Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Maret 2013 -
Baca: Matius 28:1-10
"Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring." Matius 28:6
Siapa yang pertama kali mengabarkan tentang kebangkitan Yesus Kristus? Apakah para murid-murid Yesus? Bukan. Alkitab menyatakan bahwa yang menjadi pembawa berita tentang kebangkitan Yesus adalah malaikat Tuhan sendiri, yang "Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju." (Matius 28:3).
Mengapa demikian? Karena kematian Yesus di Golgota telah menggoncang iman para muridNya sehingga mereka pun melepaskan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembawa kabar baik (Injil); ada yang kembali ke profesi semula sebagai nelayan dan ada pula yang menyembunyikan diri. Itulah sebabnya Tuhan mengutus malaikatNya memberitakan kabar sukacita ini. Dan kalau malaikat yang menyampaikan sudah tentu beritanya adalah benar. Jadi tidak ada alasan untuk ragu, apalagi tidak percaya.
Kubur yang kosong adalah bukti nyata bahwa Yesus telah bangkit. Kebangkitan Yesus dari kematian bukanlah rekayasa atau dongeng 1001 mimpi, melainkan sebuah kebenaran. Ini adalah pengenapan dari apa yang dikatakan Yesus kepada murid-muridNya, "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." (Matius 17:22-23). Hal ini menunjukkan bahwa firman Tuhan adalah ya dan amin. Tidak ada janji firmanNya yang tidak Dia tepati. KebangkitanNya membuktikan bahwa Yesus bukan hanya sebagai Juruselamat, tetapi juga sebagai Tuhan yang hidup dan berkuasa! Maut dan kematian tidak berkuasa lagi atas Dia. Ini adalah berita sukacita besar bagi orang percaya! Sebab apabila Yesus tidak bangkit dari kubur, maka sia-sialah iman kepercayaan kita dan sia-sialah pemberitaan Injil di muka bumi ini. Rasul Paulus menegaskan, "...jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus." (1 Korintus 15:17-18). Dan inilah pesan Tuhan kepada kita, "Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku," (Matius 28:10).
Kebangkitan Yesus memberi pengharapan yang pasti dan kabar sukacita ini harus kita beritakan kepada dunia; sudahkah kita melakukannya?
Sunday, March 31, 2013
Saturday, March 30, 2013
KEMATIAN YESUS KRISTUS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Maret 2013 -
Baca: 1 Yohanes 2:1-6
"Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia." 1 Yohanes 2:2
Kita patut bersyukur karena mendapatkan jalan terlepas dari hukuman Allah yaitu melalui Kristus, yang rela datang ke dunia dan menyerahkan nyawaNya, mati ganti kita. Dia satu-satunya jalan keselamatan itu! "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Jadi setiap orang yang percaya kepadaNya tidak lagi berada di bawah penghukuman Allah.
Banyak orang beranggapan bahwa dengan berbuat baik dan beramal sebanyak-banyaknya pasti beroleh keselamatan atau masuk sorga. Benarkah? Perhatikan ayat ini: "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman." (2 Timotius 1:9). Jadi kita diselamatkan oleh kasih karunia di dalam Yesus Kristus, bukan karena perbuatan baik kita (baca juga Efesus 2:8). Namun kita yang telah diselamatkan di dalam Yesus Kristus wajib dan harus berbuat baik.
Dengan mengingat kembali pengorbanan Kristus di atas kayu salib, seharusnya kita sebagai umat tebusanNya tidak lagi hidup sembrono karena dosa-dosa kita telah dibayar lunas olehNya. "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Dahulu sebelum kita percaya kepada Yesus, kita adalah hamba-hamba dosa, namun sekarang kita memiliki status baru yaitu hamba-hamba kebenaran. Jadi kita harus hidup benar dan berkenan kepada Tuhan, tidak lagi menyerahkan anggota-anggota tubuh kita sebagai senjata kelaliman, melainkan sebagai senjata kebenaran (baca Roma 6:13).
Jangan hanya terharu biru sembari menitikan air mata tatkala membayangkan penderitaan Kristus di kayu salib, tapi bagaimana komitmen kita membalas kasih dan pengorbananNya melalui tindakan nyata!
Baca: 1 Yohanes 2:1-6
"Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia." 1 Yohanes 2:2
Kita patut bersyukur karena mendapatkan jalan terlepas dari hukuman Allah yaitu melalui Kristus, yang rela datang ke dunia dan menyerahkan nyawaNya, mati ganti kita. Dia satu-satunya jalan keselamatan itu! "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Jadi setiap orang yang percaya kepadaNya tidak lagi berada di bawah penghukuman Allah.
Banyak orang beranggapan bahwa dengan berbuat baik dan beramal sebanyak-banyaknya pasti beroleh keselamatan atau masuk sorga. Benarkah? Perhatikan ayat ini: "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman." (2 Timotius 1:9). Jadi kita diselamatkan oleh kasih karunia di dalam Yesus Kristus, bukan karena perbuatan baik kita (baca juga Efesus 2:8). Namun kita yang telah diselamatkan di dalam Yesus Kristus wajib dan harus berbuat baik.
Dengan mengingat kembali pengorbanan Kristus di atas kayu salib, seharusnya kita sebagai umat tebusanNya tidak lagi hidup sembrono karena dosa-dosa kita telah dibayar lunas olehNya. "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Dahulu sebelum kita percaya kepada Yesus, kita adalah hamba-hamba dosa, namun sekarang kita memiliki status baru yaitu hamba-hamba kebenaran. Jadi kita harus hidup benar dan berkenan kepada Tuhan, tidak lagi menyerahkan anggota-anggota tubuh kita sebagai senjata kelaliman, melainkan sebagai senjata kebenaran (baca Roma 6:13).
Jangan hanya terharu biru sembari menitikan air mata tatkala membayangkan penderitaan Kristus di kayu salib, tapi bagaimana komitmen kita membalas kasih dan pengorbananNya melalui tindakan nyata!
Friday, March 29, 2013
KEMATIAN YESUS KRISTUS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Maret 2013 -
Baca: Roma 5:1-11
"Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah." Roma 5:6
Peristiwa kematian manusia sesungguhnya sesuatu yang sangat alamiah dan merupakan bagian siklus kehidupan. Namun mengapa kematian Yesus Kristus di kayu salib terasa istimewa dan dirayakan di seluruh dunia? Bukankah kematianNya tidak jauh berbeda dengan kematian manusia lainnya, bahkan terlihat begitu tragis dan menyedihkan? Meski cara kematian Yesus merupakan salah satu kematian yang tragis dan menyedihkan, tapi membawa dampak yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia di muka bumi ini.
Kematian Yesus Kristus tidak bisa kita samakan atau bandingkan dengan kematian para nabi, rasul atau pun tokoh-tokoh besar dan ternama manapun di dunia. Dalam Roma 5:10 dikatakan, "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!" (Roma 5:10). Kematian Yesus Kristus adalah hakekat keselamatan bagi umat manusia karena melalui kematianNya kita diperdamaikan dengan Allah. Alkitab menegaskan bahwa "...oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri," (Ibrani 10:19). Oleh darah Yesus yang tercurah di kalvari kita dilayakkan untuk masuk ke dalam tempat kudus Allah. Sebagai manusia berdosa seharusnya kita dihukum dan dimurkai Allah, tapi melalui kematian Yesus Kristus kita beroleh pengampunan dosa dan mendapatkan keselamatan kekal, "...karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah." (Roma 5:9).
Jadi tanpa melalui kematian Yesus Kristus di kayu salib semua umat manusia akan mengalami kebinasaan kekal, sebab "...semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah," (Roma 2:23). Kita tahu bahwa dosa telah merusak seluruh aspek kehidupan manusia dan dosa itu mendatangkan murka dan hukuman Allah atas manusia, "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23).
Yesus Kristus rela mati bagi kita supaya kita diselamatkan!
Baca: Roma 5:1-11
"Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah." Roma 5:6
Peristiwa kematian manusia sesungguhnya sesuatu yang sangat alamiah dan merupakan bagian siklus kehidupan. Namun mengapa kematian Yesus Kristus di kayu salib terasa istimewa dan dirayakan di seluruh dunia? Bukankah kematianNya tidak jauh berbeda dengan kematian manusia lainnya, bahkan terlihat begitu tragis dan menyedihkan? Meski cara kematian Yesus merupakan salah satu kematian yang tragis dan menyedihkan, tapi membawa dampak yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia di muka bumi ini.
Kematian Yesus Kristus tidak bisa kita samakan atau bandingkan dengan kematian para nabi, rasul atau pun tokoh-tokoh besar dan ternama manapun di dunia. Dalam Roma 5:10 dikatakan, "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!" (Roma 5:10). Kematian Yesus Kristus adalah hakekat keselamatan bagi umat manusia karena melalui kematianNya kita diperdamaikan dengan Allah. Alkitab menegaskan bahwa "...oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri," (Ibrani 10:19). Oleh darah Yesus yang tercurah di kalvari kita dilayakkan untuk masuk ke dalam tempat kudus Allah. Sebagai manusia berdosa seharusnya kita dihukum dan dimurkai Allah, tapi melalui kematian Yesus Kristus kita beroleh pengampunan dosa dan mendapatkan keselamatan kekal, "...karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah." (Roma 5:9).
Jadi tanpa melalui kematian Yesus Kristus di kayu salib semua umat manusia akan mengalami kebinasaan kekal, sebab "...semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah," (Roma 2:23). Kita tahu bahwa dosa telah merusak seluruh aspek kehidupan manusia dan dosa itu mendatangkan murka dan hukuman Allah atas manusia, "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23).
Yesus Kristus rela mati bagi kita supaya kita diselamatkan!
Thursday, March 28, 2013
RUMAH IDAMAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Maret 2013 -
Baca: Amsal 24:1-34
"Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan," Amsal 24:3
Di 'rumah idaman' seorang suami menyatakan kasihnya yang tulus kepada isterinya. Dikatakan, "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya" (Efesus 5:28b). Begitu juga dengan isteri, ia harus tunduk dan taat kepada suaminya. Tertulis, "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat." (Efesus 22-23a). Tak terkecuali, anak juga memiliki kewajiban yaitu taat kepada orangtua sebagaimana dinasihatkan, "Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi." (Efesus 6:1-3). Suami, isteri dan anak harus memahami akan hal ini sebagai awal terbangunnya sebuah 'rumah idaman'.
Jika masing-masing anggota keluarga membangun 'rumah'nya dengan hati, berarti ia menjalankan perannya dengan penuh tanggung jawab. Suami sebagai kepala sekaligus ayah akan bertanggung jawab untuk memelihara keperluan jasmani keluarganya. Alkitab memperingatkan, "...jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman." (1 Timotius 5:8). Ia juga harus memperkenalkan Tuhan kepada keluarganya dan mengajarkan Alkitab terus-menerus, serta membimbing mereka untuk mengasihi Tuhan, juga mendisiplinkan seluruh anggota keluarga sesuai dengan firman Tuhan sehingga mereka memiliki hati yang takut akan Tuhan. Tentang peran isteri (ibu), Salomo dengan sangat gamblang mencatatnya dalam Amsal 31:10-31, di mana si isteri beroleh pujian dari suami dan juga anak-anaknya karena ia mampu menjalankan perannya dengan sangat baik, maka "Ia lebih berharga dari pada permata." (Amsal 31:10b). Itulah sebabnya anak berkewajiban untuk membahagiakan orangtuanya di hari tua mereka.
Kunci utama memiliki 'rumah idaman' adalah mengutamakan Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala hal, dan masing-masing anggota keluarga menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan firman Tuhan!
Baca: Amsal 24:1-34
"Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan," Amsal 24:3
Di 'rumah idaman' seorang suami menyatakan kasihnya yang tulus kepada isterinya. Dikatakan, "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya" (Efesus 5:28b). Begitu juga dengan isteri, ia harus tunduk dan taat kepada suaminya. Tertulis, "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat." (Efesus 22-23a). Tak terkecuali, anak juga memiliki kewajiban yaitu taat kepada orangtua sebagaimana dinasihatkan, "Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi." (Efesus 6:1-3). Suami, isteri dan anak harus memahami akan hal ini sebagai awal terbangunnya sebuah 'rumah idaman'.
Jika masing-masing anggota keluarga membangun 'rumah'nya dengan hati, berarti ia menjalankan perannya dengan penuh tanggung jawab. Suami sebagai kepala sekaligus ayah akan bertanggung jawab untuk memelihara keperluan jasmani keluarganya. Alkitab memperingatkan, "...jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman." (1 Timotius 5:8). Ia juga harus memperkenalkan Tuhan kepada keluarganya dan mengajarkan Alkitab terus-menerus, serta membimbing mereka untuk mengasihi Tuhan, juga mendisiplinkan seluruh anggota keluarga sesuai dengan firman Tuhan sehingga mereka memiliki hati yang takut akan Tuhan. Tentang peran isteri (ibu), Salomo dengan sangat gamblang mencatatnya dalam Amsal 31:10-31, di mana si isteri beroleh pujian dari suami dan juga anak-anaknya karena ia mampu menjalankan perannya dengan sangat baik, maka "Ia lebih berharga dari pada permata." (Amsal 31:10b). Itulah sebabnya anak berkewajiban untuk membahagiakan orangtuanya di hari tua mereka.
Kunci utama memiliki 'rumah idaman' adalah mengutamakan Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala hal, dan masing-masing anggota keluarga menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan firman Tuhan!
Wednesday, March 27, 2013
RUMAH IDAMAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Maret 2013 -
Baca: Mazmur 127:1-5
"Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;" Mazmur 127:1
Memiliki rumah adalah idaman semua orang, terlebih bagi kita yang tinggal di kawasan perkotaan, di mana harga tanah dan rumah sangat mahal. Bagi orang yang berpenghasilan sangat minim atau pas-pasan sulit rasanya untuk bisa membeli rumah. Jangankan memiliki rumah sendiri, untuk membayar kontrak rumah saja setengah mati. Akhirnya mereka harus indekos atau berpindah-pindah tempat untuk mengontrak rumah.
Inilah fenomena kehidupan! Jika kita ditanya rumah yang bagaimana yang menjadi idaman kita, maka kita pasti mendambakan rumah yang layak huni: di kawasan real estate yang lokasinya bebas dari banjir dan juga kemacetan, nyaman, aman plus fasilitas yang memadai. Mungkin ada yang mengatakan kita bermimpi! Namun tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya! Itu tergantung pada tangan kita. Ini berbicara tentang ketekunan dan kerja keras kita dalam memenuhi kebutuhan hidup. "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Asal kita mau bekerja dengan rajin, tidak bermalas-malasan, rajin menabung dan terutama sekali senantiasa mengutamakan Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala perkara, niscaya apa yang kita impikan dan harapkan pasti akan terwujud. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
'Rumah idaman' sesungguhnya bukan hanya berbicara tentang sebuah rumah atau bangunan secara fisik yang dilengkapi dengan berbagai macam perabot rumah tangga yang mahal-mahal (house), namun lebih ditekanan kepada keluarga atau pribadi-pribadi yang tinggal di dalamnya. Rumah idaman adalah home, yaitu tempat di mana sebuah keluarga mendapatkan kenyamanan, kedamaian, sukacita dan penghiburan; tempat di mana kita beroleh kekuatan kala masalah atau badai kehidupan datang menerpa; tempat di mana kita mempraktekkan kasih Kristus kepada seluruh anggota keluarga dalam wujud nyata; tempat di mana kita dibentuk, diproses dan diajar, ibarat sekolah dan gereja 'kecil' bagi anak-anak; tempat dimana para orangtua mengajarkan nilai-nilai kebenaran firman Tuhan dan memberikan teladan hidup. (Bersambung)
Baca: Mazmur 127:1-5
"Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;" Mazmur 127:1
Memiliki rumah adalah idaman semua orang, terlebih bagi kita yang tinggal di kawasan perkotaan, di mana harga tanah dan rumah sangat mahal. Bagi orang yang berpenghasilan sangat minim atau pas-pasan sulit rasanya untuk bisa membeli rumah. Jangankan memiliki rumah sendiri, untuk membayar kontrak rumah saja setengah mati. Akhirnya mereka harus indekos atau berpindah-pindah tempat untuk mengontrak rumah.
Inilah fenomena kehidupan! Jika kita ditanya rumah yang bagaimana yang menjadi idaman kita, maka kita pasti mendambakan rumah yang layak huni: di kawasan real estate yang lokasinya bebas dari banjir dan juga kemacetan, nyaman, aman plus fasilitas yang memadai. Mungkin ada yang mengatakan kita bermimpi! Namun tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya! Itu tergantung pada tangan kita. Ini berbicara tentang ketekunan dan kerja keras kita dalam memenuhi kebutuhan hidup. "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Asal kita mau bekerja dengan rajin, tidak bermalas-malasan, rajin menabung dan terutama sekali senantiasa mengutamakan Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala perkara, niscaya apa yang kita impikan dan harapkan pasti akan terwujud. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
'Rumah idaman' sesungguhnya bukan hanya berbicara tentang sebuah rumah atau bangunan secara fisik yang dilengkapi dengan berbagai macam perabot rumah tangga yang mahal-mahal (house), namun lebih ditekanan kepada keluarga atau pribadi-pribadi yang tinggal di dalamnya. Rumah idaman adalah home, yaitu tempat di mana sebuah keluarga mendapatkan kenyamanan, kedamaian, sukacita dan penghiburan; tempat di mana kita beroleh kekuatan kala masalah atau badai kehidupan datang menerpa; tempat di mana kita mempraktekkan kasih Kristus kepada seluruh anggota keluarga dalam wujud nyata; tempat di mana kita dibentuk, diproses dan diajar, ibarat sekolah dan gereja 'kecil' bagi anak-anak; tempat dimana para orangtua mengajarkan nilai-nilai kebenaran firman Tuhan dan memberikan teladan hidup. (Bersambung)
Tuesday, March 26, 2013
SUKA MENUNDA WAKTU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Maret 2013 -
Baca: Amsal 22:1-16
"Si pemalas berkata: 'Ada singa di luar, aku akan dibunuh di tengah jalan.'" Amsal 22:13
Suka menunda-nunda belajar atau mengerjakan PR (pekerjaan rumah) seringkali menjadi kebiasaan anak-anak yang masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Akibatnya ketika ujian tiba mereka kelabakan, mencari pinjaman catatan kesana-kemari dan belajar dengan SKS (sistem kebut semalam). Hasilnya pasti berbeda dengan siswa yang belajar tekun, tanpa menunda-nunda waktu. Ada banyak karyawan yang juga masih suka menunda-nunda mengerjakan tugasnya, apalagi jika pimpinan tidak di tempat mereka lebih memilih berleha-leha daripada sesegera mungkin merampungkan pekerjaannya. Seringkali alasannya adalah sangat klasik: capai, mengantuk dan sebagainya.
Sesungguhnya orang yang memiliki kebiasaan menunda-nunda waktu dalam mengerjakan segala sesuatu adalah bukti bahwa ia adalah seorang pemalas. Fakta membuktikan bahwa seorang pemalas selalu punya kiat jitu untuk berdalih atau mengemukakan 1001 alasan seperti ayat nas di atas. Sungguh, "Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia," (Amsal 13:4), dan karena ia tidak langsung bertindak, maka "Seperti pintu berputar pada engselnya, demikianlah si pemalas di tempat tidurnya." (Amsal 26:14). Kebiasaan menunda-nunda waktu jika terus dipelihara akan sangat merugikan diri si pelaku karena ia tidak akan pernah maju dan makin jauh tertinggal dari rekan-rekannya. Sampai kapan kita akan seperti itu? Menunggu sampai kita terpuruk dan gagal? Berubahlah mulai dari sekarang, "...waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2).
Untuk mengerjakan kehendak Tuhan dan segala hal yang ada di dunia ini diperlukan kesungguhan dan kerja keras, bukan tindakan yang ala kadarnya. Yosua tidak sabar melihat orang Israel yang suka menunda-nunda waktu, "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu?" (Yosua 18:3).
Hidup adalah kesempatan yang Tuhan berikan, dan apa yang kita lakukan sekarang akan menentukan masa depan kita!
Baca: Amsal 22:1-16
"Si pemalas berkata: 'Ada singa di luar, aku akan dibunuh di tengah jalan.'" Amsal 22:13
Suka menunda-nunda belajar atau mengerjakan PR (pekerjaan rumah) seringkali menjadi kebiasaan anak-anak yang masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Akibatnya ketika ujian tiba mereka kelabakan, mencari pinjaman catatan kesana-kemari dan belajar dengan SKS (sistem kebut semalam). Hasilnya pasti berbeda dengan siswa yang belajar tekun, tanpa menunda-nunda waktu. Ada banyak karyawan yang juga masih suka menunda-nunda mengerjakan tugasnya, apalagi jika pimpinan tidak di tempat mereka lebih memilih berleha-leha daripada sesegera mungkin merampungkan pekerjaannya. Seringkali alasannya adalah sangat klasik: capai, mengantuk dan sebagainya.
Sesungguhnya orang yang memiliki kebiasaan menunda-nunda waktu dalam mengerjakan segala sesuatu adalah bukti bahwa ia adalah seorang pemalas. Fakta membuktikan bahwa seorang pemalas selalu punya kiat jitu untuk berdalih atau mengemukakan 1001 alasan seperti ayat nas di atas. Sungguh, "Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia," (Amsal 13:4), dan karena ia tidak langsung bertindak, maka "Seperti pintu berputar pada engselnya, demikianlah si pemalas di tempat tidurnya." (Amsal 26:14). Kebiasaan menunda-nunda waktu jika terus dipelihara akan sangat merugikan diri si pelaku karena ia tidak akan pernah maju dan makin jauh tertinggal dari rekan-rekannya. Sampai kapan kita akan seperti itu? Menunggu sampai kita terpuruk dan gagal? Berubahlah mulai dari sekarang, "...waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2).
Untuk mengerjakan kehendak Tuhan dan segala hal yang ada di dunia ini diperlukan kesungguhan dan kerja keras, bukan tindakan yang ala kadarnya. Yosua tidak sabar melihat orang Israel yang suka menunda-nunda waktu, "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu?" (Yosua 18:3).
Hidup adalah kesempatan yang Tuhan berikan, dan apa yang kita lakukan sekarang akan menentukan masa depan kita!
Monday, March 25, 2013
MENIKMATI HASIL PEKERJAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Maret 2013 -
Baca: Ulangan 28:1-14
"Tuhan akan memerintahkan berkat ke atasmu di dalam lumbungmu dan di dalam segala usahamu; Ia akan memberkati engkau di negeri yang diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu." Ulangan 28:8
Apakah Saudara mencintai pekerjaan/profesi yang Saudara tekuni saat ini? entah itu di dunia kerja konvensional atau mungkin sebagai fulltimer di ladang Tuhan. Ada yang berkata, "Aku sangat cocok dan menikmati pekerjaan ini." Namun tidak sedikit orang yang mengeluhkan pekerjaannya dengan alasan jenuh, bosan tidak cocok, tertekan, frustasi tidak puas dan sebagainya sehingga mereka melakukan pekerjaannya dengan keterpaksaan dan setengah hati. Pasti ada perbedaan hasil antara orang yang merasa cocok dengan pekerjaannya dan yang tidak cocok.
Berada dalam pekerjaan yang tepat dan karir yang cocok adalah kunci keberhasilan seseorang karena ia pasti akan bekerja dengan giat, tidak hitung-hitungan dan sepenuh hati, sehingga yang dihasilkannya pun bisa optimal. Sebaliknya banyak orang menyalahkan rekan kerja, lingkungan, pimpinan atau bahkan keluarga karena frustasi dengan pekerjaan yang mereka jalani. Seharusnya pekerjaan yang kita geluti adalah sebagai sumber sukacita dan saluran bagi Tuhan untuk mencurahkan berkat-berkatNya.
Oleh karena itu kita harus bisa menikmati (mencintai) pekerjaan kita dan melakukannya dengan penuh antusias sehingga kita pun dapat menikmati hasil pekerjaan tersebut, seperti tertullis: "Mereka tidak akan mendirikan sesuatu, supaya orang lain mendiaminya, dan mereka tidak akan menanam sesuatu, supaya orang lain memakan buahnya; sebab umur umat-Ku akan sepanjang umur pohon, dan orang-orang pilihan-Ku akan menikmati pekerjaan tangan mereka." (Yesaya 65:22). Bahkan rasul Paulus menasihati: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:23-24a). Tuhan menyediakan berkatNya bagi orang-orang yang mau bekerja dengan baik dan dengan sekuat tenaga.
Jadi, hanya dengan mencintai pekerjaan kitalah kita akan mendapatkan sukacita dan berkat dari Tuhan!
Baca: Ulangan 28:1-14
"Tuhan akan memerintahkan berkat ke atasmu di dalam lumbungmu dan di dalam segala usahamu; Ia akan memberkati engkau di negeri yang diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu." Ulangan 28:8
Apakah Saudara mencintai pekerjaan/profesi yang Saudara tekuni saat ini? entah itu di dunia kerja konvensional atau mungkin sebagai fulltimer di ladang Tuhan. Ada yang berkata, "Aku sangat cocok dan menikmati pekerjaan ini." Namun tidak sedikit orang yang mengeluhkan pekerjaannya dengan alasan jenuh, bosan tidak cocok, tertekan, frustasi tidak puas dan sebagainya sehingga mereka melakukan pekerjaannya dengan keterpaksaan dan setengah hati. Pasti ada perbedaan hasil antara orang yang merasa cocok dengan pekerjaannya dan yang tidak cocok.
Berada dalam pekerjaan yang tepat dan karir yang cocok adalah kunci keberhasilan seseorang karena ia pasti akan bekerja dengan giat, tidak hitung-hitungan dan sepenuh hati, sehingga yang dihasilkannya pun bisa optimal. Sebaliknya banyak orang menyalahkan rekan kerja, lingkungan, pimpinan atau bahkan keluarga karena frustasi dengan pekerjaan yang mereka jalani. Seharusnya pekerjaan yang kita geluti adalah sebagai sumber sukacita dan saluran bagi Tuhan untuk mencurahkan berkat-berkatNya.
Oleh karena itu kita harus bisa menikmati (mencintai) pekerjaan kita dan melakukannya dengan penuh antusias sehingga kita pun dapat menikmati hasil pekerjaan tersebut, seperti tertullis: "Mereka tidak akan mendirikan sesuatu, supaya orang lain mendiaminya, dan mereka tidak akan menanam sesuatu, supaya orang lain memakan buahnya; sebab umur umat-Ku akan sepanjang umur pohon, dan orang-orang pilihan-Ku akan menikmati pekerjaan tangan mereka." (Yesaya 65:22). Bahkan rasul Paulus menasihati: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:23-24a). Tuhan menyediakan berkatNya bagi orang-orang yang mau bekerja dengan baik dan dengan sekuat tenaga.
Jadi, hanya dengan mencintai pekerjaan kitalah kita akan mendapatkan sukacita dan berkat dari Tuhan!
Sunday, March 24, 2013
PUJIAN MELEPASKAN BELENGGU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Maret 2013 -
Baca: Mazmur 30:1-13
"Aku akan memuji Engkau, ya Tuhan, sebab Engkau telah menarik aku ke atas, dan tidak memberi musuh-musuhku bersukacita atas aku." Mazmur 30:2
Banyak orang-orang di luar Tuhan berkata, "Orang Kristen itu aneh. Setiap ibadah di gereja selalu bernyanyi, ada yang sambil bertepuk tangan dan bergoyang-goyang. Di persekutuan mereka juga selalu bernyanyi." Memang, puji-pujian tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Kristen. Jika ada orang Kristen yang tidak suka memuji Tuhan atau hanya memuji Tuhan saat berada di gereja, berarti ia orang Kristen yang 'tidak normal'. Normalnya, orang Kristen pasti suka memuji Tuhan di mana pun dan kapan pun. Bahkan Daud memuji-muji Tuhan tujuh kali dalam sehari (baca Mazmur 119:164). Jangan anggap remeh puji-pujian bagi Tuhan itu! Ada kuasa yang dahsyat saat kita memuji Tuhan sebab Ia bersemayam di atas pujian yang dinaikkan oleh umatNya (baca Mazmur 22:4).
Kapan waktu yang tepat memuji Tuhan? Saat lagi happy, tidak ada masalah, sehat, menerima berkat? Tidak. Memuji Tuhan itu di segala keadaan dan setiap waktu, terutama waktu dalam kesesakan dan pergumulan berat. Mengapa? Karena dengan memuji-muji Tuhan iman kita kembali dibangkitkan; segala kekuatiran dan ketakutan sirna oleh karena hati dan pikiran kita tertuju kepada Tuhan. Dahsyatnya kuasa puji-pujian itu dirasakan oleh Paulus dan Silas. Saat mereka dijebloskan dalam penjara karena memberitakan Injil, "...kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka...terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua." (Kisah 16:25-26). Meski sedang terjepit dan dalam ujian yang berat Paulus tetap tegar dan masih bisa memuji-muji Tuhan. Ketika mereka menaikkan pujian Tuhan hadir dan melawatnya. Perkara besar pun terjadi: Gempa bumi, sendi-sendi penjara goyah, pintu terbuka dan belenggu terlepaskan.
Apa yang sedang membelenggu Saudara: sakit-penyakit, kegagalan, kemiskinan? Angkatlah suaramu dan pujilah Tuhan! Ada kuasa yang memerdekakan kita saat kita memuji-muji Tuhan.
Memuji-muji Tuhan adalah kunci yang menggerakkan pintu sorga terbuka dan tanganNya terulur bagi kita!
Baca: Mazmur 30:1-13
"Aku akan memuji Engkau, ya Tuhan, sebab Engkau telah menarik aku ke atas, dan tidak memberi musuh-musuhku bersukacita atas aku." Mazmur 30:2
Banyak orang-orang di luar Tuhan berkata, "Orang Kristen itu aneh. Setiap ibadah di gereja selalu bernyanyi, ada yang sambil bertepuk tangan dan bergoyang-goyang. Di persekutuan mereka juga selalu bernyanyi." Memang, puji-pujian tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Kristen. Jika ada orang Kristen yang tidak suka memuji Tuhan atau hanya memuji Tuhan saat berada di gereja, berarti ia orang Kristen yang 'tidak normal'. Normalnya, orang Kristen pasti suka memuji Tuhan di mana pun dan kapan pun. Bahkan Daud memuji-muji Tuhan tujuh kali dalam sehari (baca Mazmur 119:164). Jangan anggap remeh puji-pujian bagi Tuhan itu! Ada kuasa yang dahsyat saat kita memuji Tuhan sebab Ia bersemayam di atas pujian yang dinaikkan oleh umatNya (baca Mazmur 22:4).
Kapan waktu yang tepat memuji Tuhan? Saat lagi happy, tidak ada masalah, sehat, menerima berkat? Tidak. Memuji Tuhan itu di segala keadaan dan setiap waktu, terutama waktu dalam kesesakan dan pergumulan berat. Mengapa? Karena dengan memuji-muji Tuhan iman kita kembali dibangkitkan; segala kekuatiran dan ketakutan sirna oleh karena hati dan pikiran kita tertuju kepada Tuhan. Dahsyatnya kuasa puji-pujian itu dirasakan oleh Paulus dan Silas. Saat mereka dijebloskan dalam penjara karena memberitakan Injil, "...kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka...terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua." (Kisah 16:25-26). Meski sedang terjepit dan dalam ujian yang berat Paulus tetap tegar dan masih bisa memuji-muji Tuhan. Ketika mereka menaikkan pujian Tuhan hadir dan melawatnya. Perkara besar pun terjadi: Gempa bumi, sendi-sendi penjara goyah, pintu terbuka dan belenggu terlepaskan.
Apa yang sedang membelenggu Saudara: sakit-penyakit, kegagalan, kemiskinan? Angkatlah suaramu dan pujilah Tuhan! Ada kuasa yang memerdekakan kita saat kita memuji-muji Tuhan.
Memuji-muji Tuhan adalah kunci yang menggerakkan pintu sorga terbuka dan tanganNya terulur bagi kita!
Saturday, March 23, 2013
TUHAN MENYEMBUNYIKAN WAJAHNYA? (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Maret 2013 -
Baca: Ayub 23:1-17
"Tetapi Ia tidak pernah berubah - siapa dapat menghalangi Dia? Apa yang dikehendaki-Nya, dilaksanakan-Nya juga." Ayub 23:13
Pelanggaran dan dosa adalah penyebab utama Tuhan serasa jauh dan menyembunyikan wajahNya. Satu-satunya jalan memulihkan hubungan denganNya adalah pertobatan sungguh.
2. Mengungkapkan isi hati melalui doa. Ketika kita merasa sendiri dan seolah-olah Tuhan tidak ada bersama kita, ungkapkan apa yang sedang bergejolak di dalam hati dan pikiran kita kepada Tuhan melalui doa, seperti Daud, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang." (Mazmur 22:2-3). Ayub juga demikian, "Sesungguhnya, kalau aku berjalan ke timur, Ia tidak di sana; atau ke barat, tidak kudapati Dia; di utara kucari Dia, Ia tidak tampak, aku berpaling ke selatan, aku tidak melihat Dia." (Ayub 23:8-9). Asal kita mencari Tuhan dengan segenap hati Dia akan menjawab segala keraguan kita dari sorgaNya yang kudus, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Inilah janji Tuhan: tidak akan pernah membiarkan dan meninggalkan kita! Kita harus percaya bahwa Tuhan selalu ada di setiap pergumulan yang kita hadapi. Manusia bisa saja dengan mudahnya lupa, ingkar dan mengecewakan sesamanya, tetapi Tuhan bukanlah manusia. Segala yang Dia janjikan pasti akan ditepati dan digenapinya sebab firmanNya ya dan amin. Maka dari itu arahkan hati, pikiran dan pandangan kita hanya kepada Tuhan karena Dia sungguh baik dan sangat mengasihi kita. Apa pun masalah kita, Dia tahu persis karena Dia adalah Pengendali segala sesuatu. Seburuk dan segelap apa pun perjalanan yang harus kita tempuh, tidak akan mengubah janji penyertaanNya.
Ayub mengalami pergumulan yang sangat berat seolah-olah Tuhan meninggalkan dan menyembunyikan wajahNya. Namun ia tidak patah arang dan putus asa, ia tetap menguatkan iman percayanya kepada Tuhan.
Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, Dia menyembunyikan wajahNya ketika kita melakukan dosa!
Baca: Ayub 23:1-17
"Tetapi Ia tidak pernah berubah - siapa dapat menghalangi Dia? Apa yang dikehendaki-Nya, dilaksanakan-Nya juga." Ayub 23:13
Pelanggaran dan dosa adalah penyebab utama Tuhan serasa jauh dan menyembunyikan wajahNya. Satu-satunya jalan memulihkan hubungan denganNya adalah pertobatan sungguh.
2. Mengungkapkan isi hati melalui doa. Ketika kita merasa sendiri dan seolah-olah Tuhan tidak ada bersama kita, ungkapkan apa yang sedang bergejolak di dalam hati dan pikiran kita kepada Tuhan melalui doa, seperti Daud, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang." (Mazmur 22:2-3). Ayub juga demikian, "Sesungguhnya, kalau aku berjalan ke timur, Ia tidak di sana; atau ke barat, tidak kudapati Dia; di utara kucari Dia, Ia tidak tampak, aku berpaling ke selatan, aku tidak melihat Dia." (Ayub 23:8-9). Asal kita mencari Tuhan dengan segenap hati Dia akan menjawab segala keraguan kita dari sorgaNya yang kudus, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Inilah janji Tuhan: tidak akan pernah membiarkan dan meninggalkan kita! Kita harus percaya bahwa Tuhan selalu ada di setiap pergumulan yang kita hadapi. Manusia bisa saja dengan mudahnya lupa, ingkar dan mengecewakan sesamanya, tetapi Tuhan bukanlah manusia. Segala yang Dia janjikan pasti akan ditepati dan digenapinya sebab firmanNya ya dan amin. Maka dari itu arahkan hati, pikiran dan pandangan kita hanya kepada Tuhan karena Dia sungguh baik dan sangat mengasihi kita. Apa pun masalah kita, Dia tahu persis karena Dia adalah Pengendali segala sesuatu. Seburuk dan segelap apa pun perjalanan yang harus kita tempuh, tidak akan mengubah janji penyertaanNya.
Ayub mengalami pergumulan yang sangat berat seolah-olah Tuhan meninggalkan dan menyembunyikan wajahNya. Namun ia tidak patah arang dan putus asa, ia tetap menguatkan iman percayanya kepada Tuhan.
Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, Dia menyembunyikan wajahNya ketika kita melakukan dosa!
Friday, March 22, 2013
TUHAN MENYEMBUNYIKAN WAJAHNYA? (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Maret 2013 -
Baca: Mazmur 143:1-12
"Jawablah aku dengan segera, ya Tuhan, sudah habis semangatku! Jangan sembunyikan wajah-Mu terhadap aku," Mazmur 143:7
Saat dalam penderitaan dan kesesakan seringkali yang timbul adalah pikiran-pikiran negatif: takut, kuatir, cemas, kecewa. Tidak sedikit yang mulai ragu dan sangsi akan penyertaan Tuhan. Kita pun mulai marah dan bertanya dalam hati seperti yang disampaikan pemazmur dalam ayat nas di atas. Kita berpikir Tuhan telah meninggalkan dan membiarkan kita serta menyembunyikan wajahNya. Benarkah demikian?
FirmanNya menegaskan, "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:15-16). Tuhan sangat mengasihi kita dan Dia tidak akan pernah meninggalkan kita, umat pilihanNya, karena Dia adalah Imanuel, Tuhan yang menyertai kita, bahkan Ia akan menyertai kita "...senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b).
Pengorbanan Kristus di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Ia sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia serahkan. Apa yang harus kita lakukan supaya Tuhan tidak menyembunyikan wajahNya dari kita? 1. Mengoreksi diri. Mungkin selama ini ada pelanggaran dan dosa yang telah kita perbuat, namun "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Jika demikian kita harus segera datang kepada Tuhan untuk memohon ampun atas pelanggaran yang telah kita perbuat, seperti yang dilakukan Daud ini, "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku." (Mazmur 51:3-5). Alkitab menyatakan bahwa jika kita dengan jujur mengakui dosa-dosa kita, Tuhan akan mengampuni kita (baca 1 Yohanes 1:9). (Bersambung)
Baca: Mazmur 143:1-12
"Jawablah aku dengan segera, ya Tuhan, sudah habis semangatku! Jangan sembunyikan wajah-Mu terhadap aku," Mazmur 143:7
Saat dalam penderitaan dan kesesakan seringkali yang timbul adalah pikiran-pikiran negatif: takut, kuatir, cemas, kecewa. Tidak sedikit yang mulai ragu dan sangsi akan penyertaan Tuhan. Kita pun mulai marah dan bertanya dalam hati seperti yang disampaikan pemazmur dalam ayat nas di atas. Kita berpikir Tuhan telah meninggalkan dan membiarkan kita serta menyembunyikan wajahNya. Benarkah demikian?
FirmanNya menegaskan, "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:15-16). Tuhan sangat mengasihi kita dan Dia tidak akan pernah meninggalkan kita, umat pilihanNya, karena Dia adalah Imanuel, Tuhan yang menyertai kita, bahkan Ia akan menyertai kita "...senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b).
Pengorbanan Kristus di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Ia sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia serahkan. Apa yang harus kita lakukan supaya Tuhan tidak menyembunyikan wajahNya dari kita? 1. Mengoreksi diri. Mungkin selama ini ada pelanggaran dan dosa yang telah kita perbuat, namun "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Jika demikian kita harus segera datang kepada Tuhan untuk memohon ampun atas pelanggaran yang telah kita perbuat, seperti yang dilakukan Daud ini, "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku." (Mazmur 51:3-5). Alkitab menyatakan bahwa jika kita dengan jujur mengakui dosa-dosa kita, Tuhan akan mengampuni kita (baca 1 Yohanes 1:9). (Bersambung)
Thursday, March 21, 2013
STOP SALING MENYALAHKAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Maret 2013 -
Baca: Yakobus 5:7-11
"Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum." Yakobus 5:9a
Bersungut-sungut dan saling menyalahkan adalah sifat yang sangat menonjol dari bangsa Israel. Setiap menghadapi kesulitan atau masalah mereka tidak pernah mengoreksi diri terlebih dahulu sebab-musababnya, melainkan langsung menyalahkan orang lain dan bersungut-sungut. "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Mereka menyalahkan Musa, menyalahkan keadaan dan selalu membanding-bandingkan dengan keadaan sebelumnya. Melihat apa yang diperbuat oleh bangsa Israel ini Tuhan menjadi sangat marah sehingga mereka harus langsung menanggung akibatnya: mati dipagut ular, dibinasakan oleh malaikat maut, dan puncaknya gagal memasuki Tanah Perjanjian, kecuali Yosua dan Kaleb.
Bukankah tindakan ini juga sering dilakukan oleh banyak orang Kristen? Memang lebih mudah menyalahkan orang lain daripada melihat keberadaan diri sendiri. Kita cenderung tidak mau dipersalahkan. Kita merasa paling benar! Ketika penyakit, suami isteri saling menyalahkan, orangtua dan anak saling menyalahkan, bahkan tidak jarang kita juga menyalahkan Tuhan. Yakobus menasihati, "Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan." (Yakobus 5:10-11).
Mari belajar dari Ayub, ketika dalam ujian dan penderitaan ia dipersalahkan oleh isterinya, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" (Ayun 2:9), namun ia mampu menjaga hatinya dan tidak menyalahkan Tuhan karena ia sadar itu adalah proses yang diijinkan Tuhan terjadi.
Bersungut-sungut dan suka menyalahkan orang lain adalah tanda ketidakdewasaan rohani seseorang!
Baca: Yakobus 5:7-11
"Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum." Yakobus 5:9a
Bersungut-sungut dan saling menyalahkan adalah sifat yang sangat menonjol dari bangsa Israel. Setiap menghadapi kesulitan atau masalah mereka tidak pernah mengoreksi diri terlebih dahulu sebab-musababnya, melainkan langsung menyalahkan orang lain dan bersungut-sungut. "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Mereka menyalahkan Musa, menyalahkan keadaan dan selalu membanding-bandingkan dengan keadaan sebelumnya. Melihat apa yang diperbuat oleh bangsa Israel ini Tuhan menjadi sangat marah sehingga mereka harus langsung menanggung akibatnya: mati dipagut ular, dibinasakan oleh malaikat maut, dan puncaknya gagal memasuki Tanah Perjanjian, kecuali Yosua dan Kaleb.
Bukankah tindakan ini juga sering dilakukan oleh banyak orang Kristen? Memang lebih mudah menyalahkan orang lain daripada melihat keberadaan diri sendiri. Kita cenderung tidak mau dipersalahkan. Kita merasa paling benar! Ketika penyakit, suami isteri saling menyalahkan, orangtua dan anak saling menyalahkan, bahkan tidak jarang kita juga menyalahkan Tuhan. Yakobus menasihati, "Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan." (Yakobus 5:10-11).
Mari belajar dari Ayub, ketika dalam ujian dan penderitaan ia dipersalahkan oleh isterinya, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" (Ayun 2:9), namun ia mampu menjaga hatinya dan tidak menyalahkan Tuhan karena ia sadar itu adalah proses yang diijinkan Tuhan terjadi.
Bersungut-sungut dan suka menyalahkan orang lain adalah tanda ketidakdewasaan rohani seseorang!
Wednesday, March 20, 2013
BANYAK MEMBERI, BANYAK BERKAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Maret 2013 -
Baca: Amsal 11:1-31
"Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." Amsal 11:25
Sudah menjadi sifat alamiah manusia jika maunya hanya menerima atau mendapat, tapi tidak mau kehilangan atau memberi. Kita berpikir bahwa semakin kita berhemat untuk diri sendiri, ditambah dengan menerima dari orang lain, maka kita akan semakin bertambah-tambah dan berkelimpahan. Itu yang ada dalam pemikiran manusia dan juga menjadi prinsip hidup orang dunia.
Tetapi, prinsip dunia ini sangat bertolak belakang dengan prinsip Kerajaan Allah, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." (Amsal 11:24). Alkitab menegaskan bahwa justru orang yang banyak memberi kepada orang lain akan menerima kelimpahan, sebaliknya orang yang kikir, yang menghemat begitu rupa akan selalu berkekurangan. "Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan mengalami kekurangan." (Amsal 28:22). Jadi "Berilah dan kamu akan diberi:" (Lukas 6:38).
Mengapa kita diharuskan memberi terlebih dahulu jika ingin mendapatkan? Karena ini perintah Tuhan! Dan selalu ada upah bagi yang taat melakukan perintah Tuhan, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Jika kita ingin mendapat sesuatu kita harus rela kehilangan. Kita akan diberkati secara melimpah jika kita setia mengerjakan bagian kita, yaitu memberi persepuluhan (baca Maleakhi 3:10), memperhatikan orrang yang kekurangan (baca Amsal 28:27) dan sebagainya. Sebagai anak-anak Tuhan, semangat dalam memberi harus lebih besar dari semangat menerima, sebab tujuan Tuhan memberkati kita adalah untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain. Memberi adalah kasih dalam tindakan nyata, bukan hanya lewat ucapan.
Jika kita rela melepaskan apa yang ada di tangan kita, maka Tuhan akan rela juga melepaskan apa yang ada di tanganNya bagi kita.
Baca: Amsal 11:1-31
"Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." Amsal 11:25
Sudah menjadi sifat alamiah manusia jika maunya hanya menerima atau mendapat, tapi tidak mau kehilangan atau memberi. Kita berpikir bahwa semakin kita berhemat untuk diri sendiri, ditambah dengan menerima dari orang lain, maka kita akan semakin bertambah-tambah dan berkelimpahan. Itu yang ada dalam pemikiran manusia dan juga menjadi prinsip hidup orang dunia.
Tetapi, prinsip dunia ini sangat bertolak belakang dengan prinsip Kerajaan Allah, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." (Amsal 11:24). Alkitab menegaskan bahwa justru orang yang banyak memberi kepada orang lain akan menerima kelimpahan, sebaliknya orang yang kikir, yang menghemat begitu rupa akan selalu berkekurangan. "Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan mengalami kekurangan." (Amsal 28:22). Jadi "Berilah dan kamu akan diberi:" (Lukas 6:38).
Mengapa kita diharuskan memberi terlebih dahulu jika ingin mendapatkan? Karena ini perintah Tuhan! Dan selalu ada upah bagi yang taat melakukan perintah Tuhan, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Jika kita ingin mendapat sesuatu kita harus rela kehilangan. Kita akan diberkati secara melimpah jika kita setia mengerjakan bagian kita, yaitu memberi persepuluhan (baca Maleakhi 3:10), memperhatikan orrang yang kekurangan (baca Amsal 28:27) dan sebagainya. Sebagai anak-anak Tuhan, semangat dalam memberi harus lebih besar dari semangat menerima, sebab tujuan Tuhan memberkati kita adalah untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain. Memberi adalah kasih dalam tindakan nyata, bukan hanya lewat ucapan.
Jika kita rela melepaskan apa yang ada di tangan kita, maka Tuhan akan rela juga melepaskan apa yang ada di tanganNya bagi kita.
Tuesday, March 19, 2013
BERHASIL: Siapa Yang Kita Miliki
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Maret 2013 -
Baca: Kejadian 39:1-23
"Tetapi Tuhan menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu." Kejadian 39:2
Sudah menjadi hal yang lumrah jika orang-orang dunia selalu mengukur atau menilai keberhasilan orang lain berdasarkan apa yang mereka punyai. Orang dikatakan berhasil karena memiliki rumah megah, mobil mewah, jabatan tinggi, terkenal.
Perhatikan ayat nas: Yusuf disebut orang yang selalu berhasil, padahal bukankah ia hanya sebagai budak di rumah Potifar? Memang cara pandang orang percaya dan orang dunia itu berbeda. Keberhasilan bagi orang percaya bukan berdasarkan atas apa yang ia miliki, tetapi bergantung pada 'siapa' yang ia miliki dalam hidup ini. Yusuf disebut sebagai orang berhasil, bahkan akhirnya dipercaya sebagai penguasa Mesir karena ia memiliki Tuhan yang hidup, yang senantiasa menyertai hidupnya.
Bangsa Israel selalu berhasil mengalahkan bangsa-bangsa lain dalam peperangan, saat mereka melibatkan Tuhan. Firaun dan pasukannya tak berdaya di depan bangsa Israel oleh karena Tuhan yang berperang ganti mereka. "Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14). Ketika bangsa Israel mengelilingi tembok Yerikho selama tujuh kali dengan meniup sangkakala, tembok itu pun runtuh. Bani Moab, Amon dan orang Meunim bertekuk lutut ketika Yosafat dan rakyatnya bersorak-sorai menaikkan puji-pujian bagi Tuhan. Itu semua karena siapa? "...bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah." (2 Tawarikh 20:15). Kunci keberhasilan mereka bukan pada kekuatan angkatan perang dan senjata canggihnya, kereta dan kuda, tapi semata-mata karena Tuhan ada di tengah-tengah mereka. "Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan Tuhan." (Amsal 21:31).
Oleh karena itu andalkan Tuhan dalam segala hal. Dialah yang menjadi jaminan hidup kita sepenuhnya. Ketika Tuhan Yesus menyertai langkah hidup kita, perkara-perkara besar dan ajaib pasti akan terjadi sehingga hidup kita menjadi kesaksian banyak orang.
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," Efesus 3:20
Baca: Kejadian 39:1-23
"Tetapi Tuhan menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu." Kejadian 39:2
Sudah menjadi hal yang lumrah jika orang-orang dunia selalu mengukur atau menilai keberhasilan orang lain berdasarkan apa yang mereka punyai. Orang dikatakan berhasil karena memiliki rumah megah, mobil mewah, jabatan tinggi, terkenal.
Perhatikan ayat nas: Yusuf disebut orang yang selalu berhasil, padahal bukankah ia hanya sebagai budak di rumah Potifar? Memang cara pandang orang percaya dan orang dunia itu berbeda. Keberhasilan bagi orang percaya bukan berdasarkan atas apa yang ia miliki, tetapi bergantung pada 'siapa' yang ia miliki dalam hidup ini. Yusuf disebut sebagai orang berhasil, bahkan akhirnya dipercaya sebagai penguasa Mesir karena ia memiliki Tuhan yang hidup, yang senantiasa menyertai hidupnya.
Bangsa Israel selalu berhasil mengalahkan bangsa-bangsa lain dalam peperangan, saat mereka melibatkan Tuhan. Firaun dan pasukannya tak berdaya di depan bangsa Israel oleh karena Tuhan yang berperang ganti mereka. "Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14). Ketika bangsa Israel mengelilingi tembok Yerikho selama tujuh kali dengan meniup sangkakala, tembok itu pun runtuh. Bani Moab, Amon dan orang Meunim bertekuk lutut ketika Yosafat dan rakyatnya bersorak-sorai menaikkan puji-pujian bagi Tuhan. Itu semua karena siapa? "...bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah." (2 Tawarikh 20:15). Kunci keberhasilan mereka bukan pada kekuatan angkatan perang dan senjata canggihnya, kereta dan kuda, tapi semata-mata karena Tuhan ada di tengah-tengah mereka. "Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan Tuhan." (Amsal 21:31).
Oleh karena itu andalkan Tuhan dalam segala hal. Dialah yang menjadi jaminan hidup kita sepenuhnya. Ketika Tuhan Yesus menyertai langkah hidup kita, perkara-perkara besar dan ajaib pasti akan terjadi sehingga hidup kita menjadi kesaksian banyak orang.
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," Efesus 3:20
Monday, March 18, 2013
IRI HATI: Sumber Konflik
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Maret 2013 -
Baca: 2 Korintus 12:11-21
"Aku kuatir akan adanya perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan, dan kerusuhan." 2 Korintus 12:20b
Jika kita memperhatikan keadaan dunia saat ini banyak terjadi kekacauan, termasuk di Indonesia. Konflik, permusuhan, sengketa, baku hantam hampir setiap hari menghiasi layar kaca kita. Mengapa hal ini sering terjadi? Banyak faktor yang menyebabkan hal-hal tersebut di atas terjadi, salah satu penyebabnya adalah iri hati. Iri hati seringkali menjadi penyebab tercabiknya kerukunan dan persatuan suatu komunitas.
Karena iri hati, saudara bisa menjadi musuh. Kain tega membunuh adiknya sendiri (Habel) karena tersulut rasa iri hati, di mana persembahan Habel diterima oleh Tuhan, sedangkan persembahannya tidak (baca Kejadian 4:1-16). Karena orang lain lebih berhasil dalam pekerjaannya, seseorang menjadi panas hati sehingga ia merancang kejahatan untuk menghancurkannya; orang yang tekun bekerja di kantor dicap sebagai orang yang suka 'cari muka' pada pimpinannya. Jangan katakan kalau rasa iri hati itu hanya dilakukan oleh orang-orang dunia, banyak juga orang Kristen yang belum terbebas dari roh iri hati. Melihat rekan sepelayanan lebih dipakai Tuhan kita pun menjadi berang dan berusaha untuk menghasut orang lain dengan gosip-gosip miring tentang dia. Dalam suratnya, Yakobus menulis: "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Itulah kenyataan yang terjadi dan sedang melanda kehidupan manusia. Tidak sepatutnya di antara umat Tuhan saling iri hati karena itu hanya akan mendatangkan segala macam perbuatan jahat. Siapa yang akan berjingkrak kegirangan jika di antara orang Kristen saling iri hati? Pastinya Iblis! Kita harus sadar, ditinjau dari sudut mana pun iri hati sama sekali tidak mendatangkan kebaikan, sebaliknya hanya akan merusak dan menghancurkan diri kita, juga orang lain.
Masih iri hatikah Saudara? Tidak ada jalan lain, harus segera bertobat, mohon pertolongan Roh Kudus dan milikilah penyerahan diri kepada Tuhan.
"Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" 1 Korintus 3:3b
Baca: 2 Korintus 12:11-21
"Aku kuatir akan adanya perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan, dan kerusuhan." 2 Korintus 12:20b
Jika kita memperhatikan keadaan dunia saat ini banyak terjadi kekacauan, termasuk di Indonesia. Konflik, permusuhan, sengketa, baku hantam hampir setiap hari menghiasi layar kaca kita. Mengapa hal ini sering terjadi? Banyak faktor yang menyebabkan hal-hal tersebut di atas terjadi, salah satu penyebabnya adalah iri hati. Iri hati seringkali menjadi penyebab tercabiknya kerukunan dan persatuan suatu komunitas.
Karena iri hati, saudara bisa menjadi musuh. Kain tega membunuh adiknya sendiri (Habel) karena tersulut rasa iri hati, di mana persembahan Habel diterima oleh Tuhan, sedangkan persembahannya tidak (baca Kejadian 4:1-16). Karena orang lain lebih berhasil dalam pekerjaannya, seseorang menjadi panas hati sehingga ia merancang kejahatan untuk menghancurkannya; orang yang tekun bekerja di kantor dicap sebagai orang yang suka 'cari muka' pada pimpinannya. Jangan katakan kalau rasa iri hati itu hanya dilakukan oleh orang-orang dunia, banyak juga orang Kristen yang belum terbebas dari roh iri hati. Melihat rekan sepelayanan lebih dipakai Tuhan kita pun menjadi berang dan berusaha untuk menghasut orang lain dengan gosip-gosip miring tentang dia. Dalam suratnya, Yakobus menulis: "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Itulah kenyataan yang terjadi dan sedang melanda kehidupan manusia. Tidak sepatutnya di antara umat Tuhan saling iri hati karena itu hanya akan mendatangkan segala macam perbuatan jahat. Siapa yang akan berjingkrak kegirangan jika di antara orang Kristen saling iri hati? Pastinya Iblis! Kita harus sadar, ditinjau dari sudut mana pun iri hati sama sekali tidak mendatangkan kebaikan, sebaliknya hanya akan merusak dan menghancurkan diri kita, juga orang lain.
Masih iri hatikah Saudara? Tidak ada jalan lain, harus segera bertobat, mohon pertolongan Roh Kudus dan milikilah penyerahan diri kepada Tuhan.
"Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" 1 Korintus 3:3b
Sunday, March 17, 2013
PEKERJA KERAS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Maret 2013 -
Baca: Amsal 10:1-32
"Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." Amsal 10:4
Semua orang pasti berkeinginan menjadi orang yang berhasil: dalam studi, pekerjaan atau profesi. bagaimana supaya keinginan itu bisa terwujud? Seorang karyawan pasti berandai-andai bekerja di sebuah perusahaan bonafit, di mana ia akan mendapatkan gaji tinggi dan fasilitas memadai. Seorang siswa berpikir jika ia masuk sekolah unggulan atau favorit, kelak ia juga pasti akan bisa melanjutkan kuliah di PTN atau perguruan tinggi terbaik. Pebulutangkis juga berpikir jika ia bisa masuk pelatnas di Jakarta pasti akan berprestasi tinggi. Seringkali kita hanya melihat hasil atau sesuatu yang kelihatannya sudah enak dan mapan; tetapi pernahkah kita berpikir bahwa di balik itu semua dibutuhkan kerja keras? Seorang karyawan yang bekerja keras dan penuh dedikasi pasti akan mendapatkan upah yang sesuai. Tanpa belajar keras, seorang siswa mustahil memperoleh nilai yang bagus dan diterima di PTN atau perguruan tinggi terbaik. Demikian juga seorang atlit tanpa berlatih keras tidak akan mungkin meraih prestasi yang membanggakan.
Janganlah kita malas dalam mengerjakan segala sesuatu, sebab "Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang lamban akan menderita lapar." (Amsal 19:15). Sebaliknya, jadilah seorang pekerja keras. Mengapa kita harus bekerja keras? Karena Tuhan kita adalah Tuhan yang bekerja, bukan Pribadi yang suka bermalas-malasan atau berpangku tangan saja. Ia berkata, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17), bahkan "Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel." (Mazmur 121:4). Kalau Tuhan sendiri saja bekerja keras, apakah kita sebagai umatNya hanya akan bermalas-malasan dan mau menerima hasilnya saja?
Tuhan menghendaki agar kita bekerja dengan sungguh sesuai kemampuan yang Dia berikan. Kepada orang yang diberi satu talenta, yang tidak mau bekerja dan mengembangkannya, dikatakan: "Hai kamu, hamba yang jahat dan malas," (Matius 25:26). Kita disebut sebagai hamba yang jahat jika kita ini malas dan tidak mau bekerja!
"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga," Pengkotbah 9:10
Baca: Amsal 10:1-32
"Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." Amsal 10:4
Semua orang pasti berkeinginan menjadi orang yang berhasil: dalam studi, pekerjaan atau profesi. bagaimana supaya keinginan itu bisa terwujud? Seorang karyawan pasti berandai-andai bekerja di sebuah perusahaan bonafit, di mana ia akan mendapatkan gaji tinggi dan fasilitas memadai. Seorang siswa berpikir jika ia masuk sekolah unggulan atau favorit, kelak ia juga pasti akan bisa melanjutkan kuliah di PTN atau perguruan tinggi terbaik. Pebulutangkis juga berpikir jika ia bisa masuk pelatnas di Jakarta pasti akan berprestasi tinggi. Seringkali kita hanya melihat hasil atau sesuatu yang kelihatannya sudah enak dan mapan; tetapi pernahkah kita berpikir bahwa di balik itu semua dibutuhkan kerja keras? Seorang karyawan yang bekerja keras dan penuh dedikasi pasti akan mendapatkan upah yang sesuai. Tanpa belajar keras, seorang siswa mustahil memperoleh nilai yang bagus dan diterima di PTN atau perguruan tinggi terbaik. Demikian juga seorang atlit tanpa berlatih keras tidak akan mungkin meraih prestasi yang membanggakan.
Janganlah kita malas dalam mengerjakan segala sesuatu, sebab "Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang lamban akan menderita lapar." (Amsal 19:15). Sebaliknya, jadilah seorang pekerja keras. Mengapa kita harus bekerja keras? Karena Tuhan kita adalah Tuhan yang bekerja, bukan Pribadi yang suka bermalas-malasan atau berpangku tangan saja. Ia berkata, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17), bahkan "Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel." (Mazmur 121:4). Kalau Tuhan sendiri saja bekerja keras, apakah kita sebagai umatNya hanya akan bermalas-malasan dan mau menerima hasilnya saja?
Tuhan menghendaki agar kita bekerja dengan sungguh sesuai kemampuan yang Dia berikan. Kepada orang yang diberi satu talenta, yang tidak mau bekerja dan mengembangkannya, dikatakan: "Hai kamu, hamba yang jahat dan malas," (Matius 25:26). Kita disebut sebagai hamba yang jahat jika kita ini malas dan tidak mau bekerja!
"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga," Pengkotbah 9:10
Saturday, March 16, 2013
URAPAN: Kuasa Tuhan Bekerja
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Maret 2013 -
Baca: 2 Korintus 1:12-24
"Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi." 2 Korintus 1:21
Kita sering mendengar banyak orang Kristen berkata, "Ayo beribadah di gereja A, hari ini yang berkhotbah seorang pendeta yang penuh urapan." 'Urapan' seringkali kita identikkan dengan gaya atau cara seorang hamba Tuhan dalam menyampaikan kotbahnya. Ketika seorang pendeta berkhotbah dengan berapi-api disertai bahasa-bahasa teologia yang tinggi, kita katakan pendeta itu dipenuhi urapan. Atau ketika seluruh jemaat memuji-muji Tuhan dengan suara yang riuh rendah, bahkan sampai menitikkan air mata, kita berkata, "Wah...worship leadernya dipenuhi urapan Tuhan.", dan sebagainya.
Kata 'urapan' itu sendiri berarti melumasi atau mengolesi dengan urap atau minyak. Ini berkaitan erat dengan kuasa Tuhan yang bekerja dalam hidup orang percaya. Dalam Perjanjian Lama, 'urapan' selalu berkaitan erat dengan fungsi dan jabatan yang dipercayakan Tuhan kepada orang-orang tertentu: urapan nabi, urapan iman dan urapan raja, dan selalu ada dampak yang dihasilkan dari seseorang yang diurapi karena urapan adalah lambang kuasa penyertaan Tuhan. Contohnya Daud. "Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Tuhan atas Daud." (1 Samuel 16:13). Namun dalam Perjanjian Baru pengurapan diberikan kepada setiap orang percaya. Urapan berbicara tentang kuasa Roh Kudus. "...ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya." (Efesus 1:13-14) dan "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4).
Jadi urapan Tuhan bukan hanya diperuntukkan bagi hamba-hamba Tuhan, tetapi juga berlaku atas semua anak Tuhan. Di mana ada urapan Tuhan, sesuatu pasti terjadi, karena di dalam orang percaya ada Roh Kudus, maka sudah seharusnya kehidupan kita berubah dan berdampak. Perubahan itu tidak diukur dari penampilan luarnya, tapi melalui perbuatan nyata.
Orang yang diurapi Tuhan hidupnya pasti menjadi kesaksian bagi banyak orang!
Baca: 2 Korintus 1:12-24
"Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi." 2 Korintus 1:21
Kita sering mendengar banyak orang Kristen berkata, "Ayo beribadah di gereja A, hari ini yang berkhotbah seorang pendeta yang penuh urapan." 'Urapan' seringkali kita identikkan dengan gaya atau cara seorang hamba Tuhan dalam menyampaikan kotbahnya. Ketika seorang pendeta berkhotbah dengan berapi-api disertai bahasa-bahasa teologia yang tinggi, kita katakan pendeta itu dipenuhi urapan. Atau ketika seluruh jemaat memuji-muji Tuhan dengan suara yang riuh rendah, bahkan sampai menitikkan air mata, kita berkata, "Wah...worship leadernya dipenuhi urapan Tuhan.", dan sebagainya.
Kata 'urapan' itu sendiri berarti melumasi atau mengolesi dengan urap atau minyak. Ini berkaitan erat dengan kuasa Tuhan yang bekerja dalam hidup orang percaya. Dalam Perjanjian Lama, 'urapan' selalu berkaitan erat dengan fungsi dan jabatan yang dipercayakan Tuhan kepada orang-orang tertentu: urapan nabi, urapan iman dan urapan raja, dan selalu ada dampak yang dihasilkan dari seseorang yang diurapi karena urapan adalah lambang kuasa penyertaan Tuhan. Contohnya Daud. "Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Tuhan atas Daud." (1 Samuel 16:13). Namun dalam Perjanjian Baru pengurapan diberikan kepada setiap orang percaya. Urapan berbicara tentang kuasa Roh Kudus. "...ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya." (Efesus 1:13-14) dan "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4).
Jadi urapan Tuhan bukan hanya diperuntukkan bagi hamba-hamba Tuhan, tetapi juga berlaku atas semua anak Tuhan. Di mana ada urapan Tuhan, sesuatu pasti terjadi, karena di dalam orang percaya ada Roh Kudus, maka sudah seharusnya kehidupan kita berubah dan berdampak. Perubahan itu tidak diukur dari penampilan luarnya, tapi melalui perbuatan nyata.
Orang yang diurapi Tuhan hidupnya pasti menjadi kesaksian bagi banyak orang!
Friday, March 15, 2013
MELAKUKAN PEKERJAAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Maret 2013 -
Baca: Mazmur 92:1-16
"Betapa besarnya pekerjaan-pekerjaan-Mu, ya TUHAN, dan sangat dalamnya rancangan-rancangan-Mu." Mazmur 92:6
Kepada jemaat di Efesus, Paulus mengingatkan bahwa "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Setiap orang percaya dipanggil untuk melakukan sebuah pekerjaan yang telah dipersiapkan Tuhan. Pekerjaan di sini berbicara tentang pelayanan yang harus kita kerjakan, baik itu untuk Tuhan dan juga terhadap sesama. Oleh sebab itu Paulus berkomitmen, "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22a).
Pelayanan kepada Tuhan berarti percaya kepadaNya dan taat melakukan firmanNya. Ada tertulis: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." (Yohanes 6:29). Ketika seseorang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat ia telah melakukan pekerjaan Allah yang paling mendasar. Namun kita tidak bisa hanya berhenti sampai di situ, iman percaya kita harus diwujudkan dengan perbuatan nyata, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Jadi kita harus membuktikan iman itu dengan ketaatan kita dalam melakukan firman Tuhan.
Tuhan Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak berbicara mengenai makanan jasmani, tapi sesuatu yang jauh lebih penting dari makanan jasmani yaitu makanan rohani atau perkara-perkara rohani. Bagi Tuhan Yesus melakukan kehendak Bapa merupakan kesukaan dan menjadi kebutuhan utamaNya, bahkan Ia taat sampai mati di atas kayu salib. Dewasa ini banyak orang Kristen yang lebih memprioritaskan urusan jasmaninya daripada mengejar perkara-perkara rohani. Jangankan menjadi berkat bagi sesamanya, untuk hidup taat saja susahnya bukan main; kita lebih suka menuruti keinginan daging daripada tunduk kepada Tuhan.
"Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa;" Wahyu 2:26
Baca: Mazmur 92:1-16
"Betapa besarnya pekerjaan-pekerjaan-Mu, ya TUHAN, dan sangat dalamnya rancangan-rancangan-Mu." Mazmur 92:6
Kepada jemaat di Efesus, Paulus mengingatkan bahwa "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Setiap orang percaya dipanggil untuk melakukan sebuah pekerjaan yang telah dipersiapkan Tuhan. Pekerjaan di sini berbicara tentang pelayanan yang harus kita kerjakan, baik itu untuk Tuhan dan juga terhadap sesama. Oleh sebab itu Paulus berkomitmen, "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22a).
Pelayanan kepada Tuhan berarti percaya kepadaNya dan taat melakukan firmanNya. Ada tertulis: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." (Yohanes 6:29). Ketika seseorang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat ia telah melakukan pekerjaan Allah yang paling mendasar. Namun kita tidak bisa hanya berhenti sampai di situ, iman percaya kita harus diwujudkan dengan perbuatan nyata, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Jadi kita harus membuktikan iman itu dengan ketaatan kita dalam melakukan firman Tuhan.
Tuhan Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak berbicara mengenai makanan jasmani, tapi sesuatu yang jauh lebih penting dari makanan jasmani yaitu makanan rohani atau perkara-perkara rohani. Bagi Tuhan Yesus melakukan kehendak Bapa merupakan kesukaan dan menjadi kebutuhan utamaNya, bahkan Ia taat sampai mati di atas kayu salib. Dewasa ini banyak orang Kristen yang lebih memprioritaskan urusan jasmaninya daripada mengejar perkara-perkara rohani. Jangankan menjadi berkat bagi sesamanya, untuk hidup taat saja susahnya bukan main; kita lebih suka menuruti keinginan daging daripada tunduk kepada Tuhan.
"Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa;" Wahyu 2:26
Thursday, March 14, 2013
BALAS KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Maret 2013 -
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!" Roma 12:17
Yusuf sangat percaya bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28. Itulah sebabnya ia bisa mengampuni dan melupakan kejahatan yang diperbuat oleh saudara-saudaranya.
Yusuf juga percaya bahwa Tuhan yang ia sembah adalah Tuhan yang tidak pernah tertidur terlelap, "Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik." (Amsal 15:3). Di tengah pergumulan yang begitu berat Yusuf tidak menyimpang dari jalan Tuhan dan mempertahankan hidup tidak bercela di hadapanNya. Akhirnya Yusuf mengalami penggenapan janji Tuhan seperti tertulis: "Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," (Ulangan 28:13). Andaikan Yusuf mengandalkan kekuatan sendiri dan melakukan pembalasan terhadap apa yang telah diperbuat oleh saudaranya, ia tidak akan mengalami peninggian dari Tuhan; mimpi yang pernah ia terima pun tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Kejahatan, kebencian dan dendam hanya akan menjadi penghalang berkat Tuhan dicurahkan. Sampai banyak ini masih banyak orang Kristen yang sulit sekali mengampuni orang lain, hatinya masih dipenuhi oleh rasa sakit hati, kepahitan, dendam. Bukankah hal ini menunjukkan bahwa kita belum bertobat dengan sungguh? Petobat sejati pasti menghasilkan buah-buah sesuai dengan pertobatannya (baca Matius 3:8). Adapun buah-buah itu adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (baca Galatia 5:22-23). Mengampuni bukan berarti kalah, justru merupakan jalan menuju kemenangan untuk meraih berkat-berkat Tuhan. Jadi "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:21). Maka, percayalah bahwa orang benar tidak akan ditinggalkan oleh Tuhan, sebab Ia "...menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;" (Mazmur 37:23).
Kita harus bisa mengampuni dan melupakan kesalahan orang lain, seperti Yusuf.
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!" Roma 12:17
Yusuf sangat percaya bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28. Itulah sebabnya ia bisa mengampuni dan melupakan kejahatan yang diperbuat oleh saudara-saudaranya.
Yusuf juga percaya bahwa Tuhan yang ia sembah adalah Tuhan yang tidak pernah tertidur terlelap, "Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik." (Amsal 15:3). Di tengah pergumulan yang begitu berat Yusuf tidak menyimpang dari jalan Tuhan dan mempertahankan hidup tidak bercela di hadapanNya. Akhirnya Yusuf mengalami penggenapan janji Tuhan seperti tertulis: "Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," (Ulangan 28:13). Andaikan Yusuf mengandalkan kekuatan sendiri dan melakukan pembalasan terhadap apa yang telah diperbuat oleh saudaranya, ia tidak akan mengalami peninggian dari Tuhan; mimpi yang pernah ia terima pun tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Kejahatan, kebencian dan dendam hanya akan menjadi penghalang berkat Tuhan dicurahkan. Sampai banyak ini masih banyak orang Kristen yang sulit sekali mengampuni orang lain, hatinya masih dipenuhi oleh rasa sakit hati, kepahitan, dendam. Bukankah hal ini menunjukkan bahwa kita belum bertobat dengan sungguh? Petobat sejati pasti menghasilkan buah-buah sesuai dengan pertobatannya (baca Matius 3:8). Adapun buah-buah itu adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (baca Galatia 5:22-23). Mengampuni bukan berarti kalah, justru merupakan jalan menuju kemenangan untuk meraih berkat-berkat Tuhan. Jadi "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:21). Maka, percayalah bahwa orang benar tidak akan ditinggalkan oleh Tuhan, sebab Ia "...menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;" (Mazmur 37:23).
Kita harus bisa mengampuni dan melupakan kesalahan orang lain, seperti Yusuf.
Wednesday, March 13, 2013
BALAS KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Maret 2013 -
Baca: Kejadian 50:15-21
"Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar." Kejadian 50:20
Apa reaksi Saudara ketika disakiti, difitnah atau dilukai, padahal Saudara tidak melakukan kesalahan apa pun? Secara naluriah kita pasti memiliki kecenderungan membalas sakit hati kita. Inilah prinsip yang diterapkan orang-orang dunia ketika mereka disakiti: pembalasan akan lebih kejam dari pada perbuatan.
Haruskah orang Kristen mengikuti jejak mereka? Bukankah kehidupan orang percaya itu harus berbeda dengan dunia? FirmanNya, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kehendak Tuhan bagi kita: tidak melakukan pembalasan seperti yang dilakukan oleh orang-orang dunia, tetapi kita harus bisa mengampuni orang yang bersalah kepada kita dan tetap menunjukkan kasih kita kepada mereka!
Yusuf adalah contoh orang yang mampu mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Kita pasti tahu kisah perjalanan hidup Yusuf yang tercatat dalam Alkitab. Yusuf harus melewati perjalanan hidup yang cukup dramatis, penderitaan demi penderitaan harus ia alami sebagai akibat perbuatan jahat yang dilakukan saudara-saudaranya sendiri. Kalau orang lain yang melakukan kejahatan mungkin kita masih bisa memakluminya, tapi tindakan ini dilakukan oleh saudara Yusuf sendiri. Ini sungguh menyakitkan! Andai kita berada di posisi Yusuf mungkin kita tidak akan menerima hal itu dan akan membalas sakit hati (dendam) kita kepada mereka. Namun hal ini tidak dilakukan Yusuf. Ia mampu mengambil sisi positif dari setiap peristiwa kelam yang terjadi di masa lalunya.
Yusuf sadar bahwa semua itu adalah bagian dari proses yang diijinkan Tuhan, yang kesemuanya mendatangkan kebaikan demi kebaikan dalam hidupnya sehingga ia pun dapat berkata, "...kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan," (ayat nas). (Bersambung)
Baca: Kejadian 50:15-21
"Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar." Kejadian 50:20
Apa reaksi Saudara ketika disakiti, difitnah atau dilukai, padahal Saudara tidak melakukan kesalahan apa pun? Secara naluriah kita pasti memiliki kecenderungan membalas sakit hati kita. Inilah prinsip yang diterapkan orang-orang dunia ketika mereka disakiti: pembalasan akan lebih kejam dari pada perbuatan.
Haruskah orang Kristen mengikuti jejak mereka? Bukankah kehidupan orang percaya itu harus berbeda dengan dunia? FirmanNya, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kehendak Tuhan bagi kita: tidak melakukan pembalasan seperti yang dilakukan oleh orang-orang dunia, tetapi kita harus bisa mengampuni orang yang bersalah kepada kita dan tetap menunjukkan kasih kita kepada mereka!
Yusuf adalah contoh orang yang mampu mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Kita pasti tahu kisah perjalanan hidup Yusuf yang tercatat dalam Alkitab. Yusuf harus melewati perjalanan hidup yang cukup dramatis, penderitaan demi penderitaan harus ia alami sebagai akibat perbuatan jahat yang dilakukan saudara-saudaranya sendiri. Kalau orang lain yang melakukan kejahatan mungkin kita masih bisa memakluminya, tapi tindakan ini dilakukan oleh saudara Yusuf sendiri. Ini sungguh menyakitkan! Andai kita berada di posisi Yusuf mungkin kita tidak akan menerima hal itu dan akan membalas sakit hati (dendam) kita kepada mereka. Namun hal ini tidak dilakukan Yusuf. Ia mampu mengambil sisi positif dari setiap peristiwa kelam yang terjadi di masa lalunya.
Yusuf sadar bahwa semua itu adalah bagian dari proses yang diijinkan Tuhan, yang kesemuanya mendatangkan kebaikan demi kebaikan dalam hidupnya sehingga ia pun dapat berkata, "...kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan," (ayat nas). (Bersambung)
Tuesday, March 12, 2013
MENYENANGKAN HATI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Maret 2013 -
Baca: Lukas 19:28-44
"Dan jika ada orang bertanya kepadamu: Mengapa kamu melepaskannya? jawablah begini: Tuhan memerlukannya." Lukas 19:31
Setelah diselamatkan dan mengalami kelahiran baru di dalam Kristus setiap orang percaya harus terus bertumbuh di dalam Dia, sebab proses keselamatan itu harus dikerjakan terus-menerus sampai kita menjadi serupa dengan Kristus. Paulus kepada jemaat di Filipi: "...tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:12-15). Tidak ada pilihan lain, melangkahlah maju menuju standarNya, yaitu hidup tidak bercela dan bercahaya di tengah-tengah dunia ini. Inilah yang menyenangkan hati Tuhan.
Menyenangkan hati Tuhan adalah penting dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan. Untuk dapat menyenangkan hati Tuhan kita harus memiliki hidup yang berkenan kepadaNya, serta melakukan apa pun yang menjadi keinginan dan kehendakNya, "Mengapa kamu melepaskan keledai itu?" Kata mereka: 'Tuhan memerlukannya. Mereka membawa keledai itu kepada Yesus, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan menolong Yesus naik ke atasnya.'" (Lukas 19:33-35). Orang ini tahu apa yang menjadi keinginan Tuhan Yesus sehingga ia melakukan apa yang perintahkanNya.
Melakukan perintah Tuhan berarti firmanNya tinggal di dalam kita, yaitu dengan cara kita memahami setiap ayat firman Tuhan yang kita baca, lalu merenungkan itu siang dan malam sehingga kita beroleh kepekaan untuk memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan. "... makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14). Bagaimana dengan Saudara?
Apakah yang kita perbuat selama ini membuat Tuhan tersenyum, atau malah menyedihkan hatiNya, karena ketidaktaatan kita?
Baca: Lukas 19:28-44
"Dan jika ada orang bertanya kepadamu: Mengapa kamu melepaskannya? jawablah begini: Tuhan memerlukannya." Lukas 19:31
Setelah diselamatkan dan mengalami kelahiran baru di dalam Kristus setiap orang percaya harus terus bertumbuh di dalam Dia, sebab proses keselamatan itu harus dikerjakan terus-menerus sampai kita menjadi serupa dengan Kristus. Paulus kepada jemaat di Filipi: "...tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:12-15). Tidak ada pilihan lain, melangkahlah maju menuju standarNya, yaitu hidup tidak bercela dan bercahaya di tengah-tengah dunia ini. Inilah yang menyenangkan hati Tuhan.
Menyenangkan hati Tuhan adalah penting dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan. Untuk dapat menyenangkan hati Tuhan kita harus memiliki hidup yang berkenan kepadaNya, serta melakukan apa pun yang menjadi keinginan dan kehendakNya, "Mengapa kamu melepaskan keledai itu?" Kata mereka: 'Tuhan memerlukannya. Mereka membawa keledai itu kepada Yesus, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan menolong Yesus naik ke atasnya.'" (Lukas 19:33-35). Orang ini tahu apa yang menjadi keinginan Tuhan Yesus sehingga ia melakukan apa yang perintahkanNya.
Melakukan perintah Tuhan berarti firmanNya tinggal di dalam kita, yaitu dengan cara kita memahami setiap ayat firman Tuhan yang kita baca, lalu merenungkan itu siang dan malam sehingga kita beroleh kepekaan untuk memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan. "... makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14). Bagaimana dengan Saudara?
Apakah yang kita perbuat selama ini membuat Tuhan tersenyum, atau malah menyedihkan hatiNya, karena ketidaktaatan kita?
Monday, March 11, 2013
PENGIKUT KRISTUS: Anak-Anak Terang!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Maret 2013 -
Baca: Mazmur 97:1-12
"Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-orang yang tulus hati." Mazmur 97:11
Tuhan Yesus menegaskan, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12). Setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat tidak lagi berada di dalam kegelapan, melainkan berjalan di dalam terang, sebab Tuhan telah "...memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan." (1 Petrus 2:9-10). Dengan kata lain, jika seseorang mengikut Kristus, ia berjalan di dalam terang Tuhan.
Mengikut Kristus berarti mengikuti jalan yang ditempuh Kristus. Artinya harus mencontoh dan meneladani kehidupan Kristus dalam segala hal sebagaimana disampaikan rasul Yohanes, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Inilah yang disebut Kristen sejati. Banyak orang yang mengaku bahwa dirinya adalah orang Kristen atau pengikut Kristus, tapi dalam kehidupannya sehari-hari sama sekali tidak mencerminkan perbuatan atau karakter Kristus. Mereka masih saja berkompromi dengan dosa dan hidup 'sama' seperti orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, yang "...lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat." (Yohanes 3:19). Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak mengikut Kristus dengan sepenuh hati. Ironis sekali! Bukankah ini sama saja dengan mencoreng nama Tuhan di mata dunia? Padahal kita sering sekali membaca dan mendengarkan ayat firman Tuhan ini: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (1 Korintus 5:17).
Karena itu sebagai orang Kristen kita harus meninggalkan semua perbuatan dan karakter 'manusia lama' kita dan menjalani hidup sebagai 'manusia baru'. Jika tidak, kita tidak layak disebut sebagai orang Kristen!
"Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang." Efesus 5:8
Baca: Mazmur 97:1-12
"Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-orang yang tulus hati." Mazmur 97:11
Tuhan Yesus menegaskan, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12). Setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat tidak lagi berada di dalam kegelapan, melainkan berjalan di dalam terang, sebab Tuhan telah "...memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan." (1 Petrus 2:9-10). Dengan kata lain, jika seseorang mengikut Kristus, ia berjalan di dalam terang Tuhan.
Mengikut Kristus berarti mengikuti jalan yang ditempuh Kristus. Artinya harus mencontoh dan meneladani kehidupan Kristus dalam segala hal sebagaimana disampaikan rasul Yohanes, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Inilah yang disebut Kristen sejati. Banyak orang yang mengaku bahwa dirinya adalah orang Kristen atau pengikut Kristus, tapi dalam kehidupannya sehari-hari sama sekali tidak mencerminkan perbuatan atau karakter Kristus. Mereka masih saja berkompromi dengan dosa dan hidup 'sama' seperti orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, yang "...lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat." (Yohanes 3:19). Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak mengikut Kristus dengan sepenuh hati. Ironis sekali! Bukankah ini sama saja dengan mencoreng nama Tuhan di mata dunia? Padahal kita sering sekali membaca dan mendengarkan ayat firman Tuhan ini: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (1 Korintus 5:17).
Karena itu sebagai orang Kristen kita harus meninggalkan semua perbuatan dan karakter 'manusia lama' kita dan menjalani hidup sebagai 'manusia baru'. Jika tidak, kita tidak layak disebut sebagai orang Kristen!
"Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang." Efesus 5:8
Sunday, March 10, 2013
SIKAP HATI YANG BENAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Maret 2013 -
Baca: Mazmur 13:1-6
"Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu." Mazmur 13:6
Sikap hati yang benar yang telah ditunjukkan Daud membuatnya berkenan kepada Tuhan. Sebagai orang percaya kita patut meneladani sikap Daud ini! Seringkali ketika badai masalah menyerang hidup ini hati kita dipenuhi kekuatiran dan kecemasan sehingga hati kita pun menjadi tawar. Ayub punya pengalaman dalam hal ini: "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25). Ketakutan, kekuatiran, kecemasan, tawar hati, putus asa adalah senjata yang digunakan Iblis untuk melemahkan dan menghancurkan iman orang percaya. Apa pun yang terjadi biarlah kita mau menguatkan iman percaya kepada Tuhan.
Menempuh perjalanan hidup yang penuh liku tidak menyurutkan semangat Daud mencari Tuhan. Semakin diperhadapkan dengan kesulitan semakin Daud melekat kepada Tuhan. Saat menghadapi Saul atau pemberontakan anaknya (Absalom), Daud selalu menguatkan hatinya dengan berdoa kepada Tuhan, "Dengan nyaring aku berseru kepada Tuhan, dan Ia menjawab aku dari gunung-Nya yang kudus." (Mazmur 3:5). Saat ketakutan menyerang, Daud pun berdoa, "Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:4-5). Ini menunjukkan bahwa berdoa adalah solusi terbaik bagi orang percaya. Ada tertulis, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Daud bukan hanya berdoa saat dalam kesesakan, tapi ia juga selalu memuji-muji Tuhan. Daud tidak menunggu sampai masalahnya selesai atau doanya dijawab Tuhan.
Adalah mudah bersukacita atau bermazmur bagi Tuhan saat segala sesuatunya baik dan lancar, tapi jika kondisi kita sedang sakit, bangkrut, kekurangan, masih adakah pujian ke luar dari mulut kita? Daud berkata, "Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Belajarlah untuk selalu bersyukur sebab Tuhan itu baik dan sekali-kali tidak akan pernah meninggalkan kita.
"Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;" Mazmur 37:5
Baca: Mazmur 13:1-6
"Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu." Mazmur 13:6
Sikap hati yang benar yang telah ditunjukkan Daud membuatnya berkenan kepada Tuhan. Sebagai orang percaya kita patut meneladani sikap Daud ini! Seringkali ketika badai masalah menyerang hidup ini hati kita dipenuhi kekuatiran dan kecemasan sehingga hati kita pun menjadi tawar. Ayub punya pengalaman dalam hal ini: "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25). Ketakutan, kekuatiran, kecemasan, tawar hati, putus asa adalah senjata yang digunakan Iblis untuk melemahkan dan menghancurkan iman orang percaya. Apa pun yang terjadi biarlah kita mau menguatkan iman percaya kepada Tuhan.
Menempuh perjalanan hidup yang penuh liku tidak menyurutkan semangat Daud mencari Tuhan. Semakin diperhadapkan dengan kesulitan semakin Daud melekat kepada Tuhan. Saat menghadapi Saul atau pemberontakan anaknya (Absalom), Daud selalu menguatkan hatinya dengan berdoa kepada Tuhan, "Dengan nyaring aku berseru kepada Tuhan, dan Ia menjawab aku dari gunung-Nya yang kudus." (Mazmur 3:5). Saat ketakutan menyerang, Daud pun berdoa, "Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:4-5). Ini menunjukkan bahwa berdoa adalah solusi terbaik bagi orang percaya. Ada tertulis, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Daud bukan hanya berdoa saat dalam kesesakan, tapi ia juga selalu memuji-muji Tuhan. Daud tidak menunggu sampai masalahnya selesai atau doanya dijawab Tuhan.
Adalah mudah bersukacita atau bermazmur bagi Tuhan saat segala sesuatunya baik dan lancar, tapi jika kondisi kita sedang sakit, bangkrut, kekurangan, masih adakah pujian ke luar dari mulut kita? Daud berkata, "Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Belajarlah untuk selalu bersyukur sebab Tuhan itu baik dan sekali-kali tidak akan pernah meninggalkan kita.
"Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;" Mazmur 37:5
Saturday, March 9, 2013
FASE TERKELAM DAUD
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Maret 2013 -
Baca: 1 Samuel 30:1-25
"Ketika Daud serta orang-orangnya sampai ke Ziklag pada hari yang ketiga,...Ziklag telah dikalahkan oleh mereka dan dibakar habis." 1 Samuel 30:1
Ziklag adalah fase terkelam dalam perjalanan hidup Daud sebelum ia menjadi raja, dan sekaligus proses ujian iman terberat baginya. Apa itu Ziklag? Ziklag adalah sebuah kota di bawah kekuasaan Filistin yang diberikan raja Akhis kepada Daud. Selama satu tahun empat bulan Daud tinggal di kota itu. Mengapa Daud tinggal di Filistin? Ini adalah bagian dari penyelamatannya dari kejaran Saul yang ketika itu menjadi raja atas Israel.
Suatu ketika Daud beserta enam ratus tentaranya turut serta dalam peperangan orang-orang Filistin melawan bangsa Israel. Namun di tengah perjalanan Daud dan pengikutnya diminta untuk ke luar dari peperangan, karena orang-orang Filistin takut jika suatu saat Daud dan pengikutnya akan berkhianat. Kata raja Akhis, "Aku tahu, engkau ini memang kusukai seperti utusan Allah. Hanya, para panglima orang Filistin telah berkata: Ia tidak boleh pergi berperang bersama-sama dengan kita." (1 Samuel 29:9). Akhirnya, Daud diminta untuk kembali pulang ke Ziklag. Hal ini sangat melegakan hati Daud karena ia tidak jadi turut berperang, karena sesungguhnya hati Daud teriris-iris karena ia harus berpihak kepada orang-orang Filistin. Setelah sampai ke Ziklag, apa yang terjadi? Kota itu dihancurkan oleh orang Amalek, "...tampaklah kota itu terbakar habis, dan isteri mereka serta anak mereka yang laki-laki dan perempuan telah ditawan. Lalu menangislah Daud dan rakyat yang bersama-sama dengan dia itu dengan nyaring, sampai mereka tidak kuat lagi menangis." (1 Samuel 30:3-4). Suatu kondisi yang sangat tragis! Daud benar-benar sangat terpukul dengan keadaan ini, apalagi para pengikutnya menjadi sangat marah kepadanya dan hendak melempari dia dengan batu. Coba bayangkan jika kita berada di posisi Daud ini. Namun saat terjepit karena masalah di Ziklag yang mengakibatkan seluruh rakyat pedih hati, Daud mengambil tindakan yang benar yaitu "...menguatkan kepercayaannya kepada Tuhan, Allahnya." (1 Samuel 30:6).
Banyak orang ketika sedang mengalami permasalahan berat tidak lagi bisa berpikir jernih: panik, stres, frustasi, marah, kecewa dan ngambek kepada Tuhan, mogok berdoa dan mogok ibadah; kemudian mereka memilih untuk lari mencari pertolongan kepada manusia daripada harus duduk diam berdoa dan menantikan Tuhan. (Bersambung)
Baca: 1 Samuel 30:1-25
"Ketika Daud serta orang-orangnya sampai ke Ziklag pada hari yang ketiga,...Ziklag telah dikalahkan oleh mereka dan dibakar habis." 1 Samuel 30:1
Ziklag adalah fase terkelam dalam perjalanan hidup Daud sebelum ia menjadi raja, dan sekaligus proses ujian iman terberat baginya. Apa itu Ziklag? Ziklag adalah sebuah kota di bawah kekuasaan Filistin yang diberikan raja Akhis kepada Daud. Selama satu tahun empat bulan Daud tinggal di kota itu. Mengapa Daud tinggal di Filistin? Ini adalah bagian dari penyelamatannya dari kejaran Saul yang ketika itu menjadi raja atas Israel.
Suatu ketika Daud beserta enam ratus tentaranya turut serta dalam peperangan orang-orang Filistin melawan bangsa Israel. Namun di tengah perjalanan Daud dan pengikutnya diminta untuk ke luar dari peperangan, karena orang-orang Filistin takut jika suatu saat Daud dan pengikutnya akan berkhianat. Kata raja Akhis, "Aku tahu, engkau ini memang kusukai seperti utusan Allah. Hanya, para panglima orang Filistin telah berkata: Ia tidak boleh pergi berperang bersama-sama dengan kita." (1 Samuel 29:9). Akhirnya, Daud diminta untuk kembali pulang ke Ziklag. Hal ini sangat melegakan hati Daud karena ia tidak jadi turut berperang, karena sesungguhnya hati Daud teriris-iris karena ia harus berpihak kepada orang-orang Filistin. Setelah sampai ke Ziklag, apa yang terjadi? Kota itu dihancurkan oleh orang Amalek, "...tampaklah kota itu terbakar habis, dan isteri mereka serta anak mereka yang laki-laki dan perempuan telah ditawan. Lalu menangislah Daud dan rakyat yang bersama-sama dengan dia itu dengan nyaring, sampai mereka tidak kuat lagi menangis." (1 Samuel 30:3-4). Suatu kondisi yang sangat tragis! Daud benar-benar sangat terpukul dengan keadaan ini, apalagi para pengikutnya menjadi sangat marah kepadanya dan hendak melempari dia dengan batu. Coba bayangkan jika kita berada di posisi Daud ini. Namun saat terjepit karena masalah di Ziklag yang mengakibatkan seluruh rakyat pedih hati, Daud mengambil tindakan yang benar yaitu "...menguatkan kepercayaannya kepada Tuhan, Allahnya." (1 Samuel 30:6).
Banyak orang ketika sedang mengalami permasalahan berat tidak lagi bisa berpikir jernih: panik, stres, frustasi, marah, kecewa dan ngambek kepada Tuhan, mogok berdoa dan mogok ibadah; kemudian mereka memilih untuk lari mencari pertolongan kepada manusia daripada harus duduk diam berdoa dan menantikan Tuhan. (Bersambung)
Friday, March 8, 2013
INGIN MENGALAMI MUJIZAT? Datang Kepada Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Maret 2013 -
Baca: Mazmur 77:1-21
"Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala." Mazmur 77:12
Mujizat-mujizat yang tertulis di dalam Alkitab bukanlah cerita fiksi pengantar tidur, tapi merupakan kisah nyata sebagai bukti bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang ajaib dan berkuasa. Mengapa Alkitab mencatat tiap-tiap kejadian secara detil? Supaya kita makin kuat dan teguh di dalam Tuhan. Mungkin ada yang berkata, "Ah, itu kan terjadi di masa lalu dan tak mungkin terulang, karena zaman sudah berubah!" Penulis tegaskan: dunia ini boleh saja berubah, tapi kuasa Tuhan tidak pernah berubah, kekal untuk selama-lamanya. "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Matius 24:35) dan "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Meski dunia penuh goncangan, kita orang percaya, "...menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28).
Contoh mujizat di masa lampau tertulis dalam 2 Raja-Raja 4:1-7. Kisah seorang janda miskin yang sedang mengalami persoalan berat: berutang banyak, menghadapi penagih utang dan anaknya hendak diambil sebagai jaminan. Dalam keadaan terjepit mengadulah ia kepada Elisa, nabi yang mendapat pengurapan dua kali lipat. Tanya Elisa, "Apa yang kau punya?" Janda itu menjawab ia hanya punya sedikit minyak dalam buli-buli. Lalu Elisa memerintahkan janda itu untuk mengumpulkan bejana kosong sebanyak-banyaknya, sampai ia harus meminjam kepada tetangganya. Apa yang terjadi? Waktu minyak itu dituang, minyak itu mengalir terus-menerus sampai seluruh bejana kosong terisi penuh, hingga janda itu dapat membayar seluruh utangnya.
Saat dalam pergumulan berat, janda itu datang ke alamat yang tepat (nabi Tuhan), bukan mencari 'alamat palsu', artinya mencari Tuhan dan berseru kepadaNya. Saat diperintahkan mengumpulkan bejana-bejana kosong, janda ini pun taat. Inilah iman yang hidup yaitu iman yang disertai perbuatan. Akhirnya ia pun mengalami mujizat luar biasa!
Yesus adalah Sumber mujizat, datanglah padaNya dengan iman, pasti ada pertolongan!
Baca: Mazmur 77:1-21
"Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala." Mazmur 77:12
Mujizat-mujizat yang tertulis di dalam Alkitab bukanlah cerita fiksi pengantar tidur, tapi merupakan kisah nyata sebagai bukti bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang ajaib dan berkuasa. Mengapa Alkitab mencatat tiap-tiap kejadian secara detil? Supaya kita makin kuat dan teguh di dalam Tuhan. Mungkin ada yang berkata, "Ah, itu kan terjadi di masa lalu dan tak mungkin terulang, karena zaman sudah berubah!" Penulis tegaskan: dunia ini boleh saja berubah, tapi kuasa Tuhan tidak pernah berubah, kekal untuk selama-lamanya. "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Matius 24:35) dan "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Meski dunia penuh goncangan, kita orang percaya, "...menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28).
Contoh mujizat di masa lampau tertulis dalam 2 Raja-Raja 4:1-7. Kisah seorang janda miskin yang sedang mengalami persoalan berat: berutang banyak, menghadapi penagih utang dan anaknya hendak diambil sebagai jaminan. Dalam keadaan terjepit mengadulah ia kepada Elisa, nabi yang mendapat pengurapan dua kali lipat. Tanya Elisa, "Apa yang kau punya?" Janda itu menjawab ia hanya punya sedikit minyak dalam buli-buli. Lalu Elisa memerintahkan janda itu untuk mengumpulkan bejana kosong sebanyak-banyaknya, sampai ia harus meminjam kepada tetangganya. Apa yang terjadi? Waktu minyak itu dituang, minyak itu mengalir terus-menerus sampai seluruh bejana kosong terisi penuh, hingga janda itu dapat membayar seluruh utangnya.
Saat dalam pergumulan berat, janda itu datang ke alamat yang tepat (nabi Tuhan), bukan mencari 'alamat palsu', artinya mencari Tuhan dan berseru kepadaNya. Saat diperintahkan mengumpulkan bejana-bejana kosong, janda ini pun taat. Inilah iman yang hidup yaitu iman yang disertai perbuatan. Akhirnya ia pun mengalami mujizat luar biasa!
Yesus adalah Sumber mujizat, datanglah padaNya dengan iman, pasti ada pertolongan!
Thursday, March 7, 2013
INJIL: Berita Salib Kristus
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Maret 2013 -
Baca: 1 Korintus 1:18-31
"Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." 1 Korintus 1:18
Mengapa Injil harus terus digemakan ke seluruh dunia? Karena dalam Injil terkandung kuasa Allah yang menyelamatkan, menyembuhkan, memulihkan dan membebaskan. Itulah sebabnya tanda-tanda, keajaiban-keajaiban dan mujizat-mujizat senantiasa menyertai di mana saja Injil diberitakan. Kekutan Allah dilepaskan ketika Injil disampaikan dengan penuh kuasa.
Berbicara tentang Injil berarti juga berbicara tentang kebesaran kasih Allah kepada dunia sehingga Ia memberikan PuteraNya Yesus Kristus, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Jadi inti dari Injil adalah berita salib Kristus. Inilah pesan yang tidak boleh dikesampingkan oleh hamba Tuhan yang melayani. Berita salib Kristus harus selalu diutamakan. Para hamba Tuhan janganlah menggantikan berita salib ini dengan hal-hal yang hanya membuat jemaat terpingkal-pingkal dengan khotbah lucu; atau khotbah yang meninabobokan jemaat karena yang dibicarakan hanya tentang berkat dan kekayaan saja, sehingga acapkali jemaat menjadi kecewa ketika apa yang mereka harapkan belum juga menjadi kenyataan. Akhirnya berita tentang salib Kristus kehilangan kuasanya.
Sesungguhnya berita Injil itu sangat sederhana, tapi mengandung kuasa yang dahsyat yaitu Tuhan Yesus datang ke dunia ini dan mati di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Barangsiapa yang percaya kepadaNya akan diselamatkan, sebab "...di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa," (Efesus 1:7). Sayang, berita salib Kristus ini mendapat respons yang tidak baik dari orang-orang dan dianggap sebagai suatu kebodohan. Mereka bukan saja tidak percaya, tetapi juga melecehkan Injil. Tapi bagi kita orang percaya, berita salib Kristus adalah suatu anugerah yang tiada tara nilainya.
Tidak ada berita lain di dunia ini yang dapat memberikan jaminan pasti tentang keselamatan kekal; tidak ada berita lain yang olehnya kita diperdamaikan dengan Allah dan diangkat sebagai anak-anakNya, selain berita salib Kristus!
Baca: 1 Korintus 1:18-31
"Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." 1 Korintus 1:18
Mengapa Injil harus terus digemakan ke seluruh dunia? Karena dalam Injil terkandung kuasa Allah yang menyelamatkan, menyembuhkan, memulihkan dan membebaskan. Itulah sebabnya tanda-tanda, keajaiban-keajaiban dan mujizat-mujizat senantiasa menyertai di mana saja Injil diberitakan. Kekutan Allah dilepaskan ketika Injil disampaikan dengan penuh kuasa.
Berbicara tentang Injil berarti juga berbicara tentang kebesaran kasih Allah kepada dunia sehingga Ia memberikan PuteraNya Yesus Kristus, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Jadi inti dari Injil adalah berita salib Kristus. Inilah pesan yang tidak boleh dikesampingkan oleh hamba Tuhan yang melayani. Berita salib Kristus harus selalu diutamakan. Para hamba Tuhan janganlah menggantikan berita salib ini dengan hal-hal yang hanya membuat jemaat terpingkal-pingkal dengan khotbah lucu; atau khotbah yang meninabobokan jemaat karena yang dibicarakan hanya tentang berkat dan kekayaan saja, sehingga acapkali jemaat menjadi kecewa ketika apa yang mereka harapkan belum juga menjadi kenyataan. Akhirnya berita tentang salib Kristus kehilangan kuasanya.
Sesungguhnya berita Injil itu sangat sederhana, tapi mengandung kuasa yang dahsyat yaitu Tuhan Yesus datang ke dunia ini dan mati di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Barangsiapa yang percaya kepadaNya akan diselamatkan, sebab "...di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa," (Efesus 1:7). Sayang, berita salib Kristus ini mendapat respons yang tidak baik dari orang-orang dan dianggap sebagai suatu kebodohan. Mereka bukan saja tidak percaya, tetapi juga melecehkan Injil. Tapi bagi kita orang percaya, berita salib Kristus adalah suatu anugerah yang tiada tara nilainya.
Tidak ada berita lain di dunia ini yang dapat memberikan jaminan pasti tentang keselamatan kekal; tidak ada berita lain yang olehnya kita diperdamaikan dengan Allah dan diangkat sebagai anak-anakNya, selain berita salib Kristus!
Wednesday, March 6, 2013
RELA MATI DEMI INJIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Maret 2013 -
Baca: Matius 14:1-12
"Disuruhnya memenggal kepala Yohanes di penjara dan kepala Yohanes itupun dibawa orang di sebuah talam, lalu diberikan kepada gadis itu dan ia membawanya kepada ibunya." Matius 14:10-11
Yohanes pembaptis bukan hanya setia dan bersungguh-sungguh mengerjakan panggilannya sebagai pembuka jalan bagi Tuhan, ia juga rela mati demi Injil Kristus. Inilah harga yang harus dibayar sebagai hamba Tuhan pembawa berita kebenaran. Bukan hanya masuk penjara, tapi juga harus menghadapi kematian tragis, kepala dipenggal.
Ada banyak ujian yang harus dihadapi para pemberita Injil karena banyak orang tidak senang dengan berita Injil dan lebih suka hidup dalam kegelapan. Mereka benci mendengar nama Yesus. "Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat." (Yohanes 3:19). Itulah sebabnya mereka melakukan segala cara untuk menghambat pemberitaan Injil dan tidak segan-segannya menganiaya, bahkan membunuh setiap hamba Tuhan. Mau tidak mau, sebagai pengikut Kristus kita memiliki resiko besar: mungkin kita akan diejek, dikucilkan dari pergaulan, atau bahkan kita dihukum dan dipenjarakan. Tetapi biarlah semua itu tidak menyurutkan langkah dan semangat kita melayani Tuhan dan memberitakan kabar keselamatan kepada dunia sebagaimana Yohanes pembaptis lakukan: setia mengerjakan tugasnya sampai mati. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." (Matius 5:10, 12).
Mari lakukan setiap tugas yang dipercayakan Tuhan kepada kita dengan setia, karena Dia tidak pernah menutup mata terhadap perbuatan kita yang terkecil pun bagi kerajaanNya. Jangan sekali-kali mengharapkan pujian dan penghargaan manusia, karena pujian, hormat dan kemuliaan adalah milik Tuhan! Tuhan sedang mencari orang-orang yang rela mempersembahkan segenap hidup bagi Dia dan yang tidak berkompromi dengan dunia ini, seperti Yohanes pembaptis.
Adakah yang Ia cari tau itu ada pada kita? Selagi ada waktu, gunakan kesempatan yang ada!
Baca: Matius 14:1-12
"Disuruhnya memenggal kepala Yohanes di penjara dan kepala Yohanes itupun dibawa orang di sebuah talam, lalu diberikan kepada gadis itu dan ia membawanya kepada ibunya." Matius 14:10-11
Yohanes pembaptis bukan hanya setia dan bersungguh-sungguh mengerjakan panggilannya sebagai pembuka jalan bagi Tuhan, ia juga rela mati demi Injil Kristus. Inilah harga yang harus dibayar sebagai hamba Tuhan pembawa berita kebenaran. Bukan hanya masuk penjara, tapi juga harus menghadapi kematian tragis, kepala dipenggal.
Ada banyak ujian yang harus dihadapi para pemberita Injil karena banyak orang tidak senang dengan berita Injil dan lebih suka hidup dalam kegelapan. Mereka benci mendengar nama Yesus. "Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat." (Yohanes 3:19). Itulah sebabnya mereka melakukan segala cara untuk menghambat pemberitaan Injil dan tidak segan-segannya menganiaya, bahkan membunuh setiap hamba Tuhan. Mau tidak mau, sebagai pengikut Kristus kita memiliki resiko besar: mungkin kita akan diejek, dikucilkan dari pergaulan, atau bahkan kita dihukum dan dipenjarakan. Tetapi biarlah semua itu tidak menyurutkan langkah dan semangat kita melayani Tuhan dan memberitakan kabar keselamatan kepada dunia sebagaimana Yohanes pembaptis lakukan: setia mengerjakan tugasnya sampai mati. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." (Matius 5:10, 12).
Mari lakukan setiap tugas yang dipercayakan Tuhan kepada kita dengan setia, karena Dia tidak pernah menutup mata terhadap perbuatan kita yang terkecil pun bagi kerajaanNya. Jangan sekali-kali mengharapkan pujian dan penghargaan manusia, karena pujian, hormat dan kemuliaan adalah milik Tuhan! Tuhan sedang mencari orang-orang yang rela mempersembahkan segenap hidup bagi Dia dan yang tidak berkompromi dengan dunia ini, seperti Yohanes pembaptis.
Adakah yang Ia cari tau itu ada pada kita? Selagi ada waktu, gunakan kesempatan yang ada!
Tuesday, March 5, 2013
TETAP DI JALUR YANG BENAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Maret 2013 -
Baca: Yohanes 3:22-36
"Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas." Yohanes 3:34
Tugas memberitakan Injil bukan semata-mata tanggung jawab hamba Tuhan (pendeta), penginjil, fulltimer atau para sarjana teologia. Tugas itu ada di pundak semua orang percaya tanpa terkecuali, sebab "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan." (1 Petrus 2:9-10).
Tugas sebagai pemberita Injil sangat mulia, karena itu kita harus meresponsnya dengan baik dan benar serta penuh tanggung jawab. Ini juga yang dilakukan oleh Yohanes pembaptis, mengerjakan panggilannya dengan sangat rajin dan bersungguh-sungguh. Ia pun mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan memisahkan diri dari berbagai hal yang tidak berkenan kepada Tuhan agar layak dipakai sebagai alat kemuliaanNya. Dalam mengerjakan tugas pelayanannnya Yohanes pembaptis tetap memegang prinsip: "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Ia tidak mencari pujian dan hormat manusia atau supaya dirinya makin terkenal dan kian diminati oleh orang banyak, tapi segala pujian dan kemuliaan hanya dipersembahkan bagi Tuhan Yesus semata, karena Dialah yang berhak menerimanya. Inilah pernyataan Yohanes pembaptis, "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak." (Markus 1:7). Meski sebagai pembuka jalan bagi Tuhan, ia tetaplah orang yang rendah hati dan berada di jalur yang benar.
Di zaman sekarang ini tidak sedikit kita yang melayani Tuhan mulai ke luar dari jalur yang benar, apalagi yang sudah 'jadi' terkenal, sehingga tanpa terasa motivasi dalam melayani Tuhan sudah tidak murni seperti sediakala. Kita lebih mengedepankan hal-hal yang bersifat lahiriah sehingga pelayanan yang kita lakukan hanya sebagai aktivitas rutin semata, dan kita pun lebih senang menerima pujian dari orang yang kita layani! (Bersambung)
Baca: Yohanes 3:22-36
"Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas." Yohanes 3:34
Tugas memberitakan Injil bukan semata-mata tanggung jawab hamba Tuhan (pendeta), penginjil, fulltimer atau para sarjana teologia. Tugas itu ada di pundak semua orang percaya tanpa terkecuali, sebab "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan." (1 Petrus 2:9-10).
Tugas sebagai pemberita Injil sangat mulia, karena itu kita harus meresponsnya dengan baik dan benar serta penuh tanggung jawab. Ini juga yang dilakukan oleh Yohanes pembaptis, mengerjakan panggilannya dengan sangat rajin dan bersungguh-sungguh. Ia pun mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan memisahkan diri dari berbagai hal yang tidak berkenan kepada Tuhan agar layak dipakai sebagai alat kemuliaanNya. Dalam mengerjakan tugas pelayanannnya Yohanes pembaptis tetap memegang prinsip: "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Ia tidak mencari pujian dan hormat manusia atau supaya dirinya makin terkenal dan kian diminati oleh orang banyak, tapi segala pujian dan kemuliaan hanya dipersembahkan bagi Tuhan Yesus semata, karena Dialah yang berhak menerimanya. Inilah pernyataan Yohanes pembaptis, "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak." (Markus 1:7). Meski sebagai pembuka jalan bagi Tuhan, ia tetaplah orang yang rendah hati dan berada di jalur yang benar.
Di zaman sekarang ini tidak sedikit kita yang melayani Tuhan mulai ke luar dari jalur yang benar, apalagi yang sudah 'jadi' terkenal, sehingga tanpa terasa motivasi dalam melayani Tuhan sudah tidak murni seperti sediakala. Kita lebih mengedepankan hal-hal yang bersifat lahiriah sehingga pelayanan yang kita lakukan hanya sebagai aktivitas rutin semata, dan kita pun lebih senang menerima pujian dari orang yang kita layani! (Bersambung)
Monday, March 4, 2013
KITA ADALAH SAUDARA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Maret 2013 -
Baca: Roma 15:1-13
"Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah." Roma 15:7
Dalam renungan tanggal 2 Januari 2013 lalu dijelaskan bahwa kerukunan antar jemaat mendatangkan berkat dari Tuhan. Dimana ada kerukunan, "... ke sanalah Tuhan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:3b).
Sebagai anggota jemaat Tuhan, kita harus berusaha untuk menciptakan kerukunan satu sama lain, supaya gereja tetap kuat dah kokoh. Meski memiliki latar belakang yang berbeda-beda (status, suku, pendidikan dan sebagainya) kita adalah satu, "...sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh," (1 Korintus 12:12). Jadi kita harus menerima dan memperlakukan orang lain sebagai saudara, sebagaimana Kristus telah menerima dan melayani jiwa-jiwa tanpa pandang bulu, "supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan. Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita." (1 Korintus 12:25-26). Keadaan ini tidak akan menjadi kenyataan bila kita tidak menjadikan Kristus sebagai satu-satunya teladan dalam hidup ini. Kita tidak mungkin dapat memiliki hubungan yang baik dengan orang lain apabila hubungan kita dengan Tuhan juga tidak baik.
Ketahuilah bahwa Tuhan mengutus gerejaNya menjadi berkat di tengah-tengah dunia yang dipenuhi pertikaian dan permusuhan ini. Namun bagaimana kita bisa menjadi kesaksian dan memenangkan jiwa bagi Kerajaan Allah apabila di antara umat Tuhan terjadi iri hati, perselisihan, kebencian, keributan dan saling mempertahankan ego masing-masing? Bukankah ini akan menjadi batu sandungan bagi orang di luar Tuhan? Bukankah tujuan kerukunan orang percaya di dalam gereja adalah supaya nama Tuhan dipermuliakan? Kekristenan adalah kasih, "Karena itu tunjukkanlah kepada mereka di hadapan jemaat-jemaat bukti kasihmu..." (2 Korintus 8:24), "...bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (1 Yohanes 3:18).
Jemaat gereja mula-mula rukun dan bersatu, karena itu "...tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." Kisah 2:47
Baca: Roma 15:1-13
"Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah." Roma 15:7
Dalam renungan tanggal 2 Januari 2013 lalu dijelaskan bahwa kerukunan antar jemaat mendatangkan berkat dari Tuhan. Dimana ada kerukunan, "... ke sanalah Tuhan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:3b).
Sebagai anggota jemaat Tuhan, kita harus berusaha untuk menciptakan kerukunan satu sama lain, supaya gereja tetap kuat dah kokoh. Meski memiliki latar belakang yang berbeda-beda (status, suku, pendidikan dan sebagainya) kita adalah satu, "...sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh," (1 Korintus 12:12). Jadi kita harus menerima dan memperlakukan orang lain sebagai saudara, sebagaimana Kristus telah menerima dan melayani jiwa-jiwa tanpa pandang bulu, "supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan. Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita." (1 Korintus 12:25-26). Keadaan ini tidak akan menjadi kenyataan bila kita tidak menjadikan Kristus sebagai satu-satunya teladan dalam hidup ini. Kita tidak mungkin dapat memiliki hubungan yang baik dengan orang lain apabila hubungan kita dengan Tuhan juga tidak baik.
Ketahuilah bahwa Tuhan mengutus gerejaNya menjadi berkat di tengah-tengah dunia yang dipenuhi pertikaian dan permusuhan ini. Namun bagaimana kita bisa menjadi kesaksian dan memenangkan jiwa bagi Kerajaan Allah apabila di antara umat Tuhan terjadi iri hati, perselisihan, kebencian, keributan dan saling mempertahankan ego masing-masing? Bukankah ini akan menjadi batu sandungan bagi orang di luar Tuhan? Bukankah tujuan kerukunan orang percaya di dalam gereja adalah supaya nama Tuhan dipermuliakan? Kekristenan adalah kasih, "Karena itu tunjukkanlah kepada mereka di hadapan jemaat-jemaat bukti kasihmu..." (2 Korintus 8:24), "...bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (1 Yohanes 3:18).
Jemaat gereja mula-mula rukun dan bersatu, karena itu "...tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." Kisah 2:47
Sunday, March 3, 2013
PENTINGKAN FIRMAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Maret 2013 -
Baca: 2 Timotius 3:10-17
"Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus." 2 Timotius 3:15
Apakah Saudara membaca Alkitab setiap hari? Mungkin ada yang berkata tidak sempat. Kita seringkali sulit menyediakan waktu membaca Alkitab dan berdoa. Tapi untuk hal-hal lain? Masih banyak orang Kristen yang walaupun sudah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun belum juga membaca Alkitab secara keseluruhan mulai dari kitab Kejadian sampai Wahyu.
Memang kita akui tidak mudah mendisiplinkan diri membaca Alkitab secara rutin. Bahkan tidak sedikit orang Kristen yang hanya membuka Alkitabnya saat ibadah di gereja, padahl "... Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya...Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman," (Roma 1:16-17). Jangan sekali-kali meremehkan Injil, karena di dalamnya terkandung isi hati, kehendak, rencana, jalan dan janji-janji Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan kepada Yosua demikian, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Alkitab berisikan ajaran dan petunjuk Tuhan yang bertujuan "...mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Dengan membaca Alkitab langkah hidup kita diarahkan kepada jalan kebenaran Tuhan; kita juga diingatkan kembali tentang kuasa, kasih, kebaikan, kemurahan, perlindungan dan kepedulianNya kepada kita. Selain itu kita dapat meneladani kehidupan orang-orang pilihanNya, bagaimana mereka melewati setiap proses dan betapa Tuhan menyatakan kuasaNya atas mereka. "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4).
Alkitab memberikan kekuatan dan pengharapan yang pasti bagi orang percaya, karena tidak ada janji-janji Tuhan yang tidak ditepatiNya!
Baca: 2 Timotius 3:10-17
"Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus." 2 Timotius 3:15
Apakah Saudara membaca Alkitab setiap hari? Mungkin ada yang berkata tidak sempat. Kita seringkali sulit menyediakan waktu membaca Alkitab dan berdoa. Tapi untuk hal-hal lain? Masih banyak orang Kristen yang walaupun sudah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun belum juga membaca Alkitab secara keseluruhan mulai dari kitab Kejadian sampai Wahyu.
Memang kita akui tidak mudah mendisiplinkan diri membaca Alkitab secara rutin. Bahkan tidak sedikit orang Kristen yang hanya membuka Alkitabnya saat ibadah di gereja, padahl "... Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya...Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman," (Roma 1:16-17). Jangan sekali-kali meremehkan Injil, karena di dalamnya terkandung isi hati, kehendak, rencana, jalan dan janji-janji Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan kepada Yosua demikian, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Alkitab berisikan ajaran dan petunjuk Tuhan yang bertujuan "...mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Dengan membaca Alkitab langkah hidup kita diarahkan kepada jalan kebenaran Tuhan; kita juga diingatkan kembali tentang kuasa, kasih, kebaikan, kemurahan, perlindungan dan kepedulianNya kepada kita. Selain itu kita dapat meneladani kehidupan orang-orang pilihanNya, bagaimana mereka melewati setiap proses dan betapa Tuhan menyatakan kuasaNya atas mereka. "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4).
Alkitab memberikan kekuatan dan pengharapan yang pasti bagi orang percaya, karena tidak ada janji-janji Tuhan yang tidak ditepatiNya!
Saturday, March 2, 2013
INTIMACY (KEINTIMAN): Kunci Mengerjakan Misi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Maret 2013 -
Baca: Yesaya 42:1-9
"Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya,..." Yesaya 42:1
Sebelum melangkah ke luar mengerjakan misi Tuhan, kita harus mempersiapkan diri terlebih dahulu sebab panggilan melayani berkenaan dengan hati yang rela menyerahkan diri kepada Tuhan, seperti Yesaya: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!" (Yesaya 6:8).
Panggilan adalah dasar pelayanan kita. Jadi keterlibatan kita dalam melayani Tuhan bukan karena adanya keterpaksaan, ikut-ikutan, ajang pamer, apalagi disertai dengan motivasi yang tidak benar (terselubung). Bagaimana supaya hati kita benar-benar siap dan layak untuk melayani Dia? Kita harus memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan. Semakin kita karib dengan Tuhan semakin Ia membentuk dan memproses kita sesuai dengan rencanaNya. Alkitab mencatat, "Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman Tuhan dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?" (Yeremia 23:9). Dengan firmannya, Tuhan membersihkan dan menghancurkan hal-hal yang tidak berkenan yang masih ada di dalam kita. Tertulis: "...setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2).
Kekariban seseorang dengan Tuhan akan membawa dampak di setiap pelayanan, sebab Tuhan berkata, "Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku," (Imamat 10:3). Karena karib dengan Tuhan karakter Musa berubah dari keras menjadi lemah lembut, bahkan kelembutannya "...lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Karena itu, Musa dipercaya Tuhan untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir menuju Tanah Perjanjian Daud, hidupnya dipakai Tuhan secara luar biasa sebagai upah dari keintimannya dengan Tuhan. Daud berkata, "...lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain;" (Mazmur 84:11), karena itu "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97). Perhatikan pula yang dilakukan Daniel, "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11).
Tuhan memakai orang-orang yang hatinya senantiasa melekat kepadaNya!
Baca: Yesaya 42:1-9
"Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya,..." Yesaya 42:1
Sebelum melangkah ke luar mengerjakan misi Tuhan, kita harus mempersiapkan diri terlebih dahulu sebab panggilan melayani berkenaan dengan hati yang rela menyerahkan diri kepada Tuhan, seperti Yesaya: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!" (Yesaya 6:8).
Panggilan adalah dasar pelayanan kita. Jadi keterlibatan kita dalam melayani Tuhan bukan karena adanya keterpaksaan, ikut-ikutan, ajang pamer, apalagi disertai dengan motivasi yang tidak benar (terselubung). Bagaimana supaya hati kita benar-benar siap dan layak untuk melayani Dia? Kita harus memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan. Semakin kita karib dengan Tuhan semakin Ia membentuk dan memproses kita sesuai dengan rencanaNya. Alkitab mencatat, "Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman Tuhan dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?" (Yeremia 23:9). Dengan firmannya, Tuhan membersihkan dan menghancurkan hal-hal yang tidak berkenan yang masih ada di dalam kita. Tertulis: "...setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2).
Kekariban seseorang dengan Tuhan akan membawa dampak di setiap pelayanan, sebab Tuhan berkata, "Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku," (Imamat 10:3). Karena karib dengan Tuhan karakter Musa berubah dari keras menjadi lemah lembut, bahkan kelembutannya "...lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Karena itu, Musa dipercaya Tuhan untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir menuju Tanah Perjanjian Daud, hidupnya dipakai Tuhan secara luar biasa sebagai upah dari keintimannya dengan Tuhan. Daud berkata, "...lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain;" (Mazmur 84:11), karena itu "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97). Perhatikan pula yang dilakukan Daniel, "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11).
Tuhan memakai orang-orang yang hatinya senantiasa melekat kepadaNya!
Friday, March 1, 2013
HIDUP UNTUK SEBUAH MISI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Maret 2013 -
Baca: Mazmur 67:1-8
"supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa." Mazmur 67:3
Jika menyadari bahwa hidup kita ini telah ditebus oleh darah Kristus, tidak seharusnya orang Kristen bersikap acuh tak acuh terhadap pelayanan. Bukankah banyak di antara kita yang dengan sengaja menghindar atau menolak secara terang-terangan jika diimbau untuk melayani Tuhan? Padahal "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10).
'Pekerjaan baik' yang dimaksud adalah pelayanan kita. Jadi Tuhan memanggil kita untuk melayani Dia dan memberikan sumbangsih bagi kerajaanNya dan sesama, sebagaimana dilakukan Yesus ketika ia berada di bumi yaitu melayani bapa. "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." (Yohanes 17:4). Yesus bukan saja mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Bapa dengan taat dan setia, bahkan Ia sampai rela mati di atas kayu salib. Sungguh, "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Pelayanan tidak selalu di atas mimbar. Apa pun dan kapan pun kita melayani orang lain dengan penuh kasih dan ketulusan, seperti yang diperbuat oleh seorang Samaria (baca Lukas 10:25-37), ini juga wujud sebuah pelayanan. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40).
Ingat! Kita diselamatkan bukan untuk diri sendiri atau mementingkan diri sendiri, tapi untuk sebuah misi. Ada amanat Agung yang harus kita kerjakan supaya kita memberitakan jalan-jalanNya dan berita keselamatan itu kepada bangsa-bangsa, sehingga nama Tuhan dipermuliakan dan kerajaanNya ditegakkan di atas muka bumi ini. Tuhan Yesus berkata, "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus," (Matius 28:19).
Keberadaan orang percaya di tengah dunia adalah untuk melayani dan mengerjakan misi Tuhan!
Baca: Mazmur 67:1-8
"supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa." Mazmur 67:3
Jika menyadari bahwa hidup kita ini telah ditebus oleh darah Kristus, tidak seharusnya orang Kristen bersikap acuh tak acuh terhadap pelayanan. Bukankah banyak di antara kita yang dengan sengaja menghindar atau menolak secara terang-terangan jika diimbau untuk melayani Tuhan? Padahal "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10).
'Pekerjaan baik' yang dimaksud adalah pelayanan kita. Jadi Tuhan memanggil kita untuk melayani Dia dan memberikan sumbangsih bagi kerajaanNya dan sesama, sebagaimana dilakukan Yesus ketika ia berada di bumi yaitu melayani bapa. "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." (Yohanes 17:4). Yesus bukan saja mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Bapa dengan taat dan setia, bahkan Ia sampai rela mati di atas kayu salib. Sungguh, "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Pelayanan tidak selalu di atas mimbar. Apa pun dan kapan pun kita melayani orang lain dengan penuh kasih dan ketulusan, seperti yang diperbuat oleh seorang Samaria (baca Lukas 10:25-37), ini juga wujud sebuah pelayanan. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40).
Ingat! Kita diselamatkan bukan untuk diri sendiri atau mementingkan diri sendiri, tapi untuk sebuah misi. Ada amanat Agung yang harus kita kerjakan supaya kita memberitakan jalan-jalanNya dan berita keselamatan itu kepada bangsa-bangsa, sehingga nama Tuhan dipermuliakan dan kerajaanNya ditegakkan di atas muka bumi ini. Tuhan Yesus berkata, "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus," (Matius 28:19).
Keberadaan orang percaya di tengah dunia adalah untuk melayani dan mengerjakan misi Tuhan!