." Pengkhotbah 3:11
Baca: Kejadian 39:1-23
"...karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil." Kejadian 39:23
Mempertahankan hidup benar di hadapan Tuhan malah mengantarkan Yusuf ke penjara! Mungkin secara manusia itu tidak adil! Tetapi jika hal itu Tuhan ijinkan pasti ada rencana-Nya yang indah, karena kokohnya jeruji besi takkan sanggup memisahkan dan membatasi kasih dan kuasa Tuhan bekerja. "Tetapi TUHAN menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu." (ayat 21). Penyertaan Tuhan inilah yang menjadikan segala sesuatunya mungkin, karena tidak ada perkara mustahil bagi-Nya. "Sebab itu kepala penjara mempercayakan semua tahanan dalam penjara itu kepada Yusuf, dan segala pekerjaan yang harus dilakukan di situ, dialah yang mengurusnya." (ayat 22).
Yang terutama harus kita lakukan ketika mengalami proses adalah berserah penuh kepada Tuhan. Seberat apa pun keadaannya tetaplah mengerjakan bagian kita yaitu hidup benar di hadapan Tuhan, seperti yang dilakukan Yusuf. Tetapi bila kita tak mengerti maksud Ilahi ini tentu kita akan keliru menilai bahwa Tuhan telah berlaku tidak adil. Di tengah masalah yang mendera kita pun berpikir Tuhan telah melupakan dan meninggalkan kita begitu saja sehingga seolah-olah masalah datang secara bertubi-tubi. Marilah kita juga belajar mengerti apa kehendak Tuhan. Biarlah Tuhan sendiri yang menilai apakah kita sudah cukup waktu dan siap dibawa ke dalam rencana-Nya yang indah.
Ketika proses itu dirasa Tuhan sudah cukup maka peninggian pun datang dari-Nya. "Demikianlah Yusuf muncul sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir." (Kejadian 41:45b). Yusuf sadar bahwa untuk mengalami penggenapan janji-janji Tuhan ada proses yang harus dilewati yang tidak singkat dan sakit secara daging. Tak disangkanya bahwa kelaparan yang terjadi menyebabkan saudara-saudaranya dan ayahnya hidup di bawah kuasanya, persis seperti yang telah diimpikannya. Apa yang terjadi dalam kehidupan Yusuf sama sekali di luar pikiran manusia!
"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya...Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." Pengkhotbah 3:11
Monday, November 7, 2016
PENYERTAAN TUHAN: Kunci Keberhasilan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 November 2016
Baca: Kejadian 39:1-23
"Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" Kejadian 39:9b
Saat berada di rumah Potifar kualitas iman Yusuf benar-benar diuji melalui isteri Potifar yang dipakai Iblis untuk mengincar dan merayunya untuk melakukan perbuatan cemar. Saat itu Yusuf benar-benar seperti makan buah simalakama. Di satu pihak isteri potifar adalah majikannya, dan tugas budak adalah melayani tuannya... kalau membantah pasti ada konsekuensi yang harus ditanggung; di sisi lain Yusuf takut akan Tuhan, dan seandainya ia lebih menuruti nafsu bejat isteri Potifar, tamatlah riwayat hidupnya. Ternyata keteguhan iman Yusuf membawanya keluar dari ujian berat ini. Ia sama sekali tidak mau berkompromi dengan dosa sedikit pun, tidak mau mencemarkan tubuhnya dengan hal-hal najis, padahal saat itu usia Yusuf masih sangat muda, usia yang penuh gejolak dan sangat rentan dengan berbagai macam godaan.
Ketegasan Yusuf untuk tidak berlaku cela di hadapan Tuhan didemonstrasikan ketika menolak tawaran isteri Potifar yang mencoba menjeratnya: "'Marilah tidur dengan aku.' Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar." (ayat 12). Ini menunjukkan bahwa Yusuf lebih memilih takut kepada Tuhan daripada kepada manusia. Ada tertulis: "Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka." (Matius 10:28). Namun karena mempertahankan kesucian hidupnya Yusuf harus mengalami fitnahan dan dimasukkan ke dalam penjara. Dalam kondisi seprti ini sesungguhnya ia punya alasan memberontak kepada Tuhan dengan berkata, "Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi." (Mazmur 73:13-14). Tetapi tidak ada keluhan sepatah kata pun keluar dari pemuda ini karena ia sangat percaya bahwa "Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong;" (Mazmur 34:16).
Saudara mengalami hal-hal serupa? Percayalah kita tak pernah ditinggalkan-Nya!
Ada harga yang harus dibayar untuk memiliki hati yang takut akan Tuhan!
Baca: Kejadian 39:1-23
"Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" Kejadian 39:9b
Saat berada di rumah Potifar kualitas iman Yusuf benar-benar diuji melalui isteri Potifar yang dipakai Iblis untuk mengincar dan merayunya untuk melakukan perbuatan cemar. Saat itu Yusuf benar-benar seperti makan buah simalakama. Di satu pihak isteri potifar adalah majikannya, dan tugas budak adalah melayani tuannya... kalau membantah pasti ada konsekuensi yang harus ditanggung; di sisi lain Yusuf takut akan Tuhan, dan seandainya ia lebih menuruti nafsu bejat isteri Potifar, tamatlah riwayat hidupnya. Ternyata keteguhan iman Yusuf membawanya keluar dari ujian berat ini. Ia sama sekali tidak mau berkompromi dengan dosa sedikit pun, tidak mau mencemarkan tubuhnya dengan hal-hal najis, padahal saat itu usia Yusuf masih sangat muda, usia yang penuh gejolak dan sangat rentan dengan berbagai macam godaan.
Ketegasan Yusuf untuk tidak berlaku cela di hadapan Tuhan didemonstrasikan ketika menolak tawaran isteri Potifar yang mencoba menjeratnya: "'Marilah tidur dengan aku.' Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar." (ayat 12). Ini menunjukkan bahwa Yusuf lebih memilih takut kepada Tuhan daripada kepada manusia. Ada tertulis: "Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka." (Matius 10:28). Namun karena mempertahankan kesucian hidupnya Yusuf harus mengalami fitnahan dan dimasukkan ke dalam penjara. Dalam kondisi seprti ini sesungguhnya ia punya alasan memberontak kepada Tuhan dengan berkata, "Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi." (Mazmur 73:13-14). Tetapi tidak ada keluhan sepatah kata pun keluar dari pemuda ini karena ia sangat percaya bahwa "Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong;" (Mazmur 34:16).
Saudara mengalami hal-hal serupa? Percayalah kita tak pernah ditinggalkan-Nya!
Ada harga yang harus dibayar untuk memiliki hati yang takut akan Tuhan!
Sunday, November 6, 2016
PENYERTAAN TUHAN: Kunci Keberhasilan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 November 2016
Baca: Kejadian 39:1-23
"Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu." Kejadian 39:2
Penyertaan-Mu Tuhan segalanya bagiku... Hadir-Mu di hidupku terutama bagiku... Ini adalah penggalan lagu "Penyertaan-Mu" yang dinyanyikan Kamasean, yang mengingatkan kita betapa pentingnya penyertaan dan kehadiran Tuhan dalam hidup orang percaya! Tak bisa dibayangkan apa jadinya hidup kita ini tanpa Tuhan yang menyertai dan menuntun langkah-langkah kita.
Yusuf adalah contoh orang yang mengalami penyertaan Tuhan di sepanjang hidupnya. Zaman dahulu bila orang dijual kepada pihak lain untuk dijadikan budak, bisa dipastikan nasib buruklah yang akan menimpa hidupnya, karena si tuan yang membeli budak itu akan berlaku semena-mena. Yusuf pun demikian, harus melewati masa-masa sulit karena statusnya sebagai budak. Tetapi semua yang terjadi atas dirinya bukanlah malapetaka, bahkan sebaliknya ia dibuat selalu berhasil dalam apa yang dikerjakannya karena Tuhan menyertainya. "Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf." (ayat 3-4). Penyertaan Tuhan atas diri Yusuf benar-benar nyata, sama seperti janji Tuhan terhadap Yakub, ayahnya: "Sesungguhnya Aku menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke manapun engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau, melainkan tetap melakukan apa yang Kujanjikan kepadamu." (Kejadian 28:15).
Namun sebelum semua ini dapat dinikmati, Yusuf harus terlebih dahulu mengalami proses 'peremukan' dari Tuhan melalui tekanan demi tekanan, masalah demi masalah yang serasa tiada berujung, juga melalui orang-orang di sekitarnya; saat itulah karakter Yusuf dibentuk. Sakit secara daging, tapi merupakan bagian dari rencana Tuhan.
"Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula." Ayub 5:18
Baca: Kejadian 39:1-23
"Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu." Kejadian 39:2
Penyertaan-Mu Tuhan segalanya bagiku... Hadir-Mu di hidupku terutama bagiku... Ini adalah penggalan lagu "Penyertaan-Mu" yang dinyanyikan Kamasean, yang mengingatkan kita betapa pentingnya penyertaan dan kehadiran Tuhan dalam hidup orang percaya! Tak bisa dibayangkan apa jadinya hidup kita ini tanpa Tuhan yang menyertai dan menuntun langkah-langkah kita.
Yusuf adalah contoh orang yang mengalami penyertaan Tuhan di sepanjang hidupnya. Zaman dahulu bila orang dijual kepada pihak lain untuk dijadikan budak, bisa dipastikan nasib buruklah yang akan menimpa hidupnya, karena si tuan yang membeli budak itu akan berlaku semena-mena. Yusuf pun demikian, harus melewati masa-masa sulit karena statusnya sebagai budak. Tetapi semua yang terjadi atas dirinya bukanlah malapetaka, bahkan sebaliknya ia dibuat selalu berhasil dalam apa yang dikerjakannya karena Tuhan menyertainya. "Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf." (ayat 3-4). Penyertaan Tuhan atas diri Yusuf benar-benar nyata, sama seperti janji Tuhan terhadap Yakub, ayahnya: "Sesungguhnya Aku menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke manapun engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau, melainkan tetap melakukan apa yang Kujanjikan kepadamu." (Kejadian 28:15).
Namun sebelum semua ini dapat dinikmati, Yusuf harus terlebih dahulu mengalami proses 'peremukan' dari Tuhan melalui tekanan demi tekanan, masalah demi masalah yang serasa tiada berujung, juga melalui orang-orang di sekitarnya; saat itulah karakter Yusuf dibentuk. Sakit secara daging, tapi merupakan bagian dari rencana Tuhan.
"Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula." Ayub 5:18
Saturday, November 5, 2016
BATIN YANG SELALU DIPERBAHARUI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 November 2016
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari." 2 Korintus 4:16
Menjadi tua, yang secara otomatis disertai dengan kemerosotan secara fisik (lahiriah), tak bisa dihindari oleh siapa pun, namun yang terpenting adalah bagaimana menjadi tua yang sehat, mandiri dan berkualitas, yaitu mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa. Demikian dikemukakan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X melalui Wagub Paku Alam IX, pada puncak peringatan Hari Lanjut Usia Nasional ke-16 Provinsi DIY, pada 29 Mei 2016 lalu.
Tak bisa disangkal oleh siapa pun bahwa tubuh jasmaniah manusia semakin hari semakin berkurang kekuatannya; semakin bertambah usia, manusia lahiriah semakin merosot. Ada orang-orang tertentu yang stres berat dan menjadi tawar hati karena takut menjadi tua sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperlambat penuaan: melakukan operasi plastik atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Sebagai orang percaya tidak perlu kita takut menjadi tua, tetapi milikilah prinsip seperti rasul Paulus: meski manusia lahiriahnya merosot namun batin manusia batiniahnya dibaharui dari sehari ke sehari. Siapa yang memperbaharui manusia batiniah kita? Pembaharuan manusia batiniah adalah pekerjaan Roh Kudus karena Ia tinggal dan memenuhi hati setiap orang percaya. Alkitab menyatakan bahwa pembaharuan manusia batiniah terjadi "...karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus," (Titus 3:5b). Jelas dikatakan bahwa proses 'kelahiran baru' dan proses 'pembaharuan batiniah' dalam diri orang percaya dikerjakan oleh Oknum yang sama yaitu Roh Kudus. Rasul Paulus berdoa untuk jemaat di Efesus, "...supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu," (Efesus 3:16).
Dalam kekristenan tidak ada istilah berhenti berproses, "...sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Persekutuan yang karib dengan Roh Kudus setiap hari akan membuat manusia batiniah kita semakin hari semakin diperbaharui.
"...perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" Mazmur 51:12
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari." 2 Korintus 4:16
Menjadi tua, yang secara otomatis disertai dengan kemerosotan secara fisik (lahiriah), tak bisa dihindari oleh siapa pun, namun yang terpenting adalah bagaimana menjadi tua yang sehat, mandiri dan berkualitas, yaitu mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa. Demikian dikemukakan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X melalui Wagub Paku Alam IX, pada puncak peringatan Hari Lanjut Usia Nasional ke-16 Provinsi DIY, pada 29 Mei 2016 lalu.
Tak bisa disangkal oleh siapa pun bahwa tubuh jasmaniah manusia semakin hari semakin berkurang kekuatannya; semakin bertambah usia, manusia lahiriah semakin merosot. Ada orang-orang tertentu yang stres berat dan menjadi tawar hati karena takut menjadi tua sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperlambat penuaan: melakukan operasi plastik atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Sebagai orang percaya tidak perlu kita takut menjadi tua, tetapi milikilah prinsip seperti rasul Paulus: meski manusia lahiriahnya merosot namun batin manusia batiniahnya dibaharui dari sehari ke sehari. Siapa yang memperbaharui manusia batiniah kita? Pembaharuan manusia batiniah adalah pekerjaan Roh Kudus karena Ia tinggal dan memenuhi hati setiap orang percaya. Alkitab menyatakan bahwa pembaharuan manusia batiniah terjadi "...karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus," (Titus 3:5b). Jelas dikatakan bahwa proses 'kelahiran baru' dan proses 'pembaharuan batiniah' dalam diri orang percaya dikerjakan oleh Oknum yang sama yaitu Roh Kudus. Rasul Paulus berdoa untuk jemaat di Efesus, "...supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu," (Efesus 3:16).
Dalam kekristenan tidak ada istilah berhenti berproses, "...sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Persekutuan yang karib dengan Roh Kudus setiap hari akan membuat manusia batiniah kita semakin hari semakin diperbaharui.
"...perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" Mazmur 51:12
Friday, November 4, 2016
BERKHIANAT TERHADAP TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 November 2016
Baca: Mazmur 78:56-64
"Tetapi mereka mencobai dan memberontak terhadap Allah, Yang Mahatinggi, dan tidak berpegang pada peringatan-peringatan-Nya; mereka murtad dan berkhianat seperti nenek moyang mereka, berubah seperti busur yang memperdaya;" Mazmur 78:56-57
Banyak orang beranggapan bahwa yang termasuk dalam kategori perbuatan jahat adalah mencuri, membunuh, merampok, memperkosa, menipu, menganiaya, korupsi dan seputarnya, sehingga jika orang tidak melakukan perbuatan-perbuatan seperti yang disebutkan tadi, berarti mereka bukanlah golongan orang yang jahat.
Yang dimaksud perbuatan jahat adalah segala berbuatan yang tidak sejalan dan bertentangan dengan firman Tuhan, termasuk di dalamnya pengkhianatan yaitu berlaku tidak setia, memberontak dan tidak mengakui kebesaran kuasa Tuhan, lalu berpaling kepada ilah lain. Arti kata berkhianat adalah perbuatan tidak setia, tipu daya, perbuatan yang bertentangan dengan janji. Berlaku khianat kepada sesama manusia saja sudah merupakan kejahatan, terlebih lagi kepada Tuhan. Bangsa Israel adalah contohnya. Umat Israel telah mengecap kebaikan Tuhan dan pertolongan-Nya tapi mereka selau memberontak kepada Tuhan, bahkan berpaling dari hadapan-Nya dan menyembah ilah lain (berhala-berhala), "Mereka membangkitkan cemburu-Nya dengan allah asing, mereka menimbulkan sakit hati-Nya dengan dewa kekejian, mereka mempersembahkan korban kepada roh-roh jahat yang bukan Allah, kepada allah yang tidak mereka kenal, allah baru yang belum lama timbul, yang kepadanya nenek moyangmu tidak gentar. Mereka membangkitkan cemburu-Ku dengan yang bukan Allah, mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan berhala mereka." (Ulangan 32:16, 17, 21a).
Sudah diselamatkan melalui pengorbanan Kristus di kayu salib, dipulihkan ekonomi keluarganya, disembuhkan dari sakit-penyakitnya, namun ada banyak orang Kristen melupakan Tuhan begitu saja dan bahkan meninggalkan-Nya karena tergiur oleh harta, jabatan, popularitas, kemewahan dunia atau pasangan hidup... bukankah itu adalah sebuah pengkhianatan? Sadar atau tidak tindakan tersebut sangat menyakiti hati Tuhan dan jahat di hadapan-Nya.
"...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu; yang mendapat malu ialah mereka yang berbuat khianat..." Mazmur 25:3
Baca: Mazmur 78:56-64
"Tetapi mereka mencobai dan memberontak terhadap Allah, Yang Mahatinggi, dan tidak berpegang pada peringatan-peringatan-Nya; mereka murtad dan berkhianat seperti nenek moyang mereka, berubah seperti busur yang memperdaya;" Mazmur 78:56-57
Banyak orang beranggapan bahwa yang termasuk dalam kategori perbuatan jahat adalah mencuri, membunuh, merampok, memperkosa, menipu, menganiaya, korupsi dan seputarnya, sehingga jika orang tidak melakukan perbuatan-perbuatan seperti yang disebutkan tadi, berarti mereka bukanlah golongan orang yang jahat.
Yang dimaksud perbuatan jahat adalah segala berbuatan yang tidak sejalan dan bertentangan dengan firman Tuhan, termasuk di dalamnya pengkhianatan yaitu berlaku tidak setia, memberontak dan tidak mengakui kebesaran kuasa Tuhan, lalu berpaling kepada ilah lain. Arti kata berkhianat adalah perbuatan tidak setia, tipu daya, perbuatan yang bertentangan dengan janji. Berlaku khianat kepada sesama manusia saja sudah merupakan kejahatan, terlebih lagi kepada Tuhan. Bangsa Israel adalah contohnya. Umat Israel telah mengecap kebaikan Tuhan dan pertolongan-Nya tapi mereka selau memberontak kepada Tuhan, bahkan berpaling dari hadapan-Nya dan menyembah ilah lain (berhala-berhala), "Mereka membangkitkan cemburu-Nya dengan allah asing, mereka menimbulkan sakit hati-Nya dengan dewa kekejian, mereka mempersembahkan korban kepada roh-roh jahat yang bukan Allah, kepada allah yang tidak mereka kenal, allah baru yang belum lama timbul, yang kepadanya nenek moyangmu tidak gentar. Mereka membangkitkan cemburu-Ku dengan yang bukan Allah, mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan berhala mereka." (Ulangan 32:16, 17, 21a).
Sudah diselamatkan melalui pengorbanan Kristus di kayu salib, dipulihkan ekonomi keluarganya, disembuhkan dari sakit-penyakitnya, namun ada banyak orang Kristen melupakan Tuhan begitu saja dan bahkan meninggalkan-Nya karena tergiur oleh harta, jabatan, popularitas, kemewahan dunia atau pasangan hidup... bukankah itu adalah sebuah pengkhianatan? Sadar atau tidak tindakan tersebut sangat menyakiti hati Tuhan dan jahat di hadapan-Nya.
"...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu; yang mendapat malu ialah mereka yang berbuat khianat..." Mazmur 25:3