Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Januari 2016
Baca: Roma 10:1-3
"...mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar." Roma 10:2
Banyak orang berpikiran bahwa kekristenan itu tak lebih dari suatu ajaran atau agama. Jika kita menganggapnya demikian maka ibadah yang kita lakukan tak lebih dari rutinitas yang bersifat lahiriah atau agamawi. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius 15:8-9). Ibadah yang demikian takkan membawa perubahan dalam hidup seseorang bahkan cenderung menimbulkan sikap fanatik tanpa pengertian yang benar.
Ada dua macam jenis kefanatikan: fanatik ke luar dan fanatik ke dalam. Fanatik ke luar adalah fanatik yang membabi buta, memaksakan kehendak kepada orang lain untuk menerima iman dan keyakinannya. Jika orang lain tidak mau ia akan memusuhi, bahkan kalau perlu melakukan tindakan kekerasan dan penganiayaan terhadap orang-orang yang berbeda paham dengannya. Fanatik ke dalam adalah fanatik yang ditujukan pada diri sendiri, memfanatikkan dirinya dengan iman dan keyakinan kepada Tuhan, artinya ia akan berpegang teguh pada ajaran tidak akan berkompromi dengan dosa. Tetapi ia tidak akan pernah memusuhi, apalagi menganiaya orang-orang yang tidak sepaham atau seiman dengannya, melainkan akan mengasihi mereka dengan kasih yang tulus.
Sebelum bertobat Paulus adalah orang Farisi yang kefanatikannya bersifat ke luar. Itu terlihat dari tindakannya dalam menindas dan menganiaya orang percaya yang dianggapnya telah menghujat Tuhan. Paulus mengakuinya hal itu, "...aku sendiri pernah menyangka, bahwa aku harus keras bertindak menentang nama Yesus dari Nazaret. Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju, jika mereka dihukum mati.
Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang
meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota-kota asing." (Kisah 26:9-11).
Setelah bertemu dengan Tuhan Yesus secara pribadi Paulus mengalami jamahan-Nya dan hidupnya pun berubah 180 derajat.
Sunday, January 31, 2016
Saturday, January 30, 2016
IBLIS MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Januari 2016
Baca: 2 Korintus 2:5-11
"supaya Iblis jangan beroleh keuntungan atas kita, sebab kita tahu apa maksudnya." 2 Korintus 2:11
Banyak orang Kristen suka sekali meninggalkan jam-jam kebaktian dengan berbagai alasan. Itu tandanya mereka sudah tidak lagi mengutamakan perkara-perkara rohani, padahal semakin kita melangkah menjauh dari persekutuan dengan Tuhan semakin kita menjadi pusat perhatian dan incaran si Iblis. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Begitu juga sekalipun kita tampak aktif pelayanan, namun jika kita sendiri tidak karib dengan Tuhan secara pribadi melalui saat teduh, kita tetap saja menjadi sasaran empuk Iblis. Itulah pentingnya berjaga-jaga dan selalu berdoa! "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Kapan lagi waktu tepat bagi Iblis? Saat kita menyimpan luka hati dan hidup dalam dosa. Ketika hati dipenuhi hal-hal negatif seperti kecewa, sakit hati, iri hati, dendam, kepahitan, sulit mengampuni, amarah, persungutan, maka itu saat tepat bagi Iblis melepaskan anak panahnya. "Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat." (Matius 15:19). Maka "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Bila kita tidak segera melakukan pemberesan di hadapan Tuhan hal itu akan menjadi penghalang doa-doa kita: "Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar." (Mazmur 66:18).
Iblis musuh utama kita, jangan sekali-kali memberi celah kepadanya sebab ia selalu punya strategi-strategi khusus dalam hidup manusia. Masalah dan tantangan boleh saja terjadi, tapi kita harus memenuhi hati dan pikiran kita dengan hal-hal positif. Jangan berkompromi dengan dosa sebab dosa menjauhkan kita dari Tuhan (baca Yesaya 59:1-2), dan semakin memudahkan Iblis menyerang dan menghancurkan hidup kita.
Persekutuan karib dengan Tuhan dan firman-Nya, serta tidak berkompromi dengan dosa adalah benteng pertahanan terhadap serangan Iblis!
Baca: 2 Korintus 2:5-11
"supaya Iblis jangan beroleh keuntungan atas kita, sebab kita tahu apa maksudnya." 2 Korintus 2:11
Banyak orang Kristen suka sekali meninggalkan jam-jam kebaktian dengan berbagai alasan. Itu tandanya mereka sudah tidak lagi mengutamakan perkara-perkara rohani, padahal semakin kita melangkah menjauh dari persekutuan dengan Tuhan semakin kita menjadi pusat perhatian dan incaran si Iblis. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Begitu juga sekalipun kita tampak aktif pelayanan, namun jika kita sendiri tidak karib dengan Tuhan secara pribadi melalui saat teduh, kita tetap saja menjadi sasaran empuk Iblis. Itulah pentingnya berjaga-jaga dan selalu berdoa! "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Kapan lagi waktu tepat bagi Iblis? Saat kita menyimpan luka hati dan hidup dalam dosa. Ketika hati dipenuhi hal-hal negatif seperti kecewa, sakit hati, iri hati, dendam, kepahitan, sulit mengampuni, amarah, persungutan, maka itu saat tepat bagi Iblis melepaskan anak panahnya. "Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat." (Matius 15:19). Maka "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Bila kita tidak segera melakukan pemberesan di hadapan Tuhan hal itu akan menjadi penghalang doa-doa kita: "Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar." (Mazmur 66:18).
Iblis musuh utama kita, jangan sekali-kali memberi celah kepadanya sebab ia selalu punya strategi-strategi khusus dalam hidup manusia. Masalah dan tantangan boleh saja terjadi, tapi kita harus memenuhi hati dan pikiran kita dengan hal-hal positif. Jangan berkompromi dengan dosa sebab dosa menjauhkan kita dari Tuhan (baca Yesaya 59:1-2), dan semakin memudahkan Iblis menyerang dan menghancurkan hidup kita.
Persekutuan karib dengan Tuhan dan firman-Nya, serta tidak berkompromi dengan dosa adalah benteng pertahanan terhadap serangan Iblis!
Friday, January 29, 2016
IBLIS MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Januari 2016
Baca: Lukas 4:1-13
"Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik." Lukas 4:13
Jangan pernah berpikir bila keadaan kita sedang baik-baik saja berarti kita sedang terbebas dari incaran si Iblis. Salah! Dalam keadaan tenang ini kita harus selalu waspada dan ekstra hati-hati, sebab sampai detik ini Iblis terus "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Iblis tahu tidak ada gunanya melancarkan serangan membabi buta kepada orang percaya, tapi ia harus mencari 'sikon' yang tepat. Karena itu Iblis terus berjalan keliling sambil menunggu waktu yang baik. Saat seseorang bergaul karib dengan Tuhan dan hidup seturut kehendak-Nya adalah saat yang tidak tepat bagi Iblis, karena orang itu tidak mungkin dapat dikalahkannya karena di dalam orang tersebut ada Roh Kudus.
Kapan waktu yang tepat bagi Iblis? Saat kita mulai meninggalkan jam-jam kebaktian atau ibadah. Kebaktian atau ibadah adalah pertemuan antara Tuhan dan umat-Nya, oleh karena itu kebaktian tidak bersifat satu arah saja melainkan dua arah yaitu dari Tuhan kepada manusia, juga dari manusia kepada Tuhan. Itulah sebabnya di dalam kebaktian terdapat aktivitas dari Tuhan kepada umat-Nya: melalui firman yang disampaikan hamba-Nya; dari jemaat kepada Tuhan: berupa doa, pujian, penyembahan dan pemberian persembahan. Kebaktian atau ibadah itu penting sekali! "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Melalui kebaktian (ibadah) roh kita kembali disegarkan, iman dan pengharapan kita semakin diteguhkan.
Melalui kebaktian pula kita berkesempatan bersekutu dengan saudara seiman lainnya sebagai anggota keluarga Kerajaan Allah, karena kita "...bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," (Efesus 2:19), sehingga kita dapat saling menasihati, menopang, memotivasi, dan menguatkan.
Semakin kita setia berbakti kepada Tuhan semakin kita beroleh kekuatan untuk menjalani hari-hari yang ada sehingga kita tidak mudah diperdaya Iblis.
Baca: Lukas 4:1-13
"Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik." Lukas 4:13
Jangan pernah berpikir bila keadaan kita sedang baik-baik saja berarti kita sedang terbebas dari incaran si Iblis. Salah! Dalam keadaan tenang ini kita harus selalu waspada dan ekstra hati-hati, sebab sampai detik ini Iblis terus "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Iblis tahu tidak ada gunanya melancarkan serangan membabi buta kepada orang percaya, tapi ia harus mencari 'sikon' yang tepat. Karena itu Iblis terus berjalan keliling sambil menunggu waktu yang baik. Saat seseorang bergaul karib dengan Tuhan dan hidup seturut kehendak-Nya adalah saat yang tidak tepat bagi Iblis, karena orang itu tidak mungkin dapat dikalahkannya karena di dalam orang tersebut ada Roh Kudus.
Kapan waktu yang tepat bagi Iblis? Saat kita mulai meninggalkan jam-jam kebaktian atau ibadah. Kebaktian atau ibadah adalah pertemuan antara Tuhan dan umat-Nya, oleh karena itu kebaktian tidak bersifat satu arah saja melainkan dua arah yaitu dari Tuhan kepada manusia, juga dari manusia kepada Tuhan. Itulah sebabnya di dalam kebaktian terdapat aktivitas dari Tuhan kepada umat-Nya: melalui firman yang disampaikan hamba-Nya; dari jemaat kepada Tuhan: berupa doa, pujian, penyembahan dan pemberian persembahan. Kebaktian atau ibadah itu penting sekali! "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Melalui kebaktian (ibadah) roh kita kembali disegarkan, iman dan pengharapan kita semakin diteguhkan.
Melalui kebaktian pula kita berkesempatan bersekutu dengan saudara seiman lainnya sebagai anggota keluarga Kerajaan Allah, karena kita "...bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," (Efesus 2:19), sehingga kita dapat saling menasihati, menopang, memotivasi, dan menguatkan.
Semakin kita setia berbakti kepada Tuhan semakin kita beroleh kekuatan untuk menjalani hari-hari yang ada sehingga kita tidak mudah diperdaya Iblis.
Thursday, January 28, 2016
DAMPAK MEMUJI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Januari 2016
Baca: Mazmur 66:1-20
"Bersorak-sorailah bagi Allah, hai seluruh bumi, mazmurkanlah kemuliaan nama-Nya, muliakanlah Dia dengan puji-pujian!" Mazmur 66:1-2
Iman kristiani tidak dapat dipisahkan dari pujian. Dalam setiap ibadah aspek pujian selalu mendapat porsi cukup banyak selain pemberitaan firman Tuhan. Memuji Tuhan seharusnya menjadi bagian hidup orang percaya sehari-hari. Jadi jika ada orang Kristen tidak suka memuji Tuhan maka kekristenannya patut dipertanyakan. Orang Kristen yang normal pasti suka memuji Tuhan bukan hanya saat senang atau sukacita saja, tetapi di segala keadaan. Daud berkata, "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2), bahkan "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukum-Mu yang adil." (Mazmur 119:164).
Mengapa kita harus selalu memuji Tuhan? Saat kita memuji Tuhan Dia akan melawat kita karena Dia "...bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Kata bersemayam artinya duduk, tinggal dan berdiam. Puji-pujian kita merupakan singasana tempat Tuhan berdiam dan bertakhta. Saat kita memuji-muji Tuhan "...Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya," (Lukas 1:68). Seberat apa pun pergumulan yang kita hadapi jangan pernah berhenti memuji Tuhan. Jangan sampai kita dikalahkan oleh situasi-situasi yang ada! Karena itu katakan kepada jiwamu, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:6). Saat kita memuji-muji Tuhan Dia akan bertindak melepaskan kita dari kesesakan. "Sebab Ia melepaskan aku dari segala kesesakan, dan mataku memandangi musuhku." (Mazmur 54:9), dan Ia "...melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita," (Lukas 1:71). Mata jasmani kita tidak melihat, tapi percayalah dengan mata iman bahwa saat kita memuji Tuhan Dia akan berperang ganti kita.
Hiduplah senantiasa dalam puji-pujian, bahkan di saat tersulit sekali pun, karena saat kita melakukannya Tuhan akan hadir dan kehadiran-Nya pasti disertai dengan hadiratNya yang penuh kuasa!
Memuji Tuhan adalah perintah yang harus dilakukan oleh semua orang percaya, sebab kita diciptakan untuk kemuliaan nama-Nya (baca Yesaya 43:7).
Baca: Mazmur 66:1-20
"Bersorak-sorailah bagi Allah, hai seluruh bumi, mazmurkanlah kemuliaan nama-Nya, muliakanlah Dia dengan puji-pujian!" Mazmur 66:1-2
Iman kristiani tidak dapat dipisahkan dari pujian. Dalam setiap ibadah aspek pujian selalu mendapat porsi cukup banyak selain pemberitaan firman Tuhan. Memuji Tuhan seharusnya menjadi bagian hidup orang percaya sehari-hari. Jadi jika ada orang Kristen tidak suka memuji Tuhan maka kekristenannya patut dipertanyakan. Orang Kristen yang normal pasti suka memuji Tuhan bukan hanya saat senang atau sukacita saja, tetapi di segala keadaan. Daud berkata, "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2), bahkan "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukum-Mu yang adil." (Mazmur 119:164).
Mengapa kita harus selalu memuji Tuhan? Saat kita memuji Tuhan Dia akan melawat kita karena Dia "...bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Kata bersemayam artinya duduk, tinggal dan berdiam. Puji-pujian kita merupakan singasana tempat Tuhan berdiam dan bertakhta. Saat kita memuji-muji Tuhan "...Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya," (Lukas 1:68). Seberat apa pun pergumulan yang kita hadapi jangan pernah berhenti memuji Tuhan. Jangan sampai kita dikalahkan oleh situasi-situasi yang ada! Karena itu katakan kepada jiwamu, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:6). Saat kita memuji-muji Tuhan Dia akan bertindak melepaskan kita dari kesesakan. "Sebab Ia melepaskan aku dari segala kesesakan, dan mataku memandangi musuhku." (Mazmur 54:9), dan Ia "...melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita," (Lukas 1:71). Mata jasmani kita tidak melihat, tapi percayalah dengan mata iman bahwa saat kita memuji Tuhan Dia akan berperang ganti kita.
Hiduplah senantiasa dalam puji-pujian, bahkan di saat tersulit sekali pun, karena saat kita melakukannya Tuhan akan hadir dan kehadiran-Nya pasti disertai dengan hadiratNya yang penuh kuasa!
Memuji Tuhan adalah perintah yang harus dilakukan oleh semua orang percaya, sebab kita diciptakan untuk kemuliaan nama-Nya (baca Yesaya 43:7).
Wednesday, January 27, 2016
BERDUKACITA MELIHAT DOSA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Januari 2016
Baca: Lukas 6:20-26
"Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis." Lukas 6:25b
Jika memperhatikan keadaan dunia ini semua orang bisa langsung menyimpulkan bahwa keadaannya semakin hari tidak bertambah baik. Alkitab sudah mencatat bahwa di masa-masa akhir "Kamu akan mendengar deru perang atau kabar-kabar tentang perang. Namun berawas-awaslah jangan kamu gelisah; sebab semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya. Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Akan ada kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat." (Matius 24:6-7). Dari tahun ke tahun dan dari generasi ke generasi tingkat kejahatan bukan semakin menurun, tetapi menunjukkan grafik yang terus meningkat dan menjadi-jadi. Berita tentang tindak kejahatan: pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, penindasan dan sebagainya sudah menjadi hal yang biasa kita lihat dan dengar setiap hari.
Tanpa disadari hati nurani kita pun mulai menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada. Jika hal ini dibiarkan terjadi, suatu saat nanti hati nurani kita akan menjadi tumpul dan tidak lagi punya kepekaan ketika menyaksikan kejahatan yang terjadi di sekitar kita. "Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa," (ayat nas). Orang yang masih memiliki hati nurani pasti akan berduka, menangis dan meratap ketika melihat dan mendengar kejahatan begitu merajalela di mana-mana. Bila hati nurani kita tersentuh dan timbul di hati rasa duka yang mendalam, yang membuat kita menangis dan tergerak untuk mendoakan mereka, sehingga Tuhan akan menyebut kita berbahagia.
Yesus berduka melihat Yerusalem penuh kejahatan: orang-orang Yahudi menolak kehadiran-Nya dan para hamba-Nya. Yesus menangisi kota itu, Ia tahu penghukuman atas mereka sudah menanti. "Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau." (Lukas 13:34).
Melihat orang-orang di sekitar hidup dalam kejahatan, apakah kita bersikap masa bodoh dan cuek, ataukah kita tergerak hati berdoa dan menolong mereka? "selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api." Yudas 23
Baca: Lukas 6:20-26
"Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis." Lukas 6:25b
Jika memperhatikan keadaan dunia ini semua orang bisa langsung menyimpulkan bahwa keadaannya semakin hari tidak bertambah baik. Alkitab sudah mencatat bahwa di masa-masa akhir "Kamu akan mendengar deru perang atau kabar-kabar tentang perang. Namun berawas-awaslah jangan kamu gelisah; sebab semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya. Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Akan ada kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat." (Matius 24:6-7). Dari tahun ke tahun dan dari generasi ke generasi tingkat kejahatan bukan semakin menurun, tetapi menunjukkan grafik yang terus meningkat dan menjadi-jadi. Berita tentang tindak kejahatan: pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, penindasan dan sebagainya sudah menjadi hal yang biasa kita lihat dan dengar setiap hari.
Tanpa disadari hati nurani kita pun mulai menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada. Jika hal ini dibiarkan terjadi, suatu saat nanti hati nurani kita akan menjadi tumpul dan tidak lagi punya kepekaan ketika menyaksikan kejahatan yang terjadi di sekitar kita. "Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa," (ayat nas). Orang yang masih memiliki hati nurani pasti akan berduka, menangis dan meratap ketika melihat dan mendengar kejahatan begitu merajalela di mana-mana. Bila hati nurani kita tersentuh dan timbul di hati rasa duka yang mendalam, yang membuat kita menangis dan tergerak untuk mendoakan mereka, sehingga Tuhan akan menyebut kita berbahagia.
Yesus berduka melihat Yerusalem penuh kejahatan: orang-orang Yahudi menolak kehadiran-Nya dan para hamba-Nya. Yesus menangisi kota itu, Ia tahu penghukuman atas mereka sudah menanti. "Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau." (Lukas 13:34).
Melihat orang-orang di sekitar hidup dalam kejahatan, apakah kita bersikap masa bodoh dan cuek, ataukah kita tergerak hati berdoa dan menolong mereka? "selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api." Yudas 23
Tuesday, January 26, 2016
MENDERITA SEBAGAI SAKSI KRISTUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Januari 2016
Baca: 1 Petrus 4:12-19
"Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu." 1 Petrus 4:16
Tak seorang pun manusia di dunia ini yang mau menderita dalam menjalani hidup. Yang diinginkan dan diimpikan oleh semua orang adalah hidup berbahagia.
Mengapa rasul Petrus juga menasihati agar setiap orang percaya atau pengikut Kristus atau orang Kristen tidak menjadi malu jika ia menderita? Kata menderita yang dimaksudkan ayat nas adalah menderita karena nama Kristus. Karena mempertahankan iman percayanya kepada Kristus seseorang rela dikucilkan oleh keluarga, dijauhi oleh teman dan sahabat, dan diperlakukan tidak adil oleh sesama; itulah penderitaan. "Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu." (ayat 14). Tetapi sebaliknya jika seseorang harus menderita karena melakukan perbuatan dosa atau melanggar hukum, itu yang seharusnya membuatnya malu. Karena itu "Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau." (ayat 15).
Setiap penderitaan selalu mendatangkan dukacita, tetapi firman Tuhan memperingatkan agar kita jangan menderita karena dosa, melainkan karena kebenaran. Ada tertulis: "Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya," (2 Timotius 3:12). Kata aniaya hampir selalu berkaitan dengan penderitaan. Berbicara tentang aniaya umumnya pikiran kita langsung tertuju kepada penderitaan secara fisik karena siksaan. Itu tidak salah! Namun sebenarnya ada dua macam aniaya yang dialami oleh orang yang sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan: pertama, penderitaan karena dianiaya secara fisik seperti yang dialami oleh para martir, bahkan mereka harus rela kehilangan nyawanya. Contoh: Stefanus yang mati dilempari batu karena imannya kepada Kristus (baca Kisah 7:54-60); Kedua, penderitaan menolak kenikmatan dosa. Saat seseorang bergumul dengan nafsu dosa di dalam tubuhnya atau saat menolak tawaran kenikmatan dosa, saat itulah ia menangis dan berdukacita.
Namun "...barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa." 1 Petrus 4:1
Baca: 1 Petrus 4:12-19
"Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu." 1 Petrus 4:16
Tak seorang pun manusia di dunia ini yang mau menderita dalam menjalani hidup. Yang diinginkan dan diimpikan oleh semua orang adalah hidup berbahagia.
Mengapa rasul Petrus juga menasihati agar setiap orang percaya atau pengikut Kristus atau orang Kristen tidak menjadi malu jika ia menderita? Kata menderita yang dimaksudkan ayat nas adalah menderita karena nama Kristus. Karena mempertahankan iman percayanya kepada Kristus seseorang rela dikucilkan oleh keluarga, dijauhi oleh teman dan sahabat, dan diperlakukan tidak adil oleh sesama; itulah penderitaan. "Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu." (ayat 14). Tetapi sebaliknya jika seseorang harus menderita karena melakukan perbuatan dosa atau melanggar hukum, itu yang seharusnya membuatnya malu. Karena itu "Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau." (ayat 15).
Setiap penderitaan selalu mendatangkan dukacita, tetapi firman Tuhan memperingatkan agar kita jangan menderita karena dosa, melainkan karena kebenaran. Ada tertulis: "Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya," (2 Timotius 3:12). Kata aniaya hampir selalu berkaitan dengan penderitaan. Berbicara tentang aniaya umumnya pikiran kita langsung tertuju kepada penderitaan secara fisik karena siksaan. Itu tidak salah! Namun sebenarnya ada dua macam aniaya yang dialami oleh orang yang sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan: pertama, penderitaan karena dianiaya secara fisik seperti yang dialami oleh para martir, bahkan mereka harus rela kehilangan nyawanya. Contoh: Stefanus yang mati dilempari batu karena imannya kepada Kristus (baca Kisah 7:54-60); Kedua, penderitaan menolak kenikmatan dosa. Saat seseorang bergumul dengan nafsu dosa di dalam tubuhnya atau saat menolak tawaran kenikmatan dosa, saat itulah ia menangis dan berdukacita.
Namun "...barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa." 1 Petrus 4:1
Monday, January 25, 2016
RONA-RONA KEHIDUPAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Januari 2016
Baca: Mazmur 66:1-20
"Sebab Engkau telah menguji kami, ya Allah, telah memurnikan kami, seperti orang memurnikan perak." Mazmur 66:10
Di dunia ini tidak ada sesuatu yang indah dan berharga mahal, yang dihasilkan secara kebetulan, atau muncul secara tiba-tiba, tetapi semuanya melalui sebuah proses.
Begitu pula kehidupan rohani, jika kita rindu menjadi 'perabot' Tuhan untuk maksud yang mulia, bukan yang kurang mulia atau biasa, tentu ada syaratnya: "...jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak." (2 Timotius 2:22-23a). Pula kita harus mau menjalani proses yang Tuhan kehendaki. Oleh karena itu milikilah sikap hati yang benar atau respons yang positif terhadap situasi-situasi yang terjadi dalam kehidupan ini. Mungkin kita harus melewati ujian, penderitaan, masalah, kesukaran, dan berbagai macam pergumulan yang berat; bukan berarti Tuhan tidak mengasihi kita atau berlaku kejam kepada kita, namun kita harus percaya bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Tuhan memakai situasi-situasi tersebut sebagai sarana untuk membentuk memurnikan dan mendewasakan kita sampai Ia membawa kita pada sebuah kehidupan yang indah di pemandangan-Nya.
Kehidupan kita ini bisa digambarakan seperti menu makanan yang terasa lezat, nikmat dan berkelas apabila memiliki campuran berbagai rasa yang telah dioleh dan diproses melalui dapur api oleh seorang chef (juru masak): terkadang ada suka, ada duka, ada manis, ada pahit, ada kesuksesan dan terkadang kegagalan. Itulah rona-rona sebuah kehidupan! Jika kita memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan selaku Chef yang sangat ahli dalam meramu resep, maka seberat apa pun proses yang harus kita jalani kita takkan pernah memberontak dan lari. Memang seketika waktu kita akan merasakan betapa pedih, perih, sakit dan dukacita yang dalam, namun Tuhan pasti akan membuat segala sesuatu indah pada waktunya (baca Pengkhotbah 3:11).
"...seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." Ayub 23:10
Baca: Mazmur 66:1-20
"Sebab Engkau telah menguji kami, ya Allah, telah memurnikan kami, seperti orang memurnikan perak." Mazmur 66:10
Di dunia ini tidak ada sesuatu yang indah dan berharga mahal, yang dihasilkan secara kebetulan, atau muncul secara tiba-tiba, tetapi semuanya melalui sebuah proses.
Begitu pula kehidupan rohani, jika kita rindu menjadi 'perabot' Tuhan untuk maksud yang mulia, bukan yang kurang mulia atau biasa, tentu ada syaratnya: "...jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak." (2 Timotius 2:22-23a). Pula kita harus mau menjalani proses yang Tuhan kehendaki. Oleh karena itu milikilah sikap hati yang benar atau respons yang positif terhadap situasi-situasi yang terjadi dalam kehidupan ini. Mungkin kita harus melewati ujian, penderitaan, masalah, kesukaran, dan berbagai macam pergumulan yang berat; bukan berarti Tuhan tidak mengasihi kita atau berlaku kejam kepada kita, namun kita harus percaya bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Tuhan memakai situasi-situasi tersebut sebagai sarana untuk membentuk memurnikan dan mendewasakan kita sampai Ia membawa kita pada sebuah kehidupan yang indah di pemandangan-Nya.
Kehidupan kita ini bisa digambarakan seperti menu makanan yang terasa lezat, nikmat dan berkelas apabila memiliki campuran berbagai rasa yang telah dioleh dan diproses melalui dapur api oleh seorang chef (juru masak): terkadang ada suka, ada duka, ada manis, ada pahit, ada kesuksesan dan terkadang kegagalan. Itulah rona-rona sebuah kehidupan! Jika kita memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan selaku Chef yang sangat ahli dalam meramu resep, maka seberat apa pun proses yang harus kita jalani kita takkan pernah memberontak dan lari. Memang seketika waktu kita akan merasakan betapa pedih, perih, sakit dan dukacita yang dalam, namun Tuhan pasti akan membuat segala sesuatu indah pada waktunya (baca Pengkhotbah 3:11).
"...seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." Ayub 23:10
Sunday, January 24, 2016
PERTANDINGAN IMAN (4)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Januari 2016
Baca: 2 Timotius 2:1-13
"Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga." 2 Timotius 2:5
Rasul Paulus adalah contoh orang yang memiliki tujuan dan tekad yang kuat dalam pertandingan iman. Masalah, penderitaan, kesukaran, tekanan, aniaya tak membuatnya lemah, kendor, apalagi sampai mundur dalam mengerjakan panggilan Tuhan. Justru ia semakin giat dan rohnya menyala-nyala dalam pelayanan. "Apakah mereka pelayan Kristus? -aku berkata seperti orang gila- aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu." (2 Korintus 11:23-26).
Dalam pertandingan iman seorang peserta pertandingan harus mengikuti aturan. Ini berbicara tentang ketaatan. Ketaatan berarti mau membayar harga. Bagimana mungkin seorang olahragawan meraih prestasi yang maksimal jika tidak mau taat terhadap instruksi pelatih, tidak menaati aturan yang berlaku? Contoh: berlatih keras dan disiplin, menjaga pola makan, tidak boleh keluyuran malam dan tidur teratur. Jadi kita dituntut memiliki gaya hidup yang berbeda, tahu apa yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.
Dalam pertandingan iman kita tidak bisa hidup semau gue, melainkan harus patuh kepada aturan yang berlaku yaitu firman Tuhan. Ada kedisiplinan rohani yang harus dibangun setiap hari melalui persekutuan yang karib dengan Tuhan dan ketaatan kita melakukan firman-Nya: "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Firman Tuhan menuntun langkah hidup kita sehingga kita tidak akan salah jalan atau tersesat, sampai kita mencapai garis akhir.
"Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Baca: 2 Timotius 2:1-13
"Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga." 2 Timotius 2:5
Rasul Paulus adalah contoh orang yang memiliki tujuan dan tekad yang kuat dalam pertandingan iman. Masalah, penderitaan, kesukaran, tekanan, aniaya tak membuatnya lemah, kendor, apalagi sampai mundur dalam mengerjakan panggilan Tuhan. Justru ia semakin giat dan rohnya menyala-nyala dalam pelayanan. "Apakah mereka pelayan Kristus? -aku berkata seperti orang gila- aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu." (2 Korintus 11:23-26).
Dalam pertandingan iman seorang peserta pertandingan harus mengikuti aturan. Ini berbicara tentang ketaatan. Ketaatan berarti mau membayar harga. Bagimana mungkin seorang olahragawan meraih prestasi yang maksimal jika tidak mau taat terhadap instruksi pelatih, tidak menaati aturan yang berlaku? Contoh: berlatih keras dan disiplin, menjaga pola makan, tidak boleh keluyuran malam dan tidur teratur. Jadi kita dituntut memiliki gaya hidup yang berbeda, tahu apa yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.
Dalam pertandingan iman kita tidak bisa hidup semau gue, melainkan harus patuh kepada aturan yang berlaku yaitu firman Tuhan. Ada kedisiplinan rohani yang harus dibangun setiap hari melalui persekutuan yang karib dengan Tuhan dan ketaatan kita melakukan firman-Nya: "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Firman Tuhan menuntun langkah hidup kita sehingga kita tidak akan salah jalan atau tersesat, sampai kita mencapai garis akhir.
"Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Saturday, January 23, 2016
PERTANDINGAN IMAN (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Januari 2016
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." 2 Timotius 4:7
Hal lain yang harus diperhatikan dalam pertandingan iman: saat berlari jangan menoleh ke belakang. "Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24b). Tidak menoleh ke belakang berarti fokus kepada tujuan atau sasaran. "...aku tidak berlari tanpa tujuan..." (1 Korintus 9:26). Lari begitu rupa artinya berlari dengan semangat tinggi dan tekad yang kuat, sebab jika berlari setengah hati, apalagi sambil menoleh ke belakang terus-menerus, kita pasti akan tertinggal jauh sehingga "...banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Matius 19:30). Kita berlari dengan mata mengarah ke depan, tertuju kepada Tuhan. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan..." (Ibrani 12:2). Inilah yang dilakukan Paulus: "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13).
Sebagai orang percaya status kita adalah umat pilihan Tuhan. "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu." (Yohanes 15:16a). Tuhan memilih kita bukan tanpa tujuan, tetapi "...supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap," (Yohanes 15:16b). Banyak orang menjalani hidup agamawi namun tidak memiliki kehidupan rohani yang sesuai kehendak Tuhan. Mereka terlibat berbagai macam aktivitas keagamaan tanpa mengetahui tujuan panggilan Tuhan dalam hidupnya, sehingga mereka asal berlari, atau seperti petinju yang sembarangan saja memukul tanpa sasaran yang jelas. Paulus berkata, "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Tanpa memiliki tujuan dan sasaran yang jelas kita takkan sanggup bertekun dalam pertandingan iman. Begitu ada masalah, penderitaan dan kesukaran kita akan mudah menyerah, kecewa dan mundur.
Paulus "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Filipi 3:14
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." 2 Timotius 4:7
Hal lain yang harus diperhatikan dalam pertandingan iman: saat berlari jangan menoleh ke belakang. "Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24b). Tidak menoleh ke belakang berarti fokus kepada tujuan atau sasaran. "...aku tidak berlari tanpa tujuan..." (1 Korintus 9:26). Lari begitu rupa artinya berlari dengan semangat tinggi dan tekad yang kuat, sebab jika berlari setengah hati, apalagi sambil menoleh ke belakang terus-menerus, kita pasti akan tertinggal jauh sehingga "...banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Matius 19:30). Kita berlari dengan mata mengarah ke depan, tertuju kepada Tuhan. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan..." (Ibrani 12:2). Inilah yang dilakukan Paulus: "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13).
Sebagai orang percaya status kita adalah umat pilihan Tuhan. "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu." (Yohanes 15:16a). Tuhan memilih kita bukan tanpa tujuan, tetapi "...supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap," (Yohanes 15:16b). Banyak orang menjalani hidup agamawi namun tidak memiliki kehidupan rohani yang sesuai kehendak Tuhan. Mereka terlibat berbagai macam aktivitas keagamaan tanpa mengetahui tujuan panggilan Tuhan dalam hidupnya, sehingga mereka asal berlari, atau seperti petinju yang sembarangan saja memukul tanpa sasaran yang jelas. Paulus berkata, "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Tanpa memiliki tujuan dan sasaran yang jelas kita takkan sanggup bertekun dalam pertandingan iman. Begitu ada masalah, penderitaan dan kesukaran kita akan mudah menyerah, kecewa dan mundur.
Paulus "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Filipi 3:14
Friday, January 22, 2016
PERTANDINGAN IMAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Januari 2016
Baca: 1 Timotius 6:11-16
"Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal." 1 Timotius 6:12a
Banyak orang Kristen menyerah di tengah pertandingan iman dan meninggalkan Tuhan. Mereka merasa sudah lama mengikut Tuhan tetapi hidupnya tidak mengalami perubahan berarti. Mereka terpedaya oleh bujuk rayu Iblis yang menawarkan kenikmatan duniawi. Jika motivasi kita dalam mengikut Tuhan hanya mengejar materi saja kita akan kecewa.
Banyak orang berbondong-bondong mencari Tuhan Yesus bukan karena merindukan pribadi-Nya. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Karena masalah ekonomi ini banyak orang Kristen kecewa, mengeluh dan bersungut-sungut. Mereka tenggelam dalam kesedihan, penyesalan, kekuatiran, kekecewaan, sakit hati, kebencian, kepahitan. Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Jangan biarkan beban hidup yang ada menghalangi langkah kita dalam pertandingan iman. Seberat apa pun tantangannya kita harus terus berlari dan fokus kepada tujuan. "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7), sehingga kita dapat berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Selain itu, dosa adalah faktor utama yang merintangi kita untuk turut dalam perlombaan iman, sebab Tuhan tidak pernah berkompromi dengan dosa. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Karena itu berhentilah berbuat dosa!
"Aku telah mengangkat beban dari bahunya, tangannya telah bebas dari keranjang pikulan; dalam kesesakan engkau berseru, maka Aku meluputkan engkau;" Mazmur 81:7-8
Baca: 1 Timotius 6:11-16
"Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal." 1 Timotius 6:12a
Banyak orang Kristen menyerah di tengah pertandingan iman dan meninggalkan Tuhan. Mereka merasa sudah lama mengikut Tuhan tetapi hidupnya tidak mengalami perubahan berarti. Mereka terpedaya oleh bujuk rayu Iblis yang menawarkan kenikmatan duniawi. Jika motivasi kita dalam mengikut Tuhan hanya mengejar materi saja kita akan kecewa.
Banyak orang berbondong-bondong mencari Tuhan Yesus bukan karena merindukan pribadi-Nya. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Karena masalah ekonomi ini banyak orang Kristen kecewa, mengeluh dan bersungut-sungut. Mereka tenggelam dalam kesedihan, penyesalan, kekuatiran, kekecewaan, sakit hati, kebencian, kepahitan. Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Jangan biarkan beban hidup yang ada menghalangi langkah kita dalam pertandingan iman. Seberat apa pun tantangannya kita harus terus berlari dan fokus kepada tujuan. "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7), sehingga kita dapat berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Selain itu, dosa adalah faktor utama yang merintangi kita untuk turut dalam perlombaan iman, sebab Tuhan tidak pernah berkompromi dengan dosa. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Karena itu berhentilah berbuat dosa!
"Aku telah mengangkat beban dari bahunya, tangannya telah bebas dari keranjang pikulan; dalam kesesakan engkau berseru, maka Aku meluputkan engkau;" Mazmur 81:7-8
Thursday, January 21, 2016
PERTANDINGAN IMAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Januari 2016
Baca: 1 Korintus 9:24-27
"Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal." 1 Korintus 9:25a
Perjalanan kekristenan tak ubahnya pertandingan olahraga lari jarak jauh yang melewati rute berliku-liku. Ada kalanya kita menempuh jalan yang menanjak penuh kerikil dan bebatuan, atau juga menyusuri lembah yang curam dan terjal. Tuhan memanggil kita untuk turut serta dalam pertandingan tersebut bukan hanya sebagai penonton.
Ada perbedaan mencolok antara peserta dan penonton. Penonton paling mahir berkomentar, melontarkan kritikan dan hujatan terhadap peserta lomba karena ia hanya menonton, bukan turut bertanding. Kondisi berbeda harus dialami oleh peserta lomba, di mana ia harus berjuang begitu rupa di gelanggang pertandingan, bermandi peluh dan tak jarang harus mengalami cidera di tengah pertandingan. Ingatlah bahwa penonton sampai kapan pun tidak pernah berhak mendapatkan medali atau piala; yang berhak menerima adalah peserta pertandingan! Tetapi banyak orang lebih memilih menjadi penonton dan menolak panggilan Tuhan untuk turut serta dalam pertandingan iman, dengan 1001 alasan. Ada pula yang mengiyakan namun selalu menunda-nunda waktu dengan berbagai dalih. Alkitab mencatat: "...banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Memang, untuk turut ambil bagian dalam pertandingan iman bukanlah perkara mudah, ada harga yang harus dibayar. Siap atau tidak siap kita akan dihadapkan pada banyak tantangan dan hambatan.
Ada hal-hal yang harus diperhatikan saat kita menjadi peserta pertandingan iman: kita harus menanggalkan beban dan dosa. "Karena...marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1). Coba bayangkan jika ada peserta pertandingan yang tetap memikul beban di punggung saat berlari! Sampai berapa lama ia akan mampu bertahan? Cepat atau lambat ia pasti akan mengalami kelelahan yang sangat dan kemudian menyerah di tengah jalan. Beban berbicara tentang masalah dan pergumulan hidup ini.
Tanggalkan beban Saudara dan serahkan semua kepada Tuhan, karena di dalam Dia selalu ada jalan keluar yang terbaik!
Baca: 1 Korintus 9:24-27
"Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal." 1 Korintus 9:25a
Perjalanan kekristenan tak ubahnya pertandingan olahraga lari jarak jauh yang melewati rute berliku-liku. Ada kalanya kita menempuh jalan yang menanjak penuh kerikil dan bebatuan, atau juga menyusuri lembah yang curam dan terjal. Tuhan memanggil kita untuk turut serta dalam pertandingan tersebut bukan hanya sebagai penonton.
Ada perbedaan mencolok antara peserta dan penonton. Penonton paling mahir berkomentar, melontarkan kritikan dan hujatan terhadap peserta lomba karena ia hanya menonton, bukan turut bertanding. Kondisi berbeda harus dialami oleh peserta lomba, di mana ia harus berjuang begitu rupa di gelanggang pertandingan, bermandi peluh dan tak jarang harus mengalami cidera di tengah pertandingan. Ingatlah bahwa penonton sampai kapan pun tidak pernah berhak mendapatkan medali atau piala; yang berhak menerima adalah peserta pertandingan! Tetapi banyak orang lebih memilih menjadi penonton dan menolak panggilan Tuhan untuk turut serta dalam pertandingan iman, dengan 1001 alasan. Ada pula yang mengiyakan namun selalu menunda-nunda waktu dengan berbagai dalih. Alkitab mencatat: "...banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Memang, untuk turut ambil bagian dalam pertandingan iman bukanlah perkara mudah, ada harga yang harus dibayar. Siap atau tidak siap kita akan dihadapkan pada banyak tantangan dan hambatan.
Ada hal-hal yang harus diperhatikan saat kita menjadi peserta pertandingan iman: kita harus menanggalkan beban dan dosa. "Karena...marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1). Coba bayangkan jika ada peserta pertandingan yang tetap memikul beban di punggung saat berlari! Sampai berapa lama ia akan mampu bertahan? Cepat atau lambat ia pasti akan mengalami kelelahan yang sangat dan kemudian menyerah di tengah jalan. Beban berbicara tentang masalah dan pergumulan hidup ini.
Tanggalkan beban Saudara dan serahkan semua kepada Tuhan, karena di dalam Dia selalu ada jalan keluar yang terbaik!
Wednesday, January 20, 2016
CITRA DIRI POSITIF
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Januari 2016
Baca: Yesaya 43:1-7
"...Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku." Yesaya 43:1
Citra diri (self-image) adalah sebuah keadaan dalam pikiran kita, cara kita berpikir dan merasa tentang diri kita. Ketika seseorang memiliki citra diri positif dampaknya pun akan positif: rasa percaya diri meningkat, memacu semangat dan memberi energi lebih untuk menjalani hidup sehingga segala potensi yang ada di dalam diri pun dapat di-explore secara maksimal. Bagaimana supaya kita memiliki citra diri positif? Belajarlah menerima diri sendiri apa adanya dengan segala kelemahan, kekuatan, kekurangan dan kelebihan yang kita miliki. Jika menyadari siapa diri kita di hadapan Tuhan seharusnya semua orang percaya memiliki citra diri positif tentang dirinya. Mengapa? "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4).
Apa buktinya kita berharga di mata Tuhan? 1. Tuhan rela mengorbankan nyawa-Nya bagi kita. "Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar--tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati--. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:6-8), bahkan "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:12). 2. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Walau Tuhan ada di sorga dan tidak berada di tengah-tengah kita tapi ada Roh Kudus yang diutus untuk menjadi Penolong bagi kita, bahkan Ia akan "...menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). 3. Tuhan tidak pernah menolak kita. Karena himpitan ekonomi ada orangtua yang rela menjual bayinya, bahkan karena kelahiran si anak tidak dikehendaki ada pula ibu yang tega membuang dan bahkan membunuh bayinya. Daud berkata, "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku." (Mazmur 27:10). Orangtua di dunia ini bisa saja menolak dan meninggalkan kita, tapi Tuhan tidak pernah menolak kita, Ia menerima kita apa adanya.
Tidak ada kasih di dunia ini seperti kasih Tuhan Yesus kepada kita!
Baca: Yesaya 43:1-7
"...Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku." Yesaya 43:1
Citra diri (self-image) adalah sebuah keadaan dalam pikiran kita, cara kita berpikir dan merasa tentang diri kita. Ketika seseorang memiliki citra diri positif dampaknya pun akan positif: rasa percaya diri meningkat, memacu semangat dan memberi energi lebih untuk menjalani hidup sehingga segala potensi yang ada di dalam diri pun dapat di-explore secara maksimal. Bagaimana supaya kita memiliki citra diri positif? Belajarlah menerima diri sendiri apa adanya dengan segala kelemahan, kekuatan, kekurangan dan kelebihan yang kita miliki. Jika menyadari siapa diri kita di hadapan Tuhan seharusnya semua orang percaya memiliki citra diri positif tentang dirinya. Mengapa? "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4).
Apa buktinya kita berharga di mata Tuhan? 1. Tuhan rela mengorbankan nyawa-Nya bagi kita. "Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar--tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati--. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:6-8), bahkan "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:12). 2. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Walau Tuhan ada di sorga dan tidak berada di tengah-tengah kita tapi ada Roh Kudus yang diutus untuk menjadi Penolong bagi kita, bahkan Ia akan "...menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). 3. Tuhan tidak pernah menolak kita. Karena himpitan ekonomi ada orangtua yang rela menjual bayinya, bahkan karena kelahiran si anak tidak dikehendaki ada pula ibu yang tega membuang dan bahkan membunuh bayinya. Daud berkata, "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku." (Mazmur 27:10). Orangtua di dunia ini bisa saja menolak dan meninggalkan kita, tapi Tuhan tidak pernah menolak kita, Ia menerima kita apa adanya.
Tidak ada kasih di dunia ini seperti kasih Tuhan Yesus kepada kita!
Tuesday, January 19, 2016
TUHAN PERHATIKAN KARAKTER
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Januari 2016
Baca: Roma 12:1-2
"Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:" Roma 12:2
Faktor fisik seringkali menjadi faktor utama orang menilai sesamanya. Karena itu banyak orang mengandalkan tampangnya yang rupawan, cantik, bodi yang sexy dan proporsional sebagai pendongkrak rasa percaya diri. Akhirnya orang hanya memusatkan diri kepada perkara-perkara jasmaniah dan melupakan perkara-perkara rohaniah. Mereka hanya memikirkan hal-hal duniawi yang sifatnya hanya sementara daripada memperhatikan hal-hal rohani yang sifatnya kekal, padahal "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Bagi Tuhan hal-hal jasmaniah sama sekali tidak masuk penilaian! Yang Tuhan nilai adalah hati. Ini berbicara tentang kerohanian atau karakter.
Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti, watak atau tabiat yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sebagai pengikut Kristus kita wajib memiliki karakter seperti Kristus. Karakter inilah yang membedakan kita dengan orang-orang di luar Tuhan. Karakter Kristus terbentuk di dalam kita melalui proses yang harus kita jalani seumur hidup. Karena itu milikilah hati yang rela diubah dan dibentuk Tuhan. "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (Yohanes 15:7-8). Syarat utama memiliki karakter seperti Kristus adalah tinggal di dalam Tuhan dan firman-Nya. Artinya bergaul karib dengan Tuhan dan taat melakukan firman-Nya, sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Berkat luar biasa disediakan Tuhan jika kita tinggal dalam Tuhan dan firman-Nya: "...mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Namun yang kita minta haruslah sesuai kehendak Tuhan, memuliakan nama-Nya dan merupakan kebutuhan kita.
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Baca: Roma 12:1-2
"Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:" Roma 12:2
Faktor fisik seringkali menjadi faktor utama orang menilai sesamanya. Karena itu banyak orang mengandalkan tampangnya yang rupawan, cantik, bodi yang sexy dan proporsional sebagai pendongkrak rasa percaya diri. Akhirnya orang hanya memusatkan diri kepada perkara-perkara jasmaniah dan melupakan perkara-perkara rohaniah. Mereka hanya memikirkan hal-hal duniawi yang sifatnya hanya sementara daripada memperhatikan hal-hal rohani yang sifatnya kekal, padahal "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Bagi Tuhan hal-hal jasmaniah sama sekali tidak masuk penilaian! Yang Tuhan nilai adalah hati. Ini berbicara tentang kerohanian atau karakter.
Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti, watak atau tabiat yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sebagai pengikut Kristus kita wajib memiliki karakter seperti Kristus. Karakter inilah yang membedakan kita dengan orang-orang di luar Tuhan. Karakter Kristus terbentuk di dalam kita melalui proses yang harus kita jalani seumur hidup. Karena itu milikilah hati yang rela diubah dan dibentuk Tuhan. "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (Yohanes 15:7-8). Syarat utama memiliki karakter seperti Kristus adalah tinggal di dalam Tuhan dan firman-Nya. Artinya bergaul karib dengan Tuhan dan taat melakukan firman-Nya, sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Berkat luar biasa disediakan Tuhan jika kita tinggal dalam Tuhan dan firman-Nya: "...mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Namun yang kita minta haruslah sesuai kehendak Tuhan, memuliakan nama-Nya dan merupakan kebutuhan kita.
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Monday, January 18, 2016
HINA DI MATA MANUSIA, BERHARGA DI MATA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Januari 2016
Baca: Efesus 3:1-13
"Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu," Efesus 3:8
Manusia menilai sesamanya berdasarkan apa yang dimiliki: uang, harta benda, prestasi, kedudukan dan sebagainya. Itulah sebabnya orang kaya cenderung berlaku sombong karena di mana-mana selalu dihargai dan dihormati. Mereka enggan bergaul dengan orang miskin karena merasa bukan se-level. Akhirnya mereka membentuk komunitas tersendiri: kaum sosialita.
Sesungguhnya makna asli dari kaum sosialita adalah kumpulan orang-orang yang memiliki derajat tinggi, kaya dan terpandang yang memiliki jiwa sosial terhadap orang-orang yang kurang mampu. Dewasa ini kata sosialita mengalami pergeseran makna karena selalu dikaitkan dengan kehidupan mewah, glamour dan menghambur-hamburkan uang untuk sekedar mendapatkan pengakuan atas kekayaannya. Sementara mereka yang tidak punya apa-apa akan semakin terpinggirkan sehingga mereka menjadi sangat minder, merasa tidak berarti dan hina. Tidak seharusnya kita berlaku demikian, sebab di hadapan Tuhan semua manusia adalah sama. Rasul Paulus sama sekali tidak merasa minder sebagai orang yang paling hina: "Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini..." Meski dihadapkan pada tekanan, penderitaan, aniaya, himpitan, kesukaran dan berbagai pergumulan berat lainnya Paulus tidak mengeluh dan berputus asa, sebaliknya ia tetap bisa mengucap syukur, bahkan dengan jujur mengakui bahwa dirinya adalah orang yang paling hina. Mengapa? Karena Paulus menyadari siapa dirinya di hadapan Tuhan, "...kita ini debu..." (Mazmur 103:14), telanjang dan miskin, tetapi karena kasih-Nya Tuhan telah mengangkat hidupnya dan memilihnya untuk menjadi mitra kerja-Nya. "...apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah..." (1 Korintus 1:28).
Jangan pernah berkecil hati dengan keadaan kita saat ini! Manusia boleh saja meremehkan dan merendahkan kita, tapi percayalah bahwa Tuhan sangat mengasihi kita!
"Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur," Mazmur 113:7
Baca: Efesus 3:1-13
"Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu," Efesus 3:8
Manusia menilai sesamanya berdasarkan apa yang dimiliki: uang, harta benda, prestasi, kedudukan dan sebagainya. Itulah sebabnya orang kaya cenderung berlaku sombong karena di mana-mana selalu dihargai dan dihormati. Mereka enggan bergaul dengan orang miskin karena merasa bukan se-level. Akhirnya mereka membentuk komunitas tersendiri: kaum sosialita.
Sesungguhnya makna asli dari kaum sosialita adalah kumpulan orang-orang yang memiliki derajat tinggi, kaya dan terpandang yang memiliki jiwa sosial terhadap orang-orang yang kurang mampu. Dewasa ini kata sosialita mengalami pergeseran makna karena selalu dikaitkan dengan kehidupan mewah, glamour dan menghambur-hamburkan uang untuk sekedar mendapatkan pengakuan atas kekayaannya. Sementara mereka yang tidak punya apa-apa akan semakin terpinggirkan sehingga mereka menjadi sangat minder, merasa tidak berarti dan hina. Tidak seharusnya kita berlaku demikian, sebab di hadapan Tuhan semua manusia adalah sama. Rasul Paulus sama sekali tidak merasa minder sebagai orang yang paling hina: "Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini..." Meski dihadapkan pada tekanan, penderitaan, aniaya, himpitan, kesukaran dan berbagai pergumulan berat lainnya Paulus tidak mengeluh dan berputus asa, sebaliknya ia tetap bisa mengucap syukur, bahkan dengan jujur mengakui bahwa dirinya adalah orang yang paling hina. Mengapa? Karena Paulus menyadari siapa dirinya di hadapan Tuhan, "...kita ini debu..." (Mazmur 103:14), telanjang dan miskin, tetapi karena kasih-Nya Tuhan telah mengangkat hidupnya dan memilihnya untuk menjadi mitra kerja-Nya. "...apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah..." (1 Korintus 1:28).
Jangan pernah berkecil hati dengan keadaan kita saat ini! Manusia boleh saja meremehkan dan merendahkan kita, tapi percayalah bahwa Tuhan sangat mengasihi kita!
"Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur," Mazmur 113:7
Sunday, January 17, 2016
ORANG KRISTEN YANG ROHANI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Januari 2016
Baca: Galatia 6:1-10
"Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri." Galatia 6:3
Ada dampak luar biasa ketika seseorang bersikap lemah lembut. "Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah." (Amsal 15:1). Kelemahlembutan mampu meredakan permusuhan, amarah, pertikaian. "Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran." (Kolose 3:12).
2. Mempraktekkan kasih dalam tindakan. Di zaman sekarang ini orang cenderung bersikap egois dan tidak punya empati. "...mencintai dirinya sendiri...tidak tahu mengasihi..." (2 Timotius 3:2-3). Dunia berprinsip bahwa memberi atau berkorban adalah sebuah kerugian besar karena kita kehilangan sesuatu. Seorang Kristen rohani harus berprinsip seperti yang Alkitab ajarkan, "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35). Ini berbicara tentang kasih yang dipraktekkan. "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2). Apalah artinya kita gembar-gembor tentang kasih jika hal itu cuma slogan? "Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:10).
3. Tidak mudah menghakimi orang lain. "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Adalah mudah menghakimi, mencari kesalahan dan kekurangan orang lain tetapi sulit sekali orang menerima masukan, kritikan, teguran atau koreksi. "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Matius 7:3). Orang Kristen rohani akan selalu menguji diri sendiri terlebih dahulu sebelum ia melihat keberadaan orang lain. "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi." (Matius 7:1). Suka menghakimi adalah pertanda seseorang masih hidup dalam kedagingan.
"Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." 2 Korintus 5:17
Baca: Galatia 6:1-10
"Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri." Galatia 6:3
Ada dampak luar biasa ketika seseorang bersikap lemah lembut. "Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah." (Amsal 15:1). Kelemahlembutan mampu meredakan permusuhan, amarah, pertikaian. "Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran." (Kolose 3:12).
2. Mempraktekkan kasih dalam tindakan. Di zaman sekarang ini orang cenderung bersikap egois dan tidak punya empati. "...mencintai dirinya sendiri...tidak tahu mengasihi..." (2 Timotius 3:2-3). Dunia berprinsip bahwa memberi atau berkorban adalah sebuah kerugian besar karena kita kehilangan sesuatu. Seorang Kristen rohani harus berprinsip seperti yang Alkitab ajarkan, "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35). Ini berbicara tentang kasih yang dipraktekkan. "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2). Apalah artinya kita gembar-gembor tentang kasih jika hal itu cuma slogan? "Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:10).
3. Tidak mudah menghakimi orang lain. "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Adalah mudah menghakimi, mencari kesalahan dan kekurangan orang lain tetapi sulit sekali orang menerima masukan, kritikan, teguran atau koreksi. "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Matius 7:3). Orang Kristen rohani akan selalu menguji diri sendiri terlebih dahulu sebelum ia melihat keberadaan orang lain. "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi." (Matius 7:1). Suka menghakimi adalah pertanda seseorang masih hidup dalam kedagingan.
"Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." 2 Korintus 5:17
Saturday, January 16, 2016
ORANG KRISTEN YANG ROHANI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Januari 2016
Baca: Galatia 6:1-10
"Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar..." Galatia 6:1
Tak bisa dipungkiri selama kaki masih berpijak di atas bumi ini setiap hari adalah sebuah perjuangan. Kita berjuang agar tetap dapat move on di tengah pergumulan hidup yang berat. Kita berjuang melawan arus dunia yang sedang berjalan menuju kepada kebinasaan. "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Inilah pergumulan terberat yang harus dialami semua orang percaya yaitu bagaimana harus menjadi pribadi yang berbeda dari dunia ini. Mengapa kita tidak boleh serupa dengan dunia? Karena "...kewargaan kita adalah di dalam sorga," (Filipi 3:20).
Karena kewargaan kita adalah sorga kita pun dituntut memiliki kehidupan yang mencerminkan sebagai warga sorga, yaitu kehidupan yang rohani. Meski masih hidup di dunia, tetapi cara hidup kita tidak boleh duniawi, harus tetap rohani. Memiliki kehidupan yang rohani bukan berarti harus menjadi fulltimer terlebih dahulu atau masuk sekolah Alkitab; bukan berarti selama 24 jam kita harus terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani di gereja. Seseorang dapat dikatakan memiliki kehidupan rohani apabila orang lain melihat Kristus melalui hidupnya: "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20). Ada beberapa ciri kehidupan yang rohani: 1. Memiliki roh yang lemah lembut. Lemah lembut adalah satu dari sembilan buah Roh yang harus dimiliki orang percaya. Lemah lembut berasal dari kata Yunani praus yang berarti kelembutan, kerendahan hati, perhatian, tidak kasar. Kata praus seringkali juga digunakan untuk menggambarkan perangai kuda yang sudah dijinakkan. Dengan kata lain orang yang lemah lembut adalah orang yang karakternya sudah diubah dan dibentuk oleh Roh Kudus dan firman-Nya, karena Tuhan Yesus adalah pribadi yang lemah lembut (baca Matius 11:29).
Seorang yang lemah lembut bukan berarti tidak tegas, lemah dan selalu mengalah. Lemah lembut berarti memiliki penguasaan diri dalam bersikap, tidak mudah terpancing emosi dan mampu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.
Sudahkan kita menjadi orang Kristen yang memiliki kelemahlembutan?
Baca: Galatia 6:1-10
"Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar..." Galatia 6:1
Tak bisa dipungkiri selama kaki masih berpijak di atas bumi ini setiap hari adalah sebuah perjuangan. Kita berjuang agar tetap dapat move on di tengah pergumulan hidup yang berat. Kita berjuang melawan arus dunia yang sedang berjalan menuju kepada kebinasaan. "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Inilah pergumulan terberat yang harus dialami semua orang percaya yaitu bagaimana harus menjadi pribadi yang berbeda dari dunia ini. Mengapa kita tidak boleh serupa dengan dunia? Karena "...kewargaan kita adalah di dalam sorga," (Filipi 3:20).
Karena kewargaan kita adalah sorga kita pun dituntut memiliki kehidupan yang mencerminkan sebagai warga sorga, yaitu kehidupan yang rohani. Meski masih hidup di dunia, tetapi cara hidup kita tidak boleh duniawi, harus tetap rohani. Memiliki kehidupan yang rohani bukan berarti harus menjadi fulltimer terlebih dahulu atau masuk sekolah Alkitab; bukan berarti selama 24 jam kita harus terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani di gereja. Seseorang dapat dikatakan memiliki kehidupan rohani apabila orang lain melihat Kristus melalui hidupnya: "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20). Ada beberapa ciri kehidupan yang rohani: 1. Memiliki roh yang lemah lembut. Lemah lembut adalah satu dari sembilan buah Roh yang harus dimiliki orang percaya. Lemah lembut berasal dari kata Yunani praus yang berarti kelembutan, kerendahan hati, perhatian, tidak kasar. Kata praus seringkali juga digunakan untuk menggambarkan perangai kuda yang sudah dijinakkan. Dengan kata lain orang yang lemah lembut adalah orang yang karakternya sudah diubah dan dibentuk oleh Roh Kudus dan firman-Nya, karena Tuhan Yesus adalah pribadi yang lemah lembut (baca Matius 11:29).
Seorang yang lemah lembut bukan berarti tidak tegas, lemah dan selalu mengalah. Lemah lembut berarti memiliki penguasaan diri dalam bersikap, tidak mudah terpancing emosi dan mampu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.
Sudahkan kita menjadi orang Kristen yang memiliki kelemahlembutan?
Friday, January 15, 2016
Elisabet: Air Mata Menjadi Sukacita
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Januari 2016
Baca: Lukas 1:57-66
"Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan iapun melahirkan seorang anak laki-laki." Lukas 1:57
Inilah reaksi Zakharia mendengar berita sukacita dan malaikat Gabriel: "Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi?" (ayat 18). Karena ketidakpercayaannya Zakharia harus menanggung akibatnya: kata malaikat itu, "Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya." (ayat 20). Zakharia bisu selama masa kehamilan isterinya.
Bayi yang dikandung Elisabet bukanlah bayi biasa. Ada rencana Allah yang besar yaitu menjadikannya kelak sebagai utusan Allah untuk mendahului Yesus Kristus, Sang Mesias: "...ia akan besar di hadapan Tuhan dan ia tidak akan minum anggur atau minuman keras dan ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka," (Lukas 1:15-16). Yohanes harus menjalani kehidupan yang baik: tidak minum anggur atau minuman keras.
Kita tahu perjanjian selalu melibatkan dua pihak yang sepakat. "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3). Dalam hal perjanjian Tuhan dengan manusia, pihak pertama adalah Tuhan, pihak kedua adalah orang percaya. Bagian Tuhan adalah menggenapi janji-Nya, sedangkan bagian kita adalah hidup dalam perjanjian-Nya, menaati firman-Nya. Dalam menantikan janji Tuhan ini kita dituntut percaya sampai janji-Nya digenapi. Masa penantian adalah masa yang menentukan. Banyak yang gagal dalam 'ujian' menanti waktu Tuhan. "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14).
Mendapatkan seorang putera di masa tua benar-benar mendatangkan sukacita besar bagi Elisabet dan Zakharia. Sesuai pesan Gabriel mereka menamai anak itu Yohanes, yang kemudian disebut Yohanes Pembaptis, orang yang dipakai Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi Mesias yang dinanti-nantikan orang Yahudi. Zakharia dan Elisabet yang menabur doa dengan cucuran air mata kini menuai sukacita!
"Ia mendudukkan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak, penuh sukacita. Haleluya!" Mazmur 113:9
Baca: Lukas 1:57-66
"Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan iapun melahirkan seorang anak laki-laki." Lukas 1:57
Inilah reaksi Zakharia mendengar berita sukacita dan malaikat Gabriel: "Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi?" (ayat 18). Karena ketidakpercayaannya Zakharia harus menanggung akibatnya: kata malaikat itu, "Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya." (ayat 20). Zakharia bisu selama masa kehamilan isterinya.
Bayi yang dikandung Elisabet bukanlah bayi biasa. Ada rencana Allah yang besar yaitu menjadikannya kelak sebagai utusan Allah untuk mendahului Yesus Kristus, Sang Mesias: "...ia akan besar di hadapan Tuhan dan ia tidak akan minum anggur atau minuman keras dan ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka," (Lukas 1:15-16). Yohanes harus menjalani kehidupan yang baik: tidak minum anggur atau minuman keras.
Kita tahu perjanjian selalu melibatkan dua pihak yang sepakat. "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3). Dalam hal perjanjian Tuhan dengan manusia, pihak pertama adalah Tuhan, pihak kedua adalah orang percaya. Bagian Tuhan adalah menggenapi janji-Nya, sedangkan bagian kita adalah hidup dalam perjanjian-Nya, menaati firman-Nya. Dalam menantikan janji Tuhan ini kita dituntut percaya sampai janji-Nya digenapi. Masa penantian adalah masa yang menentukan. Banyak yang gagal dalam 'ujian' menanti waktu Tuhan. "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14).
Mendapatkan seorang putera di masa tua benar-benar mendatangkan sukacita besar bagi Elisabet dan Zakharia. Sesuai pesan Gabriel mereka menamai anak itu Yohanes, yang kemudian disebut Yohanes Pembaptis, orang yang dipakai Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi Mesias yang dinanti-nantikan orang Yahudi. Zakharia dan Elisabet yang menabur doa dengan cucuran air mata kini menuai sukacita!
"Ia mendudukkan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak, penuh sukacita. Haleluya!" Mazmur 113:9
Thursday, January 14, 2016
ELISABET: Dihapuskan Aibnya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Januari 2016
Baca: Lukas 1:5-25
"Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang." Lukas 1:25
Ada beberapa wanita yang tercatat di Alkitab yang mengalami mujizat dari Tuhan yaitu memiliki keturunan di usia yang sudah tua: Sara, Hana dan juga Elisabet. Hari ini kita akan bahas tentang Elisabet.
Elisabet adalah isteri seorang imam bernama Zakharia. "Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat." (ayat 6). Meski memiliki hati yang takut akan Tuhan (hidup benar) bukan berarti mereka terbebas dari masalah. Siapa pun di dunia ini tidak akan pernah luput dari masalah atau penderitaan yang merupakan bagian dari kehidupan ini. Musa pun mengakui bahwa kebanggaan hidup manusia adalah kesukaran dan penderitaan (baca Mazmur 90:10). Masalah Elisabet dan suaminya adalah: "...mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya." (Lukas 1:7). Demikianlah, sebuah keluarga tidaklah lengkap tanpa kehadiran anak. Di zaman dahulu kemandulan merupan aib dan menimbulkan stigma negatif bagi wanita tersebut dan juga suaminya. Bahkan di kalangan Yahudi besar kemungkinan mereka akan dikucilkan oleh lingkungan, apalagi status Zakharia yang adalah seorang imam. Puluhan tahun lamanya keluarga ini harus mengalami tekanan, cibiran, hinaan dan olokan dari orang-orang sekitar. Meski demikian hal itu tidak membuat mereka kecewa kepada Tuhan. Mereka tetap setia melayani Tuhan. Elisabet juga sangat beruntung memiliki suami yang saleh. Meski tahu bahwa ia mandul Zakharia tidak bersikap semena-mena atau meninggalkannya.
Sebagai manusia mereka tidak memiliki cara menghapus aib tersebut, kecuali hanya berdoa memohon belas kasihan Tuhan. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Janji Tuhan pun digenapi, Ia mengutus malaikat Gabriel untuk menyampaikan kabar sukacita: "Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes." (Lukas 1:13).
"Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" Mazmur 25:3
Baca: Lukas 1:5-25
"Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang." Lukas 1:25
Ada beberapa wanita yang tercatat di Alkitab yang mengalami mujizat dari Tuhan yaitu memiliki keturunan di usia yang sudah tua: Sara, Hana dan juga Elisabet. Hari ini kita akan bahas tentang Elisabet.
Elisabet adalah isteri seorang imam bernama Zakharia. "Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat." (ayat 6). Meski memiliki hati yang takut akan Tuhan (hidup benar) bukan berarti mereka terbebas dari masalah. Siapa pun di dunia ini tidak akan pernah luput dari masalah atau penderitaan yang merupakan bagian dari kehidupan ini. Musa pun mengakui bahwa kebanggaan hidup manusia adalah kesukaran dan penderitaan (baca Mazmur 90:10). Masalah Elisabet dan suaminya adalah: "...mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya." (Lukas 1:7). Demikianlah, sebuah keluarga tidaklah lengkap tanpa kehadiran anak. Di zaman dahulu kemandulan merupan aib dan menimbulkan stigma negatif bagi wanita tersebut dan juga suaminya. Bahkan di kalangan Yahudi besar kemungkinan mereka akan dikucilkan oleh lingkungan, apalagi status Zakharia yang adalah seorang imam. Puluhan tahun lamanya keluarga ini harus mengalami tekanan, cibiran, hinaan dan olokan dari orang-orang sekitar. Meski demikian hal itu tidak membuat mereka kecewa kepada Tuhan. Mereka tetap setia melayani Tuhan. Elisabet juga sangat beruntung memiliki suami yang saleh. Meski tahu bahwa ia mandul Zakharia tidak bersikap semena-mena atau meninggalkannya.
Sebagai manusia mereka tidak memiliki cara menghapus aib tersebut, kecuali hanya berdoa memohon belas kasihan Tuhan. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Janji Tuhan pun digenapi, Ia mengutus malaikat Gabriel untuk menyampaikan kabar sukacita: "Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes." (Lukas 1:13).
"Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" Mazmur 25:3
Wednesday, January 13, 2016
TUGAS HAMBA: Taat Kepada Tuan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Januari 2016
Baca: Kolose 3:22-25
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Jika dalam mengerjakan semuanya kita berprinsip mengerjakannya untuk Tuhan dan bukan untuk manusia maka kita akan bekerja sepenuh hati, tidak setengah-setengah. "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." (Pengkhotbah 9:10). Jika kita mengerjakan segala sesuatu sekuat tenaga hasilnya pun akan maksimal. Berbeda dengan pekerja yang bekerja asal-asalan, yang tmelakukan tugasnya setengah hati, hasilnya pasti mengecewakan. Jika kita ingin berhasil dalam bidang apa pun tidak ada jalan lain selain harus bekerja giat dan melakukan yang terbaik. Zig Ziglar, motivator terkenal menulis: "Jika Anda selalu mempersembahkan usaha yang terbaik hal itu akan menjadikan Anda seorang pemenang." Melakukan yang terbaik pada hari ini akan membawa kita ke tempat terbaik di masa depan.
Taat kepada pemimpin tidaklah diartikan taat secara absolut ketika pemimpin memerintahkan kita melakukan hal yang menyimpang dari kebenaran. Ketaatan ini dimaksudkan tetap tidak keluar dari kebenaran. Jangan sampai karena takut kepada pemimpin lalu kita berkompromi dengan dosa. Ketika diperintahkan raja menyembah berhala, Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abenego memilih untuk taat kepada Tuhan daripada manusia, apa pun konsekuensinya. Ketika mereka mempertahankan diri hidup benar Tuhan pun tampil sebagai pembela. Dengan cara-Nya yang ajaib Tuhan meluputkan mereka dari kesukaran. "Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya dan menjawabnya dari sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." (Mazmur 20:7).
Pekerjaan apa pun yang dipercayakan kerjakan itu dengan kualitas yang terbaik seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia, sebab "...dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:24).
Upah yang disediakan Tuhan bagi kita pasti sebanding dengan upaya dan kualitas kerja yang kita berikan.
Baca: Kolose 3:22-25
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Jika dalam mengerjakan semuanya kita berprinsip mengerjakannya untuk Tuhan dan bukan untuk manusia maka kita akan bekerja sepenuh hati, tidak setengah-setengah. "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." (Pengkhotbah 9:10). Jika kita mengerjakan segala sesuatu sekuat tenaga hasilnya pun akan maksimal. Berbeda dengan pekerja yang bekerja asal-asalan, yang tmelakukan tugasnya setengah hati, hasilnya pasti mengecewakan. Jika kita ingin berhasil dalam bidang apa pun tidak ada jalan lain selain harus bekerja giat dan melakukan yang terbaik. Zig Ziglar, motivator terkenal menulis: "Jika Anda selalu mempersembahkan usaha yang terbaik hal itu akan menjadikan Anda seorang pemenang." Melakukan yang terbaik pada hari ini akan membawa kita ke tempat terbaik di masa depan.
Taat kepada pemimpin tidaklah diartikan taat secara absolut ketika pemimpin memerintahkan kita melakukan hal yang menyimpang dari kebenaran. Ketaatan ini dimaksudkan tetap tidak keluar dari kebenaran. Jangan sampai karena takut kepada pemimpin lalu kita berkompromi dengan dosa. Ketika diperintahkan raja menyembah berhala, Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abenego memilih untuk taat kepada Tuhan daripada manusia, apa pun konsekuensinya. Ketika mereka mempertahankan diri hidup benar Tuhan pun tampil sebagai pembela. Dengan cara-Nya yang ajaib Tuhan meluputkan mereka dari kesukaran. "Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya dan menjawabnya dari sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." (Mazmur 20:7).
Pekerjaan apa pun yang dipercayakan kerjakan itu dengan kualitas yang terbaik seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia, sebab "...dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:24).
Upah yang disediakan Tuhan bagi kita pasti sebanding dengan upaya dan kualitas kerja yang kita berikan.
Tuesday, January 12, 2016
TUGAS HAMBA: Taat Kepada Tuan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Januari 2016
Baca: Kolose 3:22-25
"Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." Kolose 3:22
Definisi hamba adalah abdi atau budak belian, doulos (bahasa Yunani) dan ebed (bahasa Ibrani), artinya orang yang sedang berada dalam status sebagai pelayan atau budak. Tugas utama hamba adalah melakukan pekerjaan menurut kehendak tuannya, seorang yang memiliki sikap penyerahan secara utuh untuk diatur oleh si tuan; seorang hamba tidak berhak lagi atas kehendak pribadinya melainkan menjadi milik sepenuhnya bagi tuannya.
Rasul Paulus menulis surat ini bukan dengan maksud mendukung sistem perbudakan, melainkan ia hendak memberi nasihat kepada para hamba, pekerja, buruh atau karyawan bagaimana mereka harus bersikap ketika berada dalam dunia pekerjaan. Seorang hamba, karyawan, pekerja atau buruh wajib mengerjakan tugas yang dipercayakan kepadanya sebaik mungkin dan penuh tanggung jawab dengan menaati peraturan yang ada. Sering dijumpai ada banyak orang Kristen yang tidak bisa menjadi kesaksian yang baik di tempat ia bekerja karena kinerjanya jauh di bawah rata-rata: tidak taat kepada aturan yang berlaku, bermalas-malasan, suka sekali bolos tanpa alasan yang jelas. "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal...". Kata taat dimaksudkan memberi diri untuk tunduk sebagai sikap hormat dari dasar hati yang terdalam, bukan kepura-puraan atau sebatas menyenangkan pimpinan atau boss, sebab ada banyak pekerja yang pura-pura giat bekerja saat ada pimpinan saja. Begitu pimpinan tidak ada di tempat, secepat itu pula mereka berubah.
Alkitab mengajarkan kepada kita untuk taat dengan tulus hati didasari takut akan Tuhan, bukan takut kepada manusia. Orang lain mungkin saja tidak tahu apa yang kita kerjakan, tetapi "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13), bahkan "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9).
Tuhan tahu apakah kita sungguh-sungguh bekerja atau tidak, karena itu jangan bekerja dengan sembrono dan sekehendak hati!
Baca: Kolose 3:22-25
"Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." Kolose 3:22
Definisi hamba adalah abdi atau budak belian, doulos (bahasa Yunani) dan ebed (bahasa Ibrani), artinya orang yang sedang berada dalam status sebagai pelayan atau budak. Tugas utama hamba adalah melakukan pekerjaan menurut kehendak tuannya, seorang yang memiliki sikap penyerahan secara utuh untuk diatur oleh si tuan; seorang hamba tidak berhak lagi atas kehendak pribadinya melainkan menjadi milik sepenuhnya bagi tuannya.
Rasul Paulus menulis surat ini bukan dengan maksud mendukung sistem perbudakan, melainkan ia hendak memberi nasihat kepada para hamba, pekerja, buruh atau karyawan bagaimana mereka harus bersikap ketika berada dalam dunia pekerjaan. Seorang hamba, karyawan, pekerja atau buruh wajib mengerjakan tugas yang dipercayakan kepadanya sebaik mungkin dan penuh tanggung jawab dengan menaati peraturan yang ada. Sering dijumpai ada banyak orang Kristen yang tidak bisa menjadi kesaksian yang baik di tempat ia bekerja karena kinerjanya jauh di bawah rata-rata: tidak taat kepada aturan yang berlaku, bermalas-malasan, suka sekali bolos tanpa alasan yang jelas. "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal...". Kata taat dimaksudkan memberi diri untuk tunduk sebagai sikap hormat dari dasar hati yang terdalam, bukan kepura-puraan atau sebatas menyenangkan pimpinan atau boss, sebab ada banyak pekerja yang pura-pura giat bekerja saat ada pimpinan saja. Begitu pimpinan tidak ada di tempat, secepat itu pula mereka berubah.
Alkitab mengajarkan kepada kita untuk taat dengan tulus hati didasari takut akan Tuhan, bukan takut kepada manusia. Orang lain mungkin saja tidak tahu apa yang kita kerjakan, tetapi "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13), bahkan "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9).
Tuhan tahu apakah kita sungguh-sungguh bekerja atau tidak, karena itu jangan bekerja dengan sembrono dan sekehendak hati!
Monday, January 11, 2016
TUHAN YESUS: Datang Untuk Melayani
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Januari 2016
Baca: Markus 9:33-37
"Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu..." Markus 9:36
Keagungan hidup seseorang menurut Tuhan Yesus adalah ketika ia menunjukkan sikap mengasihi dan melayani orang-orang kecil yang dipandang hina oleh sesamanya. Tetapi yang terjadi di zaman sekarang ini orang yang dipandang 'besar' oleh dunia justru bersikap semena-mena terhadap orang kecil.
Tindakan Tuhan Yesus mengambil seorang anak kecil, menempatkan di tengah murid-murid-Nya dan memeluknya (ayat nas) adalah gambaran sikap bagaimana Ia bahkan sangat menghargai dan memperhatikan anak kecil. Karena itu seorang pemimpin yang mau memperhatikan dan membela hak-hak rakyat kecil adalah orang yang besar di mata Tuhan. Umumnya ketika seseorang menjadi pemimpin atau sudah berada di 'atas' cenderung lupa diri dan kemudian menggunakan jurus 'aji mumpung' dengan menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan yang dimiliki untuk menindas rakyat kecil: "...pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25). Kesediaan Tuhan Yesus melayani orang-orang kecil (miskin), tak terpandang, rendah dan hina justru membuat-Nya semakin dimuliakan oleh Bapa di sorga. "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Jika Tuhan Yesus saja bersedia melayani orang-orang yang dipandang rendah oleh manusia, sangatlah tidak pantas jika kita memiliki sikap yang bertentangan, sebab "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Sebagai orang percaya kita adalah utusan-utusan Kristus. Utusan berarti mencerminkan atau merepresentasikan pengutusnya. Tuhan Yesus adalah utusan Bapa; karena Bapa adalah kasih, Dia pun menunjukkan kasih-Nya melalui sikap dan perbuatan secara nyata. Begitu pula Tuhan Yesus mengutus kita untuk melayani jiwa-jiwa dan menyampaikan kabar keselamatan kepada mereka. Tetapi bila kehidupan kita tidak mencerminkan Kristus hidup, layakkah kita disebut utusan Kristus?
Sebagaimana Kristus datang untuk melayani, kita pun diutus-Nya untuk melayani!
Baca: Markus 9:33-37
"Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu..." Markus 9:36
Keagungan hidup seseorang menurut Tuhan Yesus adalah ketika ia menunjukkan sikap mengasihi dan melayani orang-orang kecil yang dipandang hina oleh sesamanya. Tetapi yang terjadi di zaman sekarang ini orang yang dipandang 'besar' oleh dunia justru bersikap semena-mena terhadap orang kecil.
Tindakan Tuhan Yesus mengambil seorang anak kecil, menempatkan di tengah murid-murid-Nya dan memeluknya (ayat nas) adalah gambaran sikap bagaimana Ia bahkan sangat menghargai dan memperhatikan anak kecil. Karena itu seorang pemimpin yang mau memperhatikan dan membela hak-hak rakyat kecil adalah orang yang besar di mata Tuhan. Umumnya ketika seseorang menjadi pemimpin atau sudah berada di 'atas' cenderung lupa diri dan kemudian menggunakan jurus 'aji mumpung' dengan menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan yang dimiliki untuk menindas rakyat kecil: "...pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25). Kesediaan Tuhan Yesus melayani orang-orang kecil (miskin), tak terpandang, rendah dan hina justru membuat-Nya semakin dimuliakan oleh Bapa di sorga. "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Jika Tuhan Yesus saja bersedia melayani orang-orang yang dipandang rendah oleh manusia, sangatlah tidak pantas jika kita memiliki sikap yang bertentangan, sebab "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Sebagai orang percaya kita adalah utusan-utusan Kristus. Utusan berarti mencerminkan atau merepresentasikan pengutusnya. Tuhan Yesus adalah utusan Bapa; karena Bapa adalah kasih, Dia pun menunjukkan kasih-Nya melalui sikap dan perbuatan secara nyata. Begitu pula Tuhan Yesus mengutus kita untuk melayani jiwa-jiwa dan menyampaikan kabar keselamatan kepada mereka. Tetapi bila kehidupan kita tidak mencerminkan Kristus hidup, layakkah kita disebut utusan Kristus?
Sebagaimana Kristus datang untuk melayani, kita pun diutus-Nya untuk melayani!
Sunday, January 10, 2016
MENJADI TERBESAR: Impian Setiap Orang
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Januari 2016
Baca: Markus 9:33-37
"Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." Markus 9:35
Kapernaum adalah salah satu kota penting tidak asing bagi pelayanan Tuhan Yesus. Banyak perkara dikerjakan Tuhan Yesus di kota itu: menyembuhkan hamba seorang perwira, menyembuhkan orang lumpuh yang diturunkan dari atap rumah, mengajar dan juga memanggil murid-murid dan sebagainya. Karena itu Alkitab menyebut Kapernaum sebagai kota-Nya sendiri (baca Matius 9:1).
Ironisnya meski banyak mujizat dikerjakan oleh Tuhan Yesus di Kapernaum hanya sedikit orang yang mau percaya kepada-Nya. Di kota itu pula saat berkumpul dengan murid-murid-Nya Tuhan Yesus mendengar perdebatan mereka yang mempersoalkan tentang siapa di antara mereka yang layak menjadi murid Tuhan yang 'terbesar'. Jujur saja tidak ada seorang pun yang mau menjadi orang 'terkecil', dipandang sebelah mata atau diremehkan oleh sesamanya. Sebaliknya semua orang memiliki keinginan atau hasrat untuk menjadi yang terbesar. Bukan rahasia pula jika manusia seringkali mengukur 'kebesaran' seseorang berdasarkan apa yang mereka lihat secara kasat mata: memiliki banyak gelar, berpangkat dan memiliki harta kekayaan melimpah. Karena itu dunia berpandangan bahwa orang yang terbesar adalah orang yang selalu dilayani dan disebut boss, sedangkan orang yang melayani adalah orang kecil atau bawahan. Namun apalah artinya kita menjadi terbesar di hadapan manusia tetapi keberadaan kita ini terkecil' alias tidak dianggap oleh Tuhan?
Untuk menjadi yang terbesar Tuhan Yesus justru memiliki pola yang berbeda yaitu harus melayani, bukan dilayani, sama seperti Dia datang ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (baca Matius 20:28). Seorang hamba Tuhan yang tidak hanya memperhatikan jemaat kaya tetapi juga mau 'turun' untuk melayani jemaat miskin masuk kategori sebagai orang terbesar di mata Tuhan. Sayang sekali di zaman sekarang ini masih saja ada hamba-hamba Tuhan yang pilih-pilih tempat ketika melayani, bahkan ada yang memasang bandrol (tarif) dan meminta fasilitas yang serba 'wah' ketika diundang untuk berkhotbah, tidak jauh berbeda dengan selebriti dunia.
Yang terbesar di mata Tuhan adalah mereka yang mau melayani, bukan dilayani!
Baca: Markus 9:33-37
"Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." Markus 9:35
Kapernaum adalah salah satu kota penting tidak asing bagi pelayanan Tuhan Yesus. Banyak perkara dikerjakan Tuhan Yesus di kota itu: menyembuhkan hamba seorang perwira, menyembuhkan orang lumpuh yang diturunkan dari atap rumah, mengajar dan juga memanggil murid-murid dan sebagainya. Karena itu Alkitab menyebut Kapernaum sebagai kota-Nya sendiri (baca Matius 9:1).
Ironisnya meski banyak mujizat dikerjakan oleh Tuhan Yesus di Kapernaum hanya sedikit orang yang mau percaya kepada-Nya. Di kota itu pula saat berkumpul dengan murid-murid-Nya Tuhan Yesus mendengar perdebatan mereka yang mempersoalkan tentang siapa di antara mereka yang layak menjadi murid Tuhan yang 'terbesar'. Jujur saja tidak ada seorang pun yang mau menjadi orang 'terkecil', dipandang sebelah mata atau diremehkan oleh sesamanya. Sebaliknya semua orang memiliki keinginan atau hasrat untuk menjadi yang terbesar. Bukan rahasia pula jika manusia seringkali mengukur 'kebesaran' seseorang berdasarkan apa yang mereka lihat secara kasat mata: memiliki banyak gelar, berpangkat dan memiliki harta kekayaan melimpah. Karena itu dunia berpandangan bahwa orang yang terbesar adalah orang yang selalu dilayani dan disebut boss, sedangkan orang yang melayani adalah orang kecil atau bawahan. Namun apalah artinya kita menjadi terbesar di hadapan manusia tetapi keberadaan kita ini terkecil' alias tidak dianggap oleh Tuhan?
Untuk menjadi yang terbesar Tuhan Yesus justru memiliki pola yang berbeda yaitu harus melayani, bukan dilayani, sama seperti Dia datang ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (baca Matius 20:28). Seorang hamba Tuhan yang tidak hanya memperhatikan jemaat kaya tetapi juga mau 'turun' untuk melayani jemaat miskin masuk kategori sebagai orang terbesar di mata Tuhan. Sayang sekali di zaman sekarang ini masih saja ada hamba-hamba Tuhan yang pilih-pilih tempat ketika melayani, bahkan ada yang memasang bandrol (tarif) dan meminta fasilitas yang serba 'wah' ketika diundang untuk berkhotbah, tidak jauh berbeda dengan selebriti dunia.
Yang terbesar di mata Tuhan adalah mereka yang mau melayani, bukan dilayani!
Saturday, January 9, 2016
ABIGAIL: Wanita Idaman (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Januari 2016
Baca: 1 Samuel 25:23-44
"Terpujilah TUHAN, Allah Israel, yang mengutus engkau menemui aku pada hari ini; terpujilah kebijakanmu dan terpujilah engkau sendiri, bahwa engkau pada hari ini menahan aku dari pada melakukan hutang darah dan dari pada bertindak sendiri dalam mencari keadilan." 1 Samuel 25:32-33
Waktu terjadi permusuhan antara Daud dengan suaminya yang jahat dan kikir, Abigail tampil sebagai penengah sekaligus penolong yang sepadan bagi suaminya. Dengan kerendahan hati ia memohon pengampunan kepada Daud: "Ia sujud pada kaki Daud serta berkata: 'Aku sajalah, ya tuanku, yang menanggung kesalahan itu. Izinkanlah hambamu ini berbicara kepadamu, dan dengarkanlah perkataan hambamu ini.'" (ayat 24).
Abigail mengingatkan Daud agar tidak mengotori tangannya dengan darah orang jahat seperti Nabal. Meski suaminya berlaku kasar dan jahat Abigail tidak meminta Tuhan menghukumnya, atau menggunakan jurus 'aji mumpung' dengan kemarahan Daud ini, tapi tetap menunjukkan sikap sebagai isteri yang baik dan mengasihi suami apapun keadaannya, dengan meminta keselamatan bagi suaminya. Nabal adalah pria yang sangat beruntung karena ia memiliki isteri yang cantik luar dalam. "...isteri yang berakal budi adalah karunia TUHAN." (Amsal 19:14). Sesuai dengan arti namanya, keberadaan Abigail benar-benar menghadirkan kebahagiaan di dalam keluarga Nabal.
Apa yang dilakukan Abigail ini juga menjadi sebuah teguran dan peringatan bagi Daud agar ia tidak mudah panas hati atau marah terhadap orang yang berbuat jahat. Karena pengalamannya ini Daud menulis: "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; ...Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan." (Mazmur 37:1, 8). Alkitab menasihati, "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:21), sebab "Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan." (Roma 12:19). Terbukti, Nabal harus menuai akibat dari kesombongan dan kejahatannya: "Dan kira-kira sepuluh hari sesudah itu TUHAN memukul Nabal, sehingga ia mati." (1 Samuel 25:38).
Dengan membatalkan niat melakukan balas dendam, Daud terhindar dari kemungkinan yang lebih buruk dan ia pun dibela Tuhan!
Baca: 1 Samuel 25:23-44
"Terpujilah TUHAN, Allah Israel, yang mengutus engkau menemui aku pada hari ini; terpujilah kebijakanmu dan terpujilah engkau sendiri, bahwa engkau pada hari ini menahan aku dari pada melakukan hutang darah dan dari pada bertindak sendiri dalam mencari keadilan." 1 Samuel 25:32-33
Waktu terjadi permusuhan antara Daud dengan suaminya yang jahat dan kikir, Abigail tampil sebagai penengah sekaligus penolong yang sepadan bagi suaminya. Dengan kerendahan hati ia memohon pengampunan kepada Daud: "Ia sujud pada kaki Daud serta berkata: 'Aku sajalah, ya tuanku, yang menanggung kesalahan itu. Izinkanlah hambamu ini berbicara kepadamu, dan dengarkanlah perkataan hambamu ini.'" (ayat 24).
Abigail mengingatkan Daud agar tidak mengotori tangannya dengan darah orang jahat seperti Nabal. Meski suaminya berlaku kasar dan jahat Abigail tidak meminta Tuhan menghukumnya, atau menggunakan jurus 'aji mumpung' dengan kemarahan Daud ini, tapi tetap menunjukkan sikap sebagai isteri yang baik dan mengasihi suami apapun keadaannya, dengan meminta keselamatan bagi suaminya. Nabal adalah pria yang sangat beruntung karena ia memiliki isteri yang cantik luar dalam. "...isteri yang berakal budi adalah karunia TUHAN." (Amsal 19:14). Sesuai dengan arti namanya, keberadaan Abigail benar-benar menghadirkan kebahagiaan di dalam keluarga Nabal.
Apa yang dilakukan Abigail ini juga menjadi sebuah teguran dan peringatan bagi Daud agar ia tidak mudah panas hati atau marah terhadap orang yang berbuat jahat. Karena pengalamannya ini Daud menulis: "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; ...Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan." (Mazmur 37:1, 8). Alkitab menasihati, "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:21), sebab "Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan." (Roma 12:19). Terbukti, Nabal harus menuai akibat dari kesombongan dan kejahatannya: "Dan kira-kira sepuluh hari sesudah itu TUHAN memukul Nabal, sehingga ia mati." (1 Samuel 25:38).
Dengan membatalkan niat melakukan balas dendam, Daud terhindar dari kemungkinan yang lebih buruk dan ia pun dibela Tuhan!
Friday, January 8, 2016
ABIGAIL: Wanita Idaman (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Januari 2016
Baca: 1 Samuel 25:2-22
"Perempuan itu bijak dan cantik, tetapi laki-laki itu kasar dan jahat kelakuannya." 1 Samuel 25:3b
Alkitab mencatat bahwa Abigail adalah wanita yang cantik dan juga bijaksana, tetapi sayang suaminya (Nabal) berperilaku kasar, jahat dan juga kikir, padahal ia "...mempunyai perusahaan di Karmel...mempunyai tiga ribu ekor domba dan seribu ekor kambing." (ayat 2). Adapun arti Abigail adalah sumber kebahagiaan, sedangkan arti Nabal adalah bebal atau bodoh. Ditinjau dari garis keturunan, Nabal adalah keturunan Kaleb, tetapi kelakuannya sama sekali tidak mencerminkan orang yang mengenal Tuhan.
Pada waktu itu Daud sedang dalam pelarian karena terus dikejar-kejar Saul yang hendak membunuhnya. Dalam situasi sulit ini tentunya Daud dan orang-orangnya pasti membutuhkan bantuan makanan dan sebagainya. Ia mendengar kabar bahwa Nabal sedang mencukur domba-dombanya. Menurut tradisi di Israel, masa mencukur bulu domba adalah masa yang tepat untuk menyambut tamu. Karena itu Daud pun mengutus 10 orang anak buahnya menemui Nabal dengan harapan akan mendapat bantuan, apalagi selama ini Daud dan pasukannya telah ikut membantu pegawai Nabal menjaga kawanan ternak Nabal, sehingga tak satu pun ternaknya hilang dicuri penjahat atau diterkam binatang buas. "Mereka seperti pagar tembok sekeliling kami siang malam, selama kami menggembalakan domba-domba di dekat mereka." (1 Samuel 25:16). Namun bagaimana respons Nabal? ia berkata, "Siapakah Daud? Siapakah anak Isai itu? Pada waktu sekarang ini ada banyak hamba-hamba yang lari dari tuannya. Masakan aku mengambil rotiku, air minumku dan hewan bantaian yang kubantai bagi orang-orang pengguntingku untuk memberikannya kepada orang-orang yang aku tidak tahu dari mana mereka datang?" (1 Samuel 25:10-11). Sikap sombong Nabal ini menimbulkan kemarahan Daud, sehingga ia mengutus 400 orang untuk menemui Nabal dan berniat membunuhnya.
Tetapi Abigail, yang mengetahui maksud kunjungan utusan itu, mempersiapkan makanan dan anggur untuk dikirim mendahului para utusan dan segera menemui Daud (1 Samuel 25:18-19).
Tindakan Abigail mampu meredam amarah Daud dan melunakkan hatinya, sehingga ia batal melakukan tindakan balas dendam.
Baca: 1 Samuel 25:2-22
"Perempuan itu bijak dan cantik, tetapi laki-laki itu kasar dan jahat kelakuannya." 1 Samuel 25:3b
Alkitab mencatat bahwa Abigail adalah wanita yang cantik dan juga bijaksana, tetapi sayang suaminya (Nabal) berperilaku kasar, jahat dan juga kikir, padahal ia "...mempunyai perusahaan di Karmel...mempunyai tiga ribu ekor domba dan seribu ekor kambing." (ayat 2). Adapun arti Abigail adalah sumber kebahagiaan, sedangkan arti Nabal adalah bebal atau bodoh. Ditinjau dari garis keturunan, Nabal adalah keturunan Kaleb, tetapi kelakuannya sama sekali tidak mencerminkan orang yang mengenal Tuhan.
Pada waktu itu Daud sedang dalam pelarian karena terus dikejar-kejar Saul yang hendak membunuhnya. Dalam situasi sulit ini tentunya Daud dan orang-orangnya pasti membutuhkan bantuan makanan dan sebagainya. Ia mendengar kabar bahwa Nabal sedang mencukur domba-dombanya. Menurut tradisi di Israel, masa mencukur bulu domba adalah masa yang tepat untuk menyambut tamu. Karena itu Daud pun mengutus 10 orang anak buahnya menemui Nabal dengan harapan akan mendapat bantuan, apalagi selama ini Daud dan pasukannya telah ikut membantu pegawai Nabal menjaga kawanan ternak Nabal, sehingga tak satu pun ternaknya hilang dicuri penjahat atau diterkam binatang buas. "Mereka seperti pagar tembok sekeliling kami siang malam, selama kami menggembalakan domba-domba di dekat mereka." (1 Samuel 25:16). Namun bagaimana respons Nabal? ia berkata, "Siapakah Daud? Siapakah anak Isai itu? Pada waktu sekarang ini ada banyak hamba-hamba yang lari dari tuannya. Masakan aku mengambil rotiku, air minumku dan hewan bantaian yang kubantai bagi orang-orang pengguntingku untuk memberikannya kepada orang-orang yang aku tidak tahu dari mana mereka datang?" (1 Samuel 25:10-11). Sikap sombong Nabal ini menimbulkan kemarahan Daud, sehingga ia mengutus 400 orang untuk menemui Nabal dan berniat membunuhnya.
Tetapi Abigail, yang mengetahui maksud kunjungan utusan itu, mempersiapkan makanan dan anggur untuk dikirim mendahului para utusan dan segera menemui Daud (1 Samuel 25:18-19).
Tindakan Abigail mampu meredam amarah Daud dan melunakkan hatinya, sehingga ia batal melakukan tindakan balas dendam.
Thursday, January 7, 2016
TUHAN YANG MENUNTUN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Januari 2016
Baca: Mazmur 25:1-22
"Siapakah orang yang takut akan TUHAN? Kepadanya TUHAN menunjukkan jalan yang harus dipilihnya." Mazmur 25:12
Seorang dapat membuat pilihan hidup yang benar seiring bertambahnya tingkat kedewasaan rohani. Tingkat kedewasaan rohani tidak ada kaitannya dengan usia, tingkat sosial atau berapa lama menjadi Kristen, tapi berbicara tentang pertumbuhan iman di dalam Tuhan dan bagaimana mengaplikasikan ajaran firman ke dalam kehidupan nyata. Seseorang dikatakan dewasa rohani bila memiliki pancaindera yang terlatih, sehingga mampu membedakan yang baik dari pada yang jahat (baca Ibrani 5:14). Dengan kata lain orang yang dewasa rohani adalah orang yang takut akan Tuhan; dan terhadap orang yang takut akan Dia Tuhan akan menunjukkan jalan yang harus dipilihnya (ayat nas).
Rasul Paulus berdoa untuk jemaat di Filipi: "Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus," (Filipi 1:9-10). Untuk memiliki hati yang takut akan Tuhan kita harus bertumbuh dalam kasih dan memiliki pengenalan (pengetahuan) yang benar akan Tuhan. Jadi kasih dan pengetahuan adalah dua hal yang saling melengkapi dan tak terpisahkan. Saat kita bertumbuh dalam kasih dan pengetahuan yang benar tentang Tuhan, kita beroleh kekuatan untuk membuat pilihan hidup yang benar. Saat kita memilih beribadah kepada Tuhan artinya kita datang ke gereja bukan hanya sebagai rutinitas belaka, melainkan bersedia mempersembahkan seluruh keberadaan hidup kita kepada Tuhan. "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1).
Ibadah sejati berbicara tentang ketaatan, kesetiaan dan pengabdian kita kepada Tuhan. Kita berserah secara total kepada Tuhan dan percaya kepada setiap rencana-Nya. Inilah yang mendorong kita untuk menuruti firman-Nya dan mengikuti jalan-Nya, karena kita tahu bahwa jalan Tuhan adalah yang terbaik bagi kita.
"Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." Mazmur 25:10
Baca: Mazmur 25:1-22
"Siapakah orang yang takut akan TUHAN? Kepadanya TUHAN menunjukkan jalan yang harus dipilihnya." Mazmur 25:12
Seorang dapat membuat pilihan hidup yang benar seiring bertambahnya tingkat kedewasaan rohani. Tingkat kedewasaan rohani tidak ada kaitannya dengan usia, tingkat sosial atau berapa lama menjadi Kristen, tapi berbicara tentang pertumbuhan iman di dalam Tuhan dan bagaimana mengaplikasikan ajaran firman ke dalam kehidupan nyata. Seseorang dikatakan dewasa rohani bila memiliki pancaindera yang terlatih, sehingga mampu membedakan yang baik dari pada yang jahat (baca Ibrani 5:14). Dengan kata lain orang yang dewasa rohani adalah orang yang takut akan Tuhan; dan terhadap orang yang takut akan Dia Tuhan akan menunjukkan jalan yang harus dipilihnya (ayat nas).
Rasul Paulus berdoa untuk jemaat di Filipi: "Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus," (Filipi 1:9-10). Untuk memiliki hati yang takut akan Tuhan kita harus bertumbuh dalam kasih dan memiliki pengenalan (pengetahuan) yang benar akan Tuhan. Jadi kasih dan pengetahuan adalah dua hal yang saling melengkapi dan tak terpisahkan. Saat kita bertumbuh dalam kasih dan pengetahuan yang benar tentang Tuhan, kita beroleh kekuatan untuk membuat pilihan hidup yang benar. Saat kita memilih beribadah kepada Tuhan artinya kita datang ke gereja bukan hanya sebagai rutinitas belaka, melainkan bersedia mempersembahkan seluruh keberadaan hidup kita kepada Tuhan. "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1).
Ibadah sejati berbicara tentang ketaatan, kesetiaan dan pengabdian kita kepada Tuhan. Kita berserah secara total kepada Tuhan dan percaya kepada setiap rencana-Nya. Inilah yang mendorong kita untuk menuruti firman-Nya dan mengikuti jalan-Nya, karena kita tahu bahwa jalan Tuhan adalah yang terbaik bagi kita.
"Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." Mazmur 25:10
Wednesday, January 6, 2016
SEKARANG WAKTUNYA BERTINDAK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Januari 2016
Baca: Pengkhotbah 9:1-2
"Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." Pengkhotbah 9:12
Menunda-nunda pekerjaan adalah hal yang seringkali dilakukan banyak orang. Contohnya: ketika mendapatkan tugas dari sekolah atau kantor yang dapat dikerjakan hari itu, tidak langsung kita kerjakan, karena kita berpikir esok masih ada. Kita membiarkan waktu berlalu dengan percuma. Akibatnya tugas-tugas semakin menumpuk dan membuat kita kewalahan sendiri.
Alkitab memperingatkan agar kita tidak menunda-nunda apa yang bisa kita kerjakan sekarang atau hari ini. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Ada 'quote' mengatakan: "Mata uang yang paling berharga di dunia ini adalah waktu. Tidak seorang pun bisa membeli waktu yang sudah terpakai." (Anonim). Bila sampai hari ini kita masih diberi nafas hidup berarti kesempatan bagi kita untuk bekerja, berkaraya dan berjerih lelah bagi Tuhan: "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23). Rasul Paulus juga menegaskan, "...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58); juga kesempatan untuk memaksimalkan talenta yang Tuhan beri; kesempatan untuk menabur kebaikan. "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9).
Jangan menunggu 'waktu yang tepat', tetapi mulailah sekarang juga! Mengapa? "Karena manusia tidak mengetahui waktunya." (ayat nas). Jangan pernah berkata kalau kita tidak punya waktu, karena pada dasarnya semua orang diberi waktu yang sama oleh Tuhan yaitu 24 jam sehari. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk berdalih! Selagi masih sehat, selagi keadaan masih baik, selagi kesempatan masih terbuka bagi kita, lakukan...
"Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2b), "...jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (Ibrani 4:7).
Baca: Pengkhotbah 9:1-2
"Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." Pengkhotbah 9:12
Menunda-nunda pekerjaan adalah hal yang seringkali dilakukan banyak orang. Contohnya: ketika mendapatkan tugas dari sekolah atau kantor yang dapat dikerjakan hari itu, tidak langsung kita kerjakan, karena kita berpikir esok masih ada. Kita membiarkan waktu berlalu dengan percuma. Akibatnya tugas-tugas semakin menumpuk dan membuat kita kewalahan sendiri.
Alkitab memperingatkan agar kita tidak menunda-nunda apa yang bisa kita kerjakan sekarang atau hari ini. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Ada 'quote' mengatakan: "Mata uang yang paling berharga di dunia ini adalah waktu. Tidak seorang pun bisa membeli waktu yang sudah terpakai." (Anonim). Bila sampai hari ini kita masih diberi nafas hidup berarti kesempatan bagi kita untuk bekerja, berkaraya dan berjerih lelah bagi Tuhan: "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23). Rasul Paulus juga menegaskan, "...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58); juga kesempatan untuk memaksimalkan talenta yang Tuhan beri; kesempatan untuk menabur kebaikan. "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9).
Jangan menunggu 'waktu yang tepat', tetapi mulailah sekarang juga! Mengapa? "Karena manusia tidak mengetahui waktunya." (ayat nas). Jangan pernah berkata kalau kita tidak punya waktu, karena pada dasarnya semua orang diberi waktu yang sama oleh Tuhan yaitu 24 jam sehari. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk berdalih! Selagi masih sehat, selagi keadaan masih baik, selagi kesempatan masih terbuka bagi kita, lakukan...
"Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2b), "...jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (Ibrani 4:7).
Tuesday, January 5, 2016
BANGUN DAN BANGKITLAH!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Januari 2016
Baca: Efesus 5:14-21
"Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu." Efesus 5:14
Awal tahun adalah saat yang tepat untuk mengevaluasi kembali hidup kita. Karena kesibukan dan rutinitas yang begitu padat banyak orang lupa dan tidak lagi punya waktu untuk merenungkan apa yang telah dijalaninya di sepanjang tahun lalu. Hidup ini sangatlah singkat, sangat disayangkan bila kita melewatinya tanpa makna. Apakah selama ini kita menyia-nyiakan waktu yang ada, ataukah kita mengisi waktu dengan hal-hal yang sia-sia pula? "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16).
Banyak hal yang perlu dievaluasi: pelayanan, pekerjaan, studi, keluarga dan prioritas kita. Evaluasi ini bertujuan untuk mengoreksi dan memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang telah kita lakukan. Setelah itu kita bertekad mengarahkan pandangan ke depan. "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Saat memandang ke depan bisa saja timbul rasa takut dan kuatir karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Namun, "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Matius 6:27, 31, 32, 33, 34).
Asal kita mengutamakan Tuhan dan hidup dalam kebenaran tidak ada yang perlu ditakutkan dan dikuatirkan tentang hari esok. Percayalah bahwa janji Tuhan adalah ya dan amin. Kerjakan bagian kita, maka Tuhan pasti akan menggenapi janji-Nya!
Bangkitlah...! Jangan biarkan waktu yang ada terbuang sia-sia!
Baca: Efesus 5:14-21
"Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu." Efesus 5:14
Awal tahun adalah saat yang tepat untuk mengevaluasi kembali hidup kita. Karena kesibukan dan rutinitas yang begitu padat banyak orang lupa dan tidak lagi punya waktu untuk merenungkan apa yang telah dijalaninya di sepanjang tahun lalu. Hidup ini sangatlah singkat, sangat disayangkan bila kita melewatinya tanpa makna. Apakah selama ini kita menyia-nyiakan waktu yang ada, ataukah kita mengisi waktu dengan hal-hal yang sia-sia pula? "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16).
Banyak hal yang perlu dievaluasi: pelayanan, pekerjaan, studi, keluarga dan prioritas kita. Evaluasi ini bertujuan untuk mengoreksi dan memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang telah kita lakukan. Setelah itu kita bertekad mengarahkan pandangan ke depan. "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Saat memandang ke depan bisa saja timbul rasa takut dan kuatir karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Namun, "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Matius 6:27, 31, 32, 33, 34).
Asal kita mengutamakan Tuhan dan hidup dalam kebenaran tidak ada yang perlu ditakutkan dan dikuatirkan tentang hari esok. Percayalah bahwa janji Tuhan adalah ya dan amin. Kerjakan bagian kita, maka Tuhan pasti akan menggenapi janji-Nya!
Bangkitlah...! Jangan biarkan waktu yang ada terbuang sia-sia!
Monday, January 4, 2016
BERUBAH MENJADI LEBIH BAIK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Januari 2016
Baca: 1 Tesalonika 5:1-11
"Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." 1 Tesalonika 5:6
Baca: 1 Tesalonika 5:1-11
"Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." 1 Tesalonika 5:6
Semakin bertambahnya tahun semakin bertambah pula usia kita; semakin bertambahnya tahun berarti semakin
dekat pula hari kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus. Dalam menghadapi tahun yang baru ini tidak
ada kata lain selain kita harus memiliki semangat baru, tekad baru dan komitmen
baru yang bertujuan agar kehidupan kita jauh lebih baik dari tahun
sebelumnya. Harus ada perubahan positif
dalam diri kita!
Perubahan itu bukanlah
sekedar perubahan fisik semata, tetapi haruslah terutama hal kerohanian. Kalau tahun lalu kita malas dan ogah-ogahan
melayani Tuhan, di tahun baru ini mari bertekad untuk bersungguh-sungguh lagi
melayani-Nya. “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” (Roma 12:11),
sebab “…dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” (1 Korintus 15:58). Kalau di waktu lalu kita sayang dan selalu
hitung-hitungan bila hendak menabur untuk pekerjaan Tuhan, di tahun ini kita
berkomitmen memberi yang terbaik.
“Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya.” (Amsal 3:9-10).
Hidup adalah perubahan! Kalau dahulu kita melakukan banyak kesalahan,
seharusnya di tahun ini kita belajar untuk tidak mengulangi kesalahan
tersebut; kalau dahulu mudah sekali
melihat kekurangan orang lain dan suka menghakimi, kini belajar untuk selalu
mengoreksi diri. “Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh
bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang
lain.” (Galatia 6:4). Adalah mustahil kita berubah jika tidak ada
kemauan untuk berubah dan tidak mau membayar harga. Hidup kita akan berubah bila kita mau diajar,
dibentuk dan dipimpin oleh Roh Kudus.
Saat kita dipimpin-Nya kita akan dimampukan untuk tidak lagi hidup dalam
kedagingan. “Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh,” (Efesus 5:18).
Hidup kita akan jauh lebih
baik bila kita mau dipimpin oleh Roh Kudus setiap hari!