Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2014
Baca: Yesaya 33:1-24
"...kekayaan yang menyelamatkan ialah hikmat dan pengetahuan; takut akan TUHAN, itulah harta benda Sion." Yesaya 33:6
Harta rohani yang dimaksud adalah takut akan Tuhan dan hikmat untuk memiliki pengenalan akan Tuhan lebih dalam. Ketika mengejar harta rohani itu "...engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah. Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian." (Amsal 2:5-6). Alkitab menegaskan: "Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya." (Amsal 14:26). Kunci mendapatkan kebahagiaan, ketenteraman, sukacita, kelepasan, kemenangan, damai sejahtera, kekuatan, penghiburan dan kasih yang berlimpah-limpah adalah ketika kita takut akan Tuhan.
Memiliki hati yang takut akan Tuhan dan memiliki pengenalan yang benar akan Dia adalah harta rohani yang sangat berharga, karena itu kita harus berjuang dengan keras dan mengejarnya sedemikian rupa, sebab 'harta' itu jauh lebih mulia dari segala sesuatu apa pun yang ada di dunia ini. Inilah kekayaan yang menyelamatkan jiwa kita! Itulah sebabnya rasul Paulus rela melepaskan segala kesenangan dunia demi mendapatkan Kristus, bahkan katanya, "Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus." (Filipi 3:7). Bagi Paulus memperoleh Kristus dan kebenaranNya adalah sebuah keuntungan besar, karena itu adalah harta kekal yang tidak dapat berkarat dan tidak dapat binasa. Jangan sampai harta dunia dan segala kesenangan dunia ini meninabobokan kita sehingga kita pun mengabaikan dan tidak lagi antusias mengejar harta rohani itu.
Begitu juga untuk memiliki hati yang takut akan Tuhan, kita pun harus membangun keintiman dengan Tuhan secara disiplin setiap hari. Orang yang tidak disiplin, tidak bersungguh-sungguh, malas dan lalai dalam melakukan suatu pekerjaan mustahil mendapatkan hasil yang maksimal.
Tanpa kita mau mengejarnya dengan kerja keras dan disiplin, harta rohani tidak akan pernah kita miliki.
Saturday, May 31, 2014
Friday, May 30, 2014
MENGEJAR HARTA ROHANI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2014
Baca: Amsal 2:1-22
"Jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam," Amsal 2:4
Setiap orang pasti memiliki impian, cita-cita dan keinginan dalam hidupnya. Ada yang bermimpi untuk menjadi orang kaya, artis terkenal, pejabat di pemerintahan, pengusaha sukses dan sebagainya. Namun tidak semua impian dan keinginan itu bisa terwujud. Semua sangat tergantung pada usaha dan kerja keras masing-masing. Semakin kita mau berusaha dan bekerja keras, semakin kita dekat dengan impian dan cita-cita tersebut. "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23), oleh karena itu "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga," (Pengkotbah 9:10). Tidak boleh ada istilah setengah-setengah dalam mengerjakan segala sesuatunya. Bagi kita anak Tuhan, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).
Demi memperoleh harta dunia, yang sifatnya hanya sementara saja, semua orang rela melakukan apa saja dan mau membayar harga; terlebih-lebih untuk harta rohani, seharusnya kita pun memiliki semangat yang sama, bahkan lebih dari itu, karena harta rohani jauh lebih berharga nilainya dan bersifat kekal adanya. Inilah yang dilakukan Paulus, "Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus." (Filipi 3:12). Alkitab menasihati, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20).
Adalah lebih bijak bila keberhasilan kita mendapatkan harta yang melimpah di dunia ini juga kita imbangi dengan keberhasilan kita memperoleh harta rohani, "...karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18).
Apalah artinya seseorang hanya sukses di dunia, memiliki harta yang melimpah di dunia ini, jika harta sorgawi tidak didapatnya? (baca Lukas 12:13-21)
Baca: Amsal 2:1-22
"Jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam," Amsal 2:4
Setiap orang pasti memiliki impian, cita-cita dan keinginan dalam hidupnya. Ada yang bermimpi untuk menjadi orang kaya, artis terkenal, pejabat di pemerintahan, pengusaha sukses dan sebagainya. Namun tidak semua impian dan keinginan itu bisa terwujud. Semua sangat tergantung pada usaha dan kerja keras masing-masing. Semakin kita mau berusaha dan bekerja keras, semakin kita dekat dengan impian dan cita-cita tersebut. "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23), oleh karena itu "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga," (Pengkotbah 9:10). Tidak boleh ada istilah setengah-setengah dalam mengerjakan segala sesuatunya. Bagi kita anak Tuhan, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).
Demi memperoleh harta dunia, yang sifatnya hanya sementara saja, semua orang rela melakukan apa saja dan mau membayar harga; terlebih-lebih untuk harta rohani, seharusnya kita pun memiliki semangat yang sama, bahkan lebih dari itu, karena harta rohani jauh lebih berharga nilainya dan bersifat kekal adanya. Inilah yang dilakukan Paulus, "Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus." (Filipi 3:12). Alkitab menasihati, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20).
Adalah lebih bijak bila keberhasilan kita mendapatkan harta yang melimpah di dunia ini juga kita imbangi dengan keberhasilan kita memperoleh harta rohani, "...karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18).
Apalah artinya seseorang hanya sukses di dunia, memiliki harta yang melimpah di dunia ini, jika harta sorgawi tidak didapatnya? (baca Lukas 12:13-21)
Thursday, May 29, 2014
TUHAN YESUS NAIK KE SORGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2014
Baca: Markus 16:9-20
"Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah." Markus 16:19
Hari ini kita memperingati peristiwa spektakuler yang menancapkan tonggak kemenangan iman Kristiani yaitu kenaikan Yesus Kristus, yang terjadi 40 hari setelah kebangkitanNya.
Mengapa disebut sangat spektakuler dan luar biasa? Karena Yesus Kristus terangkat naik ke langit disaksikan langsung oleh murid-muridNya: "...terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: 'Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.'" (Kisah 1:9-11). Ini bukti nyata dan tak bisa diragukan lagi bahwa Yesus berasal dari Sorga. "Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia." (Yohanes 3:13). Maka adalah janji yang pasti jika Yesus menjanjikan tempat di sorga bagi kita anak-anakNya. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu." (Yohanes 14:2). Saat Yesus kembali ke sorga Ia tidak meninggalkan dan membiarkan kita sendirian menghadapi pergumulan hidup: "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7). Yesus telah menyelesaikan tugas dan menggenapi misi Allah bagi dunia, karena itu Ia harus kembali ke sorga, bukti bahwa Yesus adalah benar-benar utusan Allah.
Biarlah melalui peristiwa ini iman setiap orang percaya makin teguh dan berakar kuat di dalam Tuhan, sebab ada jaminan keselamatan dan kehidupan kekal di sorga bagi kita yang percaya. Sebaliknya bagi orang-orang yang tidak percaya dan menolak Dia, penghukuman kekal sedang menanti.
Hidup kekal bukan omong kosong, tapi jaminan pasti karena telah disediakan Yesus!
Baca: Markus 16:9-20
"Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah." Markus 16:19
Hari ini kita memperingati peristiwa spektakuler yang menancapkan tonggak kemenangan iman Kristiani yaitu kenaikan Yesus Kristus, yang terjadi 40 hari setelah kebangkitanNya.
Mengapa disebut sangat spektakuler dan luar biasa? Karena Yesus Kristus terangkat naik ke langit disaksikan langsung oleh murid-muridNya: "...terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: 'Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.'" (Kisah 1:9-11). Ini bukti nyata dan tak bisa diragukan lagi bahwa Yesus berasal dari Sorga. "Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia." (Yohanes 3:13). Maka adalah janji yang pasti jika Yesus menjanjikan tempat di sorga bagi kita anak-anakNya. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu." (Yohanes 14:2). Saat Yesus kembali ke sorga Ia tidak meninggalkan dan membiarkan kita sendirian menghadapi pergumulan hidup: "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7). Yesus telah menyelesaikan tugas dan menggenapi misi Allah bagi dunia, karena itu Ia harus kembali ke sorga, bukti bahwa Yesus adalah benar-benar utusan Allah.
Biarlah melalui peristiwa ini iman setiap orang percaya makin teguh dan berakar kuat di dalam Tuhan, sebab ada jaminan keselamatan dan kehidupan kekal di sorga bagi kita yang percaya. Sebaliknya bagi orang-orang yang tidak percaya dan menolak Dia, penghukuman kekal sedang menanti.
Hidup kekal bukan omong kosong, tapi jaminan pasti karena telah disediakan Yesus!
Wednesday, May 28, 2014
ISTIMEWA DI MATA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2014
Baca: Roma 8:28-30
"Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya." Roma 8:30b
Saat hendak mengangkat dan meninggikan seseorang Tuhan tidak pernah melihat berdasarkan latar belakang pendidikan, rupa, status sosial, jabatan, tingkat kecerdasan, suku bangsa dan bahasa, namun semata-mata karena anugerah yang disediakan bagi siapa saja yang percaya kepadaNya. Ada tertulis: "Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." (Keluaran 33:19). Namun banyak orang Kristen yang tidak menyadari betapa besar anugerah yang disediakan Tuhan bagi hidup mereka.
Seseorang yang sudah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi hidup di dalam kasih karunia Tuhan. Namun ada hal-hal yang patut diperhatikan supaya kita masuk dalam rencanaNya yang sempurna yaitu menjadi orang-orang yang dimuliakanNya. Percaya kepada Yesus, percaya Injil, bertobat dan lahir baru adalah tahap dasar bagi kita untuk mengalami anugerah dan berada di posisi yang Tuhan tentukan. Tetapi hal itu tidaklah cukup, kita pun harus melangkah kepada kehidupan yang makin hari makin berkenan kepada Tuhan, sehingga mata Tuhan dan hatiNya terarah kepada kita. Inilah yang akan membawa kita kepada posisi yang semakin dimuliakan, seperti yang terjadi dalam diri Daud. "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22). Grafik kehidupan Daud semakin hari semakin naik, bukan turun.
Di dalam 1 Petrus 2:9 dikatakan: "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" Inilah posisi orang percaya di hadapan Tuhan, sungguh sangat istimewa! Namun di balik itu ada tanggung jawab besar di pundak kita yaitu harus memberitakan perbuatan-perbuatan Tuhan yang heran dan ajaib itu kepada bangsa-bangsa. Jadi kita harus melangkah menjadi saksi-saksiNya di tengah dunia ini.
Saat dimuliakan Tuhan inilah kita sanggup melakukan perkara-perkara yang jauh lebih besar (baca Yohanes 14:12).
Baca: Roma 8:28-30
"Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya." Roma 8:30b
Saat hendak mengangkat dan meninggikan seseorang Tuhan tidak pernah melihat berdasarkan latar belakang pendidikan, rupa, status sosial, jabatan, tingkat kecerdasan, suku bangsa dan bahasa, namun semata-mata karena anugerah yang disediakan bagi siapa saja yang percaya kepadaNya. Ada tertulis: "Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." (Keluaran 33:19). Namun banyak orang Kristen yang tidak menyadari betapa besar anugerah yang disediakan Tuhan bagi hidup mereka.
Seseorang yang sudah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi hidup di dalam kasih karunia Tuhan. Namun ada hal-hal yang patut diperhatikan supaya kita masuk dalam rencanaNya yang sempurna yaitu menjadi orang-orang yang dimuliakanNya. Percaya kepada Yesus, percaya Injil, bertobat dan lahir baru adalah tahap dasar bagi kita untuk mengalami anugerah dan berada di posisi yang Tuhan tentukan. Tetapi hal itu tidaklah cukup, kita pun harus melangkah kepada kehidupan yang makin hari makin berkenan kepada Tuhan, sehingga mata Tuhan dan hatiNya terarah kepada kita. Inilah yang akan membawa kita kepada posisi yang semakin dimuliakan, seperti yang terjadi dalam diri Daud. "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22). Grafik kehidupan Daud semakin hari semakin naik, bukan turun.
Di dalam 1 Petrus 2:9 dikatakan: "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" Inilah posisi orang percaya di hadapan Tuhan, sungguh sangat istimewa! Namun di balik itu ada tanggung jawab besar di pundak kita yaitu harus memberitakan perbuatan-perbuatan Tuhan yang heran dan ajaib itu kepada bangsa-bangsa. Jadi kita harus melangkah menjadi saksi-saksiNya di tengah dunia ini.
Saat dimuliakan Tuhan inilah kita sanggup melakukan perkara-perkara yang jauh lebih besar (baca Yohanes 14:12).
Tuesday, May 27, 2014
KRISTEN RAJAWALI: Fokus dan Setia Meski Diproses
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Mei 2014
Baca: 1 Timotius 6:11-16
"Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal." 1 Timotius 6:12a
Burung rajawali memiliki pandangan yang tajam, sanggup memandang dalam jarak yang cukup jauh kurang lebih 6 km. Ini perihal visi atau sasaran yang hendak kita capai.
Paulus, meski diperhadapkan dengan berbagai tantangan, tetap fokus dan mengarahan pandangannya kepada panggilan sorgawi, karena ia tahu ada upah yang Tuhan sediakan bagi anak-anakNya yang setia sampai akhir. Inilah janji firman Tuhan yang harus kita pegang teguh! bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Gambaran tentang masa depan yang pasti inilah yang membuat kita terus bersemangat dan kian bergairah dalam mengiring Tuhan.
Karakter lain dari si rajawali adalah setia terhadap pasangannya. Kita diingatkan tentang kesetiaan. Tanpa kesetiaan langkah kaki kita tidak akan pernah mencapai garis finis. Setia dalam mengerjakan perkara apa pun yang dipercayakan Tuhan kepada kita. "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Tuhan Yesus telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa, bagaimana Ia setia melakukan kehendak Bapa, bahkan "...Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-11). Yesus beroleh peninggian dari Bapa karena kesetiaan dan ketaatanNya.
Banyak orang Kristen gagal dalam ujian kesetiaan ini. Begitu mudah meninggalkan Tuhan dan menerima tawaran-tawaran dunia yang menggiurkan, serba instan, meski itu semu. Kita tidak mau masuk dalam proses Tuhan, sementara rajawali saja harus melewati fase-fase berat, yaitu harus melewati proses transformasi tubuh yang sangat menyakitkan, mulai dari paruh, cakar, kuku, termasuk bulu-bulunya.
Ingin menikmati kemuliaan bersama Kristus? Fokus dan setialah meski harus melewati proses!
Baca: 1 Timotius 6:11-16
"Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal." 1 Timotius 6:12a
Burung rajawali memiliki pandangan yang tajam, sanggup memandang dalam jarak yang cukup jauh kurang lebih 6 km. Ini perihal visi atau sasaran yang hendak kita capai.
Paulus, meski diperhadapkan dengan berbagai tantangan, tetap fokus dan mengarahan pandangannya kepada panggilan sorgawi, karena ia tahu ada upah yang Tuhan sediakan bagi anak-anakNya yang setia sampai akhir. Inilah janji firman Tuhan yang harus kita pegang teguh! bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Gambaran tentang masa depan yang pasti inilah yang membuat kita terus bersemangat dan kian bergairah dalam mengiring Tuhan.
Karakter lain dari si rajawali adalah setia terhadap pasangannya. Kita diingatkan tentang kesetiaan. Tanpa kesetiaan langkah kaki kita tidak akan pernah mencapai garis finis. Setia dalam mengerjakan perkara apa pun yang dipercayakan Tuhan kepada kita. "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Tuhan Yesus telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa, bagaimana Ia setia melakukan kehendak Bapa, bahkan "...Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-11). Yesus beroleh peninggian dari Bapa karena kesetiaan dan ketaatanNya.
Banyak orang Kristen gagal dalam ujian kesetiaan ini. Begitu mudah meninggalkan Tuhan dan menerima tawaran-tawaran dunia yang menggiurkan, serba instan, meski itu semu. Kita tidak mau masuk dalam proses Tuhan, sementara rajawali saja harus melewati fase-fase berat, yaitu harus melewati proses transformasi tubuh yang sangat menyakitkan, mulai dari paruh, cakar, kuku, termasuk bulu-bulunya.
Ingin menikmati kemuliaan bersama Kristus? Fokus dan setialah meski harus melewati proses!
Monday, May 26, 2014
KRISTEN RAJAWALI: Memiliki Semangat Tinggi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2014
Baca: Mazmur 142:1-8
"Ketika semangatku lemah lesu di dalam diriku, Engkaulah yang mengetahui jalanku." Mazmur 142:4a
Karakter lain dari burung rajawali adalah bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi. Ini berbicara tentang semangat! Coba bayangkan jika seorang pebulutangkis tidak memiliki semangat saat bertanding di lapangan! Mustahil ia akan memenangkan pertandingan, sebaliknya hanya akan menjadi bulan-bulanan si lawan. Dalam kehidupan rohani, kita pun harus memiliki semangat. "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Dalam bidang apa pun jika kita melakukan segala sesuatunya tanpa semangat, kita tidak akan memetik hasil yang maksimal.
Jangan sampai kita hanya puas sebagai pengikut Kristen (orang Kristen) saja, yang hanya menjadi simpatisan di gereja, tetapi kita harus melangkah ke tahap yang lebih lagi yaitu memiliki hati yang terbeban untuk pekerjaan Tuhan dengan melibatkan diri dalam pelayanan, yang harus kita lakukan dengan penuh semangat. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Orang yang memiliki semangat melayani Tuhan tidak akan mudah lelah atau pun putus asa meski diterpa badai permasalahan. Ia tidak akan berhenti dan mundur, tapi makin berlari kencang dengan mata yang tertuju kepada panggilan Tuhan. Inilah yang dilakukan Paulus: "...mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13b-14). Ketika badai datang burung rajawali bukannya lari menjauh, ia justru menantang badai itu; ia akan mengembangkan sayapnya dan memperhatikan dengan seksama kapan badai itu datang. Ini adalah sikap berjaga-jaga. ia akan menggunakan badai itu untuk terbang lebih tinggi lagi.
Masalah dan ujian adalah bagian dari proses. Hendaknya hal itu semakin memacu kita untuk 'terbang tinggi' bersama dengan Tuhan karena kita tahu dalam segala perkara Tuhan turut bekerja.
Semakin kita bersemangat di dalam Tuhan, semakin kita mengalami perkara-perkara yang ajaib bersama Dia!
Baca: Mazmur 142:1-8
"Ketika semangatku lemah lesu di dalam diriku, Engkaulah yang mengetahui jalanku." Mazmur 142:4a
Karakter lain dari burung rajawali adalah bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi. Ini berbicara tentang semangat! Coba bayangkan jika seorang pebulutangkis tidak memiliki semangat saat bertanding di lapangan! Mustahil ia akan memenangkan pertandingan, sebaliknya hanya akan menjadi bulan-bulanan si lawan. Dalam kehidupan rohani, kita pun harus memiliki semangat. "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Dalam bidang apa pun jika kita melakukan segala sesuatunya tanpa semangat, kita tidak akan memetik hasil yang maksimal.
Jangan sampai kita hanya puas sebagai pengikut Kristen (orang Kristen) saja, yang hanya menjadi simpatisan di gereja, tetapi kita harus melangkah ke tahap yang lebih lagi yaitu memiliki hati yang terbeban untuk pekerjaan Tuhan dengan melibatkan diri dalam pelayanan, yang harus kita lakukan dengan penuh semangat. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Orang yang memiliki semangat melayani Tuhan tidak akan mudah lelah atau pun putus asa meski diterpa badai permasalahan. Ia tidak akan berhenti dan mundur, tapi makin berlari kencang dengan mata yang tertuju kepada panggilan Tuhan. Inilah yang dilakukan Paulus: "...mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13b-14). Ketika badai datang burung rajawali bukannya lari menjauh, ia justru menantang badai itu; ia akan mengembangkan sayapnya dan memperhatikan dengan seksama kapan badai itu datang. Ini adalah sikap berjaga-jaga. ia akan menggunakan badai itu untuk terbang lebih tinggi lagi.
Masalah dan ujian adalah bagian dari proses. Hendaknya hal itu semakin memacu kita untuk 'terbang tinggi' bersama dengan Tuhan karena kita tahu dalam segala perkara Tuhan turut bekerja.
Semakin kita bersemangat di dalam Tuhan, semakin kita mengalami perkara-perkara yang ajaib bersama Dia!
Sunday, May 25, 2014
KRISTEN RAJAWALI: Selalu Terbang Tingggi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2014
Baca: Yesaya 40:28-31
"tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya;" Yesaya 40:31
Tuhan memiliki rancangan yang baik bagi umat-Nya yaitu rancangan damai sejahtera dan hari depan penuh harapan (baca Yeremia 29:11). Karena itulah sudah seharusnya kehidupan orang Kristen dipenuhi oleh kemenangan dan keberhasilan, bukan terus berkutat dengan kegagalan dan keterpurukan.
Tak terbilang banyaknya orang Kristen yang masih saja 'berputar-putar di padang gurun, belum juga menikmati Kanaan.' Hari-hari mereka dipenuhi dengan sungut-sungut, kecewa dan putus asa. Akibatnya mereka tidak lagi bersemangat menjalani hidup ini dan akan mengalami kemunduran dalam pengiringannya kepada Tuhan. Namun kita patut bersyukur karena kita punya Tuhan yang begitu peduli dan mengasihi kita. Terhadap anak-anaknya yang sedang lemah dan putus asa Tuhan tidak pernah berhenti untuk "...memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (Yesaya 40:29). Tuhan menghendaki kita menjadi orang-orang Kristen yang kuat seperti burung rajawali. Mengapa Alkitab menggambarkan kehidupan orang Kristen yang kuat itu seumpama rajawali, bukan burung yang lain? Semua tak lepas dari karakteristik burung rajawali yang memiliki banyak kelebihan. Salah satunya adalah selalu terbang tinggi. Karakter inilah yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya yaitu menyukai tempat tinggi, artinya mengutamakan perkara-perkara yang di atas, mengejar hadirat Tuhan, suka bersekutu dengan Tuhan. Inilah kunci hidup berkemenangan bagi orang Kristen! Paulus menasihati kita, "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:1-2). Kita tidak akan mampu bertahan di tengah situasi sulit seperti sekarang ini, jika kita tidak bergaul karib dengan Tuhan.
Daniel tetap kuat dan tampil sebagai pemenang meski berada di tengah situasi yang sangat sulit, karena ia senantiasa bersekutu dengan Tuhan setiap hari, "...tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11b).
Senantiasa bersekutu dengan Tuhan memberi kita kekuatan mengatasi badai hidup.
Baca: Yesaya 40:28-31
"tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya;" Yesaya 40:31
Tuhan memiliki rancangan yang baik bagi umat-Nya yaitu rancangan damai sejahtera dan hari depan penuh harapan (baca Yeremia 29:11). Karena itulah sudah seharusnya kehidupan orang Kristen dipenuhi oleh kemenangan dan keberhasilan, bukan terus berkutat dengan kegagalan dan keterpurukan.
Tak terbilang banyaknya orang Kristen yang masih saja 'berputar-putar di padang gurun, belum juga menikmati Kanaan.' Hari-hari mereka dipenuhi dengan sungut-sungut, kecewa dan putus asa. Akibatnya mereka tidak lagi bersemangat menjalani hidup ini dan akan mengalami kemunduran dalam pengiringannya kepada Tuhan. Namun kita patut bersyukur karena kita punya Tuhan yang begitu peduli dan mengasihi kita. Terhadap anak-anaknya yang sedang lemah dan putus asa Tuhan tidak pernah berhenti untuk "...memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (Yesaya 40:29). Tuhan menghendaki kita menjadi orang-orang Kristen yang kuat seperti burung rajawali. Mengapa Alkitab menggambarkan kehidupan orang Kristen yang kuat itu seumpama rajawali, bukan burung yang lain? Semua tak lepas dari karakteristik burung rajawali yang memiliki banyak kelebihan. Salah satunya adalah selalu terbang tinggi. Karakter inilah yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya yaitu menyukai tempat tinggi, artinya mengutamakan perkara-perkara yang di atas, mengejar hadirat Tuhan, suka bersekutu dengan Tuhan. Inilah kunci hidup berkemenangan bagi orang Kristen! Paulus menasihati kita, "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:1-2). Kita tidak akan mampu bertahan di tengah situasi sulit seperti sekarang ini, jika kita tidak bergaul karib dengan Tuhan.
Daniel tetap kuat dan tampil sebagai pemenang meski berada di tengah situasi yang sangat sulit, karena ia senantiasa bersekutu dengan Tuhan setiap hari, "...tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11b).
Senantiasa bersekutu dengan Tuhan memberi kita kekuatan mengatasi badai hidup.
Saturday, May 24, 2014
ABRAHAM: Membangun Mezbah
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2014
Baca: Maleakhi 3:13-18
"Maka kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya." Maleakhi 3:18
Iman dan ketaatan Abraham adalah buah ketekunannya beribadah kepada Tuhan. Bukti bahwa ia tekun beribadah dan memiliki persekutuan karib dengan Tuhan adalah mezbah-mezbah yang dibangunNya. Mezbah berbicara tentang ibadah, artinya Abraham menghormati Tuhan, karena di atas mezbah ada korban yang dipersembahkan kepada Tuhan. Tidak hanya satu, tapi ada empat mezbah yang telah dibangunnya.
Ke-4 mezbah yang telah dibangun Abraham adalah: 1. Mezbah di dekat Sikhem (Kejadian 12:6-7). Kata Sikhem berarti bahu. Membuktikan bahwa Abraham telah menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan: segala permasalahan dan beban hidup ia letakkan di atas bahu Tuhan. Dengan kata lain Abraham tidak lagi mengandalkan kekuatannya sendiri, tapi mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi taruhlah segala beban hidup kita di bahu Tuhan. Yakinlah jika kita mengangkat tangan berserah, Tuhan pasti turun tangan menolong kita.
2. Mezbah dekat Betel (Kejadian 12:8). Betel berarti rumah Tuhan. Abraham sangat menghormati rumah Tuhan, tempat di mana Ia hadir. Setiap orang yang menghormati rumah Tuhan pasti akan diberkati secara luar biasa. Contohnya keluarga Obed Edom: "Tiga bulan lamanya tabut Tuhan itu tinggal di rumah Obed-Edom, orang Gat itu, dan TUHAN memberkati Obed-Edom dan seisi rumahnya." (2 Samuel 6:11-12).
3. Mezbah di Hebron (baca Kejadian 13:18). Kata Hebron berarti damai sejahtera. Ketika ke luar dari negerinya Abraham tidak hanya membawa keluarga, tapi juga Lot (keponakannya) sehingga Lot pun merasakan dampaknya, turut diberkati. Karena kekayaannya yang melimpah mereka harus berpisah. Abraham memilih untuk mengalah dan tidak mau bertengkar dengan Lot, sehingga ada damai sejahtera dalam diri Abraham.
4. Mezbah di gunung Moria (Kejadian 22:1-2). Di gunung Moria ini Abraham telah membuktikan kasihnya yang besar kepada Tuhan dengan mempersembahkan Ishak.
Jika kita beribadah kepada Tuhan dengan sungguh kita pasti akan mengalami berkat-berkatNya yang melimpah!
Baca: Maleakhi 3:13-18
"Maka kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya." Maleakhi 3:18
Iman dan ketaatan Abraham adalah buah ketekunannya beribadah kepada Tuhan. Bukti bahwa ia tekun beribadah dan memiliki persekutuan karib dengan Tuhan adalah mezbah-mezbah yang dibangunNya. Mezbah berbicara tentang ibadah, artinya Abraham menghormati Tuhan, karena di atas mezbah ada korban yang dipersembahkan kepada Tuhan. Tidak hanya satu, tapi ada empat mezbah yang telah dibangunnya.
Ke-4 mezbah yang telah dibangun Abraham adalah: 1. Mezbah di dekat Sikhem (Kejadian 12:6-7). Kata Sikhem berarti bahu. Membuktikan bahwa Abraham telah menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan: segala permasalahan dan beban hidup ia letakkan di atas bahu Tuhan. Dengan kata lain Abraham tidak lagi mengandalkan kekuatannya sendiri, tapi mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi taruhlah segala beban hidup kita di bahu Tuhan. Yakinlah jika kita mengangkat tangan berserah, Tuhan pasti turun tangan menolong kita.
2. Mezbah dekat Betel (Kejadian 12:8). Betel berarti rumah Tuhan. Abraham sangat menghormati rumah Tuhan, tempat di mana Ia hadir. Setiap orang yang menghormati rumah Tuhan pasti akan diberkati secara luar biasa. Contohnya keluarga Obed Edom: "Tiga bulan lamanya tabut Tuhan itu tinggal di rumah Obed-Edom, orang Gat itu, dan TUHAN memberkati Obed-Edom dan seisi rumahnya." (2 Samuel 6:11-12).
3. Mezbah di Hebron (baca Kejadian 13:18). Kata Hebron berarti damai sejahtera. Ketika ke luar dari negerinya Abraham tidak hanya membawa keluarga, tapi juga Lot (keponakannya) sehingga Lot pun merasakan dampaknya, turut diberkati. Karena kekayaannya yang melimpah mereka harus berpisah. Abraham memilih untuk mengalah dan tidak mau bertengkar dengan Lot, sehingga ada damai sejahtera dalam diri Abraham.
4. Mezbah di gunung Moria (Kejadian 22:1-2). Di gunung Moria ini Abraham telah membuktikan kasihnya yang besar kepada Tuhan dengan mempersembahkan Ishak.
Jika kita beribadah kepada Tuhan dengan sungguh kita pasti akan mengalami berkat-berkatNya yang melimpah!
Friday, May 23, 2014
ABRAHAM: Mengalami Berkat Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2014
Baca: Galatia 3:15-29
"Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." Galatia 3:29
Menjadi orang Kristen atau pengikut Kristus adalah suatu keuntungan besar, sebab kita bukan hanya disediakan berkat-berkat rohani, yang puncaknya adalah menikmati kehidupan kekal di dalam Kerajaan Sorga, tetapi juga mengalami penggenapan janji-janji Tuhan dalam hidup ini (berkat-berkat jasmani). Ada tertulis: "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Alkitab juga menyatakan bahwa setiap kita yang ada di dalam Kristus berhak menerima segala janji yang diberikan Tuhan kepada Abraham.
Apa janji-janji Tuhan kepada Abraham? Dalam Kejadian 12:2-3 Tuhan berfirman kepada Abraham: "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." Janji-janji Tuhan kepada Abraham pun digenapiNya: Abraham diberkati dengan melimpah dan juga menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.
Namun untuk mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya Abraham harus berani membayar harga, di antaranya: harus meninggalkan negerinya, Ur-Kasdim, artinya berpisah dari sanak saudaranya dan juga rumah bapanya. "Karena iman Abraham taat," (Ibrani 11:8). Iman Abraham adalah iman yang hidup, iman yang disertai dengan perbuatan. "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17); dan ketika Tuhan berjanji kepada Abraham bahwa keturunannya akan seperti bintang di langit banyaknya, meski secara manusia hal itu sangat mustahil, ia pun percaya, "...maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Juga saat diperhadapkan dengan ujian kasih, yaitu diminta untuk mempersembahkan anak semata wayangnya, Ishak, kepada Tuhan, ia pun taat melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Ini membuktikan bahwa Abraham mengasihi Tuhan lebih dari segala-galanya.
Tuhan memberkati Abraham secara melimpah karena ia punya iman dan ketaatan!
Baca: Galatia 3:15-29
"Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." Galatia 3:29
Menjadi orang Kristen atau pengikut Kristus adalah suatu keuntungan besar, sebab kita bukan hanya disediakan berkat-berkat rohani, yang puncaknya adalah menikmati kehidupan kekal di dalam Kerajaan Sorga, tetapi juga mengalami penggenapan janji-janji Tuhan dalam hidup ini (berkat-berkat jasmani). Ada tertulis: "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Alkitab juga menyatakan bahwa setiap kita yang ada di dalam Kristus berhak menerima segala janji yang diberikan Tuhan kepada Abraham.
Apa janji-janji Tuhan kepada Abraham? Dalam Kejadian 12:2-3 Tuhan berfirman kepada Abraham: "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." Janji-janji Tuhan kepada Abraham pun digenapiNya: Abraham diberkati dengan melimpah dan juga menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.
Namun untuk mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya Abraham harus berani membayar harga, di antaranya: harus meninggalkan negerinya, Ur-Kasdim, artinya berpisah dari sanak saudaranya dan juga rumah bapanya. "Karena iman Abraham taat," (Ibrani 11:8). Iman Abraham adalah iman yang hidup, iman yang disertai dengan perbuatan. "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17); dan ketika Tuhan berjanji kepada Abraham bahwa keturunannya akan seperti bintang di langit banyaknya, meski secara manusia hal itu sangat mustahil, ia pun percaya, "...maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Juga saat diperhadapkan dengan ujian kasih, yaitu diminta untuk mempersembahkan anak semata wayangnya, Ishak, kepada Tuhan, ia pun taat melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Ini membuktikan bahwa Abraham mengasihi Tuhan lebih dari segala-galanya.
Tuhan memberkati Abraham secara melimpah karena ia punya iman dan ketaatan!
Thursday, May 22, 2014
PENYESALAN DAUD
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2014
Baca: 1 Tawarikh 21:18-30
"Lalu Daud mendirikan di sana mezbah bagi TUHAN, mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan dan memanggil TUHAN." 1 Tawarikh 21:26a
Daud menyadari kesalahan yang telah dilakukannya. "Aku telah sangat berdosa karena melakukan hal ini; maka sekarang, jauhkanlah kiranya kesalahan hamba-Mu, sebab perbuatanku itu sangat bodoh." (1 Tawarikh 21:8).
Penyesalan selalu datang terlambat setelah semuanya terjadi. Akibat pelanggaran yang dilakukan Daud Tuhan murka kepada umat Israel dengan mendatangkan penyakit sampar, sehingga "...tewaslah dari orang Israel tujuh puluh ribu orang." (1 Tawarikh 21:14). Namun melihat penyesalan mendalam dalam diri Daud surutlah kemarahan Tuhan. Daud mengakui: "...Engkau, ya Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih dan setia." (Mazmur 86:15). Melalui Gad, malaikat Tuhan memberikan sebuah petunjuk kepada Daud tentang apa yang harus dilakukannya sebagai jalan pendamaian bagi bangsa Israel, yaitu mendirikan mezbah bagi Tuhan dan mempersembahkan korban bakaran. Setelah Daud melakukan apa yang diperintahkan itu, "...TUHAN menjawab dia dengan menurunkan api dari langit ke atas mezbah korban bakaran itu. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada malaikat itu supaya dikembalikannya pedangnya ke dalam sarungnya." (1 Tawarikh 21:26-27), dan seketika itu tulah pun berhenti menimpa bangsa Israel.
Mezbah berbicara tentang pendamaian antara manusia dan Tuhan. Sejak manusia jatuh dalam dosa Tuhan sudah menetapkan bahwa pendamaian hanya dapat terjadi melalui penumpahan darah, sebab "...tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan." (Ibrani 9:22). Demikian pula dengan dosa yang dilakukan Daud, haruslah ada penumpahan darah binatang dan mengorbankannya kepada Tuhan sebagai korban pendamaian, sehingga Tuhan menerimanya. Ada pun korban-korban Perjanjian Lama ini telah disempurnakan melalui pengorbanan Yesus Kristus di atas Kalvari. Darah Kristus telah ditentukan sebagai korban pendamaian antara kita dengan Allah, sekali untuk selamanya. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9).
Pertobatan Daud akhirnya membawa pemulihan bagi bangsa Israel.
Baca: 1 Tawarikh 21:18-30
"Lalu Daud mendirikan di sana mezbah bagi TUHAN, mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan dan memanggil TUHAN." 1 Tawarikh 21:26a
Daud menyadari kesalahan yang telah dilakukannya. "Aku telah sangat berdosa karena melakukan hal ini; maka sekarang, jauhkanlah kiranya kesalahan hamba-Mu, sebab perbuatanku itu sangat bodoh." (1 Tawarikh 21:8).
Penyesalan selalu datang terlambat setelah semuanya terjadi. Akibat pelanggaran yang dilakukan Daud Tuhan murka kepada umat Israel dengan mendatangkan penyakit sampar, sehingga "...tewaslah dari orang Israel tujuh puluh ribu orang." (1 Tawarikh 21:14). Namun melihat penyesalan mendalam dalam diri Daud surutlah kemarahan Tuhan. Daud mengakui: "...Engkau, ya Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih dan setia." (Mazmur 86:15). Melalui Gad, malaikat Tuhan memberikan sebuah petunjuk kepada Daud tentang apa yang harus dilakukannya sebagai jalan pendamaian bagi bangsa Israel, yaitu mendirikan mezbah bagi Tuhan dan mempersembahkan korban bakaran. Setelah Daud melakukan apa yang diperintahkan itu, "...TUHAN menjawab dia dengan menurunkan api dari langit ke atas mezbah korban bakaran itu. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada malaikat itu supaya dikembalikannya pedangnya ke dalam sarungnya." (1 Tawarikh 21:26-27), dan seketika itu tulah pun berhenti menimpa bangsa Israel.
Mezbah berbicara tentang pendamaian antara manusia dan Tuhan. Sejak manusia jatuh dalam dosa Tuhan sudah menetapkan bahwa pendamaian hanya dapat terjadi melalui penumpahan darah, sebab "...tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan." (Ibrani 9:22). Demikian pula dengan dosa yang dilakukan Daud, haruslah ada penumpahan darah binatang dan mengorbankannya kepada Tuhan sebagai korban pendamaian, sehingga Tuhan menerimanya. Ada pun korban-korban Perjanjian Lama ini telah disempurnakan melalui pengorbanan Yesus Kristus di atas Kalvari. Darah Kristus telah ditentukan sebagai korban pendamaian antara kita dengan Allah, sekali untuk selamanya. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9).
Pertobatan Daud akhirnya membawa pemulihan bagi bangsa Israel.
Wednesday, May 21, 2014
KESOMBONGAN DAUD
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2014
Baca: 1 Tawarikh 21:1-17
"Pergilah, hitunglah orang Israel dari Bersyeba sampai Dan, dan bawalah hasilnya kepadaku, supaya aku tahu jumlah mereka." 1 Tawarikh 21:2
Ada pepatah "Tak ada gading yang tak retak", artinya di dunia ini tidak ada yang sempurna. Tak terkecuali dengan Daud. Sebagai manusia ia pun memiliki banyak kelemahan dan kekurangan, serta tidak luput dari kesalahan. Salah satu kesalahan Daud adalah ketika ia menyuruh Yoab untuk menghitung jumlah tentara Israel setelah berhasil mengalahkan lawan-lawannya.
Awalnya Yoab enggan untuk melakukannya, dengan berkata, "Kiranya TUHAN menambahi rakyat-Nya seratus kali lipat dari pada yang ada sekarang. Ya tuanku raja, bukankah mereka sekalian, hamba-hamba tuanku? Mengapa tuanku menuntut hal ini? Mengapa orang Israel harus menanggung kesalahan oleh karena hal itu?" (1 Tawarikh 21:3). Namun akhirnya Yoab dengan terpaksa melakukan apa yang diperintahkan oleh Daud. Ini adalah wujud ketaatannya terhadap raja, walaupun ia tahu bahwa tindakan melakukan sensus ini adalah jahat di mata Tuhan. Mengapa tindakan Daud ini dianggap jahat di mata Tuhan? Kalau sekedar menghitung saja bukanlah kejahatan, tapi Tuhan melihat apa yang sesungguhnya ada di hati Daud, "...sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Pada waktu itu kemenangan demi kemenangan telah diraih oleh bangsa Israel dan musuh terakhir yang dikalahkannya adalah bangsa Filistin (baca 2 Samuel 21:15-22). Atas keberhasilannya itu Daud pun tak lupa untuk bersyukur kepada Tuhan (baca 2 Samuel 22:1-51). Namun rasa syukurnya berubah menjadi sebuah kesombongan. Ia mulai merasa bahwa kemenangan-kemenangan yang diraihnya selama ini adalah karena kekuatan tentaranya, yang ada di bawah kepemimpinannya. Artinya Daud merasa punya andil besar dalam hal ini.
Kemenangan demi kemenangan sedikit banyak telah membuat Daud terlena dan merasa di atas angin. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh Iblis untuk membujuk Daud supaya ia menghitung jumlah pasukan Israel. Kesombongan yang tersirat itulah yang dilihat Tuhan sebagai sebuah kejahatan; dan akibat kesalahan Daud mengadakan sensus inilah akhirnya tulah dijatuhkan atas segenap orang Israel.
Manusia yang sombong yang angkuh akan direndahkan dan ditundukkanNya (baca: Yesaya 2:11).
Baca: 1 Tawarikh 21:1-17
"Pergilah, hitunglah orang Israel dari Bersyeba sampai Dan, dan bawalah hasilnya kepadaku, supaya aku tahu jumlah mereka." 1 Tawarikh 21:2
Ada pepatah "Tak ada gading yang tak retak", artinya di dunia ini tidak ada yang sempurna. Tak terkecuali dengan Daud. Sebagai manusia ia pun memiliki banyak kelemahan dan kekurangan, serta tidak luput dari kesalahan. Salah satu kesalahan Daud adalah ketika ia menyuruh Yoab untuk menghitung jumlah tentara Israel setelah berhasil mengalahkan lawan-lawannya.
Awalnya Yoab enggan untuk melakukannya, dengan berkata, "Kiranya TUHAN menambahi rakyat-Nya seratus kali lipat dari pada yang ada sekarang. Ya tuanku raja, bukankah mereka sekalian, hamba-hamba tuanku? Mengapa tuanku menuntut hal ini? Mengapa orang Israel harus menanggung kesalahan oleh karena hal itu?" (1 Tawarikh 21:3). Namun akhirnya Yoab dengan terpaksa melakukan apa yang diperintahkan oleh Daud. Ini adalah wujud ketaatannya terhadap raja, walaupun ia tahu bahwa tindakan melakukan sensus ini adalah jahat di mata Tuhan. Mengapa tindakan Daud ini dianggap jahat di mata Tuhan? Kalau sekedar menghitung saja bukanlah kejahatan, tapi Tuhan melihat apa yang sesungguhnya ada di hati Daud, "...sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Pada waktu itu kemenangan demi kemenangan telah diraih oleh bangsa Israel dan musuh terakhir yang dikalahkannya adalah bangsa Filistin (baca 2 Samuel 21:15-22). Atas keberhasilannya itu Daud pun tak lupa untuk bersyukur kepada Tuhan (baca 2 Samuel 22:1-51). Namun rasa syukurnya berubah menjadi sebuah kesombongan. Ia mulai merasa bahwa kemenangan-kemenangan yang diraihnya selama ini adalah karena kekuatan tentaranya, yang ada di bawah kepemimpinannya. Artinya Daud merasa punya andil besar dalam hal ini.
Kemenangan demi kemenangan sedikit banyak telah membuat Daud terlena dan merasa di atas angin. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh Iblis untuk membujuk Daud supaya ia menghitung jumlah pasukan Israel. Kesombongan yang tersirat itulah yang dilihat Tuhan sebagai sebuah kejahatan; dan akibat kesalahan Daud mengadakan sensus inilah akhirnya tulah dijatuhkan atas segenap orang Israel.
Manusia yang sombong yang angkuh akan direndahkan dan ditundukkanNya (baca: Yesaya 2:11).
Tuesday, May 20, 2014
HATI YANG RELA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2014
Baca: Keluaran 4:1-17
"Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan." Keluaran 4:12
Dalam memilih seseorang Tuhan tidak pernah melihatnya dari sudut pandang secara fisik atau kecerdasan secara intelektual. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Begitu juga panggilanNya terhadap Musa, Tuhan tidak menanyakan seberapa kuat dan hebatnya dia, namun Tuhan ingin mengetahui isi hatinya: adakah ia memiliki kerelaan hati untuk dibentuk dipakaiNya?
Tuhan tidak pernah salah dalam memanggil seseorang karena Dia tahu persis siapa kita, kesanggupan kita, kekuatan kita, kelemahan kita dan keterbatasan kita. Karena itu Tuhan berkata kepada Musa, "...pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan." (Keluaran 4:12). Tuhan juga mendemonstrasikan kuasaNya di depan Musa secara langsung: diperintahkan untuk melemparkan tongkatnya ke tanah dan tongkat itu menjadi ular; memasukkan tangannya ke dalam baju dan setelah ditarik ke luar tangannya pun terkena kusta, putih seperti salju. Melalui peristiwa ini Tuhan hendak menegaskan, "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" (Kejadian 18:14). Jadi tidak ada alasan bagi musa untuk lari dari panggilan Tuhan ini. Namun semua sangat tergantung dari sikap dan respons hati kita. Sekalipun Tuhan mengenal kita secara sempurna tapi Ia tidak akan berbuat apa-apa sebelum kita menyerahkan kemauan kita kepadaNya. Tuhan sangat rindu kita menyerahkan kerelaan hati kita ke dalam tanganNya dan masuk ke dalam rencanaNya yang indah.
Mari kita belajar dari Daud yang punya hati yang rela untuk dibentuk Tuhan: "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" (Mazmur 139:23). Saat kita punya penyerahan diri, saat itu pula Tuhan akan bekerja di dalam kita; dan ketika Tuhan bekerja saat itulah kita beroleh kekuatan dan kesanggupan untuk mengerjakan panggilanNya, bahkan kita dapat melakukan perkara-perkara yang besar. Asal kita punya hati yang rela, Tuhan akan berkarya secara ajaib di dalam kita.
Hati yang rela adalah hal yang senantiasa Tuhan nantikan dari umatNya!
Baca: Keluaran 4:1-17
"Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan." Keluaran 4:12
Dalam memilih seseorang Tuhan tidak pernah melihatnya dari sudut pandang secara fisik atau kecerdasan secara intelektual. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Begitu juga panggilanNya terhadap Musa, Tuhan tidak menanyakan seberapa kuat dan hebatnya dia, namun Tuhan ingin mengetahui isi hatinya: adakah ia memiliki kerelaan hati untuk dibentuk dipakaiNya?
Tuhan tidak pernah salah dalam memanggil seseorang karena Dia tahu persis siapa kita, kesanggupan kita, kekuatan kita, kelemahan kita dan keterbatasan kita. Karena itu Tuhan berkata kepada Musa, "...pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan." (Keluaran 4:12). Tuhan juga mendemonstrasikan kuasaNya di depan Musa secara langsung: diperintahkan untuk melemparkan tongkatnya ke tanah dan tongkat itu menjadi ular; memasukkan tangannya ke dalam baju dan setelah ditarik ke luar tangannya pun terkena kusta, putih seperti salju. Melalui peristiwa ini Tuhan hendak menegaskan, "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" (Kejadian 18:14). Jadi tidak ada alasan bagi musa untuk lari dari panggilan Tuhan ini. Namun semua sangat tergantung dari sikap dan respons hati kita. Sekalipun Tuhan mengenal kita secara sempurna tapi Ia tidak akan berbuat apa-apa sebelum kita menyerahkan kemauan kita kepadaNya. Tuhan sangat rindu kita menyerahkan kerelaan hati kita ke dalam tanganNya dan masuk ke dalam rencanaNya yang indah.
Mari kita belajar dari Daud yang punya hati yang rela untuk dibentuk Tuhan: "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" (Mazmur 139:23). Saat kita punya penyerahan diri, saat itu pula Tuhan akan bekerja di dalam kita; dan ketika Tuhan bekerja saat itulah kita beroleh kekuatan dan kesanggupan untuk mengerjakan panggilanNya, bahkan kita dapat melakukan perkara-perkara yang besar. Asal kita punya hati yang rela, Tuhan akan berkarya secara ajaib di dalam kita.
Hati yang rela adalah hal yang senantiasa Tuhan nantikan dari umatNya!
Monday, May 19, 2014
HATI YANG RELA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Mei 2014
Baca: Keluaran 3:1-22
"Tetapi Musa berkata kepada Allah: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" Keluaran 3:11
Seringkali kita bersikap 'jual mahal' dan 'jaim' (jaga image) kepada Tuhan. Dengan berbagai alasan kita berusaha menghindar dan lari dari panggilan Tuhan. Beribadah saja keterpaksaan, apalagi melayani pekerjaan Tuhan.
Siapakah kita ini hingga kita bersikap demikian? Apakah Tuhan membutuhkan kita atau kita yang sangat membutuhkanNya? Sesungguhnya Tuhan tidak membutuhkan tenaga kita, "...sebab Ia maha kuasa dan maha kuat." (Yesaya 40:26b); Tuhan tidak membutuhkan hikmat atau kepintaran kita karena Ia adalah sumber hikmat itu sendiri. "...TUHANlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian." (Amsal 2:6). Tetapi seringkali kita yang berlagak sok pintar dan sok tahu. Tuhan juga tidak membutuhkan uang atau harta kita karena Dia lebih kaya dari manusia mana pun yang ada di bumi ini. Yang Tuhan butuhkan dari kita adalah kerelaan hati kita merespons panggilan Tuhan; kerelaan berjalan bersamaNya; kerelaan melakukan firmanNya; kerelaan melayani Dia, memberitakan Injil dan menjadi saksi-saksiNya. Saat pertama kalinya dipanggil Tuhan untuk melayani, Musa pun bersikap seperti kebanyakan orang Kristen saat ini yaitu menolak dengan berbagai dalih dan alasan, "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman keada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah." (Keluaran 4:10), karena itu "...Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus." (Keluaran 4:13).
Jawaban Musa ini didasarkan pada kekuatan dan kemampuannya yang sangat terbatas. Ia sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa. Secara manusia mustahil bagi Musa bisa mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan Tuhan ini yaitu memimpin suatu bangsa yang besar dan membawa mereka ke luar dari perbudakannya di mesir. Saat itu Musa benar-benar sedang dalam pergumulan yang berat dan mengalami krisis percaya diri: takut, kuatir, cemas, ragu dan minder berkecemuk jadi satu. Musa menolak panggilan Tuhan karena merasa diri tidak mampu! (Bersambung)
Baca: Keluaran 3:1-22
"Tetapi Musa berkata kepada Allah: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" Keluaran 3:11
Seringkali kita bersikap 'jual mahal' dan 'jaim' (jaga image) kepada Tuhan. Dengan berbagai alasan kita berusaha menghindar dan lari dari panggilan Tuhan. Beribadah saja keterpaksaan, apalagi melayani pekerjaan Tuhan.
Siapakah kita ini hingga kita bersikap demikian? Apakah Tuhan membutuhkan kita atau kita yang sangat membutuhkanNya? Sesungguhnya Tuhan tidak membutuhkan tenaga kita, "...sebab Ia maha kuasa dan maha kuat." (Yesaya 40:26b); Tuhan tidak membutuhkan hikmat atau kepintaran kita karena Ia adalah sumber hikmat itu sendiri. "...TUHANlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian." (Amsal 2:6). Tetapi seringkali kita yang berlagak sok pintar dan sok tahu. Tuhan juga tidak membutuhkan uang atau harta kita karena Dia lebih kaya dari manusia mana pun yang ada di bumi ini. Yang Tuhan butuhkan dari kita adalah kerelaan hati kita merespons panggilan Tuhan; kerelaan berjalan bersamaNya; kerelaan melakukan firmanNya; kerelaan melayani Dia, memberitakan Injil dan menjadi saksi-saksiNya. Saat pertama kalinya dipanggil Tuhan untuk melayani, Musa pun bersikap seperti kebanyakan orang Kristen saat ini yaitu menolak dengan berbagai dalih dan alasan, "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman keada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah." (Keluaran 4:10), karena itu "...Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus." (Keluaran 4:13).
Jawaban Musa ini didasarkan pada kekuatan dan kemampuannya yang sangat terbatas. Ia sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa. Secara manusia mustahil bagi Musa bisa mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan Tuhan ini yaitu memimpin suatu bangsa yang besar dan membawa mereka ke luar dari perbudakannya di mesir. Saat itu Musa benar-benar sedang dalam pergumulan yang berat dan mengalami krisis percaya diri: takut, kuatir, cemas, ragu dan minder berkecemuk jadi satu. Musa menolak panggilan Tuhan karena merasa diri tidak mampu! (Bersambung)
Sunday, May 18, 2014
TUHAN ADALAH SUMBER KEHIDUPAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Mei 2014
Baca: Mazmur 36:1-13
"Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang." Mazmur 36:10
Sepenuh hati mencari Tuhan berarti mencariNya secara konsisten sepanjang hidup. "Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya." (1 Tawarikh 28:9b).
Sesungguhnya kesempatan untuk mencari Tuhan itu selalu ada bagi semua orang, tapi tidak semua orang mau mempergunakan kesempatan itu dengan baik. Kita sering menyia-nyiakan dan membuang kesempatan itu. Tuhan itu selalu ada kapan pun dan di mana pun kita mencari Dia, tetapi kita sendiri yang mempunyai banyak dalih. Karena itu selagi hari masih siang, apalagi hari-hari ini adalah jahat, pergunakanlah waktu yang ada sebaik mungkin, sebab "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Bagi orang percaya mencari Tuhan seharusnya menjadi gaya hidup sehari-hari, bukan sesuatu yang dipaksakan dan bukan pula sebatas seremonial atau upacara keagamaan. Mengapa kita harus mencari Tuhan setiap waktu? Karena di dalam Dia ada kehidupan. Tuhan berkata, "Carilah Aku, maka kamu akan hidup!" (Amos 5:4). Tanpa Tuhan kita tidak akan hidup, karena kita ini "...tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22), dan nafas kehidupan itu berasal dari Tuhan. "Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu; bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia?" (Ayub 12:9-10).
Adam diberi nafas kehidupan oleh Tuhan dan ia pun hidup; tanpa nafas kehidupan yang diberikan Tuhan manusia tidak lebih dari segumpal tanah yang mati dan tidak berharga. Tertulis: "ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup." (Kejadian 2:7). Dan "Jikalau Ia menarik kembali Roh-Nya, dan mengembalikan nafas-Nya pada-Nya, maka binasalah bersama-sama segala yang hidup, dan kembalilah manusia kepada debu." (Ayub 34:14-15).
Tuhan adalah sumber kehidupan bagi segala makhluk di bumi ini dan sebagai bukti bahwa Ia yang kita sembah adalah Tuhan yang hidup!
Baca: Mazmur 36:1-13
"Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang." Mazmur 36:10
Sepenuh hati mencari Tuhan berarti mencariNya secara konsisten sepanjang hidup. "Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya." (1 Tawarikh 28:9b).
Sesungguhnya kesempatan untuk mencari Tuhan itu selalu ada bagi semua orang, tapi tidak semua orang mau mempergunakan kesempatan itu dengan baik. Kita sering menyia-nyiakan dan membuang kesempatan itu. Tuhan itu selalu ada kapan pun dan di mana pun kita mencari Dia, tetapi kita sendiri yang mempunyai banyak dalih. Karena itu selagi hari masih siang, apalagi hari-hari ini adalah jahat, pergunakanlah waktu yang ada sebaik mungkin, sebab "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Bagi orang percaya mencari Tuhan seharusnya menjadi gaya hidup sehari-hari, bukan sesuatu yang dipaksakan dan bukan pula sebatas seremonial atau upacara keagamaan. Mengapa kita harus mencari Tuhan setiap waktu? Karena di dalam Dia ada kehidupan. Tuhan berkata, "Carilah Aku, maka kamu akan hidup!" (Amos 5:4). Tanpa Tuhan kita tidak akan hidup, karena kita ini "...tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22), dan nafas kehidupan itu berasal dari Tuhan. "Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu; bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia?" (Ayub 12:9-10).
Adam diberi nafas kehidupan oleh Tuhan dan ia pun hidup; tanpa nafas kehidupan yang diberikan Tuhan manusia tidak lebih dari segumpal tanah yang mati dan tidak berharga. Tertulis: "ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup." (Kejadian 2:7). Dan "Jikalau Ia menarik kembali Roh-Nya, dan mengembalikan nafas-Nya pada-Nya, maka binasalah bersama-sama segala yang hidup, dan kembalilah manusia kepada debu." (Ayub 34:14-15).
Tuhan adalah sumber kehidupan bagi segala makhluk di bumi ini dan sebagai bukti bahwa Ia yang kita sembah adalah Tuhan yang hidup!
Saturday, May 17, 2014
CARILAH TUHAN SELAGI DAPAT DITEMUI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Mei 2014
Baca: 1 Tawarikh 16:7-36
"Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!" 1 Tawarikh 16:11
Pada umumnya manusia lebih banyak dikuasai pancainderanya sehingga apa yang kita lihat, kita rasa dan kita dengarlah yang lebih dominan mempengaruhi kehidupan kita, sehingga yang menjadi fokus hidup kita pun adalah hal-hal lahiriah atau duniawi. Namun kita tahu bahwa semua yang ada di dunia ini adalah sementara alias fana. Alkitab tegas menyatakan bahwa jika kita terus bersahabat dengan dunia ini berarti kita memutuskan untuk menjadi musuh Allah (baca Yakobus 4:4). Semakin kita fokus kepada dunia semakin kita akan jauh dari Tuhan, bahkan keinginan untuk mengenal Tuhan juga semakin menipis. Maka dari itu "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada,...Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:1-2).
Mencari Tuhan adalah sebuah kebutuhan, keharusan dan juga perintah bagi semua manusia. Selagi ada waktu dan kesempatan marilah kita mencari Tuhan dengan seluruh keberadaan hidup kita, bukan hanya sebatas formalitas atau lahiriah saja, melainkan harus melibatkan hati dan pikiran, sebab "TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Jangan sampai kita hanya datang mendekat kepada Tuhan secara lahiriah sementara hati dan pikiran jauh dari Tuhan, seperti yang diperbuat oleh bangsa Israel: "...bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan," (Yesaya 29:13). Ibadah yang demikian adalah kebencian Tuhan. "Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu." (Amos 5:21).
Biarlah teguran Tuhan ini menjadi peringatan keras bagi kita supaya kita tidak lagi bermain-main dengan ibadah kita. Tuhan menegur bukan berarti Dia kejam dan tidak mengasihi kita, justru menunjukkan bahwa Tuhan sangat mempedulikan kita. "...perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan," (Amsal 6:23). Karena itu carilah Tuhan segera selagi Ia berkenan untuk kita temui.
Berbahagialah orang yang mencari Tuhan dengan segenap hati! (baca Mazmur 119:2)
Baca: 1 Tawarikh 16:7-36
"Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!" 1 Tawarikh 16:11
Pada umumnya manusia lebih banyak dikuasai pancainderanya sehingga apa yang kita lihat, kita rasa dan kita dengarlah yang lebih dominan mempengaruhi kehidupan kita, sehingga yang menjadi fokus hidup kita pun adalah hal-hal lahiriah atau duniawi. Namun kita tahu bahwa semua yang ada di dunia ini adalah sementara alias fana. Alkitab tegas menyatakan bahwa jika kita terus bersahabat dengan dunia ini berarti kita memutuskan untuk menjadi musuh Allah (baca Yakobus 4:4). Semakin kita fokus kepada dunia semakin kita akan jauh dari Tuhan, bahkan keinginan untuk mengenal Tuhan juga semakin menipis. Maka dari itu "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada,...Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:1-2).
Mencari Tuhan adalah sebuah kebutuhan, keharusan dan juga perintah bagi semua manusia. Selagi ada waktu dan kesempatan marilah kita mencari Tuhan dengan seluruh keberadaan hidup kita, bukan hanya sebatas formalitas atau lahiriah saja, melainkan harus melibatkan hati dan pikiran, sebab "TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Jangan sampai kita hanya datang mendekat kepada Tuhan secara lahiriah sementara hati dan pikiran jauh dari Tuhan, seperti yang diperbuat oleh bangsa Israel: "...bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan," (Yesaya 29:13). Ibadah yang demikian adalah kebencian Tuhan. "Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu." (Amos 5:21).
Biarlah teguran Tuhan ini menjadi peringatan keras bagi kita supaya kita tidak lagi bermain-main dengan ibadah kita. Tuhan menegur bukan berarti Dia kejam dan tidak mengasihi kita, justru menunjukkan bahwa Tuhan sangat mempedulikan kita. "...perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan," (Amsal 6:23). Karena itu carilah Tuhan segera selagi Ia berkenan untuk kita temui.
Berbahagialah orang yang mencari Tuhan dengan segenap hati! (baca Mazmur 119:2)
Friday, May 16, 2014
HATI YANG MENGASIHI: Dasar Pelayanan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Mei 2014
Baca: Yohanes 21:15-19
"Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Yohanes 21:17
Seiring berjalannya waktu, di mana banyak sekali problematika hidup terjadi, gairah dan kasih seseorang kepada Tuhan pun acapkali menjadi luntur dan memudar. Meski secara kasat mata tampak rajin ke gereja dan aktif melayani pekerjaan Tuhan bisa saja hal itu hanya sebatas menjalankan kewajiban, rutinitas atau tuntutan profesi saja; atau kita melakukan itu semua karena berharap mendapatkan upah, pujian dan hormat dari manusia. Pelayanan yang dilakukan tanpa kasih dan disertai motivasi yang tidak benar pasti tidak akan bertahan lama. Begitu terbentur oleh masalah, gesekan, konflik, tantangan dan ujian sedikit saja kita akan mudah sekali kecewa dan putus asa.
Jemaat di Efesus secara kasat mata bukanlah jemaat yang adem ayem atau pasif, tapi mereka adalah jemaat yang aktif, super sibuk dan tampak sibuk dengan berbagai aktivitas pelayanan, "Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu." (Wahyu 2:2). Bukan hanya itu, "...engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah." (Wahyu 2:3). Kurang apakah mereka? Namun dengan tegas Tuhan mencela mereka karena mereka telah meninggalkan kasih yang mula-mula. Jikalau kita melayani Tuhan tanpa kasih, maka pelayanan kita tidak akan berkenan di hati Tuhan.
Yang Tuhan kehendaki adalah kita tetap memelihara kasih yang semula kepadaNya supaya kita menjadi berkat dan berdampak bagi orang lain. Jika tidak, Tuhan "...Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya," (Wahyu 2:5). Apa maksudnya? Tanpa didasari kasih kepada Tuhan, segala perbuatan baik, jerih lelah, semangat dan ketekunan kita dalam melayani pekerjaan Tuhan tidak akan bersinar seperti kaki dian. Pelayanan kita tidak akan berdampak bagi orang lain. Pelayanan yang dikehendaki Tuhan adalah pelayanan yang didasari hati yang mengasihi Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan bertanya kepada Petrus sejauh mana ia mengasihiNya sampai tiga kali.
"Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu," Amsal 3:3-4
Baca: Yohanes 21:15-19
"Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Yohanes 21:17
Seiring berjalannya waktu, di mana banyak sekali problematika hidup terjadi, gairah dan kasih seseorang kepada Tuhan pun acapkali menjadi luntur dan memudar. Meski secara kasat mata tampak rajin ke gereja dan aktif melayani pekerjaan Tuhan bisa saja hal itu hanya sebatas menjalankan kewajiban, rutinitas atau tuntutan profesi saja; atau kita melakukan itu semua karena berharap mendapatkan upah, pujian dan hormat dari manusia. Pelayanan yang dilakukan tanpa kasih dan disertai motivasi yang tidak benar pasti tidak akan bertahan lama. Begitu terbentur oleh masalah, gesekan, konflik, tantangan dan ujian sedikit saja kita akan mudah sekali kecewa dan putus asa.
Jemaat di Efesus secara kasat mata bukanlah jemaat yang adem ayem atau pasif, tapi mereka adalah jemaat yang aktif, super sibuk dan tampak sibuk dengan berbagai aktivitas pelayanan, "Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu." (Wahyu 2:2). Bukan hanya itu, "...engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah." (Wahyu 2:3). Kurang apakah mereka? Namun dengan tegas Tuhan mencela mereka karena mereka telah meninggalkan kasih yang mula-mula. Jikalau kita melayani Tuhan tanpa kasih, maka pelayanan kita tidak akan berkenan di hati Tuhan.
Yang Tuhan kehendaki adalah kita tetap memelihara kasih yang semula kepadaNya supaya kita menjadi berkat dan berdampak bagi orang lain. Jika tidak, Tuhan "...Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya," (Wahyu 2:5). Apa maksudnya? Tanpa didasari kasih kepada Tuhan, segala perbuatan baik, jerih lelah, semangat dan ketekunan kita dalam melayani pekerjaan Tuhan tidak akan bersinar seperti kaki dian. Pelayanan kita tidak akan berdampak bagi orang lain. Pelayanan yang dikehendaki Tuhan adalah pelayanan yang didasari hati yang mengasihi Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan bertanya kepada Petrus sejauh mana ia mengasihiNya sampai tiga kali.
"Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu," Amsal 3:3-4
Thursday, May 15, 2014
KASIH MULA-MULA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2014
Baca: Filipi 1:3-11
"Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian," Filipi 1:9
Bagaimana perasaan Anda saat pertama kali jatuh cinta dengan seseorang? Pasti Anda merasakan gelora yang luar biasa di dalam hati, jantung berdegup kencang dan selalu berdebar-debar ketika bertemu dengan sang pujaan hati. Kasih yang mengalir dari hati Anda pun adalah kasih yang murni, jauh dari kepura-puraan dan rekayasa. Yang ada di dalam benak Anda hanyalah ingin selalu memberi yang terbaik, tidak ingin mengecewakan atau menyakiti. Pikiran, angan-angan dan mimpi hanya bertumpu pada satu pribadi yang kita kasihi. Di mana pun berada dan kapan pun, Anda selalu teringat, terbayang-bayang dan serasa ingin selalu ada di dekatnya. Itulah yang kita rasakan saat mengalami kasih mula-mula atau first love.
Dalam kehidupan kekristenan, kita juga pasti mengalami dan merasakan kasih mula-mula kepada Tuhan. Perjumpaan pertama dengan Tuhan adalah momen yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup kita. Saat itulah kasih kita begitu bergelora. Kasih yang membuat kita bergairah dan berkobar-kobar untuk Tuhan! Setiap waktu ingin rasanya terus bersekutu dan dekat dengan Tuhan: membaca Alkitab, berdoa dan memuji-muji Tuhan. Di mana pun berada dan kemana pun pergi kita tidak bisa menahan bibir ini untuk bersaksi tentang Tuhan kepada orang lain. Kehidupan jemaat mula-mula (baca Kisah 2:41-47) adalah gambaran dari kehidupan orang percaya yang mengalami kasih mula-mula dengan Tuhan. Mereka bertekun dalam pengajaran akan firman Tuhan, suka bersekutu (beribadah), suka berdoa dan memuji-muji Tuhan. Bertekun berarti melakukan segala sesuatu dengan tekun, bukan terpaksa, dan didasari kerinduan akan hadirat Tuhan. Bukan hanya itu, mereka juga punya kepedulian yang tinggi terhadap orang lain sehingga mereka suka memberi dan berbagi. "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17).
Orang yang mengalami kasih mula-mula pasti akan mencintai Tuhan di segala waktu dan menempatkan perkara rohani lebih dari perkara apa pun yang ada di dunia ini.
Apakah kasih kita kepada Tuhan terus bergelora hingga saat ini?
Baca: Filipi 1:3-11
"Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian," Filipi 1:9
Bagaimana perasaan Anda saat pertama kali jatuh cinta dengan seseorang? Pasti Anda merasakan gelora yang luar biasa di dalam hati, jantung berdegup kencang dan selalu berdebar-debar ketika bertemu dengan sang pujaan hati. Kasih yang mengalir dari hati Anda pun adalah kasih yang murni, jauh dari kepura-puraan dan rekayasa. Yang ada di dalam benak Anda hanyalah ingin selalu memberi yang terbaik, tidak ingin mengecewakan atau menyakiti. Pikiran, angan-angan dan mimpi hanya bertumpu pada satu pribadi yang kita kasihi. Di mana pun berada dan kapan pun, Anda selalu teringat, terbayang-bayang dan serasa ingin selalu ada di dekatnya. Itulah yang kita rasakan saat mengalami kasih mula-mula atau first love.
Dalam kehidupan kekristenan, kita juga pasti mengalami dan merasakan kasih mula-mula kepada Tuhan. Perjumpaan pertama dengan Tuhan adalah momen yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup kita. Saat itulah kasih kita begitu bergelora. Kasih yang membuat kita bergairah dan berkobar-kobar untuk Tuhan! Setiap waktu ingin rasanya terus bersekutu dan dekat dengan Tuhan: membaca Alkitab, berdoa dan memuji-muji Tuhan. Di mana pun berada dan kemana pun pergi kita tidak bisa menahan bibir ini untuk bersaksi tentang Tuhan kepada orang lain. Kehidupan jemaat mula-mula (baca Kisah 2:41-47) adalah gambaran dari kehidupan orang percaya yang mengalami kasih mula-mula dengan Tuhan. Mereka bertekun dalam pengajaran akan firman Tuhan, suka bersekutu (beribadah), suka berdoa dan memuji-muji Tuhan. Bertekun berarti melakukan segala sesuatu dengan tekun, bukan terpaksa, dan didasari kerinduan akan hadirat Tuhan. Bukan hanya itu, mereka juga punya kepedulian yang tinggi terhadap orang lain sehingga mereka suka memberi dan berbagi. "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17).
Orang yang mengalami kasih mula-mula pasti akan mencintai Tuhan di segala waktu dan menempatkan perkara rohani lebih dari perkara apa pun yang ada di dunia ini.
Apakah kasih kita kepada Tuhan terus bergelora hingga saat ini?
Wednesday, May 14, 2014
BERMUATAN KASIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2014
Baca: Yosua 14:6-15
"...ia tetap mengikuti TUHAN, Allah Israel, dengan sepenuh hati." Yosua 14:14
Seberapa konsisten kita mengasihi Tuhan? Apakah kita seperti Kaleb yang mampu mempertahankan gelora kasihnya kepada Tuhan, dari kasih mula-mula sampai ia berusia tua? Kasih Kaleb kepada Tuhan tidak mengenal musim! Tidak hanya setahun atau beberapa tahun, tidak hanya saat diberkati, atau tubuh dalam keadaan kuat dan sehat ia mengasihi Tuhan, tapi kasihnya hingga pada masa tuanya. Mengasihi Tuhan berarti beribadah kepada Tuhan dan melayani Dia dengan sepenuh hati, bukan hanya sebagai aktivitas rutin belaka. Jadi melakukan segala sesuatu untuk Tuhan harus bermuatan kasih. "Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!" (1 Korintus 16:14).
Tanpa kasih mustahil kaleb bertahan mengikut Tuhan dan berpegang pada janjiNya. Kaleb berkata, "Kini sudah empat puluh lima tahun lamanya, sejak diucapkan TUHAN firman itu kepada Musa, dan selama itu orang Israel mengembara di padang gurun. Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini;" (Yosua 14:10), sampai akhirnya Tuhan memberikan Hebron sebagai milik pusakanya. 45 tahun bukanlah penantian yang singkat. Siapa kita ini di hadapan Tuhan, sehingga kita mengikut Tuhan dan melayaniNya tanpa kesungguhan hati? Tuhan terlalu mulia dan sangat mulia. Tidaklah cukup sekedar rajin beribadah dan turut terlibat pelayanan tanpa muatan kasih. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3).
Biarlah waktu-waktu yang ada kita pergunakan untuk lebih bersungguh-sungguh di dalam Tuhan, sebab "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).
Ibadah dan pelayanan kepada Tuhan harus didasari kasih!
Baca: Yosua 14:6-15
"...ia tetap mengikuti TUHAN, Allah Israel, dengan sepenuh hati." Yosua 14:14
Seberapa konsisten kita mengasihi Tuhan? Apakah kita seperti Kaleb yang mampu mempertahankan gelora kasihnya kepada Tuhan, dari kasih mula-mula sampai ia berusia tua? Kasih Kaleb kepada Tuhan tidak mengenal musim! Tidak hanya setahun atau beberapa tahun, tidak hanya saat diberkati, atau tubuh dalam keadaan kuat dan sehat ia mengasihi Tuhan, tapi kasihnya hingga pada masa tuanya. Mengasihi Tuhan berarti beribadah kepada Tuhan dan melayani Dia dengan sepenuh hati, bukan hanya sebagai aktivitas rutin belaka. Jadi melakukan segala sesuatu untuk Tuhan harus bermuatan kasih. "Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!" (1 Korintus 16:14).
Tanpa kasih mustahil kaleb bertahan mengikut Tuhan dan berpegang pada janjiNya. Kaleb berkata, "Kini sudah empat puluh lima tahun lamanya, sejak diucapkan TUHAN firman itu kepada Musa, dan selama itu orang Israel mengembara di padang gurun. Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini;" (Yosua 14:10), sampai akhirnya Tuhan memberikan Hebron sebagai milik pusakanya. 45 tahun bukanlah penantian yang singkat. Siapa kita ini di hadapan Tuhan, sehingga kita mengikut Tuhan dan melayaniNya tanpa kesungguhan hati? Tuhan terlalu mulia dan sangat mulia. Tidaklah cukup sekedar rajin beribadah dan turut terlibat pelayanan tanpa muatan kasih. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3).
Biarlah waktu-waktu yang ada kita pergunakan untuk lebih bersungguh-sungguh di dalam Tuhan, sebab "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).
Ibadah dan pelayanan kepada Tuhan harus didasari kasih!
Tuesday, May 13, 2014
MENCARI YESUS: Kasih dan Kerinduan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2014
Baca: Yohanes 6:60-66
"Tidak ada seorangpun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya." Yohanes 6:65
Kasih dan kerinduan seharusnya menjadi dasar kita mencari Tuhan, bukan karena yang lain. Milikilah motivasi yang benar saat datang kepada Tuhan! Miliki kerinduan seperti Daud: "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3).
Ada tiga hal yang seringkali menjadi alasan kebanyakan orang datang kepada Yesus: masalah, berkat dan mujizat. Di masa-masa sukar sekarang ini, di mana banyak orang terhimpit masalah ekonomi, mereka berduyun-duyun mencari Tuhan: rajin mengikuti persekutuan di mana-mana, bahkan semangat ikut pelayanan. Itu bagus! Tapi yang disesalkan acapkali semangat dan kerajinan tersebut tidak bertahan lama, alias musiman. Setelah semua masalah beres, semangat dan kerajinan itu berangsur-angsur surut dan doanya pun tidak lagi menggebu. Apalagi kalau hidupnya sudah keberkatan, urusan rohani tidak lagi prioritas. Mereka hanya berminat mendengar khotbah-khotbah yang bertemakan berkat saja. Tuhan ingin para pengikutNya punya kesetiaan dan kesungguhan mengiring Dia di segala keadaan. Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Siapakah kita?
Akhir-akhir ini banyak orang Kristen yang mundur dan akhirnya menjadi murtad karena mereka merasa bahwa hidup di luar Tuhan lebih menjanjikan daripada harus berjerih lelah mengikut Yesus. Mereka maunya yang enak-enak saja dan tidak mau membayar harga! Banyak hal yang membuat mereka meninggalkan Tuhan yaitu tergiur dengan apa yang dunia tawarkan: jodoh, harta kekayaan, jabatan dan sebagainya. Mengikut Tuhan berarti mengasihi Dia dan taat melakukan kehendakNya; mengikut Tuhan berarti siap meninggalkan kehidupan lama dengan segala konsekuensinya; mengikut Yesus juga berarti berkomitmen: sekali Yesus tetap yesus seumur hidup kita!
"Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia." Yohanes 6:66
Baca: Yohanes 6:60-66
"Tidak ada seorangpun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya." Yohanes 6:65
Kasih dan kerinduan seharusnya menjadi dasar kita mencari Tuhan, bukan karena yang lain. Milikilah motivasi yang benar saat datang kepada Tuhan! Miliki kerinduan seperti Daud: "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3).
Ada tiga hal yang seringkali menjadi alasan kebanyakan orang datang kepada Yesus: masalah, berkat dan mujizat. Di masa-masa sukar sekarang ini, di mana banyak orang terhimpit masalah ekonomi, mereka berduyun-duyun mencari Tuhan: rajin mengikuti persekutuan di mana-mana, bahkan semangat ikut pelayanan. Itu bagus! Tapi yang disesalkan acapkali semangat dan kerajinan tersebut tidak bertahan lama, alias musiman. Setelah semua masalah beres, semangat dan kerajinan itu berangsur-angsur surut dan doanya pun tidak lagi menggebu. Apalagi kalau hidupnya sudah keberkatan, urusan rohani tidak lagi prioritas. Mereka hanya berminat mendengar khotbah-khotbah yang bertemakan berkat saja. Tuhan ingin para pengikutNya punya kesetiaan dan kesungguhan mengiring Dia di segala keadaan. Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Siapakah kita?
Akhir-akhir ini banyak orang Kristen yang mundur dan akhirnya menjadi murtad karena mereka merasa bahwa hidup di luar Tuhan lebih menjanjikan daripada harus berjerih lelah mengikut Yesus. Mereka maunya yang enak-enak saja dan tidak mau membayar harga! Banyak hal yang membuat mereka meninggalkan Tuhan yaitu tergiur dengan apa yang dunia tawarkan: jodoh, harta kekayaan, jabatan dan sebagainya. Mengikut Tuhan berarti mengasihi Dia dan taat melakukan kehendakNya; mengikut Tuhan berarti siap meninggalkan kehidupan lama dengan segala konsekuensinya; mengikut Yesus juga berarti berkomitmen: sekali Yesus tetap yesus seumur hidup kita!
"Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia." Yohanes 6:66
Monday, May 12, 2014
MENCARI YESUS: Bukan Ikut-ikutan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2014
Baca: Yohanes 6:25-40
"Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." Yohanes 6:29
Pada masa pelayananNya Yesus benar-benar berada 'di atas angin'. Kalau seseorang berada di posisi Yesus pastilah merasa bangga dan membusungkan dada karena merasa menjadi figur yang sangat terkenal, berpengaruh dan dirindukan khalayak ramai. Namun Yesus sama sekali tidak merasa bangga. Apalah artinya banyak orang menjadi pengikutNya jika tidak disertai perubahan kualitas hidup mereka. Yesus tidak ingin mereka sekadar ikut-ikutan atau mencari Dia karena ingin mendapatkan sesuatu dariNya.
Yesus berkata kepada orang-orang itu, "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Pernyataan Yesus ini menjadi suatu peringatan atau teguran keras bagi kita. Jangan sampai kita mencari Dia karena suatu tendensi atau motivasi yang salah, bukan karena kita ingin mengenal Pribadi Tuhan Yesus lebih dalam, tapi hanya ingin kebutuhan kita terpenuhi: berkat, kesembuhan, pertolongan dan mujizatNya. Berbeda dengan Paulus yang beranggapan demikian: "...pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:8). Tuhan berkata, "...Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6).
Apa yang mendorong kita bertekun mencari Tuhan? Karena kita sungguh-sungguh mengalami pertobatan dan mengasihi Dia? Ataukah kita menjadikan Yesus sebagai alternatif terakhir setelah semua jalan serasa tertutup? Memang, Tuhan Yesus Mahasanggup: sanggup menolong, memberkati, menyembuhkan, dan juga memulihkan seburuk apa pun keadaan kita. Tetapi janganlah ini menjadi dasar utama kita mencariNya, karena orang yang demikian mudah sekali berubah setelah apa yang diinginkan tercapai atau apa yang diharapkan tidak menjadi kenyataan, seperti 10 orang kusta yang telah disembuhkan Yesus, di mana hanya 1 orang saja yang kembali kepadaNya dan mengucap syukur, yang 9 orang lainnya pergi begitu saja meninggalkan Yesus.
Milikilah hati yang murni dan tulus dalam mencari Tuhan, jangan ada motivasi terselubung!
Baca: Yohanes 6:25-40
"Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." Yohanes 6:29
Pada masa pelayananNya Yesus benar-benar berada 'di atas angin'. Kalau seseorang berada di posisi Yesus pastilah merasa bangga dan membusungkan dada karena merasa menjadi figur yang sangat terkenal, berpengaruh dan dirindukan khalayak ramai. Namun Yesus sama sekali tidak merasa bangga. Apalah artinya banyak orang menjadi pengikutNya jika tidak disertai perubahan kualitas hidup mereka. Yesus tidak ingin mereka sekadar ikut-ikutan atau mencari Dia karena ingin mendapatkan sesuatu dariNya.
Yesus berkata kepada orang-orang itu, "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Pernyataan Yesus ini menjadi suatu peringatan atau teguran keras bagi kita. Jangan sampai kita mencari Dia karena suatu tendensi atau motivasi yang salah, bukan karena kita ingin mengenal Pribadi Tuhan Yesus lebih dalam, tapi hanya ingin kebutuhan kita terpenuhi: berkat, kesembuhan, pertolongan dan mujizatNya. Berbeda dengan Paulus yang beranggapan demikian: "...pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:8). Tuhan berkata, "...Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6).
Apa yang mendorong kita bertekun mencari Tuhan? Karena kita sungguh-sungguh mengalami pertobatan dan mengasihi Dia? Ataukah kita menjadikan Yesus sebagai alternatif terakhir setelah semua jalan serasa tertutup? Memang, Tuhan Yesus Mahasanggup: sanggup menolong, memberkati, menyembuhkan, dan juga memulihkan seburuk apa pun keadaan kita. Tetapi janganlah ini menjadi dasar utama kita mencariNya, karena orang yang demikian mudah sekali berubah setelah apa yang diinginkan tercapai atau apa yang diharapkan tidak menjadi kenyataan, seperti 10 orang kusta yang telah disembuhkan Yesus, di mana hanya 1 orang saja yang kembali kepadaNya dan mengucap syukur, yang 9 orang lainnya pergi begitu saja meninggalkan Yesus.
Milikilah hati yang murni dan tulus dalam mencari Tuhan, jangan ada motivasi terselubung!
Sunday, May 11, 2014
MENCARI YESUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2014
Baca: Yohanes 6:22-24
"Ketika orang banyak melihat, bahwa Yesus tidak ada di situ dan murid-murid-Nya juga tidak, mereka naik ke perahu-perahu itu lalu berangkat ke Kapernaum untuk mencari Yesus." Yohanes 6:24
Hari ini kita membaca ada berbagai alasan orang mencari Yesus dan ingin menjadi pengikutNya, salah satunya karena mengharapkan mujizat kesembuhan. Mereka telah mendengar dan juga melihat secara langsung bagaimana Yesus menyembuhkan segala macam penyakit dan mengusir setan. "Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan; Ia tidak memperbolehkan setan-setan itu berbicara, sebab mereka mengenal Dia." (Markus 1:34). Alasan lain adalah mengharapkan roti dan makanan. Ini berbicara tentang berkat jasmani, sebab mereka tahu bahwa Yesus pernah memberi makan ribuan orang hanya dengan berbekal lima roti dan dua ikan, bahkan masih ada sisa sebanyak dua belas bakul. Sadar atau tidak, sampai saat ini pun banyak orang Kristen yang mencari Yesus karena sedang terbelit utang-piutang, usaha di ambang kebangkrutan, atau dilanda krisis keuangan.
Ayat nas menyatakan orang berbondong-bondong mencari Yesus, dan ketika mereka tidak menemukanNya bergegaslah mereka pergi naik perahu menuju Kapernaum, di mana Yesus diduga tengah berada. Mengapa mereka begitu merindukan sosok Yesus? Tentunya mereka telah melihat bahwa di dalam diri Yesus ada sesuatu yang berbeda dan luar biasa. Segala yang ada dalam diri Yesus benar-benar membuat banyak orang terheran-heran. "Maka takjublah mereka dan berkata: 'Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu?'" (Matius 13:54b). Setiap perkataan yang ke luar dari mulutNya penuh dengan hikmat dan kuasa. Itulah sebabnya Yesus menjadi figur yang sangat dicari-cari. Semua orang rindu untuk menjadi pengikutNya. Di mana pun Yesus berada, kehadiranNya benar-benar menjadi 'magnet' bagi sekelilingnya.
Pada waktu itu Yesus benar-benar menjadi tokoh idola baru bagi orang-orang israel yang sangat merindukan kehadiran seorang pemimpin sejati. "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" (Kisah 1:6).
Yesus dicari banyak orang karena Dia sangat istimewa, penuh kuasa dan luar biasa!
Baca: Yohanes 6:22-24
"Ketika orang banyak melihat, bahwa Yesus tidak ada di situ dan murid-murid-Nya juga tidak, mereka naik ke perahu-perahu itu lalu berangkat ke Kapernaum untuk mencari Yesus." Yohanes 6:24
Hari ini kita membaca ada berbagai alasan orang mencari Yesus dan ingin menjadi pengikutNya, salah satunya karena mengharapkan mujizat kesembuhan. Mereka telah mendengar dan juga melihat secara langsung bagaimana Yesus menyembuhkan segala macam penyakit dan mengusir setan. "Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan; Ia tidak memperbolehkan setan-setan itu berbicara, sebab mereka mengenal Dia." (Markus 1:34). Alasan lain adalah mengharapkan roti dan makanan. Ini berbicara tentang berkat jasmani, sebab mereka tahu bahwa Yesus pernah memberi makan ribuan orang hanya dengan berbekal lima roti dan dua ikan, bahkan masih ada sisa sebanyak dua belas bakul. Sadar atau tidak, sampai saat ini pun banyak orang Kristen yang mencari Yesus karena sedang terbelit utang-piutang, usaha di ambang kebangkrutan, atau dilanda krisis keuangan.
Ayat nas menyatakan orang berbondong-bondong mencari Yesus, dan ketika mereka tidak menemukanNya bergegaslah mereka pergi naik perahu menuju Kapernaum, di mana Yesus diduga tengah berada. Mengapa mereka begitu merindukan sosok Yesus? Tentunya mereka telah melihat bahwa di dalam diri Yesus ada sesuatu yang berbeda dan luar biasa. Segala yang ada dalam diri Yesus benar-benar membuat banyak orang terheran-heran. "Maka takjublah mereka dan berkata: 'Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu?'" (Matius 13:54b). Setiap perkataan yang ke luar dari mulutNya penuh dengan hikmat dan kuasa. Itulah sebabnya Yesus menjadi figur yang sangat dicari-cari. Semua orang rindu untuk menjadi pengikutNya. Di mana pun Yesus berada, kehadiranNya benar-benar menjadi 'magnet' bagi sekelilingnya.
Pada waktu itu Yesus benar-benar menjadi tokoh idola baru bagi orang-orang israel yang sangat merindukan kehadiran seorang pemimpin sejati. "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" (Kisah 1:6).
Yesus dicari banyak orang karena Dia sangat istimewa, penuh kuasa dan luar biasa!
Saturday, May 10, 2014
PERCAYA TUHAN: Setia Menantikan Dia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Mei 2014
Baca: Amsal 20:1-30
"Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" Amsal 20:6
Jika kita percaya kepada Tuhan, apa pun yang terjadi, mari tetap setia menantikanNya. "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14), sebab "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" (Mazmur 25:3). Apabila pertolonganNya sepertinya "...berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Banyak orang Kristen gagal dalam ujian kesetiaan ini. Ketika pertolonganNya belum datang, segera mereka berpaling dan mencari pertolongan manusia. "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
Bagaimana kita bisa menjadi orang Kristen yang berkualitas dan berdampak, bila terkena masalah sedikit saja kita langsung down? Ingatlah, pribadi yang tangguh tidak dihasilkan melalui kemudahan dan kenyamanan, tetapi dibentuk melalui masalah, kesukaran, tantangan, keringat dan air mata. Kita begitu mudah berjanji setia kepada Tuhan saat dalam masalah, namun setelah ditolong Tuhan kita lupa dengan janji dan komitmen kita sendiri. Kita tidak lagi setia kepada Tuhan. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6). Sesungguhnya "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Tuhan selalu siap sedia menolong umatNya, tapi Ia membutuhkan sarana untuk menyatakan kuasa dan mujizatNya, dan sarana itu adalah iman kita, sebab tanpa iman tak seorang pun berkenan kepada Tuhan (baca Ibrani 11:6), dan dalam iman ada unsur kesetiaan menantikan Tuhan.
Kalau kita sendiri tidak mau mengerjakan bagian kita, jangan pernah menuntut Tuhan melakukan bagianNya yaitu memberkati dan menyatakan mujizatNya. Betapa ruginya kalau kita berkata percaya kepada Tuhan tetapi tidak mau taat dan mempraktekkan iman itu, karena sama artinya iman kita itu mati.
Tetaplah setia menantikan Tuhan karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," Pengkotbah 3:11
Baca: Amsal 20:1-30
"Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" Amsal 20:6
Jika kita percaya kepada Tuhan, apa pun yang terjadi, mari tetap setia menantikanNya. "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14), sebab "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" (Mazmur 25:3). Apabila pertolonganNya sepertinya "...berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Banyak orang Kristen gagal dalam ujian kesetiaan ini. Ketika pertolonganNya belum datang, segera mereka berpaling dan mencari pertolongan manusia. "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
Bagaimana kita bisa menjadi orang Kristen yang berkualitas dan berdampak, bila terkena masalah sedikit saja kita langsung down? Ingatlah, pribadi yang tangguh tidak dihasilkan melalui kemudahan dan kenyamanan, tetapi dibentuk melalui masalah, kesukaran, tantangan, keringat dan air mata. Kita begitu mudah berjanji setia kepada Tuhan saat dalam masalah, namun setelah ditolong Tuhan kita lupa dengan janji dan komitmen kita sendiri. Kita tidak lagi setia kepada Tuhan. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6). Sesungguhnya "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Tuhan selalu siap sedia menolong umatNya, tapi Ia membutuhkan sarana untuk menyatakan kuasa dan mujizatNya, dan sarana itu adalah iman kita, sebab tanpa iman tak seorang pun berkenan kepada Tuhan (baca Ibrani 11:6), dan dalam iman ada unsur kesetiaan menantikan Tuhan.
Kalau kita sendiri tidak mau mengerjakan bagian kita, jangan pernah menuntut Tuhan melakukan bagianNya yaitu memberkati dan menyatakan mujizatNya. Betapa ruginya kalau kita berkata percaya kepada Tuhan tetapi tidak mau taat dan mempraktekkan iman itu, karena sama artinya iman kita itu mati.
Tetaplah setia menantikan Tuhan karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," Pengkotbah 3:11
Friday, May 9, 2014
MASALAH: Melatih Kepekaan Rohani
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Mei 2014
Baca: Mazmur 119:67-72
"Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu." Mazmur 119:67
Masalah yang datang silih berganti seharusnya membuat kita semakin peka rohani. Jika masalah diakibatkan pelanggaran kita maka segeralah mengoreksi diri, minta ampun kepada Tuhan dan bertobat dengan sungguh. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
Setelah jatuh dalam dosa perzinahan dengan Betsyeba dan ditegur oleh nabi Natan Daud segera datang kepada Tuhan dan memohon, "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (Mazmur 51:3-4). Apabila masalah terjadi karena serangan Iblis, seperti yang dialami Ayub, larilah kepada Tuhan dan minta pertolonganNya. Percayalah Tuhan sanggup menolong dan memberikan jalan ke luar: "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20), dan "...sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Yang terpenting kita harus menjaga hati kita agar tetap berkenan kepada Tuhan seperti Ayub, yang saat terhimpit masalah berat masih bisa berkata, "'Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?' Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya." (Ayub 2:10).
Saat masalah datang umumnya kita sulit sekali menguasai diri. Kita mudah sekali goyah, ragu, takut, bimbang, panik, kuatir, cemas dan stres. Ayub memiliki pengalaman, "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25).
Masalah bisa terjadi akibat dari pelanggaran kita atau dari Iblis dengan tujuan untuk menjatuhkan iman kita, karena itu kita harus peka!
Baca: Mazmur 119:67-72
"Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu." Mazmur 119:67
Masalah yang datang silih berganti seharusnya membuat kita semakin peka rohani. Jika masalah diakibatkan pelanggaran kita maka segeralah mengoreksi diri, minta ampun kepada Tuhan dan bertobat dengan sungguh. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
Setelah jatuh dalam dosa perzinahan dengan Betsyeba dan ditegur oleh nabi Natan Daud segera datang kepada Tuhan dan memohon, "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (Mazmur 51:3-4). Apabila masalah terjadi karena serangan Iblis, seperti yang dialami Ayub, larilah kepada Tuhan dan minta pertolonganNya. Percayalah Tuhan sanggup menolong dan memberikan jalan ke luar: "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20), dan "...sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Yang terpenting kita harus menjaga hati kita agar tetap berkenan kepada Tuhan seperti Ayub, yang saat terhimpit masalah berat masih bisa berkata, "'Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?' Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya." (Ayub 2:10).
Saat masalah datang umumnya kita sulit sekali menguasai diri. Kita mudah sekali goyah, ragu, takut, bimbang, panik, kuatir, cemas dan stres. Ayub memiliki pengalaman, "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25).
Masalah bisa terjadi akibat dari pelanggaran kita atau dari Iblis dengan tujuan untuk menjatuhkan iman kita, karena itu kita harus peka!
Thursday, May 8, 2014
IMAN: Firman yang Dipraktekkan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Mei 2014
Baca: Yosua 1:1-9
"...supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." Yosua 1:8
Mujizat atau perkara-perkara besar biasanya baru terjadi setelah didahului dengan masalah dan ujian. Goliat, yang adalah gambaran dari masalah besar, telah berhasil mengintimidasi bangsa Israel sehingga mereka mengalami ketakutan. Namun Daud memiliki sikap hati yang berbeda. Ia tidak bersikap seperti pengecut yang melarikan diri dari masalah, sebaliknya "Ketika orang Filistin itu bergerak maju untuk menemui Daud, maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu;" (1 Samuel 17:48). Terbukti karena campur tangan Tuhan Daud mampu mengalahkan raksasa Filistin itu! "Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya dan menjawabnya dari sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." (Mazmur 20:7).
Janda Sarfat juga harus mengalami proses ujian terlebih dahulu sebelum mengalami mujizat. Saat hanya memiliki segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli Elia memerintahkan dia, "...buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu." (1 Raja-Raja 17:13). Ini bukanlah pilihan yang mudah, namun "...perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia;" (1 Raja-Raja 17:15). Inilah iman yang hidup yaitu iman yang disertai perbuatan, firman yang dipraktekkan dalam sebuah tindakan nyata. Akhirnya "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia." (1 Raja-Raja 17:16).
Mempraktekkan firman adalah kunci kemenangan setiap masalah. Jika tidak, kita seperti orang membangun rumah di atas pasir, "Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (Matius 7:27). Iman berbicara tentang ketaatan, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Ingin mengalami mujizat dan perkara besar? Hiduplah dalam ketaatan.
Baca: Yosua 1:1-9
"...supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." Yosua 1:8
Mujizat atau perkara-perkara besar biasanya baru terjadi setelah didahului dengan masalah dan ujian. Goliat, yang adalah gambaran dari masalah besar, telah berhasil mengintimidasi bangsa Israel sehingga mereka mengalami ketakutan. Namun Daud memiliki sikap hati yang berbeda. Ia tidak bersikap seperti pengecut yang melarikan diri dari masalah, sebaliknya "Ketika orang Filistin itu bergerak maju untuk menemui Daud, maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu;" (1 Samuel 17:48). Terbukti karena campur tangan Tuhan Daud mampu mengalahkan raksasa Filistin itu! "Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya dan menjawabnya dari sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." (Mazmur 20:7).
Janda Sarfat juga harus mengalami proses ujian terlebih dahulu sebelum mengalami mujizat. Saat hanya memiliki segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli Elia memerintahkan dia, "...buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu." (1 Raja-Raja 17:13). Ini bukanlah pilihan yang mudah, namun "...perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia;" (1 Raja-Raja 17:15). Inilah iman yang hidup yaitu iman yang disertai perbuatan, firman yang dipraktekkan dalam sebuah tindakan nyata. Akhirnya "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia." (1 Raja-Raja 17:16).
Mempraktekkan firman adalah kunci kemenangan setiap masalah. Jika tidak, kita seperti orang membangun rumah di atas pasir, "Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (Matius 7:27). Iman berbicara tentang ketaatan, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Ingin mengalami mujizat dan perkara besar? Hiduplah dalam ketaatan.
Wednesday, May 7, 2014
MASALAH: Proses Pembentukan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Mei 2014
Baca: Mazmur 126:1-6
"Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai." Mazmur 126:5
Ada pepatah mengatakan: "Palu menghancurkan kaca, palu membentuk baja." Apa maksudnya? Kaca memiliki sifat mudah sekali retak, pecah dan hancur apabila terkena benturan. Sedangkan baja itu kuat, kokoh dan tidak mudah pecah. Ini berbicara tentang reaksi seseorang terhadap masalah. Apakah kita bersifat seperti kaca yang rentan terhadap benturan (masalah), sehingga mudah sekali kita kecewa, hancur, putus asa, marah, tersinggung, sakit hati, frustasi, mengasihani diri sendiri dan menyalahkan orang lain? Sedikit benturan saja sudah lebih dari cukup untuk merampas sukacita kita.
Sebagai orang percaya seharusnya kita memiliki sikap seperti baja yang berkarakter kuat dan tangguh. Seseorang yang bermental baja akan selalu berpikiran positif, optimis dan tetap bisa mengucap syukur meski berada dalam tekanan dan himpitan. Ia bisa mengambil sebuah pelajaran berharga dari setiap masalah yang terjadi. Masalah baginya adalah sebuah proses yang membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih baik. Kita tahu bahwa sepotong besi baja akan menjadi sebuah alat yang berguna bagi kehidupan manusia setelah terlebih dahulu dibentuk dan ditempa dengan palu. Memang setiap pukulan terasa menyakitkan dan terkadang kita harus bercucuran air mata, namun semua itu akan mendatangkan kebaikan bagi kita. Sebaliknya jika kita seperti kaca maka kita akan melihat palu sebagai musuh yang menakutkan dan menghancurkan.
Masalah adalah salah satu cara yang dipakai Tuhan untuk membentuk, memproses, memurnikan dan menguji kualitas iman kita. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Karena itu jangan pernah lari dari masalah, namun hadapilah masalah dengan iman. Perhatikan Daud! Ia tidak gentar sedikit pun ketika harus berhadapan dengan Goliat, bahkan dengan penuh iman berkata, "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu." (1 Samuel 17:45).
Jadilah orang Kristen yang bermental baja, yang tetap kuat meski diterpa masalah!
Baca: Mazmur 126:1-6
"Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai." Mazmur 126:5
Ada pepatah mengatakan: "Palu menghancurkan kaca, palu membentuk baja." Apa maksudnya? Kaca memiliki sifat mudah sekali retak, pecah dan hancur apabila terkena benturan. Sedangkan baja itu kuat, kokoh dan tidak mudah pecah. Ini berbicara tentang reaksi seseorang terhadap masalah. Apakah kita bersifat seperti kaca yang rentan terhadap benturan (masalah), sehingga mudah sekali kita kecewa, hancur, putus asa, marah, tersinggung, sakit hati, frustasi, mengasihani diri sendiri dan menyalahkan orang lain? Sedikit benturan saja sudah lebih dari cukup untuk merampas sukacita kita.
Sebagai orang percaya seharusnya kita memiliki sikap seperti baja yang berkarakter kuat dan tangguh. Seseorang yang bermental baja akan selalu berpikiran positif, optimis dan tetap bisa mengucap syukur meski berada dalam tekanan dan himpitan. Ia bisa mengambil sebuah pelajaran berharga dari setiap masalah yang terjadi. Masalah baginya adalah sebuah proses yang membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih baik. Kita tahu bahwa sepotong besi baja akan menjadi sebuah alat yang berguna bagi kehidupan manusia setelah terlebih dahulu dibentuk dan ditempa dengan palu. Memang setiap pukulan terasa menyakitkan dan terkadang kita harus bercucuran air mata, namun semua itu akan mendatangkan kebaikan bagi kita. Sebaliknya jika kita seperti kaca maka kita akan melihat palu sebagai musuh yang menakutkan dan menghancurkan.
Masalah adalah salah satu cara yang dipakai Tuhan untuk membentuk, memproses, memurnikan dan menguji kualitas iman kita. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Karena itu jangan pernah lari dari masalah, namun hadapilah masalah dengan iman. Perhatikan Daud! Ia tidak gentar sedikit pun ketika harus berhadapan dengan Goliat, bahkan dengan penuh iman berkata, "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu." (1 Samuel 17:45).
Jadilah orang Kristen yang bermental baja, yang tetap kuat meski diterpa masalah!
Tuesday, May 6, 2014
IMAN: Dasar Menghadapi Masalah
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2014
Baca: Ibrani 10:19-39
"Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya." Ibrani 10:38
Keadaan dunia saat ini benar-benar mencemaskan, bencana demi bencana datang silih berganti tiada pernah kita duga. Kita masih ingat bagaimana bencana banjir melanda di hampir seluruh wilayah negeri ini. Kota Jakarta sebagai ibukota negara tak luput dari musibah ini, bahkan banjir bisa dikatakan sebagai tradisi musiman; banjir bandang meluluhlantakkan kota di Manado (Sulawesi Utara), gempa bumi, tanah longsor, gunung Sinabung (Sumut) pun turut menggeliat, kemudian disusul dengan letusan yang dahsyat dari gunung Kelud di Kediri (Jatim). Ribuan orang harus mengungsi dan kehilangan harta benda, perekonomian lumpuh, bahkan banyak korban jiwa berjatuhan. Bumi ini benar-benar sedang bergoncang.
Dalam kondisi seperti ini adakah yang bisa kita banggakan? Uang, deposito di bank, mobil, jabatan, kesemuanya tidak bisa menolong, menjamin dan menyelamatkan kita. Tidak ada jalan lain selain harus makin melekat kepada Tuhan dan menguatkan iman kepadaNya. Memiliki dasar iman yang kuat adalah kunci untuk dapat bertahan menghadapi cobaan dan masalah yang ada. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Dengan iman kita dapat melihat sisi positif di balik setiap masalah atau peristiwa yang sedang terjadi. Tanpa iman kita akan seperti bujang Elisa yang dihantui oleh ketakutan dan kekuatiran karena ia tidak bisa melihat dan merasakan kehadiran Tuhan. Elisa berkata, "Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka. Lalu berdoalah Elisa: 'Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.' Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa." (2 Raja-Raja 6:16-17).
Tuhan mengijinkan masalah berat terjadi dalam hidup ini supaya kita selalu berjaga-jaga dan berdoa, serta menyadari betapa terbatasnya kekuatan dan kemampuan kita. Sungguh, di luar Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa!
Bagi orang percaya masalah adalah proses ujian menuju kepada kedewasaan rohani, kenaikan tingkat level iman kita.
Baca: Ibrani 10:19-39
"Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya." Ibrani 10:38
Keadaan dunia saat ini benar-benar mencemaskan, bencana demi bencana datang silih berganti tiada pernah kita duga. Kita masih ingat bagaimana bencana banjir melanda di hampir seluruh wilayah negeri ini. Kota Jakarta sebagai ibukota negara tak luput dari musibah ini, bahkan banjir bisa dikatakan sebagai tradisi musiman; banjir bandang meluluhlantakkan kota di Manado (Sulawesi Utara), gempa bumi, tanah longsor, gunung Sinabung (Sumut) pun turut menggeliat, kemudian disusul dengan letusan yang dahsyat dari gunung Kelud di Kediri (Jatim). Ribuan orang harus mengungsi dan kehilangan harta benda, perekonomian lumpuh, bahkan banyak korban jiwa berjatuhan. Bumi ini benar-benar sedang bergoncang.
Dalam kondisi seperti ini adakah yang bisa kita banggakan? Uang, deposito di bank, mobil, jabatan, kesemuanya tidak bisa menolong, menjamin dan menyelamatkan kita. Tidak ada jalan lain selain harus makin melekat kepada Tuhan dan menguatkan iman kepadaNya. Memiliki dasar iman yang kuat adalah kunci untuk dapat bertahan menghadapi cobaan dan masalah yang ada. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Dengan iman kita dapat melihat sisi positif di balik setiap masalah atau peristiwa yang sedang terjadi. Tanpa iman kita akan seperti bujang Elisa yang dihantui oleh ketakutan dan kekuatiran karena ia tidak bisa melihat dan merasakan kehadiran Tuhan. Elisa berkata, "Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka. Lalu berdoalah Elisa: 'Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.' Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa." (2 Raja-Raja 6:16-17).
Tuhan mengijinkan masalah berat terjadi dalam hidup ini supaya kita selalu berjaga-jaga dan berdoa, serta menyadari betapa terbatasnya kekuatan dan kemampuan kita. Sungguh, di luar Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa!
Bagi orang percaya masalah adalah proses ujian menuju kepada kedewasaan rohani, kenaikan tingkat level iman kita.
Monday, May 5, 2014
PRIORITASKAN TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Mei 2014
Baca: Mazmur 9:1-21
"...sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." Mazmur 9:11
Tuhan Yesus tahu kita memiliki banyak kebutuhan dalam hidup ini, baik itu kebutuhan primer maupun sekunder. Namun bukan sebatas kehidupan sehari-hari, kita pun mendambakan suatu kehidupan yang bermasa depan baik, pekerjaan yang mapan, usaha yang lancar, anak-anak berhasil dalam studi, juga dalam hal kerohanian pun kita rindu dipakai Tuhan untuk menjadi saksi-saksiNya di tengah dunia melalui pelayanan yang dipercayakan kepada kita.
Itulah sebabnya Tuhan memiliki rancangan yang terbaik bagi kita, "...yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Supaya rancanganNya tergenapi dalam hidup ini Tuhan memberikan petunjuk dan jalanNya yaitu: "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Artinya kita harus memprioritaskan perkara-perkara rohani terlebih dahulu, dengan demikian berkat Tuhan pasti mengikuti hidup kita, sebab "Berkat ada di atas kepala orang benar," (Amsal 10:6). Sebaliknya kalau kita tidak mengutamakan Tuhan dan memilih berjalan menurut kehendak dan keinginan diri sendiri niscaya kita menghadapi banyak kesulitan dan persoalan.
Adam dan hawa tidak lagi mengutamakan Tuhan dan lebih memilih untuk menuruti bujuk rayu si Iblis yaitu makan buah pengetahuan baik dan buruk yang dilarang Tuhan. Mereka pun menuai akibat perbuatan itu yaitu terusir dari taman Eden dan harus hidup dalam penderitaan demi penderitaan, padahal segala berkat telah Tuhan sediakan di taman Eden tersebut. Yunus harus mengalami sejarah terkelam dalam hidupnya: "...datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya." (Yunus 1:17), karena ia tidak lagi mengutamakan Tuhan dan memilih lari dari panggilanNya walau akhirnya Tuhan memulihkan keadaannya.
Berkat disediakan Tuhan bagi orang-orang yang mengutamakan Dia dan hidup menurut kehendakNya!
Baca: Mazmur 9:1-21
"...sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." Mazmur 9:11
Tuhan Yesus tahu kita memiliki banyak kebutuhan dalam hidup ini, baik itu kebutuhan primer maupun sekunder. Namun bukan sebatas kehidupan sehari-hari, kita pun mendambakan suatu kehidupan yang bermasa depan baik, pekerjaan yang mapan, usaha yang lancar, anak-anak berhasil dalam studi, juga dalam hal kerohanian pun kita rindu dipakai Tuhan untuk menjadi saksi-saksiNya di tengah dunia melalui pelayanan yang dipercayakan kepada kita.
Itulah sebabnya Tuhan memiliki rancangan yang terbaik bagi kita, "...yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Supaya rancanganNya tergenapi dalam hidup ini Tuhan memberikan petunjuk dan jalanNya yaitu: "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Artinya kita harus memprioritaskan perkara-perkara rohani terlebih dahulu, dengan demikian berkat Tuhan pasti mengikuti hidup kita, sebab "Berkat ada di atas kepala orang benar," (Amsal 10:6). Sebaliknya kalau kita tidak mengutamakan Tuhan dan memilih berjalan menurut kehendak dan keinginan diri sendiri niscaya kita menghadapi banyak kesulitan dan persoalan.
Adam dan hawa tidak lagi mengutamakan Tuhan dan lebih memilih untuk menuruti bujuk rayu si Iblis yaitu makan buah pengetahuan baik dan buruk yang dilarang Tuhan. Mereka pun menuai akibat perbuatan itu yaitu terusir dari taman Eden dan harus hidup dalam penderitaan demi penderitaan, padahal segala berkat telah Tuhan sediakan di taman Eden tersebut. Yunus harus mengalami sejarah terkelam dalam hidupnya: "...datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya." (Yunus 1:17), karena ia tidak lagi mengutamakan Tuhan dan memilih lari dari panggilanNya walau akhirnya Tuhan memulihkan keadaannya.
Berkat disediakan Tuhan bagi orang-orang yang mengutamakan Dia dan hidup menurut kehendakNya!
Sunday, May 4, 2014
ONLY BY GRACE (SEMUA KARENA ANUGERAH)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Mei 2014
Baca: Ratapan 3:21-26
"TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia." Ratapan 3:25
Jika kita dapat menjalani hari-hari hingga detik ini dan bisa menikmati berkat-berkatNya itu semua adalah karena anugerahNya semata. Kalau bukan karena tangan Tuhan yang menuntun dan menopang, kita pasti tidak memiliki kesanggupan untuk menjalani dan melewati hari-hari yang berat ini. Karena itu kita pun harus berkeyakinan bahwa di hari-hari mendatang Tuhan pasti tetap menyertai dan terus melanjutkan perbuatan baikNya atas kita. "Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus." (Filipi 1:6).
Tuhan Yesus sungguh baik dan sangat baik, sebab selalu memberikan yang terbaik kepada anak-anakNya. Bapa kita di dunia ini saja tidak akan pernah memberi batu kepada anaknya jika meminta roti, atau memberi ular jika ia meminta ikan. "Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Matius 7:11). Bahkan Alkitab menegaskan bahwa berkat yang disediakan Tuhan bagi kita adalah berkat yang selalu baru setiap pagi, bukan berkat yang sia-sia, apalagi basi. Tertulis: "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Inilah janji Tuhan yang harus kita pegang seumur hidup kita: kasih setia Tuhan tidak berkesudahan dan rahmatNya pun tak ada habisnya. Haleluya!
Berhentilah untuk mengeluh dan bersungut-sungut! "Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita." (Efesus 5:20), sebab pertolongan dan berkat Tuhan pasti datang tepat pada waktunya. Kalau bapa kita di dunia pernah dan seringkali mengecewakan anaknya, tidak demikian dengan bapa di sorga, tak pernah mengecewakan dan selalu memberi yang terbaik. Justru kitalah yang seringkali mengecewakanNya.
"Sebab Engkaulah yang memberkati orang benar, ya TUHAN; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai." Mazmur 5:13
Baca: Ratapan 3:21-26
"TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia." Ratapan 3:25
Jika kita dapat menjalani hari-hari hingga detik ini dan bisa menikmati berkat-berkatNya itu semua adalah karena anugerahNya semata. Kalau bukan karena tangan Tuhan yang menuntun dan menopang, kita pasti tidak memiliki kesanggupan untuk menjalani dan melewati hari-hari yang berat ini. Karena itu kita pun harus berkeyakinan bahwa di hari-hari mendatang Tuhan pasti tetap menyertai dan terus melanjutkan perbuatan baikNya atas kita. "Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus." (Filipi 1:6).
Tuhan Yesus sungguh baik dan sangat baik, sebab selalu memberikan yang terbaik kepada anak-anakNya. Bapa kita di dunia ini saja tidak akan pernah memberi batu kepada anaknya jika meminta roti, atau memberi ular jika ia meminta ikan. "Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Matius 7:11). Bahkan Alkitab menegaskan bahwa berkat yang disediakan Tuhan bagi kita adalah berkat yang selalu baru setiap pagi, bukan berkat yang sia-sia, apalagi basi. Tertulis: "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Inilah janji Tuhan yang harus kita pegang seumur hidup kita: kasih setia Tuhan tidak berkesudahan dan rahmatNya pun tak ada habisnya. Haleluya!
Berhentilah untuk mengeluh dan bersungut-sungut! "Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita." (Efesus 5:20), sebab pertolongan dan berkat Tuhan pasti datang tepat pada waktunya. Kalau bapa kita di dunia pernah dan seringkali mengecewakan anaknya, tidak demikian dengan bapa di sorga, tak pernah mengecewakan dan selalu memberi yang terbaik. Justru kitalah yang seringkali mengecewakanNya.
"Sebab Engkaulah yang memberkati orang benar, ya TUHAN; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai." Mazmur 5:13
Saturday, May 3, 2014
SUKACITA YANG SEJATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Mei 2014
Baca: Roma 14:13-23
"Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." Roma 14:17
Sukacita adalah faktor internal seseorang, maka tidak seharusnya ia dipengaruhi oleh faktor-faktor atau hal-hal yang ada di luar. Kalau sukacita seseorang didasarkan oleh hal-hal yang dari luar, sukacita itu akan mudah berubah tergantung sikon. "Bersukacitalah senantiasa." (1 Tesalonika 5:16), artinya sukacita di segala keadaan tidak dipengaruhi oleh apa pun. Sukacita itu adalah sebuah keputusan. Kita bisa membuat sebuah keputusan untuk tetap bersukacita atau sebaliknya, tidak bisa bersukacita di segala keadaan.
Ayat nas menyatakan bahwa Kerajaan Allah bukan berbicara soal makanan dan minuman (berkat jasmani); Kerajaan Allah itu bersifat rohani. Jadi kebenaran, damai sejahtera dan sukacita itu merupakan berkat rohani. Ketiga berkat rohani tersebut diberikan oleh Roh Kudus kepada setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. Karena itu di dalam diri orang percaya seharusnya ada sukacita yang senantiasa terpancar dalam kehidupannya sehari-hari. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersukacita! Mengapa? Dalam Lukas pasal 15 Tuhan Yesus berbicara tentang Kerajaan Allah melalui perumpamaan-perumpamaan: domba yang hilang, dirham yang hilang dan juga anak yang hilang. Kita patut bersukacita karena kita sebelumnya adalah seperti domba yang sesat dan terhilang, tetapi sekarang telah dibawa kembali oleh gembala yang baik ke dalam kandangNya yang aman; kita sebelumnya seperti dirham yang telah hilang, tetapi sekarang telah didapat kembali; kita sebelumnya seperti anak yang terhilang, yang hampir saja mati kelaparan, kini telah kembali ke rumah Bapa yang berlimpah dengan kasih setia. Kita patut bersukacita karena dosa-dosa kita telah diampuniNya, sakit-penyakit kita disembuhkanNya dan kita yang dulunya berada dalam kegelapan kini telah dipindahkan ke dalam terangNya yang ajaib.
Tuhan adalah sumber sukacita kita, sukacita yang mulia dan tak bisa dilukiskan dengan kata-kata, itulah yang menjadi kekuatan kita.
Sesuram apa pun situasi yang ada di sekitar kita seharusnya tidak mempengaruhi suasana hati kita, karena sukacita kita bersumber pada Roh Kudus!
Baca: Roma 14:13-23
"Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." Roma 14:17
Sukacita adalah faktor internal seseorang, maka tidak seharusnya ia dipengaruhi oleh faktor-faktor atau hal-hal yang ada di luar. Kalau sukacita seseorang didasarkan oleh hal-hal yang dari luar, sukacita itu akan mudah berubah tergantung sikon. "Bersukacitalah senantiasa." (1 Tesalonika 5:16), artinya sukacita di segala keadaan tidak dipengaruhi oleh apa pun. Sukacita itu adalah sebuah keputusan. Kita bisa membuat sebuah keputusan untuk tetap bersukacita atau sebaliknya, tidak bisa bersukacita di segala keadaan.
Ayat nas menyatakan bahwa Kerajaan Allah bukan berbicara soal makanan dan minuman (berkat jasmani); Kerajaan Allah itu bersifat rohani. Jadi kebenaran, damai sejahtera dan sukacita itu merupakan berkat rohani. Ketiga berkat rohani tersebut diberikan oleh Roh Kudus kepada setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. Karena itu di dalam diri orang percaya seharusnya ada sukacita yang senantiasa terpancar dalam kehidupannya sehari-hari. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersukacita! Mengapa? Dalam Lukas pasal 15 Tuhan Yesus berbicara tentang Kerajaan Allah melalui perumpamaan-perumpamaan: domba yang hilang, dirham yang hilang dan juga anak yang hilang. Kita patut bersukacita karena kita sebelumnya adalah seperti domba yang sesat dan terhilang, tetapi sekarang telah dibawa kembali oleh gembala yang baik ke dalam kandangNya yang aman; kita sebelumnya seperti dirham yang telah hilang, tetapi sekarang telah didapat kembali; kita sebelumnya seperti anak yang terhilang, yang hampir saja mati kelaparan, kini telah kembali ke rumah Bapa yang berlimpah dengan kasih setia. Kita patut bersukacita karena dosa-dosa kita telah diampuniNya, sakit-penyakit kita disembuhkanNya dan kita yang dulunya berada dalam kegelapan kini telah dipindahkan ke dalam terangNya yang ajaib.
Tuhan adalah sumber sukacita kita, sukacita yang mulia dan tak bisa dilukiskan dengan kata-kata, itulah yang menjadi kekuatan kita.
Sesuram apa pun situasi yang ada di sekitar kita seharusnya tidak mempengaruhi suasana hati kita, karena sukacita kita bersumber pada Roh Kudus!
Friday, May 2, 2014
MENGUCAP SYUKUR: Beribadah Dengan Sukacita
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Mei 2014
Baca: Mazmur 84:1-13
"Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam!" Mazmur 84:2
Wujud lain dari seseorang yang senantiasa mengucap syukur adalah senantiasa beribadah kepada Tuhan dengan sukacita. "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!" (Mazmur 100:2).
Dari ayat ini Tuhan memberi perintah kepada kita untuk beribadah kepadaNya dengan sukacita tidak dikarenakan kondisi yang dialami dan juga bukan karena perasaan lagi enak, tapi merupakan sebuah pilihan! Tidak sedikit orang Kristen yang datang beribadah karena terpaksa, lagi butuh Tuhan atau saat enak hati saja tanpa memiliki kerinduan mendalam kepada Tuhan; mereka lebih suka menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah yang ada dengan banyak alasan: sibuk, capai, kerja lembur, padahal kalau untuk urusan pribadi kita selalu memiliki waktu. Ada tertulis: "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Ibadah merupakan anugerah dari Tuhan di mana kita dilayakkan untuk menghampiri takhta kasih karunia dan kekudusanNya, karena itu kita harus beribadah kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh dan penuh sukacita. Ibadah yang sejati adalah ibadah yang korban persembahannya ialah tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan (baca Roma 12:1); jadi seluruh keberadaan hidup kita (tubuh, jiwa dan roh) harus terlibat dalam ibadah. Karena itu kita harus mempersiapkan korban persembahan hidup kita dengan sukacita.
Selama hari masih siang, artinya selama masih ada kesempatan, mari kita gunakan waktu-waktu yang ada untuk mengejar perkara-perkara rohani: beribadah kepada Tuhan dengan sukacita dan antusias, serta melayani Dia dengan roh yang menyala-nyala. Ingat, kesempatan belum tentu datang dua kali, sehingga daripada menyesal, pergunakan kesempatan dengan baik.
"...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8), karena itu beribadahlah kepada Tuhan dengan sukacita.
Baca: Mazmur 84:1-13
"Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam!" Mazmur 84:2
Wujud lain dari seseorang yang senantiasa mengucap syukur adalah senantiasa beribadah kepada Tuhan dengan sukacita. "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!" (Mazmur 100:2).
Dari ayat ini Tuhan memberi perintah kepada kita untuk beribadah kepadaNya dengan sukacita tidak dikarenakan kondisi yang dialami dan juga bukan karena perasaan lagi enak, tapi merupakan sebuah pilihan! Tidak sedikit orang Kristen yang datang beribadah karena terpaksa, lagi butuh Tuhan atau saat enak hati saja tanpa memiliki kerinduan mendalam kepada Tuhan; mereka lebih suka menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah yang ada dengan banyak alasan: sibuk, capai, kerja lembur, padahal kalau untuk urusan pribadi kita selalu memiliki waktu. Ada tertulis: "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Ibadah merupakan anugerah dari Tuhan di mana kita dilayakkan untuk menghampiri takhta kasih karunia dan kekudusanNya, karena itu kita harus beribadah kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh dan penuh sukacita. Ibadah yang sejati adalah ibadah yang korban persembahannya ialah tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan (baca Roma 12:1); jadi seluruh keberadaan hidup kita (tubuh, jiwa dan roh) harus terlibat dalam ibadah. Karena itu kita harus mempersiapkan korban persembahan hidup kita dengan sukacita.
Selama hari masih siang, artinya selama masih ada kesempatan, mari kita gunakan waktu-waktu yang ada untuk mengejar perkara-perkara rohani: beribadah kepada Tuhan dengan sukacita dan antusias, serta melayani Dia dengan roh yang menyala-nyala. Ingat, kesempatan belum tentu datang dua kali, sehingga daripada menyesal, pergunakan kesempatan dengan baik.
"...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8), karena itu beribadahlah kepada Tuhan dengan sukacita.
Thursday, May 1, 2014
MENGAPA HARUS MEMUJI TUHAN?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Mei 2014
Baca: Mazmur 150:1-6
"Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!" mazmur 150:6
Memuji Tuhan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan orang Kristen. Karena itu dalam setiap peribadatan puji-pujian selalu mendapat porsi yang cukup banyak selain pemberitaan firman Tuhan. Hal ini menandakan bahwa pujian merupakan bagian penting dalam kehidupan orang percaya.
Mengapa kita harus memuji Tuhan di segala waktu? Karena kita diciptakan Tuhan dengan tujuan memberitakan kemasyuranNya. Tuhan berkata, "umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku." Memuji Tuhan adalah perintah Tuhan, dan sebagai anak-anakNya kita harus taat melakukannya. Ibrani 13:15: "Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya." Tuhan sangat menikmati puji-pujian yang dinaikkan oleh umatNya, karena itu Ia selalu hadir dan bertahta di atas pujian kita. Meski berada di situasi sulit dan sepertinya kegelapan pekat mengelilingi hidup kita biarlah kita tetap memuji-muji Tuhan, karena ketika kita melakukannya Tuhan akan hadir melawat kita. KehadiranNya pasti membawa dampak luar biasa dalam kehidupan kita: memulihkan, menyembuhkan, menolong bahkan memberkati kita. Daud menulis: "Sungguh, bermazmur bagi Allah kita itu baik, bahkan indah, dan layaklah memuji-muji itu." (Mazmur 147:1). Marilah kita memuji Tuhan di segala waktu seperti yang dilakukan Daud. "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2), tidak terbatas hanya pada saat kita beribadah di gereja saja. Sebagai manusia Daud pun pernah dan sering mengalami masalah atau pun tekanan dalam hidupnya, namun ia tidak menjadi putus asa dan terus-menerus tenggelam dalam kepedihan, ia tetap memuji-muji Tuhan. Inilah sikap yang patut kita teladani.
Mari kita ubah keadaan yang buruk dan kepedihan hati menjadi sorak kemenangan dengan kuasa puji-pujian. Masalah dan pencobaan boleh saja datang, tetapi sebagai umat Tuhan kita harus belajar untuk tetap mengucap syukur dan memuji-muji Dia. Kalahkanlah kesedihan dan tekanan di hati kita dengan kuasa puji-pujian.
Saat memuji Tuhan kita memberi kesempatan Tuhan menyatakan kuasaNya: mengubah keadaan buruk menjadi kemenangan!
Baca: Mazmur 150:1-6
"Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!" mazmur 150:6
Memuji Tuhan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan orang Kristen. Karena itu dalam setiap peribadatan puji-pujian selalu mendapat porsi yang cukup banyak selain pemberitaan firman Tuhan. Hal ini menandakan bahwa pujian merupakan bagian penting dalam kehidupan orang percaya.
Mengapa kita harus memuji Tuhan di segala waktu? Karena kita diciptakan Tuhan dengan tujuan memberitakan kemasyuranNya. Tuhan berkata, "umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku." Memuji Tuhan adalah perintah Tuhan, dan sebagai anak-anakNya kita harus taat melakukannya. Ibrani 13:15: "Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya." Tuhan sangat menikmati puji-pujian yang dinaikkan oleh umatNya, karena itu Ia selalu hadir dan bertahta di atas pujian kita. Meski berada di situasi sulit dan sepertinya kegelapan pekat mengelilingi hidup kita biarlah kita tetap memuji-muji Tuhan, karena ketika kita melakukannya Tuhan akan hadir melawat kita. KehadiranNya pasti membawa dampak luar biasa dalam kehidupan kita: memulihkan, menyembuhkan, menolong bahkan memberkati kita. Daud menulis: "Sungguh, bermazmur bagi Allah kita itu baik, bahkan indah, dan layaklah memuji-muji itu." (Mazmur 147:1). Marilah kita memuji Tuhan di segala waktu seperti yang dilakukan Daud. "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2), tidak terbatas hanya pada saat kita beribadah di gereja saja. Sebagai manusia Daud pun pernah dan sering mengalami masalah atau pun tekanan dalam hidupnya, namun ia tidak menjadi putus asa dan terus-menerus tenggelam dalam kepedihan, ia tetap memuji-muji Tuhan. Inilah sikap yang patut kita teladani.
Mari kita ubah keadaan yang buruk dan kepedihan hati menjadi sorak kemenangan dengan kuasa puji-pujian. Masalah dan pencobaan boleh saja datang, tetapi sebagai umat Tuhan kita harus belajar untuk tetap mengucap syukur dan memuji-muji Dia. Kalahkanlah kesedihan dan tekanan di hati kita dengan kuasa puji-pujian.
Saat memuji Tuhan kita memberi kesempatan Tuhan menyatakan kuasaNya: mengubah keadaan buruk menjadi kemenangan!