Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Januari 2014
Baca: Markus 1:40-45
"Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir." Markus 1:42
Inilah dampak kedisiplinan Yesus dalam berdoa, "Semua orang mencari Engkau." (Markus 1:37). Orang banyak ingin bertemu denganNya karena melihat hal-hal yang luar biasa dalam diriNya. Keberadaan Yesus benar-benar menjadi 'magnet' bagi banyak orang.
Setelah mengawali hari baru dengan membangun persekutuan intim dengan Bapa, Yesus mengisi hari-hariNya dengan "...pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga
Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang." (Markus 1:38). Ini menunjukkan bahwa di mana pun dan ke mana pun pergi Yesus selalu membawa misi. Dia selalu fokus dan memiliki semangat yang menyala-nyala untuk mengerjakan panggilanNya yaitu memberitakan Injil kerajaan Allah, melayani jiwa-jiwa, menyembuhkan orang yang sakit, mengusir setan serta "...mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10). Dewasa ini ada banyak jiwa di sekitar kita yang sedang 'sakit' dan 'tersesat', sangat membutuhkan uluran tangan kita. Adakah hati kita tergerak menjangkau mereka?
Iman kita haruslah iman yang aktif, artinya melangkah atau melakukan sesuatu. Kita tidak dapat menunggu atau berdiam diri sampai seseorang datang kepada kita baru kita mau menginjil dan melayani mereka. Yesus selalu datang dan menghampiri orang-orang dan hatiNya selalu tergerak oleh belas-kasihan. Hadirat Allah benar-benar memenuhi kehidupan Yesus, karena itu Ia tidak dapat berdiam diri melihat penderitaan orang lain, terlebih jika ada perbuatan mereka yang menyimpang dari kebenaran. Setiap orang yang mengalami perjumpaan dengan Yesus hidupnya diubahkan: yang sakit disembuhkan, yang buta dicelikkan, yang lemah dikuatkan, yang susah dihiburkan, yang terbelenggu dibebaskanNya.
Memiliki hati seperti Yesus inilah yang harus menjadi tujuan hidup setiap orang percaya karena dunia ini sedang haus dan lapar akan kasih Tuhan. Tuhan memanggil kita untuk menjadi alat kemuliaanNya, melakukan pekerjaan besar di tengah-tengah dunia ini.
Untuk bisa dipercaya Tuhan mengerjakan misi ini kita harus memiliki persekutuan karib denganNya melalui doa-doa kita, sebab "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Friday, January 31, 2014
Thursday, January 30, 2014
YESUS: Disiplin Dalam Doa (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Januari 2014
Baca: Lukas 6:12-16
"Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah." Lukas 6:12
Kehebatan pelayanan Yesus bukan disebabkan karena Ia mengandalkan keilahianNya sebagai Anak Allah, Pribadi kedua dari Allah Tritunggal, melainkan kehidupan sebagai Anak Manusia yang sepenuhnya mengandalkan Allah BapaNya. Di tengah-tengah kesibukan pelayanNya Yesus tidak pernah mengesampingkan doa. "Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ." (Matius 14:23). Bahkan saat tergantung di atas kayu salib dan pada embusan nafas terakhirnya pun Ia masih berdoa. Saat ini ketika berada di sorga Yesus terus berdoa karena "...Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka." (Ibrani 7:25).
Jika kita rindu memiliki kehidupan yang berkualitas, kita pun harus mendisiplinkan diri dalam hal doa. Semakin disiplin berdoa semakin kita mengenal kehendak, rencana dan kuasa Tuhan. Bisakah? Disiplin berdoa pasti bisa dilakukan oleh setiap orang percaya karena Yesus sudah memberikan Roh KudusNya untuk membantu kita dalam berdoa. "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." (Roma 8:26). Roh kuduslah yang kan mengingatkan dan membangkitkan kerinduan kita untuk berdoa. Ketika kita taat terhadap tuntunan Roh Kudus Ia akan menolong kita mengembangkan sikap disiplin dalam berdoa. Kita akan diajar dan mengalami berdoa dalam Roh (bukan berarti selalu berdoa dalam bahasa roh, melainkan berdoa di segala waktu dan tempat).
Ketika kita secara konsisten mendisiplinkan diri dalam berdoa, Roh Kudus akan membawa kita kepada level yang lebih tinggi lagi, di mana melakukan kehendak Tuhan akan menjadi suatu kegemaran bagi kita, akhirnya kita pun akan menjadi saluran kuasa Roh Kudus bekerja sebagaimana janjiNya, "...melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12).
Tanpa disiplin berdoa mustahil kita bisa melakuka kehendak Tuhan dalam hidup ini!
Baca: Lukas 6:12-16
"Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah." Lukas 6:12
Kehebatan pelayanan Yesus bukan disebabkan karena Ia mengandalkan keilahianNya sebagai Anak Allah, Pribadi kedua dari Allah Tritunggal, melainkan kehidupan sebagai Anak Manusia yang sepenuhnya mengandalkan Allah BapaNya. Di tengah-tengah kesibukan pelayanNya Yesus tidak pernah mengesampingkan doa. "Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ." (Matius 14:23). Bahkan saat tergantung di atas kayu salib dan pada embusan nafas terakhirnya pun Ia masih berdoa. Saat ini ketika berada di sorga Yesus terus berdoa karena "...Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka." (Ibrani 7:25).
Jika kita rindu memiliki kehidupan yang berkualitas, kita pun harus mendisiplinkan diri dalam hal doa. Semakin disiplin berdoa semakin kita mengenal kehendak, rencana dan kuasa Tuhan. Bisakah? Disiplin berdoa pasti bisa dilakukan oleh setiap orang percaya karena Yesus sudah memberikan Roh KudusNya untuk membantu kita dalam berdoa. "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." (Roma 8:26). Roh kuduslah yang kan mengingatkan dan membangkitkan kerinduan kita untuk berdoa. Ketika kita taat terhadap tuntunan Roh Kudus Ia akan menolong kita mengembangkan sikap disiplin dalam berdoa. Kita akan diajar dan mengalami berdoa dalam Roh (bukan berarti selalu berdoa dalam bahasa roh, melainkan berdoa di segala waktu dan tempat).
Ketika kita secara konsisten mendisiplinkan diri dalam berdoa, Roh Kudus akan membawa kita kepada level yang lebih tinggi lagi, di mana melakukan kehendak Tuhan akan menjadi suatu kegemaran bagi kita, akhirnya kita pun akan menjadi saluran kuasa Roh Kudus bekerja sebagaimana janjiNya, "...melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12).
Tanpa disiplin berdoa mustahil kita bisa melakuka kehendak Tuhan dalam hidup ini!
Wednesday, January 29, 2014
YESUS: Disiplin Dalam Doa (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Januari 2014
Baca: Markus 1:35-39
"Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." Markus 1:35
Para tokoh iman dan orang-orang pilihan yang dipakai Tuhan secara luar biasa yang tercatat di dalam Alkitab, juga para hamba Tuhan yang hidup di zaman sekarang ini adalah orang-orang yang mau membayar harga dalam hidupnya sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang istimewa di mata Tuhan. Kita perlu berusaha meneladani dan mengikuti jejak hidup mereka seperti yang disampaikan Rasul Paulus, "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." (1 Korintus 11:1). Tidak ada maksud menyombongkan diri dan menganggap diri sempurna sehingga ia memerintahkan orang lain untuk mencontoh dan mengikutinya. Dalam hal ini rasul Paulus ingin menekankan bahwa pribadi yang harus menjadi teladan utama dalam hidup ini adalah Kristus, sebagaimana ia juga menjadikan Kristus sebagai teladan dalam hidupnya.
Mengikuti, menaati dan meneladani Tuhan Yesus adalah langkah awal untuk menjadi orang Kristen yang berdampak bagi orang lain. Mengapa kita harus meneladani Tuhan Yesus? Karena hal yang paling terutama dalam hidup Yesus adalah melakukan kehendak Bapa di sorga, apa pun dan berapa pun harga yang harus dibayar, bahkan sampai mati di kayu salib. Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Tiada hari terlewatkan begitu saja bagi Yesus tanpa membangun persekutuan dengan Bapa. Berdoa bagi Yesus adalah langkah awal persiapanNya untuk melakukan kehendak Bapa. Pagi-pagi benar waktu hari masih gelap, ketika sebagian besar orang memilih untuk bersembunyi di balik selimut tebalnya, Yesus sudah pergi ke luar untuk berdoa. Banyak orang Kristen, kalaupun bangun pagi-pagi benar, sesegera mungkin mengambil koran, minum kopi, menonton berita terhangat di televisi, atau melakukan aktivitas lain yang jauh dari doa. Namun bagi Yesus, hal pertama yang Ia lakukan untuk memulai hariNya adalah berdoa dan membangun keintiman dengan Bapa. Inilah kunci keberhasilan pelayanan Yesus!
Dengan berdoa Yesus beroleh kekuatan dan kesanggupan untuk melakukan semua kehendak Bapa!
Baca: Markus 1:35-39
"Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." Markus 1:35
Para tokoh iman dan orang-orang pilihan yang dipakai Tuhan secara luar biasa yang tercatat di dalam Alkitab, juga para hamba Tuhan yang hidup di zaman sekarang ini adalah orang-orang yang mau membayar harga dalam hidupnya sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang istimewa di mata Tuhan. Kita perlu berusaha meneladani dan mengikuti jejak hidup mereka seperti yang disampaikan Rasul Paulus, "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." (1 Korintus 11:1). Tidak ada maksud menyombongkan diri dan menganggap diri sempurna sehingga ia memerintahkan orang lain untuk mencontoh dan mengikutinya. Dalam hal ini rasul Paulus ingin menekankan bahwa pribadi yang harus menjadi teladan utama dalam hidup ini adalah Kristus, sebagaimana ia juga menjadikan Kristus sebagai teladan dalam hidupnya.
Mengikuti, menaati dan meneladani Tuhan Yesus adalah langkah awal untuk menjadi orang Kristen yang berdampak bagi orang lain. Mengapa kita harus meneladani Tuhan Yesus? Karena hal yang paling terutama dalam hidup Yesus adalah melakukan kehendak Bapa di sorga, apa pun dan berapa pun harga yang harus dibayar, bahkan sampai mati di kayu salib. Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Tiada hari terlewatkan begitu saja bagi Yesus tanpa membangun persekutuan dengan Bapa. Berdoa bagi Yesus adalah langkah awal persiapanNya untuk melakukan kehendak Bapa. Pagi-pagi benar waktu hari masih gelap, ketika sebagian besar orang memilih untuk bersembunyi di balik selimut tebalnya, Yesus sudah pergi ke luar untuk berdoa. Banyak orang Kristen, kalaupun bangun pagi-pagi benar, sesegera mungkin mengambil koran, minum kopi, menonton berita terhangat di televisi, atau melakukan aktivitas lain yang jauh dari doa. Namun bagi Yesus, hal pertama yang Ia lakukan untuk memulai hariNya adalah berdoa dan membangun keintiman dengan Bapa. Inilah kunci keberhasilan pelayanan Yesus!
Dengan berdoa Yesus beroleh kekuatan dan kesanggupan untuk melakukan semua kehendak Bapa!
Tuesday, January 28, 2014
TANAH LIAT DI TANGAN PENJUNAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Januari 2014
Baca: Roma 9:20-29
"Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk aku demikian?'" Roma 9:20
Tuhan selalu punya cara membentuk dan meproses kita, bisa melalui masalah, ujian, penderitaan, sakit-penyakit, krisis keuangan, bahkan melalui berkat atau kelimpahan.
"Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" (Roma 9:21). Artinya Tuhan memiliki hak penuh atas hidup kita karena Dialah Sang Penjunan, sedangkan kita ini adalah tanah liatNya, karena itu Ia akan membentuk kita sesuai dengan kehendak dan recanaNya. Sebagai tanah liat kita tidak dapat menentukan sendiri akan menjadi bejana yang bagaimana dan seperti apa kita ini karena hal itu sepenuhnya tergantung dari Sang Penjunan. Bagaimana supaya kita menjadi bejanaNya yang mulia? Tidak ada jalan lain selain kita harus tunduk, taat dan berserah penuh kepada Tuhan, menanggalkan manusia lama dengan menyucikan diri terhadap hal-hal yang jahat supaya kita layak dipakai untuk setiap pekerjaan yang baik dan mulia (baca 2 Timotius 2:21). Karena itu "...jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran." (2 Timotius 2:22-23).
Ada banyak orang Kristen yang sudah merasa cukup menjadi perabot Tuhan untuk tujuan yang biasa-biasa. Mereka tidak mau membayar harga, enggan meninggalkan dosa dan segala bentuk kecemaran dunia ini, padahal Alkitab tegas mengingatkan: "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Tuhan akan dan siap memakai kita untuk tujuannya yang mulia asal kita terlebih dahulu mau menyucikan diri.
Ingin menjadi bejana Tuhan yang mulia? "Keluarlah kamu...dan pisahkanlah dirimu...dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Baca: Roma 9:20-29
"Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk aku demikian?'" Roma 9:20
Tuhan selalu punya cara membentuk dan meproses kita, bisa melalui masalah, ujian, penderitaan, sakit-penyakit, krisis keuangan, bahkan melalui berkat atau kelimpahan.
"Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" (Roma 9:21). Artinya Tuhan memiliki hak penuh atas hidup kita karena Dialah Sang Penjunan, sedangkan kita ini adalah tanah liatNya, karena itu Ia akan membentuk kita sesuai dengan kehendak dan recanaNya. Sebagai tanah liat kita tidak dapat menentukan sendiri akan menjadi bejana yang bagaimana dan seperti apa kita ini karena hal itu sepenuhnya tergantung dari Sang Penjunan. Bagaimana supaya kita menjadi bejanaNya yang mulia? Tidak ada jalan lain selain kita harus tunduk, taat dan berserah penuh kepada Tuhan, menanggalkan manusia lama dengan menyucikan diri terhadap hal-hal yang jahat supaya kita layak dipakai untuk setiap pekerjaan yang baik dan mulia (baca 2 Timotius 2:21). Karena itu "...jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran." (2 Timotius 2:22-23).
Ada banyak orang Kristen yang sudah merasa cukup menjadi perabot Tuhan untuk tujuan yang biasa-biasa. Mereka tidak mau membayar harga, enggan meninggalkan dosa dan segala bentuk kecemaran dunia ini, padahal Alkitab tegas mengingatkan: "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Tuhan akan dan siap memakai kita untuk tujuannya yang mulia asal kita terlebih dahulu mau menyucikan diri.
Ingin menjadi bejana Tuhan yang mulia? "Keluarlah kamu...dan pisahkanlah dirimu...dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Monday, January 27, 2014
TANAH LIAT DI TANGAN PENJUNAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Januari 2014
Baca: Yeremia 18:1-17
"Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." Yeremia 18:4
Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap orang Kristen pasti menginginkan berkat-berkat Tuhan dalam hidupnya. Namun dalam pengiringan kita kepada Tuhan janganlah kita hanya ingin menikmati berkat-berkatNya saja, sementara kita tidak mau dibentuk dan diproses Tuhan. Siapakah kita ini di hadapan Tuhan sehingga kita mau mengatur Tuhan? Ingat, kita ini adalah tanah liat dan Tuhan adalah Sang Penjunan. Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan Yeremia untuk pergi ke tukang periuk supaya ia dapat belajar dari apa yang diperbuat si tukang periuk terhadap tanah liat sebelum menjadi bejana yang indah dan memiliki nilai guna. "Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: 'Apakah yang kaubuat?' atau yang telah dibuatnya: 'Engkau tidak punya tangan!'" (Yesaya 45:9).
Agar kita menjadi bejana Tuhan yang berharga dan digunakan untuk tujuan yang mulia kita pun harus rela dan mau dibentuk oleh Tuhan, sebab tanah liat tidak secara otomatis berubah menjadi bejana yang halus dan menarik tanpa melewati proses terlebih dahulu. Proses inilah yang seringkali kita hindari karena kita merasakan sakit yang luar biasa sehingga kita memberontak, kecewa dan marah kepada Tuhan. Namun semakin memberontak proses itu akan terasa lama dan menyakitkan. Bangsa Israel harus mengalami proses pembentukan Tuhan di padang gurun selama 40 tahun lamanya oleh karena mereka suka memberontak, bersungut-sungut, mengeluh dan hidup dalam ketidaktaatan alias tegar tengkuk. Bisa saja tukang periuk membuat bejana itu secara cepat atau instan ('SKS' - sistem kebut semalam), tapi hasilnya? Tidak bisa dijamin kualitasnya, dan mungkin saja bejana tersebut tidak bisa bertahan lama, retak dan mudah pecah.
Maukah kita menjadi bejana atau perabot Tuhan yang bermutu rendah, biasa saja dan berharga murah? Setiap kita pasti ingin menjadi bejana Tuhan untuk tujuan yang mulia, menjadi anak-anak Tuhan yang outclass (unggul). Untuk itu ada harga yang harus dibayar. Karena itu jangan mengeraskan hati! Hati yang keras tak ubahnya seperti tanah keras yang perlu dilebur dan digemburkan sampai tanah itu benar-benar siap untuk dibentuk menjadi bejana sesuai dengan rencana si tukang periuk.
Baca: Yeremia 18:1-17
"Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." Yeremia 18:4
Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap orang Kristen pasti menginginkan berkat-berkat Tuhan dalam hidupnya. Namun dalam pengiringan kita kepada Tuhan janganlah kita hanya ingin menikmati berkat-berkatNya saja, sementara kita tidak mau dibentuk dan diproses Tuhan. Siapakah kita ini di hadapan Tuhan sehingga kita mau mengatur Tuhan? Ingat, kita ini adalah tanah liat dan Tuhan adalah Sang Penjunan. Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan Yeremia untuk pergi ke tukang periuk supaya ia dapat belajar dari apa yang diperbuat si tukang periuk terhadap tanah liat sebelum menjadi bejana yang indah dan memiliki nilai guna. "Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: 'Apakah yang kaubuat?' atau yang telah dibuatnya: 'Engkau tidak punya tangan!'" (Yesaya 45:9).
Agar kita menjadi bejana Tuhan yang berharga dan digunakan untuk tujuan yang mulia kita pun harus rela dan mau dibentuk oleh Tuhan, sebab tanah liat tidak secara otomatis berubah menjadi bejana yang halus dan menarik tanpa melewati proses terlebih dahulu. Proses inilah yang seringkali kita hindari karena kita merasakan sakit yang luar biasa sehingga kita memberontak, kecewa dan marah kepada Tuhan. Namun semakin memberontak proses itu akan terasa lama dan menyakitkan. Bangsa Israel harus mengalami proses pembentukan Tuhan di padang gurun selama 40 tahun lamanya oleh karena mereka suka memberontak, bersungut-sungut, mengeluh dan hidup dalam ketidaktaatan alias tegar tengkuk. Bisa saja tukang periuk membuat bejana itu secara cepat atau instan ('SKS' - sistem kebut semalam), tapi hasilnya? Tidak bisa dijamin kualitasnya, dan mungkin saja bejana tersebut tidak bisa bertahan lama, retak dan mudah pecah.
Maukah kita menjadi bejana atau perabot Tuhan yang bermutu rendah, biasa saja dan berharga murah? Setiap kita pasti ingin menjadi bejana Tuhan untuk tujuan yang mulia, menjadi anak-anak Tuhan yang outclass (unggul). Untuk itu ada harga yang harus dibayar. Karena itu jangan mengeraskan hati! Hati yang keras tak ubahnya seperti tanah keras yang perlu dilebur dan digemburkan sampai tanah itu benar-benar siap untuk dibentuk menjadi bejana sesuai dengan rencana si tukang periuk.
Sunday, January 26, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi MempelaiNya (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Januari 2014
Baca: Wahyu 19:6-10
"Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia." Wahyu 19:7
Alkitab menyatakan bahwa "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Sementara di masa-masa sekarang ini tidak sedikit orang kristen yang mulai tidak setia mengiring Tuhan. Karena masalah, kesesakan atau doa-doa yang belum terjawab mereka begitu mudahnya kecewa, marah, menyalahkan Tuhan, lalu berpaling dari Tuhan, meninggalkan Dia dan menambatkan hati kepada dunia ini. "...maukah kita membangkitkan cemburu Tuhan?" (1 Korintus 10:22). Sungguh benar kata pemazmur, "...telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." (Mazmur 12:2). Mari kita belajar untuk setia menanti-nantikan Tuhan. "Aku menanti-nantikan TUHAN, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi." (Mazmur 130:5-6).
Ketiga, kita diminta untuk mengasihi Tuhan lebih dari segala yang ada, "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku." (Matius 10:37). Faktanya? Banyak orang lebih mencintai uang, harta, pekerjaan, popularitas atau jabatan, daripada mengasihi Tuhan. Akhirnya mereka meremehkan dan mengabaikan jam-jam ibadah dan persekutuan dengan Tuhan dan memilih menghabiskan waktu untuk perkara-perkara duniawi. Jika seseorang tidak mengasihi pasangannya lebih dari yang lain, bagaimana hubungan ini bisa berlanjut ke jenjang pernikahan? Tak seorang pun mau jika calon pasangannya itu selingkuh atau mempunyai affair dengan yang lain. Setiap pasangan pasti menginginkan suatu hubungan yang semakin hari semakin dekat dan saling mengasihi satu sama lain.
Milikilah kerinduan yang dalam kepada Tuhan, "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:11).
Sebagai calon mempelai Kristus, kita harus menjaga hidup kita supaya tetap kudus, memiliki kesetiaan dan mengasihi Dia lebih dari segalanya, sampai Ia datang!
Baca: Wahyu 19:6-10
"Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia." Wahyu 19:7
Alkitab menyatakan bahwa "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Sementara di masa-masa sekarang ini tidak sedikit orang kristen yang mulai tidak setia mengiring Tuhan. Karena masalah, kesesakan atau doa-doa yang belum terjawab mereka begitu mudahnya kecewa, marah, menyalahkan Tuhan, lalu berpaling dari Tuhan, meninggalkan Dia dan menambatkan hati kepada dunia ini. "...maukah kita membangkitkan cemburu Tuhan?" (1 Korintus 10:22). Sungguh benar kata pemazmur, "...telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." (Mazmur 12:2). Mari kita belajar untuk setia menanti-nantikan Tuhan. "Aku menanti-nantikan TUHAN, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi." (Mazmur 130:5-6).
Ketiga, kita diminta untuk mengasihi Tuhan lebih dari segala yang ada, "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku." (Matius 10:37). Faktanya? Banyak orang lebih mencintai uang, harta, pekerjaan, popularitas atau jabatan, daripada mengasihi Tuhan. Akhirnya mereka meremehkan dan mengabaikan jam-jam ibadah dan persekutuan dengan Tuhan dan memilih menghabiskan waktu untuk perkara-perkara duniawi. Jika seseorang tidak mengasihi pasangannya lebih dari yang lain, bagaimana hubungan ini bisa berlanjut ke jenjang pernikahan? Tak seorang pun mau jika calon pasangannya itu selingkuh atau mempunyai affair dengan yang lain. Setiap pasangan pasti menginginkan suatu hubungan yang semakin hari semakin dekat dan saling mengasihi satu sama lain.
Milikilah kerinduan yang dalam kepada Tuhan, "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:11).
Sebagai calon mempelai Kristus, kita harus menjaga hidup kita supaya tetap kudus, memiliki kesetiaan dan mengasihi Dia lebih dari segalanya, sampai Ia datang!
Saturday, January 25, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi MempelaiNya (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Januari 2014
Baca: Yesaya 62:1-12
"Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara, demikianlah Dia yang membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu." Yesaya 62:5
Setelah menjadi sahabat Kristus kita tidak berhenti di sini, namun kita harus bertumbuh menjadi mempelai Kristus yang dewasa. Seperti halnya seorang laki-laki hanya akan menikah dengan wanita yang sudah dewasa dan sepadan dengannya, begitu pula Kristus, Ia hanya akan memilih orang-orang Kristen yang dewasa rohani dan memiliki kehidupan yang berkenan untuk menjadi mempelaiNya. Setiap orang percaya adalah calon mempelai Kristus. "Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." (2 Korintus 11:2b).
Dalam menanti-nantikan kedatangan Sang Mempelai (Kristus), yang tidak akan lama lagi, ada hal-hal yang harus kita perhatikan. Pertama, kita harus hidup dalam kekudusan. "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Menjaga kekudusan dan kesucian adalah hal utama bagi calon mempelai Kristus. Seorang mempelai pria pasti menginginkan pasangannya nanti (mempelai wanita) dalam keadaan suci dan tidak bernoda sampai hari pernikahan. "supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela." (Efesus 5:27). Hidup dalam kekudusan berarti tidak berkompromi dengan dosa; tidak mencemarkan diri dengan kehidupan duniawi; tidak menyerahkan anggota tubuh kepada dosa untuk dipakai senjata kelaliman, sebab "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24).
Kedua, kita harus setia menantikan kedatanganNya. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6). Tanpa kesetiaan, seseorang akan mudah kecewa dan berubah sikap saat yang dinanti-nantikan itu belum juga datang.
Baca: Yesaya 62:1-12
"Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara, demikianlah Dia yang membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu." Yesaya 62:5
Setelah menjadi sahabat Kristus kita tidak berhenti di sini, namun kita harus bertumbuh menjadi mempelai Kristus yang dewasa. Seperti halnya seorang laki-laki hanya akan menikah dengan wanita yang sudah dewasa dan sepadan dengannya, begitu pula Kristus, Ia hanya akan memilih orang-orang Kristen yang dewasa rohani dan memiliki kehidupan yang berkenan untuk menjadi mempelaiNya. Setiap orang percaya adalah calon mempelai Kristus. "Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." (2 Korintus 11:2b).
Dalam menanti-nantikan kedatangan Sang Mempelai (Kristus), yang tidak akan lama lagi, ada hal-hal yang harus kita perhatikan. Pertama, kita harus hidup dalam kekudusan. "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Menjaga kekudusan dan kesucian adalah hal utama bagi calon mempelai Kristus. Seorang mempelai pria pasti menginginkan pasangannya nanti (mempelai wanita) dalam keadaan suci dan tidak bernoda sampai hari pernikahan. "supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela." (Efesus 5:27). Hidup dalam kekudusan berarti tidak berkompromi dengan dosa; tidak mencemarkan diri dengan kehidupan duniawi; tidak menyerahkan anggota tubuh kepada dosa untuk dipakai senjata kelaliman, sebab "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24).
Kedua, kita harus setia menantikan kedatanganNya. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6). Tanpa kesetiaan, seseorang akan mudah kecewa dan berubah sikap saat yang dinanti-nantikan itu belum juga datang.
Friday, January 24, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi SahabatNya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Januari 2014
Baca: Yohanes 15:9-17
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." Yohanes 15:14
Tuhan menginginkan agar setiap orang percaya makin hari makin meningkatkan hubungan denganNya, semakin hari semakin intim dan karib dengan Dia seperti hubungan seorang sahabat. Tuhan mau kita menjadi sahabat-sahabatNya.
Orang yang menjadi sahabat Kristus adalah orang yang senantiasa bergaul karib dengan Dia, seia-sekata di segala keadaan, baik itu suka maupun duka. Menjadi sahabat berarti lebih dari sekedar teman: kedua belah pihak sudah saling mengenal luar-dalam, saling memahami, saling berbagi. Ada unsur kesetiaan dan juga komitmen di dalamnya. Jadi hubungan persahabatan itu hubungan yang sangat spesial atau khusus, di mana kedua belah pihak saling membagi isi hati, bahkan tidak ada hal yang dirahasiakan. Penulis Amsal menggambarkan, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17), bahkan "...ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." (Amsal 18:24). Itulah arti seorang sahabat! Tuhan Yesus berkata, "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:14-15). Pada saat kita belajar menjadi sahabat Yesus kita sedang belajar untuk mengenal dan memahami isi hati, pikiran, perasaan dan juga kehendakNya. Bagaimana kita bisa mengenal dan memahami isi hati, pikiran, perasaan, dan kehendak Tuhan? Yaitu melalui firmanNya. Kita harus tinggal di dalam firmanNya, artinya kita tidak lupa memperkatakan kitab Taurat tersebut, merenungkan itu siang dan malam dan bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya. (baca Yosua 1:8).
Seberapa dekat hubungan kita dengan Tuhan? Apakah kita mendekat kepadaNya hanya ketika sedang dalam permasalahan yang berat? Ataukah kekariban kita dengan Tuhan seperti hubungan antarsahabat di setiap waktu? Sudahkah kita layak disebut sebagai sahabat Kristus?
"TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." Mazmur 25:14
Baca: Yohanes 15:9-17
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." Yohanes 15:14
Tuhan menginginkan agar setiap orang percaya makin hari makin meningkatkan hubungan denganNya, semakin hari semakin intim dan karib dengan Dia seperti hubungan seorang sahabat. Tuhan mau kita menjadi sahabat-sahabatNya.
Orang yang menjadi sahabat Kristus adalah orang yang senantiasa bergaul karib dengan Dia, seia-sekata di segala keadaan, baik itu suka maupun duka. Menjadi sahabat berarti lebih dari sekedar teman: kedua belah pihak sudah saling mengenal luar-dalam, saling memahami, saling berbagi. Ada unsur kesetiaan dan juga komitmen di dalamnya. Jadi hubungan persahabatan itu hubungan yang sangat spesial atau khusus, di mana kedua belah pihak saling membagi isi hati, bahkan tidak ada hal yang dirahasiakan. Penulis Amsal menggambarkan, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17), bahkan "...ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." (Amsal 18:24). Itulah arti seorang sahabat! Tuhan Yesus berkata, "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:14-15). Pada saat kita belajar menjadi sahabat Yesus kita sedang belajar untuk mengenal dan memahami isi hati, pikiran, perasaan dan juga kehendakNya. Bagaimana kita bisa mengenal dan memahami isi hati, pikiran, perasaan, dan kehendak Tuhan? Yaitu melalui firmanNya. Kita harus tinggal di dalam firmanNya, artinya kita tidak lupa memperkatakan kitab Taurat tersebut, merenungkan itu siang dan malam dan bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya. (baca Yosua 1:8).
Seberapa dekat hubungan kita dengan Tuhan? Apakah kita mendekat kepadaNya hanya ketika sedang dalam permasalahan yang berat? Ataukah kekariban kita dengan Tuhan seperti hubungan antarsahabat di setiap waktu? Sudahkah kita layak disebut sebagai sahabat Kristus?
"TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." Mazmur 25:14
Thursday, January 23, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi TentaraNya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Januari 2014
Baca: Mazmur 148:1-14
"Pujilah Dia, hai segala malaikat-Nya, pujilah Dia, hai segala tentara-Nya!" Mazmur 148:2
Setelah kita menjadi murid Yesus kita pun harus melangkah untuk menjadi muridNya yang penuh loyalitas, radikal dan sungguh-sungguh mau membyar harga dengan ketaatan, bahkan menderita bagiNya sehingga kita dapat disebut sebagai tentara atau prajurit Kristus. "Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus." (2 Timotius 2:3). Kita semua tahu bahwa tidak semua orang bisa menjadi tentara atau prajurit. Mereka adalah orang-orang pilihan yang telah lulus seleksi secara ketat: mulai dari postur tubuh, tes fisik, tes kesehatan dan sebagainya. Tidak ada profesi lain yang melebihi profesi tentara/prajurit dalam hal pengabdian dan pengorbanan kepada bangsa dan negaranya. Bukan hanya itu! Tidak ada profesi lain yang melebihi profesi tentara/prajurit yang rela mati untuk bangsa dan negaranya. Itulah sebabnya firman Tuhan menjadikan tentara atau prajurit sebagai salah satu bentuk keteladanan bagi orang percaya.
Tentara harus mengalami proses tempaan di 'kawah candradimuka', masuk dalam camp dan menjalani latihan dengan disiplin yang sangat tinggi. Kita mungkin berpikir modal menjadi tentara cukup badan tegap dan kekar karena harus melakukan latihan fisik yang keras. Memang, tentara dituntut memiliki fisik yang kuat, namun bukan hanya itu, diperlukan pula kecerdasan intelektual karena mereka harus terus mengikuti pendidikan berjenjang dalam karir kemiliterannya, sehingga ilmu strategi perang mereka makin bertambah supaya pada saat terjun di medan peperangan yang sesungguhnya mampu mengalahkan lawan-lawannya dan tampil sebagai pemenang. Jadi memiliki fisik yang kuat tidaklah cukup, ia juga harus cerdas dan terampil. Namun lebih dari semua itu, yang paling diperlukan dari tentara/prajurit sejati adalah kesetiaan dan pengabdiannya. Demikian pula bagi tentara Kristus! Dan inilah kunci menjadi prajurit Kristus yang baik: "...tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4).
Sudahkah kita setia mengerjakan tugas yang dipercayakan Tuhan dan mengabdi penuh kepadaNya? Ia adalah komandan kita, karena itu kita harus taat kepadaNya.
Setia dan penuh pengabdian adalah karakter utama seorang tentara Kristus!
Baca: Mazmur 148:1-14
"Pujilah Dia, hai segala malaikat-Nya, pujilah Dia, hai segala tentara-Nya!" Mazmur 148:2
Setelah kita menjadi murid Yesus kita pun harus melangkah untuk menjadi muridNya yang penuh loyalitas, radikal dan sungguh-sungguh mau membyar harga dengan ketaatan, bahkan menderita bagiNya sehingga kita dapat disebut sebagai tentara atau prajurit Kristus. "Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus." (2 Timotius 2:3). Kita semua tahu bahwa tidak semua orang bisa menjadi tentara atau prajurit. Mereka adalah orang-orang pilihan yang telah lulus seleksi secara ketat: mulai dari postur tubuh, tes fisik, tes kesehatan dan sebagainya. Tidak ada profesi lain yang melebihi profesi tentara/prajurit dalam hal pengabdian dan pengorbanan kepada bangsa dan negaranya. Bukan hanya itu! Tidak ada profesi lain yang melebihi profesi tentara/prajurit yang rela mati untuk bangsa dan negaranya. Itulah sebabnya firman Tuhan menjadikan tentara atau prajurit sebagai salah satu bentuk keteladanan bagi orang percaya.
Tentara harus mengalami proses tempaan di 'kawah candradimuka', masuk dalam camp dan menjalani latihan dengan disiplin yang sangat tinggi. Kita mungkin berpikir modal menjadi tentara cukup badan tegap dan kekar karena harus melakukan latihan fisik yang keras. Memang, tentara dituntut memiliki fisik yang kuat, namun bukan hanya itu, diperlukan pula kecerdasan intelektual karena mereka harus terus mengikuti pendidikan berjenjang dalam karir kemiliterannya, sehingga ilmu strategi perang mereka makin bertambah supaya pada saat terjun di medan peperangan yang sesungguhnya mampu mengalahkan lawan-lawannya dan tampil sebagai pemenang. Jadi memiliki fisik yang kuat tidaklah cukup, ia juga harus cerdas dan terampil. Namun lebih dari semua itu, yang paling diperlukan dari tentara/prajurit sejati adalah kesetiaan dan pengabdiannya. Demikian pula bagi tentara Kristus! Dan inilah kunci menjadi prajurit Kristus yang baik: "...tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4).
Sudahkah kita setia mengerjakan tugas yang dipercayakan Tuhan dan mengabdi penuh kepadaNya? Ia adalah komandan kita, karena itu kita harus taat kepadaNya.
Setia dan penuh pengabdian adalah karakter utama seorang tentara Kristus!
Wednesday, January 22, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi MuridNya (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Januari 2014
Baca: Matius 16:21-28
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." Matius 16:24
Ada tiga perkara yang harus kita lakukan supaya kita layak disebut sebagai murid Yesus. Di antaranya adalah: menyangkal diri, berarti mehyangkal keinginan daging kita: ego, ambisi, pikiran, perasaan dan kehendak diri sendiri, lalu bertekad melakukan apa yang Tuhan Yesus kehendaki. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Pada saat kita berkomitmen untuk menjadi murid Yesus kita sedang belajar untuk berpikir, berperasaan, dan berkehendak seperti Tuhan Yesus (baca Filipi 2:5). Namun banyak orang Kristen yang sulit sekali menyangkal diri. Contoh simpelnya dalam hal berdoa dan membaca Alkitab. Seringkali kita malas melakukan, atau kita kerjakan sambil lalu saja termasuk dalam hal melayani Tuhan, di mana kita menunjukkan sikap ogah-ogahan dan tak bersemangat dengan berbagai alasan: capai, lembur kerja, tidak punya talenta dan sebagainya.
Memikul salib berarti mau menderita bagi Kristus. "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:29). Menderita bisa berupa perlakuan tidak adil, dibenci, dikucilkan, diintimidasi oleh orang lain karena status kita sebagai pengikut Kristus. "Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung...Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya." (1 Petrus 2:19-21).
Mengikut Yesus artinya taat melakukan firman Tuhan. "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku." (Yohanes 8:31). Saat kita taat melakukan firmanNya kita sedang melangkah menuju standar seperti Yesus. "Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya," (Roma 8:29).
"Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya." Lukas 6:40
Baca: Matius 16:21-28
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." Matius 16:24
Ada tiga perkara yang harus kita lakukan supaya kita layak disebut sebagai murid Yesus. Di antaranya adalah: menyangkal diri, berarti mehyangkal keinginan daging kita: ego, ambisi, pikiran, perasaan dan kehendak diri sendiri, lalu bertekad melakukan apa yang Tuhan Yesus kehendaki. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Pada saat kita berkomitmen untuk menjadi murid Yesus kita sedang belajar untuk berpikir, berperasaan, dan berkehendak seperti Tuhan Yesus (baca Filipi 2:5). Namun banyak orang Kristen yang sulit sekali menyangkal diri. Contoh simpelnya dalam hal berdoa dan membaca Alkitab. Seringkali kita malas melakukan, atau kita kerjakan sambil lalu saja termasuk dalam hal melayani Tuhan, di mana kita menunjukkan sikap ogah-ogahan dan tak bersemangat dengan berbagai alasan: capai, lembur kerja, tidak punya talenta dan sebagainya.
Memikul salib berarti mau menderita bagi Kristus. "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:29). Menderita bisa berupa perlakuan tidak adil, dibenci, dikucilkan, diintimidasi oleh orang lain karena status kita sebagai pengikut Kristus. "Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung...Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya." (1 Petrus 2:19-21).
Mengikut Yesus artinya taat melakukan firman Tuhan. "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku." (Yohanes 8:31). Saat kita taat melakukan firmanNya kita sedang melangkah menuju standar seperti Yesus. "Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya," (Roma 8:29).
"Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya." Lukas 6:40
Tuesday, January 21, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi MuridNya (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Januari 2014
Baca: Galatia 3:15-29
"Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus." Galatia 3:27
Sebagai umat pilihan Tuhan yang dirancang untuk tujuan mulia, kita pun harus mau dan siap diproses dan dibentuk Tuhan sebagaimana ketika Tuhan memilih dan menetapkan 12 orang murid sebagai mitra kerjaNya selama 3,5 tahun di bumi. Ia berkata, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19). Mereka tidak langsung diutus untuk menjangkau jiwa-jiwa, tapi mereka terlebih dahulu diajar, dilatih dan dipersiapkan Tuhan secara khusus sampai akhirnya dipercaya untuk mengemban Amanat AgungNya. Awal kehidupan murid Kristus harus dimulai dengan mengerti apa artinya menjadi Kristen, sebab ada banyak orang Kristen yang sudah lama menjadi Kristen tetapi belum mengerti tujuan dan arti hidupnya sebagai orang Kristen.
Jika kita baca dalam kitab Kisah Para Rasul, sebutan murid ditujukan kepada orang percaya yang menunjukkan karakteristik tertentu, yaitu memiliki sifat atau karakter seperti Kristus. Menjadi Kristen bertahun-tahun namun jika tindakan atau perbuatan kita tidak mencerminkan sifat atau karakter Kristus, layakkah kita ini disebut murid Kristus? Apa arti kata murid? Murid adalah seseorang yang mengikatkan dirinya atau memiliki komitmen terhadap orang lain untuk memperoleh pengetahuan, baik itu secara teori dan juga praktek; seorang yang mau mendisiplinkan diri untuk belajar dan mau diajar oleh gurunya. Menjadi murid Kristus adalah panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya. Kita yang telah menerima keselamatan secara cuma-cuma dari Tuhan harus melangkah ke tingkat selanjutnya yaitu menjadi muridNya. Dengan demikian menjadi murid Kristus berarti memiliki komitmen dan mendisiplinkan diri untuk belajar dan mau diajar oleh guru kita, yaitu Tuhan Yesus sendiri. Ia adalah Guru Agung kita, dan untuk bisa memahami apa kehendak Sang Guru, kita membutuhkan Roh Kudus. "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Matius 16:24 mengatakan, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."
Jadi seorang murid Yesus yang sejati adalah orang yang mau menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Dia.
Baca: Galatia 3:15-29
"Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus." Galatia 3:27
Sebagai umat pilihan Tuhan yang dirancang untuk tujuan mulia, kita pun harus mau dan siap diproses dan dibentuk Tuhan sebagaimana ketika Tuhan memilih dan menetapkan 12 orang murid sebagai mitra kerjaNya selama 3,5 tahun di bumi. Ia berkata, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19). Mereka tidak langsung diutus untuk menjangkau jiwa-jiwa, tapi mereka terlebih dahulu diajar, dilatih dan dipersiapkan Tuhan secara khusus sampai akhirnya dipercaya untuk mengemban Amanat AgungNya. Awal kehidupan murid Kristus harus dimulai dengan mengerti apa artinya menjadi Kristen, sebab ada banyak orang Kristen yang sudah lama menjadi Kristen tetapi belum mengerti tujuan dan arti hidupnya sebagai orang Kristen.
Jika kita baca dalam kitab Kisah Para Rasul, sebutan murid ditujukan kepada orang percaya yang menunjukkan karakteristik tertentu, yaitu memiliki sifat atau karakter seperti Kristus. Menjadi Kristen bertahun-tahun namun jika tindakan atau perbuatan kita tidak mencerminkan sifat atau karakter Kristus, layakkah kita ini disebut murid Kristus? Apa arti kata murid? Murid adalah seseorang yang mengikatkan dirinya atau memiliki komitmen terhadap orang lain untuk memperoleh pengetahuan, baik itu secara teori dan juga praktek; seorang yang mau mendisiplinkan diri untuk belajar dan mau diajar oleh gurunya. Menjadi murid Kristus adalah panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya. Kita yang telah menerima keselamatan secara cuma-cuma dari Tuhan harus melangkah ke tingkat selanjutnya yaitu menjadi muridNya. Dengan demikian menjadi murid Kristus berarti memiliki komitmen dan mendisiplinkan diri untuk belajar dan mau diajar oleh guru kita, yaitu Tuhan Yesus sendiri. Ia adalah Guru Agung kita, dan untuk bisa memahami apa kehendak Sang Guru, kita membutuhkan Roh Kudus. "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Matius 16:24 mengatakan, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."
Jadi seorang murid Yesus yang sejati adalah orang yang mau menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Dia.
Monday, January 20, 2014
BANGGA MENJADI ORANG PERCAYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Januari 2014
Baca: Yesaya 60:1-22
"...sekarang Aku akan membuat engkau menjadi kebanggaan abadi, menjadi kegirangan turun-temurun." Yesaya 60:15
Masih banyak orang Kristen yang malu dengan keberadaannya sebagai pengikut Kristus; dengan segala cara mereka berusaha menutupi diri rapat-rapat di hadapan orang lain.
Tidak seharusnya kita malu dengan status kita sebagai orang Kristen, "Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." (Markus 8:38); mestinya kita bangga menjadi pengikut Kristus karena kita adalah orang-orang pilihan Tuhan, artinya kita ini istimewa dan sangat berharga di mata Tuhan. "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan." (1 Petrus 2:9-10). Kita pun adalah warga Kerajaan Sorga (baca Filipi 3:20). Sedangkan Tuhan telah memanggil dan memilih kita "... sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya," (Efesus 1:4-5). Jadi Tuhan memiliki rancangan yang luar biasa bagi hidup kita.
Rancangan Tuhan bagi kita bukan hanya berkaitan dengan jaminan hidup kekal di dalam Kerajaan Sorga, tapi juga berlaku pada saat kita masih menjalani hari-hari kita di dunia yang fana ini. "...Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Atas dasar inilah Tuhan menghendaki supaya kita tidak menjadi orang yang minder, sebaliknya dengan penuh semangat kita memberitakan kabar baik ini kepada orang dan hidup sesuai dengan panggilan Tuhan tersebut!
Baca: Yesaya 60:1-22
"...sekarang Aku akan membuat engkau menjadi kebanggaan abadi, menjadi kegirangan turun-temurun." Yesaya 60:15
Masih banyak orang Kristen yang malu dengan keberadaannya sebagai pengikut Kristus; dengan segala cara mereka berusaha menutupi diri rapat-rapat di hadapan orang lain.
Tidak seharusnya kita malu dengan status kita sebagai orang Kristen, "Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." (Markus 8:38); mestinya kita bangga menjadi pengikut Kristus karena kita adalah orang-orang pilihan Tuhan, artinya kita ini istimewa dan sangat berharga di mata Tuhan. "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan." (1 Petrus 2:9-10). Kita pun adalah warga Kerajaan Sorga (baca Filipi 3:20). Sedangkan Tuhan telah memanggil dan memilih kita "... sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya," (Efesus 1:4-5). Jadi Tuhan memiliki rancangan yang luar biasa bagi hidup kita.
Rancangan Tuhan bagi kita bukan hanya berkaitan dengan jaminan hidup kekal di dalam Kerajaan Sorga, tapi juga berlaku pada saat kita masih menjalani hari-hari kita di dunia yang fana ini. "...Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Atas dasar inilah Tuhan menghendaki supaya kita tidak menjadi orang yang minder, sebaliknya dengan penuh semangat kita memberitakan kabar baik ini kepada orang dan hidup sesuai dengan panggilan Tuhan tersebut!
Sunday, January 19, 2014
YEHUDA: Berjiwa Pemimpin
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Januari 2014
Baca: Kejadian 49:1-28
"Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa." Kejadian 49:10
Ayat nas di atas adalah perkataan terakhir yang disampaikan Yakub kepada Yehuda. Perkataan Yakub ini adalah nubuatan yang berisikan berkat bagi Yehuda, atau lebih tepatnya bagi keturunan Yehuda, yaitu akan menjadi seorang pemimpin atau raja. Sebagai puncaknya, nubuatan itu tergenapi di dalam diri Yesus Kristus, Dia yang adalah Raja di atas segala raja adalah berasal dari garis keturunan Yehuda. Kita bisa membacanya di dalam Matius 1:1-16 tentang silsilah Yesus Kristus. Dalam Kitab Wahyu 5:5 dikatakan bahwa Yesus Kristus disebut pula 'singa dari suku Yehuda.'.
Yehuda adalah anak keempat Yakub dan Lea. Ia menikah dengan Tamar dan memiliki dua anak: Peres dan Zerah. Arti nama Yehuda adalah berterima kasih atau memuji. Mungkin ini sebagai ucapakan terima kasih atau rasa syukur Lea kepada Tuhan. Apa kelebihan Yehuda? Sedari muda Yehuda telah menunjukkan kualitas hidup sebagai seorang pemimpin yang luar biasa bagi saudara-saudaranya. Setiap perkataan, ide dan nasihatnya selalu didengar dan ditaati oleh saudara-saudaranya. Ketika saudara-saudaranya berniat hendak membunuh Yusuf, dengan tegas ia melarangnya, "'Apakah untungnya kalau kita membunuh adik kita itu dan menyembunyikan darahnya? Marilah kita jual dia kepada orang Ismael ini, tetapi janganlah kita apa-apakan dia, karena ia saudara kita, darah daging kita.' Dan saudara-saudaranya mendengarkan perkataannya itu." (Kejadian 37:26-27). nasihatnya didengarkan sehingga Yusuf tidak jadi dibunuh.
Juga saat Yusuf bersandiwara hendak menahan Benyamin dan menjadikannya sebagai budak di Mesir. Sementara saudara-saudaranya tidak bisa berbuat apa-apa, Yehuda berani angkat bicara membela Benyamin, bahkan ia menawarkan diri menjadi budak Yusuf sebagai ganti adiknya itu. "...baiklah hambamu ini tinggal menjadi budak tuanku menggantikan anak itu, dan biarlah anak itu pulang bersama-sama dengan saudara-saudaranya." (Kejadian 44:33).
Yakub memberkati Yehuda dengan berkat kekuasaan dan kepemimpinan karena selama hidupnya ia telah menunjukkan karakter sebagai seorang pemimpin sejati!
Baca: Kejadian 49:1-28
"Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa." Kejadian 49:10
Ayat nas di atas adalah perkataan terakhir yang disampaikan Yakub kepada Yehuda. Perkataan Yakub ini adalah nubuatan yang berisikan berkat bagi Yehuda, atau lebih tepatnya bagi keturunan Yehuda, yaitu akan menjadi seorang pemimpin atau raja. Sebagai puncaknya, nubuatan itu tergenapi di dalam diri Yesus Kristus, Dia yang adalah Raja di atas segala raja adalah berasal dari garis keturunan Yehuda. Kita bisa membacanya di dalam Matius 1:1-16 tentang silsilah Yesus Kristus. Dalam Kitab Wahyu 5:5 dikatakan bahwa Yesus Kristus disebut pula 'singa dari suku Yehuda.'.
Yehuda adalah anak keempat Yakub dan Lea. Ia menikah dengan Tamar dan memiliki dua anak: Peres dan Zerah. Arti nama Yehuda adalah berterima kasih atau memuji. Mungkin ini sebagai ucapakan terima kasih atau rasa syukur Lea kepada Tuhan. Apa kelebihan Yehuda? Sedari muda Yehuda telah menunjukkan kualitas hidup sebagai seorang pemimpin yang luar biasa bagi saudara-saudaranya. Setiap perkataan, ide dan nasihatnya selalu didengar dan ditaati oleh saudara-saudaranya. Ketika saudara-saudaranya berniat hendak membunuh Yusuf, dengan tegas ia melarangnya, "'Apakah untungnya kalau kita membunuh adik kita itu dan menyembunyikan darahnya? Marilah kita jual dia kepada orang Ismael ini, tetapi janganlah kita apa-apakan dia, karena ia saudara kita, darah daging kita.' Dan saudara-saudaranya mendengarkan perkataannya itu." (Kejadian 37:26-27). nasihatnya didengarkan sehingga Yusuf tidak jadi dibunuh.
Juga saat Yusuf bersandiwara hendak menahan Benyamin dan menjadikannya sebagai budak di Mesir. Sementara saudara-saudaranya tidak bisa berbuat apa-apa, Yehuda berani angkat bicara membela Benyamin, bahkan ia menawarkan diri menjadi budak Yusuf sebagai ganti adiknya itu. "...baiklah hambamu ini tinggal menjadi budak tuanku menggantikan anak itu, dan biarlah anak itu pulang bersama-sama dengan saudara-saudaranya." (Kejadian 44:33).
Yakub memberkati Yehuda dengan berkat kekuasaan dan kepemimpinan karena selama hidupnya ia telah menunjukkan karakter sebagai seorang pemimpin sejati!
Saturday, January 18, 2014
BENYAMIN: Anak Kebahagiaan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Januari 2014
Baca: Kejadian 35:16-22a
"Dan ketika ia hendak menghembuskan nafas--sebab ia mati kemudian--diberikannyalah nama Ben-oni kepada anak itu, tetapi ayahnya menamainya Benyamin." kejadian 35:18
Setiap orangtua pasti tidak akan asal-aaslan ketika hendak memberikan nama kepada anaknya. Setiap nama yang diberikan pasti memiliki arti, sejarah atau harapan bagi orangtua. Dewasa ini setiap pasangan muda yang hendak menantikan kelahiran anaknya pasti sibuk hunting dan browsing untuk mencari info sebanyak mungkin tentang daftar nama-nama yang dinilai bagus dan cocok untuk calon bayinya; dan mereka pasti akan mencari nama yang memiliki arti positif dengan harapan anak itu akan memiliki karakter atau nasib yang baik sesuai dengan arti namanya.
Benyamin adalah anak kedua Yakub dari Rahel. Di awal kelahirannya, Benyamin diberi nama Ben-oni yang berarti anak dukacita oleh sang ibu sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir sesaat setelah melahirkan. Mungkin Rahel sudah merasakan kepedihan yang mendalam karena kondisinya yang tidak baik saat mengandung dan memiliki firasat bahwa ia akan segera pergi meninggalkan anaknya untuk selama-lamanya. Namun dengan segera Yakub mengganti nama Ben-oni (anak dukacita) menjadi Benyamin, yang berarti anak kebahagiaan. Yakub menaruh pengharapan besar bahwa kelak Benyamin akan menjadi anak yang membanggakan dan mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya; dan seiring berjalannya waktu, harapan dan kerinduan Yakub pun terjawab sudah. Alkitab menyatakan bahwa dari garis keturunan Yakub ini Benyamin merupakan nenek moyang salah satu dari dua belas suku yang ada di Israel yaitu suku Benyamin.
Selain itu, jika diperhatikan, keberadaan Benyamin juga menjadi 'magnet' tersendiri bagi Yusuf, yang adalah saudara kandungnya dari ibu Rahel, yang pada waktu itu menjabat perdana menteri di Mesir. "Bawalah dia ke mari kepadaku, supaya mataku memandang dia." (Kejadian 44:21). Setelah bertemu dengan Benyamin itulah Yusuf mau membuka jati dirinya di hadapan saudara-saudaranya. "...Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong." (Kejadian 45:8).
Akhirnya Yakub dan keluarga besarnya pun pindah ke Mesir dan hidup terberkati. Sungguh, Benyamin telah menjadi anak kebahagiaan bagi Yakub.!
Baca: Kejadian 35:16-22a
"Dan ketika ia hendak menghembuskan nafas--sebab ia mati kemudian--diberikannyalah nama Ben-oni kepada anak itu, tetapi ayahnya menamainya Benyamin." kejadian 35:18
Setiap orangtua pasti tidak akan asal-aaslan ketika hendak memberikan nama kepada anaknya. Setiap nama yang diberikan pasti memiliki arti, sejarah atau harapan bagi orangtua. Dewasa ini setiap pasangan muda yang hendak menantikan kelahiran anaknya pasti sibuk hunting dan browsing untuk mencari info sebanyak mungkin tentang daftar nama-nama yang dinilai bagus dan cocok untuk calon bayinya; dan mereka pasti akan mencari nama yang memiliki arti positif dengan harapan anak itu akan memiliki karakter atau nasib yang baik sesuai dengan arti namanya.
Benyamin adalah anak kedua Yakub dari Rahel. Di awal kelahirannya, Benyamin diberi nama Ben-oni yang berarti anak dukacita oleh sang ibu sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir sesaat setelah melahirkan. Mungkin Rahel sudah merasakan kepedihan yang mendalam karena kondisinya yang tidak baik saat mengandung dan memiliki firasat bahwa ia akan segera pergi meninggalkan anaknya untuk selama-lamanya. Namun dengan segera Yakub mengganti nama Ben-oni (anak dukacita) menjadi Benyamin, yang berarti anak kebahagiaan. Yakub menaruh pengharapan besar bahwa kelak Benyamin akan menjadi anak yang membanggakan dan mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya; dan seiring berjalannya waktu, harapan dan kerinduan Yakub pun terjawab sudah. Alkitab menyatakan bahwa dari garis keturunan Yakub ini Benyamin merupakan nenek moyang salah satu dari dua belas suku yang ada di Israel yaitu suku Benyamin.
Selain itu, jika diperhatikan, keberadaan Benyamin juga menjadi 'magnet' tersendiri bagi Yusuf, yang adalah saudara kandungnya dari ibu Rahel, yang pada waktu itu menjabat perdana menteri di Mesir. "Bawalah dia ke mari kepadaku, supaya mataku memandang dia." (Kejadian 44:21). Setelah bertemu dengan Benyamin itulah Yusuf mau membuka jati dirinya di hadapan saudara-saudaranya. "...Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong." (Kejadian 45:8).
Akhirnya Yakub dan keluarga besarnya pun pindah ke Mesir dan hidup terberkati. Sungguh, Benyamin telah menjadi anak kebahagiaan bagi Yakub.!
Friday, January 17, 2014
HAMBA TUHAN: Benar atau Palsu (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Januari 2014
Baca: 2 Petrus 1:1-22
"Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu." 2 Petrus 2:1a
Secara luar penampilan para nabi palsu itu sangat meyakinkan dan lebih keren, istilah di zaman sekarang ini adalah 'glamour', sehingga banyak orang terkecoh dan masuk dalam perangkapnya. Berbeda dengan Yehezkiel, utusan Tuhan yang benar yang berpenampilan sangat sederhana. Perlu kita ingat bahwa sebutan hamba Tuhan tidak hanya mengacu kepada pendeta atau penginjil saja, tetapi setiap orang percaya adalah hamba-hamba Tuhan yang diutusNya untuk memberitakan Injil, bersaksi dan menjadi berkat di tengah-tengah dunia ini. "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:20).
Seorang hamba Tuhan yang benar memiliki motivasi yang benar dalam pelayanan. Fokus pelayanannya adalah untuk hormat dan kemuliaan Tuhan sehingga hati dan pikirannya dipenuhi dengan visi dari Tuhan, bukan full ambisi dan keinginan pribadinya. Tidak ada tendensi mencari popularitas pribadi, apalagi memperkaya diri sendiri, sehingga masalah, penderitaan, ujian, tantangan, tekanan dan berbagai kesulitan yang ada tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap melakukan yang terbaik bagi Tuhan, artinya Rohnya selalu menyala-nyala bagi Tuhan di segala keadaan. Sebaliknya, hamba Tuhan yang tidak benar atau palsu orientasi pelayanannya berfokus pada diri sendiri, mencari pujian dari manusia, bahkan menjadikan pelayanan sebagai ladang bisnis sehingga tidak segan-segannya mereka memasang banderol tinggi alias mematok tarif dengan harga tertentu, disertai request fasilitas terbaik bila diundang untuk melayani.
Selain itu hamba Tuhan yang benar menguasai diri dalam segala hal dan mati terhadap daging. Paulus berkata, "Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27). Kita harus berani bertindak tegas terhadap dosa dan tidak lagi berkompromi. Namun masih ada hamba Tuhan yang takut menegur atau dengan sengaja bungkam ketika melihat jemaatnya hidup dalam ketidaktaatan. Setelah ditelusuri ternyata jemaat tersebut adalah orang yang paling berpengaruh, kaya dan donatur tetap gereja.
Jadilah hamba Tuhan yang benar, jangan dipenuhi oleh kepalsuan!
Baca: 2 Petrus 1:1-22
"Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu." 2 Petrus 2:1a
Secara luar penampilan para nabi palsu itu sangat meyakinkan dan lebih keren, istilah di zaman sekarang ini adalah 'glamour', sehingga banyak orang terkecoh dan masuk dalam perangkapnya. Berbeda dengan Yehezkiel, utusan Tuhan yang benar yang berpenampilan sangat sederhana. Perlu kita ingat bahwa sebutan hamba Tuhan tidak hanya mengacu kepada pendeta atau penginjil saja, tetapi setiap orang percaya adalah hamba-hamba Tuhan yang diutusNya untuk memberitakan Injil, bersaksi dan menjadi berkat di tengah-tengah dunia ini. "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:20).
Seorang hamba Tuhan yang benar memiliki motivasi yang benar dalam pelayanan. Fokus pelayanannya adalah untuk hormat dan kemuliaan Tuhan sehingga hati dan pikirannya dipenuhi dengan visi dari Tuhan, bukan full ambisi dan keinginan pribadinya. Tidak ada tendensi mencari popularitas pribadi, apalagi memperkaya diri sendiri, sehingga masalah, penderitaan, ujian, tantangan, tekanan dan berbagai kesulitan yang ada tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap melakukan yang terbaik bagi Tuhan, artinya Rohnya selalu menyala-nyala bagi Tuhan di segala keadaan. Sebaliknya, hamba Tuhan yang tidak benar atau palsu orientasi pelayanannya berfokus pada diri sendiri, mencari pujian dari manusia, bahkan menjadikan pelayanan sebagai ladang bisnis sehingga tidak segan-segannya mereka memasang banderol tinggi alias mematok tarif dengan harga tertentu, disertai request fasilitas terbaik bila diundang untuk melayani.
Selain itu hamba Tuhan yang benar menguasai diri dalam segala hal dan mati terhadap daging. Paulus berkata, "Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27). Kita harus berani bertindak tegas terhadap dosa dan tidak lagi berkompromi. Namun masih ada hamba Tuhan yang takut menegur atau dengan sengaja bungkam ketika melihat jemaatnya hidup dalam ketidaktaatan. Setelah ditelusuri ternyata jemaat tersebut adalah orang yang paling berpengaruh, kaya dan donatur tetap gereja.
Jadilah hamba Tuhan yang benar, jangan dipenuhi oleh kepalsuan!
Thursday, January 16, 2014
HAMBA TUHAN: Benar atau Palsu (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Januari 2014
Baca: Yehezkiel 13:1-16
"Celakalah nabi-nabi yang bebal yang mengikuti bisikan hatinya sendiri dan yang tidak melihat sesuatu penglihatan." Yehezkiel 13:3
Sejak dahulu hingga sekarang tugas hamba Tuhan tidaklah mudah. Selalu ada tekanan, ujian, hambatan dan tantangan. Tidak sedikit yang harus mengalami aniaya, penyiksaan, bahkan harus rela kehilangan nyawanya karena menyampaikan berita kebenaran tersebut. Tantangan itu bukan hanya datang dari orang-orang yang menolak Injil atau yang dengan sengaja menutup telinganya untuk kebenaran, namun juga datang dari orang-orang 'dalam' yang terlihat turut serta mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan.
Contohnya adalah apa yang dialami Amos ketika menyampaikan pesan Tuhan. Ia justru ditentang oleh Amazia, yang adalah nabi tulen. Ia dilaporkan kepada raja Yerobeam atas keberaniannya menyuarakan kebenaran. Dengan keras Amazia mengusir Amos, "Pelihat, pergilah, enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu di sana dan bernubuatlah di sana!" (Amos 7:12).
Ketika diutus Tuhan menegakkan kebenaran di tengah-tengah bangsa yang sedang mengalami kemerosotan iman, Yehezkiel mengalami juga tantangan dan ujian berat dengan banyaknya bermunculan hamba-hamba Tuhan palasu di Israel. Namanya saja palsu, maka yang mereka beritakan bukanlah ajaran yang mengandung nilai-nilai kebenaran, melainkan kepalsuan dan penyimpangan. Mereka "...bernubuat sesuka hatinya saja:" (ayat 2), artinya menyatakan nubuatan hasil rekayasa sendiri yang dipenuhi dengan tipu muslihat, bukan berdasarkan petunjuk dari Tuhan. Apa itu nubuat? Nubuat adalah pemberitahuan atau penyampaian tentang hal-hal yang akan terjadi di kemudian hari. Itu datangnya hanya dari Tuhan melalui orang-orang pilihannya untuk menyatakan maksud dan kehendakNya. Sementara nubuatan yang disampaikan oleh para nabi palsu itu tidak datang dari Allah, artinya nubuatan tersebut diciptakan sendiri, hasil mereka-reka, mengikuti bisikan hatinya sendiri, dengan tujuan untuk menyenangkan hati orang yang mendengarnya dan untuk mendapatkan keuntungan dari pelayanan yang dilakukan, padahal "Penglihatan mereka menipu dan tenungan mereka adalah bohong; mereka berkata: Demikianlah firman TUHAN, padahal TUHAN tidak mengutus mereka, dan mereka menanti firman itu digenapi-Nya." (Yehezkiel 13:6).
Baca: Yehezkiel 13:1-16
"Celakalah nabi-nabi yang bebal yang mengikuti bisikan hatinya sendiri dan yang tidak melihat sesuatu penglihatan." Yehezkiel 13:3
Sejak dahulu hingga sekarang tugas hamba Tuhan tidaklah mudah. Selalu ada tekanan, ujian, hambatan dan tantangan. Tidak sedikit yang harus mengalami aniaya, penyiksaan, bahkan harus rela kehilangan nyawanya karena menyampaikan berita kebenaran tersebut. Tantangan itu bukan hanya datang dari orang-orang yang menolak Injil atau yang dengan sengaja menutup telinganya untuk kebenaran, namun juga datang dari orang-orang 'dalam' yang terlihat turut serta mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan.
Contohnya adalah apa yang dialami Amos ketika menyampaikan pesan Tuhan. Ia justru ditentang oleh Amazia, yang adalah nabi tulen. Ia dilaporkan kepada raja Yerobeam atas keberaniannya menyuarakan kebenaran. Dengan keras Amazia mengusir Amos, "Pelihat, pergilah, enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu di sana dan bernubuatlah di sana!" (Amos 7:12).
Ketika diutus Tuhan menegakkan kebenaran di tengah-tengah bangsa yang sedang mengalami kemerosotan iman, Yehezkiel mengalami juga tantangan dan ujian berat dengan banyaknya bermunculan hamba-hamba Tuhan palasu di Israel. Namanya saja palsu, maka yang mereka beritakan bukanlah ajaran yang mengandung nilai-nilai kebenaran, melainkan kepalsuan dan penyimpangan. Mereka "...bernubuat sesuka hatinya saja:" (ayat 2), artinya menyatakan nubuatan hasil rekayasa sendiri yang dipenuhi dengan tipu muslihat, bukan berdasarkan petunjuk dari Tuhan. Apa itu nubuat? Nubuat adalah pemberitahuan atau penyampaian tentang hal-hal yang akan terjadi di kemudian hari. Itu datangnya hanya dari Tuhan melalui orang-orang pilihannya untuk menyatakan maksud dan kehendakNya. Sementara nubuatan yang disampaikan oleh para nabi palsu itu tidak datang dari Allah, artinya nubuatan tersebut diciptakan sendiri, hasil mereka-reka, mengikuti bisikan hatinya sendiri, dengan tujuan untuk menyenangkan hati orang yang mendengarnya dan untuk mendapatkan keuntungan dari pelayanan yang dilakukan, padahal "Penglihatan mereka menipu dan tenungan mereka adalah bohong; mereka berkata: Demikianlah firman TUHAN, padahal TUHAN tidak mengutus mereka, dan mereka menanti firman itu digenapi-Nya." (Yehezkiel 13:6).
Wednesday, January 15, 2014
AMOS: Saluran Isi Hati Tuhan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Januari 2014
Baca: Amos 5:21-27
"Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu." Amos 5:21
Secara eksternal bangsa Israel mengalami kemajuan dan kemapanan ekonomi. Namun yang disesalkan hal ini tidak diimbangi kemajuan dari sisi rohani. Yang terjadi justru sebaliknya, bangsa Israel sedang menuju kehancuran dan kemerosotan moral, terutama di kalangan orang-orang kaya atau masyarakat lapisan atas yang merasa nyaman dengan keadaan mereka yang berlimpah materi/kekayaan. Karena merasa punya uang mereka bertindak semena-mena dengan melakukan penindasan terhadap rakyat kecil. Akhirnya negeri dipenuhi ketidakadilan, ketidakbenaran, keserakahan, kelaliman. Hati Tuhan sangat sedih melihat dosa dan pelanggaran bangsa Israel yang begitu kronis ini dan Ia sangat peduli terhadap orang-orang yang tertindas. "Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:7).
Melalui Amos Tuhan menegur bangsa Israel dengan keras agar mereka segera bertobat! Teguran Tuhan adalah bukti bahwa Ia sangat mengasihi bangsa Israel meski berulangkali mereka memberontak dan hidup dalam ketidaktaatan. Tuhan menghendaki agar mereka segera bertobat; jika tidak, Tuhan akan bertindak dengan tanganNya sendiri untuk menghakimi. Penglihatan yang diterima oleh Amos di pasal 7-9 adalah bukti bahwa Tuhan tidak main-main dengan ucapanNya. Tuhan sangat membenci kepura-puraan. Ibadah dan persembahan tidak akan berarti apa-apa di hadapan Tuhan bila tidak disertai dengan ketaatan melakukan firmanNya. Bangsa Israel berpikir bahwa Tuhan dapat disuap atau disogok dengan besarnya persembahan yang mereka bawa ke rumahNya.
Teguran Amos ini juga berlaku bagi kita-kita yang hidup di zaman sekarang ini. Bukankah ada banyak orang Kristen yang sedang terlena karena merasa berada di 'puncak' dengan harta kekayaannya yang melimpah, sehingga mereka tidak lagi mengindahkan firman Tuhan? Kita berpikir bahwa dengan memberikan banyak persembahan di gereja dan aktif di gereja Tuhan akan diam saja melihat kejahatan dan ketidaktaatan kita. Amos, yang sama sekali tidak diperhitungkan oleh manusia, hari ini dipakai Tuhan untuk mengingatkan kita.
Masihkan kita mengeraskan hati dan mengabaikan teguranNya?
Baca: Amos 5:21-27
"Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu." Amos 5:21
Secara eksternal bangsa Israel mengalami kemajuan dan kemapanan ekonomi. Namun yang disesalkan hal ini tidak diimbangi kemajuan dari sisi rohani. Yang terjadi justru sebaliknya, bangsa Israel sedang menuju kehancuran dan kemerosotan moral, terutama di kalangan orang-orang kaya atau masyarakat lapisan atas yang merasa nyaman dengan keadaan mereka yang berlimpah materi/kekayaan. Karena merasa punya uang mereka bertindak semena-mena dengan melakukan penindasan terhadap rakyat kecil. Akhirnya negeri dipenuhi ketidakadilan, ketidakbenaran, keserakahan, kelaliman. Hati Tuhan sangat sedih melihat dosa dan pelanggaran bangsa Israel yang begitu kronis ini dan Ia sangat peduli terhadap orang-orang yang tertindas. "Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:7).
Melalui Amos Tuhan menegur bangsa Israel dengan keras agar mereka segera bertobat! Teguran Tuhan adalah bukti bahwa Ia sangat mengasihi bangsa Israel meski berulangkali mereka memberontak dan hidup dalam ketidaktaatan. Tuhan menghendaki agar mereka segera bertobat; jika tidak, Tuhan akan bertindak dengan tanganNya sendiri untuk menghakimi. Penglihatan yang diterima oleh Amos di pasal 7-9 adalah bukti bahwa Tuhan tidak main-main dengan ucapanNya. Tuhan sangat membenci kepura-puraan. Ibadah dan persembahan tidak akan berarti apa-apa di hadapan Tuhan bila tidak disertai dengan ketaatan melakukan firmanNya. Bangsa Israel berpikir bahwa Tuhan dapat disuap atau disogok dengan besarnya persembahan yang mereka bawa ke rumahNya.
Teguran Amos ini juga berlaku bagi kita-kita yang hidup di zaman sekarang ini. Bukankah ada banyak orang Kristen yang sedang terlena karena merasa berada di 'puncak' dengan harta kekayaannya yang melimpah, sehingga mereka tidak lagi mengindahkan firman Tuhan? Kita berpikir bahwa dengan memberikan banyak persembahan di gereja dan aktif di gereja Tuhan akan diam saja melihat kejahatan dan ketidaktaatan kita. Amos, yang sama sekali tidak diperhitungkan oleh manusia, hari ini dipakai Tuhan untuk mengingatkan kita.
Masihkan kita mengeraskan hati dan mengabaikan teguranNya?
Tuesday, January 14, 2014
AMOS: Saluran Isi Hati Tuhan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Januari 2014
Baca: Amos 5:14-17
"Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup;" Amos 5:14
Amos adalah salah satu tokoh penting dalam Alkitab yang patut menjadi inspirasi kita. Ia bukanlah berasal dari keluarga yang berada dan berpendidikan tinggi. Dikatakan, "Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan." (Amos 7:14). Amos adalah orang biasa: peternak dan pemungut buah ara di hutan, serta bertempat tinggal di sebuah desa kecil bernama Tekoa yang termasuk wilayah Yehuda. Itulah sebabnya Amos sering disebut sebagai penggembala dari Tekoa atau peladang pohon ara dari selatan.
Meski dari kalangan orang 'bawah' bukan berarti Amos tidak punya masa depan dan tidak layak dipakai Tuhan. Justru dari kesederhanaannya ini Tuhan memilih Amos untuk alatNya. Ada tertulis: "...apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:27-29). Jangan pernah minder atau berkecil hati dengan keadaan yang ada dan janganlah berkata, "Mana mungkin hidupku dipakai Tuhan, sementara aku tidak pernah mengenyam pendidikan teologia, tidak fasih bicara, wajahku pas-pasan, aku tidak punya harta yang bisa dibanggakan. Semua orang pasti memandangku dengan sebelah mata." Tuhan tidak pernah memilih seseorang dari fisik, jabatan, kekayaan dan sebagainya. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Setiap orang percaya memiliki kesempatan yang sama untuk dipakai Tuhan sebagai alat kemuliaanNya.
Tuhan memakai Amos untuk sebuah misi besar yang luar biasa yaitu menyampaikan pesan penting yang berisi teguran dan peringatan kepada bangsa Israel bagian utara yang pada waktu itu sedang berada di puncak kejayaan. Mungkinkah? Tidak ada yang tak mungkin bagi orang percaya, karena dalam segala perkara Tuhan turut bekerja. Dengan kekuatan sendiri Amos tidak akan mampu, tapi ada Roh Tuhan yang menyertainya.
Baca: Amos 5:14-17
"Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup;" Amos 5:14
Amos adalah salah satu tokoh penting dalam Alkitab yang patut menjadi inspirasi kita. Ia bukanlah berasal dari keluarga yang berada dan berpendidikan tinggi. Dikatakan, "Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan." (Amos 7:14). Amos adalah orang biasa: peternak dan pemungut buah ara di hutan, serta bertempat tinggal di sebuah desa kecil bernama Tekoa yang termasuk wilayah Yehuda. Itulah sebabnya Amos sering disebut sebagai penggembala dari Tekoa atau peladang pohon ara dari selatan.
Meski dari kalangan orang 'bawah' bukan berarti Amos tidak punya masa depan dan tidak layak dipakai Tuhan. Justru dari kesederhanaannya ini Tuhan memilih Amos untuk alatNya. Ada tertulis: "...apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:27-29). Jangan pernah minder atau berkecil hati dengan keadaan yang ada dan janganlah berkata, "Mana mungkin hidupku dipakai Tuhan, sementara aku tidak pernah mengenyam pendidikan teologia, tidak fasih bicara, wajahku pas-pasan, aku tidak punya harta yang bisa dibanggakan. Semua orang pasti memandangku dengan sebelah mata." Tuhan tidak pernah memilih seseorang dari fisik, jabatan, kekayaan dan sebagainya. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Setiap orang percaya memiliki kesempatan yang sama untuk dipakai Tuhan sebagai alat kemuliaanNya.
Tuhan memakai Amos untuk sebuah misi besar yang luar biasa yaitu menyampaikan pesan penting yang berisi teguran dan peringatan kepada bangsa Israel bagian utara yang pada waktu itu sedang berada di puncak kejayaan. Mungkinkah? Tidak ada yang tak mungkin bagi orang percaya, karena dalam segala perkara Tuhan turut bekerja. Dengan kekuatan sendiri Amos tidak akan mampu, tapi ada Roh Tuhan yang menyertainya.
Monday, January 13, 2014
ALLAH: Bapa yang Baik (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Januari 2014
Baca: Mazmur 103:1-22
"Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." Mazmur 103:13
Sang ayah memberikan cincin kepada anak bungsu. Cincin adalah lambang otoritas. Di awal penciptaannya manusia beroleh kuasa dan otoritas dari Tuhan unuk menguasai dan menaklukkan bumi. "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (Kejadian 1:26). Namun kuasa dan otoritas itu hilang karena manusia jatuh dalam dosa. Namun melalui pengorbanan Yesus di atas kayu salib otoritas dan kuasa itu dikembalikan dan menjadi milik orang percaya seperti penegasan Yesus, "Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu." (Lukas 10:19). Setiap yang percaya kepada Yesus mempunyai kuasa di dalam namaNya, karena namaNya adalah nama di atas segala nama dan di dalam namaNya bertekuk lutut segala yang ada di langit, yang ada di atas bumi dan di bawah bumi (baca Filipi 2:10).
Sang ayah juga mengenakan sepatu pada kaki anaknya, sebab saat pulang anak tidak lagi memakai kasut/sepatu karena ia hidup sebagai budak, namun kini anak dikembalikan kepada posisi semula (gambaran sepatu). Karena dosa kita terbuang jauh dari Bapa, tetapi melalui karya Kristus kita dikembalikan kepada posisi semula yaitu sebagai anak yang dikasihiNya, dipindahkan dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib dan kita pun kembali menjadi obyek kasih Bapa. Kepulangan anak bungsu juga membuat hati ayah dipenuhi sukacia sehingga ia pun menggelar pesta. Pesta adalah gambaran sukacita Bapa yang besar karena anakNya yang telah lama hilang didapatNya kembali.
Tidak ada sukacita yang lebih besar daripada sukacita karena seorang yang berdosa, yang lama terhilang, pulang kembali ke rumah Bapa dan diselamatkan. Saat itu pula beribu-ribu malaikat di sorga akan bersorak-sorai penuh sukacita.
"Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." Lukas 19:10
Baca: Mazmur 103:1-22
"Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." Mazmur 103:13
Sang ayah memberikan cincin kepada anak bungsu. Cincin adalah lambang otoritas. Di awal penciptaannya manusia beroleh kuasa dan otoritas dari Tuhan unuk menguasai dan menaklukkan bumi. "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (Kejadian 1:26). Namun kuasa dan otoritas itu hilang karena manusia jatuh dalam dosa. Namun melalui pengorbanan Yesus di atas kayu salib otoritas dan kuasa itu dikembalikan dan menjadi milik orang percaya seperti penegasan Yesus, "Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu." (Lukas 10:19). Setiap yang percaya kepada Yesus mempunyai kuasa di dalam namaNya, karena namaNya adalah nama di atas segala nama dan di dalam namaNya bertekuk lutut segala yang ada di langit, yang ada di atas bumi dan di bawah bumi (baca Filipi 2:10).
Sang ayah juga mengenakan sepatu pada kaki anaknya, sebab saat pulang anak tidak lagi memakai kasut/sepatu karena ia hidup sebagai budak, namun kini anak dikembalikan kepada posisi semula (gambaran sepatu). Karena dosa kita terbuang jauh dari Bapa, tetapi melalui karya Kristus kita dikembalikan kepada posisi semula yaitu sebagai anak yang dikasihiNya, dipindahkan dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib dan kita pun kembali menjadi obyek kasih Bapa. Kepulangan anak bungsu juga membuat hati ayah dipenuhi sukacia sehingga ia pun menggelar pesta. Pesta adalah gambaran sukacita Bapa yang besar karena anakNya yang telah lama hilang didapatNya kembali.
Tidak ada sukacita yang lebih besar daripada sukacita karena seorang yang berdosa, yang lama terhilang, pulang kembali ke rumah Bapa dan diselamatkan. Saat itu pula beribu-ribu malaikat di sorga akan bersorak-sorai penuh sukacita.
"Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." Lukas 19:10
Sunday, January 12, 2014
ALLAH: Bapa yang Baik (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Januari 2014
Baca: Lukas 15:11-32
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." Lukas 15:32
Setelah mengalami kegagalan, kehancuran dan mengalami jalan buntu untuk setiap permasalahan yang kita hadapi seringkali kita baru menyadari akan kesalahan yang kita perbuat dan menyesal. Memang, penyesalan selalu datang terlambat. Inilah yang dirasakan anak bungsu, "Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Lukas 15:17-18). Akhirnya anak bungsu pun memutuskan untuk kembali ke rumah ayahnya. Ia tidak peduli apakah ayahnya masih mau menerimanya atau tidak.
Perhatikan: ketika anaknya yang bungsu kembali, "Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20b). Luar biasa! Dengan tangan terbuka ayah menyambut kembali anak bungsunya yang telah lama hilang. Bukan hanya itu, ia pun memberikan jubah yang terbaik, cincin dan juga sepatu (ayat 22b). Inilah gambaran kasih Bapa yang sungguh besar kepada kita; tanganNya selalu terbuka untuk menyambut dan menerima kita kembali meskipun kita telah memberontak, hidup dalam ketidaktaatan dan meninggalkan Dia demi menuruti keinginan hawa nafsu. Jubah yang diberikan ayah kepada anak bungsu adalah gambaran kebenaran dan keselamatan. Kebenaran telah hilang dalam diri semua manusia oleh karena dosa, "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Firman Tuhan menegaskan bahwa "...upah dosa ialah maut;" (Roma 6:23) namun "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
PengorbananNya di kayu salib membenarkan manusia dan memberi manusia keselamatan. "Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:17-18).
Baca: Lukas 15:11-32
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." Lukas 15:32
Setelah mengalami kegagalan, kehancuran dan mengalami jalan buntu untuk setiap permasalahan yang kita hadapi seringkali kita baru menyadari akan kesalahan yang kita perbuat dan menyesal. Memang, penyesalan selalu datang terlambat. Inilah yang dirasakan anak bungsu, "Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Lukas 15:17-18). Akhirnya anak bungsu pun memutuskan untuk kembali ke rumah ayahnya. Ia tidak peduli apakah ayahnya masih mau menerimanya atau tidak.
Perhatikan: ketika anaknya yang bungsu kembali, "Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20b). Luar biasa! Dengan tangan terbuka ayah menyambut kembali anak bungsunya yang telah lama hilang. Bukan hanya itu, ia pun memberikan jubah yang terbaik, cincin dan juga sepatu (ayat 22b). Inilah gambaran kasih Bapa yang sungguh besar kepada kita; tanganNya selalu terbuka untuk menyambut dan menerima kita kembali meskipun kita telah memberontak, hidup dalam ketidaktaatan dan meninggalkan Dia demi menuruti keinginan hawa nafsu. Jubah yang diberikan ayah kepada anak bungsu adalah gambaran kebenaran dan keselamatan. Kebenaran telah hilang dalam diri semua manusia oleh karena dosa, "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Firman Tuhan menegaskan bahwa "...upah dosa ialah maut;" (Roma 6:23) namun "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
PengorbananNya di kayu salib membenarkan manusia dan memberi manusia keselamatan. "Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:17-18).
Saturday, January 11, 2014
ALLAH: Bapa yang Baik (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Januari 2014
Baca: Lukas 15:1-32
"Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku." Lukas 15:12a
Kita patut bersyukur, oleh karena pengorbanan Tuhan kita Yesus Kristus di atas Kavlari, kita yang dahulunya terbuang jauh karena dosa diperdamaikan kembali dengan Allah, bahkan kita diangkat sebagai anak-anak Allah dengan panggilan yang sangat intim yaitu Bapa. Kata Bapa menunjukkan hubungan kasih yang tiada jarak, erat, tidak ada keraguan atau keengganan lagi. Bahkan lebih dari itu "...jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia." (Roma 8:17). Sebagai anak kita juga berhak atas warisan yang telah disediakan oleh Bapa bagi anak-anakNya.
Dalam pembacaan firman hari ini Tuhan Yesus melukiskan kebesaran kasih Bapa melalui perumpamaan tentang anak yang hilang. Anak bungsu adalah gambaran dari kehidupan di dalam kasih karunia, sedangkan ayah yang baik adalah gambaran dari pribadi Bapa di sorga yang dipenuhi oleh kasih karunia untuk anak-anakNya. Anak bungsu memaksa ayahnya untuk segera membagikan harta kekayaannya kepada anak-anaknya. Si bungsu meminta harta yang menjadi haknya terlebih dahulu; dan karena kasihnya yang begitu besar, sang ayah pun membagi-bagikan harta kekayaannya tersebut. Setelah menerima harta dari sang ayah si bungsu ini pun segera menjual seluruh hartanya, lalu pergi ke negeri yang jauh meninggalkan ayah dan kakaknya. Di tempat jauh inilah si bungsu memboroskan harta kekayaan untuk berfoya-foya hingga harta yang dimilikinya tersebut ludes tak tersisa. Keadaannya makin buruk karena di negeri di mana ia tinggal terjadi bencana kelaparan yang hebat, sehingga ia pun menjadi sangat melarat. Untuk bertahan hidup ia bekerja sebagai penjaga babi, dan karena laparnya ia sampai ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi.
Anak bungsu menanggung akibat dari kesalahannya sendiri: hidupnya gagal dan hancur total sampai di titik terendah setelah keluar dan meninggalkan rumah ayahnya.
Baca: Lukas 15:1-32
"Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku." Lukas 15:12a
Kita patut bersyukur, oleh karena pengorbanan Tuhan kita Yesus Kristus di atas Kavlari, kita yang dahulunya terbuang jauh karena dosa diperdamaikan kembali dengan Allah, bahkan kita diangkat sebagai anak-anak Allah dengan panggilan yang sangat intim yaitu Bapa. Kata Bapa menunjukkan hubungan kasih yang tiada jarak, erat, tidak ada keraguan atau keengganan lagi. Bahkan lebih dari itu "...jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia." (Roma 8:17). Sebagai anak kita juga berhak atas warisan yang telah disediakan oleh Bapa bagi anak-anakNya.
Dalam pembacaan firman hari ini Tuhan Yesus melukiskan kebesaran kasih Bapa melalui perumpamaan tentang anak yang hilang. Anak bungsu adalah gambaran dari kehidupan di dalam kasih karunia, sedangkan ayah yang baik adalah gambaran dari pribadi Bapa di sorga yang dipenuhi oleh kasih karunia untuk anak-anakNya. Anak bungsu memaksa ayahnya untuk segera membagikan harta kekayaannya kepada anak-anaknya. Si bungsu meminta harta yang menjadi haknya terlebih dahulu; dan karena kasihnya yang begitu besar, sang ayah pun membagi-bagikan harta kekayaannya tersebut. Setelah menerima harta dari sang ayah si bungsu ini pun segera menjual seluruh hartanya, lalu pergi ke negeri yang jauh meninggalkan ayah dan kakaknya. Di tempat jauh inilah si bungsu memboroskan harta kekayaan untuk berfoya-foya hingga harta yang dimilikinya tersebut ludes tak tersisa. Keadaannya makin buruk karena di negeri di mana ia tinggal terjadi bencana kelaparan yang hebat, sehingga ia pun menjadi sangat melarat. Untuk bertahan hidup ia bekerja sebagai penjaga babi, dan karena laparnya ia sampai ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi.
Anak bungsu menanggung akibat dari kesalahannya sendiri: hidupnya gagal dan hancur total sampai di titik terendah setelah keluar dan meninggalkan rumah ayahnya.
Friday, January 10, 2014
ANAK ALLAH: Menerima Wasiat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Januari 2014
Baca: Ibrani 9:11-28
"Sebab di mana ada wasiat, di situ harus diberitahukan tentang kematian pembuat wasiat itu." Ibrani 9:16
Secara umum arti kata 'wasiat' adalah pesan terakhir yang disampaikan oleh orang yang akan meninggal. Biasanya wasiat berkenaan dengan harta kekayaan yang hendak diwariskan kepada yang berhak menerima sesuai dengan yang dikehendaki oleh si pembuat wasiat, dan baru akan berlaku apabila yang memberi wasiat tersebut sudah meninggal (ayat 17).
Sesuai dengan pembacaan firman hari ini, pemberi wasiat itu adalah Allah. Namun, bukankah Allah tidak pernah mati, karena Dia adalah kekal? Allah bisa memberikan warisanNya kepada kita dengan jalan memberikan PuteraNya, Yesus, yang adalah Tuhan, menjadi manusia. Melalui kematianNya di atas kayu salib tersebut Allah bisa memberikan wasiat kepada kita. Setiap kita yang percaya kepada Yesus Kristus diangkat menjadi anak-anak Allah. "Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia." (Roma 8:17).
Wasiat di dalam Tuhan Yesus berkenaan dengan berkat-berkat yang diberikan Allah kepada Abraham. Ada tertulis: "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!' Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu." (Galatia 3:13-14). Karena kita adalah anak-anak Allah maka kita pun berhak menerima warisan atau berkat-berkat yang dijanjikanNya; dan untuk menerima berkat-berkat Tuhan atau mengalami penggenapan janji Allah ada syaratnya, yaitu jika kita mau menderita bersama-sama dengan Kristus. Kata 'menderita' identik dengan sesuatu yang tidak enak dan sakit. Menderita di sini dimaksudkan mematikan segala keinginan daging dan mau hidup dipimpin oleh Roh Kudus. Menderita bersama Tuhan berarti harus menyangkal diri, memikul salibNya dan mengikut Dia. Inilah harga yang harus kita bayar supaya warisan itu menjadi milik kita.
Tanpa Yesus berkat-berkat Allah tidak bisa turun kepada kita!
Baca: Ibrani 9:11-28
"Sebab di mana ada wasiat, di situ harus diberitahukan tentang kematian pembuat wasiat itu." Ibrani 9:16
Secara umum arti kata 'wasiat' adalah pesan terakhir yang disampaikan oleh orang yang akan meninggal. Biasanya wasiat berkenaan dengan harta kekayaan yang hendak diwariskan kepada yang berhak menerima sesuai dengan yang dikehendaki oleh si pembuat wasiat, dan baru akan berlaku apabila yang memberi wasiat tersebut sudah meninggal (ayat 17).
Sesuai dengan pembacaan firman hari ini, pemberi wasiat itu adalah Allah. Namun, bukankah Allah tidak pernah mati, karena Dia adalah kekal? Allah bisa memberikan warisanNya kepada kita dengan jalan memberikan PuteraNya, Yesus, yang adalah Tuhan, menjadi manusia. Melalui kematianNya di atas kayu salib tersebut Allah bisa memberikan wasiat kepada kita. Setiap kita yang percaya kepada Yesus Kristus diangkat menjadi anak-anak Allah. "Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia." (Roma 8:17).
Wasiat di dalam Tuhan Yesus berkenaan dengan berkat-berkat yang diberikan Allah kepada Abraham. Ada tertulis: "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!' Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu." (Galatia 3:13-14). Karena kita adalah anak-anak Allah maka kita pun berhak menerima warisan atau berkat-berkat yang dijanjikanNya; dan untuk menerima berkat-berkat Tuhan atau mengalami penggenapan janji Allah ada syaratnya, yaitu jika kita mau menderita bersama-sama dengan Kristus. Kata 'menderita' identik dengan sesuatu yang tidak enak dan sakit. Menderita di sini dimaksudkan mematikan segala keinginan daging dan mau hidup dipimpin oleh Roh Kudus. Menderita bersama Tuhan berarti harus menyangkal diri, memikul salibNya dan mengikut Dia. Inilah harga yang harus kita bayar supaya warisan itu menjadi milik kita.
Tanpa Yesus berkat-berkat Allah tidak bisa turun kepada kita!
Thursday, January 9, 2014
BOAS: Menjadi Saluran Berkat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Januari 2014
Baca: Rut 4:1-17
"Terpujilah TUHAN, yang telah rela menolong engkau pada hari ini dengan seorang penebus." Rut 4:14
Jika membaca kitab Rut kita akan menemukan salah satu tokoh sentral yang olehnya kehidupan Rut dimuliakan dan terangkat dari keterpurukan. Dia adalah Boas, anak Salmon, yang merupakan sanak dari keluarga Elimelekh, mendiang suami Naomi.
Adapun nama Boas memiliki arti padanya ada kekuatan. Terbukti di dalam diri Boas ada kekuatan yang luar biasa: ia memiliki kekayaan yang melimpah, terpandang dan sangat berpengaruh di negerinya. Dengan keberadaannya ini sesungguhnya Boas punya banyak alasan untuk menjadi sombong dan bertindak semena-mena terhadap orang lain. Namun ia bukanlah sosok yang demikian: meski menjadi orang 'besar' ia tetap memiliki kepribadian yang baik, sederhana, rendah hati dan punya kepedulian terhadap orang lain yang hidup dalam penderitaan. Tak segan-segannya ia terjun langsung ke ladang dan memberi salam kepada pekerjanya, "TUHAN kiranya menyertai kamu." (Rut 2:4), makan bersama dengan pekerja-pekerjanya (baca Rut 2:14) dan juga tidak malu untuk tidur di tempak pengirikan (baca Rut 3:7).
Di ladang inilah Boas bertemu dengan Rut yang sedang memungut berkas gandum. Maka ia pun menaruh belas kasihnya kepada Rut dengan memerintahkan para pekerjanya untuk sengaja menjatuhkan sedikit-sedikit dari setiap jelai yang mereka tuai supaya Rut dapat memungut banyak. Mengapa? Sebab Boas sudah mendengar kesetiaan yang ditunjukkan Rut terhadap mertuanya (Naomi) yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengannya. Melihat kebaikan Boas ini Naomi menyarankan agar Rut mau jika diperisteri oleh Boas, karena itu ia diperintahkan untuk diam-diam tidur di dekat kaki Boas. Singakat cerita, gayung pun bersambut, Boas bersedia menebus dan menjadikan Rut sebagai isterinya dengan tujuan menyelamatkan Rut dan juga menegakkan nama keluarga Naomi di atas milik pusakanya (baca Rut 4:10).
Boas telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa: kekayaan yang dimiliki tidak sepenuhnya ia nikmati untuk diri sendiri, tapi juga untuk memberkati orang lain.
Melalui garis keturunan Boas pula lahirlah Yesus Kristus, Sang Juruselamat. Yesus adalah keturunan Daud dan Daud adalah cicit Boas!
Baca: Rut 4:1-17
"Terpujilah TUHAN, yang telah rela menolong engkau pada hari ini dengan seorang penebus." Rut 4:14
Jika membaca kitab Rut kita akan menemukan salah satu tokoh sentral yang olehnya kehidupan Rut dimuliakan dan terangkat dari keterpurukan. Dia adalah Boas, anak Salmon, yang merupakan sanak dari keluarga Elimelekh, mendiang suami Naomi.
Adapun nama Boas memiliki arti padanya ada kekuatan. Terbukti di dalam diri Boas ada kekuatan yang luar biasa: ia memiliki kekayaan yang melimpah, terpandang dan sangat berpengaruh di negerinya. Dengan keberadaannya ini sesungguhnya Boas punya banyak alasan untuk menjadi sombong dan bertindak semena-mena terhadap orang lain. Namun ia bukanlah sosok yang demikian: meski menjadi orang 'besar' ia tetap memiliki kepribadian yang baik, sederhana, rendah hati dan punya kepedulian terhadap orang lain yang hidup dalam penderitaan. Tak segan-segannya ia terjun langsung ke ladang dan memberi salam kepada pekerjanya, "TUHAN kiranya menyertai kamu." (Rut 2:4), makan bersama dengan pekerja-pekerjanya (baca Rut 2:14) dan juga tidak malu untuk tidur di tempak pengirikan (baca Rut 3:7).
Di ladang inilah Boas bertemu dengan Rut yang sedang memungut berkas gandum. Maka ia pun menaruh belas kasihnya kepada Rut dengan memerintahkan para pekerjanya untuk sengaja menjatuhkan sedikit-sedikit dari setiap jelai yang mereka tuai supaya Rut dapat memungut banyak. Mengapa? Sebab Boas sudah mendengar kesetiaan yang ditunjukkan Rut terhadap mertuanya (Naomi) yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengannya. Melihat kebaikan Boas ini Naomi menyarankan agar Rut mau jika diperisteri oleh Boas, karena itu ia diperintahkan untuk diam-diam tidur di dekat kaki Boas. Singakat cerita, gayung pun bersambut, Boas bersedia menebus dan menjadikan Rut sebagai isterinya dengan tujuan menyelamatkan Rut dan juga menegakkan nama keluarga Naomi di atas milik pusakanya (baca Rut 4:10).
Boas telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa: kekayaan yang dimiliki tidak sepenuhnya ia nikmati untuk diri sendiri, tapi juga untuk memberkati orang lain.
Melalui garis keturunan Boas pula lahirlah Yesus Kristus, Sang Juruselamat. Yesus adalah keturunan Daud dan Daud adalah cicit Boas!
Wednesday, January 8, 2014
LOT: Menuai Kegagalan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Januari 2014
Baca: Kejadian 19:1-29
"Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN, dari langit;" Kejadian 19:24
Lot tentu tidak menyangka bahwa keputusannya untuk tinggal di Sodom adalah awal malapetaka bagi dia dan seluruh keluarganya. Selain itu ia juga harus kehilangan persekutuan yang karib dengan pamannya, Abraham. Pilihan inilah yang akhirnya membawa Lot kepada kehancuran dan kegagalan dalam hidupnya. Apa yang menurut pemikiran kita baik belum tentu baik di mata Tuhan. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12). Firman Tuhan mengingatkan, "...carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Inilah yang diabaikan Lot, yaitu lebih memikirkan kesenangan duniawi daripada mengutamakan perkara-perkara rohani. Demikianlah Lot menentukan pilihan dalam hidupnya yaitu tinggal di Sodom, padahal pada waktu itu kota Sodom dipenuhi oleh kemaksiatan dan kebejatan moral. "Adapun orang Sodom sangat jahat dan berdosa terhadap TUHAN." (Kejadian 13:13).
Sodom adalah gambaran dari kenikmatan daging atau kesenangan duniawi. Berhati-hatilah dalam mengambil setiap keputusan, sebab jika kita salah dalam membuat keputusan akan berakibat fatal. "...janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak," (Amsal 3:5-7). Awalnya hanya berkemah di dekat Sodom, pada akhirnya ia tinggal di kota itu dan bergaul dengan penduduknya. Alkitab menegaskan, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korinus 15:33). Lot memilih untuk berkompromi dengan dosa.
Sebagai orang yang mengenal kebenaran seharusnya Lot bisa memberikan teladan hidup yang baik dan menjadi terang bagi orang-orang Sodom, namun ia malah terbawa arus dan 'bersahabat' dengan dunia. "...persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah?" (Yakobus 4:4). Ketika Sodom dan Gomora dibumihanguskan Tuhan Lot terkena dampaknya: harta benda ludes, isterinya pun menjadi tiang garam.
Tuhan masih menunjukkan kasihNya karena Ia ingat kepada Abraham sehingga Lot terluput dari bencana itu.
Baca: Kejadian 19:1-29
"Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN, dari langit;" Kejadian 19:24
Lot tentu tidak menyangka bahwa keputusannya untuk tinggal di Sodom adalah awal malapetaka bagi dia dan seluruh keluarganya. Selain itu ia juga harus kehilangan persekutuan yang karib dengan pamannya, Abraham. Pilihan inilah yang akhirnya membawa Lot kepada kehancuran dan kegagalan dalam hidupnya. Apa yang menurut pemikiran kita baik belum tentu baik di mata Tuhan. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12). Firman Tuhan mengingatkan, "...carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Inilah yang diabaikan Lot, yaitu lebih memikirkan kesenangan duniawi daripada mengutamakan perkara-perkara rohani. Demikianlah Lot menentukan pilihan dalam hidupnya yaitu tinggal di Sodom, padahal pada waktu itu kota Sodom dipenuhi oleh kemaksiatan dan kebejatan moral. "Adapun orang Sodom sangat jahat dan berdosa terhadap TUHAN." (Kejadian 13:13).
Sodom adalah gambaran dari kenikmatan daging atau kesenangan duniawi. Berhati-hatilah dalam mengambil setiap keputusan, sebab jika kita salah dalam membuat keputusan akan berakibat fatal. "...janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak," (Amsal 3:5-7). Awalnya hanya berkemah di dekat Sodom, pada akhirnya ia tinggal di kota itu dan bergaul dengan penduduknya. Alkitab menegaskan, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korinus 15:33). Lot memilih untuk berkompromi dengan dosa.
Sebagai orang yang mengenal kebenaran seharusnya Lot bisa memberikan teladan hidup yang baik dan menjadi terang bagi orang-orang Sodom, namun ia malah terbawa arus dan 'bersahabat' dengan dunia. "...persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah?" (Yakobus 4:4). Ketika Sodom dan Gomora dibumihanguskan Tuhan Lot terkena dampaknya: harta benda ludes, isterinya pun menjadi tiang garam.
Tuhan masih menunjukkan kasihNya karena Ia ingat kepada Abraham sehingga Lot terluput dari bencana itu.
Tuesday, January 7, 2014
LOT: Keputusan Yang Salah
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Januari 2014 -
Baca: Kejadian 13:1-18
"Abram menetap di tanah Kanaan, tetapi Lot menetap di kota-kota Lembah Yordan dan berkemah di dekat Sodom." Kejadian 13:12
Berbicara tentang Lot berarti berbicara tentang kota Sodom dan Gomora, dua kota yang dibumihanguskan Tuhan karena perbuatan bejat penduduknya. Apa hubungannya dengan Lot? Ya, Lot beserta seluruh keluarganya tinggal di kota itu.
Lot adalah keponakan Abraham yang diajak bersama-sama meninggalkan negeri nenek moyangnya. Abraham diberkati Tuhan secara luar biasa dan hal itu membawa dampak yang baik bagi kehidupan Lot. Perekonomian Lot turut terangkat dan terberkati. Alkitab mencatat bahwa keduanya memiliki banyak ternak, sampai-sampai tempat di mana mereka tinggal "...tidak cukup luas bagi mereka untuk diam bersama-sama, sebab harta milik mereka amat banyak, sehingga mereka tidak dapat diam bersama-sama." (Kejadian 13:6), kemudian terjadilah perkelahian antara para gembala Abraham dan para gembala Lot karena tanah Kanaan terlalu sempit untuk keduanya. Inilah yang menjadi penyebab terjadinya terjadinya perpisahan antara Abraham dan Lot. Namun dengan hati yang dipenuhi kasih Abraham memberi kesempatan kepada Lot untuk memilih tempat terlebih dahulu. Ini menunjukkan bahwa Abraham bukanlah seorang yang egois dan mementingkan diri sendiri. Ia lebih mengutamakan kepentingan orang lain lebih dari kepentingannya sendiri walaupun ia punya kuasa dan hak penuh untuk menentukan pilihannya karena status Lot hanyalah menumpang. Kesempatan ini tidak disia-siakan Lot, ia membuat pilihan sesuai keinginan matanya. "Lalu Lot melayangkan pandangnya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir, sampai ke Zoar. --Hal itu terjadi sebelum TUHAN memusnahkan Sodom dan Gomora. -- Sebab itu Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu, lalu ia berangkat ke sebelah timur dan mereka berpisah." (Kejadian 13:10-11).
Lot memilih tempat sesuai dengan apa yang dipandangnya baik, indah, menarik dan lebih menguntungkan secara kasat mata. Ia lebih mementingkan perkara-perkara jasmani yang berkenaan dengan harta dan kekayaan. Fokus Lot adalah untuk kepuasan diri sendiri tanpa mempedulikan perasaan pamannya, Abraham.
Baca: Kejadian 13:1-18
"Abram menetap di tanah Kanaan, tetapi Lot menetap di kota-kota Lembah Yordan dan berkemah di dekat Sodom." Kejadian 13:12
Berbicara tentang Lot berarti berbicara tentang kota Sodom dan Gomora, dua kota yang dibumihanguskan Tuhan karena perbuatan bejat penduduknya. Apa hubungannya dengan Lot? Ya, Lot beserta seluruh keluarganya tinggal di kota itu.
Lot adalah keponakan Abraham yang diajak bersama-sama meninggalkan negeri nenek moyangnya. Abraham diberkati Tuhan secara luar biasa dan hal itu membawa dampak yang baik bagi kehidupan Lot. Perekonomian Lot turut terangkat dan terberkati. Alkitab mencatat bahwa keduanya memiliki banyak ternak, sampai-sampai tempat di mana mereka tinggal "...tidak cukup luas bagi mereka untuk diam bersama-sama, sebab harta milik mereka amat banyak, sehingga mereka tidak dapat diam bersama-sama." (Kejadian 13:6), kemudian terjadilah perkelahian antara para gembala Abraham dan para gembala Lot karena tanah Kanaan terlalu sempit untuk keduanya. Inilah yang menjadi penyebab terjadinya terjadinya perpisahan antara Abraham dan Lot. Namun dengan hati yang dipenuhi kasih Abraham memberi kesempatan kepada Lot untuk memilih tempat terlebih dahulu. Ini menunjukkan bahwa Abraham bukanlah seorang yang egois dan mementingkan diri sendiri. Ia lebih mengutamakan kepentingan orang lain lebih dari kepentingannya sendiri walaupun ia punya kuasa dan hak penuh untuk menentukan pilihannya karena status Lot hanyalah menumpang. Kesempatan ini tidak disia-siakan Lot, ia membuat pilihan sesuai keinginan matanya. "Lalu Lot melayangkan pandangnya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir, sampai ke Zoar. --Hal itu terjadi sebelum TUHAN memusnahkan Sodom dan Gomora. -- Sebab itu Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu, lalu ia berangkat ke sebelah timur dan mereka berpisah." (Kejadian 13:10-11).
Lot memilih tempat sesuai dengan apa yang dipandangnya baik, indah, menarik dan lebih menguntungkan secara kasat mata. Ia lebih mementingkan perkara-perkara jasmani yang berkenaan dengan harta dan kekayaan. Fokus Lot adalah untuk kepuasan diri sendiri tanpa mempedulikan perasaan pamannya, Abraham.
Monday, January 6, 2014
ABRAHAM: Dipanggil Untuk Menjadi Berkat (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Januari 2014 -
Baca: Kejadian 12:10-20
"...Abram mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, keledai betina dan unta." Kejadian 12:16
Ketika mengadakan perjanjian dengan Abraham Tuhan memberikan janji-janji kepadanya: menjadikannya bangsa yang besar, memberkati dan menjadi berkat. Untuk menerima kepenuhan janji Tuhan ini yang diperlukan bukan hanya iman, tapi Abraham dituntut untuk hidup dalam ketaatan dan menyenangkan hatiNya. Abraham menanggapi janji Tuhan itu dengan iman, percaya dan juga ketaatan. Itulah sebabnya Abraham dibenarkan oleh Tuhan. Ini menunjukkan bahwa Tuhan memiliki rencana di balik perjanjian berkatNya dengan Abraham seperti tertulis: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Setiap kita pasti rindu diberkati Tuhan, bukan? Supaya berkat Tuhan itu digenapi dalam hidup kita, kita harus mengerti terlebih dahulu apa yang menjadi kehendak dan rencana Tuhan memberkati kita. Tanpa memiliki pengertian yang benar akan hal ini bisa-bisa berkat yang kita terima tersebut malah akan membuat kita jatuh dalam dosa dan semakin jauh dari Tuhan. Sebesar apa pun kerinduan kita untuk menjadi berkat bagi orang lain, sebesar itu pula berkat yang akan Tuhan percayakan kepada kita. Jadi Tuhan akan memberkati kita jika kita benar-benar telah siap untuk menjadi berkat. "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." (Amsal 11:25). berkat Tuhan juga tidak pernah terpengaruh oleh situasi dan keadaan yang terjadi di sekeliling hidup kita. Mungkin saat ini dunia sedang dilanda krisis di segala bidang kehidupan dunia, namun satu hal yang harus kita tanamkan dalam hati adalah bahwa tidak ada krisis yang terlalu besar yang tidak dikendalikan oleh Tuhan, tidak ada badai kehidupan yang tidak dapat diredakanNya.
Seberat apa pun krisis masalah yang menerpa hari-hari kita, Tuhan lebih dari sanggup untuk memberkati kita. Sekali Tuhan berjanji, Dia pasti akan menggenapi janjiNya itu tepat pada waktunya. "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19).
Di tengah bencana kelaparan yang hebat Abraham justru mengalami kelimpahan!
Baca: Kejadian 12:10-20
"...Abram mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, keledai betina dan unta." Kejadian 12:16
Ketika mengadakan perjanjian dengan Abraham Tuhan memberikan janji-janji kepadanya: menjadikannya bangsa yang besar, memberkati dan menjadi berkat. Untuk menerima kepenuhan janji Tuhan ini yang diperlukan bukan hanya iman, tapi Abraham dituntut untuk hidup dalam ketaatan dan menyenangkan hatiNya. Abraham menanggapi janji Tuhan itu dengan iman, percaya dan juga ketaatan. Itulah sebabnya Abraham dibenarkan oleh Tuhan. Ini menunjukkan bahwa Tuhan memiliki rencana di balik perjanjian berkatNya dengan Abraham seperti tertulis: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Setiap kita pasti rindu diberkati Tuhan, bukan? Supaya berkat Tuhan itu digenapi dalam hidup kita, kita harus mengerti terlebih dahulu apa yang menjadi kehendak dan rencana Tuhan memberkati kita. Tanpa memiliki pengertian yang benar akan hal ini bisa-bisa berkat yang kita terima tersebut malah akan membuat kita jatuh dalam dosa dan semakin jauh dari Tuhan. Sebesar apa pun kerinduan kita untuk menjadi berkat bagi orang lain, sebesar itu pula berkat yang akan Tuhan percayakan kepada kita. Jadi Tuhan akan memberkati kita jika kita benar-benar telah siap untuk menjadi berkat. "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." (Amsal 11:25). berkat Tuhan juga tidak pernah terpengaruh oleh situasi dan keadaan yang terjadi di sekeliling hidup kita. Mungkin saat ini dunia sedang dilanda krisis di segala bidang kehidupan dunia, namun satu hal yang harus kita tanamkan dalam hati adalah bahwa tidak ada krisis yang terlalu besar yang tidak dikendalikan oleh Tuhan, tidak ada badai kehidupan yang tidak dapat diredakanNya.
Seberat apa pun krisis masalah yang menerpa hari-hari kita, Tuhan lebih dari sanggup untuk memberkati kita. Sekali Tuhan berjanji, Dia pasti akan menggenapi janjiNya itu tepat pada waktunya. "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19).
Di tengah bencana kelaparan yang hebat Abraham justru mengalami kelimpahan!
Sunday, January 5, 2014
ABRAHAM: Dipanggil Untuk Menjadi Berkat (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Januari 2014 -
Baca: Kejadian 12:1-9
"Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat." Kejadian 12:2
Panggilan Tuhan atas Abraham dapat menjadi contoh panggilan Tuhan atas kehidupan orang percaya. Sebagaimana Tuhan berjanji untuk memberkati Abraham, Dia juga akan memberkati kita. Tujuan Tuhan memberkati kita adalah supaya kita dapat menjadi berkat bagi orang lain. "Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan." (2 Korintus 9:8).
Panggilan terhadap Abraham merupakan langkah awal yang dikerjakan Tuhan untuk menggenapi maksud dan rencanaNya menyelamatkan umatNya. Dari Abraham inilah Tuhan menghendaki munculnya suatu keluarga yang taat dan hidup benar di hadapanNya, suatu bangsa pilihan yang memiliki kehidupan yang 'berbeda' dari bangsa-bangsa lain di dunia ini. "Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya." (Kejadian 18:19). Melalui garis keturunan Abraham pula hadirlah Yesus Kristus, Sang Juruselamat manusia.
Adapun panggilan Tuhan terhadap Abraham ini tidak hanya terdiri atas berbagai janji berkat, tetapi juga terdiri atas tugas dan kewajiban. Tuhan menghendaki Abraham hidup taat, berjalan menurut jalan-jalannya agar ia memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepadanya. Ketika Tuhan berjanji bahwa ia akan menjadi bangsa yang besar, sekalipun realisasi dari janji-janji tersebut nampak mustahil secara akal manusia, Abraham tetap percaya. "...TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: 'Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.' Maka firman-Nya kepadanya: 'Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.' Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:5-6). Janji Tuhan pun digenapiNya, bahkan berkatNya bukan hanya berlaku bagi keturunan Abraham secara lahiriah saja, namun juga bagi semua orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Baca: Kejadian 12:1-9
"Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat." Kejadian 12:2
Panggilan Tuhan atas Abraham dapat menjadi contoh panggilan Tuhan atas kehidupan orang percaya. Sebagaimana Tuhan berjanji untuk memberkati Abraham, Dia juga akan memberkati kita. Tujuan Tuhan memberkati kita adalah supaya kita dapat menjadi berkat bagi orang lain. "Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan." (2 Korintus 9:8).
Panggilan terhadap Abraham merupakan langkah awal yang dikerjakan Tuhan untuk menggenapi maksud dan rencanaNya menyelamatkan umatNya. Dari Abraham inilah Tuhan menghendaki munculnya suatu keluarga yang taat dan hidup benar di hadapanNya, suatu bangsa pilihan yang memiliki kehidupan yang 'berbeda' dari bangsa-bangsa lain di dunia ini. "Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya." (Kejadian 18:19). Melalui garis keturunan Abraham pula hadirlah Yesus Kristus, Sang Juruselamat manusia.
Adapun panggilan Tuhan terhadap Abraham ini tidak hanya terdiri atas berbagai janji berkat, tetapi juga terdiri atas tugas dan kewajiban. Tuhan menghendaki Abraham hidup taat, berjalan menurut jalan-jalannya agar ia memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepadanya. Ketika Tuhan berjanji bahwa ia akan menjadi bangsa yang besar, sekalipun realisasi dari janji-janji tersebut nampak mustahil secara akal manusia, Abraham tetap percaya. "...TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: 'Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.' Maka firman-Nya kepadanya: 'Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.' Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:5-6). Janji Tuhan pun digenapiNya, bahkan berkatNya bukan hanya berlaku bagi keturunan Abraham secara lahiriah saja, namun juga bagi semua orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Saturday, January 4, 2014
Berkat Tuhan Selalu Baru
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Januari 2014 -
Baca: Ratapan 3:1-66
"Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setia-Nya." Ratapan 3:32
Prediksi bahwa tahun 2014 adalah tahun yang penuh ketidakpastian mendorong orang dunia untuk segera mencari jawaban dan mengadukan nasibnya kepada paranormal, dukun atau orang pintar. Mereka bertanya tentang kepastian hidupnya, masa depan, usaha, karir, jodoh dan sebagainya. Haruskah kita turut terprovokasi, lalu mengambil tindakan seperti yang mereka lakukan dengan lari mencari pertolongan kepada ilah lain?
Sebagai anak-anak Tuhan sudah seharusnya kita memiliki kehidupan yang berbeda dari orang dunia karena kita memiliki Tuhan yang heran dan ajaib. Perjalanan hidup kita di sepanjang tahun 2013 kemarin adalah bukti bahwa sesulit apa pun hari-hari yang kita jalani, kita tidak berjalan sendirian, tapi ada Tuhan yang selalu menopang dan menggendong kita. Tak dibiarkannya kita bergumul sendirian. Kasih dan pemeliharaanNya tak pernah berubah! Karena itu milikilah keyakinan bahwa kita pun pasti sanggup menjalani hari-hari ke depan dan menyongsong hari esok yang penuh pengharapan bersama Tuhan. Apa dasarnya? Firman Tuhan. Tertulis: "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Artinya ada jaminan Tuhan yang luar biasa, dimana Ia selalu menyediakan berkatNya bagi kita dan berkat itu selalu baru setiap pagi, bukan berkat sisa-sisa. "Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok," (Matius 6:34). Kasih, berkat dan pemeliharaanNya akan kita alami dari hari ke hari di sepanjang hidup kita. Inilah janji Tuhan, dan janjiNya adalah ya dan amin. Ini membuktikan bahwa Tuhan selalu memberi yang terbaik dan tidak pernah mengecewakan anak-anakNya.
Bagaimana dengan kita? Kita seringkali mengecewakan Tuhan. Ketika dalam masalah kita langsung mengeluh, persungut-sungut, marah dan menyalahkan Tuhan, padahal hal ini diijinkan terjadi adalah demi kebaikan kita. Itulah manusia, begitu mudah berubah dan mengecewakan. Karena itu jangan pernah berharap dan mengandalkan manusia, melainkan berharaplah hanya kepada Tuhan, karena Dia adalah Pribadi yang tidak pernah mengecewakan kita!
Selalu ada berkat bagi orang percaya setiap hari!
Baca: Ratapan 3:1-66
"Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setia-Nya." Ratapan 3:32
Prediksi bahwa tahun 2014 adalah tahun yang penuh ketidakpastian mendorong orang dunia untuk segera mencari jawaban dan mengadukan nasibnya kepada paranormal, dukun atau orang pintar. Mereka bertanya tentang kepastian hidupnya, masa depan, usaha, karir, jodoh dan sebagainya. Haruskah kita turut terprovokasi, lalu mengambil tindakan seperti yang mereka lakukan dengan lari mencari pertolongan kepada ilah lain?
Sebagai anak-anak Tuhan sudah seharusnya kita memiliki kehidupan yang berbeda dari orang dunia karena kita memiliki Tuhan yang heran dan ajaib. Perjalanan hidup kita di sepanjang tahun 2013 kemarin adalah bukti bahwa sesulit apa pun hari-hari yang kita jalani, kita tidak berjalan sendirian, tapi ada Tuhan yang selalu menopang dan menggendong kita. Tak dibiarkannya kita bergumul sendirian. Kasih dan pemeliharaanNya tak pernah berubah! Karena itu milikilah keyakinan bahwa kita pun pasti sanggup menjalani hari-hari ke depan dan menyongsong hari esok yang penuh pengharapan bersama Tuhan. Apa dasarnya? Firman Tuhan. Tertulis: "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Artinya ada jaminan Tuhan yang luar biasa, dimana Ia selalu menyediakan berkatNya bagi kita dan berkat itu selalu baru setiap pagi, bukan berkat sisa-sisa. "Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok," (Matius 6:34). Kasih, berkat dan pemeliharaanNya akan kita alami dari hari ke hari di sepanjang hidup kita. Inilah janji Tuhan, dan janjiNya adalah ya dan amin. Ini membuktikan bahwa Tuhan selalu memberi yang terbaik dan tidak pernah mengecewakan anak-anakNya.
Bagaimana dengan kita? Kita seringkali mengecewakan Tuhan. Ketika dalam masalah kita langsung mengeluh, persungut-sungut, marah dan menyalahkan Tuhan, padahal hal ini diijinkan terjadi adalah demi kebaikan kita. Itulah manusia, begitu mudah berubah dan mengecewakan. Karena itu jangan pernah berharap dan mengandalkan manusia, melainkan berharaplah hanya kepada Tuhan, karena Dia adalah Pribadi yang tidak pernah mengecewakan kita!
Selalu ada berkat bagi orang percaya setiap hari!
Friday, January 3, 2014
Yehovah Jireh
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Januari 2014 -
Baca: Mazmur 111:1-10
"Diberikan-Nya rezeki kepada orang-orang yang takut akan Dia. Ia ingat untuk selama-lamanya akan perjanjian-Nya." Mazmur 111:5
Yang tak kalah penting dalam menghadapi tahun baru ini adalah berpikiran positif: memenuhi pikiran dengan hal-hal yang baik dan positif. Mungkinkah perkataan atau perbuatan yang kita lakukan dalam nama Yesus adalah negatif? Tentunya tidak.
Perkataan dan perbuatan kita haruslah positif dan benar, yaitu sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Padahal perkataan dan perbuatan kita (positif atau negatif) sangat ditentukan oleh pikiran kita. Dengan pikiran, kita akan memikirkan, mengucapkan dan kemudian melakukan hal-hal yang baik atau pun yang jahat. Jadi pikiran merupakan aset yang sangat penting dalam kehidupan kita. Itulah sebabnya Daud berdoa kepada Tuhan, "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" (Mazmur 139:23). Daud rindu agar Tuhan senantiasa memperbaharui hati dan pikirannya supaya selaras dengan kehendakNya.
Rindu perkara-perkara yang baik dan positif terjadi dalam hidup Saudara? Berpikiran positif mulai sekarang! Jadi berpikir positif adalah sebuah pilihan! Bagaimana supaya pikiran kita dipenuhi hal-hal yang positif? Yaitu mengisinya dengan firman Tuhan dan membangun keintiman dengan Tuhan senantiasa. Jika pikiran kita sudah berubah, perkataan dan perbuatan kita pun pasti berubah. Akhirnya, "...semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji," (Filipi 4:8), itulah yang kita pikirkan. Sebaliknya jika yang kita pikirkan adalah hal-hal yang buruk dan negatif, maka keburukan itu pula yang akan kita tuai, "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25).
Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita untuk tidak kuatir tentang apa pun juga, sebab kita mempunyai Bapa di sorga yang tahu persis semua yang kita butuhkan. Dia adalah Yehovah Jireh, Allah yang sanggup menyediakan. Ingat, ketakutan atau kekuatiran tidak akan pernah menambah hal-hal yang baik di dalam hidup kita.
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." Filipi 4:19
Baca: Mazmur 111:1-10
"Diberikan-Nya rezeki kepada orang-orang yang takut akan Dia. Ia ingat untuk selama-lamanya akan perjanjian-Nya." Mazmur 111:5
Yang tak kalah penting dalam menghadapi tahun baru ini adalah berpikiran positif: memenuhi pikiran dengan hal-hal yang baik dan positif. Mungkinkah perkataan atau perbuatan yang kita lakukan dalam nama Yesus adalah negatif? Tentunya tidak.
Perkataan dan perbuatan kita haruslah positif dan benar, yaitu sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Padahal perkataan dan perbuatan kita (positif atau negatif) sangat ditentukan oleh pikiran kita. Dengan pikiran, kita akan memikirkan, mengucapkan dan kemudian melakukan hal-hal yang baik atau pun yang jahat. Jadi pikiran merupakan aset yang sangat penting dalam kehidupan kita. Itulah sebabnya Daud berdoa kepada Tuhan, "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" (Mazmur 139:23). Daud rindu agar Tuhan senantiasa memperbaharui hati dan pikirannya supaya selaras dengan kehendakNya.
Rindu perkara-perkara yang baik dan positif terjadi dalam hidup Saudara? Berpikiran positif mulai sekarang! Jadi berpikir positif adalah sebuah pilihan! Bagaimana supaya pikiran kita dipenuhi hal-hal yang positif? Yaitu mengisinya dengan firman Tuhan dan membangun keintiman dengan Tuhan senantiasa. Jika pikiran kita sudah berubah, perkataan dan perbuatan kita pun pasti berubah. Akhirnya, "...semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji," (Filipi 4:8), itulah yang kita pikirkan. Sebaliknya jika yang kita pikirkan adalah hal-hal yang buruk dan negatif, maka keburukan itu pula yang akan kita tuai, "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25).
Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita untuk tidak kuatir tentang apa pun juga, sebab kita mempunyai Bapa di sorga yang tahu persis semua yang kita butuhkan. Dia adalah Yehovah Jireh, Allah yang sanggup menyediakan. Ingat, ketakutan atau kekuatiran tidak akan pernah menambah hal-hal yang baik di dalam hidup kita.
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." Filipi 4:19
Thursday, January 2, 2014
TAHUN BARU: Tahun Pengharapan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Januari 2014 -
Baca: 1 Petrus 1:3-12
"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan," 1 Petrus 1:3
Kita harus menyadari bahwa waktu yang sudah lewat tak mungkin diputar kembali. Adalah sia-sia jika kita terus meratapi nasib dan murung memikirkan kegagalan atau luka di masa lalu; ini hanya akan menjadi penghalang bagi kemajuan kita. Kehidupan di tahun 2013 hendaknya kita jadikan pengalaman berharga. Segala ujian dan permasalahan yang Tuhan ijinkan terjadi di tahun kemarin adalah pelajaran berharga agar kita dapat hidup lebih baik lagi. Itu adalah bagian dari proses pembentukan Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kita. Agar kita tidak mengulang kesalahan yang sama di tahun yang baru ini marilah kita memiliki tekad seperti Rasul Paulus, "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13). Mari melangkah ke depan dengan penuh iman dan disertai perbuatan, pada saatnya kita pasti kan melihat mujizat dan karya-karya Tuhan yang besar dan ajaib terjadi!
Banyak orang dihantui oleh rasa takut dan kuatir melihat kenyataan yang ada, bahkan mungkin mereka berkata, "Sanggupkah aku?" Namun sebagai orang percaya kita harus berani berkata bahwa tahun baru adalah tahun penuh pengharapan, karena kita percaya bahwa Tuhan senantiasa menyertai kita. Ini adalah suatu kesempatan bagi kita untuk menata langkah baru supaya dalam tahun yang baru ini kita dapat melihat janji-janji Tuhan digenapi, doa-doa kita terjawab dan ada terobosan baru di segala aspek kehidupan kita. Untuk itu kita harus melibatkan Tuhan dan mengandalkan Dia senantiasa, sebab "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7).
Melibatkan Tuhan dan mengandalkan Dia berarti kita menjadikan Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini, sebagai tanda bahwa kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan sehingga segala sesuatu yang kita lakukan, baik itu perkataan atau pun perbuatan, semata-mata kita lakukan untuk Tuhan Yesus. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 2:23).
Hadapi tahun baru ini dengan penuh iman..!!
Baca: 1 Petrus 1:3-12
"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan," 1 Petrus 1:3
Kita harus menyadari bahwa waktu yang sudah lewat tak mungkin diputar kembali. Adalah sia-sia jika kita terus meratapi nasib dan murung memikirkan kegagalan atau luka di masa lalu; ini hanya akan menjadi penghalang bagi kemajuan kita. Kehidupan di tahun 2013 hendaknya kita jadikan pengalaman berharga. Segala ujian dan permasalahan yang Tuhan ijinkan terjadi di tahun kemarin adalah pelajaran berharga agar kita dapat hidup lebih baik lagi. Itu adalah bagian dari proses pembentukan Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kita. Agar kita tidak mengulang kesalahan yang sama di tahun yang baru ini marilah kita memiliki tekad seperti Rasul Paulus, "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13). Mari melangkah ke depan dengan penuh iman dan disertai perbuatan, pada saatnya kita pasti kan melihat mujizat dan karya-karya Tuhan yang besar dan ajaib terjadi!
Banyak orang dihantui oleh rasa takut dan kuatir melihat kenyataan yang ada, bahkan mungkin mereka berkata, "Sanggupkah aku?" Namun sebagai orang percaya kita harus berani berkata bahwa tahun baru adalah tahun penuh pengharapan, karena kita percaya bahwa Tuhan senantiasa menyertai kita. Ini adalah suatu kesempatan bagi kita untuk menata langkah baru supaya dalam tahun yang baru ini kita dapat melihat janji-janji Tuhan digenapi, doa-doa kita terjawab dan ada terobosan baru di segala aspek kehidupan kita. Untuk itu kita harus melibatkan Tuhan dan mengandalkan Dia senantiasa, sebab "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7).
Melibatkan Tuhan dan mengandalkan Dia berarti kita menjadikan Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini, sebagai tanda bahwa kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan sehingga segala sesuatu yang kita lakukan, baik itu perkataan atau pun perbuatan, semata-mata kita lakukan untuk Tuhan Yesus. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 2:23).
Hadapi tahun baru ini dengan penuh iman..!!
Wednesday, January 1, 2014
Tahun Baru: Tahun Pengharapan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Januari 2014 -
Baca: Mazmur 71:1-24
"Sebab Engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya ALLAH." Mazmur 71:5
Tahun 2013 baru saja kita lewati, dan tentunya banyak sekali kenangan yang telah mengisi hidup kita. Di sepanjang tahun kemarin setiap kita pasti mengalami dinamika hidup yang luar biasa: baik, buruk, sehat, sakit, berhasil, gagal, masalah datang silih berganti mewarnai hari-hari kita. Tidak sedikit dari kita yang meninggalkan tahun 2013 dengan sebersit rasa kecewa di dalam hati, oleh karena mungkin semua harapan dan keinginan kita belum juga terwujud, doa-doa kita hingga detik ini belum juga beroleh jawaban. Meski demikian jangan sekali-kali menyalahkan keadaan ini, menyalahkan orang lain, apalagi sampai menyalahkan Tuhan. Hal utama yang harus kita lakukan adalah menguji pekerjaan kita sendiri, dengan kata lain mengoreksi diri. "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4).
Memasuki tahun baru 2014 ini biarlah kita tetap mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan dan berpegang teguh pada janji firmanNya, karena janjiNya adalah ya dan amin. Janji Tuhan bagi umatNya tidak pernah berubah dan tetap berlaku. Orang-orang di luar Tuhan mungkin akan berkata bahwa tahun 2014 adalah tahun yang penuh dengan ketidakpastian, tahun kesuraman atau tahun yang menakutkan sehingga mereka menghadapi tahun baru ini dengan penuh ketakutan dan kekuatiran. Namun bagi orang percaya, apa pun keadaannya, "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Meski dunia dipenuhi goncangan-goncangan, anak-anak Tuhan, tidak seharusnya turut tergoncang, sebab "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28). Sungguh benar apa yang disampaikan pemazmur bahwa Tuhan adalah satu-satunya pengharapan bagi orang percaya; dan pengharapan di dalam Tuhan itu tidak pernah mengecewakan!
Tetap nantikanlah Tuhan dengan penuh ketekunan sampai Ia bertindak, karena "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" (Mazmur 25:3).
"Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya:" Mazmur 146:5
Baca: Mazmur 71:1-24
"Sebab Engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya ALLAH." Mazmur 71:5
Tahun 2013 baru saja kita lewati, dan tentunya banyak sekali kenangan yang telah mengisi hidup kita. Di sepanjang tahun kemarin setiap kita pasti mengalami dinamika hidup yang luar biasa: baik, buruk, sehat, sakit, berhasil, gagal, masalah datang silih berganti mewarnai hari-hari kita. Tidak sedikit dari kita yang meninggalkan tahun 2013 dengan sebersit rasa kecewa di dalam hati, oleh karena mungkin semua harapan dan keinginan kita belum juga terwujud, doa-doa kita hingga detik ini belum juga beroleh jawaban. Meski demikian jangan sekali-kali menyalahkan keadaan ini, menyalahkan orang lain, apalagi sampai menyalahkan Tuhan. Hal utama yang harus kita lakukan adalah menguji pekerjaan kita sendiri, dengan kata lain mengoreksi diri. "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4).
Memasuki tahun baru 2014 ini biarlah kita tetap mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan dan berpegang teguh pada janji firmanNya, karena janjiNya adalah ya dan amin. Janji Tuhan bagi umatNya tidak pernah berubah dan tetap berlaku. Orang-orang di luar Tuhan mungkin akan berkata bahwa tahun 2014 adalah tahun yang penuh dengan ketidakpastian, tahun kesuraman atau tahun yang menakutkan sehingga mereka menghadapi tahun baru ini dengan penuh ketakutan dan kekuatiran. Namun bagi orang percaya, apa pun keadaannya, "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Meski dunia dipenuhi goncangan-goncangan, anak-anak Tuhan, tidak seharusnya turut tergoncang, sebab "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28). Sungguh benar apa yang disampaikan pemazmur bahwa Tuhan adalah satu-satunya pengharapan bagi orang percaya; dan pengharapan di dalam Tuhan itu tidak pernah mengecewakan!
Tetap nantikanlah Tuhan dengan penuh ketekunan sampai Ia bertindak, karena "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" (Mazmur 25:3).
"Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya:" Mazmur 146:5