Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2014
Baca: Mazmur 123:1-4
"Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga." Mazmur 123:1
Dalam menjalani hari-hari yang penuh gejolak dan pergumulan ini penting bagi kita untuk mengarahkan pandangan secara tepat, bukan kepada hal-hal negatif yang membawa kita semakin jauh dari Tuhan dan semakin dekat dengan kegagalan dan kehancuran. Sebab sekali saja kita salah dalam mengarahkan mata akan berakhir fatal seperti yang dialami oleh Hawa, Akhan dan juga Daud.
Di sepanjang perjalanannya dan Mesir menuju ke Tanah Perjanjian bangsa Israel senantiasa mengalami kebaikan dan mujizat Tuhan yang dinyatakan di depan mereka. Tapi mereka tetap saja dihantui oleh ketakutan karena mata mereka terus tertuju kepada kesukaran di padang gurun dan juga pasukan Firaun yang mengejarnya. Musa pun harus mengingatkan mereka berulang-ulang, "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN,
yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu
lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:13-14).
Di sepanjang bulan Juni yang telah kita lewati mungkin ada banyak kesalahan yang telah kita lakukan karena 'mata' kita sehingga hari-hari yang kita jalani pun terasa berat dan membuat kita jatuh bangun dalam dosa. Tidak ada kata terlambat untuk berbenah dan berubah! Mulai hari ini dan seterusnya "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman," (Ibrani 12:2). Mengapa kita harus mengarahkan pandangan kepada Tuhan? Agar kita tidak mengalami ketakutan dalam menjalani hidup ini. Namun bila pandangan kita terus tertuju kepada situasi dan kondisi yang ada, kita akan mudah sekali takut. Ingat! Ketakutan adalah musuh dari iman dan merupakan roh yang harus kita kalahkan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Semakin kita takut semakin lemahlah iman kita, sehingga kita pun tidak akan sanggup menghadapi segala sesuatunya.
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." Mazmur 16:8
Monday, June 30, 2014
Sunday, June 29, 2014
SALAH MEMANDANG (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2014
Baca: 1 Yohanes 2:15-17
"Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." 1 Yohanes 2:16
Menggunakan mata untuk memandang yang tidak baik dan negatif akan menghasilkan keinginan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Itulah yang diperbuat oleh Akhan. Ketika memandang barang-barang yang dikhususkan oleh Tuhan timbullah keinginan untuk memilikinya. "aku melihat di antara barang-barang jarahan itu jubah yang indah, buatan Sinear, dan dua ratus syikal perak dan sebatang emas yang lima puluh syikal beratnya; aku mengingininya, maka kuambil; semuanya itu disembunyikan di dalam kemahku dalam tanah, dan perak itu di bawah sekali." (Yosua 7:21). Dengan sembunyi-sembunyi Akhan mengambil barang-barang yang telah dikhususkan bagi Tuhan. Karena pelanggarannya ini Akhan harus menanggung akibatnya: ia dilempari batu dan kemudian dibakar dengan api beserta dengan keluarga dan semua harta miliknya.
Daud pun memiliki pengalaman buruk dalam hidupnya berkenaan dengan kesalahannya dalam menggunakan matanya. "Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya." (2 Samuel 11:2). Daud melihat Batsyeba yang sedang mandi, hatinya pun tergoda memilikinya, padahal perempuan itu sudah bersuami. Hasrat tak terbendung, "Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia." (2 Samuel 11:4). Tidak berhenti sampai di situ, Daud pun membuat rencana jahat untuk menyingkirkan Uria (suami Batsyeba) dengan menempatkannya di barisan depan dalam sebuah pertempuran hebat. Tuhan memakai nabi Natan untuk menegur dan mengingatkan Daud atas dosanya yang keji itu. Akhirnya Daud menyesali perbuatannya, tapi akibat dari pelanggarannya tetap berlaku: anaknya mati.
Hawa, Akhan dan Daud menggunakan matanya untuk berbuat dosa, maka mereka pun harus menanggung akibatnya!
Baca: 1 Yohanes 2:15-17
"Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." 1 Yohanes 2:16
Menggunakan mata untuk memandang yang tidak baik dan negatif akan menghasilkan keinginan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Itulah yang diperbuat oleh Akhan. Ketika memandang barang-barang yang dikhususkan oleh Tuhan timbullah keinginan untuk memilikinya. "aku melihat di antara barang-barang jarahan itu jubah yang indah, buatan Sinear, dan dua ratus syikal perak dan sebatang emas yang lima puluh syikal beratnya; aku mengingininya, maka kuambil; semuanya itu disembunyikan di dalam kemahku dalam tanah, dan perak itu di bawah sekali." (Yosua 7:21). Dengan sembunyi-sembunyi Akhan mengambil barang-barang yang telah dikhususkan bagi Tuhan. Karena pelanggarannya ini Akhan harus menanggung akibatnya: ia dilempari batu dan kemudian dibakar dengan api beserta dengan keluarga dan semua harta miliknya.
Daud pun memiliki pengalaman buruk dalam hidupnya berkenaan dengan kesalahannya dalam menggunakan matanya. "Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya." (2 Samuel 11:2). Daud melihat Batsyeba yang sedang mandi, hatinya pun tergoda memilikinya, padahal perempuan itu sudah bersuami. Hasrat tak terbendung, "Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia." (2 Samuel 11:4). Tidak berhenti sampai di situ, Daud pun membuat rencana jahat untuk menyingkirkan Uria (suami Batsyeba) dengan menempatkannya di barisan depan dalam sebuah pertempuran hebat. Tuhan memakai nabi Natan untuk menegur dan mengingatkan Daud atas dosanya yang keji itu. Akhirnya Daud menyesali perbuatannya, tapi akibat dari pelanggarannya tetap berlaku: anaknya mati.
Hawa, Akhan dan Daud menggunakan matanya untuk berbuat dosa, maka mereka pun harus menanggung akibatnya!
Saturday, June 28, 2014
SALAH MEMANDANG (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2014
Baca: Matius 6:22-23
"Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu;" Matius 6:22
Mata adalah salah satu pancaindera yang memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan manusia. Ada ungkapan dalam bahasa Inggris yang mengatakan 'love at first sight' yang bisa diartikan sebagai cinta pada pandangan pertama. Artinya hanya dengan sekali pandangan saja seseorang bisa dibuat jatuh cinta.
Hanya dengan satu kali pandang juga hidup seseorang dapat berubah secara total, bisa ke arah yang positif atau negatif, bisa membawanya kepada suatu keberhasilan atau bahkan kepada sebuah kegagalan dan kehancuran. Itu semua bergantung bagaimana kita memfungsikan mata kita. Bahkan Alkitab dengan sangat keras memperingatkan kita agar berhati-hati dengan mata. "Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua." (Matius 18:9). Hal itu menunjukkan bahwa mata memiliki kuasa dan berpengaruh besar dalam menentukan masa depan hidup seseorang. Jika kita memakai mata untuk memandang hal-hal yang baik (positif) maka akan berdampak positif pula terhadap keseluruhan hidup kita, demikian pula akan terjadi sebaliknya. Mata juga bisa diibaratkan sebagai jendela hidup seseorang, karena melalui matalah kita dapat memandang dunia yang dipenuhi oleh gemerlap yang menyilaukan, juga beroleh segala macam informasi, baik itu hal positif maupun negatif. Maka dari itu kita perlu waspada dan berhati-hati supaya kita tidak melakukan kesalahan secara fatal akibat melihat atau memandang.
Ada banyak contoh orang-orang dalam Alkitab yang mengalami kejatuhan dalam dosa karena mereka salah memfungsikan matanya. Bermula dari melihat, Hawa termakan bujuk rayu Iblis dan makan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat, yang dilarang Tuhan untuk dimakan. Tertulis: "Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya." (Kejadian 3:6). Karena pelanggaran itu Adam dan Hawa harus terusir dari taman Eden dan mengalami penderitaan hidup. (Bersambung)
Baca: Matius 6:22-23
"Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu;" Matius 6:22
Mata adalah salah satu pancaindera yang memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan manusia. Ada ungkapan dalam bahasa Inggris yang mengatakan 'love at first sight' yang bisa diartikan sebagai cinta pada pandangan pertama. Artinya hanya dengan sekali pandangan saja seseorang bisa dibuat jatuh cinta.
Hanya dengan satu kali pandang juga hidup seseorang dapat berubah secara total, bisa ke arah yang positif atau negatif, bisa membawanya kepada suatu keberhasilan atau bahkan kepada sebuah kegagalan dan kehancuran. Itu semua bergantung bagaimana kita memfungsikan mata kita. Bahkan Alkitab dengan sangat keras memperingatkan kita agar berhati-hati dengan mata. "Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua." (Matius 18:9). Hal itu menunjukkan bahwa mata memiliki kuasa dan berpengaruh besar dalam menentukan masa depan hidup seseorang. Jika kita memakai mata untuk memandang hal-hal yang baik (positif) maka akan berdampak positif pula terhadap keseluruhan hidup kita, demikian pula akan terjadi sebaliknya. Mata juga bisa diibaratkan sebagai jendela hidup seseorang, karena melalui matalah kita dapat memandang dunia yang dipenuhi oleh gemerlap yang menyilaukan, juga beroleh segala macam informasi, baik itu hal positif maupun negatif. Maka dari itu kita perlu waspada dan berhati-hati supaya kita tidak melakukan kesalahan secara fatal akibat melihat atau memandang.
Ada banyak contoh orang-orang dalam Alkitab yang mengalami kejatuhan dalam dosa karena mereka salah memfungsikan matanya. Bermula dari melihat, Hawa termakan bujuk rayu Iblis dan makan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat, yang dilarang Tuhan untuk dimakan. Tertulis: "Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya." (Kejadian 3:6). Karena pelanggaran itu Adam dan Hawa harus terusir dari taman Eden dan mengalami penderitaan hidup. (Bersambung)
Friday, June 27, 2014
Seri Yefta: PEMIMPIN ISRAEL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2014
Baca: Hakim-Hakim 11:12-28
"TUHAN, Hakim itu, Dialah yang menjadi hakim pada hari ini antara orang Israel dan bani Amon." Hakim-Hakim 11:27b
Manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN." (Yesaya 55:8). Menjadi orang yang tertolak dan terbuang seperti Yefta bukan berarti tidak punya masa depan dan kehidupan akan berakhir.
Tatkala bangsa Israel menghadapi masalah berat yaitu berperang melawan bani Amon dan terancam kalah sehingga mereka dihinggapi ketakutan yang luar biasa, teringatlah mereka kepada Yefta. Para tua-tua Gilead pun sepakat meminta Yefta kembali pulang dan berharap bisa turut berjuang membela bangsanya, bahkan mereka bersehati mengangkat Yefta sehingga pemimpin. Mengapa demikian? Karena mereka telah mendengar kehebatan Yefta di tanah Tob. Kata Yefta, "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?" (Hakim-Hakim 11:7). Secara manusia tawaran ini bisa saja digunakan Yefta untuk membalas dendam atas perbuatan jahat yang telah mereka perbuat terhadapnya, apalagi ia akan diangkat sebagai pemimpin dan boleh meminta apa pun yang ia mau. Namun hal itu tidak dilakukan Yefta, sebaliknya ia menunjukkan sikap yang luar biasa: "...jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?" (Hakim-Hakim 11:9). Artinya Yefta tidak gegabah dan bertindak sendiri, tapi menaruh pengharapan kepada Tuhan dan melibatkan Dia dalam pergumulan yang dihadapinya. Ia menyerahkan segala perkaranya kepada Tuhan di Mizpa, tempat di mana perjanjian Tuhan ditetapkan. Akhirnya Yefta menerima tawaran bangsa Israel, maju berperang melawan bani Amon.
Yefta dengan ulet dapat merebut kota demi kota, bahkan sampai 20 kota dikalahkannya (baca Hakim-Hakim 11:32-33). Itu adalah campur tangan Tuhan, sebab dalam segala perkara Yefta tidak pernah melupakan Tuhan dan selalu melibatkan Dia.
Yefta, dari orang yang tertolak dan terbuang, beroleh peninggian menjadi pemimpin Israel yang gagah perkasa.
Baca: Hakim-Hakim 11:12-28
"TUHAN, Hakim itu, Dialah yang menjadi hakim pada hari ini antara orang Israel dan bani Amon." Hakim-Hakim 11:27b
Manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN." (Yesaya 55:8). Menjadi orang yang tertolak dan terbuang seperti Yefta bukan berarti tidak punya masa depan dan kehidupan akan berakhir.
Tatkala bangsa Israel menghadapi masalah berat yaitu berperang melawan bani Amon dan terancam kalah sehingga mereka dihinggapi ketakutan yang luar biasa, teringatlah mereka kepada Yefta. Para tua-tua Gilead pun sepakat meminta Yefta kembali pulang dan berharap bisa turut berjuang membela bangsanya, bahkan mereka bersehati mengangkat Yefta sehingga pemimpin. Mengapa demikian? Karena mereka telah mendengar kehebatan Yefta di tanah Tob. Kata Yefta, "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?" (Hakim-Hakim 11:7). Secara manusia tawaran ini bisa saja digunakan Yefta untuk membalas dendam atas perbuatan jahat yang telah mereka perbuat terhadapnya, apalagi ia akan diangkat sebagai pemimpin dan boleh meminta apa pun yang ia mau. Namun hal itu tidak dilakukan Yefta, sebaliknya ia menunjukkan sikap yang luar biasa: "...jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?" (Hakim-Hakim 11:9). Artinya Yefta tidak gegabah dan bertindak sendiri, tapi menaruh pengharapan kepada Tuhan dan melibatkan Dia dalam pergumulan yang dihadapinya. Ia menyerahkan segala perkaranya kepada Tuhan di Mizpa, tempat di mana perjanjian Tuhan ditetapkan. Akhirnya Yefta menerima tawaran bangsa Israel, maju berperang melawan bani Amon.
Yefta dengan ulet dapat merebut kota demi kota, bahkan sampai 20 kota dikalahkannya (baca Hakim-Hakim 11:32-33). Itu adalah campur tangan Tuhan, sebab dalam segala perkara Yefta tidak pernah melupakan Tuhan dan selalu melibatkan Dia.
Yefta, dari orang yang tertolak dan terbuang, beroleh peninggian menjadi pemimpin Israel yang gagah perkasa.
Thursday, June 26, 2014
Seri Yefta: MENGALAMI PENOLAKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2014
Baca: Hakim-Hakim 11:1-11
"Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead." Hakim-Hakim 1:1
Yefta adalah hakim ke-8 di Israel, setelah Otniel, Ehud, Samgar, Debora, Gideon, Tola dan Yair. Ia memerintah atas Israel selama 6 tahun. Awalnya sama sekali tak terpikirkan kalau dikemudian hari Yefta akan menjadi seorang hakim di Israel dan dihormati oleh semua orang. Itu semata-mata karena kasih karunia Tuhan sehingga hidup Yefta diubahkan menjadi seorang pahlawan yang gagah perkasa.
Ditinjau dari latar belakang, Yefta memiliki kehidupan yang tampak kelam. Ia adalah anak perempuan sundal yang dianggap sampah masyarakat. Bukan hanya itu, ia pun diusir keluar dari rumah, bahkan terusir dari tanah Israel. "Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain." (ayat 2). Nasib Yefta bisa dikatakan 'sudah jatuh tertimpa tangga' pula. Yefta benar-benar mengalami suatu penolakan, baik dari keluarga maupun dari bangsanya sendiri. Karena tertolak dan tidak tahan dengan penghinaan yang ditujukan kepadanya, larilah Yefta dari saudara-saudaranya dan tinggal di tanah Tob, suatu tempat di mana para penjahat dan penyamun berkumpul. Pelarian itu pun mengubah hidup Yefta: ia menjadi bagian dari para penyamun itu, bahkan ia diangkat menjadi pemimpin atas mereka sehingga namanya makin terkenal. Ironis sekali! Yefta yang keberadaannya tidak diinginkan oleh keluarga dan juga bangsanya justru dihormati dan dihargai di antara orang-orang 'bermasalah'. Di satu sisi ia begitu disegani sebagai pemimpin para penjahat/perampok, namun di sisi lain itu semakin memperburuk citranya di mata orang-orang Israel.
Namun tak selamanya orang buangan yang dipandang sebelah mata akan mengalami nasib malang, sebab tak seorang pun tahu jalan hidup seseorang di kemudian hari. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:27-29). Karena tertolak, Yefta harus mengalami pergumulan hidup yang berat! (Bersambung)
Baca: Hakim-Hakim 11:1-11
"Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead." Hakim-Hakim 1:1
Yefta adalah hakim ke-8 di Israel, setelah Otniel, Ehud, Samgar, Debora, Gideon, Tola dan Yair. Ia memerintah atas Israel selama 6 tahun. Awalnya sama sekali tak terpikirkan kalau dikemudian hari Yefta akan menjadi seorang hakim di Israel dan dihormati oleh semua orang. Itu semata-mata karena kasih karunia Tuhan sehingga hidup Yefta diubahkan menjadi seorang pahlawan yang gagah perkasa.
Ditinjau dari latar belakang, Yefta memiliki kehidupan yang tampak kelam. Ia adalah anak perempuan sundal yang dianggap sampah masyarakat. Bukan hanya itu, ia pun diusir keluar dari rumah, bahkan terusir dari tanah Israel. "Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain." (ayat 2). Nasib Yefta bisa dikatakan 'sudah jatuh tertimpa tangga' pula. Yefta benar-benar mengalami suatu penolakan, baik dari keluarga maupun dari bangsanya sendiri. Karena tertolak dan tidak tahan dengan penghinaan yang ditujukan kepadanya, larilah Yefta dari saudara-saudaranya dan tinggal di tanah Tob, suatu tempat di mana para penjahat dan penyamun berkumpul. Pelarian itu pun mengubah hidup Yefta: ia menjadi bagian dari para penyamun itu, bahkan ia diangkat menjadi pemimpin atas mereka sehingga namanya makin terkenal. Ironis sekali! Yefta yang keberadaannya tidak diinginkan oleh keluarga dan juga bangsanya justru dihormati dan dihargai di antara orang-orang 'bermasalah'. Di satu sisi ia begitu disegani sebagai pemimpin para penjahat/perampok, namun di sisi lain itu semakin memperburuk citranya di mata orang-orang Israel.
Namun tak selamanya orang buangan yang dipandang sebelah mata akan mengalami nasib malang, sebab tak seorang pun tahu jalan hidup seseorang di kemudian hari. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:27-29). Karena tertolak, Yefta harus mengalami pergumulan hidup yang berat! (Bersambung)
Wednesday, June 25, 2014
Teguh Terhadap Janji Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2014
Baca: Roma 4:18-25
"dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." Roma 4:21
Berbicara tentang keteguhan hati menantikan janji Tuhan, rasul Paulus mengajak kta untuk belajar dan meneladani hidup Abraham, "Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa," (Roma 4:18). Pada waktu itu Abraham telah berumur 100 tahun, Sara juga sudah tidak mungkin lagi mengandung karena rahimnya telah tertutup. Jadi untuk memiliki keturunan, secara manusia hal itu adalah mustahil.
Namun Tuhan telah berjanji kepada Abraham bahwa ia akan memiliki keturunan yang banyaknya seperti bintang di langit. "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Kejadian 15:5). Dalam situasi demikian Abraham dan Sara memiliki alasan kuat untuk meragukan janji Tuhan dan imannya memudar. Tetapi Alkitab menyatakan: "...terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah," (Roma 4:20), maka "...TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Seringkali apa yang dijanjikan Tuhan itu apabila kita ukur dan bandingkan dengan kenyataan yang ada sangat bertolak-belakang. Adalah manusiawi sekali jika Sara sempat tertawa mendengar janji Tuhan itu karena ia sadar bahwa usianya sudah tua. Ditinjau dari sudut ilmiah dan akal sehat tidaklah mungkin seorang wanita yang telah mati haid dapat mengandung. "Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku." (Kejadian 21:6). Kalau janji tersebut disampaikan kepada kita saat ini pastilah kita juga akan tertawa dan sulit untuk percaya.
Intinya, kepercayaan Abraham terhadap janji Tuhan tidak terpengaruh sedikit pun oleh situasi dan keadaan yang ada. Mata imannya terus tertuju kepada Tuhan. Sikap inilah yang harus kita praktekkan dalam kehidupan ini. Bagaimana dengan kita? Iman percaya kita seringkali bergantung pada situasi dan keadaan yang ada dan akhirnya kita pun tidak mengalami penggenapan janji Tuhan secara penuh, karena sikap kita yang mudah berubah.
Mari kita "...hidup karena percaya, bukan karena melihat." 2 Korintus 5:7
Baca: Roma 4:18-25
"dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." Roma 4:21
Berbicara tentang keteguhan hati menantikan janji Tuhan, rasul Paulus mengajak kta untuk belajar dan meneladani hidup Abraham, "Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa," (Roma 4:18). Pada waktu itu Abraham telah berumur 100 tahun, Sara juga sudah tidak mungkin lagi mengandung karena rahimnya telah tertutup. Jadi untuk memiliki keturunan, secara manusia hal itu adalah mustahil.
Namun Tuhan telah berjanji kepada Abraham bahwa ia akan memiliki keturunan yang banyaknya seperti bintang di langit. "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Kejadian 15:5). Dalam situasi demikian Abraham dan Sara memiliki alasan kuat untuk meragukan janji Tuhan dan imannya memudar. Tetapi Alkitab menyatakan: "...terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah," (Roma 4:20), maka "...TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Seringkali apa yang dijanjikan Tuhan itu apabila kita ukur dan bandingkan dengan kenyataan yang ada sangat bertolak-belakang. Adalah manusiawi sekali jika Sara sempat tertawa mendengar janji Tuhan itu karena ia sadar bahwa usianya sudah tua. Ditinjau dari sudut ilmiah dan akal sehat tidaklah mungkin seorang wanita yang telah mati haid dapat mengandung. "Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku." (Kejadian 21:6). Kalau janji tersebut disampaikan kepada kita saat ini pastilah kita juga akan tertawa dan sulit untuk percaya.
Intinya, kepercayaan Abraham terhadap janji Tuhan tidak terpengaruh sedikit pun oleh situasi dan keadaan yang ada. Mata imannya terus tertuju kepada Tuhan. Sikap inilah yang harus kita praktekkan dalam kehidupan ini. Bagaimana dengan kita? Iman percaya kita seringkali bergantung pada situasi dan keadaan yang ada dan akhirnya kita pun tidak mengalami penggenapan janji Tuhan secara penuh, karena sikap kita yang mudah berubah.
Mari kita "...hidup karena percaya, bukan karena melihat." 2 Korintus 5:7
Tuesday, June 24, 2014
JANJI MASA KINI DAN MASA MENDATANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2014
Baca: Mazmur 12:1-9
"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." Mazmur 12:7
Dalam Ibrani 11:1 dikatakan, "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya iman memiliki dua dimensi yaitu dimensi sekarang (masa kini) dan dimensi yang akan datang. Dimensi sekarang berkenaan dengan kehidupan yang sedang kita jalani dan pergumulkan, serta terlihat secara kasat mata. Dimensi kedua yaitu dimensi yang akan datang, berkenaan dengan pengharapan kita di dalam Tuhan, arah pandang yang tertuju kepada janji-janji Tuhan yang saat ini tidak kelihatan dan masih belum terjadi, namun yang kita yakini bahwa pada saat yang tepat Tuhan pasti menggenapiNya, sebab janji Tuhan adalah murni.
'Dimensi janji Tuhan' inilah yang seringkali menjadi sebuah pergumulan yang tidak mudah bagi setiap orang percaya. Ada banyak orang Kristen yang mudah sekali berubah sikap, imannya melemah dan tidak lagi menaruh pengharapan penuh kepada Tuhan karena kenyataan yang ada tidak seperti yang diharapkan. Mereka tidak lagi bersabar menantikan janji Tuhan dan lebih memilih mengandalkan kekuatan sendiri, lari kepada manusia mencari pertolongan. Waspadalah, Iblis akan menggunakan celah ini sebagai kesempatan menabaur benih keraguan dan ketidakpercayaan kepada Tuhan. Alkitab menegaskan: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
Jangan sekali pun ragu terhadap janji Tuhan. Cepat atau lambat janjiNya pasti akan digenapi. Di tengah situasi-situasi sulit biarlah kita selalu menguatkan iman percaya kepada Tuhan sehingga kita tetap dapat berkata: "Janji-Mu sangat teruji, dan hamba-Mu mencintainya." (Mazmur 119:140).
"Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" Bilangan 23:19
Baca: Mazmur 12:1-9
"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." Mazmur 12:7
Dalam Ibrani 11:1 dikatakan, "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya iman memiliki dua dimensi yaitu dimensi sekarang (masa kini) dan dimensi yang akan datang. Dimensi sekarang berkenaan dengan kehidupan yang sedang kita jalani dan pergumulkan, serta terlihat secara kasat mata. Dimensi kedua yaitu dimensi yang akan datang, berkenaan dengan pengharapan kita di dalam Tuhan, arah pandang yang tertuju kepada janji-janji Tuhan yang saat ini tidak kelihatan dan masih belum terjadi, namun yang kita yakini bahwa pada saat yang tepat Tuhan pasti menggenapiNya, sebab janji Tuhan adalah murni.
'Dimensi janji Tuhan' inilah yang seringkali menjadi sebuah pergumulan yang tidak mudah bagi setiap orang percaya. Ada banyak orang Kristen yang mudah sekali berubah sikap, imannya melemah dan tidak lagi menaruh pengharapan penuh kepada Tuhan karena kenyataan yang ada tidak seperti yang diharapkan. Mereka tidak lagi bersabar menantikan janji Tuhan dan lebih memilih mengandalkan kekuatan sendiri, lari kepada manusia mencari pertolongan. Waspadalah, Iblis akan menggunakan celah ini sebagai kesempatan menabaur benih keraguan dan ketidakpercayaan kepada Tuhan. Alkitab menegaskan: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
Jangan sekali pun ragu terhadap janji Tuhan. Cepat atau lambat janjiNya pasti akan digenapi. Di tengah situasi-situasi sulit biarlah kita selalu menguatkan iman percaya kepada Tuhan sehingga kita tetap dapat berkata: "Janji-Mu sangat teruji, dan hamba-Mu mencintainya." (Mazmur 119:140).
"Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" Bilangan 23:19
Monday, June 23, 2014
Seri Pekerja Tuhan: SETIA DAN DAPAT DIPERCAYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2014
Baca: 1 Korintus 4:1-5
"Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai." 1 Korintus 4:2
Kesetiaan dan dapat dipercaya adalah dua unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang pekerja Tuhan. Bagaimana kita bisa disebut sebagai pekerja Tuhan yang baik jika kita tidak setia mengerjakan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada kita? Tanpa kesetiaan, kita akan mudah sekali kecewa dan putus asa saat diperhadapkan dengan tantangan. Jadi, "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Tanpa kesetiaan mustahil orang bisa dipercaya untuk sebuah tugas pelayanan. Yusuf dipercaya oleh Potifar untuk mengatur apa yang ada di rumahnya, bahkan segala miliknya berada dalam kuasanya, oleh karena ia terlebih dahulu menunjukkan kesetiaannya. Jika tidak setia, mungkinkah seorang pelayan dipercaya sepenuhnya oleh majikannya? "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10a). Kesetiaan kita dalam mengerjakan perkara-perkara kecil adalah pintu gerbang menuju kepada perkara-perkara besar.
Tuhan tidak pernah menuntut kecerdasan, kecakapan, kemahiran, popularitas dalam diri pekerjaNya; apalah arti semuanya itu jika mereka tidak setia dan tidak bisa dipercaya. Yang Tuhan inginkan adalah para pekerja yang setia melakukan kehendakNya dan yang tidak tergoyahkan dalam komitmen. Inilah yang menjadi alasan mengapa Paulus mengutus Timotius untuk melayani orang-orang di Korintus. Meski masih muda, Timotius telah menunjukkan kesetiaannya dan begitu giat dalam melayani Tuhan, dan karena itulah Paulus mempercayakan pelayanan yang besar kepadanya. Paulus sangat percaya bahwa Timotius tidak akan menyimpang dalam memberitakan kebenaran firman Tuhan. Pesan Paulus, "Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau." (1 Timotius 4:16).
Tugas seorang pekerja Tuhan adalah menerima firman Tuhan dan kemudian menyalurkan rahasia firman yang telah diterimanya itu kepada orang lain, tapi ia juga harus menunjukkan sebuah keteladanan hidup.
Setia dan bisa dipercaya adalah syarat mutlak dan essensial bagi pekerja Tuhan!
Baca: 1 Korintus 4:1-5
"Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai." 1 Korintus 4:2
Kesetiaan dan dapat dipercaya adalah dua unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang pekerja Tuhan. Bagaimana kita bisa disebut sebagai pekerja Tuhan yang baik jika kita tidak setia mengerjakan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada kita? Tanpa kesetiaan, kita akan mudah sekali kecewa dan putus asa saat diperhadapkan dengan tantangan. Jadi, "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Tanpa kesetiaan mustahil orang bisa dipercaya untuk sebuah tugas pelayanan. Yusuf dipercaya oleh Potifar untuk mengatur apa yang ada di rumahnya, bahkan segala miliknya berada dalam kuasanya, oleh karena ia terlebih dahulu menunjukkan kesetiaannya. Jika tidak setia, mungkinkah seorang pelayan dipercaya sepenuhnya oleh majikannya? "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10a). Kesetiaan kita dalam mengerjakan perkara-perkara kecil adalah pintu gerbang menuju kepada perkara-perkara besar.
Tuhan tidak pernah menuntut kecerdasan, kecakapan, kemahiran, popularitas dalam diri pekerjaNya; apalah arti semuanya itu jika mereka tidak setia dan tidak bisa dipercaya. Yang Tuhan inginkan adalah para pekerja yang setia melakukan kehendakNya dan yang tidak tergoyahkan dalam komitmen. Inilah yang menjadi alasan mengapa Paulus mengutus Timotius untuk melayani orang-orang di Korintus. Meski masih muda, Timotius telah menunjukkan kesetiaannya dan begitu giat dalam melayani Tuhan, dan karena itulah Paulus mempercayakan pelayanan yang besar kepadanya. Paulus sangat percaya bahwa Timotius tidak akan menyimpang dalam memberitakan kebenaran firman Tuhan. Pesan Paulus, "Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau." (1 Timotius 4:16).
Tugas seorang pekerja Tuhan adalah menerima firman Tuhan dan kemudian menyalurkan rahasia firman yang telah diterimanya itu kepada orang lain, tapi ia juga harus menunjukkan sebuah keteladanan hidup.
Setia dan bisa dipercaya adalah syarat mutlak dan essensial bagi pekerja Tuhan!
Sunday, June 22, 2014
Seri Pekerja Tuhan: MENGEJAR PERKENANAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2014
Baca: 2 Petrus 1:3-15
"Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh." 2 Petrus 1:10
Tantangan dalam melayani pekerjaan Tuhan tidak semata-mata datang dari pihak luar (orang-orang yang belum percaya). Acapkali tantangan terbesar datang dari pihak dalam yaitu orang-orang terdekat, saudara seiman, orang-orang yang kita layani atau bahkan dari sesama pekerja. Mulai dari sikap sinis yang memandang kita dengan sebelah mata tanda meremehkan, menuduh sok suci/sok rohani, dianggap pesaing berat, dan tidak sedikit pula yang memusuhi dan menjauhi kita; mereka diibaratkan 'duri dalam daging'. Namun jangan sampai tantangan yang ada membuat kita down, sebaliknya semakin melecut kita untuk melakukan yang terbaik dan semakin maju dalam melayani.
Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Kata berusahalah (ayat nas) atau usahakanlah mengandung unsur kemauan dan tekad yang kuat dalam mengerjakan tugas pelayanan, sebab setiap saat kita diperhadapkan dengan peperangan rohani di berbagai aspek kehidupan: perang melawan tipu muslihat Iblis, melawan roh-roh jahat di udara, dan melawan hawa nafsu (keinginan daging), sebab "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14).
Untuk menjadi pekerja Tuhan yang baik kita harus punya tekad yang kuat dalam melayani. Bukan hanya motivasi yang harus tulus dan murni, tapi juga harus punya kerelaan untuk menyerahkan hak, keinginan dan kehendak pribadi kepada Tuhan demi mendapatkan perkenanan itu. Inilah yang harus menjadi tujuan utama setiap pekerja di ladang Tuhan. Perkenanan dari Tuhanlah yang membuat pelayanan kita berdampak dan mampu memberkati banyak orang, karena dalam pelayanan ini kita tidak mengandalkan kekuatan sendiri, melainkan Roh Kudus yang bekerja di dalam kita.
Miliki tekad yang kuat dalam melayani hingga beroleh perkenanan dari Tuhan!
Baca: 2 Petrus 1:3-15
"Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh." 2 Petrus 1:10
Tantangan dalam melayani pekerjaan Tuhan tidak semata-mata datang dari pihak luar (orang-orang yang belum percaya). Acapkali tantangan terbesar datang dari pihak dalam yaitu orang-orang terdekat, saudara seiman, orang-orang yang kita layani atau bahkan dari sesama pekerja. Mulai dari sikap sinis yang memandang kita dengan sebelah mata tanda meremehkan, menuduh sok suci/sok rohani, dianggap pesaing berat, dan tidak sedikit pula yang memusuhi dan menjauhi kita; mereka diibaratkan 'duri dalam daging'. Namun jangan sampai tantangan yang ada membuat kita down, sebaliknya semakin melecut kita untuk melakukan yang terbaik dan semakin maju dalam melayani.
Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Kata berusahalah (ayat nas) atau usahakanlah mengandung unsur kemauan dan tekad yang kuat dalam mengerjakan tugas pelayanan, sebab setiap saat kita diperhadapkan dengan peperangan rohani di berbagai aspek kehidupan: perang melawan tipu muslihat Iblis, melawan roh-roh jahat di udara, dan melawan hawa nafsu (keinginan daging), sebab "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14).
Untuk menjadi pekerja Tuhan yang baik kita harus punya tekad yang kuat dalam melayani. Bukan hanya motivasi yang harus tulus dan murni, tapi juga harus punya kerelaan untuk menyerahkan hak, keinginan dan kehendak pribadi kepada Tuhan demi mendapatkan perkenanan itu. Inilah yang harus menjadi tujuan utama setiap pekerja di ladang Tuhan. Perkenanan dari Tuhanlah yang membuat pelayanan kita berdampak dan mampu memberkati banyak orang, karena dalam pelayanan ini kita tidak mengandalkan kekuatan sendiri, melainkan Roh Kudus yang bekerja di dalam kita.
Miliki tekad yang kuat dalam melayani hingga beroleh perkenanan dari Tuhan!
Saturday, June 21, 2014
Seri Pekerja Tuhan: BERTEKAD KUAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2014
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu." 2 Timotius 2:15
Melayani Tuhan adalah suatu anugerah, karena itu kita harus mempergunakan kesempatan dan kepercayaan itu sebaik mungkin. Jangan pernah sia-siakan "...supaya pelayanan yang kauterima dalam Tuhan kaujalankan sepenuhnya." (Kolose 4:17), sebab ada banyak orang yang tidak melakukannya dengan sepenuh hati. Ada yang sengaja menunda-nunda waktu untuk melayani dan cenderung mengabaikan panggilan pelayanan tersebut, padahal ladang sudah menguning. "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37). Orang-orang yang melayani Tuhan disebut pula sebagai pekerja di ladang Tuhan.
Bukanlah suatu perkara yang mudah untuk menjadi pekerja-pekerja Tuhan karena ada harga yang harus kita bayar. Harus ada usaha agar kita memiliki kehidupan yang benar-benar layak di hadapanNya. Kita harus berjuang untuk mendapatkan perkenanan dari Tuhan. Kapan waktu perkenanan itu? "Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2b). Bila saat ini kita sedang bekerja di ladang Tuhan, marilah kita bekerja dengan sebaik mungkin. Inilah yang diupayakan oleh Paulus: "Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya." (2 Korintus 5:9). Jangan sampai kita melayani pekerjaan Tuhan karena kita hanya ingin menyenangkan hati manusia, supaya dilihat orang dan berharap beroleh pujian dari mereka. Berhati-hatilah! Paulus berkata, "...adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10).
Jika tujuan kita melayani adalah untuk mencari perkenanan dari manusia semata maka kita tidak layak disebut sebagai hamba Tuhan, dan upah yang kita dapatkan pun hanya sebatas pujian dari manusia itu. Adalah sangat mungkin ketika kita berusaha untuk mendapatkan perkenanan dari Tuhan justru kita semakin diperhadapkan dengan banyak tantangan, dan saat itulah banyak dari kita yang lebih memilih mundur.
Bagaimana dengan kita semua? Bertekad kuatkah kita?
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu." 2 Timotius 2:15
Melayani Tuhan adalah suatu anugerah, karena itu kita harus mempergunakan kesempatan dan kepercayaan itu sebaik mungkin. Jangan pernah sia-siakan "...supaya pelayanan yang kauterima dalam Tuhan kaujalankan sepenuhnya." (Kolose 4:17), sebab ada banyak orang yang tidak melakukannya dengan sepenuh hati. Ada yang sengaja menunda-nunda waktu untuk melayani dan cenderung mengabaikan panggilan pelayanan tersebut, padahal ladang sudah menguning. "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37). Orang-orang yang melayani Tuhan disebut pula sebagai pekerja di ladang Tuhan.
Bukanlah suatu perkara yang mudah untuk menjadi pekerja-pekerja Tuhan karena ada harga yang harus kita bayar. Harus ada usaha agar kita memiliki kehidupan yang benar-benar layak di hadapanNya. Kita harus berjuang untuk mendapatkan perkenanan dari Tuhan. Kapan waktu perkenanan itu? "Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2b). Bila saat ini kita sedang bekerja di ladang Tuhan, marilah kita bekerja dengan sebaik mungkin. Inilah yang diupayakan oleh Paulus: "Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya." (2 Korintus 5:9). Jangan sampai kita melayani pekerjaan Tuhan karena kita hanya ingin menyenangkan hati manusia, supaya dilihat orang dan berharap beroleh pujian dari mereka. Berhati-hatilah! Paulus berkata, "...adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10).
Jika tujuan kita melayani adalah untuk mencari perkenanan dari manusia semata maka kita tidak layak disebut sebagai hamba Tuhan, dan upah yang kita dapatkan pun hanya sebatas pujian dari manusia itu. Adalah sangat mungkin ketika kita berusaha untuk mendapatkan perkenanan dari Tuhan justru kita semakin diperhadapkan dengan banyak tantangan, dan saat itulah banyak dari kita yang lebih memilih mundur.
Bagaimana dengan kita semua? Bertekad kuatkah kita?
Friday, June 20, 2014
Seri Pertobatan: HATI, PIKIRAN DAN KEHENDAK (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2014
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan." 2 Timotius 2:19
Pertobatan juga menekankan pada sikap hati, karena hati adalah pusat dari pikiran, perasaan dan kehendak kita. Hati juga memiliki peranan besar terhadap perilaku lahiriah kita. "...dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:21). Penulis amsal pun menyatakan, "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Maka dari itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Hati yang senantiasa terjaga bersih dan murni akan berdampak positif pula terhadap setiap perkataan dan tindakan kita.
Bagaimana menjaga hati kita supaya tetap bersih dan murni? Kita harus mengijinkan Roh Kudus untuk menyelidiki dan memperbarui hati kita. Daud berdoa, "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12). Pikiran dan hati yang telah diperbaharui oleh firman Tuhan akan mempengaruhi kehendak kita. Kesadaran terhadap segala kesalahan dan pelanggaran pastilah akan diikuti oleh kehendak/keinginan untuk berhenti berbuat dosa, dan komitmen untuk hidup dalam pertobatan setiap hari. Itu membutuhkan proses yang tidak instan tapi secara bertahap dan terus-menerus seumur hidup kita, hingga kita memiliki kehidupan yang sesuai dengan standar yang dikehendaki Tuhan.
Seseorang yang memiliki pertobatan yang sejati imannya tetap teguh untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan, apa pun yang terjadi dan di mana pun berada, karena pertobatan adalah suatu tindakan yang menghasilkan perubahan pikiran, hati dan kehendak, di mana kita semakin mengasihi Tuhan dan hidup seturut dengan firmanNya. Saat menghadapi pergumulan yang berat sekalipun kita bisa berkata: janganlah seperti yang kukehendaki, melainkan seperti yang Tuhan kehendaki. Ketika kita menyerahkan seluruh kehendak kepada Tuhan kita akan tinggal di dalam firmanNya.
Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang benar-benar hidup dalam pertobatan?
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan." 2 Timotius 2:19
Pertobatan juga menekankan pada sikap hati, karena hati adalah pusat dari pikiran, perasaan dan kehendak kita. Hati juga memiliki peranan besar terhadap perilaku lahiriah kita. "...dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:21). Penulis amsal pun menyatakan, "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Maka dari itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Hati yang senantiasa terjaga bersih dan murni akan berdampak positif pula terhadap setiap perkataan dan tindakan kita.
Bagaimana menjaga hati kita supaya tetap bersih dan murni? Kita harus mengijinkan Roh Kudus untuk menyelidiki dan memperbarui hati kita. Daud berdoa, "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12). Pikiran dan hati yang telah diperbaharui oleh firman Tuhan akan mempengaruhi kehendak kita. Kesadaran terhadap segala kesalahan dan pelanggaran pastilah akan diikuti oleh kehendak/keinginan untuk berhenti berbuat dosa, dan komitmen untuk hidup dalam pertobatan setiap hari. Itu membutuhkan proses yang tidak instan tapi secara bertahap dan terus-menerus seumur hidup kita, hingga kita memiliki kehidupan yang sesuai dengan standar yang dikehendaki Tuhan.
Seseorang yang memiliki pertobatan yang sejati imannya tetap teguh untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan, apa pun yang terjadi dan di mana pun berada, karena pertobatan adalah suatu tindakan yang menghasilkan perubahan pikiran, hati dan kehendak, di mana kita semakin mengasihi Tuhan dan hidup seturut dengan firmanNya. Saat menghadapi pergumulan yang berat sekalipun kita bisa berkata: janganlah seperti yang kukehendaki, melainkan seperti yang Tuhan kehendaki. Ketika kita menyerahkan seluruh kehendak kepada Tuhan kita akan tinggal di dalam firmanNya.
Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang benar-benar hidup dalam pertobatan?
Thursday, June 19, 2014
Seri Pertobatan: HATI, PIKIRAN DAN KEHENDAK (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2014
Baca: 2 Korintus 7:1-16
"Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian." 2 Korintus 7:10
Pertobatan adalah kata yang tidak akan berhenti untuk diberitakan kepada setiap orang percaya, sebab pertobatan adalah langkah awal di mana seseorang menyadari kesalahan dan pelanggarannya, lalu berpaling dari dosa-dosanya dan meninggalkannya. Pertobatan disebut juga suatu keadaan di mana orang berdosa menyesal karena dosa-dosanya dinyatakan kepadanya oleh terang firman Tuhan dan Roh Kudus, sehingga dengan kehendaknya ia bertekad untuk berubah, yaitu berbalik dari dosanya dan berpaling kepada Tuhan. Di padang Yudea Yohanes Pembaptis dengan suara yang lantang menyerukan, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" (Matius 3:2). Berita ini pula yang diserukan oleh Yesus, "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Markus 1:15).
Sebelum hidup dalam pertobatan, apa yang ada dalam pikiran, hati dan kehendak kita semata-mata dikuasai segala hal yang bersifat duniawi, sehingga yang dihasilkan pun adalah perbuatan-perbuatan daging. Itulah sebabnya pertobatan yang sejati meliputi tiga aspek penting ini: pikiran, hati dan juga kehendak. Pikiran adalah medan peperangan dalam kehidupan manusia. Alkitab menyatakan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7a). Apa yang kita pikirkan itulah yang aka membentuk setiap tindakan kita. Dengan kata lain, pikiran adalah pemimpin atau pelopor dari semua tindakan, artinya tindakan yang kita lakukan adalah akibat langsung dari apa yang kita pikirkan. Jika yang kita pikirkan adalah hal-hal yang berasal dari daging, maka kita akan berjalan dalam daging dan perbuatan kita pun akan semakin jauh dari kebenaran.
Supaya kita memiliki pikiran yang benar kita harus menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus, sehingga kita "...menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5). Ketika kita memiliki pikiran Kristus, pikiran kita akan terus diperbaharui sehingga kita dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (baca Roma 12:2) (Bersambung)
Baca: 2 Korintus 7:1-16
"Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian." 2 Korintus 7:10
Pertobatan adalah kata yang tidak akan berhenti untuk diberitakan kepada setiap orang percaya, sebab pertobatan adalah langkah awal di mana seseorang menyadari kesalahan dan pelanggarannya, lalu berpaling dari dosa-dosanya dan meninggalkannya. Pertobatan disebut juga suatu keadaan di mana orang berdosa menyesal karena dosa-dosanya dinyatakan kepadanya oleh terang firman Tuhan dan Roh Kudus, sehingga dengan kehendaknya ia bertekad untuk berubah, yaitu berbalik dari dosanya dan berpaling kepada Tuhan. Di padang Yudea Yohanes Pembaptis dengan suara yang lantang menyerukan, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" (Matius 3:2). Berita ini pula yang diserukan oleh Yesus, "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Markus 1:15).
Sebelum hidup dalam pertobatan, apa yang ada dalam pikiran, hati dan kehendak kita semata-mata dikuasai segala hal yang bersifat duniawi, sehingga yang dihasilkan pun adalah perbuatan-perbuatan daging. Itulah sebabnya pertobatan yang sejati meliputi tiga aspek penting ini: pikiran, hati dan juga kehendak. Pikiran adalah medan peperangan dalam kehidupan manusia. Alkitab menyatakan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7a). Apa yang kita pikirkan itulah yang aka membentuk setiap tindakan kita. Dengan kata lain, pikiran adalah pemimpin atau pelopor dari semua tindakan, artinya tindakan yang kita lakukan adalah akibat langsung dari apa yang kita pikirkan. Jika yang kita pikirkan adalah hal-hal yang berasal dari daging, maka kita akan berjalan dalam daging dan perbuatan kita pun akan semakin jauh dari kebenaran.
Supaya kita memiliki pikiran yang benar kita harus menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus, sehingga kita "...menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5). Ketika kita memiliki pikiran Kristus, pikiran kita akan terus diperbaharui sehingga kita dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (baca Roma 12:2) (Bersambung)
Wednesday, June 18, 2014
Seri Keselamatan: KARENA KASIH KARUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2014
Baca: Titus 2:11-15
"Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata." Titus 2:11
Kasih adalah salah satu sifat dasar Allah. "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Bila kasih ini dihubungkan dengan penyelamatan terhadap manusia berdosa, maka dikatakan sebagai kasih karunia atau anugerah.
Istilah kasih karunia diterjemahkan dari kata Yunani 'kharis' yang dapat diartikan: anugerah, pemberian, kemurahan hati, pahala. Di dalam Perjanjian Baru kata ini bermakna: kemurahan hati Allah yang tidak pantas diterima oleh orang yang seharusnya layak untuk dihukum. Adapun arti umum dari kata kasih karunia adalah pemberian yang dilandasi dengan sukacita, bukan karena keterpaksaan. Jadi kematian Yesus Kristus di atas Kalvari untuk menebus dosa umat manusia itu bukan dilakukan dengan keterpaksaan, tetapi karena kasih karunia yang Allah berikan didasari oleh kasihNya yang besar kepada umatNya. Dengan demikian jelas sekali bahwa keselamatan manusia berdosa bukan oleh karena perbuatan baik, amal atau karena kesalehan hidupnya, melainkan semata-mata karena pemberian atau kasih karunia dari Allah. "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman" (2 Timotius 1:9).
Perbuatan baik tidak akan pernah sanggup membenarkan manusia yang berdosa, sebab pada dasarnya "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Inilah yang mendasari mengapa Allah menyatakan kasih karuniaNya, yaitu supaya kita yang berdosa beroleh pembenaran dan keselamatan. Pemberian secara cuma-cuma dari Allah inilah yang merupakan hakekat dari kasih karunia. Kemudian kita yang telah beroleh kasih karunia itu harus mau dibentuk dan dididik oleh Tuhan supaya kita benar-benar meninggalkan kehidupan dosa dan beribadah kepadaNya dengan sungguh-sungguh.
Kita diselamatkan karena anugerah Tuhan semata, bukan karena siapa kita!
Baca: Titus 2:11-15
"Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata." Titus 2:11
Kasih adalah salah satu sifat dasar Allah. "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Bila kasih ini dihubungkan dengan penyelamatan terhadap manusia berdosa, maka dikatakan sebagai kasih karunia atau anugerah.
Istilah kasih karunia diterjemahkan dari kata Yunani 'kharis' yang dapat diartikan: anugerah, pemberian, kemurahan hati, pahala. Di dalam Perjanjian Baru kata ini bermakna: kemurahan hati Allah yang tidak pantas diterima oleh orang yang seharusnya layak untuk dihukum. Adapun arti umum dari kata kasih karunia adalah pemberian yang dilandasi dengan sukacita, bukan karena keterpaksaan. Jadi kematian Yesus Kristus di atas Kalvari untuk menebus dosa umat manusia itu bukan dilakukan dengan keterpaksaan, tetapi karena kasih karunia yang Allah berikan didasari oleh kasihNya yang besar kepada umatNya. Dengan demikian jelas sekali bahwa keselamatan manusia berdosa bukan oleh karena perbuatan baik, amal atau karena kesalehan hidupnya, melainkan semata-mata karena pemberian atau kasih karunia dari Allah. "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman" (2 Timotius 1:9).
Perbuatan baik tidak akan pernah sanggup membenarkan manusia yang berdosa, sebab pada dasarnya "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Inilah yang mendasari mengapa Allah menyatakan kasih karuniaNya, yaitu supaya kita yang berdosa beroleh pembenaran dan keselamatan. Pemberian secara cuma-cuma dari Allah inilah yang merupakan hakekat dari kasih karunia. Kemudian kita yang telah beroleh kasih karunia itu harus mau dibentuk dan dididik oleh Tuhan supaya kita benar-benar meninggalkan kehidupan dosa dan beribadah kepadaNya dengan sungguh-sungguh.
Kita diselamatkan karena anugerah Tuhan semata, bukan karena siapa kita!
Tuesday, June 17, 2014
Seri Keselamatan: MENERIMA INJIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2014
Baca: Efesus 1:1-14
"Di dalam Dia kamu juga--karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu," Efesus 1:13
Saudarakau, perlulah senantiasa kita ingat bahwa perbuatan baik tidak akan pernah membuat manusia yang berdosa mendapatkan keselamatan dan beroleh hidup yang kekal. Perbuatan baik adalah buah dari keselamatan, bukan sarana keselamatan. Artinya kita yang telah diselamatkan di dalam Yesus Kristus mutlak berbuat baik. "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:8-10). Sarana untuk mendapatkan keselamatan adalah menerima dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Mengapa harus Yesus? Karena Yesus bukanlah salah satu jalan untuk memperoleh keselamatan, tapi Dia adalah satu-satunya jalan keselamatan itu.
Untuk dapat mengenal Kristus lebih dalam kita harus menerima Injil (Kitab Suci), yang adalah tuntunan untuk memperoleh keselamatan itu. "Karena Kitab Suci berkata: 'Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.'" (Roma 10:11). Siapa pun yang membaca Kitab Suci dan merenungkan itu siang dan malam berpotensi untuk menjadi orang percaya, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17); dan Alkitab mengatakan bahwa barang siapa yang percaya kepada Yesus Kristus akan "...beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya," (Efesus 1:7). Bukan hanya itu, kita juga "...dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya." (Efesus 1:13-14).
Karena Injil adalah kabar baik tentang keselamatan, maka setiap orang percaya harus bersedia untuk diutus sebagai pembawa kabar baik ini kepada dunia. Ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!" (Roma 10:15).
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," 2 Timotius 4:2
Baca: Efesus 1:1-14
"Di dalam Dia kamu juga--karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu," Efesus 1:13
Saudarakau, perlulah senantiasa kita ingat bahwa perbuatan baik tidak akan pernah membuat manusia yang berdosa mendapatkan keselamatan dan beroleh hidup yang kekal. Perbuatan baik adalah buah dari keselamatan, bukan sarana keselamatan. Artinya kita yang telah diselamatkan di dalam Yesus Kristus mutlak berbuat baik. "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:8-10). Sarana untuk mendapatkan keselamatan adalah menerima dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Mengapa harus Yesus? Karena Yesus bukanlah salah satu jalan untuk memperoleh keselamatan, tapi Dia adalah satu-satunya jalan keselamatan itu.
Untuk dapat mengenal Kristus lebih dalam kita harus menerima Injil (Kitab Suci), yang adalah tuntunan untuk memperoleh keselamatan itu. "Karena Kitab Suci berkata: 'Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.'" (Roma 10:11). Siapa pun yang membaca Kitab Suci dan merenungkan itu siang dan malam berpotensi untuk menjadi orang percaya, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17); dan Alkitab mengatakan bahwa barang siapa yang percaya kepada Yesus Kristus akan "...beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya," (Efesus 1:7). Bukan hanya itu, kita juga "...dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya." (Efesus 1:13-14).
Karena Injil adalah kabar baik tentang keselamatan, maka setiap orang percaya harus bersedia untuk diutus sebagai pembawa kabar baik ini kepada dunia. Ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!" (Roma 10:15).
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," 2 Timotius 4:2
Monday, June 16, 2014
Seri Keselamatan: PERCAYA PADA YESUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2014
Baca: Roma 10:4-15
"Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan." Roma 10:13
Karena merupakan kebutuhan terpenting dalam hidup manusia, keselamatan pun menjadi tema utama di dalam Alkitab. Namun banyak orang meremehkan dan menganggap sepele keselamatan itu. Mereka menolak Injil yang adalah berita keselamatan itu, dan tidak percaya kepada Yesus Kristus, satu-satunya jalan keselamatan, "...pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18).
Keselamatan berarti pembebasan dari kutuk dan hukuman sebagai akibat dari dosa. Hal itu akan terwujud apabila orang merespons keselamtan di dalam Yesus Kristus, artinya mau percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya. Inilah yang Alkitab sampaikan mengenai keselamatan itu: "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9). Artinya setiap kita yang percaya akan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan beroleh keselamatan itu. Dengan kata lain, Yesus adalah Tuhan yang menyelamatkan manusia berdosa. Yesus telah membuktikan diri bahwa Ia adalah Tuhan yang sesungguhnya, karena Dia telah bangkit dari kematian dan hidup untuk selama-lamanya. Inilah janji Tuhan kepada setiap kita yang percaya kepadaNya, "...kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus." (2 Petrus 1:11).
Jadi, inisiatif untuk menyelamatkan manusia dari dosa adalah dari Tuhan sendiri. Mengapa? Selain karena didasari oleh kasihNya, juga karena faktor ketidakmampuan manusia untuk menyelesaikan permasalahan dosanya. Itulah sebabnya Tuhan sendiri yang turun tangan untuk menyelamatkan umatNya yang terbelenggu oleh dosa. Manusia yang berdosa hanya dituntut untuk mengakui dengan mulutnya dan percaya dengan segenap hati kepada Yesus Kristus, sehingga ia akan diselamatkan.
Yesus adalah Tuhan yang menyelamatkan manusia berdosa, tidak ada yang lain!
Baca: Roma 10:4-15
"Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan." Roma 10:13
Karena merupakan kebutuhan terpenting dalam hidup manusia, keselamatan pun menjadi tema utama di dalam Alkitab. Namun banyak orang meremehkan dan menganggap sepele keselamatan itu. Mereka menolak Injil yang adalah berita keselamatan itu, dan tidak percaya kepada Yesus Kristus, satu-satunya jalan keselamatan, "...pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18).
Keselamatan berarti pembebasan dari kutuk dan hukuman sebagai akibat dari dosa. Hal itu akan terwujud apabila orang merespons keselamtan di dalam Yesus Kristus, artinya mau percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya. Inilah yang Alkitab sampaikan mengenai keselamatan itu: "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9). Artinya setiap kita yang percaya akan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan beroleh keselamatan itu. Dengan kata lain, Yesus adalah Tuhan yang menyelamatkan manusia berdosa. Yesus telah membuktikan diri bahwa Ia adalah Tuhan yang sesungguhnya, karena Dia telah bangkit dari kematian dan hidup untuk selama-lamanya. Inilah janji Tuhan kepada setiap kita yang percaya kepadaNya, "...kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus." (2 Petrus 1:11).
Jadi, inisiatif untuk menyelamatkan manusia dari dosa adalah dari Tuhan sendiri. Mengapa? Selain karena didasari oleh kasihNya, juga karena faktor ketidakmampuan manusia untuk menyelesaikan permasalahan dosanya. Itulah sebabnya Tuhan sendiri yang turun tangan untuk menyelamatkan umatNya yang terbelenggu oleh dosa. Manusia yang berdosa hanya dituntut untuk mengakui dengan mulutnya dan percaya dengan segenap hati kepada Yesus Kristus, sehingga ia akan diselamatkan.
Yesus adalah Tuhan yang menyelamatkan manusia berdosa, tidak ada yang lain!
Sunday, June 15, 2014
Seri Keselamatan: HANYA DALAM YESUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2014
Baca: Yohanes 3:14-24
"Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." Yohanes 3:17
Keselamatan adalah kebutuhan yang mutlak diperlukan setiap orang. Namun banyak orang kurang memahami arti keselamatan. Mereka tidak tahu bagaimana mendapatkan keselamatan itu sendiri.
Sering kita dengar mereka berkata, "Banyak jalan menuju Roma", artinya banyak jalan menuju sorga. Benarkah? "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Artinya jalan untuk memperoleh keselamatan hanya ada satu saja yaitu melalui Yesus Kristus. Dia berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Jadi, tak seorang pun akan mencapai Kerajaan Sorga jika mereka tidak percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Berbicara tentang keselamatan berarti berbicara tentang karya penebusan yang dilakukan Yesus Kristus melalui kematian dan kebangkitanNya. OlehNya manusia memperoleh pengharapan untuk diselamatkan, asal ia percaya kepadaNya. "...setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Apa arti keselamatan? Yaitu dilepaskan atau dibebaskan dari hukuman, kutuk dan akibat-akibat dari dosa. Keselamatan tidak dapat kita raih dengan kekuatan sendiri. Manusia berusaha mengatasi perbuatan dosanya dengan berbuat baik (beramal) dan melakukan ajaran agama, dengan harapan dosa-dosanya diampuni dan bisa masuk sorga. Perbuatan baik saja tidak bisa menebus dosa-dosa kita dan dijadikan ukuran untuk mendapatkan keselamatan, artinya manusia tidak dapat memperoleh keselamatan melalui usahanya sendiri. "Pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan," (Titus 3:5).
Puji syukur, Allah telah menyediakan keselamatan dan jalan sampai kepada sorga yaitu melalui pengorbanan AnakNya Yesus Kristus.
Percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah jalan keselamatan!
Baca: Yohanes 3:14-24
"Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." Yohanes 3:17
Keselamatan adalah kebutuhan yang mutlak diperlukan setiap orang. Namun banyak orang kurang memahami arti keselamatan. Mereka tidak tahu bagaimana mendapatkan keselamatan itu sendiri.
Sering kita dengar mereka berkata, "Banyak jalan menuju Roma", artinya banyak jalan menuju sorga. Benarkah? "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Artinya jalan untuk memperoleh keselamatan hanya ada satu saja yaitu melalui Yesus Kristus. Dia berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Jadi, tak seorang pun akan mencapai Kerajaan Sorga jika mereka tidak percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Berbicara tentang keselamatan berarti berbicara tentang karya penebusan yang dilakukan Yesus Kristus melalui kematian dan kebangkitanNya. OlehNya manusia memperoleh pengharapan untuk diselamatkan, asal ia percaya kepadaNya. "...setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Apa arti keselamatan? Yaitu dilepaskan atau dibebaskan dari hukuman, kutuk dan akibat-akibat dari dosa. Keselamatan tidak dapat kita raih dengan kekuatan sendiri. Manusia berusaha mengatasi perbuatan dosanya dengan berbuat baik (beramal) dan melakukan ajaran agama, dengan harapan dosa-dosanya diampuni dan bisa masuk sorga. Perbuatan baik saja tidak bisa menebus dosa-dosa kita dan dijadikan ukuran untuk mendapatkan keselamatan, artinya manusia tidak dapat memperoleh keselamatan melalui usahanya sendiri. "Pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan," (Titus 3:5).
Puji syukur, Allah telah menyediakan keselamatan dan jalan sampai kepada sorga yaitu melalui pengorbanan AnakNya Yesus Kristus.
Percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah jalan keselamatan!
Saturday, June 14, 2014
SIKAP MENANTIKAN TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2014
Baca: 1 Tesalonika 5:1-11
"Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." 1 Tesalonika 5:6
Bosan dan jenuh adalah perasaan yang seringkali timbul ketika seseorang sedang menanti, apalagi yang dinantikan itu belum kunjung datang juga. Semakin kita meremehkan dan menyepelekan sebuah penantian, semakin kita akan bertindak sembrono. Demikian halnya pada masa-masa penantian kita akan kedatangan Tuhan keduakalinya ini. Ada banyak orang Kristen yang justru tidak lagi menggebu-gebu dalam Tuhan. Sebaliknya mereka malah tenggelam dalam aktivitas-aktivitas duniawi dan melenakan.
Dalam masa-masa penantian ini seharusnya kita semakin giat melayani Tuhan dan tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah (baca: Ibrani 10:25), tapi terus melatih diri dalam hal ibadah, karena "...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8), artinya kita mempersiapkan diri dengan baik sambil terus bekerja dan berkarya bagi Tuhan. Berhenti bekerja dan berhenti melayani Tuhan sementara kita menanti-nantikan kedatangan Tuhan adalah sebuah tindakan yang bodoh dan keliru. Jika berlaku demikian kita tak ubahnya seperti lima gadis yang bodoh yang membawa pelitanya tetapi tidak membawa persediaan minyak. Kita harus menanti kedatangan Tuhan Yesus dengan tetap melaksanakan semua tugas dan tanggung jawab kita sebaik-baiknya, karena tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui secara persis waktu kedatangan Tuhan Yesus. Ada tertulis, "Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang." (Matius 24:46).
Paulus memberikan gambaran kedatangan Tuhan seperti pencuri yang datang di malam hari dan seperti seorang perempuan hamil yang mengalami sakit bersalin; artinya kedatangan Tuhan bisa terjadi secara tiba-tiba, tidak terduga, tidak dapat diramalkan secara tepat, namun pasti akan terjadi. "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16).
Berjaga-jaga berarti sadar akan keberadaan kita yang adalah anak-anak terang, sehingga kita tidak lagi hidup dalam kegelapan.
Baca: 1 Tesalonika 5:1-11
"Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." 1 Tesalonika 5:6
Bosan dan jenuh adalah perasaan yang seringkali timbul ketika seseorang sedang menanti, apalagi yang dinantikan itu belum kunjung datang juga. Semakin kita meremehkan dan menyepelekan sebuah penantian, semakin kita akan bertindak sembrono. Demikian halnya pada masa-masa penantian kita akan kedatangan Tuhan keduakalinya ini. Ada banyak orang Kristen yang justru tidak lagi menggebu-gebu dalam Tuhan. Sebaliknya mereka malah tenggelam dalam aktivitas-aktivitas duniawi dan melenakan.
Dalam masa-masa penantian ini seharusnya kita semakin giat melayani Tuhan dan tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah (baca: Ibrani 10:25), tapi terus melatih diri dalam hal ibadah, karena "...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8), artinya kita mempersiapkan diri dengan baik sambil terus bekerja dan berkarya bagi Tuhan. Berhenti bekerja dan berhenti melayani Tuhan sementara kita menanti-nantikan kedatangan Tuhan adalah sebuah tindakan yang bodoh dan keliru. Jika berlaku demikian kita tak ubahnya seperti lima gadis yang bodoh yang membawa pelitanya tetapi tidak membawa persediaan minyak. Kita harus menanti kedatangan Tuhan Yesus dengan tetap melaksanakan semua tugas dan tanggung jawab kita sebaik-baiknya, karena tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui secara persis waktu kedatangan Tuhan Yesus. Ada tertulis, "Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang." (Matius 24:46).
Paulus memberikan gambaran kedatangan Tuhan seperti pencuri yang datang di malam hari dan seperti seorang perempuan hamil yang mengalami sakit bersalin; artinya kedatangan Tuhan bisa terjadi secara tiba-tiba, tidak terduga, tidak dapat diramalkan secara tepat, namun pasti akan terjadi. "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16).
Berjaga-jaga berarti sadar akan keberadaan kita yang adalah anak-anak terang, sehingga kita tidak lagi hidup dalam kegelapan.
Friday, June 13, 2014
SIKAP MENANTIKAN TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juni 2014
Baca: Matius 25:1-13
"Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki." Matius 25:1
Saat mendengar kabar bahwa kedatangan Tuhan sudah sangat dekat, respons tiap-tiap orang berbeda-beda. Ada yang sangat tidak peduli dan masa bodoh, tapi ada pula yang meresponsnya dengan tindakan yang konyol: langsung memutuskan berhenti dari pekerjaan, menjual seluruh harta bendanya, lalu berkumpul di suatu tempat sambil berdoa menanti-nantikan kedatangan Tuhan. Atau mungkin yang memiliki banyak uang langsung terbang ke Yerusalem (Israel), menantikan kedatangan Tuhan di sana, karena mereka ingat akan ayat Alkitab yang menyatakan: "Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kisah 1:11b). Namun begitu yang diharapkan belum juga datang ada banyak dari mereka yang akhirnya frustasi dan kecewa.
Apakah Tuhan ingkar dengan janjiNya sehingga Ia mengulur-ulur waktu untuk datang menjemput umatNya? Dalam 2 Petrus 3:9 dikatakan, "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." Seiring berjalannya waktu banyak anak Tuhan yang kian terlena dan disibukkan dengan perkara-perkara dunia ini, sehingga mereka lupa berjaga-jaga dan mempersiapkan diri sebaik mungkin menyambut kedatangan mempelai Kristus. Selain daripada itu kita juga harus semakin giat mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan Tuhan. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).
Dalam menanti-nantikan Tuhan saat ini apakah kita bersikap seperti lima gadis yang bijaksana, atau sebaliknya kita bersikap seperti gadis yang bodoh? Lima gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Artinya mereka terus berjaga-jaga sambil terus hidup dalam ketaatan (melakukan firman), sehingga pelitanya terus menyala dan menerangi sekitarnya, hidup yang terus menjadi kesaksian bagi orang-orang di sekitarnya. (Bersambung)
Baca: Matius 25:1-13
"Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki." Matius 25:1
Saat mendengar kabar bahwa kedatangan Tuhan sudah sangat dekat, respons tiap-tiap orang berbeda-beda. Ada yang sangat tidak peduli dan masa bodoh, tapi ada pula yang meresponsnya dengan tindakan yang konyol: langsung memutuskan berhenti dari pekerjaan, menjual seluruh harta bendanya, lalu berkumpul di suatu tempat sambil berdoa menanti-nantikan kedatangan Tuhan. Atau mungkin yang memiliki banyak uang langsung terbang ke Yerusalem (Israel), menantikan kedatangan Tuhan di sana, karena mereka ingat akan ayat Alkitab yang menyatakan: "Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kisah 1:11b). Namun begitu yang diharapkan belum juga datang ada banyak dari mereka yang akhirnya frustasi dan kecewa.
Apakah Tuhan ingkar dengan janjiNya sehingga Ia mengulur-ulur waktu untuk datang menjemput umatNya? Dalam 2 Petrus 3:9 dikatakan, "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." Seiring berjalannya waktu banyak anak Tuhan yang kian terlena dan disibukkan dengan perkara-perkara dunia ini, sehingga mereka lupa berjaga-jaga dan mempersiapkan diri sebaik mungkin menyambut kedatangan mempelai Kristus. Selain daripada itu kita juga harus semakin giat mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan Tuhan. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).
Dalam menanti-nantikan Tuhan saat ini apakah kita bersikap seperti lima gadis yang bijaksana, atau sebaliknya kita bersikap seperti gadis yang bodoh? Lima gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Artinya mereka terus berjaga-jaga sambil terus hidup dalam ketaatan (melakukan firman), sehingga pelitanya terus menyala dan menerangi sekitarnya, hidup yang terus menjadi kesaksian bagi orang-orang di sekitarnya. (Bersambung)
Thursday, June 12, 2014
Seri Roh Kudus: FUNGSI BAHASA ROH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2014
Baca: 1 Korintus 14:1-9
"Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun Jemaat." 1 Korintus 14:4
Adapun tujuan berbahasa roh adalah kepada Tuhan sebagai bahasa doa. Hanya Tuhan yang mengetahui artinya, kecuali ada yang menafsirkannya melalui karunia menafsirkan bahasa roh. Tertulis: "Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu." (1 Korintus 12:10).
Karunia berbahasa roh mempunyai dua fungsi. Yang pertama, bahasa roh untuk pribadi dan merupakan bahasa rahasia antara diri sendiri dan Tuhan, sehingga tidak perlu ditafsirkan, "Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri," (1 Korintus 14:4). Bahasa roh ini bertujuan untuk menyampaikan isi hati kita kepada Tuhan. Karena sifatnya dari kita kepada Tuhan maka tidak perlu dimengerti oleh orang lain, sehingga tidak perlu ditafsirkan. Bahasa roh dipakai oleh Roh Kudus untuk membantu kita menyampaikan doa-doa kepada Tuhan, "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." (Roma 8:26). Dengan banyak berbahasa roh, doa-doa kita akan semakin bergairah dan berapi-api.
Sedangkan fungsi bahasa roh yang kedua adalah berbahasa roh untuk jemaat, di mana Tuhan, - melalui seseorang yang mengucapkan bahasa roh kemudian ditafsirkan -, ingin berbicara dengan jemaat. Orang yang dipakai itu menyampaikan pesanNya kepada orang lain. Bentuknya sama dengan nubuat, hanya disampaikan dengan bahasa roh yang perlu ditafsirkan supaya orang lain dapat mengerti dan dibangun. (baca 1 Korintus 14:27-28). Menafsirkan bahasa roh ini juga termasuk salah satu karunia Roh Kudus, yaitu kemampuan khusus yang diberikan Tuhan kepada anggota tubuh Kristus untuk menafsirkan pesan Tuhan yang disampaikan melalui bahasa roh.
Bahasa roh berguna untuk membangun diri sendiri dan membangun jemaat.
Baca: 1 Korintus 14:1-9
"Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun Jemaat." 1 Korintus 14:4
Adapun tujuan berbahasa roh adalah kepada Tuhan sebagai bahasa doa. Hanya Tuhan yang mengetahui artinya, kecuali ada yang menafsirkannya melalui karunia menafsirkan bahasa roh. Tertulis: "Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu." (1 Korintus 12:10).
Karunia berbahasa roh mempunyai dua fungsi. Yang pertama, bahasa roh untuk pribadi dan merupakan bahasa rahasia antara diri sendiri dan Tuhan, sehingga tidak perlu ditafsirkan, "Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri," (1 Korintus 14:4). Bahasa roh ini bertujuan untuk menyampaikan isi hati kita kepada Tuhan. Karena sifatnya dari kita kepada Tuhan maka tidak perlu dimengerti oleh orang lain, sehingga tidak perlu ditafsirkan. Bahasa roh dipakai oleh Roh Kudus untuk membantu kita menyampaikan doa-doa kepada Tuhan, "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." (Roma 8:26). Dengan banyak berbahasa roh, doa-doa kita akan semakin bergairah dan berapi-api.
Sedangkan fungsi bahasa roh yang kedua adalah berbahasa roh untuk jemaat, di mana Tuhan, - melalui seseorang yang mengucapkan bahasa roh kemudian ditafsirkan -, ingin berbicara dengan jemaat. Orang yang dipakai itu menyampaikan pesanNya kepada orang lain. Bentuknya sama dengan nubuat, hanya disampaikan dengan bahasa roh yang perlu ditafsirkan supaya orang lain dapat mengerti dan dibangun. (baca 1 Korintus 14:27-28). Menafsirkan bahasa roh ini juga termasuk salah satu karunia Roh Kudus, yaitu kemampuan khusus yang diberikan Tuhan kepada anggota tubuh Kristus untuk menafsirkan pesan Tuhan yang disampaikan melalui bahasa roh.
Bahasa roh berguna untuk membangun diri sendiri dan membangun jemaat.
Wednesday, June 11, 2014
Seri Roh Kudus: BAHASA BARU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2014
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya." Kisah 2:4
Tanda lain yang dialami oleh murid-murid Tuhan ketika Roh Kudus dicurahkan adalah berkata-kata dalam bahasa baru. Tuhan Yesus menyatakan bahwa "Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka," (Markus 16:17). Apa yang dikatakan Tuhan Yesus, benar-benar digenapiNya.
Bahasa roh adalah: salah satu karunia Roh Kudus yang diberikan Tuhan kepada orang percaya secara khusus dan sesuai dengan kehendak Roh Kudus; kemampuan khusus yang diberikan Tuhan kepada anggota tubuh Kristus untuk mengucapkan secara spontan kata-kata yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, baik kepada Tuhan maupun kepada orang lain dalam bahasa yang tidak kita mengerti dan tidak pernah kita pelajari sebelumnya; suatu ucapkan yang diilhami oleh Roh Kudus melalui diri orang percaya, yang berkata-kata dalam suatu bahasa baru, yang tidak pernah dipelajari dan mungkin tidak dikenal oleh dunia ini, yang merupakan bukti fisik awal seseorang mengalami baptisan Roh Kudus. "Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia." (1 Korintus 14:2).
Berbahasa roh adalah salah satu karunia yang diberikan Tuhan untuk memperlengkapi orang percaya. "...mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh." (1 Korintus 12:28b). Kalau kita memang tidak dikehendaki oleh Roh Kudus untuk menerima karunia berbahasa roh, jangan memaksakan diri untuk berbahasa roh, atau sekedar ikut-ikutan berbahasa roh. Jangan pula memaksakan orang lain untuk berbahasa roh, apalagi sampai menghakimi orang lain yang tidak berbahasa roh dan menganggap bahwa mereka tidak rohani.
Berbahasa roh adalah tanda seseorang mengalami lawatan Roh Kudus dan itu merupakan salah satu karunia yang diberikan Tuhan!
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya." Kisah 2:4
Tanda lain yang dialami oleh murid-murid Tuhan ketika Roh Kudus dicurahkan adalah berkata-kata dalam bahasa baru. Tuhan Yesus menyatakan bahwa "Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka," (Markus 16:17). Apa yang dikatakan Tuhan Yesus, benar-benar digenapiNya.
Bahasa roh adalah: salah satu karunia Roh Kudus yang diberikan Tuhan kepada orang percaya secara khusus dan sesuai dengan kehendak Roh Kudus; kemampuan khusus yang diberikan Tuhan kepada anggota tubuh Kristus untuk mengucapkan secara spontan kata-kata yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, baik kepada Tuhan maupun kepada orang lain dalam bahasa yang tidak kita mengerti dan tidak pernah kita pelajari sebelumnya; suatu ucapkan yang diilhami oleh Roh Kudus melalui diri orang percaya, yang berkata-kata dalam suatu bahasa baru, yang tidak pernah dipelajari dan mungkin tidak dikenal oleh dunia ini, yang merupakan bukti fisik awal seseorang mengalami baptisan Roh Kudus. "Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia." (1 Korintus 14:2).
Berbahasa roh adalah salah satu karunia yang diberikan Tuhan untuk memperlengkapi orang percaya. "...mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh." (1 Korintus 12:28b). Kalau kita memang tidak dikehendaki oleh Roh Kudus untuk menerima karunia berbahasa roh, jangan memaksakan diri untuk berbahasa roh, atau sekedar ikut-ikutan berbahasa roh. Jangan pula memaksakan orang lain untuk berbahasa roh, apalagi sampai menghakimi orang lain yang tidak berbahasa roh dan menganggap bahwa mereka tidak rohani.
Berbahasa roh adalah tanda seseorang mengalami lawatan Roh Kudus dan itu merupakan salah satu karunia yang diberikan Tuhan!
Tuesday, June 10, 2014
Seri Roh Kudus: DALAM NYALA API
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2014
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-3
"dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing." Kisah 2:3
Tanda kedua kehadiran Roh Kudus adalah api. "dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing." (Kisah 2:3). Api dapat berfungsi sebagai penerang atau memberi terang saat keadaan gelap. Demikian juga dengan Roh Kudus, Ia hadir untuk memimpin dan menerangi langkah hidup orang percaya sehingga kita tidak akan tersandung.
Namun api juga dapat membakar dan menghanguskan. Ingat apa yang terjadi pada Nadab dan Abihu: oleh karena ketidaktaatan mereka kepada Tuhan, yaitu mempersembahkan ke hadapan Tuhan dengan api asing yang tidak diperintahkan oleh Tuhan, "Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN." (Imamat 10:2). Sungguh, Tuhan adalah api untuk menghanguskan (baca Ulangan 4:24). Api juga berfungsi untuk memberi kehangatan. Jika kehidupan rumah tangga kita sedang mengalami kebekuan, undanglah dan ijinkan Roh Kudus hadir dan berkarya, maka Ia akan memberikan kehangatan dan memulihkan keadaan keluarga kita. Roh Kudus pun adalah api yang menyucikan dan memurnikan. Seperti emas yang sedang dilebur dalam perapian, semua kotoran dapat dipisahkan oleh api, sehingga emas itu akan timbul menjadi emas yang murni. Api juga dipakai untuk melebur, sehingga logam sekeras apa pun dapat dibentuk seperti yang diinginkan. Itulah pekerjaan Roh Kudus yang dahsyat dan luar biasa! Ketika kita membuka hati dan memberi diri untuk dibentuk dan dipimpin oleh Roh Kudus, Ia akan semakin memurnikan hidup kita sehingga kita makin berkenan kepada Tuhan, dan sekeras apa pun karakter seseorang Roh Kudus dapat mengubah dan melembutkannya.
Saat murid-murid Tuhan mengalami lawatan Roh Kudus nampaklah di atas mereka itu lidah api. Inilah api Roh Kudus, yang sanggup membakar dan melenyapkan segala dosa-dosa kita. Oleh sebab itu kita tidak boleh berlaku sembarangan dalam pengiringan kita kepada Tuhan.
Saat kita tunduk pada pimpinan Roh Kudus Ia akan menjadi 'tiang api' yang akan memimpin hidup kita, dan bersamaNya tidak ada perkara yang mustahil!
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-3
"dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing." Kisah 2:3
Tanda kedua kehadiran Roh Kudus adalah api. "dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing." (Kisah 2:3). Api dapat berfungsi sebagai penerang atau memberi terang saat keadaan gelap. Demikian juga dengan Roh Kudus, Ia hadir untuk memimpin dan menerangi langkah hidup orang percaya sehingga kita tidak akan tersandung.
Namun api juga dapat membakar dan menghanguskan. Ingat apa yang terjadi pada Nadab dan Abihu: oleh karena ketidaktaatan mereka kepada Tuhan, yaitu mempersembahkan ke hadapan Tuhan dengan api asing yang tidak diperintahkan oleh Tuhan, "Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN." (Imamat 10:2). Sungguh, Tuhan adalah api untuk menghanguskan (baca Ulangan 4:24). Api juga berfungsi untuk memberi kehangatan. Jika kehidupan rumah tangga kita sedang mengalami kebekuan, undanglah dan ijinkan Roh Kudus hadir dan berkarya, maka Ia akan memberikan kehangatan dan memulihkan keadaan keluarga kita. Roh Kudus pun adalah api yang menyucikan dan memurnikan. Seperti emas yang sedang dilebur dalam perapian, semua kotoran dapat dipisahkan oleh api, sehingga emas itu akan timbul menjadi emas yang murni. Api juga dipakai untuk melebur, sehingga logam sekeras apa pun dapat dibentuk seperti yang diinginkan. Itulah pekerjaan Roh Kudus yang dahsyat dan luar biasa! Ketika kita membuka hati dan memberi diri untuk dibentuk dan dipimpin oleh Roh Kudus, Ia akan semakin memurnikan hidup kita sehingga kita makin berkenan kepada Tuhan, dan sekeras apa pun karakter seseorang Roh Kudus dapat mengubah dan melembutkannya.
Saat murid-murid Tuhan mengalami lawatan Roh Kudus nampaklah di atas mereka itu lidah api. Inilah api Roh Kudus, yang sanggup membakar dan melenyapkan segala dosa-dosa kita. Oleh sebab itu kita tidak boleh berlaku sembarangan dalam pengiringan kita kepada Tuhan.
Saat kita tunduk pada pimpinan Roh Kudus Ia akan menjadi 'tiang api' yang akan memimpin hidup kita, dan bersamaNya tidak ada perkara yang mustahil!
Monday, June 9, 2014
Seri Roh Kudus: SEPERTI ANGIN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2014
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;" Kisah 2:2
Alkitab menyatakan bahwa tepat di hari Pentakosta, ketika waktu itu semua orang percaya berkumpul di suatu tempat, sesuatu yang dahsyat terjadi. Roh Kudus datang melawat dan memenuhi tempat itu sehingga orang-orang mengalami hadirat Tuhan secara luar biasa.
Kita membaca ada tiga tanda kehadiran Roh Kudus: angin, nyala api dan bahasa-bahasa baru. Tanda pertama adalah angin. "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;" (ayat 2). Kedatangan Roh Kudus digambarkan seperti angin yang bertiup keras memenuhi seluruh ruangan. Angin itu secara kasat mata tidak kelihatan bentuknya, tetapi ada dan dapat kita rasakan hembusan dan kehadirannya. Ia bisa berhembus secara lembut, tetapi dapat juga bertiup dengan keras, bahkan seperti topan yang dapat menghancurkan apa pun. Demikian juga dengan Roh Kudus, kehadiranNya tidak dapat kita lihat dengan mata jasmani, tapi Ia ada, dapat begitu lembut dan menyejukkan, tetapi Roh itu juga Roh yang kuat dan berkuasa. Ketika di sebuah lembah penuh tulang-tulang kering itu, "Aku memberi nafas hidup di dalammu, supaya kamu hidup kembali. Aku akan memberi urat-urat padamu dan menumbuhkan daging padamu, Aku akan menutupi kamu dengan kulit dan memberikan kamu nafas hidup, supaya kamu hidup kembali. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN." (Yehezkiel 37:5-6). Sesuatu yang dahsyat terjadi, bangkitlah tulang-tulang kering itu menjadi suatu tentara yang besar. Hembusan nafas hidup adalah gambaran dari Roh Kudus.
Kepada Nikodemus Tuhan Yesus juga mengatakan bahwa pekerjaan Roh Kudus adalah seperti angin yang bertiup. Dari mana datangnya dan ke mana perginya angin itu kita tidak tahu, tetapi tiupannya dapat kita rasakan. Kita tahu dengan yakin bahwa angin itu ada karena kita merasakan hadiratNya.
Kehadiran Roh Kudus itu nyata di dalam hidup orang percaya; meski tidak terlihat, karyaNya yang ajaib dan dapat kita rasakan.
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;" Kisah 2:2
Alkitab menyatakan bahwa tepat di hari Pentakosta, ketika waktu itu semua orang percaya berkumpul di suatu tempat, sesuatu yang dahsyat terjadi. Roh Kudus datang melawat dan memenuhi tempat itu sehingga orang-orang mengalami hadirat Tuhan secara luar biasa.
Kita membaca ada tiga tanda kehadiran Roh Kudus: angin, nyala api dan bahasa-bahasa baru. Tanda pertama adalah angin. "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;" (ayat 2). Kedatangan Roh Kudus digambarkan seperti angin yang bertiup keras memenuhi seluruh ruangan. Angin itu secara kasat mata tidak kelihatan bentuknya, tetapi ada dan dapat kita rasakan hembusan dan kehadirannya. Ia bisa berhembus secara lembut, tetapi dapat juga bertiup dengan keras, bahkan seperti topan yang dapat menghancurkan apa pun. Demikian juga dengan Roh Kudus, kehadiranNya tidak dapat kita lihat dengan mata jasmani, tapi Ia ada, dapat begitu lembut dan menyejukkan, tetapi Roh itu juga Roh yang kuat dan berkuasa. Ketika di sebuah lembah penuh tulang-tulang kering itu, "Aku memberi nafas hidup di dalammu, supaya kamu hidup kembali. Aku akan memberi urat-urat padamu dan menumbuhkan daging padamu, Aku akan menutupi kamu dengan kulit dan memberikan kamu nafas hidup, supaya kamu hidup kembali. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN." (Yehezkiel 37:5-6). Sesuatu yang dahsyat terjadi, bangkitlah tulang-tulang kering itu menjadi suatu tentara yang besar. Hembusan nafas hidup adalah gambaran dari Roh Kudus.
Kepada Nikodemus Tuhan Yesus juga mengatakan bahwa pekerjaan Roh Kudus adalah seperti angin yang bertiup. Dari mana datangnya dan ke mana perginya angin itu kita tidak tahu, tetapi tiupannya dapat kita rasakan. Kita tahu dengan yakin bahwa angin itu ada karena kita merasakan hadiratNya.
Kehadiran Roh Kudus itu nyata di dalam hidup orang percaya; meski tidak terlihat, karyaNya yang ajaib dan dapat kita rasakan.
Sunday, June 8, 2014
Seri Roh Kudus: ROH KUDUS DICURAHKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2014
Baca: Yoel 2:28-32
"Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia," Yoel 2:28
Sebelum naik ke sorga Tuhan Yesus berkata kepada murid-muridNya, "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Namun Tuhan memerintahkan murid-muridNya untuk menunggu terlebih dahulu. "...Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa," (Kisah 1:4). Akhirnya sepuluh hari setelah kenaikanNya ke sorga janji tentang turunnya Roh Kudus itu pun digenapiNya.
Roh Kudus yang dianugerahkan Tuhan kepada gerejaNya dalam Perjanjian Baru itu adalah penggenapan janji Tuhan dalam Perjanjian Lama. Ini menunjukkan tidak ada satu perkara pun yang terjadi di luar kehendak dan rencana Tuhan. Selain nabi Yoel yang menyatakan bahwa Tuhan akan mencurahkan RohNya, Yehezkiel juga telah menubuatkan demikian, "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya." (Yehezkiel 36:26-27). Di dalam Yesaya 32:15 pun sudah dinubuatkan: "Sampai dicurahkan kepada kita Roh dari atas:"
Hari pencurahan Roh Kudus atau hari Pentakosta seringkali dilupakan dan diabaikan oleh banyak orang Kristen, padahal ini merupakan hari yang sangat penting, hari di mana Tuhan Yesus menepati janjiNya memberikan Penolong kepada umatNya. "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu." (Yohanes 14:16-17).
Roh Kudus adalah Roh yang menolong, menghibur, menuntun, menguatkan, menopang dan menyertai hidup orang percaya, bahkan sampai pada akhir zaman.
Baca: Yoel 2:28-32
"Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia," Yoel 2:28
Sebelum naik ke sorga Tuhan Yesus berkata kepada murid-muridNya, "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Namun Tuhan memerintahkan murid-muridNya untuk menunggu terlebih dahulu. "...Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa," (Kisah 1:4). Akhirnya sepuluh hari setelah kenaikanNya ke sorga janji tentang turunnya Roh Kudus itu pun digenapiNya.
Roh Kudus yang dianugerahkan Tuhan kepada gerejaNya dalam Perjanjian Baru itu adalah penggenapan janji Tuhan dalam Perjanjian Lama. Ini menunjukkan tidak ada satu perkara pun yang terjadi di luar kehendak dan rencana Tuhan. Selain nabi Yoel yang menyatakan bahwa Tuhan akan mencurahkan RohNya, Yehezkiel juga telah menubuatkan demikian, "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya." (Yehezkiel 36:26-27). Di dalam Yesaya 32:15 pun sudah dinubuatkan: "Sampai dicurahkan kepada kita Roh dari atas:"
Hari pencurahan Roh Kudus atau hari Pentakosta seringkali dilupakan dan diabaikan oleh banyak orang Kristen, padahal ini merupakan hari yang sangat penting, hari di mana Tuhan Yesus menepati janjiNya memberikan Penolong kepada umatNya. "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu." (Yohanes 14:16-17).
Roh Kudus adalah Roh yang menolong, menghibur, menuntun, menguatkan, menopang dan menyertai hidup orang percaya, bahkan sampai pada akhir zaman.
Saturday, June 7, 2014
Seri Berkat: PROSES DIBERKATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juni 2014
Baca: 1 Korintus 3:10-23
"Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah." 1 Korintus 3:14
Hal memberkati adalah perkara yang sangat mudah bagi Tuhan. Namun untuk memperoleh berkat Tuhan secara penuh tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, karena Tuhan tidak asal-asalan mencurahkan berkatNya kepada siapa saja. "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia." (Mazmur 24:4-5).
Tuhan perlu menguji dan memproses kita apakah kita sudah layak dan siap untuk menerima berkat dan kelimpahanNya, sebab jika kita sendiri belum siap dan belum layak, berkat dan kelimpahan yang diberikan Tuhan kepada kita justru bisa jadi bumerang. Fakta membuktikan bahwa ada banyak orang yang mengalami kejatuhan iman dan kemudian meninggalkan Tuhan justru dalam posisi berlimpah berkat. Mereka menjadi sombong, mengandalkan kekuatan sendiri dan menyalahgunakan berkat yang diterimanya itu untuk memuaskan keinginan dagingnya dan membawanya semakin jauh meninggalkan Tuhan. Abraham, sebelum mengalami penggenapan janji Tuhan dan diberkati secara luar biasa, harus mengalami ujian dan proses dari Tuhan: keluar dari negeri nenek moyangnya dan harus bersabar menantikan janji Tuhan perihal keturunan selama 25 tahun. Lalu diuji lagi ketika diperintahkan Tuhan untuk mempersembahkan Ishak. Yusuf harus melewati masa-masa sulit dalam hidupnya selama 13 tahun: dimasukkan sumur, dijual sebagai budak di mesir, dipenjara karena fitnah isteri Potifar, "sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya. Raja menyuruh melepaskannya, penguasa bangsa-bangsa membebaskannya. Dijadikannya dia tuan atas istananya, dan kuasa atas segala harta kepunyaannya," (Mazmur 105:19-21).
Ada proses yang harus kita lewati sebelum janji berkatNya dinyatakan. Proses itu bisa saja singkat, tapi ada pula yang memerlukan waktu yang lama. Milikilah kerelaan untuk masuk dalam prosesNya, karena di balik itu ada rencanaNya yang indah.
Tetaplah setia dan jaga hati dalam proses, sebab "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," Pengkotbah 3:11
Baca: 1 Korintus 3:10-23
"Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah." 1 Korintus 3:14
Hal memberkati adalah perkara yang sangat mudah bagi Tuhan. Namun untuk memperoleh berkat Tuhan secara penuh tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, karena Tuhan tidak asal-asalan mencurahkan berkatNya kepada siapa saja. "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia." (Mazmur 24:4-5).
Tuhan perlu menguji dan memproses kita apakah kita sudah layak dan siap untuk menerima berkat dan kelimpahanNya, sebab jika kita sendiri belum siap dan belum layak, berkat dan kelimpahan yang diberikan Tuhan kepada kita justru bisa jadi bumerang. Fakta membuktikan bahwa ada banyak orang yang mengalami kejatuhan iman dan kemudian meninggalkan Tuhan justru dalam posisi berlimpah berkat. Mereka menjadi sombong, mengandalkan kekuatan sendiri dan menyalahgunakan berkat yang diterimanya itu untuk memuaskan keinginan dagingnya dan membawanya semakin jauh meninggalkan Tuhan. Abraham, sebelum mengalami penggenapan janji Tuhan dan diberkati secara luar biasa, harus mengalami ujian dan proses dari Tuhan: keluar dari negeri nenek moyangnya dan harus bersabar menantikan janji Tuhan perihal keturunan selama 25 tahun. Lalu diuji lagi ketika diperintahkan Tuhan untuk mempersembahkan Ishak. Yusuf harus melewati masa-masa sulit dalam hidupnya selama 13 tahun: dimasukkan sumur, dijual sebagai budak di mesir, dipenjara karena fitnah isteri Potifar, "sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya. Raja menyuruh melepaskannya, penguasa bangsa-bangsa membebaskannya. Dijadikannya dia tuan atas istananya, dan kuasa atas segala harta kepunyaannya," (Mazmur 105:19-21).
Ada proses yang harus kita lewati sebelum janji berkatNya dinyatakan. Proses itu bisa saja singkat, tapi ada pula yang memerlukan waktu yang lama. Milikilah kerelaan untuk masuk dalam prosesNya, karena di balik itu ada rencanaNya yang indah.
Tetaplah setia dan jaga hati dalam proses, sebab "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," Pengkotbah 3:11
Friday, June 6, 2014
Seri Berkat: TUHAN SENANG MEMBERKATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2014
Baca: Ulangan 28:1-14
"Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu," Ulangan 28:2
Saudaraku, apakah saat ini Anda sedang berkelimpahan materi? Jangan sekali-kali membanggakan diri dan berkata bahwa semua ini merupakan hasil usahamu sendiri, sebab dari Tuhanlah kita beroleh "...kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." (Ulangan 8:18). Tanpa pertolongan dan campur tangan Tuhan kita takkan mampu berbuat apa-apa.
Kekuatan yang diberikan Tuhan untuk memperoleh kekayaan itu bisa berupa talenta, hikmat, kesehatan, kecerdasan dan sebagainya sehingga kita mampu bekerja dan menghasilkan suatu karya. Jadi meski Tuhan berjanji akan memberikan berkat dan kelimpahan kepada umatNya, bukan berarti kita diam saja, tapi kita juga harus bekerja dan berusaha. Adapun yang menjadi dasar kita memperoleh berkat dan kelimpahan itu bukan karena perbuatan dan kerja keras kita semata, tapi karena Tuhan memang senang untuk memberkati kita. "...Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10). Namun Tuhan menghendaki agar berkat yang telah kita terima itu tidak kita nikmati sendiri, tapi kita salurkan kepada orang lain. Inilah tujuan Tuhan memberkati kita yaitu supaya kita bisa menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.
Ada perbedaan cara pandang tentang berkat antara orang dunia dan orang percaya. Bagi orang dunia, berkat adalah semata-mata tentang uang, harta, mobil, rumah mewah dan sebagainya. Olehnya mereka bekerja sekeras mungkin untuk memperoleh semuanya itu, bahkan tidak sedikit yang menempuh jalan yang sesat demi mendapatkan berkat tersebut. Namun bagi orang percaya, berkat adalah sumbernya yang sejati yaitu Tuhan Yesus, yang olehNya apa yang kita kerjakan menjadi berhasil.
Mari pergunakan berkat yang telah kita terima untuk kemuliaan nama Tuhan dan untuk memberkati orang lain!
Baca: Ulangan 28:1-14
"Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu," Ulangan 28:2
Saudaraku, apakah saat ini Anda sedang berkelimpahan materi? Jangan sekali-kali membanggakan diri dan berkata bahwa semua ini merupakan hasil usahamu sendiri, sebab dari Tuhanlah kita beroleh "...kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." (Ulangan 8:18). Tanpa pertolongan dan campur tangan Tuhan kita takkan mampu berbuat apa-apa.
Kekuatan yang diberikan Tuhan untuk memperoleh kekayaan itu bisa berupa talenta, hikmat, kesehatan, kecerdasan dan sebagainya sehingga kita mampu bekerja dan menghasilkan suatu karya. Jadi meski Tuhan berjanji akan memberikan berkat dan kelimpahan kepada umatNya, bukan berarti kita diam saja, tapi kita juga harus bekerja dan berusaha. Adapun yang menjadi dasar kita memperoleh berkat dan kelimpahan itu bukan karena perbuatan dan kerja keras kita semata, tapi karena Tuhan memang senang untuk memberkati kita. "...Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10). Namun Tuhan menghendaki agar berkat yang telah kita terima itu tidak kita nikmati sendiri, tapi kita salurkan kepada orang lain. Inilah tujuan Tuhan memberkati kita yaitu supaya kita bisa menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.
Ada perbedaan cara pandang tentang berkat antara orang dunia dan orang percaya. Bagi orang dunia, berkat adalah semata-mata tentang uang, harta, mobil, rumah mewah dan sebagainya. Olehnya mereka bekerja sekeras mungkin untuk memperoleh semuanya itu, bahkan tidak sedikit yang menempuh jalan yang sesat demi mendapatkan berkat tersebut. Namun bagi orang percaya, berkat adalah sumbernya yang sejati yaitu Tuhan Yesus, yang olehNya apa yang kita kerjakan menjadi berhasil.
Mari pergunakan berkat yang telah kita terima untuk kemuliaan nama Tuhan dan untuk memberkati orang lain!
Thursday, June 5, 2014
Seri Berkat: KETAATAN MENGHASILKAN BERKAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2014
Baca: Ulangan 11:8-28
"berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini;" Ulangan 11:27
Alkitab menegaskan bahwa jika kita taat melakukan firman Tuhan, berkat Tuhan pasti akan mengikuti hidup kita. Sebaliknya ketidaktaatan akan menghambat berkat dan mendatangkan kutuk. "Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk: berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal." (Ulangan 26:28). Artinya janji Tuhan mengenai berkat pasti akan digenapi dalam hidup ini asalkan kita memiliki ketaatan untuk melakukan kehendakNya.
Sebagai keturunan Abraham rohani kita hidup dalam perjanjian berkat Tuhan. "Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Galatia 3:29). Bila mindset kita demikian, maka kita akan menjalani hari-hari dengan penuh iman dan ucapan syukur karena kita "...lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Kita akan memiliki mental keberkatan, bukan kemiskinan; suka memberi, bukan menerima saja. "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b).
Adapun ciri-ciri orang yang bermental pemenang, keberkatan dan suka memberi adalah pikirannya dipenuhi oleh "semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Philipi 4:8), sehingga ia "...hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7). Meski secara kasat mata kita sedang berada di tengah situasi terburuk sekali pun, namun kita tetap berkeyakinan bahwa Tuhan sanggup menolong dan memelihara hidup kita karena dia adalah Jehovah Jireh, Dia yang menyediakan.
"Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7).
Baca: Ulangan 11:8-28
"berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini;" Ulangan 11:27
Alkitab menegaskan bahwa jika kita taat melakukan firman Tuhan, berkat Tuhan pasti akan mengikuti hidup kita. Sebaliknya ketidaktaatan akan menghambat berkat dan mendatangkan kutuk. "Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk: berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal." (Ulangan 26:28). Artinya janji Tuhan mengenai berkat pasti akan digenapi dalam hidup ini asalkan kita memiliki ketaatan untuk melakukan kehendakNya.
Sebagai keturunan Abraham rohani kita hidup dalam perjanjian berkat Tuhan. "Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Galatia 3:29). Bila mindset kita demikian, maka kita akan menjalani hari-hari dengan penuh iman dan ucapan syukur karena kita "...lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Kita akan memiliki mental keberkatan, bukan kemiskinan; suka memberi, bukan menerima saja. "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b).
Adapun ciri-ciri orang yang bermental pemenang, keberkatan dan suka memberi adalah pikirannya dipenuhi oleh "semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Philipi 4:8), sehingga ia "...hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7). Meski secara kasat mata kita sedang berada di tengah situasi terburuk sekali pun, namun kita tetap berkeyakinan bahwa Tuhan sanggup menolong dan memelihara hidup kita karena dia adalah Jehovah Jireh, Dia yang menyediakan.
"Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7).
Wednesday, June 4, 2014
Seri Berkat: HUBUNGAN SEBAB AKIBAT FIRMAN DAN BERKAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2014
Baca: 1 Yohanes 2:7-17
"Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." 1 Yohanes 2:17
Ada banyak orang Kristen yang beranggapan bahwa firman dan berkat adalah dua hal yang berbeda dan tidak memiliki keterkaitan satu sama lain. Menurut mereka berkat adalah hasil dari sebuah kerja keras, artinya berkat atau kelimpahan masih bisa mereka dapatkan meski mereka memiliki kehidupan yang bertentangan dengan firman Tuhan. Mereka melihat bukti banyak orang yang hidupnya sangat jauh dari kata taat tapi berkelimpahan materi, asal mereka mau bekerja keras. Lalu mereka pun berkata, "Ah jadi Kristen gak usah fanakatik-fanatik, yang biasa-biasa saja. Gak usah terlalu rohani, toh...hidup kita sudah berkecukupan. Lihat! Mereka yang aktif beribadah dan setia melayani Tuhan, hidupnya tak lebih baik dari kita."
Memang, orang bisa memperoleh kekayaan dari hasil kerja kerasnya sendiri, namun jika berkat itu diperoleh di luar kebenaran firman Tuhan akan sangat mudah membuatnya jatuh dalam dosa dan semakin menjauh dari kebenaran Tuhan. Situasi-situasi inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh Iblis dengan menawarkan 'berkat atau kekayaan' secara instan, dan berlomba-lombalah orang untuk mendapatkannya. Firman Tuhan memperingatkan: "Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini. Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali." (Amsal 23:4-5), apalagi mengejar berkat atau kekayaan dengan cara yang tidak wajar: mencari pesugihan dengan pergi ke gunung kawi, dukun/paranormal, menyuap, korupsi dan lain-lain. Memang dunia dengan segala kemegahan dan kenikmatannya menjadi daya tarik tersendiri, sehingga banyak orang mengabaikan jalan Tuhan asalkan segala hasrat dan keinginannya terwujud. Tak peduli apa pun caranya, yang penting bisa kaya dan mendapatkan uang sebanyak-banyaknya.
Inilah fenomena yang sedang terjadi! Mereka lupa bahwa "...semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. " (1 Yohanes 2:16). Firman dan berkat adalah dua hal yang tak terpisahkan dan merupakan hubungan sebab akibat.
Saat kita taat melakukan firman, hidup kita pasti diberkati Tuhan.
Baca: 1 Yohanes 2:7-17
"Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." 1 Yohanes 2:17
Ada banyak orang Kristen yang beranggapan bahwa firman dan berkat adalah dua hal yang berbeda dan tidak memiliki keterkaitan satu sama lain. Menurut mereka berkat adalah hasil dari sebuah kerja keras, artinya berkat atau kelimpahan masih bisa mereka dapatkan meski mereka memiliki kehidupan yang bertentangan dengan firman Tuhan. Mereka melihat bukti banyak orang yang hidupnya sangat jauh dari kata taat tapi berkelimpahan materi, asal mereka mau bekerja keras. Lalu mereka pun berkata, "Ah jadi Kristen gak usah fanakatik-fanatik, yang biasa-biasa saja. Gak usah terlalu rohani, toh...hidup kita sudah berkecukupan. Lihat! Mereka yang aktif beribadah dan setia melayani Tuhan, hidupnya tak lebih baik dari kita."
Memang, orang bisa memperoleh kekayaan dari hasil kerja kerasnya sendiri, namun jika berkat itu diperoleh di luar kebenaran firman Tuhan akan sangat mudah membuatnya jatuh dalam dosa dan semakin menjauh dari kebenaran Tuhan. Situasi-situasi inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh Iblis dengan menawarkan 'berkat atau kekayaan' secara instan, dan berlomba-lombalah orang untuk mendapatkannya. Firman Tuhan memperingatkan: "Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini. Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali." (Amsal 23:4-5), apalagi mengejar berkat atau kekayaan dengan cara yang tidak wajar: mencari pesugihan dengan pergi ke gunung kawi, dukun/paranormal, menyuap, korupsi dan lain-lain. Memang dunia dengan segala kemegahan dan kenikmatannya menjadi daya tarik tersendiri, sehingga banyak orang mengabaikan jalan Tuhan asalkan segala hasrat dan keinginannya terwujud. Tak peduli apa pun caranya, yang penting bisa kaya dan mendapatkan uang sebanyak-banyaknya.
Inilah fenomena yang sedang terjadi! Mereka lupa bahwa "...semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. " (1 Yohanes 2:16). Firman dan berkat adalah dua hal yang tak terpisahkan dan merupakan hubungan sebab akibat.
Saat kita taat melakukan firman, hidup kita pasti diberkati Tuhan.
Tuesday, June 3, 2014
Seri RUT: Ketaatan Mendatangkan Upah
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2014
Baca: Rut 3:1-18
"Anakku, apakah tidak ada baiknya jika aku mencari tempat perlindungan bagimu supaya engkau berbahagia?" Rut 3:1
Menurut adat-istiadat Yahudi jika ada seorang laki-laki yang telah menikah meninggal, isteri yang ditinggalkan itu harus menikah dengan saudara laki-laki dari keluarga suaminya, sehingga ia bisa memberikan keturunan baginya. Inilah yang menjadi alasan Naomi mengatakan kepada Rut bahwa yang berhak untuk menebus Rut dan membeli ladangnya adalah pihak keluarga Elimelekh (ayah mertua Rut). Kemudian Naomi menyuruh Rut tidur di dekat kaki Boas (ayat 4). Meski hal itu sangat tidak lazim bagi orang Yahudi maupun orang Moab, Rut melakukan apa yang diperintahkan Naomi. "Segala yang engkau katakan itu akan kulakukan." (ayat 5). Ini menunjukkan bahwa Rut adalah orang yang taat. Meski perintah itu tidak masuk akal, ia tetap melakukan sebagai wujud hormatnya kepada mertua tanpa ada perbantahan.
Sungguh, ada banyak pelajaran berharga yang dapat kita teladani dari kehidupan Rut ini. Saat di persimpangan jalan Rut membuat tindakan iman: meninggalkan akar keluarganya dan tetap mengikuti Allah bangsa Israel, Allah yang baru dikenalnya setelah menikah. Selain itu Rut bukanlah menantu yang malas. Ia rela bekerja memungut berkas-berkas jelai di ladang Boas untuk bertahan hidup. Ia setia melakukannya meski itu perkara kecil dan hina di pemandangan manusia. Ada janji dalam Alkitab: "Maka kedudukanmu yang dahulu akan kelihatan hina, tetapi kedudukanmu yang kemudian akan menjadi sangat mulia." (Ayub 8:7). Kalau kita setia dalam perkara-perkara kecil, pada saatnya Tuhan akan mempercayakan kita perkara-perkara yang jauh lebih besar. Apa yang dilakukan Rut ini adalah bukti bahwa ia mempunyai integritas dan loyalitas.
Rut menjadi wanita pilihan yang diberkati Tuhan. Dari latar belakang keluarga orang berdosa dan tidak punya masa depan, bahkan dikatakan dari suku yang terkutuk, Tuhan mengubahnya menjadi masa depan yang gemilang. Namun ada ujian bermula dari perkara-perkara kecil, adakah kita tekun, setia, taat dan rendah hati? Tersungkur di bawah kaki Boas adalah gambaran dari kerendahan hati.
Inilah yang harus kita lakukan: senantiasa datang tersungkur di bawah kaki Tuhan dan merendahkan diri di hadapanNya.
Baca: Rut 3:1-18
"Anakku, apakah tidak ada baiknya jika aku mencari tempat perlindungan bagimu supaya engkau berbahagia?" Rut 3:1
Menurut adat-istiadat Yahudi jika ada seorang laki-laki yang telah menikah meninggal, isteri yang ditinggalkan itu harus menikah dengan saudara laki-laki dari keluarga suaminya, sehingga ia bisa memberikan keturunan baginya. Inilah yang menjadi alasan Naomi mengatakan kepada Rut bahwa yang berhak untuk menebus Rut dan membeli ladangnya adalah pihak keluarga Elimelekh (ayah mertua Rut). Kemudian Naomi menyuruh Rut tidur di dekat kaki Boas (ayat 4). Meski hal itu sangat tidak lazim bagi orang Yahudi maupun orang Moab, Rut melakukan apa yang diperintahkan Naomi. "Segala yang engkau katakan itu akan kulakukan." (ayat 5). Ini menunjukkan bahwa Rut adalah orang yang taat. Meski perintah itu tidak masuk akal, ia tetap melakukan sebagai wujud hormatnya kepada mertua tanpa ada perbantahan.
Sungguh, ada banyak pelajaran berharga yang dapat kita teladani dari kehidupan Rut ini. Saat di persimpangan jalan Rut membuat tindakan iman: meninggalkan akar keluarganya dan tetap mengikuti Allah bangsa Israel, Allah yang baru dikenalnya setelah menikah. Selain itu Rut bukanlah menantu yang malas. Ia rela bekerja memungut berkas-berkas jelai di ladang Boas untuk bertahan hidup. Ia setia melakukannya meski itu perkara kecil dan hina di pemandangan manusia. Ada janji dalam Alkitab: "Maka kedudukanmu yang dahulu akan kelihatan hina, tetapi kedudukanmu yang kemudian akan menjadi sangat mulia." (Ayub 8:7). Kalau kita setia dalam perkara-perkara kecil, pada saatnya Tuhan akan mempercayakan kita perkara-perkara yang jauh lebih besar. Apa yang dilakukan Rut ini adalah bukti bahwa ia mempunyai integritas dan loyalitas.
Rut menjadi wanita pilihan yang diberkati Tuhan. Dari latar belakang keluarga orang berdosa dan tidak punya masa depan, bahkan dikatakan dari suku yang terkutuk, Tuhan mengubahnya menjadi masa depan yang gemilang. Namun ada ujian bermula dari perkara-perkara kecil, adakah kita tekun, setia, taat dan rendah hati? Tersungkur di bawah kaki Boas adalah gambaran dari kerendahan hati.
Inilah yang harus kita lakukan: senantiasa datang tersungkur di bawah kaki Tuhan dan merendahkan diri di hadapanNya.
Monday, June 2, 2014
Seri RUT: Iman di Persimpangan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juni 2014
Baca: Rut 2:1-23
"TUHAN kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu kiranya dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh TUHAN, Allah Israel, yang di bawah sayap-Nya engkau datang berlindung." Rut 2:12
Di tengah situasi yang sangat sulit dan serasa di persimpangan Rut membuat sebuah keputusan yang dilandasi oleh iman, suatu keputusan yang sangat menentukan nasib hidupnya di kemudian hari, yakni memilih hidup bersama mertuanya yang juga sudah menjadi janda. Mungkin banyak orang mengatakan bahwa tindakan Rut itu sebuah kebodohan.
Rut rela membayar harga dengan mempertaruhkan hidupnya, meninggalkan sanak keluarga dan bangsanya, memilih hidup di negeri asing dan percaya kepada Allah yang disembah oleh mertuanya itu. Apa yang dilakukan Rut ini bukanlah tindakan coba-coba, tapi suatu tindakan iman, di mana ia sedang menuju kepada suatu kehidupan yang menempatkan dirinya dalam kasih karunia karena ia percaya kepada Allah yang hidup. "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai." (Mazmur 91:2). Sebaliknya Orpa lebih memilih untuk meninggalkan Naomi. Artinya ia tidak mau membayar harga, lebih suka pulang ke kampung halamannya, kembali kepada kenyamanan dan kehidupan lamanya. Inilah yang terjadi dengan kebanyakan orang Kristen, memilih untuk meninggalkan Tuhan dan kembali kepada kehidupan lamanya ketika berada dalam masalah dan sedang di persimpangan jalan. Padahal Alkitab menegaskan: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Kita memilih untuk lari menjauh dari panggilan Tuhan dan rencanaNya.
Tuhan berfirman, "...Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17). Rut tidak mau kembali kepada bangsanya yang kafir dan memilih meninggalkan kehidupan lamanya. Paulus pun demikian, "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah," (Filipi 3:13-14).
Saat di persimpangan jalan inilah kualitas iman seseorang sedang diuji!
Baca: Rut 2:1-23
"TUHAN kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu kiranya dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh TUHAN, Allah Israel, yang di bawah sayap-Nya engkau datang berlindung." Rut 2:12
Di tengah situasi yang sangat sulit dan serasa di persimpangan Rut membuat sebuah keputusan yang dilandasi oleh iman, suatu keputusan yang sangat menentukan nasib hidupnya di kemudian hari, yakni memilih hidup bersama mertuanya yang juga sudah menjadi janda. Mungkin banyak orang mengatakan bahwa tindakan Rut itu sebuah kebodohan.
Rut rela membayar harga dengan mempertaruhkan hidupnya, meninggalkan sanak keluarga dan bangsanya, memilih hidup di negeri asing dan percaya kepada Allah yang disembah oleh mertuanya itu. Apa yang dilakukan Rut ini bukanlah tindakan coba-coba, tapi suatu tindakan iman, di mana ia sedang menuju kepada suatu kehidupan yang menempatkan dirinya dalam kasih karunia karena ia percaya kepada Allah yang hidup. "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai." (Mazmur 91:2). Sebaliknya Orpa lebih memilih untuk meninggalkan Naomi. Artinya ia tidak mau membayar harga, lebih suka pulang ke kampung halamannya, kembali kepada kenyamanan dan kehidupan lamanya. Inilah yang terjadi dengan kebanyakan orang Kristen, memilih untuk meninggalkan Tuhan dan kembali kepada kehidupan lamanya ketika berada dalam masalah dan sedang di persimpangan jalan. Padahal Alkitab menegaskan: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Kita memilih untuk lari menjauh dari panggilan Tuhan dan rencanaNya.
Tuhan berfirman, "...Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17). Rut tidak mau kembali kepada bangsanya yang kafir dan memilih meninggalkan kehidupan lamanya. Paulus pun demikian, "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah," (Filipi 3:13-14).
Saat di persimpangan jalan inilah kualitas iman seseorang sedang diuji!
Sunday, June 1, 2014
Seri RUT: Pribadi Yang Setia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juni 2014
Baca: Rut 1:1-22
"Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!" Rut 1:17
Rut dicatat Alkitab dalam silsilah Yesus Kristus (baca Matius 1-16), artinya Rut menjadi wanita yang terhormat dan dipilih Tuhan. Secara latar belakang Rut berasal dari suku Moab, suku yang sesungguhnya dikutuk Tuhan, karena lahir dari hubungan terlarang antara Lot dengan kedua puterinya. Dari hubungan Lot dengan putri pertama lahirlah suku Moab, sedangkan dari putri yang satunya lagi lahirnya suku Amon.
Rut menikah dengan anak laki-laki dari Naomi dan Elimelekh yaitu Mahlon, yang artinya kecil, mungil. Sedangkan anak Naomi lainnya, Kilyon, yang berarti tidak sehat, menikah dengan Orpa. Setelah sepuluh tahun berjalan, kedua anak Naomi itu pun meninggal. Tinggallah Naomi hidup bersama kedua menantunya itu karena suaminya (Elimelekh) juga sudah meninggal. Karena itu Naomi memerintahkan kedua menantunya untuk pulang saja ke daerah asalnya, "Pergilah, pulanglah masing-masing ke rumah ibunya; TUHAN kiranya menunjukkan kasih-Nya kepadamu, seperti yang kamu tunjukkan kepada orang-orang yang telah mati itu dan kepadaku;" (Rut 1:8). Kedua menantunya itu menolak untuk pergi. Namun belakangan hati Orpa luluh juga sehingga ia berpamitan untuk kembali ke daerah asalnya. Sementara hati Rut tetap berpaut pada mertuanya itu. Meski ditantang sampai tiga kembali ke daerah asalnya ia bersikeras untuk tetap tinggal bersama Naomi, "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan." (Rut 1:16-17a).
Sekalipun kondisi sangat tidak berpihak, Rut tetap setia dan mengasihi mertuanya. Ia rela tinggal di mana pun Naomi tinggal untuk memulai kehidupan baru bersama dengannya. Kesetiaan Rut tidak berubah meski di tengah masalah!
Hidup Rut diberkati dan beroleh peninggian dari Tuhan karena ia seorang yang setia, taat dan punya kerendahan hati!
Baca: Rut 1:1-22
"Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!" Rut 1:17
Rut dicatat Alkitab dalam silsilah Yesus Kristus (baca Matius 1-16), artinya Rut menjadi wanita yang terhormat dan dipilih Tuhan. Secara latar belakang Rut berasal dari suku Moab, suku yang sesungguhnya dikutuk Tuhan, karena lahir dari hubungan terlarang antara Lot dengan kedua puterinya. Dari hubungan Lot dengan putri pertama lahirlah suku Moab, sedangkan dari putri yang satunya lagi lahirnya suku Amon.
Rut menikah dengan anak laki-laki dari Naomi dan Elimelekh yaitu Mahlon, yang artinya kecil, mungil. Sedangkan anak Naomi lainnya, Kilyon, yang berarti tidak sehat, menikah dengan Orpa. Setelah sepuluh tahun berjalan, kedua anak Naomi itu pun meninggal. Tinggallah Naomi hidup bersama kedua menantunya itu karena suaminya (Elimelekh) juga sudah meninggal. Karena itu Naomi memerintahkan kedua menantunya untuk pulang saja ke daerah asalnya, "Pergilah, pulanglah masing-masing ke rumah ibunya; TUHAN kiranya menunjukkan kasih-Nya kepadamu, seperti yang kamu tunjukkan kepada orang-orang yang telah mati itu dan kepadaku;" (Rut 1:8). Kedua menantunya itu menolak untuk pergi. Namun belakangan hati Orpa luluh juga sehingga ia berpamitan untuk kembali ke daerah asalnya. Sementara hati Rut tetap berpaut pada mertuanya itu. Meski ditantang sampai tiga kembali ke daerah asalnya ia bersikeras untuk tetap tinggal bersama Naomi, "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan." (Rut 1:16-17a).
Sekalipun kondisi sangat tidak berpihak, Rut tetap setia dan mengasihi mertuanya. Ia rela tinggal di mana pun Naomi tinggal untuk memulai kehidupan baru bersama dengannya. Kesetiaan Rut tidak berubah meski di tengah masalah!
Hidup Rut diberkati dan beroleh peninggian dari Tuhan karena ia seorang yang setia, taat dan punya kerendahan hati!