Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2013 -
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah
pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!" 2 Timotius 4:5
Tak henti-hentinya rasul Paulus mendorong dan menguatkan Timotius supaya terus maju dalam memberitakan Injil. Memang seyogianya Timotius meneladani pemimpin rohaninya itu, yang meski dipenjara tak surut semangatnya berkarya bagi Tuhan. Paulus sadar bahwa "...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18), sehingga ia dapat menasihati, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya,
nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala
kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Selagi masih ada kesempatan mari tunaikan tugas pelayanan kita sebaik mungkin, jangan disia-siakan. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih
siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat
bekerja." (Yohanes 9:4), "Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat," (2 Timotius 4:3). Jadi tugas memberitakan Injil Kristus dan menyatakan kebenaran secara tegas adalah tugas Ilahi yang bersifat wajib dan sangat mendesak, karena jemaat akhir zaman ini kian tertidur rohaninya dan makin disibukkan oleh perkara-perkara duniawi. Bukan hanya itu, mereka juga lebih suka "...mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng." (2 Timotius 4:3-4).
Sudahkah kita menjalankan tugas pelayanan kita dengan benar? Butuh komitmen tinggi, kesetiaan, kesabaran dan kesungguhan hati untuk menjadi seorang pelayan Tuhan! Selain itu kita pun harus punya dasar iman dan pengajaran yang kuat yang diperoleh dengan cara bertekun membaca, meneliti dan merenungkan firman Tuhan. Terpenting, kita harus hidup di dalam firman dan menjadi pelaku firman Tuhan, "...supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang." (1 Timotius 4:15). Menjadi pelayan tuhan berarti terlebih dahulu memberikan teladan hidup bagi orang lain.
Jadilah pelayan Tuhan yang berkenan kepada Tuhan: motivasi benar, memberi yang terbaik dan hidup dalam kebenaran sampai akhir hidup kita!
Saturday, August 31, 2013
Friday, August 30, 2013
MELAYANI SAMPAI GARIS AKHIR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2013 -
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." 1 Timotius 4:16a
Dewasa ini makin banyak anak Tuhan turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Ini adalah berita baik! Namun menjadi pelayan Tuhan yang benar bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada harga yang harus kita bayar! Kita tidak bisa melayani Tuhan dengan asal-asalan atau sekedar latah karena ikut-ikutan. Melayani Tuhan adalah tugas yang sangat mulia, karena itu kita harus melakukannya dengan kesungguhan hati dan komitmen yang tinggi.
Timotius adalah seorang pemuda yang bertalenta dan memiliki kehidupan rohani yang mumpuni. Komitmennya dalam melayani Tuhan tak diragukan lagi. Itulah sebabnya rasul Paulus tak henti-hentinya berdoa untuk Timotius supaya ia tetap memiliki semangat dalam melayani Tuhan. "...kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu." (1 Timotius 1:6). Ada banyak alasan bagi Timotius untuk menjadi lemah dan patah semangat melayani karena banyak tantangan dan ujian menghadang langkahnya dalam mengemban Amanat Agung Tuhan ini. Apalagi saat itu Paulus selaku pembina rohani Timotius sedang dipenjara oleh karena Injil; secara manusia mental Timotius pasti terpengaruh dan terganggu!
Orang berpendapat bahwa orang muda itu masih 'hijau', minim pengalaman, belum banyak mengenyam asam garam kehidupan, sehingga mereka memandang Timotius dengan sebelah mata. Mereka berpendapat orang muda belum layak menjadi pemimpin rohani. Belum lagi permasalahan yang ada dalam jemaat di Efesus yang begitu kompleks. Ibarat suatu penyakit, maka penyakit jemaat Efesus itu stadium empat atau sudah kronis. Pada saat itu ada banyak pengajar-pengajar sesat yang menyusup di antara jemaat menebarkan ajarannya yang menyimpang dari kebenaran Injil, sehingga jemaat mulai terjebak dengan takhayul dan dongeng-dongeng. Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Inilah tantangan tersendiri bagi Timotius untuk menunjukkan kualitas hidupnya sebagai pelayan Tuhan muda! (Bersambung)
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." 1 Timotius 4:16a
Dewasa ini makin banyak anak Tuhan turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Ini adalah berita baik! Namun menjadi pelayan Tuhan yang benar bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada harga yang harus kita bayar! Kita tidak bisa melayani Tuhan dengan asal-asalan atau sekedar latah karena ikut-ikutan. Melayani Tuhan adalah tugas yang sangat mulia, karena itu kita harus melakukannya dengan kesungguhan hati dan komitmen yang tinggi.
Timotius adalah seorang pemuda yang bertalenta dan memiliki kehidupan rohani yang mumpuni. Komitmennya dalam melayani Tuhan tak diragukan lagi. Itulah sebabnya rasul Paulus tak henti-hentinya berdoa untuk Timotius supaya ia tetap memiliki semangat dalam melayani Tuhan. "...kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu." (1 Timotius 1:6). Ada banyak alasan bagi Timotius untuk menjadi lemah dan patah semangat melayani karena banyak tantangan dan ujian menghadang langkahnya dalam mengemban Amanat Agung Tuhan ini. Apalagi saat itu Paulus selaku pembina rohani Timotius sedang dipenjara oleh karena Injil; secara manusia mental Timotius pasti terpengaruh dan terganggu!
Orang berpendapat bahwa orang muda itu masih 'hijau', minim pengalaman, belum banyak mengenyam asam garam kehidupan, sehingga mereka memandang Timotius dengan sebelah mata. Mereka berpendapat orang muda belum layak menjadi pemimpin rohani. Belum lagi permasalahan yang ada dalam jemaat di Efesus yang begitu kompleks. Ibarat suatu penyakit, maka penyakit jemaat Efesus itu stadium empat atau sudah kronis. Pada saat itu ada banyak pengajar-pengajar sesat yang menyusup di antara jemaat menebarkan ajarannya yang menyimpang dari kebenaran Injil, sehingga jemaat mulai terjebak dengan takhayul dan dongeng-dongeng. Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Inilah tantangan tersendiri bagi Timotius untuk menunjukkan kualitas hidupnya sebagai pelayan Tuhan muda! (Bersambung)
Thursday, August 29, 2013
MENJADI TERANG DI TENGAH DUNIA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2013 -
Baca: Yohanes 1:1-18
"ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya." Yohanes 1:7
Sebagai orang percaya di dalam kita ada terang ilahi yang harus terpancar. Tugas kita bercahaya di tengah dunia yang diliputi kegelapan. Inilah panggilan hidup kita! "Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya." (Yohanes 1:5).
Banyak orang Kristen yang hanya menjadi terang di tengah lingkungan yang juga terang. Kita bersinar di antara sesama anak Tuhan, jadi secara otomatis terang kita tidak tampak nyata. Sementara ketika berada di tengah-tengah dunia yang gelap kita justru larut di dalam kegelapan, turut terlibat dalam perbuatan-perbuatan gelap. Firman Tuhan menegaskan, "...sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8). Sebagai anak-anak terang tidak seharusnya kita berkompromi dengan kegelapan dunia ini. Sebaliknya hidup kita harus bercahaya sehingga orang-orang di luar Tuhan dapat melihatnya, karena kita memiliki kehidupan yang berbeda. Jadi "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2).
Karena tugas kita adalah sebagai terang dunia berarti kita harus menjadi saksi Kristus yang adalah Terang sejati. Sebagai saksi Kristus kita tidak berhak mendapatkan pujian dan hormat dari manusia melebihi Terang Kristus yang kita jadikan subyek kesaksian kita. Jadi Tuhan Yesus haruslah menjadi yang terutama di dalam hidup ini, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Tujuan kita bersaksi adalah membawa orang lain kepada terang sejati, artinya membuat orang lain menjadi percaya kepada Tuhan Yesus. Begitulah sesungguhnya maksud Tuhan menempatkan kita di dunia yang gelap ini, yaitu agar terang Tuhan bercahaya di tengah-tengah dunia, sehingga dunia mempermuliakan Tuhan Yesus Sang Terang Sejati itu. Bagaimana kita dapat menerangi dunia ini dengan terang Kristus? Yaitu melalui perbuatan dan tindakan kita yang menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi orang lain!
Inilah kehendak Tuhan itu: "...supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," Filipi 2:15
Baca: Yohanes 1:1-18
"ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya." Yohanes 1:7
Sebagai orang percaya di dalam kita ada terang ilahi yang harus terpancar. Tugas kita bercahaya di tengah dunia yang diliputi kegelapan. Inilah panggilan hidup kita! "Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya." (Yohanes 1:5).
Banyak orang Kristen yang hanya menjadi terang di tengah lingkungan yang juga terang. Kita bersinar di antara sesama anak Tuhan, jadi secara otomatis terang kita tidak tampak nyata. Sementara ketika berada di tengah-tengah dunia yang gelap kita justru larut di dalam kegelapan, turut terlibat dalam perbuatan-perbuatan gelap. Firman Tuhan menegaskan, "...sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8). Sebagai anak-anak terang tidak seharusnya kita berkompromi dengan kegelapan dunia ini. Sebaliknya hidup kita harus bercahaya sehingga orang-orang di luar Tuhan dapat melihatnya, karena kita memiliki kehidupan yang berbeda. Jadi "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2).
Karena tugas kita adalah sebagai terang dunia berarti kita harus menjadi saksi Kristus yang adalah Terang sejati. Sebagai saksi Kristus kita tidak berhak mendapatkan pujian dan hormat dari manusia melebihi Terang Kristus yang kita jadikan subyek kesaksian kita. Jadi Tuhan Yesus haruslah menjadi yang terutama di dalam hidup ini, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Tujuan kita bersaksi adalah membawa orang lain kepada terang sejati, artinya membuat orang lain menjadi percaya kepada Tuhan Yesus. Begitulah sesungguhnya maksud Tuhan menempatkan kita di dunia yang gelap ini, yaitu agar terang Tuhan bercahaya di tengah-tengah dunia, sehingga dunia mempermuliakan Tuhan Yesus Sang Terang Sejati itu. Bagaimana kita dapat menerangi dunia ini dengan terang Kristus? Yaitu melalui perbuatan dan tindakan kita yang menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi orang lain!
Inilah kehendak Tuhan itu: "...supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," Filipi 2:15
Wednesday, August 28, 2013
MENJADI TERANG DI TENGAH DUNIA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2013 -
Baca: Yohanes 8:12-20
"Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." Yohanes 8:12
Coba bayangkan bila dunia ini gelap gulita, tanpa secercah cahaya sedikit pun. Pasti tidak akan ada kehidupan karena manusia tidak bisa melakukan apa-apa, dan tidak ada makhluk yang dapat hidup. Karena itu berfirmanlah Tuhan, "Jadilah terang. Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam." (Kejadian 1:3-5a). Tuhan pun melengkapi dengan benda-benda langit: matahari, bulan dan bintang. Dengan adanya terang, makhluk hidup dapat bertumbuh dan ada kehidupan, manusia pun dapat melakukan aktivitasnya. Sungguh, semua orang membutuhkan terang atau cahaya. Memang, kita memiliki mata yang berfungsi untuk melihat, tetapi apabila tidak ada terang atau cahaya, mata kita pun tidak dapat berfungsi untuk melihat.
Saat ini dunia masih diliputi oleh kegelapan rohani karena dunia telah dipenuhi oleh segala macam kejahatan dan dosa. Akibatnya banyak orang mata rohaninya menjadi buta sehingga mereka tidak dapat melihat kebenaran. Kegelapan inilah yang menuntun manusia kepada kematian kekal. Itulah sebabnya dunia sangat membutuhkan terang sejati. Adapun terang sejati itu adalah Tuhan Yesus kristus: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (ayat nas). Dua ribu tahun silam Yesus menyinari dunia ini dengan terangNya yang ajaib. Seluruh waktu, tenaga dan hidupnya Dia curahkan untuk melayani jiwa-jiwa dengan penuh kasih: mengajar, menyembuhkan orang sakit, bahkan membangkitkan orang mati. Bukan hanya itu, ia pun rela menyerahkan nyawaNya, mati di atas Kalvari untuk menebus dosa seluruh umat manusia.
Kini Tuhan Yesus menyerahkan tongkat estafet itu kepada kita, anak-anakNya, untuk melanjutkan tugasNya menyinari dunia ini dengan terang sorgawi. Tuhan Yesus berkata, "Kamu adalah terang dunia. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:14, 16).
Tuhan Yesus adalah Terang Sejati bagi dunia!
Baca: Yohanes 8:12-20
"Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." Yohanes 8:12
Coba bayangkan bila dunia ini gelap gulita, tanpa secercah cahaya sedikit pun. Pasti tidak akan ada kehidupan karena manusia tidak bisa melakukan apa-apa, dan tidak ada makhluk yang dapat hidup. Karena itu berfirmanlah Tuhan, "Jadilah terang. Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam." (Kejadian 1:3-5a). Tuhan pun melengkapi dengan benda-benda langit: matahari, bulan dan bintang. Dengan adanya terang, makhluk hidup dapat bertumbuh dan ada kehidupan, manusia pun dapat melakukan aktivitasnya. Sungguh, semua orang membutuhkan terang atau cahaya. Memang, kita memiliki mata yang berfungsi untuk melihat, tetapi apabila tidak ada terang atau cahaya, mata kita pun tidak dapat berfungsi untuk melihat.
Saat ini dunia masih diliputi oleh kegelapan rohani karena dunia telah dipenuhi oleh segala macam kejahatan dan dosa. Akibatnya banyak orang mata rohaninya menjadi buta sehingga mereka tidak dapat melihat kebenaran. Kegelapan inilah yang menuntun manusia kepada kematian kekal. Itulah sebabnya dunia sangat membutuhkan terang sejati. Adapun terang sejati itu adalah Tuhan Yesus kristus: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (ayat nas). Dua ribu tahun silam Yesus menyinari dunia ini dengan terangNya yang ajaib. Seluruh waktu, tenaga dan hidupnya Dia curahkan untuk melayani jiwa-jiwa dengan penuh kasih: mengajar, menyembuhkan orang sakit, bahkan membangkitkan orang mati. Bukan hanya itu, ia pun rela menyerahkan nyawaNya, mati di atas Kalvari untuk menebus dosa seluruh umat manusia.
Kini Tuhan Yesus menyerahkan tongkat estafet itu kepada kita, anak-anakNya, untuk melanjutkan tugasNya menyinari dunia ini dengan terang sorgawi. Tuhan Yesus berkata, "Kamu adalah terang dunia. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:14, 16).
Tuhan Yesus adalah Terang Sejati bagi dunia!
Tuesday, August 27, 2013
ORANG KRISTEN HARUS BIJAK (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2013 -
Baca: Efesus 5:1-21
"Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," Efesus 5:15
Menghadapi hari-hari yang semakin sukar dan jahat ini dibutuhkan sebuah hati yang bijak supaya kita mampu menjalaninya, dengan tidak keluar dari koridor Tuhan. Karena itu milikilah hati yang bijaksana.
Orang Kristen dapat disebut bijak apabila ia: 1. Selalu mawas diri. Banyak orang mengalami kegagalan dalam hidupnya karena tidak bisa berlaku secara bijaksana. Hikmat dari Tuhan melalui firmanNyalah yang akan memampukan kita untuk berlaku bijaksana dan membuat pancaindera kita semakin peka dan terlatih, "...sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kata perhatikanlah dengan saksama (ayat nas) meminta kita selalu berjaga-jaga, melihat dan mengawasi keadaan sekitar kita, jangan sampai kita tertidur secara rohani dan tidak mawas diri. Orang yang mawas diri senantiasa melakukan pengujian tentang apa yang berkenan bagi Tuhan. Paulus menasihati jemaat Tesalonika akan hal ini, "Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik." (1 Tesalonika 5:21).
2. Dapat mengatur waktu dengan baik. "...pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16). Efektivitas hidup seseorang sangat ditentukan dari waktu yang diaturnya dengan baik. Siapa pun kita, tanpa terkecuali, mendapatkan waktu yang sama dari Tuhan yaitu 24 jam dalam sehari. Meskipun demikian tiap-tiap orang memiliki efektivitas dan produktivitas yang berbeda-beda. Semua tergantung bagaimana kita mengatur waktu dengan bijak. Ingat, waktu terus berjalan dan tidak bisa terulang kembali. Karena itu jangan sia-siakan waktu yang ada. Hidup kita sangatlah singkat, jangan biarkan waktu berlalu tanpa makna. Isilah untuk hal-hal yang berguna.
3. Mengerti kehendak Tuhan. "...usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17). Orang bijak adalah yang mengerti kehendak Tuhan. Apa tandanya? Tidak lagi hidup menurut keinginan daging, melainkan menurut pimpinan Roh Kudus (baca Galatia 5:16).
"Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini;...sebab jalan-jalan TUHAN adalah lurus, dan orang benar menempuhnya," Hosea 14:10
Baca: Efesus 5:1-21
"Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," Efesus 5:15
Menghadapi hari-hari yang semakin sukar dan jahat ini dibutuhkan sebuah hati yang bijak supaya kita mampu menjalaninya, dengan tidak keluar dari koridor Tuhan. Karena itu milikilah hati yang bijaksana.
Orang Kristen dapat disebut bijak apabila ia: 1. Selalu mawas diri. Banyak orang mengalami kegagalan dalam hidupnya karena tidak bisa berlaku secara bijaksana. Hikmat dari Tuhan melalui firmanNyalah yang akan memampukan kita untuk berlaku bijaksana dan membuat pancaindera kita semakin peka dan terlatih, "...sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kata perhatikanlah dengan saksama (ayat nas) meminta kita selalu berjaga-jaga, melihat dan mengawasi keadaan sekitar kita, jangan sampai kita tertidur secara rohani dan tidak mawas diri. Orang yang mawas diri senantiasa melakukan pengujian tentang apa yang berkenan bagi Tuhan. Paulus menasihati jemaat Tesalonika akan hal ini, "Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik." (1 Tesalonika 5:21).
2. Dapat mengatur waktu dengan baik. "...pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16). Efektivitas hidup seseorang sangat ditentukan dari waktu yang diaturnya dengan baik. Siapa pun kita, tanpa terkecuali, mendapatkan waktu yang sama dari Tuhan yaitu 24 jam dalam sehari. Meskipun demikian tiap-tiap orang memiliki efektivitas dan produktivitas yang berbeda-beda. Semua tergantung bagaimana kita mengatur waktu dengan bijak. Ingat, waktu terus berjalan dan tidak bisa terulang kembali. Karena itu jangan sia-siakan waktu yang ada. Hidup kita sangatlah singkat, jangan biarkan waktu berlalu tanpa makna. Isilah untuk hal-hal yang berguna.
3. Mengerti kehendak Tuhan. "...usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17). Orang bijak adalah yang mengerti kehendak Tuhan. Apa tandanya? Tidak lagi hidup menurut keinginan daging, melainkan menurut pimpinan Roh Kudus (baca Galatia 5:16).
"Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini;...sebab jalan-jalan TUHAN adalah lurus, dan orang benar menempuhnya," Hosea 14:10
Monday, August 26, 2013
ORANG KRISTEN HARUS BIJAK (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2013 -
Baca: Mazmur 90:1-17
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Menjadi orang yang berhasil, punya kedudukan tinggi, pintar, terkenal dan kaya raya adalah impian dari semua orang; inilah dunia, di mana setiap individu selalu menilai orang lain berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata. Hanya sedikit orang yang punya kerinduan untuk menjadi orang yang bijaksana. Namun Alkitab mengatakan demikian, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Tuhan menghendaki setiap kita memiliki hati yang bijak, menjadi pribadi-pribadi yang bijaksana. Bijaksana tidak selalu berkaitan dengan kecerdasan atau kepintaran seseorang. Banyak orang yang cerdas dan berintelejensi tinggi hidup secara tidak bijaksana. Itulah sebabnya firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:7).
Untuk bisa menjadi orang yang bijaksana tiada jalan lain selain harus melekat kepada Tuhan, menyediakan banyak waktu untuk bersekutu denganNya dan merenungkan firmanNya. Semakin kita menyukai Taurat Tuhan semakin kita dibentuk menjadi pribadi yang bijak. Inilah yang dirasakan Daud, "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu." (Mazmur 119:97-100). Karena itu Musa pun berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (ayat nas).
Membaca banyak buku ilmu pengetahuan apa pun sangat bagus, karena membuat wawasan kita bertambah. Namun jangan pernah lupa membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari. Bangsa Israel beroleh teguran keras dari Tuhan karena mereka melupakan ajaranNya, "...hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana?" (Ulangan 32:6).
Langkah awal menjadi orang Kristen yang bijak adalah mencintai firman Tuhan dan merenungkan itu siang dan malam. Sudahkah kita melakukannya setiap hari?
Baca: Mazmur 90:1-17
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Menjadi orang yang berhasil, punya kedudukan tinggi, pintar, terkenal dan kaya raya adalah impian dari semua orang; inilah dunia, di mana setiap individu selalu menilai orang lain berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata. Hanya sedikit orang yang punya kerinduan untuk menjadi orang yang bijaksana. Namun Alkitab mengatakan demikian, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Tuhan menghendaki setiap kita memiliki hati yang bijak, menjadi pribadi-pribadi yang bijaksana. Bijaksana tidak selalu berkaitan dengan kecerdasan atau kepintaran seseorang. Banyak orang yang cerdas dan berintelejensi tinggi hidup secara tidak bijaksana. Itulah sebabnya firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:7).
Untuk bisa menjadi orang yang bijaksana tiada jalan lain selain harus melekat kepada Tuhan, menyediakan banyak waktu untuk bersekutu denganNya dan merenungkan firmanNya. Semakin kita menyukai Taurat Tuhan semakin kita dibentuk menjadi pribadi yang bijak. Inilah yang dirasakan Daud, "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu." (Mazmur 119:97-100). Karena itu Musa pun berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (ayat nas).
Membaca banyak buku ilmu pengetahuan apa pun sangat bagus, karena membuat wawasan kita bertambah. Namun jangan pernah lupa membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari. Bangsa Israel beroleh teguran keras dari Tuhan karena mereka melupakan ajaranNya, "...hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana?" (Ulangan 32:6).
Langkah awal menjadi orang Kristen yang bijak adalah mencintai firman Tuhan dan merenungkan itu siang dan malam. Sudahkah kita melakukannya setiap hari?
Sunday, August 25, 2013
HAMBA KECIL BERIMAN BESAR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2013 -
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-27
"Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir." 2 Raja-Raja 5:14
Naaman pun tergerak hati dan mengikuti anjuran dari hamba kecil itu, lalu meminta ijin kepada raja Aram untuk pergi kepada nabi Allah itu. Ia pun pergi dengan membawa banyak persembahan: "...sepuluh talenta perak dan enam ribu syikal emas dan sepuluh potong pakaian." (2 Raja-Raja 5:5b).
Setelah bertemu Elisa, abdi Allah itu, Naaman berharap beroleh kesembuhan dengan cara terhormat, misalkan melalui penumpangan tangan; atau mungkin dia berharap kesembuhan itu langsung turun dari sorga. Namun Naaman kembali dihadapkan pada ujian kerendahan hati, karena ternyata apa yang disampaikan abdi Allah itu di luar dugaannya: "Elisa menyuruh seorang suruhan kepadanya mengatakan: 'Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir.'" (2 Raja-Raja 5:10). Naaman diminta mandi di sungai Yordan! Ini membuatnya tersinggung sehingga ia pun menolak perintah Elisa, "'Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?' Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati." (2 Raja-Raja 5:12). Ada pergumulan hebat dalam diri Naaman, antara ego, keangkuhan dan juga iman. Namun atas desakan pegawai-pegawainya Naaman pun melakukan apa yang diperintahkan Elisa. "Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu." Setelah tujuh kali membenamkan diri di sungai itu, mujizat terjadi: Naaman sembuh, bahkan "...pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir."
Kesaksian seorang budak kecil disertai kerendahan hati dan ketaatan Naaman akhirnya menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak. Panglima raja Aram itu pun disembuhkan dari penyakit kustanya. Kuncinya adalah iman yang disertai dengan perbuatan! Sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Iman seorang hamba kecil sanggup membawa dampak besar bagi orang lain!
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-27
"Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir." 2 Raja-Raja 5:14
Naaman pun tergerak hati dan mengikuti anjuran dari hamba kecil itu, lalu meminta ijin kepada raja Aram untuk pergi kepada nabi Allah itu. Ia pun pergi dengan membawa banyak persembahan: "...sepuluh talenta perak dan enam ribu syikal emas dan sepuluh potong pakaian." (2 Raja-Raja 5:5b).
Setelah bertemu Elisa, abdi Allah itu, Naaman berharap beroleh kesembuhan dengan cara terhormat, misalkan melalui penumpangan tangan; atau mungkin dia berharap kesembuhan itu langsung turun dari sorga. Namun Naaman kembali dihadapkan pada ujian kerendahan hati, karena ternyata apa yang disampaikan abdi Allah itu di luar dugaannya: "Elisa menyuruh seorang suruhan kepadanya mengatakan: 'Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir.'" (2 Raja-Raja 5:10). Naaman diminta mandi di sungai Yordan! Ini membuatnya tersinggung sehingga ia pun menolak perintah Elisa, "'Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?' Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati." (2 Raja-Raja 5:12). Ada pergumulan hebat dalam diri Naaman, antara ego, keangkuhan dan juga iman. Namun atas desakan pegawai-pegawainya Naaman pun melakukan apa yang diperintahkan Elisa. "Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu." Setelah tujuh kali membenamkan diri di sungai itu, mujizat terjadi: Naaman sembuh, bahkan "...pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir."
Kesaksian seorang budak kecil disertai kerendahan hati dan ketaatan Naaman akhirnya menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak. Panglima raja Aram itu pun disembuhkan dari penyakit kustanya. Kuncinya adalah iman yang disertai dengan perbuatan! Sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Iman seorang hamba kecil sanggup membawa dampak besar bagi orang lain!
Saturday, August 24, 2013
HAMBA KECIL BERIMAN BESAR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2013 -
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-27
"Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya." 2 Raja-Raja 5:3
Naaman adalah salah satu tokoh di dalam Alkitab, namanya tidak asing di telinga orang Kristen. Ia sangat terkenal, berkuasa, berpengaruh dan dihormati oleh banyak orang. Sebagai panglima raja Aram bisa dikatakan sebagai tangan kanan raja, karena itu ia sangat dikasihi oleh raja. Naaman bukan hanya seorang jenderal, tapi juga seorang pahlawan perang yang gagah perkasa. Kontribusinya bagi negara tak diragukan lagi.
Meski memiliki posisi tinggi dan terpandang ada satu 'noda' dalam hidup Naaman, yaitu penyakit kusta yang dideritanya. Siapa pun orangnya dan setinggi apa pun pangkatnya jika terserang penyakit ini pasti dijauhi banyak orang; apalagi di kalangan orang Ibrani penyakit kusta dianggap najis dan berbahaya karena dapat menular kepada orang lain. Maka dari itu orang yang menderita sakit ini harus diasingkan dari masyarakat luas. Tidak seorang pun yang diperbolehkan bersentuhan dengannya. "Selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya." (Imamat 13:46).
Di rumah Naaman ada anak perempuan kecil dari Israel yang merupakan tawanan yang dibawa oleh gerombolan orang Aram saat terjadi perang, dan ia dijadikan hamba bagi isteri Naaman. Melihat tuannya sakit kusta, hamba kecil ini pun memberanikan diri menyampaikan usulannya kepada isteri Naaman, "Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya." (2 Raja-Raja 5:3). Nabi yang dimaksudkan adalah Elisa. Sebagai anak Yahudi, ia tahu banyak tentang mujizat-mujizat yang dilakukan Elisa. Ia pun bersaksi kepada majikan perempuannya tentang kedahsyatan kuasa Allah bangsa Israel yang dinyatakan melalui Elisa. Hamba kecil ini sangat percaya jika tuannya mau datang kepada abdi Allah itu pasti akan sembuh. Mungkin orang akan berpikir, "Masakan seorang tuan yang berpangkat jenderal dan terpandang harus mendengarkan saran seorang budak kecil?" Memang ini tidak mudah, dibutuhkan kerendahan hati. Namun yang ada di benak Naaman hanyalah bagaimana ia bisa sembuh dari sakit kustanya. Maka Naaman tidak perlu merasa gengsi atau jaim ('jaga image'). (Bersambung)
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-27
"Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya." 2 Raja-Raja 5:3
Naaman adalah salah satu tokoh di dalam Alkitab, namanya tidak asing di telinga orang Kristen. Ia sangat terkenal, berkuasa, berpengaruh dan dihormati oleh banyak orang. Sebagai panglima raja Aram bisa dikatakan sebagai tangan kanan raja, karena itu ia sangat dikasihi oleh raja. Naaman bukan hanya seorang jenderal, tapi juga seorang pahlawan perang yang gagah perkasa. Kontribusinya bagi negara tak diragukan lagi.
Meski memiliki posisi tinggi dan terpandang ada satu 'noda' dalam hidup Naaman, yaitu penyakit kusta yang dideritanya. Siapa pun orangnya dan setinggi apa pun pangkatnya jika terserang penyakit ini pasti dijauhi banyak orang; apalagi di kalangan orang Ibrani penyakit kusta dianggap najis dan berbahaya karena dapat menular kepada orang lain. Maka dari itu orang yang menderita sakit ini harus diasingkan dari masyarakat luas. Tidak seorang pun yang diperbolehkan bersentuhan dengannya. "Selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya." (Imamat 13:46).
Di rumah Naaman ada anak perempuan kecil dari Israel yang merupakan tawanan yang dibawa oleh gerombolan orang Aram saat terjadi perang, dan ia dijadikan hamba bagi isteri Naaman. Melihat tuannya sakit kusta, hamba kecil ini pun memberanikan diri menyampaikan usulannya kepada isteri Naaman, "Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya." (2 Raja-Raja 5:3). Nabi yang dimaksudkan adalah Elisa. Sebagai anak Yahudi, ia tahu banyak tentang mujizat-mujizat yang dilakukan Elisa. Ia pun bersaksi kepada majikan perempuannya tentang kedahsyatan kuasa Allah bangsa Israel yang dinyatakan melalui Elisa. Hamba kecil ini sangat percaya jika tuannya mau datang kepada abdi Allah itu pasti akan sembuh. Mungkin orang akan berpikir, "Masakan seorang tuan yang berpangkat jenderal dan terpandang harus mendengarkan saran seorang budak kecil?" Memang ini tidak mudah, dibutuhkan kerendahan hati. Namun yang ada di benak Naaman hanyalah bagaimana ia bisa sembuh dari sakit kustanya. Maka Naaman tidak perlu merasa gengsi atau jaim ('jaga image'). (Bersambung)
Friday, August 23, 2013
JANGAN BERBUAT DOSA LAGI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2013 -
Baca: Mazmur 32:1-11
"Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," Mazmur 32:5
Dengan segala iming-iming yang menggiurkan: harta kekayaan, nasib baik, usaha laris dan sebagainya, Iblis memasang jeratnya dan banyak orang terperangkap di dalamnya. Mereka berduyun-duyun datang dan meminta pertolongan kepada Iblis dan bala tentaranya. Mereka pun lebih percaya kepada kuasa-kuasa gelap yang dapat memberikan pertolongan secara instan daripada harus menunggu jawaban dari Tuhan. Jangan berkata bahwa perbuatan semacam ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang belum percaya, ada juga orang Kristen yang turut terlibat meski mereka juga masih aktif menghadiri jam-jam peribadatan. Satu-satunya jalan untuk terlepas dari kuasa kegelapan yang membelenggu adalah membereskannya di hadapan Tuhan Yesus, karena Dia satu-satunya Pribadi yang sanggup membebaskan kita dari kutuk dosa. "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib! Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu.'" (Galatia 3:13-14).
Di dalam Kristus kita bukan lagi menjadi hamba dosa, melainkan hamba kebenaran. Kita tidak lagi berada dalam kegelapan, melainkan telah dipindahkan kepada terangNya yang ajaib. Karena itu kita tidak layak untuk berbuat dosa lagi atau turut ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan gelap. Selain itu kita disebut juga berbuat dosa jika kita tidak mau berbuat baik, "...jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17). Apalah artinya kita hanya berteori tentang hal-hal yang baik dalam pikiran dan hati, bila kita tidak mau melakukannya?
Jadi setiap anak Tuhan harus berbuat baik, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (baca Yakobus 2:17). Buang semua pikiran jahat karena itu juga termasuk pelanggaran firman Tuhan; meski belum melakukan tetapi jika di dalam pikiran dan hati kita tersimpan segala yang jahat, itu sudah disebut dosa (baca Matius 15:19).
Tinggalkan dosa, mari hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus!
Baca: Mazmur 32:1-11
"Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," Mazmur 32:5
Dengan segala iming-iming yang menggiurkan: harta kekayaan, nasib baik, usaha laris dan sebagainya, Iblis memasang jeratnya dan banyak orang terperangkap di dalamnya. Mereka berduyun-duyun datang dan meminta pertolongan kepada Iblis dan bala tentaranya. Mereka pun lebih percaya kepada kuasa-kuasa gelap yang dapat memberikan pertolongan secara instan daripada harus menunggu jawaban dari Tuhan. Jangan berkata bahwa perbuatan semacam ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang belum percaya, ada juga orang Kristen yang turut terlibat meski mereka juga masih aktif menghadiri jam-jam peribadatan. Satu-satunya jalan untuk terlepas dari kuasa kegelapan yang membelenggu adalah membereskannya di hadapan Tuhan Yesus, karena Dia satu-satunya Pribadi yang sanggup membebaskan kita dari kutuk dosa. "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib! Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu.'" (Galatia 3:13-14).
Di dalam Kristus kita bukan lagi menjadi hamba dosa, melainkan hamba kebenaran. Kita tidak lagi berada dalam kegelapan, melainkan telah dipindahkan kepada terangNya yang ajaib. Karena itu kita tidak layak untuk berbuat dosa lagi atau turut ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan gelap. Selain itu kita disebut juga berbuat dosa jika kita tidak mau berbuat baik, "...jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17). Apalah artinya kita hanya berteori tentang hal-hal yang baik dalam pikiran dan hati, bila kita tidak mau melakukannya?
Jadi setiap anak Tuhan harus berbuat baik, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (baca Yakobus 2:17). Buang semua pikiran jahat karena itu juga termasuk pelanggaran firman Tuhan; meski belum melakukan tetapi jika di dalam pikiran dan hati kita tersimpan segala yang jahat, itu sudah disebut dosa (baca Matius 15:19).
Tinggalkan dosa, mari hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus!
Thursday, August 22, 2013
JANGAN BERBUAT DOSA LAGI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2013 -
Baca: 1 Yohanes 3:1-10
"Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah." 1 Yohanes 3:4
Hari - hari ini adalah masa-masa akhir menjelang kedatangan Tuhan yang kian mendekat. Semakin dekat semakin meningkat pula dosa dan kejahatan manusia. Bukankah saat ini jelas terpampang nyata bahwa moralitas manusia kian merosot? Hal ini tak beda jauh dengan kehidupan orang-orang zaman Nuh dahulu, di mana "...kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata," (Kejadian 6:5), sampai-sampai "...menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya." (Kejadian 6:6).
Haruskah kita turut terbawa arus dunia ini dan menjadi sama dengan orang-orang dunia? Kita harus menyadari status kita saat ini: "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang. Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." (Efesus 5:8, 11). Alkitab dengan keras menyatakan: "...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11).
Banyak orang berpikir bahwa dosa dapat ditebus dan ditutupi dengan perbuatan baik atau amal jariah kita, atau bisa diselesaikan dengan tatacara manusia. Tidak sama sekali! Manusia yang berdosa tidak bisa menebus dosanya sendiri, sebab tidak mungkin dosa diselesaikan dengan dosa. Karena dosa inilah manusia harus terpisah dari Allah, sebab dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah, yaitu setiap firman yang tertulis di dalam Alkitab. Segala perbuatan manusia yang bertentangan atau berlawanan dengan firman Tuhan disebut dosa. Ada tertulis: "barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya." (1 Yohanes 3:8). Jadi dosa adalah karakter dasar dari Iblis, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran sama sekali, "Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." (Yohanes 8:44). (Bersambung)
Baca: 1 Yohanes 3:1-10
"Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah." 1 Yohanes 3:4
Hari - hari ini adalah masa-masa akhir menjelang kedatangan Tuhan yang kian mendekat. Semakin dekat semakin meningkat pula dosa dan kejahatan manusia. Bukankah saat ini jelas terpampang nyata bahwa moralitas manusia kian merosot? Hal ini tak beda jauh dengan kehidupan orang-orang zaman Nuh dahulu, di mana "...kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata," (Kejadian 6:5), sampai-sampai "...menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya." (Kejadian 6:6).
Haruskah kita turut terbawa arus dunia ini dan menjadi sama dengan orang-orang dunia? Kita harus menyadari status kita saat ini: "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang. Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." (Efesus 5:8, 11). Alkitab dengan keras menyatakan: "...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11).
Banyak orang berpikir bahwa dosa dapat ditebus dan ditutupi dengan perbuatan baik atau amal jariah kita, atau bisa diselesaikan dengan tatacara manusia. Tidak sama sekali! Manusia yang berdosa tidak bisa menebus dosanya sendiri, sebab tidak mungkin dosa diselesaikan dengan dosa. Karena dosa inilah manusia harus terpisah dari Allah, sebab dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah, yaitu setiap firman yang tertulis di dalam Alkitab. Segala perbuatan manusia yang bertentangan atau berlawanan dengan firman Tuhan disebut dosa. Ada tertulis: "barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya." (1 Yohanes 3:8). Jadi dosa adalah karakter dasar dari Iblis, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran sama sekali, "Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." (Yohanes 8:44). (Bersambung)
Wednesday, August 21, 2013
MENGKOREKSI DIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2013 -
Baca: Kejadian 3:1-24
"Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." Kejadian 3:12
Sepenggal ayat nas di atas menggambarkan keadaan manusia saat pertama kali jatuh dalam dosa. ketika ditanya Tuhan, "Mengapa hal ini bisa terjadi?", tindakan pertama yang dilakukan adalah menyalahkan orang lain dan saling melempar tanggung jawab atas ketidaktaatan yang mereka perbuat. Adam berusaha membela diri dengan menyalahkan Hawa yang telah memberinya buah dari pohon kehidupan itu. Hawa pun tidak mau jika ia disalahkan sepenuhnya, "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan." (Kejadian 3:13). Akhirnya si ular yang merupakan trouble maker pun tak bisa mengelak walau sebenarnya ia hanya sebagai sarana yang dipakai Iblis untuk memperdaya manusia. Jadi bukanlah hal yang mengejutkan bila banyak orang saling mempersalahkan dan melempar tanggung jawab apabila kedapatan melakukan kesalahan atau pelanggaran. Contoh nyata adalah para koruptor di negeri ini. Ketika ada satu orang yang tertangkap, ia pun 'berkicau', tidak mau disalahkan sendirian, dan bila ternyata ada banyak orang turut terlibat mereka akan saling menuding, melempar kesalahan dan ingin 'cuci tangan'.
Peristiwa serupa sering juga terjadi dalam kehidupan orang percaya. Adalah tidak mudah bagi seseorang untuk legowo atau berjiwa besar mengakui setiap kesalahan atau pelanggaran yang telah diperbuat. Kita cenderung menyalahkan rekan pelayanan dan rekan kerja, suami menyalahkan isteri, isteri menyalahkan suami, orangtua menyalahkan anak dan juga sebaliknya. Siapa yang menuai keuntungan dalam hal ini? Tak lain dan tak bukan adalah si Iblis. Iblis akan tertawa lepas karena ia telah berhasil menjalankan misinya: memecah belah dan menghancurkan kehidupan orang Kristen. Iblis tidak harus memeras keringat dalam bekerja, namun sudah banyak orang menjadi korbannya. Padahal Iblis hanya berusaha mencari celah kecil untuk bisa menerobos.
Mari, berhenti saling menyalahkan! Biarlah masing-masing senantiasa mengoreksi diri dan dengan rendah hati mengakui kesalahan di hadapan Tuhan supaya Iblis tidak menari-nari di atasnya.
"Marilah kita menyelidiki dan memeriksa hidup kita, dan berpaling kepada TUHAN." Ratapan 3:41
Baca: Kejadian 3:1-24
"Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." Kejadian 3:12
Sepenggal ayat nas di atas menggambarkan keadaan manusia saat pertama kali jatuh dalam dosa. ketika ditanya Tuhan, "Mengapa hal ini bisa terjadi?", tindakan pertama yang dilakukan adalah menyalahkan orang lain dan saling melempar tanggung jawab atas ketidaktaatan yang mereka perbuat. Adam berusaha membela diri dengan menyalahkan Hawa yang telah memberinya buah dari pohon kehidupan itu. Hawa pun tidak mau jika ia disalahkan sepenuhnya, "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan." (Kejadian 3:13). Akhirnya si ular yang merupakan trouble maker pun tak bisa mengelak walau sebenarnya ia hanya sebagai sarana yang dipakai Iblis untuk memperdaya manusia. Jadi bukanlah hal yang mengejutkan bila banyak orang saling mempersalahkan dan melempar tanggung jawab apabila kedapatan melakukan kesalahan atau pelanggaran. Contoh nyata adalah para koruptor di negeri ini. Ketika ada satu orang yang tertangkap, ia pun 'berkicau', tidak mau disalahkan sendirian, dan bila ternyata ada banyak orang turut terlibat mereka akan saling menuding, melempar kesalahan dan ingin 'cuci tangan'.
Peristiwa serupa sering juga terjadi dalam kehidupan orang percaya. Adalah tidak mudah bagi seseorang untuk legowo atau berjiwa besar mengakui setiap kesalahan atau pelanggaran yang telah diperbuat. Kita cenderung menyalahkan rekan pelayanan dan rekan kerja, suami menyalahkan isteri, isteri menyalahkan suami, orangtua menyalahkan anak dan juga sebaliknya. Siapa yang menuai keuntungan dalam hal ini? Tak lain dan tak bukan adalah si Iblis. Iblis akan tertawa lepas karena ia telah berhasil menjalankan misinya: memecah belah dan menghancurkan kehidupan orang Kristen. Iblis tidak harus memeras keringat dalam bekerja, namun sudah banyak orang menjadi korbannya. Padahal Iblis hanya berusaha mencari celah kecil untuk bisa menerobos.
Mari, berhenti saling menyalahkan! Biarlah masing-masing senantiasa mengoreksi diri dan dengan rendah hati mengakui kesalahan di hadapan Tuhan supaya Iblis tidak menari-nari di atasnya.
"Marilah kita menyelidiki dan memeriksa hidup kita, dan berpaling kepada TUHAN." Ratapan 3:41
Tuesday, August 20, 2013
MELAYANI SAMPAI GARIS AKHIR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2013 -
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." 1 Timotius 4:16a
Dewasa ini makin banyak anak Tuhan yang turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Ini adalah berita baik! Namun menjadi pelayan Tuhan yang benar bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada harga yang harus kita bayar! Kita tidak bisa melayani Tuhan dengan asal-asalan atau sekedar latah karena ikut-ikutan. Melayani Tuhan adalah tugas yang sangat mulia, karena itu kita harus melakukannya dengan kesungguhan hati dan komitmen yang tinggi.
Timotius adalah seorang pemuda yang bertalenta dan memiliki kehidupan rohani yang mumpuni. Komitmennya dalam melayani Tuhan tak diragukan lagi. Itulah sebabnya rasul Paulus tak henti-hentinya berdoa untuk Timotius supaya ia tetap memiliki semangat dalam melayani Tuhan. "...kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu." (2 Timotius 1:6). Ada banyak alasan bagi Timotius untuk menjadi lemah dan patah semangat melayani karena banyak tantangan dan ujian menghadang langkahnya dalam mengemban Amanat Agung Tuhan ini. Apalagi saat itu Paulus selaku pembina rohani Timotius sedang dipenjara oleh karena Injil; secara manusia mental Timotius pasti terpengaruh dan terganggu!
Orang berpendapat bahwa orang muda itu masih 'hijau', minim pengalaman, belum banyak mengenyam asam garam kehidupan, sehinga mereka memandang Timotius dengan sebelah mata. Mereka berpendapat bahwa orang muda belum layak menjadi pemimpin rohani. Belum lagi permasalahan yang ada dalam jemaat di Efesus yang begitu kompleks. Ibarat suatu penyakit, maka penyakit jemaat Efesus itu stadium empat atau sudah kronis. Pada saat itu ada banyak pengajar-pengajar sesat yang menyusup di antara jemaat menebarkan ajarannya yang menyimpang dari kebenaran injil, sehingga jemaat mulai terjebak dengan takhayul dan dongeng-dongeng. Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Inilah tantangan tersendiri bagi Timotius untuk menunjukkan kualitas hidupnya sebagai pelayan Tuhan muda! (Bersambung)
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." 1 Timotius 4:16a
Dewasa ini makin banyak anak Tuhan yang turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Ini adalah berita baik! Namun menjadi pelayan Tuhan yang benar bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada harga yang harus kita bayar! Kita tidak bisa melayani Tuhan dengan asal-asalan atau sekedar latah karena ikut-ikutan. Melayani Tuhan adalah tugas yang sangat mulia, karena itu kita harus melakukannya dengan kesungguhan hati dan komitmen yang tinggi.
Timotius adalah seorang pemuda yang bertalenta dan memiliki kehidupan rohani yang mumpuni. Komitmennya dalam melayani Tuhan tak diragukan lagi. Itulah sebabnya rasul Paulus tak henti-hentinya berdoa untuk Timotius supaya ia tetap memiliki semangat dalam melayani Tuhan. "...kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu." (2 Timotius 1:6). Ada banyak alasan bagi Timotius untuk menjadi lemah dan patah semangat melayani karena banyak tantangan dan ujian menghadang langkahnya dalam mengemban Amanat Agung Tuhan ini. Apalagi saat itu Paulus selaku pembina rohani Timotius sedang dipenjara oleh karena Injil; secara manusia mental Timotius pasti terpengaruh dan terganggu!
Orang berpendapat bahwa orang muda itu masih 'hijau', minim pengalaman, belum banyak mengenyam asam garam kehidupan, sehinga mereka memandang Timotius dengan sebelah mata. Mereka berpendapat bahwa orang muda belum layak menjadi pemimpin rohani. Belum lagi permasalahan yang ada dalam jemaat di Efesus yang begitu kompleks. Ibarat suatu penyakit, maka penyakit jemaat Efesus itu stadium empat atau sudah kronis. Pada saat itu ada banyak pengajar-pengajar sesat yang menyusup di antara jemaat menebarkan ajarannya yang menyimpang dari kebenaran injil, sehingga jemaat mulai terjebak dengan takhayul dan dongeng-dongeng. Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Inilah tantangan tersendiri bagi Timotius untuk menunjukkan kualitas hidupnya sebagai pelayan Tuhan muda! (Bersambung)
MILIKILAH IMPIAN BESAR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2013 -
Baca: Mazmur 107:23-32
"mereka melihat pekerjaan-pekerjaan TUHAN, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di tempat yang dalam." Mazmur 107:24
Tuhan sudah menyediakan berkatNya, tapi perlu upaya keras untuk meraihnya sebab berkatNya yang besar tersedia di tempat yang "dalam". Hanya di laut yang dalam para nelayan akan menangkap ikan-ikan besar. Inilah perintah Tuhan kepada Simon Petrus, "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4).
Ukuran masalah yang kita hadapi biasanya menentukan pula level kerohanian yang akan kita capai; karena Tuhan tahu kemampuan kita, Ia pun mengijinkan masalah terjadi sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. Jika kita menyadari akan hal ini kita akan terus melangkah maju bersama Tuhan, karena kita percaya bahwa "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Itulah sebabnya Tuhan pun menghendaki kita untuk memimpikan apa saja dan menginginkan apa saja, "...tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Perlu diingat bahwa mimpi tidak akan pernah menjadi kenyataan tanpa tindakan dan usaha kita mewujudkannya. Orang-orang yang berhasil adalah orang-orang yang mengawalinya dengan sebuah mimpi besar yang membuat mereka menjadi orang-orang yang rajin, tekun, tidak gampang menyerah pada tantangan yang menghambat impiannya. Mereka tidak berpangku tangan, mengharap berkat turun dari langit. Ketika kita melakukan yang terbaik, yakinlah Tuhan akan melakukan yang tidak sanggup kita lakukan. "Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa," (Mazmur 60:14).
Mungkin saat ini kita sedang terpuruk dan gagal. Jangan putus asa dan tawar hati. Ayo bangkit! Sekali lagi, bangkitlah! Mari kita arahkan mata kita kepada kuasa Tuhan yang tak terbatas itu! Yosua, karena mengandalkan Tuhan, mampu melewati setiap rintangan dan berhasil membawa bangsa Israel masuk ke Tanah Perjanjian.
Kunci meraih impian besar: andalkan Tuhan dalam segala perkara, sebab "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan," Efesus 3:20
Baca: Mazmur 107:23-32
"mereka melihat pekerjaan-pekerjaan TUHAN, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di tempat yang dalam." Mazmur 107:24
Tuhan sudah menyediakan berkatNya, tapi perlu upaya keras untuk meraihnya sebab berkatNya yang besar tersedia di tempat yang "dalam". Hanya di laut yang dalam para nelayan akan menangkap ikan-ikan besar. Inilah perintah Tuhan kepada Simon Petrus, "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4).
Ukuran masalah yang kita hadapi biasanya menentukan pula level kerohanian yang akan kita capai; karena Tuhan tahu kemampuan kita, Ia pun mengijinkan masalah terjadi sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. Jika kita menyadari akan hal ini kita akan terus melangkah maju bersama Tuhan, karena kita percaya bahwa "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Itulah sebabnya Tuhan pun menghendaki kita untuk memimpikan apa saja dan menginginkan apa saja, "...tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Perlu diingat bahwa mimpi tidak akan pernah menjadi kenyataan tanpa tindakan dan usaha kita mewujudkannya. Orang-orang yang berhasil adalah orang-orang yang mengawalinya dengan sebuah mimpi besar yang membuat mereka menjadi orang-orang yang rajin, tekun, tidak gampang menyerah pada tantangan yang menghambat impiannya. Mereka tidak berpangku tangan, mengharap berkat turun dari langit. Ketika kita melakukan yang terbaik, yakinlah Tuhan akan melakukan yang tidak sanggup kita lakukan. "Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa," (Mazmur 60:14).
Mungkin saat ini kita sedang terpuruk dan gagal. Jangan putus asa dan tawar hati. Ayo bangkit! Sekali lagi, bangkitlah! Mari kita arahkan mata kita kepada kuasa Tuhan yang tak terbatas itu! Yosua, karena mengandalkan Tuhan, mampu melewati setiap rintangan dan berhasil membawa bangsa Israel masuk ke Tanah Perjanjian.
Kunci meraih impian besar: andalkan Tuhan dalam segala perkara, sebab "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan," Efesus 3:20
Monday, August 19, 2013
MILIKILAH IMPIAN BESAR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2013 -
Baca: Amsal 21:1-31
"Orang bijak dapat memanjat kota pahlawan-pahlawan, dan merobohkan benteng yang mereka percayai." Amsal 21:22
Bermimpi berarti memiliki sesuatu dalam pikiran sebelum diwujudkan menjadi kenyataan. Mimpi jenis ini bukanlah mimpi sebagai 'kembang tidur', tetapi mimpi yang didalamnya berisikan cita-cita dan kerinduan untuk menggapai sesuatu, yang terkadang sulit dipahami oleh akal sehat kita. bermimpi di sini artinya berpikir besar mencita-citakan hal-hal yang besar dan hebat dengan memaksimalkan potensi yang ada di dalam diri. Segala sesuatu, apa saja yang berhasil diwujudkan oleh seseorang, berawal dari mimpi, cita-cita, angan-angan, yang ditanamkan Tuhan dalam hati dan pikirannya, yang terjadi bukan tanpa rintangan atau masalah. Justru melalui masalahlah kita dibentuk menjadi pribadi yang kuat sehingga kita tidak menyerah kepada keadaan dan tetap melangkah maju menggapai impian tersebut. Namun umumnya setiap kali masalah datang, banyak yang menunjukkan reaksi yang negatif: mengeluh, frustasi, marah, kecewa dan putus asa. Kita seringkali tidak menyadari bahwa di balik besarnya masalah justru tersimpan kesempatan yang memungkinkan kita memiliki masa depan yang besar pula.
Tanpa melewati Goliat, Daud tidak akan pernah menjadi raja! Ketika kita berhasil mengalahkan 'raksasa', kita sedang menapaki anak tangga baru yang lebih tinggi dalam kehidupan kita. Bermimpi bukanlah menanti badai berlalu, melainkan berani menghadapi badai dengan penuh keberanian. "Ketika orang Filistin itu bergerak maju untuk menemui Daud, maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu;" (1 Samuel 17:48). Yusuf harus melewati masa-masa tersulit dalam hidupnya: dijual menjadi budak, difitnah dan dipenjarakan karena mimpinya yang besar. Meski demikian, ia tetap berpegang pada visi yang diterima dari Tuhan dengan hidup seturut kehendakNya, sampai saatnya Tuhan bertindak sehingga mimpi yang besar itu menjadi kenyataan dan hidup Yusuf pun menjadi kesaksian dan berkat bagi banyak orang.
Bagi orang yang 'kualitas rohani'nya 'biasa-biasa' saja, menghadapi masalah yang kecil saja mudah kecewa dan putus asa, karena itulah hidup mereka pun hanya biasa-biasa saja; mereka menginginkan berkat yang besar tapi tidak mau menghadapi tantangan yang besar pula dan lebih memilih untuk lari dari masalah. (Bersambung)
Baca: Amsal 21:1-31
"Orang bijak dapat memanjat kota pahlawan-pahlawan, dan merobohkan benteng yang mereka percayai." Amsal 21:22
Bermimpi berarti memiliki sesuatu dalam pikiran sebelum diwujudkan menjadi kenyataan. Mimpi jenis ini bukanlah mimpi sebagai 'kembang tidur', tetapi mimpi yang didalamnya berisikan cita-cita dan kerinduan untuk menggapai sesuatu, yang terkadang sulit dipahami oleh akal sehat kita. bermimpi di sini artinya berpikir besar mencita-citakan hal-hal yang besar dan hebat dengan memaksimalkan potensi yang ada di dalam diri. Segala sesuatu, apa saja yang berhasil diwujudkan oleh seseorang, berawal dari mimpi, cita-cita, angan-angan, yang ditanamkan Tuhan dalam hati dan pikirannya, yang terjadi bukan tanpa rintangan atau masalah. Justru melalui masalahlah kita dibentuk menjadi pribadi yang kuat sehingga kita tidak menyerah kepada keadaan dan tetap melangkah maju menggapai impian tersebut. Namun umumnya setiap kali masalah datang, banyak yang menunjukkan reaksi yang negatif: mengeluh, frustasi, marah, kecewa dan putus asa. Kita seringkali tidak menyadari bahwa di balik besarnya masalah justru tersimpan kesempatan yang memungkinkan kita memiliki masa depan yang besar pula.
Tanpa melewati Goliat, Daud tidak akan pernah menjadi raja! Ketika kita berhasil mengalahkan 'raksasa', kita sedang menapaki anak tangga baru yang lebih tinggi dalam kehidupan kita. Bermimpi bukanlah menanti badai berlalu, melainkan berani menghadapi badai dengan penuh keberanian. "Ketika orang Filistin itu bergerak maju untuk menemui Daud, maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu;" (1 Samuel 17:48). Yusuf harus melewati masa-masa tersulit dalam hidupnya: dijual menjadi budak, difitnah dan dipenjarakan karena mimpinya yang besar. Meski demikian, ia tetap berpegang pada visi yang diterima dari Tuhan dengan hidup seturut kehendakNya, sampai saatnya Tuhan bertindak sehingga mimpi yang besar itu menjadi kenyataan dan hidup Yusuf pun menjadi kesaksian dan berkat bagi banyak orang.
Bagi orang yang 'kualitas rohani'nya 'biasa-biasa' saja, menghadapi masalah yang kecil saja mudah kecewa dan putus asa, karena itulah hidup mereka pun hanya biasa-biasa saja; mereka menginginkan berkat yang besar tapi tidak mau menghadapi tantangan yang besar pula dan lebih memilih untuk lari dari masalah. (Bersambung)
Sunday, August 18, 2013
LETIH DAN LESU ROHANI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2013 -
Baca: Yesaya 31:1-9
"Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa." Yesaya 31:3a
Akhir-akhir ini banyak di antara kita yang dilanda oleh rasa letih, lelah, lemah dan lesu, bukan hanya secara fisik, tapi juga rohani. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai masalah yang mendera hidup: sakit-penyakit berkepanjangan, krisis keuangan rumah tangga, kesibukan bekerja, adalah antara lain penyebab kita tidak lagi berapi-api mengejar perkara-perkara rohani. Ketika segala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan harapan, kita pun langsung berpikir bahwa Tuhan tidak lagi memperhatikan kita dan meninggalkan kita. Orang-orang yang di sekitar kita pun dapat membuat kita terpancing emosi, jengkel, sedih dan kecewa. Tapi begitu pun keadaannya kita harus menyadari bahwa problema adalah hal yang tak terhindarkan yang harus kita lalui dalam perjalanan hidup ini. Sesungguhnya yang perlu kita lakukan untuk mengatasi segala rasa letih, lelah dan lesu rohani kita adalah dengan mengubah cara pandang kita terhadap setiap persoalan yang terjadi.
Rasul Paulus juga mengalami banyak penderitaan, tetapi ia kuat dan rohnya tetap menyala-nyala bagi Tuhan, karena ia berkeyakinan bahwa berada di dunia ini hanyalah untuk sementara waktu, "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga," (Filipi 3:20). Sorga adalah tempat tinggal sesungguhnya bagi orang percaya! Karena itu ia senantiasa menanti-nantikan Tuhan dengan bertekun mengerjakan tugas pelayanannya. Dibandingkan dengan kemuliaan yang telah menatinya kelak, semua masalah dan penderitaan apa pun di dunia ini tidak berarti apa-apa baginya. Paulus berkata, "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18).
Jangan biarkan masalah dan penderitaan yang terjadi membuat kita mengalami kemerosotan rohani. Jika kondisi seperti ini sedang melanda Saudara, segeralah datang kepada Tuhan dan nyatakan semua dalam doa, karena hanya Dia yang dapat memberikan kekuatan yang sesungguhnya.
"...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." Yesaya 40:31
Baca: Yesaya 31:1-9
"Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa." Yesaya 31:3a
Akhir-akhir ini banyak di antara kita yang dilanda oleh rasa letih, lelah, lemah dan lesu, bukan hanya secara fisik, tapi juga rohani. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai masalah yang mendera hidup: sakit-penyakit berkepanjangan, krisis keuangan rumah tangga, kesibukan bekerja, adalah antara lain penyebab kita tidak lagi berapi-api mengejar perkara-perkara rohani. Ketika segala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan harapan, kita pun langsung berpikir bahwa Tuhan tidak lagi memperhatikan kita dan meninggalkan kita. Orang-orang yang di sekitar kita pun dapat membuat kita terpancing emosi, jengkel, sedih dan kecewa. Tapi begitu pun keadaannya kita harus menyadari bahwa problema adalah hal yang tak terhindarkan yang harus kita lalui dalam perjalanan hidup ini. Sesungguhnya yang perlu kita lakukan untuk mengatasi segala rasa letih, lelah dan lesu rohani kita adalah dengan mengubah cara pandang kita terhadap setiap persoalan yang terjadi.
Rasul Paulus juga mengalami banyak penderitaan, tetapi ia kuat dan rohnya tetap menyala-nyala bagi Tuhan, karena ia berkeyakinan bahwa berada di dunia ini hanyalah untuk sementara waktu, "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga," (Filipi 3:20). Sorga adalah tempat tinggal sesungguhnya bagi orang percaya! Karena itu ia senantiasa menanti-nantikan Tuhan dengan bertekun mengerjakan tugas pelayanannya. Dibandingkan dengan kemuliaan yang telah menatinya kelak, semua masalah dan penderitaan apa pun di dunia ini tidak berarti apa-apa baginya. Paulus berkata, "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18).
Jangan biarkan masalah dan penderitaan yang terjadi membuat kita mengalami kemerosotan rohani. Jika kondisi seperti ini sedang melanda Saudara, segeralah datang kepada Tuhan dan nyatakan semua dalam doa, karena hanya Dia yang dapat memberikan kekuatan yang sesungguhnya.
"...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." Yesaya 40:31
Saturday, August 17, 2013
MENGHARGAI JASA PAHLAWAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2013 -
Baca: 2 Samuel 23:8-39
"Inilah nama para pahlawan yang mengiringi Daud: Isybaal, orang Hakhmoni, kepala triwira ("Kelompok Tiga", para Pahlawan - Red.); ia mengayunkan tombaknya melawan delapan ratus orang yang tertikam mati dalam satu pertempuran." 2 Samuel 23:8
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Hari ini pekik kemerdekaan bergema di seluruh persada tanah air. Kita, seluruh bangsa Indonesia, sedang merayakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa ini. Dirgahayu RI! Tepat pada tanggal 17 Agustus, enam puluh delapan tahun silam, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dari penjajahan bangsa asing. Selama kurun waktu yang lama bangsa ini berada dalam cengkeraman bangsa-bangsa lain... tak bisa dibayangkan betapa menderitanya rakyat pada waktu itu. Dalam teks pembukaan UUD 1945 alinea pertama dikatakan, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan..." Kemerdekaan kini telah menjadi milik bangsa Indonesia! Merdeka berarti bebas dari belenggu, bebas dari tekanan, bebas dari perbudakan! Namun satu hal yang harus kita ketahui ialah kemerdekaan bangsa ini tidak didapat semudah membalikkan telapak tangan! Ini diperoleh dengan pertumpahan darah para pendahulu kita, yaitu para pahlawan bangsa, yang telah berjuang dan rela mengorbankan jiwa raganya demi membela bangsa.
Hari ini kita membaca nama-nama orang yang memiliki peran besar dalam kemenangan Daud saat bangsanya bertempur melawan bangsa-bangsa lain. Mereka adalah pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa. Namun di atas semuanya itu kemenangan Daud adalah karena campur tangan Tuhan. "Demikianlah diberikan TUHAN kemenangan yang besar." (2 Samuel 23:12b). Pemazmur pun mengakui, "Sebab bukan kepada panahku aku percaya, dan pedangkupun tidak memberi aku kemenangan, tetapi Engkaulah yang memberi kami kemenangan terhadap para lawan kami," (Mazmur 44:7-8).
Kita pun patut bersyukur kepada Tuhan, karena pertolonganNyalah kita dapat meraih kemerdekaan. Tak boleh kita lupa juga menghargai jasa para pahlawan, di mana mereka telah memberikan modal yang tak ternilai harganya bagi kita, yaitu kemerdekaan.
Tugas kita adalah mengisi kemerdekaan ini dengan melakukan yang terbaik bagi bangsa sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan.
Baca: 2 Samuel 23:8-39
"Inilah nama para pahlawan yang mengiringi Daud: Isybaal, orang Hakhmoni, kepala triwira ("Kelompok Tiga", para Pahlawan - Red.); ia mengayunkan tombaknya melawan delapan ratus orang yang tertikam mati dalam satu pertempuran." 2 Samuel 23:8
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Hari ini pekik kemerdekaan bergema di seluruh persada tanah air. Kita, seluruh bangsa Indonesia, sedang merayakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa ini. Dirgahayu RI! Tepat pada tanggal 17 Agustus, enam puluh delapan tahun silam, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dari penjajahan bangsa asing. Selama kurun waktu yang lama bangsa ini berada dalam cengkeraman bangsa-bangsa lain... tak bisa dibayangkan betapa menderitanya rakyat pada waktu itu. Dalam teks pembukaan UUD 1945 alinea pertama dikatakan, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan..." Kemerdekaan kini telah menjadi milik bangsa Indonesia! Merdeka berarti bebas dari belenggu, bebas dari tekanan, bebas dari perbudakan! Namun satu hal yang harus kita ketahui ialah kemerdekaan bangsa ini tidak didapat semudah membalikkan telapak tangan! Ini diperoleh dengan pertumpahan darah para pendahulu kita, yaitu para pahlawan bangsa, yang telah berjuang dan rela mengorbankan jiwa raganya demi membela bangsa.
Hari ini kita membaca nama-nama orang yang memiliki peran besar dalam kemenangan Daud saat bangsanya bertempur melawan bangsa-bangsa lain. Mereka adalah pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa. Namun di atas semuanya itu kemenangan Daud adalah karena campur tangan Tuhan. "Demikianlah diberikan TUHAN kemenangan yang besar." (2 Samuel 23:12b). Pemazmur pun mengakui, "Sebab bukan kepada panahku aku percaya, dan pedangkupun tidak memberi aku kemenangan, tetapi Engkaulah yang memberi kami kemenangan terhadap para lawan kami," (Mazmur 44:7-8).
Kita pun patut bersyukur kepada Tuhan, karena pertolonganNyalah kita dapat meraih kemerdekaan. Tak boleh kita lupa juga menghargai jasa para pahlawan, di mana mereka telah memberikan modal yang tak ternilai harganya bagi kita, yaitu kemerdekaan.
Tugas kita adalah mengisi kemerdekaan ini dengan melakukan yang terbaik bagi bangsa sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan.
Friday, August 16, 2013
PENGUDUSAN BAGI ORANG PERCAYA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2013 -
Baca: 1 Tesalonika 4:1-12
"Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu," 1 Tesalonika 4:3
Pengudusan sebagai proses mengartikan ada harga yang harus kita bayar. Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Menyangkal diri berarti harus menang terhadap segala bentuk keinginan daging. Ada upaya dan kerja keras secara terus-menerus untuk mematikan perbuatan daging. Bagaimana caranya?
Ada langkah-langkah yang harus kita tempuh: 1. Karib dengan Tuhan. Adakah kita memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan? Bersekutu berarti menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Bersekutu dengan Tuhan berarti menjadi satu dengan Dia dalam segala aspek kehidupan kita. Persekutuan yang intim dilukiskan seperti ranting yang melekat pada Pokok Anggur. Oleh karena itu "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). 2. Tinggal di dalam firman. Kita harus menjadikan firman Tuhan sebagai makanan rohani setiap hari supaya kerohanian kita makin bertumbuh, sebab "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Dan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Semakin tinggal di dalam firmanNya semakin dibersihkan segala kotoran dan hal-hal yang tidak berkenan di dalam hidup kita, dan kita kian berakar kuat di dalam Tuhan sehingga tidak mudah diombang-ambingkan oleh rupa-rupa pengajaran yang menyesatkan.
Adalah tidak sulit bersekutu dengan Tuhan melalui firmanNya, sebab "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8); kita pun dapat menikmati firman itu melalui pendengaran dan juga penglihatan kita (bertekun membaca, mempelajari, merenungkan dan mendengarkan melalui khotbah). Di situ Roh Kudus akan bekerja sehingga kita beroleh kekuatan untuk mengalahkan segala kedagingan dan hidup di dalam kekudusan senantiasa!
Hidup kudus adalah kehendak Tuhan bagi kita!
Baca: 1 Tesalonika 4:1-12
"Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu," 1 Tesalonika 4:3
Pengudusan sebagai proses mengartikan ada harga yang harus kita bayar. Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Menyangkal diri berarti harus menang terhadap segala bentuk keinginan daging. Ada upaya dan kerja keras secara terus-menerus untuk mematikan perbuatan daging. Bagaimana caranya?
Ada langkah-langkah yang harus kita tempuh: 1. Karib dengan Tuhan. Adakah kita memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan? Bersekutu berarti menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Bersekutu dengan Tuhan berarti menjadi satu dengan Dia dalam segala aspek kehidupan kita. Persekutuan yang intim dilukiskan seperti ranting yang melekat pada Pokok Anggur. Oleh karena itu "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). 2. Tinggal di dalam firman. Kita harus menjadikan firman Tuhan sebagai makanan rohani setiap hari supaya kerohanian kita makin bertumbuh, sebab "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Dan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Semakin tinggal di dalam firmanNya semakin dibersihkan segala kotoran dan hal-hal yang tidak berkenan di dalam hidup kita, dan kita kian berakar kuat di dalam Tuhan sehingga tidak mudah diombang-ambingkan oleh rupa-rupa pengajaran yang menyesatkan.
Adalah tidak sulit bersekutu dengan Tuhan melalui firmanNya, sebab "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8); kita pun dapat menikmati firman itu melalui pendengaran dan juga penglihatan kita (bertekun membaca, mempelajari, merenungkan dan mendengarkan melalui khotbah). Di situ Roh Kudus akan bekerja sehingga kita beroleh kekuatan untuk mengalahkan segala kedagingan dan hidup di dalam kekudusan senantiasa!
Hidup kudus adalah kehendak Tuhan bagi kita!
Thursday, August 15, 2013
PENGUDUSAN BAGI ORANG PERCAYA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2013 -
Baca: Roma 6:15-23
"Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." Roma 6:18
Apa itu kudus? Secara umum kudus berarti tanpa dosa dan noda, tanpa cela. Hidup kudus inilah yang menjadi kehendak Tuhan bagi orang percaya, "tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16).
Untuk menjadi kudus setiap anak Tuhan harus mengalami apa yang disebut dengan pengudusan yang maksudnya adalah ditahirkan, dipisahkan dari dunia, dijauhkan dari dosa dan dikhususkan bagi Tuhan, dengan tujuan supaya kita mempunyai persekutuan yang karib dengan Tuhan dan layak untuk melayani Dia, seperti tertulis: "Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku." (Imamat 20:26). Kita yang sebelumnya hidup sebagai hamba dosa, dengan menyerahkan seluruh anggota tubuh kita untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, kini tidak lagi...tetapi kita menyerahkan seluruh anggota tubuh kita untuk dipakaiNya sebagai senjata kebenaran (baca Roma 6:13).
Secara garis besar pengudusan bagi orang percaya ada dua cara yaitu pengudusan seketika dan pengudusan sebagai proses. Pengudusan sebagai peristiwa seketika terjadi saat kita bertobat, mengakui segala dosa-dosa kita, lalu kita mengaku, percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi, sehingga pada saat itu pula kita dikuduskanNya. Melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib ditebuslah dosa-dosa kita dan kita pun dipindahkan dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib, dan menjadi bagian dari orang-orang kudusNya. Tuhan berkata, "Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu." (Yesaya 43:25). Jadi, "...kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah." (Efesus 2:19). Setelah kita dikuduskan melalui pengorbanan Tuhan Yesus di atas kayu salib, selanjutnya kita masuk dalam pengudusan sebagai proses. Adapun proses ini adalah bagian yang harus dikerjakan oleh setiap orang percaya seumur hidupnya. Meski sudah dibebaskan dari dosa dan dikuduskan oleh darah Kristus, dalam kehidupan sehari-hari kita seringkali jatuh bangun dan masih bisa berbuat dosa. (Bersambung)
Baca: Roma 6:15-23
"Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." Roma 6:18
Apa itu kudus? Secara umum kudus berarti tanpa dosa dan noda, tanpa cela. Hidup kudus inilah yang menjadi kehendak Tuhan bagi orang percaya, "tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16).
Untuk menjadi kudus setiap anak Tuhan harus mengalami apa yang disebut dengan pengudusan yang maksudnya adalah ditahirkan, dipisahkan dari dunia, dijauhkan dari dosa dan dikhususkan bagi Tuhan, dengan tujuan supaya kita mempunyai persekutuan yang karib dengan Tuhan dan layak untuk melayani Dia, seperti tertulis: "Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku." (Imamat 20:26). Kita yang sebelumnya hidup sebagai hamba dosa, dengan menyerahkan seluruh anggota tubuh kita untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, kini tidak lagi...tetapi kita menyerahkan seluruh anggota tubuh kita untuk dipakaiNya sebagai senjata kebenaran (baca Roma 6:13).
Secara garis besar pengudusan bagi orang percaya ada dua cara yaitu pengudusan seketika dan pengudusan sebagai proses. Pengudusan sebagai peristiwa seketika terjadi saat kita bertobat, mengakui segala dosa-dosa kita, lalu kita mengaku, percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi, sehingga pada saat itu pula kita dikuduskanNya. Melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib ditebuslah dosa-dosa kita dan kita pun dipindahkan dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib, dan menjadi bagian dari orang-orang kudusNya. Tuhan berkata, "Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu." (Yesaya 43:25). Jadi, "...kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah." (Efesus 2:19). Setelah kita dikuduskan melalui pengorbanan Tuhan Yesus di atas kayu salib, selanjutnya kita masuk dalam pengudusan sebagai proses. Adapun proses ini adalah bagian yang harus dikerjakan oleh setiap orang percaya seumur hidupnya. Meski sudah dibebaskan dari dosa dan dikuduskan oleh darah Kristus, dalam kehidupan sehari-hari kita seringkali jatuh bangun dan masih bisa berbuat dosa. (Bersambung)
Wednesday, August 14, 2013
YESUS KRISTUS: Penebus Dosa Manusia!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2013 -
Baca: Kolose 1:1-14
"di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." Kolose 1:14
Sebelum kita bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita sesungguhnya berada di dalam cengkeraman kuasa kegelapan. Kita berada di bawah kekuasaan kerajaan Iblis dan diperbudak oleh dosa seperti tertulis: "Dahulu memang kamu hamba dosa," (Roma 6:17), dan sedang berjalan menuju kepada kebinasaan kekal. Namun syukur kepada Allah, karena kasihNya "...Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Jadi inisiatif keselamatan itu datangnya dari Allah sendiri. Dia membebaskan kita dari cengkeraman kuasa dosa dan memerdekakan kita dari dosa melalui PuteraNya Yesus Kristus. Kepada setiap orang yang percaya dan beriman kepada Yesus Kristus Kasih Allah dinyatakan. Tuhan Yesus menyampaikan hal ini dalam doaNya kepada Bapa, "...memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku; dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka." (Yohanes 17:25-26). Ini menunjukkan bahwa setiap orang yang berada di luar Kristus (tidak berada di dalam Dia) belum ditebus dan belum beroleh pengampunan dosa. Jika di luar Tuhan Yesus kita dapat menerima pengampunan dosa, Dia tidak perlu mati di atas kayu salib; melalui pengorbanan Kristus kita diperdamaikan dengan Allah dan tidak lagi berada di bawah kuasa hukum dosa.
Kita ditebus bukan dengan barang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah Kristus yang mahal, yang tak bernoda dan tak bercacat (baca 1 Petrus 1:18-19). Jadi "...tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan." (Ibrani 9:22b). Namun, darah binatang tidak dapat menebus dosa manusia, "Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa." (Ibrani 10:4). Di zaman Perjanjian Lama darah binatang sebagai korban penebusan dosa hanyalah lambang dari korban yang sesungguhnya darah Kristus.
Dosa manusia hanya dapat ditebus oleh Darah Anak Domba Allah yaitu darah Yesus Kristus saja!
Baca: Kolose 1:1-14
"di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." Kolose 1:14
Sebelum kita bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita sesungguhnya berada di dalam cengkeraman kuasa kegelapan. Kita berada di bawah kekuasaan kerajaan Iblis dan diperbudak oleh dosa seperti tertulis: "Dahulu memang kamu hamba dosa," (Roma 6:17), dan sedang berjalan menuju kepada kebinasaan kekal. Namun syukur kepada Allah, karena kasihNya "...Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Jadi inisiatif keselamatan itu datangnya dari Allah sendiri. Dia membebaskan kita dari cengkeraman kuasa dosa dan memerdekakan kita dari dosa melalui PuteraNya Yesus Kristus. Kepada setiap orang yang percaya dan beriman kepada Yesus Kristus Kasih Allah dinyatakan. Tuhan Yesus menyampaikan hal ini dalam doaNya kepada Bapa, "...memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku; dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka." (Yohanes 17:25-26). Ini menunjukkan bahwa setiap orang yang berada di luar Kristus (tidak berada di dalam Dia) belum ditebus dan belum beroleh pengampunan dosa. Jika di luar Tuhan Yesus kita dapat menerima pengampunan dosa, Dia tidak perlu mati di atas kayu salib; melalui pengorbanan Kristus kita diperdamaikan dengan Allah dan tidak lagi berada di bawah kuasa hukum dosa.
Kita ditebus bukan dengan barang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah Kristus yang mahal, yang tak bernoda dan tak bercacat (baca 1 Petrus 1:18-19). Jadi "...tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan." (Ibrani 9:22b). Namun, darah binatang tidak dapat menebus dosa manusia, "Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa." (Ibrani 10:4). Di zaman Perjanjian Lama darah binatang sebagai korban penebusan dosa hanyalah lambang dari korban yang sesungguhnya darah Kristus.
Dosa manusia hanya dapat ditebus oleh Darah Anak Domba Allah yaitu darah Yesus Kristus saja!
Tuesday, August 13, 2013
ISI PIKIRAN: Menunjukkan Siapa Kita!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2013 -
Baca: Matius 12:33-37
"Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat." Matius 12:35
Bagi orang percaya berpikir benar merupakan hal yang sangat penting. Amsal 23:7 menulis, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." Hal ini menunjukkan bahwa pkiran kita itu berkuasa dan memiliki kesanggupan untuk mencipta. Karena itulah kita harus berhati-hati dengan apa yang kita pikirkan. Jika tahu bahwa pikiran kita akan mempengaruhi keberadaan hidup kita kelak, maka memenuhi pikiran dengan hal-hal yang positif dan benar haruslah menjadi prioritas kita setiap waktu.
Ada ribuan perkara yang disuguhkan kepada kita setiap hari, positif maupun negatif. Kita harus bisa menyaring dan memilah-milah mana yang patut masuk ke dalam pikiran kita dan mana yang harus dibuang jauh-jauh. Sebagai anak-anak Tuhan kita harus memilih memikirkan perkara yang benar dan yang berkenan kepada Tuhan. Inilah yang disebut dengan peperangan atau pergumulan. "...pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN..." (Ulangan 30:19-20). Jadi, apakah kita memilih pikiran yang membawa kepada berkat dan kemenangan, atau yang membawa kepada kegagalan dan kehancuran? Ketika kita memikirkan hal-hal yang berasal dari daging, secara otomatis kita akan berjalan dalam daging, mustahil dapat hidup dalam pimpinan Roh. "...jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:13).
Pikiran itu menghasilkan buah, oleh karena itu pikirkanlah semua yang baik, maka buah kehidupan kita akan baik pula. Sebelum pikiran kita benar-benar dibereskan di hadapan Tuhan, sampai kapan pun hidup kita tidak akan pernah beres.
"Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" Mazmur 139:23
Baca: Matius 12:33-37
"Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat." Matius 12:35
Bagi orang percaya berpikir benar merupakan hal yang sangat penting. Amsal 23:7 menulis, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." Hal ini menunjukkan bahwa pkiran kita itu berkuasa dan memiliki kesanggupan untuk mencipta. Karena itulah kita harus berhati-hati dengan apa yang kita pikirkan. Jika tahu bahwa pikiran kita akan mempengaruhi keberadaan hidup kita kelak, maka memenuhi pikiran dengan hal-hal yang positif dan benar haruslah menjadi prioritas kita setiap waktu.
Ada ribuan perkara yang disuguhkan kepada kita setiap hari, positif maupun negatif. Kita harus bisa menyaring dan memilah-milah mana yang patut masuk ke dalam pikiran kita dan mana yang harus dibuang jauh-jauh. Sebagai anak-anak Tuhan kita harus memilih memikirkan perkara yang benar dan yang berkenan kepada Tuhan. Inilah yang disebut dengan peperangan atau pergumulan. "...pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN..." (Ulangan 30:19-20). Jadi, apakah kita memilih pikiran yang membawa kepada berkat dan kemenangan, atau yang membawa kepada kegagalan dan kehancuran? Ketika kita memikirkan hal-hal yang berasal dari daging, secara otomatis kita akan berjalan dalam daging, mustahil dapat hidup dalam pimpinan Roh. "...jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:13).
Pikiran itu menghasilkan buah, oleh karena itu pikirkanlah semua yang baik, maka buah kehidupan kita akan baik pula. Sebelum pikiran kita benar-benar dibereskan di hadapan Tuhan, sampai kapan pun hidup kita tidak akan pernah beres.
"Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" Mazmur 139:23
Monday, August 12, 2013
PIKIRKAN PERKARA YANG DI ATAS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2013 -
Baca: Roma 7:13-26
"Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." Roma 7:19
Langkah selanjutnya, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2). Pikiran adalah pemimpin atau pelapor dari semua tindakan kita. Artinya semua tindakan kita adalah akibat langsung dari apa yang terkandung di dalam pikiran kita. Jika yang ada dalam pikiran kita adalah hal-hal yang negatif, maka kita akan mempunyai kehidupan yang negatif pula. Jadi pikiran kita adalah medan peperangan. Inilah 'area' yang sangat rawan dan berbahaya, yang seringkali dimanfaatkan Iblis untuk menyerang kita, karena ia tahu bahwa pikiran memegang pengaruh besar dalam kehidupan kita.
Iblis tahu apa yang kita sukai dan yang tidak kita sukai. Karena itu Iblis berusaha memasukkan hal-hal negatif ke dalam pikiran kita. Ada tertulis: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya," (Markus 7:20). Pikiran yang terisi oleh hal-hal yang negatif pada saatnya akan keluar melalui ucapan dan tindakan kita. Jadi memikirkan perkara yang di bumi berarti membiarkan Iblis merajai pikiran kita sehingga kita tidak beroleh kekuatan untuk melawan segala kedagingan.
Sementara, memikirkan perkara yang di atas berarti mengisi pikiran dengan firman Tuhan, sehingga "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji," (Filipi 4:8) itulah yang terkandung di dalam pikiran kita. Dan ini akan terefleksikan dalam setiap tindakan kita sehari-hari. Perbuatan kita akan selaras dengan firman Tuhan. Semakin pikiran kita diperbaharui oleh firman Tuhan, semakin terkikis pula tabiat-tabiat manusia lama kita, sebab pikiran kita telah dikendalikan sepenuhnya oleh Roh Kudus. Ini berarti kita memberi keleluasaan Roh Kudus untuk bekerja di dalam kita. Ia pun akan memberi kekuatan kepada kita supaya kita dapat melawan tipu muslihat Iblis. Maka kita harus tegas menolak dan tidak membiarkan pikiran kita dikuasai oleh keinginan duniawi. Ingat! Kita adalah tuan dari pikiran kita sendiri, dan tidak ada satu pun hal kecil yang dapat masuk ke dalam pikiran kita tanpa seijin kita.
Memikirkan perkara di atas berarti "...menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," 2 Korintus 10:5b
Baca: Roma 7:13-26
"Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." Roma 7:19
Langkah selanjutnya, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2). Pikiran adalah pemimpin atau pelapor dari semua tindakan kita. Artinya semua tindakan kita adalah akibat langsung dari apa yang terkandung di dalam pikiran kita. Jika yang ada dalam pikiran kita adalah hal-hal yang negatif, maka kita akan mempunyai kehidupan yang negatif pula. Jadi pikiran kita adalah medan peperangan. Inilah 'area' yang sangat rawan dan berbahaya, yang seringkali dimanfaatkan Iblis untuk menyerang kita, karena ia tahu bahwa pikiran memegang pengaruh besar dalam kehidupan kita.
Iblis tahu apa yang kita sukai dan yang tidak kita sukai. Karena itu Iblis berusaha memasukkan hal-hal negatif ke dalam pikiran kita. Ada tertulis: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya," (Markus 7:20). Pikiran yang terisi oleh hal-hal yang negatif pada saatnya akan keluar melalui ucapan dan tindakan kita. Jadi memikirkan perkara yang di bumi berarti membiarkan Iblis merajai pikiran kita sehingga kita tidak beroleh kekuatan untuk melawan segala kedagingan.
Sementara, memikirkan perkara yang di atas berarti mengisi pikiran dengan firman Tuhan, sehingga "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji," (Filipi 4:8) itulah yang terkandung di dalam pikiran kita. Dan ini akan terefleksikan dalam setiap tindakan kita sehari-hari. Perbuatan kita akan selaras dengan firman Tuhan. Semakin pikiran kita diperbaharui oleh firman Tuhan, semakin terkikis pula tabiat-tabiat manusia lama kita, sebab pikiran kita telah dikendalikan sepenuhnya oleh Roh Kudus. Ini berarti kita memberi keleluasaan Roh Kudus untuk bekerja di dalam kita. Ia pun akan memberi kekuatan kepada kita supaya kita dapat melawan tipu muslihat Iblis. Maka kita harus tegas menolak dan tidak membiarkan pikiran kita dikuasai oleh keinginan duniawi. Ingat! Kita adalah tuan dari pikiran kita sendiri, dan tidak ada satu pun hal kecil yang dapat masuk ke dalam pikiran kita tanpa seijin kita.
Memikirkan perkara di atas berarti "...menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," 2 Korintus 10:5b
Sunday, August 11, 2013
CARILAH PERKARA YANG DI ATAS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2013 -
Baca: Kolose 3:1-4
"Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah." Kolose 3:3
Sebelum bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi kita semua tidak luput dari melakukan dosa. Kita hidup dengan menuruti dorongan hawa nafsu dan segala keinginannya. Pendek kata hidup kita diperbudak dan dibelenggu oleh dosa. Namun setelah kita menjadi anak-anak Tuhan dan hidup baru di dalam Kristus (baca 2 Korintus 5:17), kita pun harus memiliki cara hidup yang berbeda dari hidup sebelumnya. Jika sebelumnya kita lebih memperhatikan perkara-perkara duniawi dan hidup di dalamnya, kini kita harus lebih memusatkan diri terhadap hal-hal rohani.
Keberadaan kita sebagai 'manusia lama' diibaratkan seperti pakaian yang sudah usang dan kumal yang sudah kita tanggalkan, dan sekarang kita sedang mengenakan pakaian yang baru. Mungkinkah seseorang hendak memakai baju baru tanpa terlebih dahulu melepaskan bajunya yang lama, kotor dan bau? Maka yang harus kita lakukan saat ini sebagai 'manusia baru' di dalam Kristus adalah, pertama: "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada," (Kolose 3:1). Mencari perkara rohani berarti harus memiliki rasa haus dan lapar akan firman Tuhan setiap hari, memiliki kerinduan untuk bersekutu dengan Tuhan lebih lagi, seperti yang Daud rindukan, "Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya." (Mazmur 27:4), serta memiliki komitmen untuk melakukan kehendak Tuhan. Memang itu bukanlah hal yang mudah karena ada banyak tantangan yang menghadang, seperti masalah hidup, lebih-lebih situasi dan kondisi yang terjadi di sekitar kita yang seringkali membuat kita lemah. Gemerlap dan hingar-bingar dunia ini yang menawarkan segala kenikmatan, kekayaan dengan segala tipu dayanya pun dapat menghimpit dan mempengaruhi kita sehingga kita pun menjadi tak berdaya. "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." (Yakobus 1:14).
Karena itu rasul Paulus menasihati jemaat di Kolose agar mereka selalu waspada dan menyadari betapa perkara-perkara rohani itu jauh lebih berharga daripada hal-hal duniawi, yang hanya bersifat sementara dan fana ini. (Bersambung)
Baca: Kolose 3:1-4
"Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah." Kolose 3:3
Sebelum bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi kita semua tidak luput dari melakukan dosa. Kita hidup dengan menuruti dorongan hawa nafsu dan segala keinginannya. Pendek kata hidup kita diperbudak dan dibelenggu oleh dosa. Namun setelah kita menjadi anak-anak Tuhan dan hidup baru di dalam Kristus (baca 2 Korintus 5:17), kita pun harus memiliki cara hidup yang berbeda dari hidup sebelumnya. Jika sebelumnya kita lebih memperhatikan perkara-perkara duniawi dan hidup di dalamnya, kini kita harus lebih memusatkan diri terhadap hal-hal rohani.
Keberadaan kita sebagai 'manusia lama' diibaratkan seperti pakaian yang sudah usang dan kumal yang sudah kita tanggalkan, dan sekarang kita sedang mengenakan pakaian yang baru. Mungkinkah seseorang hendak memakai baju baru tanpa terlebih dahulu melepaskan bajunya yang lama, kotor dan bau? Maka yang harus kita lakukan saat ini sebagai 'manusia baru' di dalam Kristus adalah, pertama: "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada," (Kolose 3:1). Mencari perkara rohani berarti harus memiliki rasa haus dan lapar akan firman Tuhan setiap hari, memiliki kerinduan untuk bersekutu dengan Tuhan lebih lagi, seperti yang Daud rindukan, "Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya." (Mazmur 27:4), serta memiliki komitmen untuk melakukan kehendak Tuhan. Memang itu bukanlah hal yang mudah karena ada banyak tantangan yang menghadang, seperti masalah hidup, lebih-lebih situasi dan kondisi yang terjadi di sekitar kita yang seringkali membuat kita lemah. Gemerlap dan hingar-bingar dunia ini yang menawarkan segala kenikmatan, kekayaan dengan segala tipu dayanya pun dapat menghimpit dan mempengaruhi kita sehingga kita pun menjadi tak berdaya. "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." (Yakobus 1:14).
Karena itu rasul Paulus menasihati jemaat di Kolose agar mereka selalu waspada dan menyadari betapa perkara-perkara rohani itu jauh lebih berharga daripada hal-hal duniawi, yang hanya bersifat sementara dan fana ini. (Bersambung)
Saturday, August 10, 2013
KE MANA KITA AKAN LARI? (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Agustus 2013 -
Baca: Yunus 3:1-10
"Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Allah." Yunus 3:3
Semua awak dan penumpang kapal menjadi panik dan takut. Singkat cerita, mereka membuang undi untuk mencari siapa yang patut disalahkan sebagai penyebab terjadinya malapetaka ini. Bukanlah kebetulan jika undi itu pun jatuh kepada Yunus. Akhirnya Yunus pun menceritakan tentang pelariannya dan karena dialah Tuhan menjadi murka. Di tengah rasa frustasi dan penyesalannya karena ia tahu dirinyalah penyebab ini semua, Yunus berkata kepada orang-orang, "Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu." (Yunus 1:12).
Rencana Tuhan tidak pernah gagal! Atas campur tanganNya seekor ikan besar menelan Yunus dan ia pun harus tinggal di dalamnya tiga hari tiga malam lamanya. Saat berada dalam perut ikan Yunus menyesali perbuatannya dan minta ampun kepada Tuhan karena telah memberontak dan lari dari panggilanNya. Ia berkenan akan doa penyesalan Yunus, lalu "... berfirmanlah TUHAN kepada ikan itu, dan ikan itupun memuntahkan Yunus ke darat." (Yunus 2:10). Tuhan memberi kesempatan kedua kepada Yunus untuk mengerjakan panggilanNya, "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu." (Yunus 3:2).
Sejauh apa pun kita berlari untuk menjauh dari hadiratNya, jika Ia berkenan memakai kita untuk sebuah rencana-Nya maka Ia akan selalu punya cara yang luar biasa untuk memanggil kita kembali sampai kita berkata 'ya' dan melangkah mengerjakan panggilanNya itu. Mungkin saat ini banyak dari kita yang sedang melarikan diri dan menghindar dari panggilan Tuhan untuk melayani Dia dengan berbagai alasan: sibuk, tidak ada waktu, tidak punya talenta dan sebagainya. Ingat! Melayani Tuhan adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita, jangan sia-siakan itu. Tidak semua orang beroleh kesempatan dan kepercayaan! Biarlah pengalaman hidup Yunus ini menjadi pelajaran berharga bagi kita. Jangan menunggu sampai Tuhan menegur kita dengan keras. Juga, jangan sekali-kali berkompromi dengan dosa, sebab Tuhan Mahatahu.
"Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." 2 Tawarikh 16:9a
Baca: Yunus 3:1-10
"Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Allah." Yunus 3:3
Semua awak dan penumpang kapal menjadi panik dan takut. Singkat cerita, mereka membuang undi untuk mencari siapa yang patut disalahkan sebagai penyebab terjadinya malapetaka ini. Bukanlah kebetulan jika undi itu pun jatuh kepada Yunus. Akhirnya Yunus pun menceritakan tentang pelariannya dan karena dialah Tuhan menjadi murka. Di tengah rasa frustasi dan penyesalannya karena ia tahu dirinyalah penyebab ini semua, Yunus berkata kepada orang-orang, "Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu." (Yunus 1:12).
Rencana Tuhan tidak pernah gagal! Atas campur tanganNya seekor ikan besar menelan Yunus dan ia pun harus tinggal di dalamnya tiga hari tiga malam lamanya. Saat berada dalam perut ikan Yunus menyesali perbuatannya dan minta ampun kepada Tuhan karena telah memberontak dan lari dari panggilanNya. Ia berkenan akan doa penyesalan Yunus, lalu "... berfirmanlah TUHAN kepada ikan itu, dan ikan itupun memuntahkan Yunus ke darat." (Yunus 2:10). Tuhan memberi kesempatan kedua kepada Yunus untuk mengerjakan panggilanNya, "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu." (Yunus 3:2).
Sejauh apa pun kita berlari untuk menjauh dari hadiratNya, jika Ia berkenan memakai kita untuk sebuah rencana-Nya maka Ia akan selalu punya cara yang luar biasa untuk memanggil kita kembali sampai kita berkata 'ya' dan melangkah mengerjakan panggilanNya itu. Mungkin saat ini banyak dari kita yang sedang melarikan diri dan menghindar dari panggilan Tuhan untuk melayani Dia dengan berbagai alasan: sibuk, tidak ada waktu, tidak punya talenta dan sebagainya. Ingat! Melayani Tuhan adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita, jangan sia-siakan itu. Tidak semua orang beroleh kesempatan dan kepercayaan! Biarlah pengalaman hidup Yunus ini menjadi pelajaran berharga bagi kita. Jangan menunggu sampai Tuhan menegur kita dengan keras. Juga, jangan sekali-kali berkompromi dengan dosa, sebab Tuhan Mahatahu.
"Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." 2 Tawarikh 16:9a
Friday, August 9, 2013
KE MANA KITA AKAN LARI? (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Agustus 2013 -
Baca: Mazmur 139:1-24
"Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?" Mazmur 139:7
Tuhan Mahahadir dan Mahatahu, tidak ada tempat di belahan bumi mana pun kita dapat menyembunyikan diri dariNya. "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Daud menyadari hal ini, "TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi." (Mazmur 139:1-3). Namun banyak dari kita yang tidak menyadarinya. Kita berpikir Tuhan tidak tahu apa yang kita perbuat sehingga kita pun mengelabuiNya. Ibadah tetap jalan, dosa pun tetap dilakukan. Di dalam hati dan pikiran kita terpendam seribu rancangan dan segala keinginan untuk memuaskan daging, padahal "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9).
Yunus adalah orang yang diutus Tuhan untuk memberitakan Injil dan menyerukan pertobatan kepada orang-orang yang ada di kota Niniwe. Niniwe bukan hanya kota yang besar luasnya, tapi juga padat penduduknya. Niniwe adalah ibukota Kerajaan Asyur, tempat di mana penindasan dan kekejaman muncul dari kota itu. Jadi Niniwe adalah musuh besar bangsa Israel pada waktu itu. Secara manusiawi mungkin Yunus merasa minder dan takut untuk pergi ke sana karena Niniwe adalah kota besar dan kejam penduduknya. Namun sesungguhnya ia sangat marah dan benci atas perbuatan orang-orang Niniwe yang membuat bangsanya menderita. Karena itu daripada mentaati perintah Tuhan, Yunus memilih untuk kabur dan mangkir dari tugas sehingga ia putar haluan ke kota lain yaitu Tarsis, suatu tempat yang "...jauh dari hadapan TUHAN;" (Yunus 1:3). Yunus berpikir bahwa Tuhan tidak akan mengetahuinya dan tidak akan mencarinya, walau sesungguhnya ia tahu benar bahwa Tuhan itu Mahatahu.
Jika Tuhan ada di mana-mana, hendak lari ke mana Yunus? Ke ujung dunia pun ia tahu keberadaannya. Itulah sebabnya dalam perjalanan laut menuju Tarsis Tuhan berkenan mendatangkan malapetaka, yaitu angin ribut dan badai besar melanda. (Bersambung)
Baca: Mazmur 139:1-24
"Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?" Mazmur 139:7
Tuhan Mahahadir dan Mahatahu, tidak ada tempat di belahan bumi mana pun kita dapat menyembunyikan diri dariNya. "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Daud menyadari hal ini, "TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi." (Mazmur 139:1-3). Namun banyak dari kita yang tidak menyadarinya. Kita berpikir Tuhan tidak tahu apa yang kita perbuat sehingga kita pun mengelabuiNya. Ibadah tetap jalan, dosa pun tetap dilakukan. Di dalam hati dan pikiran kita terpendam seribu rancangan dan segala keinginan untuk memuaskan daging, padahal "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9).
Yunus adalah orang yang diutus Tuhan untuk memberitakan Injil dan menyerukan pertobatan kepada orang-orang yang ada di kota Niniwe. Niniwe bukan hanya kota yang besar luasnya, tapi juga padat penduduknya. Niniwe adalah ibukota Kerajaan Asyur, tempat di mana penindasan dan kekejaman muncul dari kota itu. Jadi Niniwe adalah musuh besar bangsa Israel pada waktu itu. Secara manusiawi mungkin Yunus merasa minder dan takut untuk pergi ke sana karena Niniwe adalah kota besar dan kejam penduduknya. Namun sesungguhnya ia sangat marah dan benci atas perbuatan orang-orang Niniwe yang membuat bangsanya menderita. Karena itu daripada mentaati perintah Tuhan, Yunus memilih untuk kabur dan mangkir dari tugas sehingga ia putar haluan ke kota lain yaitu Tarsis, suatu tempat yang "...jauh dari hadapan TUHAN;" (Yunus 1:3). Yunus berpikir bahwa Tuhan tidak akan mengetahuinya dan tidak akan mencarinya, walau sesungguhnya ia tahu benar bahwa Tuhan itu Mahatahu.
Jika Tuhan ada di mana-mana, hendak lari ke mana Yunus? Ke ujung dunia pun ia tahu keberadaannya. Itulah sebabnya dalam perjalanan laut menuju Tarsis Tuhan berkenan mendatangkan malapetaka, yaitu angin ribut dan badai besar melanda. (Bersambung)
Thursday, August 8, 2013
LIDIA: Wanita Murah Hati (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2013 -
Baca: Filipi 4:10-20
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." Filipi 4:19
Baptisan adalah identifikasi orang percaya dengan kematian Kristus, penguburanNya dan kebangkitanNya. dikatakan: "...kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Roma 6:3-4)
Memberi tumpangan kepada hamba Tuhan adalah bukti bahwa ada buah-buah roh yang dihasilkan Lidia sebagai manusia baru di dalam Kristus. Alkitab mencatat bahwa keramahtamahan dan suka memberi adalah sifat yang paling menonjol dari jemaat di Filipi. Kontribusi mereka dalam mendukung pekerjaan Tuhan sangat besar dan mereka melakukannya atas dasar kasih dan kerelaan, tanpa perhitungan untung-rugi. "...hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaatpun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu." (Filipi 4:15). Rasul Paulus sangat percaya bahwa Tuhan akan memperhitungkan setiap persembahan yang mereka berikan. Bagian Tuhan adalah memberkati orang yang suka memberi, karena Dia adalah sumber berkat dan berkuasa membuka sumber berkat yang tak terbatas dalam kehidupan orang-orang yang suka memberi. "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;" (2 Korintus 9:10).
Banyak orang Kristen yang enggan, ragu dan tidak mau memberi karena takut berkekurangan. Namun ketahuilah, orang yang suka memberi tidak akan pernah menjadi miskin karena ia dipelihara oleh Tuhan. "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan," (Amsal 11:25). Kekristenan itu identik dengan kasih dan salah satu wujud nyata bahwa kita punya kasih adalah memberi. Lidia telah memberikan teladan bagi kita bagaimana kita harus bermurah hati dan mendukung pekerjaan Tuhan di muka bumi ini.
"Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri," Amsal 11:17
Baca: Filipi 4:10-20
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." Filipi 4:19
Baptisan adalah identifikasi orang percaya dengan kematian Kristus, penguburanNya dan kebangkitanNya. dikatakan: "...kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Roma 6:3-4)
Memberi tumpangan kepada hamba Tuhan adalah bukti bahwa ada buah-buah roh yang dihasilkan Lidia sebagai manusia baru di dalam Kristus. Alkitab mencatat bahwa keramahtamahan dan suka memberi adalah sifat yang paling menonjol dari jemaat di Filipi. Kontribusi mereka dalam mendukung pekerjaan Tuhan sangat besar dan mereka melakukannya atas dasar kasih dan kerelaan, tanpa perhitungan untung-rugi. "...hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaatpun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu." (Filipi 4:15). Rasul Paulus sangat percaya bahwa Tuhan akan memperhitungkan setiap persembahan yang mereka berikan. Bagian Tuhan adalah memberkati orang yang suka memberi, karena Dia adalah sumber berkat dan berkuasa membuka sumber berkat yang tak terbatas dalam kehidupan orang-orang yang suka memberi. "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;" (2 Korintus 9:10).
Banyak orang Kristen yang enggan, ragu dan tidak mau memberi karena takut berkekurangan. Namun ketahuilah, orang yang suka memberi tidak akan pernah menjadi miskin karena ia dipelihara oleh Tuhan. "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan," (Amsal 11:25). Kekristenan itu identik dengan kasih dan salah satu wujud nyata bahwa kita punya kasih adalah memberi. Lidia telah memberikan teladan bagi kita bagaimana kita harus bermurah hati dan mendukung pekerjaan Tuhan di muka bumi ini.
"Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri," Amsal 11:17
Wednesday, August 7, 2013
LIDIA: Wanita Murah Hati (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2013 -
Baca: Kisah Para Rasul 16:13-18
"Jika kamu berpendapat, bahwa aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, marilah menumpang di rumahku." Kisah 16:15
Salah satu syarat bagi pemilik jemaat atau pelayan Tuhan adalah suka memberi tumpangan (baca 1 Timotius 3:2). Orang yang suka memberi tumpangan disebut telah melakukan pekerjaan yang baik, dan menunjukkan bahwa ia adalah orang yang murah hati.
Alkitab menyatakan bahwa kemurahan hati merupakan salah satu dari buah-buah Roh yang harus dihasilkan dalam kehidupan orang percaya. Mengapa kita harus bermurah hati? Karena Tuhan adalah murah hati dan "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Jika kita mengaku bahwa diri kita adalah pengikut Kristus, kita harus menunjukkan sifat-sifat yang mencerminkan Kristus, salah satunya adalah murah hati.
Adalah Lidia, seorang wanita yang berprofesi sebagai penjual kain ungu, yang disebut memiliki sifat murah hati itu. Lidia berasal dari kota Tiatira, salah satu kota di Filipi yang dikenal sebagai kota industri dan perdagangan. Sebagai pedagang kain Lidia bukanlah wanita sembarangan. Bisa dikatakan ia adalah orang yang mapan dan berhasil. Meski hidup dalam kecukupan Lidia tidaklah pelit dan kikir. Ia tidak menutup mata terhadap sesamanya, malahan menunjukkan kasih dan kepeduliannya terhadap orang lain. Ia membuka pintu rumahnya untuk memberi tumpangan kepada orang-orang yang melayani Tuhan. Memberi tumpangan adalah salah satu bagian penting dalam pelayanan dan bukti bahwa ia sangat mendukung pekerjaan Tuhan. Ada tertulis: "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu," (Amsal 3:9). Dilihat dari latar belakangnya, sesungguhnya Lidia adalah seorang non yahudi, tapi ia percaya kepada Tuhan dan imannya makin diteguhkan ketika ia mendengarkan berita firman yang disampaikan oleh rasul Paulus saat melakukan tour pelayanannya di Filipi. Akhirnya Lindia dan seisi keluarganya memberi diri untuk dibaptis.
Kehidupan Lidia mampu menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi keluarga dan orang-orang yang ada di sekitarnya, sehingga ia mampu membawa seisi keluarganya percaya kepada Tuhan Yesus dan dibaptis sebagai tanda kehidupan baru di dalam Kristus. (Bersambung)
Baca: Kisah Para Rasul 16:13-18
"Jika kamu berpendapat, bahwa aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, marilah menumpang di rumahku." Kisah 16:15
Salah satu syarat bagi pemilik jemaat atau pelayan Tuhan adalah suka memberi tumpangan (baca 1 Timotius 3:2). Orang yang suka memberi tumpangan disebut telah melakukan pekerjaan yang baik, dan menunjukkan bahwa ia adalah orang yang murah hati.
Alkitab menyatakan bahwa kemurahan hati merupakan salah satu dari buah-buah Roh yang harus dihasilkan dalam kehidupan orang percaya. Mengapa kita harus bermurah hati? Karena Tuhan adalah murah hati dan "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Jika kita mengaku bahwa diri kita adalah pengikut Kristus, kita harus menunjukkan sifat-sifat yang mencerminkan Kristus, salah satunya adalah murah hati.
Adalah Lidia, seorang wanita yang berprofesi sebagai penjual kain ungu, yang disebut memiliki sifat murah hati itu. Lidia berasal dari kota Tiatira, salah satu kota di Filipi yang dikenal sebagai kota industri dan perdagangan. Sebagai pedagang kain Lidia bukanlah wanita sembarangan. Bisa dikatakan ia adalah orang yang mapan dan berhasil. Meski hidup dalam kecukupan Lidia tidaklah pelit dan kikir. Ia tidak menutup mata terhadap sesamanya, malahan menunjukkan kasih dan kepeduliannya terhadap orang lain. Ia membuka pintu rumahnya untuk memberi tumpangan kepada orang-orang yang melayani Tuhan. Memberi tumpangan adalah salah satu bagian penting dalam pelayanan dan bukti bahwa ia sangat mendukung pekerjaan Tuhan. Ada tertulis: "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu," (Amsal 3:9). Dilihat dari latar belakangnya, sesungguhnya Lidia adalah seorang non yahudi, tapi ia percaya kepada Tuhan dan imannya makin diteguhkan ketika ia mendengarkan berita firman yang disampaikan oleh rasul Paulus saat melakukan tour pelayanannya di Filipi. Akhirnya Lindia dan seisi keluarganya memberi diri untuk dibaptis.
Kehidupan Lidia mampu menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi keluarga dan orang-orang yang ada di sekitarnya, sehingga ia mampu membawa seisi keluarganya percaya kepada Tuhan Yesus dan dibaptis sebagai tanda kehidupan baru di dalam Kristus. (Bersambung)
Tuesday, August 6, 2013
DIVIDE ET IMPERA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2013 -
Baca: 1 Korintus 3:1-9
"Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" 1 Korintus 3:3b
Bukankah kita sering mendengar ada orang Kristen yang berkata bahwa gerejanyalah yang paling besar dan penuh urapan Tuhan, atau gereja A jemaatnya ribuaan, itu tandanya diberkati Tuhan, sedangkan gereja B jemaatnya sedikit, berarti tidak ada lawatan Tuhan. Ada pula jemaat yang begitu fanatik terhadap hamba Tuhan tertentu dan tidak suka dengan yang lainnya. Ini adalah tanda bahwa perpecahan sedang terjadi di antara anak-anak Tuhan, dan terjadi di dalam gereja, bukan di luar gereja.
Jika di dalam gereja sendiri terjadi banyak perselisihan dan perpecahan, bagaimana mungkin bisa menjadi berkat atau kesaksian yang baik bagi orang-orang di luar sana? Oleh karena itu rasul Paulus menegur dan mengingatkan jemaat di Korintus dengan penuh kasih agar mereka menyadari akan hal ini, dan segera membereskan permasalahan yang ada. Ia mengajak jemaat untuk bersatu, saling mengasihi, saling memperhatikan satu sama lain sebagai keluarga besar Kerajaan Allah. Kita harus menempatkan Tuhan Yesus sebagai yang terutama dan pusat dari segala ibadah dan pelayanan yang kita lakukan. Tidak ada pembicara, hamba Tuhan atau pemimpin gereja yang dapat menggantikan posisi Tuhan; tidak ada golongan Apolos, Paulus, Kefas atau yang lainnya. "Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus." (1 Korintus 12:12). Jadi di dalam Kristus "...kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah." (Efesus 2:19).
Meski menjadi hamba Tuhan yang berhasil dan diurapi Tuhan, Paulus menolak dikultuskan dan diidolakan. Yang layak untuk ditinggikan dan diagungkan dalam hidup orang percaya hanyalah Tuhan Yesus saja, bukan manusia. Jika tidak, perpecahan pasti akan terhadi dan tak terhindarkan! Selama masih ada perselisihan, benci, marah, akar pahit, dendam, iri hati, kita masih hidup sebagai manusia duniawi.
Mari kita bersatu hati untuk melayani Tuhan dan memberitakan InjilNya, supaya nama Tuhan dipermuliakan melalui gereja-Nya!
Baca: 1 Korintus 3:1-9
"Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" 1 Korintus 3:3b
Bukankah kita sering mendengar ada orang Kristen yang berkata bahwa gerejanyalah yang paling besar dan penuh urapan Tuhan, atau gereja A jemaatnya ribuaan, itu tandanya diberkati Tuhan, sedangkan gereja B jemaatnya sedikit, berarti tidak ada lawatan Tuhan. Ada pula jemaat yang begitu fanatik terhadap hamba Tuhan tertentu dan tidak suka dengan yang lainnya. Ini adalah tanda bahwa perpecahan sedang terjadi di antara anak-anak Tuhan, dan terjadi di dalam gereja, bukan di luar gereja.
Jika di dalam gereja sendiri terjadi banyak perselisihan dan perpecahan, bagaimana mungkin bisa menjadi berkat atau kesaksian yang baik bagi orang-orang di luar sana? Oleh karena itu rasul Paulus menegur dan mengingatkan jemaat di Korintus dengan penuh kasih agar mereka menyadari akan hal ini, dan segera membereskan permasalahan yang ada. Ia mengajak jemaat untuk bersatu, saling mengasihi, saling memperhatikan satu sama lain sebagai keluarga besar Kerajaan Allah. Kita harus menempatkan Tuhan Yesus sebagai yang terutama dan pusat dari segala ibadah dan pelayanan yang kita lakukan. Tidak ada pembicara, hamba Tuhan atau pemimpin gereja yang dapat menggantikan posisi Tuhan; tidak ada golongan Apolos, Paulus, Kefas atau yang lainnya. "Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus." (1 Korintus 12:12). Jadi di dalam Kristus "...kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah." (Efesus 2:19).
Meski menjadi hamba Tuhan yang berhasil dan diurapi Tuhan, Paulus menolak dikultuskan dan diidolakan. Yang layak untuk ditinggikan dan diagungkan dalam hidup orang percaya hanyalah Tuhan Yesus saja, bukan manusia. Jika tidak, perpecahan pasti akan terhadi dan tak terhindarkan! Selama masih ada perselisihan, benci, marah, akar pahit, dendam, iri hati, kita masih hidup sebagai manusia duniawi.
Mari kita bersatu hati untuk melayani Tuhan dan memberitakan InjilNya, supaya nama Tuhan dipermuliakan melalui gereja-Nya!
Monday, August 5, 2013
DIVIDE ET IMPERA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2013 -
Baca: 1 Korintus 1:10-17
"Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir." 1 Korintus 1:10
Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa besar. Namun kita memiliki pengalaman sejarah yang kelam, di mana selama waktu yang tidak sebentar kita dijajah bangsa-bangsa lain. Belanda, negara kecil di benua Eropa, adalah salah satu yang mampu menguasai Indonesia yang besar ini. Mengapa bisa terjadi? Salah satu faktornya karena politik divide et impera (bahasa Latin, artinya divide and rule: membagi dan menguasai) yang diterapkan oleh Belanda, yaitu politik pecah belah atau adu domba, memecah kelompak besar menjadi kelompok kecil sehingga lebih mudah untuk ditaklukkan. Jika suatu bangsa yang besar mengalami perpecahan dan tercerai-berai, cepat atau lambat bangsa itu akan menjadi hancur.
Menghasut dan memecah belah supaya terjadi perpecahan adalah strategi yang dilakukan Iblis untuk melumpuhkan dan menghancurkan kehidupan orang percaya. Apabila anak-anak Tuhan saling berselisih, menuding dan membentuk kubu-kubu akan mempermudah Iblis untuk melancarkan serangannya. Inilah yang terjadi dan melanda jemaat Tuhan di Korintus, di mana mereka saling berselisih, iri hati, tidak seia-sekata, tidak cocok satu sama lain sehingga mereka berkelompok, membentuk komunitas, golongan dan aliran sendiri-sendiri. "Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus." (1 Korintus 1:12). Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut, cepat atau lambat gereja akan terpecah, dan akhirnya akan menjadi hancur berkeping-keping.
Ada peribahasa yang mengatakan: 'Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh', yang artinya perselisihan akan berakibat pada kehancuran, namun kerukunan akan menjadikan kita makin kuat/Solid. Selama kita masih mengedepankan ego masing-masing, merasa diri paling benar, merasa gereja kita paling besar dan maju, merasa paling berjasa dan sebagainya, kita sedang dalam perpecahan. Perhatikan ayat ini: "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan." (Matius 12:25). (Bersambung)
Baca: 1 Korintus 1:10-17
"Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir." 1 Korintus 1:10
Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa besar. Namun kita memiliki pengalaman sejarah yang kelam, di mana selama waktu yang tidak sebentar kita dijajah bangsa-bangsa lain. Belanda, negara kecil di benua Eropa, adalah salah satu yang mampu menguasai Indonesia yang besar ini. Mengapa bisa terjadi? Salah satu faktornya karena politik divide et impera (bahasa Latin, artinya divide and rule: membagi dan menguasai) yang diterapkan oleh Belanda, yaitu politik pecah belah atau adu domba, memecah kelompak besar menjadi kelompok kecil sehingga lebih mudah untuk ditaklukkan. Jika suatu bangsa yang besar mengalami perpecahan dan tercerai-berai, cepat atau lambat bangsa itu akan menjadi hancur.
Menghasut dan memecah belah supaya terjadi perpecahan adalah strategi yang dilakukan Iblis untuk melumpuhkan dan menghancurkan kehidupan orang percaya. Apabila anak-anak Tuhan saling berselisih, menuding dan membentuk kubu-kubu akan mempermudah Iblis untuk melancarkan serangannya. Inilah yang terjadi dan melanda jemaat Tuhan di Korintus, di mana mereka saling berselisih, iri hati, tidak seia-sekata, tidak cocok satu sama lain sehingga mereka berkelompok, membentuk komunitas, golongan dan aliran sendiri-sendiri. "Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus." (1 Korintus 1:12). Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut, cepat atau lambat gereja akan terpecah, dan akhirnya akan menjadi hancur berkeping-keping.
Ada peribahasa yang mengatakan: 'Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh', yang artinya perselisihan akan berakibat pada kehancuran, namun kerukunan akan menjadikan kita makin kuat/Solid. Selama kita masih mengedepankan ego masing-masing, merasa diri paling benar, merasa gereja kita paling besar dan maju, merasa paling berjasa dan sebagainya, kita sedang dalam perpecahan. Perhatikan ayat ini: "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan." (Matius 12:25). (Bersambung)
Sunday, August 4, 2013
MEMBENARKAN DIRI SENDIRI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Agustus 2013 -
Baca: Roma 2:1-16
"Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama." Roma 2:1
Pemungut cukai adalah orang yang memungut pajak dari rakyat Israel atas nama pemerintahan Roma. Karena itu ia sangat dimusuhi orang-orang Israel karena dianggap melayani penguasa Roma dan menindas orang-orang sebangsanya. Ia dipandang sebagai orang yang kejam dan tidak memiliki hati nurani.
Namun si pemungut cukai datang kepada Tuhan dengan hati hancur. "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19). Dan ada tertulis, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Pemungut cukai mengakui segala dosa dan pelanggaran kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati dan Ia berkenan, sehingga "Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak." (Lukas 18:14). Sebaliknya Tuhan sangat mencela orang Farisi yang datang kepadaNya dengan penuh kesombongan, membenarkan diri sendiri dan cenderung menghakimi orang lain, padahal "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Menurut penilaian manusia, apa yang diperbuat orang Farisi ini sungguh sangat rohaniah dan pasti berkenan kepada Tuhan. Tapi, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Tuhan tahu persis motivasi kita saat mengerjakan sesuatu dan dalam menjalankan ibadah. Ia tidak bisa dikelabui dengan aktivitas-aktivitas rohani kita. Merasa benar sendiri beda dengan dibenarkan Tuhan. Jadi jangan sekali-kali menganggap rendah orang lain dan menjadi sombong sehingga mata kita pun tertutup terhadap kekurangan dan kelemahan diri sendiri. Kita diselamatkan semata-mata karena kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, "...jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:9).
Orang yang meninggikan diri akan direndahkan oleh Tuhan!
Baca: Roma 2:1-16
"Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama." Roma 2:1
Pemungut cukai adalah orang yang memungut pajak dari rakyat Israel atas nama pemerintahan Roma. Karena itu ia sangat dimusuhi orang-orang Israel karena dianggap melayani penguasa Roma dan menindas orang-orang sebangsanya. Ia dipandang sebagai orang yang kejam dan tidak memiliki hati nurani.
Namun si pemungut cukai datang kepada Tuhan dengan hati hancur. "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19). Dan ada tertulis, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Pemungut cukai mengakui segala dosa dan pelanggaran kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati dan Ia berkenan, sehingga "Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak." (Lukas 18:14). Sebaliknya Tuhan sangat mencela orang Farisi yang datang kepadaNya dengan penuh kesombongan, membenarkan diri sendiri dan cenderung menghakimi orang lain, padahal "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Menurut penilaian manusia, apa yang diperbuat orang Farisi ini sungguh sangat rohaniah dan pasti berkenan kepada Tuhan. Tapi, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Tuhan tahu persis motivasi kita saat mengerjakan sesuatu dan dalam menjalankan ibadah. Ia tidak bisa dikelabui dengan aktivitas-aktivitas rohani kita. Merasa benar sendiri beda dengan dibenarkan Tuhan. Jadi jangan sekali-kali menganggap rendah orang lain dan menjadi sombong sehingga mata kita pun tertutup terhadap kekurangan dan kelemahan diri sendiri. Kita diselamatkan semata-mata karena kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, "...jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:9).
Orang yang meninggikan diri akan direndahkan oleh Tuhan!
Saturday, August 3, 2013
MEMBENARKAN DIRI SENDIRI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2013 -
Baca: Matius 7:1-5
"Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." Matius 7:5
Menghakimi dan melihat segala kesalahan atau kelemahan orang lain, meski itu sekecil kuman, adalah pekerjaan yang paling mudah dilakukan. Sedangkan yang paling sulit adalah melihat kesalahan diri sendiri meski kesalahan itu begitu besar. Itulah sifat alamiah manusia. Firman Tuhan mengingatkan kita dengan keras, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi." (Matius 7:1). Dan "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Sikap membenarkan diri sendiri dan menganggap orang lain sebagai sumber kesalahan atau ketidakbenaran adalah tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Siapakah sesungguhnya kita ini?
Perhatikan apa yang disampaikan Yesus dalam perumpamaannya mengenai dua orang yang pergi ke rumah Tuhan untuk berdoa yaitu orang Farisi dan pemungut cukai (baca Lukas 18:9-14). Kita tahu orang Farisi mahir firman Tuhan, terkenal dengan keahlian dan pengajarannya tentang Kitab suci sehingga ia sangat disegani dan dihormati umat Israel. Secara kasat mata orang melihatnya sebagai orang yang tekun menjalankan ibadahnya. Karena itu doa-doa yang dipanjatkan orang Farisi ini berisi seabrek laporan aktivitas rohaninya: kesetiaannya beribadah, berpuasa 2x seminggu, memberikan persepuluhan dan semua hal yang Alkitabiah. Ia menganggap diri sempurna, benar, suci, lebih hebat, merasa tidak sama dengan orang lain. Dengan sombongnya ia berkata di hadapan Tuhan "...aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;" (Lukas 18:11).
Lalu perhatikan pemungut cukai itu: berdiri jauh-jauh, bahkan tidak berani menengadah ke atas, tapi menundukkan kepalanya dalam-dalam, serta memukul-mukul dirinya karena merasa dirinya tidak layak di hadapan Tuhan, "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." (Lukas 18:13). Ia menyadari keberadaan dirinya yang kotor, hina dan penuh dengan dosa. Sebagai pemungut cukai ia memiliki reputasi yang buruk di mata masyarakat. Semua orang menjauhinya dan sudah mencap jelek dirinya. (Bersambung)
Baca: Matius 7:1-5
"Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." Matius 7:5
Menghakimi dan melihat segala kesalahan atau kelemahan orang lain, meski itu sekecil kuman, adalah pekerjaan yang paling mudah dilakukan. Sedangkan yang paling sulit adalah melihat kesalahan diri sendiri meski kesalahan itu begitu besar. Itulah sifat alamiah manusia. Firman Tuhan mengingatkan kita dengan keras, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi." (Matius 7:1). Dan "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Sikap membenarkan diri sendiri dan menganggap orang lain sebagai sumber kesalahan atau ketidakbenaran adalah tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Siapakah sesungguhnya kita ini?
Perhatikan apa yang disampaikan Yesus dalam perumpamaannya mengenai dua orang yang pergi ke rumah Tuhan untuk berdoa yaitu orang Farisi dan pemungut cukai (baca Lukas 18:9-14). Kita tahu orang Farisi mahir firman Tuhan, terkenal dengan keahlian dan pengajarannya tentang Kitab suci sehingga ia sangat disegani dan dihormati umat Israel. Secara kasat mata orang melihatnya sebagai orang yang tekun menjalankan ibadahnya. Karena itu doa-doa yang dipanjatkan orang Farisi ini berisi seabrek laporan aktivitas rohaninya: kesetiaannya beribadah, berpuasa 2x seminggu, memberikan persepuluhan dan semua hal yang Alkitabiah. Ia menganggap diri sempurna, benar, suci, lebih hebat, merasa tidak sama dengan orang lain. Dengan sombongnya ia berkata di hadapan Tuhan "...aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;" (Lukas 18:11).
Lalu perhatikan pemungut cukai itu: berdiri jauh-jauh, bahkan tidak berani menengadah ke atas, tapi menundukkan kepalanya dalam-dalam, serta memukul-mukul dirinya karena merasa dirinya tidak layak di hadapan Tuhan, "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." (Lukas 18:13). Ia menyadari keberadaan dirinya yang kotor, hina dan penuh dengan dosa. Sebagai pemungut cukai ia memiliki reputasi yang buruk di mata masyarakat. Semua orang menjauhinya dan sudah mencap jelek dirinya. (Bersambung)
Friday, August 2, 2013
KEKRISTENAN YANG TERUJI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2013 -
Baca: Yesaya 31:1-9
"Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa." Yesaya 31:3a
Perhatikan pernyataan Daud ini, "Berikanlah kepada kami pertolongan terhadap lawan, sebab sia-sia penyelamatan dari manusia." (Mazmur 60:13). Hal ini menunjukkan bahwa Daud memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan karena sadar bahwa berharap kepada manusia dan segala yang ada di dunia ini, baik itu jabatan, uang atau kekayaan, adalah sia-sia belaka. Kekuatan manusia sangat terbatas, sementara kekayaan adalah sesuatu yang tidak pasti, "Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali." (Amsal 23:5). Alkitab pun menegaskan, "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Karena itu marilah kita membangun dasar hidup kita dengan iman kepada Tuhan Yesus. Dia sudah cukup bagi kita! "Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus." (1 Korintus 3:11). Jika dasar hidup kita dibangun di atas Batu karang yang teguh, seberat apa pun angin dan badai persoalan menerjang kita akan tetap kuat berdiri dan tak tergoyahkan.
2. Milikilah tujuan hidup yang benar. Sebagai orang percaya biarlah tujuan hidup kita yang terutama adalah memuliakan nama Tuhan. Tidak sebatas saat beribadah, tapi di segala aspek kehidupan kita, apa pun yang kita kerjakan harus bertujuan untuk kemuliaan nama Tuhan. "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita." (Kolose 3:17). Selama berada di bumi Tuhan Yesus telah mengabdikan hidupNya untuk melakukan kehendak Bapa. "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." (Yohanes 17:4). Memuliakan nama Tuhan berarti hidup dalam ketaatan sehingga hidup kita menjadi berkat bagi banyak orang.
Sudahkah hidup kita teruji demikian?
Baca: Yesaya 31:1-9
"Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa." Yesaya 31:3a
Perhatikan pernyataan Daud ini, "Berikanlah kepada kami pertolongan terhadap lawan, sebab sia-sia penyelamatan dari manusia." (Mazmur 60:13). Hal ini menunjukkan bahwa Daud memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan karena sadar bahwa berharap kepada manusia dan segala yang ada di dunia ini, baik itu jabatan, uang atau kekayaan, adalah sia-sia belaka. Kekuatan manusia sangat terbatas, sementara kekayaan adalah sesuatu yang tidak pasti, "Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali." (Amsal 23:5). Alkitab pun menegaskan, "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Karena itu marilah kita membangun dasar hidup kita dengan iman kepada Tuhan Yesus. Dia sudah cukup bagi kita! "Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus." (1 Korintus 3:11). Jika dasar hidup kita dibangun di atas Batu karang yang teguh, seberat apa pun angin dan badai persoalan menerjang kita akan tetap kuat berdiri dan tak tergoyahkan.
2. Milikilah tujuan hidup yang benar. Sebagai orang percaya biarlah tujuan hidup kita yang terutama adalah memuliakan nama Tuhan. Tidak sebatas saat beribadah, tapi di segala aspek kehidupan kita, apa pun yang kita kerjakan harus bertujuan untuk kemuliaan nama Tuhan. "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita." (Kolose 3:17). Selama berada di bumi Tuhan Yesus telah mengabdikan hidupNya untuk melakukan kehendak Bapa. "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." (Yohanes 17:4). Memuliakan nama Tuhan berarti hidup dalam ketaatan sehingga hidup kita menjadi berkat bagi banyak orang.
Sudahkah hidup kita teruji demikian?
Thursday, August 1, 2013
KEKRISTENAN YANG TERUJI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Agustus 2013 -
Baca: 2 Korintus 13:1-10
"Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji." 2 Korintus 13:5
Setiap siswa, mulai dari SD, SMP, SMU, dan juga mahasiswa di perguruan tinggi pasti mengalami apa yang disebut ujian. Baik itu ujian di tiap-tiap semester, ujian kenaikan kelas/kelulusan atau ujian masuk perguruan tinggi. Tidak bisa tidak, mereka harus belajar dengan rajin supaya berhasil dan setiap ujian yang dihadapinya.
Begitu pula dalam perjalanan kekristenan ini, untuk bisa bertumbuh dan mencapai kedewasaan rohani kita harus melewati ujian demi ujian sebagaimana bangsa Israel juga harus melewati ujian di padang gurun, sebelum Tuhan membawa mereka masuk ke Tanah Perjanjian (Kanaan). Sayang, kebanyakan dari mereka tidak bisa mencapai Kanaan, karena ketika dalam ujian mereka mengomel, menggerutu, bersungut-sungut, kecewa, putus asa dan sebagainya. Hanya mereka yang hidupnya terujilah yang dapat menikmati janji-janji Tuhan.
Di hari-hari menjelang akhir ini Tuhan juga sedang menguji anak-anakNya. "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12). Ujian bagi orang percaya bertujuan untuk membuktikan kualitas iman kita kepada Tuhan. Jika ada di antara orang Kristen yang berkata bahwa dirinya tidak mungkin jatuh karena merasa imannya berada di level tingkat atas, lalu memegahkan diri dan cenderung selalu menilai orang lain, berhati-hatilah! "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4).
Ada hal-hal yang harus kita perhatikan agar kita memiliki kehidupan yang benar-benar teruji: 1. Milikilah dasar yang kuat. Apakah yang menjadi dasar hidup Saudara? Ini berbicara tentang iman kita. Benarkah kita memiliki iman yang teguh kepada Tuhan? Akhir-akhir ini banyak orang Kristen mengalami kelesuan rohani karena tidak lagi menyandarkan iman percayanya kepada Tuhan. Mereka lebih bersandar dan mengandalkan kekuatan, kepintaran, harta kekayaan yang dimiliki. (Bersambung)
Baca: 2 Korintus 13:1-10
"Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji." 2 Korintus 13:5
Setiap siswa, mulai dari SD, SMP, SMU, dan juga mahasiswa di perguruan tinggi pasti mengalami apa yang disebut ujian. Baik itu ujian di tiap-tiap semester, ujian kenaikan kelas/kelulusan atau ujian masuk perguruan tinggi. Tidak bisa tidak, mereka harus belajar dengan rajin supaya berhasil dan setiap ujian yang dihadapinya.
Begitu pula dalam perjalanan kekristenan ini, untuk bisa bertumbuh dan mencapai kedewasaan rohani kita harus melewati ujian demi ujian sebagaimana bangsa Israel juga harus melewati ujian di padang gurun, sebelum Tuhan membawa mereka masuk ke Tanah Perjanjian (Kanaan). Sayang, kebanyakan dari mereka tidak bisa mencapai Kanaan, karena ketika dalam ujian mereka mengomel, menggerutu, bersungut-sungut, kecewa, putus asa dan sebagainya. Hanya mereka yang hidupnya terujilah yang dapat menikmati janji-janji Tuhan.
Di hari-hari menjelang akhir ini Tuhan juga sedang menguji anak-anakNya. "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12). Ujian bagi orang percaya bertujuan untuk membuktikan kualitas iman kita kepada Tuhan. Jika ada di antara orang Kristen yang berkata bahwa dirinya tidak mungkin jatuh karena merasa imannya berada di level tingkat atas, lalu memegahkan diri dan cenderung selalu menilai orang lain, berhati-hatilah! "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4).
Ada hal-hal yang harus kita perhatikan agar kita memiliki kehidupan yang benar-benar teruji: 1. Milikilah dasar yang kuat. Apakah yang menjadi dasar hidup Saudara? Ini berbicara tentang iman kita. Benarkah kita memiliki iman yang teguh kepada Tuhan? Akhir-akhir ini banyak orang Kristen mengalami kelesuan rohani karena tidak lagi menyandarkan iman percayanya kepada Tuhan. Mereka lebih bersandar dan mengandalkan kekuatan, kepintaran, harta kekayaan yang dimiliki. (Bersambung)