Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Januari 2013 -
Baca: Mazmur 22:1-32
"Sebab Ia tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan orang
yang tertindas, dan Ia tidak menyembunyikan wajah-Nya kepada orang itu,
dan Ia mendengar ketika orang itu berteriak minta tolong kepada-Nya." Mazmur 22:25
Selama kaki kita masih menginjak bumi, kehidupan kita tidak akan pernah luput dari masalah atau pergumulan hidup. Setiap manusia tanpa terkecuali pasti menghadapi masalah, sebab masalah dapat menyerang siapa saja. Begitu juga dalam perjalanan kekristenan kita, Tuhan tidak pernah berjanji bahwa setelah mengikut Dia kita akan terbebas dari masalah. Tertulis: "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Tuhan berjanji bahwa di dalam Dia selalu ada pertolongan dan jalan keluar. Melalui kuasa Roh KudusNya Tuhan akan menopang, menguatkan dan menyertai kita.
Seringkali ketika sedang dalam masalah dan kesesakan banyak dari kita yang mudah tersulut emosinya, kecewa dan bersungut-sungut; apalagi jika doa kita belum beroleh jawaban dari Tuhan, kita langsung berkata seperti di Alkitab, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang." (Mazmur 22:2-3). Keluh kesah adalah hal yang manusiawi, tapi kalau hal itu kita lakukan terus-menerus setiap kali menghadapi masalah, hal itu akan menjadi penghambat iman kita dan menjadi penghalang bagi kita untuk mengalami mujizat dari Tuhan. Justru saat dalam masalah inilah kesempatan bagi kita untuk mengaplikasikan iman kita sehingga iman kita benar-benar hidup. Karena itu kita harus bisa menguasai diri, jangan sampai kita dikalahkan oleh situasi yang ada. Ada tertulis: "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32). Penguasaan diri dan ketenangan adalah cara menghadapi masalah, kita disebut sebagai orang yang melebihi pahlawan.
Serahkan setiap permasalahan hidup ini kepada Tuhan, cepat atau lambat pertolonganNya pasti dinyatakan.
"...dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." Yesaya 30:15
Thursday, January 31, 2013
Wednesday, January 30, 2013
SUDAHKAH KITA BERBUAH? (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Januari 2013 -
Baca: Yohanes 15:1-8
"Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." Yohanes 15:8
Hidup yang berbuah adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya. Itu sebagai tanda bahwa kita ini adalah murid-muridNya. "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Bagaimana caranya supaya kita bisa berbuah? "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Untuk menegaskan hal ini, kata tinggal ditulis sampai sepuluh kali dalam sepuluh ayat pertama dari Yohanes pasal 15 ini.
Tinggal di dalam Tuhan berarti taat melakukan firmanNya. Ketaatan kita melakukan firman Tuhan itu adalah buah-buah Roh. Inilah yang dinilai dunia! Orang Kristen yang berbuah adalah yang hidupnya jadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di luar Tuhan. Kepada jemaat di Filipi, rasul Paulus berpesan "supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:15). Inilah tugas yang harus kita emban sebagai orang Kristen, yaitu memiliki kehidupan yang bercahaya di tengah dunia yang penuh kegelapan ini.
Orang Kristen yang berbuah adalah juga orang Kristen yang melayani Tuhan sesuai dengan talenta dan karunia yang diberikan Tuhan kepadaNya. Pengorbanan yang kita berikan kepada Tuhan (waktu, tenaga, pikiran, materi) adalah buah-buah yang dapat memperlebar Kerajaan Allah di muka bumi ini. Tapi banyak orang Kristen yang 'mikir-mikir' jika dihimbau untuk terlibat pelayanan, karena melayani Tuhan berarti harus berkorban dan memberi, itu yang mereka hindari. Atau mau melayani Tuhan tapi terselip motivasi yang salah. "...Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." (Ibrani 6:10).
Jerih lelah kita untuk melayani Tuhan, apa pun bentuknya, tidak akan pernah sia-sia!
Baca: Yohanes 15:1-8
"Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." Yohanes 15:8
Hidup yang berbuah adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya. Itu sebagai tanda bahwa kita ini adalah murid-muridNya. "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Bagaimana caranya supaya kita bisa berbuah? "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Untuk menegaskan hal ini, kata tinggal ditulis sampai sepuluh kali dalam sepuluh ayat pertama dari Yohanes pasal 15 ini.
Tinggal di dalam Tuhan berarti taat melakukan firmanNya. Ketaatan kita melakukan firman Tuhan itu adalah buah-buah Roh. Inilah yang dinilai dunia! Orang Kristen yang berbuah adalah yang hidupnya jadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di luar Tuhan. Kepada jemaat di Filipi, rasul Paulus berpesan "supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:15). Inilah tugas yang harus kita emban sebagai orang Kristen, yaitu memiliki kehidupan yang bercahaya di tengah dunia yang penuh kegelapan ini.
Orang Kristen yang berbuah adalah juga orang Kristen yang melayani Tuhan sesuai dengan talenta dan karunia yang diberikan Tuhan kepadaNya. Pengorbanan yang kita berikan kepada Tuhan (waktu, tenaga, pikiran, materi) adalah buah-buah yang dapat memperlebar Kerajaan Allah di muka bumi ini. Tapi banyak orang Kristen yang 'mikir-mikir' jika dihimbau untuk terlibat pelayanan, karena melayani Tuhan berarti harus berkorban dan memberi, itu yang mereka hindari. Atau mau melayani Tuhan tapi terselip motivasi yang salah. "...Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." (Ibrani 6:10).
Jerih lelah kita untuk melayani Tuhan, apa pun bentuknya, tidak akan pernah sia-sia!
Tuesday, January 29, 2013
SUDAHKAH KITA BERBUAH? (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Januari 2013 -
Baca: Lukas 6:43-45
"Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya." Lukas 6:44
Ketika kita menanam biji buah-buahan, apa yang kita harapkan? Tentunya kita berharap suatu saat nanti biji itu akan bertumbuh dan akhirnya akan menghasilkan buah. Namun jika setelah menunggu sekian lama ternyata pohon-pohon itu hanya lebat daunnya tetapi tidak ada buahnya sama sekali, padahal kita sudah berjerih lelah untuk merawat, mengairi dan memberinya pupuk setiap hari dalam kurun waktu yang tidak singkat, tentunya akan membuat kita dongkol dan kecewa. Ini seperti perumpamaan tentang pohon ara yang disampaikan Tuhan Yesus: "Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!" (Lukas 13:7). Pohon yang tidak berbuah pasti akan mengecewakan pemiliknya.
Begitu juga dengan kehidupan orang Kristen yang tidak berbuah, Tuhan Yesus pun berkata, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya," (Yohanes 15:2). Ada yang sudah bertahun-tahun menjadi Kristen tapi karakter hidupnya tetap saja tidak berubah, tidak bertumbuh, kerdil alias kanak-kanan rohani: "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras." (Ibrani 5:12). Bukankah ini sama seperti benih yang jatuh di pinggir jalan, lalu benih itu dimakan burung; atau benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu sehingga tidak bisa berakar, tumbuh sebentar dan akhirnya kering (mati); atau juga benih yang jatuh di tengah semak duri, lalu terhimpit semak duri itu sendiri dan akhirnya mati. Benih itu berbicara tentang firman Tuhan. Kita banyak mendengar firman, baik itu melalui khotbah para hamba Tuhan atau membaca renungan, tapi firman itu rasa-rasanya berlalu begitu saja. Apalagi kalau firman yang disampaikan itu keras, kita langsung tersinggung dan marah terhadap si hamba Tuhan itu.
Alkitab menegaskan bahwa untuk menghasilkan buah, ranting-ranting harus dibersihkan. Proses pembersihan inilah yang disebut pembentukan, baik itu melalui teguran, hajaran dan sebagainya dengan tujuan untuk mendisiplinkan kita, bukan maksud menyakiti, tapi demi kebaikan kita juga. (Bersambung)
Baca: Lukas 6:43-45
"Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya." Lukas 6:44
Ketika kita menanam biji buah-buahan, apa yang kita harapkan? Tentunya kita berharap suatu saat nanti biji itu akan bertumbuh dan akhirnya akan menghasilkan buah. Namun jika setelah menunggu sekian lama ternyata pohon-pohon itu hanya lebat daunnya tetapi tidak ada buahnya sama sekali, padahal kita sudah berjerih lelah untuk merawat, mengairi dan memberinya pupuk setiap hari dalam kurun waktu yang tidak singkat, tentunya akan membuat kita dongkol dan kecewa. Ini seperti perumpamaan tentang pohon ara yang disampaikan Tuhan Yesus: "Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!" (Lukas 13:7). Pohon yang tidak berbuah pasti akan mengecewakan pemiliknya.
Begitu juga dengan kehidupan orang Kristen yang tidak berbuah, Tuhan Yesus pun berkata, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya," (Yohanes 15:2). Ada yang sudah bertahun-tahun menjadi Kristen tapi karakter hidupnya tetap saja tidak berubah, tidak bertumbuh, kerdil alias kanak-kanan rohani: "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras." (Ibrani 5:12). Bukankah ini sama seperti benih yang jatuh di pinggir jalan, lalu benih itu dimakan burung; atau benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu sehingga tidak bisa berakar, tumbuh sebentar dan akhirnya kering (mati); atau juga benih yang jatuh di tengah semak duri, lalu terhimpit semak duri itu sendiri dan akhirnya mati. Benih itu berbicara tentang firman Tuhan. Kita banyak mendengar firman, baik itu melalui khotbah para hamba Tuhan atau membaca renungan, tapi firman itu rasa-rasanya berlalu begitu saja. Apalagi kalau firman yang disampaikan itu keras, kita langsung tersinggung dan marah terhadap si hamba Tuhan itu.
Alkitab menegaskan bahwa untuk menghasilkan buah, ranting-ranting harus dibersihkan. Proses pembersihan inilah yang disebut pembentukan, baik itu melalui teguran, hajaran dan sebagainya dengan tujuan untuk mendisiplinkan kita, bukan maksud menyakiti, tapi demi kebaikan kita juga. (Bersambung)
Monday, January 28, 2013
MENGERTI ISI HATI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Januari 2013 -
Baca: Mazmur 119:89-112
"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." Mazmur 119:97
Siapa yang tahu isi hati kita? Tak seorang pun kecuali Tuhan dan diri kita sendiri. Atau, orang lain akan tahu isi hati kita jika kia mau terbuka dan mengungkapkannya dengan jujur. Sungguh, dalamnya lautan dapat diduga, tetapi dalamnya hati tiada yang tahu. Manusia seringkali merahasiakan isi hatinya, berlaku pura-pura atau mengenakan 'topeng' di hadapan sesamanya. Itulah sebabnya Tuhan menegur keras ahli Taurat dan orang-orang Saduki, "...hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:27).
Manusia seringkali merahasiakan isi hatinya terhadap sesamanya tapi berbeda dengan Tuhan, yang walaupun adalah Pribadi Mahakudus, tidak menutup diri terhadap manusia. Isi hati Tuhan diungkap melalui kebenaran firmanNya. Jadi firman Tuhan (Injil) adalah isi hati Tuhan sendiri. Tuhan membuka dan mengungkapkan isi hatiNya supaya manusia percaya dan tidak mengalami kebinasaan, melainkan beroleh kehidupan yang kekal. Sayang, tidak semua orang mengerti isi hati Tuhan ini, mereka menolak Injil dan memilih hidup dalam ketidaktaatan. Menyadari akan hal ini, Daud begitu menyukai firman Tuhan sehingga dapat berkata, "Sekiranya Taurat-Mu tidak menjadi kegemaranku, maka aku telah binasa dalam sengsaraku. Untuk selama-lamanya aku tidak melupakan titah-titah-Mu, sebab dengan itu Engkau menghidupkan aku. Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:92, 93, 105). Terhadap orang yang karib denganNya akan diberitahukan perjanjianNya kepada mereka (baca Mazmur 25:14).
Jadi langkah awal untuk mengerti isi hati Tuhan adalah membangun hubungan yang karib denganNya. Bagaimana dapat mengerti isi hatiNya jika kita tidak bergaul denganNya setiap saat? Tuhan Yesus berkata, "Tingallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu." (Yohanes 15:4a). Tinggal di dalam Tuhan berarti hidup di dalam firmanNya: mengerti isi hatiNya dan melakukannya. Berkat disediakan Tuhan bagi orang-orang yang senantiasa tinggal di dalam Dia.
"...mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Yohanes 15:7
Baca: Mazmur 119:89-112
"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." Mazmur 119:97
Siapa yang tahu isi hati kita? Tak seorang pun kecuali Tuhan dan diri kita sendiri. Atau, orang lain akan tahu isi hati kita jika kia mau terbuka dan mengungkapkannya dengan jujur. Sungguh, dalamnya lautan dapat diduga, tetapi dalamnya hati tiada yang tahu. Manusia seringkali merahasiakan isi hatinya, berlaku pura-pura atau mengenakan 'topeng' di hadapan sesamanya. Itulah sebabnya Tuhan menegur keras ahli Taurat dan orang-orang Saduki, "...hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:27).
Manusia seringkali merahasiakan isi hatinya terhadap sesamanya tapi berbeda dengan Tuhan, yang walaupun adalah Pribadi Mahakudus, tidak menutup diri terhadap manusia. Isi hati Tuhan diungkap melalui kebenaran firmanNya. Jadi firman Tuhan (Injil) adalah isi hati Tuhan sendiri. Tuhan membuka dan mengungkapkan isi hatiNya supaya manusia percaya dan tidak mengalami kebinasaan, melainkan beroleh kehidupan yang kekal. Sayang, tidak semua orang mengerti isi hati Tuhan ini, mereka menolak Injil dan memilih hidup dalam ketidaktaatan. Menyadari akan hal ini, Daud begitu menyukai firman Tuhan sehingga dapat berkata, "Sekiranya Taurat-Mu tidak menjadi kegemaranku, maka aku telah binasa dalam sengsaraku. Untuk selama-lamanya aku tidak melupakan titah-titah-Mu, sebab dengan itu Engkau menghidupkan aku. Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:92, 93, 105). Terhadap orang yang karib denganNya akan diberitahukan perjanjianNya kepada mereka (baca Mazmur 25:14).
Jadi langkah awal untuk mengerti isi hati Tuhan adalah membangun hubungan yang karib denganNya. Bagaimana dapat mengerti isi hatiNya jika kita tidak bergaul denganNya setiap saat? Tuhan Yesus berkata, "Tingallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu." (Yohanes 15:4a). Tinggal di dalam Tuhan berarti hidup di dalam firmanNya: mengerti isi hatiNya dan melakukannya. Berkat disediakan Tuhan bagi orang-orang yang senantiasa tinggal di dalam Dia.
"...mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Yohanes 15:7
Sunday, January 27, 2013
TIDAK MELANGGAR PERJANJIAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Januari 2013 -
Baca: Ibrani 9:11-28
"Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama." Ibrani 9:15
Perjanjian adalah kesepakan dua pihak. Perjanjian haruslah saling menguntungkan, tidak ada pihak yang dirugikan. Bila ada yang melanggar perjanjian akan ada sanksinya.
Sebagai orang percaya, kita ini adalah anak-anak perjanjian Tuhan atau umat yang hidup di dalam perjanjiannya. Bahkan perjanjianNya diteguhkan dengan darah Kristus. "Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup." (Ibrani 13-14). Namun masih banyak orang Kristen yang dengan sengaja meremehkan dan mengabaikan 'perjanjian' ini sehingga mereka tetap saja menjalani hidup dengan sembrono. Ibadah ya ibadah, tapi tidak membawa dampak apa-apa bagi dirinya karena ibadah yang dilakukan hanya sebatas aktivitas jasmani saja. Tak jauh beda dengan kehidupan bangsa Israel, mereka berkali-kali diingatkan tentang firman Tuhan, tapi mereka tetap saja hidup dalam ketidaktaatan, padahal ketika Musa diutus Tuhan untuk mengingatkan tentang perjanjianNya ini bangsa Israel menjawab dengan serempak, "Segala firman Tuhan akan kami lakukan dan akan kami dengarkan." (Keluaran 24:7), namun "...mereka tidak setia kepada perjanjian-Ku, dan Aku menolak mereka," (Ibrani 8:9b).
Seringkali Alkitab hanya kita jadikan pajangan di dalam lemari. Hari ini kita diingatkan Tuhan akan perjanjian itu! Betapa Ia sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia korbankan. Dan olehNya kita diselamatkan dan menikmati berkat-berkat surgawi. Karena itu kita harus hidup di dalam ketaatan, memiliki hubungan yang karib dengan Dia sehingga apa yang dijanjikanNya digenapi dalam hidup kita.
Pegang janji Tuhan dan jadilah pelaku firman, itulah yang dikehendakiNya!
Baca: Ibrani 9:11-28
"Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama." Ibrani 9:15
Perjanjian adalah kesepakan dua pihak. Perjanjian haruslah saling menguntungkan, tidak ada pihak yang dirugikan. Bila ada yang melanggar perjanjian akan ada sanksinya.
Sebagai orang percaya, kita ini adalah anak-anak perjanjian Tuhan atau umat yang hidup di dalam perjanjiannya. Bahkan perjanjianNya diteguhkan dengan darah Kristus. "Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup." (Ibrani 13-14). Namun masih banyak orang Kristen yang dengan sengaja meremehkan dan mengabaikan 'perjanjian' ini sehingga mereka tetap saja menjalani hidup dengan sembrono. Ibadah ya ibadah, tapi tidak membawa dampak apa-apa bagi dirinya karena ibadah yang dilakukan hanya sebatas aktivitas jasmani saja. Tak jauh beda dengan kehidupan bangsa Israel, mereka berkali-kali diingatkan tentang firman Tuhan, tapi mereka tetap saja hidup dalam ketidaktaatan, padahal ketika Musa diutus Tuhan untuk mengingatkan tentang perjanjianNya ini bangsa Israel menjawab dengan serempak, "Segala firman Tuhan akan kami lakukan dan akan kami dengarkan." (Keluaran 24:7), namun "...mereka tidak setia kepada perjanjian-Ku, dan Aku menolak mereka," (Ibrani 8:9b).
Seringkali Alkitab hanya kita jadikan pajangan di dalam lemari. Hari ini kita diingatkan Tuhan akan perjanjian itu! Betapa Ia sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia korbankan. Dan olehNya kita diselamatkan dan menikmati berkat-berkat surgawi. Karena itu kita harus hidup di dalam ketaatan, memiliki hubungan yang karib dengan Dia sehingga apa yang dijanjikanNya digenapi dalam hidup kita.
Pegang janji Tuhan dan jadilah pelaku firman, itulah yang dikehendakiNya!
Saturday, January 26, 2013
TUHAN MENYEDIAKAN MAHKOTA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Januari 2013 -
Baca: Wahyu 3:7-13
"Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." Wahyu 3:11
Tak seorang pun atlet yang menginginkan sebuah kemenangan. Karena itu mereka berlatih dengan keras setiap hari tanpa kenal lelah demi satu tujuan yaitu menjadi juara. Mereka tidak ingin hanya menjadi atlet yang biasa-biasa saja atau mediocre. Meraih medali atau piala adalah sasaran utamanya!
Begitu juga dalam perjalanan kekristenan ini, setiap kita adalah atlet-atlet yang sedang berjuang dalam sebuah 'kejuaraan iman'. Berjuang berarti berusaha dengan penuh semangat dan tekad yang tinggi, karena dalam "kamus" atlet tidak ada istilah bermalas-malasan atau ogah-ogahan saat berlatih atau bertanding. Sebagai 'atlet rohani', rasul Paulus pun bertekad, "...ku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:26-27). Mengapa demikian? Karena ia percaya ada mahkota yang disediakan Tuhan bagi setiap orang yang mampu menyelesaikan perlombaan dengan baik sampai garis akhir.
Setiap kemenangan pasti menghasilkan medali, piala atau mahkota. Alkitab dengan jelas menyatakan ada mahkota-mahkota yang disediakan Tuhan bagi orang percaya, di antaranya: mahkota abadi (baca 1 Korintus 9:25), mahkota kemegahan (baca 1 Tesalonika 2:19), mahkota kehidupan (baca Yakobus 1:12), mahkota kebenaran (baca 2 Timotius 4:8), dan juga mahkota kemuliaan (baca 1 Petrus 5:4). Ini adalah bukti betapa Tuhan sangat menghargai dan memperhatikan setiap orang percaya yang bekerja bagi Kerajaan Allah. Oleh karena itu "...berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Ayat nas di atas menasihatkan agar kita terus berjuang untuk mempertahankan iman dan keselamatan yang telah kita terima. Jangan sampai kita menyerah di tengah jalan, melainkan berlarilah sedemikian rupa sampai menuju finis (garis akhir). Ingat, mempertahankan lebih berat daripada meraih!
Jadi, "...tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar," (Filipi 2:12) dan layanilah Tuhan sampai akhir hidup kita!
Baca: Wahyu 3:7-13
"Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." Wahyu 3:11
Tak seorang pun atlet yang menginginkan sebuah kemenangan. Karena itu mereka berlatih dengan keras setiap hari tanpa kenal lelah demi satu tujuan yaitu menjadi juara. Mereka tidak ingin hanya menjadi atlet yang biasa-biasa saja atau mediocre. Meraih medali atau piala adalah sasaran utamanya!
Begitu juga dalam perjalanan kekristenan ini, setiap kita adalah atlet-atlet yang sedang berjuang dalam sebuah 'kejuaraan iman'. Berjuang berarti berusaha dengan penuh semangat dan tekad yang tinggi, karena dalam "kamus" atlet tidak ada istilah bermalas-malasan atau ogah-ogahan saat berlatih atau bertanding. Sebagai 'atlet rohani', rasul Paulus pun bertekad, "...ku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:26-27). Mengapa demikian? Karena ia percaya ada mahkota yang disediakan Tuhan bagi setiap orang yang mampu menyelesaikan perlombaan dengan baik sampai garis akhir.
Setiap kemenangan pasti menghasilkan medali, piala atau mahkota. Alkitab dengan jelas menyatakan ada mahkota-mahkota yang disediakan Tuhan bagi orang percaya, di antaranya: mahkota abadi (baca 1 Korintus 9:25), mahkota kemegahan (baca 1 Tesalonika 2:19), mahkota kehidupan (baca Yakobus 1:12), mahkota kebenaran (baca 2 Timotius 4:8), dan juga mahkota kemuliaan (baca 1 Petrus 5:4). Ini adalah bukti betapa Tuhan sangat menghargai dan memperhatikan setiap orang percaya yang bekerja bagi Kerajaan Allah. Oleh karena itu "...berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Ayat nas di atas menasihatkan agar kita terus berjuang untuk mempertahankan iman dan keselamatan yang telah kita terima. Jangan sampai kita menyerah di tengah jalan, melainkan berlarilah sedemikian rupa sampai menuju finis (garis akhir). Ingat, mempertahankan lebih berat daripada meraih!
Jadi, "...tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar," (Filipi 2:12) dan layanilah Tuhan sampai akhir hidup kita!
Friday, January 25, 2013
KASIH: Tanda Manusia Baru (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Januari 2013 -
Baca: Lukas 6:27-36
"Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka." Lukas 6:32
Seringkali kita pilih-pilih dalam mengasihi orang lain. Kita mengasihi dengan perhitungan untung-rugi. Kita mengasihi orang yang mengasihi kita. Kita mengasihi orang dengan melihat derajat atau kedudukan, latar belakang, kaya-miskin, asal usul. Jika tidak, kita pun masih pikir-pikir untuk mengasihinya, namun "...jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:33). Kasih yang demikian adalah kasih yang memandang muka (baca Yakobus 2:1-4). Alkitab menyatakan, "...jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." (Yakobus 2:9).
Sebagai orang Kristen kita harus mempraktekkan kasih ini secara sempurna. Kasih yang sempurna tidak mudah berubah dan tidak bergantung pada situasi yang ada. "Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap." (1 Korintus 13:8). Ini menunjukkan bahwa kasih itu kekal. Kenyataaannya hati kita begitu gampang kecewa, marah, tersinggung, sakit hati ketika orang yang kita kasihi tidak membalas kita. Namun kasih yang sempurna seharusnya disertai ketulusan (tanpa pamrih), yaitu tidak mengharapkan imbalan apa pun dari orang yang kita kasihi. Kasih juga selalu memberi, bukan menerima; kasih itu mengalir keluar, bukan ke dalam. Tertulis, "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b).
Mari kita mempraktekkan kasih itu di segala keadaan dan di mana pun kita berada sehingga kehidupan kita bisa menjadi dampak dan kesaksian yang baik bagi banyak orang, agar nama Tuhan dipermuliakan melalui hidup kita. Kita bisa belajar dari kisah orang Samaria yang baik hati (baca Lukas 10:25-37). Jadikan kasih sebagai gaya hidup kita setiap hari, sebab jika kita tidak punya kasih, kita tidak layak disebut sebagai pengikut Kristus (baca Yohanes 13:35).
"...selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Galatia 6:10
Baca: Lukas 6:27-36
"Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka." Lukas 6:32
Seringkali kita pilih-pilih dalam mengasihi orang lain. Kita mengasihi dengan perhitungan untung-rugi. Kita mengasihi orang yang mengasihi kita. Kita mengasihi orang dengan melihat derajat atau kedudukan, latar belakang, kaya-miskin, asal usul. Jika tidak, kita pun masih pikir-pikir untuk mengasihinya, namun "...jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:33). Kasih yang demikian adalah kasih yang memandang muka (baca Yakobus 2:1-4). Alkitab menyatakan, "...jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." (Yakobus 2:9).
Sebagai orang Kristen kita harus mempraktekkan kasih ini secara sempurna. Kasih yang sempurna tidak mudah berubah dan tidak bergantung pada situasi yang ada. "Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap." (1 Korintus 13:8). Ini menunjukkan bahwa kasih itu kekal. Kenyataaannya hati kita begitu gampang kecewa, marah, tersinggung, sakit hati ketika orang yang kita kasihi tidak membalas kita. Namun kasih yang sempurna seharusnya disertai ketulusan (tanpa pamrih), yaitu tidak mengharapkan imbalan apa pun dari orang yang kita kasihi. Kasih juga selalu memberi, bukan menerima; kasih itu mengalir keluar, bukan ke dalam. Tertulis, "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b).
Mari kita mempraktekkan kasih itu di segala keadaan dan di mana pun kita berada sehingga kehidupan kita bisa menjadi dampak dan kesaksian yang baik bagi banyak orang, agar nama Tuhan dipermuliakan melalui hidup kita. Kita bisa belajar dari kisah orang Samaria yang baik hati (baca Lukas 10:25-37). Jadikan kasih sebagai gaya hidup kita setiap hari, sebab jika kita tidak punya kasih, kita tidak layak disebut sebagai pengikut Kristus (baca Yohanes 13:35).
"...selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Galatia 6:10
Thursday, January 24, 2013
KASIH: Tanda Manusia Baru (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Januari 2013 -
Baca: 1 Yohanes 3:11-18
"Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." 1 Yohanes 3:18
Sebagai makhluk sosial kita tidak dapat hidup sendiri, kita memerlukan orang lain. Dan dalam hubungannya dengan orang lain inilah kasih diperlukan. Berbicara tentang kasih berarti berbicara soal hati dan juga roh, karena kasih yang sempurna adalah kasih yang keluar dari hati yang terdalam oleh karena kuasa Roh Kudus. Kasih yang sempurna hanya bisa dilakukan oleh orang Kristen yang sudah mengalami lahir baru. Allah telah memberikan teladan perihal kasih yang sempurna itu (kasih agape) yaitu dengan mengaruniakan PuteraNya yang tunggal bagi dunia, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, tetapi beroleh hidup yang kekal (baca Yohanes 3:16). Tuhan Yesus pun rela menyerahkan nyawaNya demi menebus dosa umat manusia.
Tidak semua orang bisa mengasihi orang lain atau sesamanya secara sempurna. Mengapa? Karena kita memiliki pengertian yang salah tentang konsep mengasihi. Seringkali kita berpikir bahwa kekuatan untuk mengasihi orang lain itu berasal dari dalam diri kita sendiri. Itu salah! Perhatikan ayat ini: "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Kasih itu berasal dari Allah. Jadi dalam hal mengasihi orang lain hanya diperlukan kerelaan dan kemauan dari pihak kita, kemudian Roh Kudus akan memampukan kita untuk mengasihi, terlebih-lebih mengasihi orang-orang yang membenci atau menyakiti kita. Ada tertulis: "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Kasih yang kita bahas hari ini tidak akan ada gunanya jika ternyata kasih itu tidak kita terapkan atau praktekkan di dalam kehidupan kita sehari-hari.
FirmanNya dengan tegas menuntut kita untuk mengasihi orang lain dengan perbuatan dan tindakan nyata, bukan dengan perkataan atau ucapan saja.
Baca: 1 Yohanes 3:11-18
"Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." 1 Yohanes 3:18
Sebagai makhluk sosial kita tidak dapat hidup sendiri, kita memerlukan orang lain. Dan dalam hubungannya dengan orang lain inilah kasih diperlukan. Berbicara tentang kasih berarti berbicara soal hati dan juga roh, karena kasih yang sempurna adalah kasih yang keluar dari hati yang terdalam oleh karena kuasa Roh Kudus. Kasih yang sempurna hanya bisa dilakukan oleh orang Kristen yang sudah mengalami lahir baru. Allah telah memberikan teladan perihal kasih yang sempurna itu (kasih agape) yaitu dengan mengaruniakan PuteraNya yang tunggal bagi dunia, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, tetapi beroleh hidup yang kekal (baca Yohanes 3:16). Tuhan Yesus pun rela menyerahkan nyawaNya demi menebus dosa umat manusia.
Tidak semua orang bisa mengasihi orang lain atau sesamanya secara sempurna. Mengapa? Karena kita memiliki pengertian yang salah tentang konsep mengasihi. Seringkali kita berpikir bahwa kekuatan untuk mengasihi orang lain itu berasal dari dalam diri kita sendiri. Itu salah! Perhatikan ayat ini: "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Kasih itu berasal dari Allah. Jadi dalam hal mengasihi orang lain hanya diperlukan kerelaan dan kemauan dari pihak kita, kemudian Roh Kudus akan memampukan kita untuk mengasihi, terlebih-lebih mengasihi orang-orang yang membenci atau menyakiti kita. Ada tertulis: "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Kasih yang kita bahas hari ini tidak akan ada gunanya jika ternyata kasih itu tidak kita terapkan atau praktekkan di dalam kehidupan kita sehari-hari.
FirmanNya dengan tegas menuntut kita untuk mengasihi orang lain dengan perbuatan dan tindakan nyata, bukan dengan perkataan atau ucapan saja.
Wednesday, January 23, 2013
ALIRAN SUNGAI TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Januari 2013 -
Baca: Mazmur 65:1-14
"Engkau mengindahkan tanah itu, mengaruniainya kelimpahan, dan membuatnya sangat kaya. Batang air Allah penuh air; Engkau menyediakan gandum bagi mereka. Ya, demikianlah Engkau menyediakannya:" Mazmur 65:10
Banyak orang Kristen yang belum sepenuhnya mau meninggalkan dosa-dosanya dan kakinya masih melangkah ke tempat-tempat yang 'gelap' dan 'tersembunyi'. Namun Alkitab menasihati, "Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. Sebab menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan." (Efesus 5:11-12).
Selanjutnya air mengalir setinggi lutut. 'Lutut' berbicara tentang kehidupan doa. Doa adalah nafas hidup orang percaya! Tanpa doa, kita akan menjadi orang Kristen yang mati rohani. Sudahkah kita menjadikan doa ini sebagai gaya hidup? Ataukah kita rajin berdoa hanya ketika sedang tertimpa masalah yang berat? Tokoh-tokoh di dalam Alkitab adalah orang-orang yang berdoa, itulah sebabnya mereka mengalami penyertaan Tuhan. Contohnya Daniel: "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11b). Tuhan Yesus adalah teladan utama dalam hal berdoa. Selama pelayananNya di bumi Dia selalu menyediakan waktu berdoa kepada Bapa.
Air mengalir setinggi pinggang: berbicara tentang kehendak kita. Seorang Kristen dewasa menyadari bahwa hidupnya bukan lagi miliknya sendiri, melainkan milik Kristus sepenuhnya; menaklukkan kehendak sendiri kepada kehendak Kristus. Rasul Paulus berkata, "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:19b-20a). Air yang meluap seperti sungai, sehingga tak terseberangi berbicara tentang kehidupan orang Kristen yang 'tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan di dalam dia' (baca Yohanes 15:7), senantiasa berada dalam hadirat Tuhan sehingga mengalami penggenapan janji-janji Tuhan dalam hidupnya; hidup menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain.
Hidup taat dan mengalir bersama Roh kudus adalah kunci menjadi orang Kristen yang berdampak!
Baca: Mazmur 65:1-14
"Engkau mengindahkan tanah itu, mengaruniainya kelimpahan, dan membuatnya sangat kaya. Batang air Allah penuh air; Engkau menyediakan gandum bagi mereka. Ya, demikianlah Engkau menyediakannya:" Mazmur 65:10
Banyak orang Kristen yang belum sepenuhnya mau meninggalkan dosa-dosanya dan kakinya masih melangkah ke tempat-tempat yang 'gelap' dan 'tersembunyi'. Namun Alkitab menasihati, "Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. Sebab menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan." (Efesus 5:11-12).
Selanjutnya air mengalir setinggi lutut. 'Lutut' berbicara tentang kehidupan doa. Doa adalah nafas hidup orang percaya! Tanpa doa, kita akan menjadi orang Kristen yang mati rohani. Sudahkah kita menjadikan doa ini sebagai gaya hidup? Ataukah kita rajin berdoa hanya ketika sedang tertimpa masalah yang berat? Tokoh-tokoh di dalam Alkitab adalah orang-orang yang berdoa, itulah sebabnya mereka mengalami penyertaan Tuhan. Contohnya Daniel: "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11b). Tuhan Yesus adalah teladan utama dalam hal berdoa. Selama pelayananNya di bumi Dia selalu menyediakan waktu berdoa kepada Bapa.
Air mengalir setinggi pinggang: berbicara tentang kehendak kita. Seorang Kristen dewasa menyadari bahwa hidupnya bukan lagi miliknya sendiri, melainkan milik Kristus sepenuhnya; menaklukkan kehendak sendiri kepada kehendak Kristus. Rasul Paulus berkata, "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:19b-20a). Air yang meluap seperti sungai, sehingga tak terseberangi berbicara tentang kehidupan orang Kristen yang 'tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan di dalam dia' (baca Yohanes 15:7), senantiasa berada dalam hadirat Tuhan sehingga mengalami penggenapan janji-janji Tuhan dalam hidupnya; hidup menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain.
Hidup taat dan mengalir bersama Roh kudus adalah kunci menjadi orang Kristen yang berdampak!
Tuesday, January 22, 2013
ALIRAN SUNGAI TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Januari 2013 -
Baca: Yehezkiel 47:1-12
"Pada kedua tepi sungai itu tumbuh bermacam-macam pohon buah-buahan, yang daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat." Yehezkiel 47:12
Kehidupan orang percaya di tengah-tengah dunia ini harus memiliki dampak dan menjadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di sekitarnya, seperti Ezra yang kita bahas dalam renungan kemarin. Untuk bisa berdampak kita harus makin karib dengan Tuhan dan mengasihi Dia lebih lagi. Rasul Paulus menasihati, "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7). Kita harus hidup menurut pimpinan Roh kudus (baca Galatia 5:16), yang berarti mengalir bersama Roh Kudus dan tenggelam di dalamNya.
Suatu ketika Tuhan memberi penglihatan kepada Yehezkiel tentang Bait SuciNya yang kudus, di mana pintu gerbangnya menghadap ke arah timur, ke arah di mana kemuliaan Tuhan dinyatakan: "...sungguh, ada air keluar dari bawah ambang pintu Bait Suci itu dan mengalir menuju ke timur; sebab Bait Suci juga menghadap ke timur; dan air itu mengalir dari bawah bagian samping kanan dari Bait Suci itu, sebelah selatan mezbah." (Yehezkiel 47:1). Adapun aliran air yang keluar dari bait suci itu mengalir makin lama makin dalam: mulai dari pergelangan kaki, sampai di lutut, naik sebatas pinggang, dan akhirnya air itu meluap seperti sungai sehingga orang tidak dapat berjalan atau menyeberanginya (baca Yesaya 47:3-5).
Aliran-aliran air dalam penglihatan Yehezkiel ini berbicara tentang aliran air hidup yang adalah lambang Roh kudus yang bekerja di dalam kehidupan orang percaya. Adapun ketinggian air itu memiliki makna rohani. Sebatas pergelangan kaki berbicara tentang langkah hidup kita. Setelah kita percaya kepada Kristus dan diselamatkan, langkah hidup kita harus benar-benar berubah. Kaki kita harus melangkah sesuai dengan firman Tuhan atau menurut pimpin Roh Kudus. Karena itu "Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan." (Amsal 4:26-27). (Bersambung)
Baca: Yehezkiel 47:1-12
"Pada kedua tepi sungai itu tumbuh bermacam-macam pohon buah-buahan, yang daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat." Yehezkiel 47:12
Kehidupan orang percaya di tengah-tengah dunia ini harus memiliki dampak dan menjadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di sekitarnya, seperti Ezra yang kita bahas dalam renungan kemarin. Untuk bisa berdampak kita harus makin karib dengan Tuhan dan mengasihi Dia lebih lagi. Rasul Paulus menasihati, "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7). Kita harus hidup menurut pimpinan Roh kudus (baca Galatia 5:16), yang berarti mengalir bersama Roh Kudus dan tenggelam di dalamNya.
Suatu ketika Tuhan memberi penglihatan kepada Yehezkiel tentang Bait SuciNya yang kudus, di mana pintu gerbangnya menghadap ke arah timur, ke arah di mana kemuliaan Tuhan dinyatakan: "...sungguh, ada air keluar dari bawah ambang pintu Bait Suci itu dan mengalir menuju ke timur; sebab Bait Suci juga menghadap ke timur; dan air itu mengalir dari bawah bagian samping kanan dari Bait Suci itu, sebelah selatan mezbah." (Yehezkiel 47:1). Adapun aliran air yang keluar dari bait suci itu mengalir makin lama makin dalam: mulai dari pergelangan kaki, sampai di lutut, naik sebatas pinggang, dan akhirnya air itu meluap seperti sungai sehingga orang tidak dapat berjalan atau menyeberanginya (baca Yesaya 47:3-5).
Aliran-aliran air dalam penglihatan Yehezkiel ini berbicara tentang aliran air hidup yang adalah lambang Roh kudus yang bekerja di dalam kehidupan orang percaya. Adapun ketinggian air itu memiliki makna rohani. Sebatas pergelangan kaki berbicara tentang langkah hidup kita. Setelah kita percaya kepada Kristus dan diselamatkan, langkah hidup kita harus benar-benar berubah. Kaki kita harus melangkah sesuai dengan firman Tuhan atau menurut pimpin Roh Kudus. Karena itu "Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan." (Amsal 4:26-27). (Bersambung)
Monday, January 21, 2013
EZRA: Berreputasi Baik
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Januari 2013 -
Baca: Ezra 7:1-28a
"Ia adalah seorang ahli kitab, mahir dalam Taurat Musa yang diberikan Tuhan, Allah Israel." Ezra 7:6b
Kepulangan orang-orang Israel dari Babel pertama kali terjadi di zaman pemerintahan raja Koresh. "Mereka datang bersama-sama Zerubabel, Yesua, Nehemia, Seraya, Reelaya, Mordekhai, Bilsan, Mispar, Bigwai, Rehum dan Baana." (Ezra 2:2). Berikutnya kloter kedua terjadi ketika raja Artahsasta yang memerintah.
Pada kepulangan yang ke-2 ini Ezra dipercaya raja untuk memimpin orang-orang Israel. Untuk beroleh mandat dan dipercaya oleh seorang raja, apalagi di negeri orang asing, bukanlah hal yang mudah. Tentunya Ezra harus terlebih dahulu menunjukkan kualitas hidupnya yang di atas rata-rata. Dilihat dari kebiasaan hidupnya, Ezra karib dengan Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Dia. Ezra bukan hanya ahli atau mahir tentang Alkitab tapi juga sebagai pelaku firman: "Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel." (Ezra 7:10). Itulah sebabnya "...raja memberi dia segala yang diingininya, oleh karena tangan Tuhan, Allahnya, melindungi dia." (Ezra 7:6c). Kata bertekad menunjukkan betapa ia memiliki kemauan yang begitu keras. Ketika seseorang memiliki tekad yang kuat, ia akan berjuang keras hingga apa yang diinginkan tercapai.
Tuhan sangat mengasihi orang-orang yang memiliki hidup tak bercela, yang senantiasa menghargai nilai-nilai kebenaran firman Tuhan seperti dikatakan Daud, "Karena itu TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucian tanganku di depan mata-Nya. Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela," (Mazmur 18:25-26). Tuhan pun berkata, "Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." (Amsal 8:17). Oleh karena itu Tuhan sangat mengasihi Ezra.
Dipilih dan diangkatnya Ezra oleh raja untuk menjadi pemimpin rombongan ke Yerusalem adalah karena campur tangan Tuhan!
Baca: Ezra 7:1-28a
"Ia adalah seorang ahli kitab, mahir dalam Taurat Musa yang diberikan Tuhan, Allah Israel." Ezra 7:6b
Kepulangan orang-orang Israel dari Babel pertama kali terjadi di zaman pemerintahan raja Koresh. "Mereka datang bersama-sama Zerubabel, Yesua, Nehemia, Seraya, Reelaya, Mordekhai, Bilsan, Mispar, Bigwai, Rehum dan Baana." (Ezra 2:2). Berikutnya kloter kedua terjadi ketika raja Artahsasta yang memerintah.
Pada kepulangan yang ke-2 ini Ezra dipercaya raja untuk memimpin orang-orang Israel. Untuk beroleh mandat dan dipercaya oleh seorang raja, apalagi di negeri orang asing, bukanlah hal yang mudah. Tentunya Ezra harus terlebih dahulu menunjukkan kualitas hidupnya yang di atas rata-rata. Dilihat dari kebiasaan hidupnya, Ezra karib dengan Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Dia. Ezra bukan hanya ahli atau mahir tentang Alkitab tapi juga sebagai pelaku firman: "Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel." (Ezra 7:10). Itulah sebabnya "...raja memberi dia segala yang diingininya, oleh karena tangan Tuhan, Allahnya, melindungi dia." (Ezra 7:6c). Kata bertekad menunjukkan betapa ia memiliki kemauan yang begitu keras. Ketika seseorang memiliki tekad yang kuat, ia akan berjuang keras hingga apa yang diinginkan tercapai.
Tuhan sangat mengasihi orang-orang yang memiliki hidup tak bercela, yang senantiasa menghargai nilai-nilai kebenaran firman Tuhan seperti dikatakan Daud, "Karena itu TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucian tanganku di depan mata-Nya. Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela," (Mazmur 18:25-26). Tuhan pun berkata, "Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." (Amsal 8:17). Oleh karena itu Tuhan sangat mengasihi Ezra.
Dipilih dan diangkatnya Ezra oleh raja untuk menjadi pemimpin rombongan ke Yerusalem adalah karena campur tangan Tuhan!
Sunday, January 20, 2013
HIDUP KUDUS: Panggilan Tuhan Bagi Kita!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Januari 2013 -
Baca: Ibrani 12:1-17
"...kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." Ibrani 12:14
Seberapa sering kita mendengar kotbah atau membaca renungan tentang kekudusan? Sangat sering tentunya. Mengapa harus terus dan selalu disampaikan? Karena firman Tuhan tegas menyatakan bahwa tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.
Jadi hidup dalam kekudusan adalah kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya tanpa terkecuali. Rasul Petrus juga mengingatkan, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,...Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:15, 18-19). Hal ini menunjukkan bahwa kekudusan adalah panggilan Tuhan dan kita. Bagian Tuhan adalah melakukan tugas penebusan melalui pengorbanan Kristus di kayu salib, dan mengerjakan proses pengudusan di dalam kita melalui kuasa Roh Kudus. Adapun bagian kita adalah melalukan kehendak Tuhan dengan berhenti berbuat dosa. Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus berkata, "...marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah." (2 Korintus 7:1). Dunia penuh dengan dosa dan segala macam kecemaran, karena itu melalui karya penebusanNya Tuhan hendak memisahkan kita dari dunia ini.
Kata kudus bisa diartikan: suci, murni, tidak bercela. Sedangkan kata kudus dalam bahasa Ibrani 'qadosy' atau bahasa Yunani 'hagios': dipisahkan, dikhususkan atau terpotong dari. Artinya setiap orang percaya dipisahkan dari dunia ini untuk Tuhan. "Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku." (Imamat 20:26). Hidup kudus berarti sakit buat daging kita, tapi inilah harga yang harus kita bayar!
Karena itu kita harus mempersembahkan seluruh kehidupan kita sebagai senjata kebenaran!
Baca: Ibrani 12:1-17
"...kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." Ibrani 12:14
Seberapa sering kita mendengar kotbah atau membaca renungan tentang kekudusan? Sangat sering tentunya. Mengapa harus terus dan selalu disampaikan? Karena firman Tuhan tegas menyatakan bahwa tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.
Jadi hidup dalam kekudusan adalah kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya tanpa terkecuali. Rasul Petrus juga mengingatkan, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,...Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:15, 18-19). Hal ini menunjukkan bahwa kekudusan adalah panggilan Tuhan dan kita. Bagian Tuhan adalah melakukan tugas penebusan melalui pengorbanan Kristus di kayu salib, dan mengerjakan proses pengudusan di dalam kita melalui kuasa Roh Kudus. Adapun bagian kita adalah melalukan kehendak Tuhan dengan berhenti berbuat dosa. Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus berkata, "...marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah." (2 Korintus 7:1). Dunia penuh dengan dosa dan segala macam kecemaran, karena itu melalui karya penebusanNya Tuhan hendak memisahkan kita dari dunia ini.
Kata kudus bisa diartikan: suci, murni, tidak bercela. Sedangkan kata kudus dalam bahasa Ibrani 'qadosy' atau bahasa Yunani 'hagios': dipisahkan, dikhususkan atau terpotong dari. Artinya setiap orang percaya dipisahkan dari dunia ini untuk Tuhan. "Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku." (Imamat 20:26). Hidup kudus berarti sakit buat daging kita, tapi inilah harga yang harus kita bayar!
Karena itu kita harus mempersembahkan seluruh kehidupan kita sebagai senjata kebenaran!
Saturday, January 19, 2013
TANPA PENYERTAAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Januari 2013 -
Baca: 1 Samuel 5:1-12
"Sesudah orang Filistin merampas tabut Allah, maka mereka membawanya dari Eben-Haezer ke Asdod." 1 Samuel 5:1
Bagi bangsa Israel Tabut Tuhan atau Tabut Perjanjian itu sangat penting. Tabut Tuhan adalah tanda kehadiran Tuhan di tengah-tengah mereka, tanda penyertaan Roh Tuhan atas mereka. Bisa dibayangkan bagaimana keadaan bangsa Israel tanpa Tabut Allah: sangat kacau, penuh persoalan, peperangan dan ancaman dari berbagai sisi kehidupan.
Pada waktu Tabut Perjanjian itu berada di negeri orang Filistin, mereka mengalami masa-masa yang sangat berat, karena tanpa Tabut itu berarti mereka tidak lagi mengalami penyertaan Tuhan. Orang Filistin membawa Tabut Tuhan itu ke negerinya setelah mereka mampu mengalahkan bangsa Israel. "Orang Israel melarikan diri dari hadapan orang Filistin; kekalahan yang besar telah diderita oleh rakyat; lagipula kedua anakmu, Hofni dan Pinehas, telah tewas, dan tabut Allah sudah dirampas." (1 Samuel 4:17). Lalu, apakah dengan keberadaan Tabut Tuhan di Filistin, orang-orang mengalami penyertaan dan pertolongan Tuhan? Justru sebaliknya, kehadiran Tabut Tuhan adalah bencana bagi mereka. Mengapa? Karena bangsa Filistin adalah bangsa yang 'tidak bersunat' atau bangsa kafir, penyembah berhala. Itulah sebabnya orang-orang Filistin tidak tahan menghadapi tekanan tangan Tuhan, sampai-sampai mereka memindahkan Tabut Tuhan itu ke-3 tempat yang berbeda selama kurun waktu tujuh bulan: di Asdod, Gat dan Ekron. Selama itu pula orang-orang Filistin mengalami msibah demi musibah: patung dewa Dagon hancur berantakan ketika dihadapkan pada Tabut Tuhan, juga penduduk kota Asdod dihajar Tuhan dengan borok-borok: "...di seluruh kota itu ada kegemparan maut;" (1 Samuel 5:11b). Karena tidak kuat dengan penderitaan yang ada, orang-orang Filistin bersepakat mengembalikan Tabut Tuhan itu kepada bangsa Israel.
Begitu juga dengan kita, tanpa penyertaan Tuhan dan Roh Kudus kita ini bukan siapa-siapa dan tidak akan bisa berbuat apa-apa. Tanpa Tuhan, kita akan hidup dalam kegagalan dan kehancuran. Oleh karena itu mari kita menghormati hadirat Tuhan lebih lagi, beribadah lebih sungguh-sungguh dan melayani Dia dengan sepenuh hati.
Jangan kita hanya melayani Tuhan ala kadarnya, asal-asalan dan dengan waktu dan tenaga kita yang tersisa.
Baca: 1 Samuel 5:1-12
"Sesudah orang Filistin merampas tabut Allah, maka mereka membawanya dari Eben-Haezer ke Asdod." 1 Samuel 5:1
Bagi bangsa Israel Tabut Tuhan atau Tabut Perjanjian itu sangat penting. Tabut Tuhan adalah tanda kehadiran Tuhan di tengah-tengah mereka, tanda penyertaan Roh Tuhan atas mereka. Bisa dibayangkan bagaimana keadaan bangsa Israel tanpa Tabut Allah: sangat kacau, penuh persoalan, peperangan dan ancaman dari berbagai sisi kehidupan.
Pada waktu Tabut Perjanjian itu berada di negeri orang Filistin, mereka mengalami masa-masa yang sangat berat, karena tanpa Tabut itu berarti mereka tidak lagi mengalami penyertaan Tuhan. Orang Filistin membawa Tabut Tuhan itu ke negerinya setelah mereka mampu mengalahkan bangsa Israel. "Orang Israel melarikan diri dari hadapan orang Filistin; kekalahan yang besar telah diderita oleh rakyat; lagipula kedua anakmu, Hofni dan Pinehas, telah tewas, dan tabut Allah sudah dirampas." (1 Samuel 4:17). Lalu, apakah dengan keberadaan Tabut Tuhan di Filistin, orang-orang mengalami penyertaan dan pertolongan Tuhan? Justru sebaliknya, kehadiran Tabut Tuhan adalah bencana bagi mereka. Mengapa? Karena bangsa Filistin adalah bangsa yang 'tidak bersunat' atau bangsa kafir, penyembah berhala. Itulah sebabnya orang-orang Filistin tidak tahan menghadapi tekanan tangan Tuhan, sampai-sampai mereka memindahkan Tabut Tuhan itu ke-3 tempat yang berbeda selama kurun waktu tujuh bulan: di Asdod, Gat dan Ekron. Selama itu pula orang-orang Filistin mengalami msibah demi musibah: patung dewa Dagon hancur berantakan ketika dihadapkan pada Tabut Tuhan, juga penduduk kota Asdod dihajar Tuhan dengan borok-borok: "...di seluruh kota itu ada kegemparan maut;" (1 Samuel 5:11b). Karena tidak kuat dengan penderitaan yang ada, orang-orang Filistin bersepakat mengembalikan Tabut Tuhan itu kepada bangsa Israel.
Begitu juga dengan kita, tanpa penyertaan Tuhan dan Roh Kudus kita ini bukan siapa-siapa dan tidak akan bisa berbuat apa-apa. Tanpa Tuhan, kita akan hidup dalam kegagalan dan kehancuran. Oleh karena itu mari kita menghormati hadirat Tuhan lebih lagi, beribadah lebih sungguh-sungguh dan melayani Dia dengan sepenuh hati.
Jangan kita hanya melayani Tuhan ala kadarnya, asal-asalan dan dengan waktu dan tenaga kita yang tersisa.
Friday, January 18, 2013
MENGAPA? ATAU MENGAPA SAYA?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Januari 2013 -
Baca: Titus 3:1-11
"...Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus," Titus 3:5
Rasul Paulus menyatakan bahwa Tuhan memberkati kita bukan karena perbuatan baik kita, melainkan oleh karena belas kasihannya. Tuhan menciptakan kita dengan tujuan supaya kita dapat berjalan seiring denganNya, menikmati persekutuan denganNya dan menikmati berkat-berkatNya. Inilah yang membuat hidup kita menjadi sangat berarti.
Jika kita bergerak semakin mendekat kepadaNya kita tidak akan pernah bertanya, "Mengapa hal ini terjadi? Mengapa saya?" Sebaliknya, kepercayaan kita kepada Tuhan akan semakin bertumbuh dan keyakinan kita padaNya akan semakin kuat. Sangatlah penting menyadari bahwa mengenal Yesus secara benar dan memiliki Dia dalam hidup ini akan membawa kebahagiaan dan keselamatan bagi kita. Yesus berdoa, "Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus." (Yohanes 17:3).
Rasul Paulus menyatakan kerinduannya untuk lebih lagi mengenal Yesus sebagai tujuan terpenting dalam hidupnya, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati." (Filipi 3:10-11). Namun untuk mengenal lebih dalam ada harga yang harus dibayar: kita harus makin karib dengan Tuhan, menyediakan banyak waktu untuk mendengar suaraNya melalui kebenaran firman sehingga Ia akan turut bekerja dan membawa kita kepada pengalaman luar biasa bersamaNya, sebab karya dan rencanaNya selalu memiliki tujuan yang baik dan tidak ada rencanaNya yang gagal. Tuhan adalah Bapa yang penuh kasih dan jika kita juga mengasihi Dia, kita akan menyerahkan diri ke dalam pembentukanNya, apa pun keadaannya.; dan ketika kita menyerahkan hidup kita padaNya, Dia akan pergi mendahului kita dan mempersiapkan jalan bagi kita.
"Aku sendiri hendak berjalan di depanmu dan hendak meratakan gunung-gunung, hendak memecahkan pintu-pintu tembaga dan hendak mematahkan palang-palang besi." Yesaya 45:2
Baca: Titus 3:1-11
"...Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus," Titus 3:5
Rasul Paulus menyatakan bahwa Tuhan memberkati kita bukan karena perbuatan baik kita, melainkan oleh karena belas kasihannya. Tuhan menciptakan kita dengan tujuan supaya kita dapat berjalan seiring denganNya, menikmati persekutuan denganNya dan menikmati berkat-berkatNya. Inilah yang membuat hidup kita menjadi sangat berarti.
Jika kita bergerak semakin mendekat kepadaNya kita tidak akan pernah bertanya, "Mengapa hal ini terjadi? Mengapa saya?" Sebaliknya, kepercayaan kita kepada Tuhan akan semakin bertumbuh dan keyakinan kita padaNya akan semakin kuat. Sangatlah penting menyadari bahwa mengenal Yesus secara benar dan memiliki Dia dalam hidup ini akan membawa kebahagiaan dan keselamatan bagi kita. Yesus berdoa, "Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus." (Yohanes 17:3).
Rasul Paulus menyatakan kerinduannya untuk lebih lagi mengenal Yesus sebagai tujuan terpenting dalam hidupnya, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati." (Filipi 3:10-11). Namun untuk mengenal lebih dalam ada harga yang harus dibayar: kita harus makin karib dengan Tuhan, menyediakan banyak waktu untuk mendengar suaraNya melalui kebenaran firman sehingga Ia akan turut bekerja dan membawa kita kepada pengalaman luar biasa bersamaNya, sebab karya dan rencanaNya selalu memiliki tujuan yang baik dan tidak ada rencanaNya yang gagal. Tuhan adalah Bapa yang penuh kasih dan jika kita juga mengasihi Dia, kita akan menyerahkan diri ke dalam pembentukanNya, apa pun keadaannya.; dan ketika kita menyerahkan hidup kita padaNya, Dia akan pergi mendahului kita dan mempersiapkan jalan bagi kita.
"Aku sendiri hendak berjalan di depanmu dan hendak meratakan gunung-gunung, hendak memecahkan pintu-pintu tembaga dan hendak mematahkan palang-palang besi." Yesaya 45:2
Thursday, January 17, 2013
BERADA DI TANAH PERJANJIAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Januari 2013 -
Baca: Mazmur 105:1-11
"Kepadamu akan Kuberikan tanah Kanaan, sebagai milik pusaka yang ditentukan bagimu." Mazmur 105:11
Sunat yang dilakukan di Gilgal memiliki makna rohani yaitu harus ditanggalkannya manusia lama kita, kemudian hidup sebagai manusia baru, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Alkitab juga menyatakan bahwa "Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa," (Kolose 2:11).
Selain itu, bangsa Israel juga harus menyeberangi sungai Yordan. Saat melewati sungai Yordan ini para imam berjalan mendahului umat Israel dengan mengangkat Tabut Perjanjian, "hanya antara kamu dan tabut itu harus ada jarak kira-kira dua ribu hasta panjangnya, janganlah mendekatinya," (Yosua 3:4). Ini berbicara tentang penundukan diri, mereka harus tunduk kepada pimpinan Tuhan. Mereka juga diperintahkan demikian: "Kuduskanlah dirimu, sebab besok Tuhan akan melakukan perbuatan yang ajaib di antara kamu." (Yosua 3:5); dan ketika mereka taat dan hidup dalam kekudusan, mujizat pun terjadi.
Sedangkan Yerikho adalah lambang pola pikir duniawi yang harus dirobohkan. Sebagai orang percaya, pola pikir kita harus selalu diperbaharui oleh firman Tuhan, tidak lagi serupa dengan dunia ini. "...saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8).
Seringkali kita hanya menuntut hak kita yaitu agar Tuhan menjawab doa-doa kita, memberkati, memulihkan, menyembuhkan kita, sementara kita sendiri tidak mau mengerjakan kehendak Tuhan. Ingat, tidak semua umat Israel dapat memasuki Kanaan, hanya mereka yang taat dan setia saja yang mencapainya!
Ketika kita mau dibentuk oleh Tuhan, hidup dalam kekudusan dan tunduk kepada pimpinan Roh Kudus, berkat dan janji-janjiNya disediakan bagi kita. Itulah kunci untuk mengalami penggenapan janji Tuhan!
Baca: Mazmur 105:1-11
"Kepadamu akan Kuberikan tanah Kanaan, sebagai milik pusaka yang ditentukan bagimu." Mazmur 105:11
Sunat yang dilakukan di Gilgal memiliki makna rohani yaitu harus ditanggalkannya manusia lama kita, kemudian hidup sebagai manusia baru, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Alkitab juga menyatakan bahwa "Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa," (Kolose 2:11).
Selain itu, bangsa Israel juga harus menyeberangi sungai Yordan. Saat melewati sungai Yordan ini para imam berjalan mendahului umat Israel dengan mengangkat Tabut Perjanjian, "hanya antara kamu dan tabut itu harus ada jarak kira-kira dua ribu hasta panjangnya, janganlah mendekatinya," (Yosua 3:4). Ini berbicara tentang penundukan diri, mereka harus tunduk kepada pimpinan Tuhan. Mereka juga diperintahkan demikian: "Kuduskanlah dirimu, sebab besok Tuhan akan melakukan perbuatan yang ajaib di antara kamu." (Yosua 3:5); dan ketika mereka taat dan hidup dalam kekudusan, mujizat pun terjadi.
Sedangkan Yerikho adalah lambang pola pikir duniawi yang harus dirobohkan. Sebagai orang percaya, pola pikir kita harus selalu diperbaharui oleh firman Tuhan, tidak lagi serupa dengan dunia ini. "...saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8).
Seringkali kita hanya menuntut hak kita yaitu agar Tuhan menjawab doa-doa kita, memberkati, memulihkan, menyembuhkan kita, sementara kita sendiri tidak mau mengerjakan kehendak Tuhan. Ingat, tidak semua umat Israel dapat memasuki Kanaan, hanya mereka yang taat dan setia saja yang mencapainya!
Ketika kita mau dibentuk oleh Tuhan, hidup dalam kekudusan dan tunduk kepada pimpinan Roh Kudus, berkat dan janji-janjiNya disediakan bagi kita. Itulah kunci untuk mengalami penggenapan janji Tuhan!
Wednesday, January 16, 2013
BERADA DI TANAH PERJANJIAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Januari 2013 -
Baca: Ulangan 8:1-20
"Dan engkau akan makan dan akan kenyang, maka engkau akan memuji Tuhan, Allahmu, karena negeri yang baik yang diberikan-Nya kepadamu itu." Ulangan 8:10
Negeri Perjanjian adalah negeri yang dijanjikan Tuhan kepada Abraham dan keturunannya. Negeri Perjanjian itu disebut Tanah Kanaan, "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8).
Tanah Perjanjian adalah gambaran tentang kehidupan umat Tuhan yang mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Namun Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa tidak semua orang dapat memasuki negeri yang dijanjikan Tuhan itu, hanya mereka yang taat kepada firman Tuhan. Sedangkan terhadap orang-orang yang tidak mau taat, "...TUHAN telah bersumpah, bahwa Ia tidak akan mengizinkan mereka melihat negeri yang dijanjikan TUHAN dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya." (Yosua 5:6b). Namun sebelum memasuki Tanah Perjanjian, bangsa Israel harus melalui perjalanan yang panjang dan proses demi proses: Mesir, padang gurun, Gilgal, sungai Yordan dan merebut kota Yerikho, di mana masing-masing tempat itu memiliki makna rohani. Mesir berbicara tentang manusia daging: kehidupan yang masih diperbudak dan dikuasai oleh keinginan daging.
Padang gurun adalah proses pembentukan bagi bangsa Israel. Mereka dilatih untuk hidup berjalan bersama Tuhan dan memiliki ketergantungan penuh kepadaNya; suatu masa di mana bangsa Israel diuji kemurnian hatinya. Dalam proses ini mereka tidak pernah berhenti untuk mengeluh, mengomel, bersungut-sungut dan selalu menyalahkan Tuhan, padahal selama di padang gurun itulah hari-hari bangsa Israel dipenuhi dengan mujizat. Tuhan menyatakan diriNya seperti Bapa yang begitu mengasihi dan memperhatikan anak-anakNya dengan kasih setia.
Gilgal: tempat di mana bangsa Israel menyunatkan anak-anak mereka yang belum disunat selama berada di padang gurun (baca Yosua 5:5). Setelah mereka selesai disunat, berfirmanlah Tuhan, "Hari ini telah Kuhapuskan cela Mesir itu dari padamu. Itulah sebabnya nama tempat itu disebut Gilgal sampai sekarang." (Yosua 5:9). Ini berbicara tentang ditanggalkannya manusia daging, yaitu manusia lama. (Bersambung)
Baca: Ulangan 8:1-20
"Dan engkau akan makan dan akan kenyang, maka engkau akan memuji Tuhan, Allahmu, karena negeri yang baik yang diberikan-Nya kepadamu itu." Ulangan 8:10
Negeri Perjanjian adalah negeri yang dijanjikan Tuhan kepada Abraham dan keturunannya. Negeri Perjanjian itu disebut Tanah Kanaan, "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8).
Tanah Perjanjian adalah gambaran tentang kehidupan umat Tuhan yang mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Namun Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa tidak semua orang dapat memasuki negeri yang dijanjikan Tuhan itu, hanya mereka yang taat kepada firman Tuhan. Sedangkan terhadap orang-orang yang tidak mau taat, "...TUHAN telah bersumpah, bahwa Ia tidak akan mengizinkan mereka melihat negeri yang dijanjikan TUHAN dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya." (Yosua 5:6b). Namun sebelum memasuki Tanah Perjanjian, bangsa Israel harus melalui perjalanan yang panjang dan proses demi proses: Mesir, padang gurun, Gilgal, sungai Yordan dan merebut kota Yerikho, di mana masing-masing tempat itu memiliki makna rohani. Mesir berbicara tentang manusia daging: kehidupan yang masih diperbudak dan dikuasai oleh keinginan daging.
Padang gurun adalah proses pembentukan bagi bangsa Israel. Mereka dilatih untuk hidup berjalan bersama Tuhan dan memiliki ketergantungan penuh kepadaNya; suatu masa di mana bangsa Israel diuji kemurnian hatinya. Dalam proses ini mereka tidak pernah berhenti untuk mengeluh, mengomel, bersungut-sungut dan selalu menyalahkan Tuhan, padahal selama di padang gurun itulah hari-hari bangsa Israel dipenuhi dengan mujizat. Tuhan menyatakan diriNya seperti Bapa yang begitu mengasihi dan memperhatikan anak-anakNya dengan kasih setia.
Gilgal: tempat di mana bangsa Israel menyunatkan anak-anak mereka yang belum disunat selama berada di padang gurun (baca Yosua 5:5). Setelah mereka selesai disunat, berfirmanlah Tuhan, "Hari ini telah Kuhapuskan cela Mesir itu dari padamu. Itulah sebabnya nama tempat itu disebut Gilgal sampai sekarang." (Yosua 5:9). Ini berbicara tentang ditanggalkannya manusia daging, yaitu manusia lama. (Bersambung)
Tuesday, January 15, 2013
SEPERTI KRISTUS: Hidup dalam Ketaatan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Januari 2013 -
Baca: Filipi 2:1-11
"Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Filipi 2:8
Yesus berkata, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26b-27). Kunci menjadi 'besar' adalah menjadi hamba bagi sesama, artinya memiliki kerendahan hati. Tuhan sangat mengasihi orang yang rendah hati, dan pada saatnya ia akan beroleh peninggian dari Tuhan. "...barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Matius 23:12).
2. Ketaatan. Tuhan Yesus adalah teladan utama dalam hal ketaatan. Dia taat melakukan kehendak Bapa, bahkan sampai mati di atas kayu salib. Ketika dihadapkan pada cawan penderitaan, Yesus berkata, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Melakukan kehendak Bapa adalah yang utama dan melebihi segala-galanya. Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Karena ketaatanNya inilah, "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Sudahkah kita melakukan kehendak Tuhan dengan penuh ketaatan? Perhatikan kata 'taat' ini, jika kita baca dari depan ke belakang, maupun dari belakang ke depan, pembacaannya sama (tidak berubah). Demikianlah, kita dituntut untuk menjadi orang-orang Kristen yang taat sampai akhir hidup kita. Bukan taat setengah-setengah atau taat pada musim-musim tertentu saja (jika diberkati, jika disembuhkan, jika keluarga dipulihkan) baru kita mau taat; tetapi bila sedang susah, krisis, sakit dan sebagainya kita tidak mau taat. Yang Tuhan kehendaki adalah ketaatan di segala keadaan. Ketaatan adalah syarat mutlak! Taat berarti melakukan firman Tuhan dengan setia. Jika kita taat, pada saatnya kita akan mengalami berkat dan promosi dari Tuhan.
"...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." Yakobus 1:22
Baca: Filipi 2:1-11
"Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Filipi 2:8
Yesus berkata, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26b-27). Kunci menjadi 'besar' adalah menjadi hamba bagi sesama, artinya memiliki kerendahan hati. Tuhan sangat mengasihi orang yang rendah hati, dan pada saatnya ia akan beroleh peninggian dari Tuhan. "...barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Matius 23:12).
2. Ketaatan. Tuhan Yesus adalah teladan utama dalam hal ketaatan. Dia taat melakukan kehendak Bapa, bahkan sampai mati di atas kayu salib. Ketika dihadapkan pada cawan penderitaan, Yesus berkata, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Melakukan kehendak Bapa adalah yang utama dan melebihi segala-galanya. Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Karena ketaatanNya inilah, "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Sudahkah kita melakukan kehendak Tuhan dengan penuh ketaatan? Perhatikan kata 'taat' ini, jika kita baca dari depan ke belakang, maupun dari belakang ke depan, pembacaannya sama (tidak berubah). Demikianlah, kita dituntut untuk menjadi orang-orang Kristen yang taat sampai akhir hidup kita. Bukan taat setengah-setengah atau taat pada musim-musim tertentu saja (jika diberkati, jika disembuhkan, jika keluarga dipulihkan) baru kita mau taat; tetapi bila sedang susah, krisis, sakit dan sebagainya kita tidak mau taat. Yang Tuhan kehendaki adalah ketaatan di segala keadaan. Ketaatan adalah syarat mutlak! Taat berarti melakukan firman Tuhan dengan setia. Jika kita taat, pada saatnya kita akan mengalami berkat dan promosi dari Tuhan.
"...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." Yakobus 1:22
Monday, January 14, 2013
SEPERTI KRISTUS: Rendah Hati!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Januari 2013 -
Baca: Filipi 2:1-11
"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," Filipi 2:5
Tujuan utama hidup kekristenan adalah menjadi seperti Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Setiap orang Kristen harus meneladani Kristus dalam hidupnya dan mengikuti jejak hidupNya sehingga kita menjadi serupa dengan Dia. Banyak orang Kristen bertanya, "Mana mungkin sama seperti Kristus?" Memang, dalam keilahianNya tentu kita tidak akan pernah bisa dan tidak akan mungkin dapat menjadi seperti Kristus. Tetapi dalam aspek kemanusiaanNya tentu kita bisa dapat sepertiNya, karena ada Roh Kudus di dalam kita; Roh itulah yang memampukan kita untuk hidup sama seperti Kristus.
Aspek apa saja yang harus kita teladani? 1. Kerendahan hati. Alkitab mencatat, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7). Yesus Kristus adalah pribadi yang rendah hati. Dia datang ke dunia bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Orang yang rendah hati adalah orang yang tidak semata-mata memikirkan dirinya sendiri atau mencari pujian bagi diri sendiri, tetapi "...menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;" (Filipi 2:3b). Orang yang rendah hati adalah orang yang rela melayani karena menyadari bahwa dirinya adalah hamba. Inilah pernyataan Paulus, "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." (1 Korintus 4:1).
Banyak orang Kristen tidak menyadari akan hal ini. Karena kaya, kita menjadi tinggi hati dan menganggap rendah orang lain yang di bawah kita; ketika pelayanannya sudah berhasil dan menjadi hamba Tuhan 'besar', tidak sedikit yang menjadi lupa diri. Sikap kita pun mulai berubah, pilih-pilih ladang pelayanan, mau melayani asal fasilitasnya memadai dan lain-lain. Siapa kita ini? Kristus saja rela membasuh kaki murid-muridNya (baca Yohanes 13:1-20) dengan tujuan supaya kita meneladani Dia.
"Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu." Yakobus 4:10
Baca: Filipi 2:1-11
"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," Filipi 2:5
Tujuan utama hidup kekristenan adalah menjadi seperti Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Setiap orang Kristen harus meneladani Kristus dalam hidupnya dan mengikuti jejak hidupNya sehingga kita menjadi serupa dengan Dia. Banyak orang Kristen bertanya, "Mana mungkin sama seperti Kristus?" Memang, dalam keilahianNya tentu kita tidak akan pernah bisa dan tidak akan mungkin dapat menjadi seperti Kristus. Tetapi dalam aspek kemanusiaanNya tentu kita bisa dapat sepertiNya, karena ada Roh Kudus di dalam kita; Roh itulah yang memampukan kita untuk hidup sama seperti Kristus.
Aspek apa saja yang harus kita teladani? 1. Kerendahan hati. Alkitab mencatat, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7). Yesus Kristus adalah pribadi yang rendah hati. Dia datang ke dunia bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Orang yang rendah hati adalah orang yang tidak semata-mata memikirkan dirinya sendiri atau mencari pujian bagi diri sendiri, tetapi "...menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;" (Filipi 2:3b). Orang yang rendah hati adalah orang yang rela melayani karena menyadari bahwa dirinya adalah hamba. Inilah pernyataan Paulus, "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." (1 Korintus 4:1).
Banyak orang Kristen tidak menyadari akan hal ini. Karena kaya, kita menjadi tinggi hati dan menganggap rendah orang lain yang di bawah kita; ketika pelayanannya sudah berhasil dan menjadi hamba Tuhan 'besar', tidak sedikit yang menjadi lupa diri. Sikap kita pun mulai berubah, pilih-pilih ladang pelayanan, mau melayani asal fasilitasnya memadai dan lain-lain. Siapa kita ini? Kristus saja rela membasuh kaki murid-muridNya (baca Yohanes 13:1-20) dengan tujuan supaya kita meneladani Dia.
"Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu." Yakobus 4:10
Sunday, January 13, 2013
MENUTUP BUKU MASA LALU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Januari 2013 -
Baca: Yesaya 43:22-28
"Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu." Yesaya 43:25
Setiap orang pasti memiliki masa lalu dalam hidupnya: yang baik dan juga yang buruk. Masa lalu yang buruk acapkali sulit sekali kita lupakan dan terus menghantui setiap langkah hidup kita.
Namun ayat nas di atas meyakinkah kita bahwa kita tidak perlu lagi mengingat-ingat dosa dan pelanggaran kita di masa silam. Mengapa? Karena "...Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Jadi, jika kita telah mengakui dosa-dosa kita di hadapan Tuhan dan bertobat, Dia akan mengampuni dosa-dosa kita. Karena itu janganlah mengingat-ingatnya lagi. "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Bila kita terus menginga-ingat dosa masa lalu, Iblis akan bersukacita, karena pekerjaannya mendakwa dan mengungkit-ungkit dosa dan pelanggaran kita sehingga kita pun akan dihantui rasa bersalah dan merasa tertuduh. Sesungguhnya "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Hal lain yang harus kita lupakan adalah kegagalan-kegagalan masa lalu. Sebab jika kita terpaku dan terus meratapi kegagalan itu kita tidak akan pernah bisa maju, tetap stagnant, dan itu hanya akan menjadi penghalang untuk menggapai masa depan. Itulah sebabnya rasul Paulus bertekad, "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filpi 3:13-14). Kita tahu rancangan Tuhan bagi kita adalah "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11), dan sebagai anak-anak Tuhan kita lebih dari pada pemenang (baca Roma 8:37). Maka yakinlah bahwa dalam segala perkara Tuhan turut bekerja asal kita menyerahkan semua beban persoalan hidup kita kepada Tuhan.
Isteri Lot adalah contoh buruk; ia tidak taat kepada Tuhan dan menoleh ke belakang (masa lalu), akhirnya ia menjadi tiang garam dan gagal!
Baca: Yesaya 43:22-28
"Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu." Yesaya 43:25
Setiap orang pasti memiliki masa lalu dalam hidupnya: yang baik dan juga yang buruk. Masa lalu yang buruk acapkali sulit sekali kita lupakan dan terus menghantui setiap langkah hidup kita.
Namun ayat nas di atas meyakinkah kita bahwa kita tidak perlu lagi mengingat-ingat dosa dan pelanggaran kita di masa silam. Mengapa? Karena "...Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Jadi, jika kita telah mengakui dosa-dosa kita di hadapan Tuhan dan bertobat, Dia akan mengampuni dosa-dosa kita. Karena itu janganlah mengingat-ingatnya lagi. "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Bila kita terus menginga-ingat dosa masa lalu, Iblis akan bersukacita, karena pekerjaannya mendakwa dan mengungkit-ungkit dosa dan pelanggaran kita sehingga kita pun akan dihantui rasa bersalah dan merasa tertuduh. Sesungguhnya "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Hal lain yang harus kita lupakan adalah kegagalan-kegagalan masa lalu. Sebab jika kita terpaku dan terus meratapi kegagalan itu kita tidak akan pernah bisa maju, tetap stagnant, dan itu hanya akan menjadi penghalang untuk menggapai masa depan. Itulah sebabnya rasul Paulus bertekad, "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filpi 3:13-14). Kita tahu rancangan Tuhan bagi kita adalah "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11), dan sebagai anak-anak Tuhan kita lebih dari pada pemenang (baca Roma 8:37). Maka yakinlah bahwa dalam segala perkara Tuhan turut bekerja asal kita menyerahkan semua beban persoalan hidup kita kepada Tuhan.
Isteri Lot adalah contoh buruk; ia tidak taat kepada Tuhan dan menoleh ke belakang (masa lalu), akhirnya ia menjadi tiang garam dan gagal!
Saturday, January 12, 2013
KRISTEN 'PADANG GURUN'
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Januari 2013 -
Baca: Mazmur 107:4-9
"Ada orang-orang yang mengembara di padang belantara, jalan ke kota tempat kediaman orang tidak mereka temukan;" Mazmur 107:4
Berbicara tentang 'padang gurun', kita pasti ingat tentang perjalanan bangsa Israel. Setelah mereka keluar dari Mesir, tempat mereka mengalami penindasan dan perbudakan, Tuhan tidak membawa mereka langsung ke Tanah Perjanjian seperti yang dijanjikanNya ("...Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8)), namun Tuhan membawa mereka terlebih dahulu kepada pengalaman hidup yang luar biasa yaitu melewati padang gurun.
Kehidupan padang gurun adalah kehidupan yang secara manusia penuh dengan kesulitan, kekurangan, tantangan dan penderitaan. Sejauh mata memandang yang tampak adalah padang pasir, panas tidak ada perteduhan, susah mendapatkan makanan, susah mendapatkan air, hidup dalam tantangan alam dan musuh, seolah-olah tidak ada jalan keluar dan jauh dari pertolongan tangan Tuhan. Saat berada di padang gurun inilah bangsa Israel tidak pernah berhenti mengomel, mengeluh, bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan. Padahal selama menempuh perjalanan di padang gurun itu Tuhan senantiasa menyatakan kasih dan kebaikanNya. Mujizat dan pertolonganNya yang ajaib dinyatakan di tengah-tengah mereka. Tertulis: "Tuhan berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam." (Keluaran 13:21). Tuhan mencukupkan segala yang mereka butuhkan. Meski demikian bangsa Israel tetap saja memiliki sikap hati yang tidak benar dan tidak taat. Itulah sebabnya Tuhan menyebut mereka sebagai bangsa yang tegar tengkuk.
Bukankah banyak orang Kristen yang seperti bangsa Israel ini? Meski mengalami banyak pertolongan dari Tuhan terus saja mengomel dan bersungut-sungut. Kita harus sadar, adakalanya Tuhan ijinkan kita melewati masa-masa 'padang gurun' karena Ia hendak mengajar kita untuk hidup taat dan punya penyerahan diri penuh kepada Tuhan.
Berhentilah mengeluh dan belajarlah untuk taat, maka pertolongan Tuhan pasti dinyatakan tepat pada waktuNya!
Baca: Mazmur 107:4-9
"Ada orang-orang yang mengembara di padang belantara, jalan ke kota tempat kediaman orang tidak mereka temukan;" Mazmur 107:4
Berbicara tentang 'padang gurun', kita pasti ingat tentang perjalanan bangsa Israel. Setelah mereka keluar dari Mesir, tempat mereka mengalami penindasan dan perbudakan, Tuhan tidak membawa mereka langsung ke Tanah Perjanjian seperti yang dijanjikanNya ("...Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8)), namun Tuhan membawa mereka terlebih dahulu kepada pengalaman hidup yang luar biasa yaitu melewati padang gurun.
Kehidupan padang gurun adalah kehidupan yang secara manusia penuh dengan kesulitan, kekurangan, tantangan dan penderitaan. Sejauh mata memandang yang tampak adalah padang pasir, panas tidak ada perteduhan, susah mendapatkan makanan, susah mendapatkan air, hidup dalam tantangan alam dan musuh, seolah-olah tidak ada jalan keluar dan jauh dari pertolongan tangan Tuhan. Saat berada di padang gurun inilah bangsa Israel tidak pernah berhenti mengomel, mengeluh, bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan. Padahal selama menempuh perjalanan di padang gurun itu Tuhan senantiasa menyatakan kasih dan kebaikanNya. Mujizat dan pertolonganNya yang ajaib dinyatakan di tengah-tengah mereka. Tertulis: "Tuhan berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam." (Keluaran 13:21). Tuhan mencukupkan segala yang mereka butuhkan. Meski demikian bangsa Israel tetap saja memiliki sikap hati yang tidak benar dan tidak taat. Itulah sebabnya Tuhan menyebut mereka sebagai bangsa yang tegar tengkuk.
Bukankah banyak orang Kristen yang seperti bangsa Israel ini? Meski mengalami banyak pertolongan dari Tuhan terus saja mengomel dan bersungut-sungut. Kita harus sadar, adakalanya Tuhan ijinkan kita melewati masa-masa 'padang gurun' karena Ia hendak mengajar kita untuk hidup taat dan punya penyerahan diri penuh kepada Tuhan.
Berhentilah mengeluh dan belajarlah untuk taat, maka pertolongan Tuhan pasti dinyatakan tepat pada waktuNya!
Friday, January 11, 2013
HARI TUHAN SUDAH DEKAT (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Januari 2013 -
Baca: Lukas 12:35-48
"Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan." Lukas 12:40
Apa yang kita banggakan dengan keadaan kita saat ini? Sia-sia belaka jika kita mengandalkan kekuatan sendiri. Pemazmur menyatakan bahwa orang yang mengandalkan kekuatan, kemampuan dan kepintaran sendiri tidak akan mampu bertahan. Dikatakan, "Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama Tuhan, Allah kita. Mereka rebah dan jatuh, tetapi kita bangun berdiri dan tetap tegak." (Mazmur 20:8-9).
Kita tahu bahwa peperangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi "...melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Di akhir zaman ini, menjelang kedatangan Tuhan yang kian dekat, Iblis akan semakin meningkatkan serangannya, berbagai cara ditempuh untuk menghancurkan manusia. Karena ini, "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Kalau kita mengandalkan kekuatan sendiri kita tidak akan mampu menghadapinya. Kita harus makin melekat kepada Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala perkara.
Sudah siapkah kita menyongsong kedatangan Tuhan? Mari kita mempersiapkan diri sebaik mungkin, supaya saat Dia datang kelak didapati hidup kita tak bercacat cela dan kita layak menjadi mempelaiNya. Sekarang ini bukan saatnya untuk bermain-main dengan dosa. Tidak ada istilah kompromi atau suam-suam kuku! Sebab jika kita suam-suam kuku, Tuhan akan memuntahkan kita (baca Wahyu 3:16). Mumpung masih ada kesempatan marilah kita hidup dalam pertobatan setiap hari dan melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh. Sayangnya masih banyak orang Kristen yang hidup dalam kegelapan dan melakukan dosa di tempat-tempat "tersembunyi" dengan harapan perbuatan-perbuatannya tidak nampak. Pada saat Tuhan datang kembali jangan sampai kita ditemukan sedang tidur (mati rohani). Tuhan menghendaki kita tetap berjaga-jaga.
"Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya." Wahyu 22:12
Baca: Lukas 12:35-48
"Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan." Lukas 12:40
Apa yang kita banggakan dengan keadaan kita saat ini? Sia-sia belaka jika kita mengandalkan kekuatan sendiri. Pemazmur menyatakan bahwa orang yang mengandalkan kekuatan, kemampuan dan kepintaran sendiri tidak akan mampu bertahan. Dikatakan, "Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama Tuhan, Allah kita. Mereka rebah dan jatuh, tetapi kita bangun berdiri dan tetap tegak." (Mazmur 20:8-9).
Kita tahu bahwa peperangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi "...melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Di akhir zaman ini, menjelang kedatangan Tuhan yang kian dekat, Iblis akan semakin meningkatkan serangannya, berbagai cara ditempuh untuk menghancurkan manusia. Karena ini, "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Kalau kita mengandalkan kekuatan sendiri kita tidak akan mampu menghadapinya. Kita harus makin melekat kepada Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala perkara.
Sudah siapkah kita menyongsong kedatangan Tuhan? Mari kita mempersiapkan diri sebaik mungkin, supaya saat Dia datang kelak didapati hidup kita tak bercacat cela dan kita layak menjadi mempelaiNya. Sekarang ini bukan saatnya untuk bermain-main dengan dosa. Tidak ada istilah kompromi atau suam-suam kuku! Sebab jika kita suam-suam kuku, Tuhan akan memuntahkan kita (baca Wahyu 3:16). Mumpung masih ada kesempatan marilah kita hidup dalam pertobatan setiap hari dan melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh. Sayangnya masih banyak orang Kristen yang hidup dalam kegelapan dan melakukan dosa di tempat-tempat "tersembunyi" dengan harapan perbuatan-perbuatannya tidak nampak. Pada saat Tuhan datang kembali jangan sampai kita ditemukan sedang tidur (mati rohani). Tuhan menghendaki kita tetap berjaga-jaga.
"Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya." Wahyu 22:12
Thursday, January 10, 2013
HARI TUHAN SUDAH DEKAT (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Januari 2013 -
Baca: Lukas 21:34-38
"Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat." Lukas 21:34
Walau hari kedatangan Tuhan Yesus tidak dapat diketahui secara pasti, kita dapat membacanya dari tanda-tanda zaman yang ada. Alkitab menegaskan bahwa hari Tuhan itu datang seperti pencuri pada malam hari. Pencuri tidak akan pernah memberitahukan terlebih dahulu rencananya untuk mencuri atau merampok rumah orang, tapi ia akan datang dengan tiba-tiba, tidak terduga sama sekali. Biasanya pencuri datang pada malam hari saat si tuan rumah sedang tertidur, "Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar." (Matius 24:43).
Kedatangan Tuhan seperti pencuri ini terjadi pada setiap orang yang tidak berjaga-jaga, yang merasa damai dan aman-aman saja secara jasmani, "...maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan, seperti seorang perempuan yang hamil ditimpa oleh sakit bersalin--mereka pasti tidak akan luput." (1 Tesalonika 5:3). Banyak orang kaya yang memiliki harta dan kekayaan melimpah merasa damai dan aman secara jasmani. Mereka merasa tidak lagi memerlukan Tuhan dalam hidupnya sebab mereka mengira semua masalah dapat teratasi dengan uang. Mereka lupa bahwa sebenarnya hidup ini sepenuhnya ada di dalam kuasa tangan Tuhan, bukan pada uang dan kekayaan yang dimiliki. Coba baca perumpamaan tentang orang kaya bodoh (Lukas 12:13-21); Tuhan juga berkata, "Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" (Lukas 12:20).
Kekayaan tidak dapat menyelamatkan jiwa kita, jadi jangan pernah berharap kepada kekayaan! Sebaliknya gunakan harta dan kekayaan yang kita miliki untuk kemuliaan nama Tuhan: menolong saudara-saudara kita yang lemah (kekurangan) dan juga membantu pekerjaan Tuhan. Sudahkah kita melakukannya? Kita tidak tahu sampai kapan kita punya kesempatan. Bagaimana jika tiba-tiba Tuhan memanggil kita sewaktu-waktu, sementara kita belum punya bekal rohani?
(Bersambung)
Baca: Lukas 21:34-38
"Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat." Lukas 21:34
Walau hari kedatangan Tuhan Yesus tidak dapat diketahui secara pasti, kita dapat membacanya dari tanda-tanda zaman yang ada. Alkitab menegaskan bahwa hari Tuhan itu datang seperti pencuri pada malam hari. Pencuri tidak akan pernah memberitahukan terlebih dahulu rencananya untuk mencuri atau merampok rumah orang, tapi ia akan datang dengan tiba-tiba, tidak terduga sama sekali. Biasanya pencuri datang pada malam hari saat si tuan rumah sedang tertidur, "Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar." (Matius 24:43).
Kedatangan Tuhan seperti pencuri ini terjadi pada setiap orang yang tidak berjaga-jaga, yang merasa damai dan aman-aman saja secara jasmani, "...maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan, seperti seorang perempuan yang hamil ditimpa oleh sakit bersalin--mereka pasti tidak akan luput." (1 Tesalonika 5:3). Banyak orang kaya yang memiliki harta dan kekayaan melimpah merasa damai dan aman secara jasmani. Mereka merasa tidak lagi memerlukan Tuhan dalam hidupnya sebab mereka mengira semua masalah dapat teratasi dengan uang. Mereka lupa bahwa sebenarnya hidup ini sepenuhnya ada di dalam kuasa tangan Tuhan, bukan pada uang dan kekayaan yang dimiliki. Coba baca perumpamaan tentang orang kaya bodoh (Lukas 12:13-21); Tuhan juga berkata, "Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" (Lukas 12:20).
Kekayaan tidak dapat menyelamatkan jiwa kita, jadi jangan pernah berharap kepada kekayaan! Sebaliknya gunakan harta dan kekayaan yang kita miliki untuk kemuliaan nama Tuhan: menolong saudara-saudara kita yang lemah (kekurangan) dan juga membantu pekerjaan Tuhan. Sudahkah kita melakukannya? Kita tidak tahu sampai kapan kita punya kesempatan. Bagaimana jika tiba-tiba Tuhan memanggil kita sewaktu-waktu, sementara kita belum punya bekal rohani?
(Bersambung)
Wednesday, January 9, 2013
TANDA-TANDA AKHIR ZAMAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Januari 2013 -
Baca: 1 Tesalonika 5:1-11
"karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam." 1 Tesalonika 5:2
Tidak seorang pun tahu secara pasti kapan hari Tuhan tiba. Kita sering mendengar berita di sana sini mengatakan bahwa kedatangan Tuhan akan terjadi tahun sekian...! Akibatnya banyak orang panik, sampai-sampai ada yang rela menjual harta bendanya, meninggalkan segala aktivitas jasmani dan kemudian berkumpul di suatu tempat untuk menanti-nantika hari akhir itu. Ternyata hari 'H' yang dinantikan itu tidak terjadi, lalu tidak sedikit orang menjadi kecewa, apatis dan bertanya-tanya, "Benarkah Tuhan segera datang? Sejak dulu digembar-gemborkan oleh para hamba Tuhan, tapi sampai sekarang juga belum terjadi."
Sebagai anak-anak Tuhan kita harus percaya bahwa pada saatnya Tuhan akan segera datang. Oleh karena itu, kita harus mempersiapkan diri dengan baik, selalu waspada dan berjaga-jaga. Dikatakan, "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat. Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri." (2 Petrus 3:9-10a).
Jika kita memperhatikan keadaan dunia saat ini, tanda-tanda kedatangan Tuhan kali yang ke-2 sudah amat sangat dekat. Alkitab menyatakan tanda-tanda itu di antaranya adalah munculnya mesias-mesias palsu, "...banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang." (Matius 24:5). Lalu akan ada deru perang dan kabar-kabar tentang perang terdengar di mana-mana: bangsa melawan bangsa, kerajaan melawan kerajaan (baca Matius 24:6-7a); akan ada bencana kelaparan dan gempa bumi (baca Matius 24:7b); banyak anak Tuhan mengalami aniaya karena Kristus namun tidak sedikit pula orang Kristen yang meninggalkan Tuhan dan menjadi murtad (baca Matius 24:9, 10); kedurhakaan kian meningkat dan kasih menjadi dingin (baca Matius 24:12); Kejahatan di dunia ini kian memuncak dan masih banyak lagi. Bukankah hal ini sedang melanda dunia saat ini?
Kita tidak perlu takut, justru ini suatu peringatan bagi kita untuk lebih memperhatikan bagaimana kita hidup dan "...pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." Efesus 5:16.
Baca: 1 Tesalonika 5:1-11
"karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam." 1 Tesalonika 5:2
Tidak seorang pun tahu secara pasti kapan hari Tuhan tiba. Kita sering mendengar berita di sana sini mengatakan bahwa kedatangan Tuhan akan terjadi tahun sekian...! Akibatnya banyak orang panik, sampai-sampai ada yang rela menjual harta bendanya, meninggalkan segala aktivitas jasmani dan kemudian berkumpul di suatu tempat untuk menanti-nantika hari akhir itu. Ternyata hari 'H' yang dinantikan itu tidak terjadi, lalu tidak sedikit orang menjadi kecewa, apatis dan bertanya-tanya, "Benarkah Tuhan segera datang? Sejak dulu digembar-gemborkan oleh para hamba Tuhan, tapi sampai sekarang juga belum terjadi."
Sebagai anak-anak Tuhan kita harus percaya bahwa pada saatnya Tuhan akan segera datang. Oleh karena itu, kita harus mempersiapkan diri dengan baik, selalu waspada dan berjaga-jaga. Dikatakan, "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat. Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri." (2 Petrus 3:9-10a).
Jika kita memperhatikan keadaan dunia saat ini, tanda-tanda kedatangan Tuhan kali yang ke-2 sudah amat sangat dekat. Alkitab menyatakan tanda-tanda itu di antaranya adalah munculnya mesias-mesias palsu, "...banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang." (Matius 24:5). Lalu akan ada deru perang dan kabar-kabar tentang perang terdengar di mana-mana: bangsa melawan bangsa, kerajaan melawan kerajaan (baca Matius 24:6-7a); akan ada bencana kelaparan dan gempa bumi (baca Matius 24:7b); banyak anak Tuhan mengalami aniaya karena Kristus namun tidak sedikit pula orang Kristen yang meninggalkan Tuhan dan menjadi murtad (baca Matius 24:9, 10); kedurhakaan kian meningkat dan kasih menjadi dingin (baca Matius 24:12); Kejahatan di dunia ini kian memuncak dan masih banyak lagi. Bukankah hal ini sedang melanda dunia saat ini?
Kita tidak perlu takut, justru ini suatu peringatan bagi kita untuk lebih memperhatikan bagaimana kita hidup dan "...pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." Efesus 5:16.
Tuesday, January 8, 2013
BERANI MEMBAYAR HARGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Januari 2013 -
Baca: 1 Tesalonika 2:1-12
"...telah dianiaya dan dihina di Filipi, namun dengan pertolongan Allah kita, kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat." 1 Tesalonika 2:2
Karena pertolongan Roh kudus pelayanan rasul Paulus berhasil dan berdampak. Banyak orang menjadi percaya dan diselamatkan. Namun Rasul paulus berani membayar harga. Inilah harga mahal yang harus dibayar olehnya: ujian, kesukaran, penderitaan dan aniaya.
Sebelum pergi menuju ke Tesalonika Paulus harus mengalami banyak penderitaan di Filipi: "...orang banyak bangkit menentang mereka. Lalu pembesar-pembesar kota itu menyuruh mengoyakkan pakaian dari tubuh mereka dan mendera mereka. Setelah mereka berkali-kali didera, mereka dilemparkan ke dalam penjara. Kepala penjara diperintahkan untuk menjaga mereka dengan sungguh-sungguh. Sesuai dengan perintah itu, kepala penjara memasukkan mereka ke ruang penjara yang paling tengah dan membelenggu kaki mereka dalam pasungan yang kuat." (Kisah 16:22-24). Walaupun ditentang, didera, dipenjara dan dibelenggu, paulus tidak putus asa, mengeluh ataupun berhenti melayani Tuhan. Justru sebaliknya ia makin giat dan rohnya tetap berkobar-kobar bagi Tuhan. "Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2 Timotius 2:9). Bahkan setelah keluar dari penjara di Filipi ia melanjutkan 'tour' pelayanan ke Tesalonika.
Rasul Paulus rela melakukan apa saja dan berani mati demi Injil, karena baginya "...hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21). Inilah yang menjadi tujuan hidup Paulus. "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya," (Filipi 3:10). Mati bagi Injil itu bagaikan benih yang ditanam di ladang, pada saatnya akan bertumbuh dan menghasilkan buah, sebab jika biji atau benih tidak mati terlebih dahulu di dalam tanah, ia tidak akan bertumbuh dan berbuah (baca Yohanes 12:24). Tuhan Yesus terlebih dahulu telah memberikan teladan hidupNya: rela mengorbankan nyawaNya demi menebus umat manusia. Bagaimana dengan kita? Untuk bisa dipakai Tuhan ada harga yang harus kita bayar.
Karena itu marilah kita melayani Tuhan dengan segenap keberadaan hidup kita!
Baca: 1 Tesalonika 2:1-12
"...telah dianiaya dan dihina di Filipi, namun dengan pertolongan Allah kita, kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat." 1 Tesalonika 2:2
Karena pertolongan Roh kudus pelayanan rasul Paulus berhasil dan berdampak. Banyak orang menjadi percaya dan diselamatkan. Namun Rasul paulus berani membayar harga. Inilah harga mahal yang harus dibayar olehnya: ujian, kesukaran, penderitaan dan aniaya.
Sebelum pergi menuju ke Tesalonika Paulus harus mengalami banyak penderitaan di Filipi: "...orang banyak bangkit menentang mereka. Lalu pembesar-pembesar kota itu menyuruh mengoyakkan pakaian dari tubuh mereka dan mendera mereka. Setelah mereka berkali-kali didera, mereka dilemparkan ke dalam penjara. Kepala penjara diperintahkan untuk menjaga mereka dengan sungguh-sungguh. Sesuai dengan perintah itu, kepala penjara memasukkan mereka ke ruang penjara yang paling tengah dan membelenggu kaki mereka dalam pasungan yang kuat." (Kisah 16:22-24). Walaupun ditentang, didera, dipenjara dan dibelenggu, paulus tidak putus asa, mengeluh ataupun berhenti melayani Tuhan. Justru sebaliknya ia makin giat dan rohnya tetap berkobar-kobar bagi Tuhan. "Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2 Timotius 2:9). Bahkan setelah keluar dari penjara di Filipi ia melanjutkan 'tour' pelayanan ke Tesalonika.
Rasul Paulus rela melakukan apa saja dan berani mati demi Injil, karena baginya "...hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21). Inilah yang menjadi tujuan hidup Paulus. "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya," (Filipi 3:10). Mati bagi Injil itu bagaikan benih yang ditanam di ladang, pada saatnya akan bertumbuh dan menghasilkan buah, sebab jika biji atau benih tidak mati terlebih dahulu di dalam tanah, ia tidak akan bertumbuh dan berbuah (baca Yohanes 12:24). Tuhan Yesus terlebih dahulu telah memberikan teladan hidupNya: rela mengorbankan nyawaNya demi menebus umat manusia. Bagaimana dengan kita? Untuk bisa dipakai Tuhan ada harga yang harus kita bayar.
Karena itu marilah kita melayani Tuhan dengan segenap keberadaan hidup kita!
Monday, January 7, 2013
BUAH PELAYANAN PAULUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Januari 2013 -
Baca: 1 Tesalonika 1:1-10
"Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu semua dan menyebut kamu dalam doa kami." 1 Tesalonika 1:2
Rasul Paulus adalah figur hamba Tuhan yang layak diteladani semua orang percaya. Meski dihadapkan pada banyak ujian dan penderitaan, komitmennya untuk melayani Tuhan tetap tak tergoyahkan. Semangatanya memberitakan Injil Kristus terus membara.
Bagaimana dengan kita? Alkitab menasihati, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Di segala keadaan, semangat dan sukacita Paulus tak pernah berkurang sedikit pun dalam memberitakan Injil seperti yang ia ungkapkan di hadapan jemaat di Tesalonika ini. Meski kedatangan Paulus dan rekan-rekannya di sana tidak berlangsung lama, namun pelayanan mereka membawa dampak yang luar biasa. Itulah sebabnya Rasul Paulus berkata, "...kedatangan kami di antaramu tidaklah sia-sia." (1 Tesalonika 2:1). Ada buah-buah yang telah dihasilkan, di antaranya: 1. Iman jemaat di Tesalonika makin kuat. "Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita." (1 Tesalonika 1:3); dan itu telah tersiar di mana-mana. Ini menunjukkan bahwa mereka memberikan respons yang baik terhadap pemberitaan firman yang disampaikan rasul Paulus. "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Kehidupan jemaat di Tesalonika menjadi kesaksian yang baik bagi banyak orang, "...di semua tempat telah tersiar kabar tentang imanmu kepada Allah," (1 Tesalonika 1:8).
2. Banyak orang bertobat. Tadinya menyembah berhala, sekarang "...berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar," (1 Tesalonika 1:9). Sungguh dahsyat kuasa Injil! "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Apakah keberhasilan ini oleh karena kehebatan rasul Paulus? Bukan.
Karena pekerjaan Roh Kuduslah pelayanan Paulus menjadi berhasil; jadi tanpa campur tanganNya, pelayanan kita tidak berarti apa-apa!
Baca: 1 Tesalonika 1:1-10
"Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu semua dan menyebut kamu dalam doa kami." 1 Tesalonika 1:2
Rasul Paulus adalah figur hamba Tuhan yang layak diteladani semua orang percaya. Meski dihadapkan pada banyak ujian dan penderitaan, komitmennya untuk melayani Tuhan tetap tak tergoyahkan. Semangatanya memberitakan Injil Kristus terus membara.
Bagaimana dengan kita? Alkitab menasihati, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Di segala keadaan, semangat dan sukacita Paulus tak pernah berkurang sedikit pun dalam memberitakan Injil seperti yang ia ungkapkan di hadapan jemaat di Tesalonika ini. Meski kedatangan Paulus dan rekan-rekannya di sana tidak berlangsung lama, namun pelayanan mereka membawa dampak yang luar biasa. Itulah sebabnya Rasul Paulus berkata, "...kedatangan kami di antaramu tidaklah sia-sia." (1 Tesalonika 2:1). Ada buah-buah yang telah dihasilkan, di antaranya: 1. Iman jemaat di Tesalonika makin kuat. "Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita." (1 Tesalonika 1:3); dan itu telah tersiar di mana-mana. Ini menunjukkan bahwa mereka memberikan respons yang baik terhadap pemberitaan firman yang disampaikan rasul Paulus. "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Kehidupan jemaat di Tesalonika menjadi kesaksian yang baik bagi banyak orang, "...di semua tempat telah tersiar kabar tentang imanmu kepada Allah," (1 Tesalonika 1:8).
2. Banyak orang bertobat. Tadinya menyembah berhala, sekarang "...berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar," (1 Tesalonika 1:9). Sungguh dahsyat kuasa Injil! "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Apakah keberhasilan ini oleh karena kehebatan rasul Paulus? Bukan.
Karena pekerjaan Roh Kuduslah pelayanan Paulus menjadi berhasil; jadi tanpa campur tanganNya, pelayanan kita tidak berarti apa-apa!
Sunday, January 6, 2013
MENJADI SAHABAT SEJATI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Januari 2013 -
Baca: Amsal 18:1-24
"Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." Amsal 18:24
Adalah mudah mendapatkan teman saat suka, tapi ketika dalam duka atau penderitaan? Sangat sukar. Ada tertulis: "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." (Amsal 19:4). Sahabat sejati bisa menerima keadaan kita apa adanya dalam segala hal; ia tidak hanya menyenangkan hati sahabatnya, tetapi juga siap untuk menegur dan mengingatkan bila ada kesalahan karena ia tidak ingin sahabatnya jatuh dan terperosok. "Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi." (Amsal 27:5). Namun seringkali kita diam saja dan tidak berani menegur sahabat yang melakukan kesalahan.
Kita sangat membutuhkan sahabat yang jujur, tidak ada kepura-puraan padanya sehingga diri kita benar-benar terbangun olehnya. Selain itu sahabat yang sejati adalah sahabat yang dapat dipercaya. Artinya ia memiliki penguasaan diri dan punya komitmen. Ia akan berusaha untuk menjaga 'nama baik' sahabatnya; ia tidak akan pernah membuka rahasia pribadi sahabatnya demi keuntungan diri sendiri atau berkhianat. Ada tertulis, "Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah." (Amsal 27:6).
Kita bisa belajar dari kisah persahabatan antara Daud dan Yonatan. Kasih di antara mereka berdua begitu tulus dan murni tanpa ada faktor untung rugi. Tertulis: "...berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri." (1 Samuel 18:1), lalu "Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud," (1 Samuel 18:3). Mereka berdua memegang komitmen itu. Yonatan rela mempertaruhkan posisi dan nyawanya di hadapan ayahnya (Saul) demi Daud. Juga Daud, setelah menjadi raja atas Israel dan walaupun yonatan sudah meninggal, ia tetap memperhatikan Mefiboset, anak Yonatan yang cacat kakinya. "Segala sesuatu yang adalah milik Saul dan milik seluruh keluarganya kuberikan kepada cucu tuanmu itu." (2 Samuel 9:9).
Inilah bukti kesetiaan dan kasih dari seorang sahabat yang sejati: tulus dan tak terbatas waktu. Sudahkah kita menjadi sahabat sejati bagi orang lain?
Baca: Amsal 18:1-24
"Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." Amsal 18:24
Adalah mudah mendapatkan teman saat suka, tapi ketika dalam duka atau penderitaan? Sangat sukar. Ada tertulis: "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." (Amsal 19:4). Sahabat sejati bisa menerima keadaan kita apa adanya dalam segala hal; ia tidak hanya menyenangkan hati sahabatnya, tetapi juga siap untuk menegur dan mengingatkan bila ada kesalahan karena ia tidak ingin sahabatnya jatuh dan terperosok. "Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi." (Amsal 27:5). Namun seringkali kita diam saja dan tidak berani menegur sahabat yang melakukan kesalahan.
Kita sangat membutuhkan sahabat yang jujur, tidak ada kepura-puraan padanya sehingga diri kita benar-benar terbangun olehnya. Selain itu sahabat yang sejati adalah sahabat yang dapat dipercaya. Artinya ia memiliki penguasaan diri dan punya komitmen. Ia akan berusaha untuk menjaga 'nama baik' sahabatnya; ia tidak akan pernah membuka rahasia pribadi sahabatnya demi keuntungan diri sendiri atau berkhianat. Ada tertulis, "Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah." (Amsal 27:6).
Kita bisa belajar dari kisah persahabatan antara Daud dan Yonatan. Kasih di antara mereka berdua begitu tulus dan murni tanpa ada faktor untung rugi. Tertulis: "...berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri." (1 Samuel 18:1), lalu "Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud," (1 Samuel 18:3). Mereka berdua memegang komitmen itu. Yonatan rela mempertaruhkan posisi dan nyawanya di hadapan ayahnya (Saul) demi Daud. Juga Daud, setelah menjadi raja atas Israel dan walaupun yonatan sudah meninggal, ia tetap memperhatikan Mefiboset, anak Yonatan yang cacat kakinya. "Segala sesuatu yang adalah milik Saul dan milik seluruh keluarganya kuberikan kepada cucu tuanmu itu." (2 Samuel 9:9).
Inilah bukti kesetiaan dan kasih dari seorang sahabat yang sejati: tulus dan tak terbatas waktu. Sudahkah kita menjadi sahabat sejati bagi orang lain?
Saturday, January 5, 2013
MENJADI SAHABAT SEJATI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Januari 2013 -
Baca: Amsal 27:1-27
"Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." Amsal 27:17
Ada hal yang seringkali tidak kita pahami yaitu terkadang Tuhan memakai orang lain untuk membentuk kita. Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa pembentukan karakter ditentukan oleh kerelaannya menerima teguran dan pembelajaran dari orang lain.
Interaksi atau persekutuan kita dengan orang lain akan membawa dampak bagi kita: makin dipertajam, dimatangkan dan didewasakan. Yang membentuk dan menggesek kita biasanya bukan orang jauh, melainkan orang-orang yang dekat dengan kita. Oleh karena itu kita harus berhati-hati membangun hubungan dengan seseorang, karena hubungan itu akan membentuk diri kita. Amsal 13:20: "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." dan "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Orang bodoh yang bergaul dengan orang bodoh akan tetap menjadi bodoh, tetapi bila ia mau bergaul dengan orang yang pintar dia akan menjadi pintar, karena dia bisa belajar dari orang itu.
Jika orang yang tidak baik mau bergaul dengan orang baik, dia akan menjadi baik. Namun kalau orang yang tidak baik itu hanya mau bergaul dengan orang yang tidak baik, dia akan tetap menjadi orang yang tidak baik. Oleh karena itu kita harus selektif dalam memilih teman atau sahabat supaya kita tidak terpengaruh kepada hal-hal yang tidak baik. Kita harus bisa menemukan teman atau sahabat yang bisa memberi nilai tambah yang positif bagi kita: membangun, menguatkan dan membimbing kita kepada kehidupan yang berkenan kepada Tuhan. Inilah perlunya memiliki seorang sahabat: orang yang bisa memberi dan menerima, berjalan dalam kebersamaan baik suka mau pun duka, meningkatkan semangat dan gairah dalam belajar atau melayani Tuhan. Untuk apa punya sahabat bila dengan persahabatan itu kita semakin jauh dari Tuhan, meninggalkan pelayanan, nilai-nilai di sekolah makin turun drastis dan sebagainya? Itulah sebabnya tidak gampang menemukan sahabat yang sejati, butuh waktu dan proses yang tidak singkat. "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17).
Sahabat tidak hanya mengasihi atau hadir saat kita dalam keadaan senang atau mendapat berkat, melainkan di segala keadaan dia ada untuk kita.
Baca: Amsal 27:1-27
"Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." Amsal 27:17
Ada hal yang seringkali tidak kita pahami yaitu terkadang Tuhan memakai orang lain untuk membentuk kita. Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa pembentukan karakter ditentukan oleh kerelaannya menerima teguran dan pembelajaran dari orang lain.
Interaksi atau persekutuan kita dengan orang lain akan membawa dampak bagi kita: makin dipertajam, dimatangkan dan didewasakan. Yang membentuk dan menggesek kita biasanya bukan orang jauh, melainkan orang-orang yang dekat dengan kita. Oleh karena itu kita harus berhati-hati membangun hubungan dengan seseorang, karena hubungan itu akan membentuk diri kita. Amsal 13:20: "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." dan "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Orang bodoh yang bergaul dengan orang bodoh akan tetap menjadi bodoh, tetapi bila ia mau bergaul dengan orang yang pintar dia akan menjadi pintar, karena dia bisa belajar dari orang itu.
Jika orang yang tidak baik mau bergaul dengan orang baik, dia akan menjadi baik. Namun kalau orang yang tidak baik itu hanya mau bergaul dengan orang yang tidak baik, dia akan tetap menjadi orang yang tidak baik. Oleh karena itu kita harus selektif dalam memilih teman atau sahabat supaya kita tidak terpengaruh kepada hal-hal yang tidak baik. Kita harus bisa menemukan teman atau sahabat yang bisa memberi nilai tambah yang positif bagi kita: membangun, menguatkan dan membimbing kita kepada kehidupan yang berkenan kepada Tuhan. Inilah perlunya memiliki seorang sahabat: orang yang bisa memberi dan menerima, berjalan dalam kebersamaan baik suka mau pun duka, meningkatkan semangat dan gairah dalam belajar atau melayani Tuhan. Untuk apa punya sahabat bila dengan persahabatan itu kita semakin jauh dari Tuhan, meninggalkan pelayanan, nilai-nilai di sekolah makin turun drastis dan sebagainya? Itulah sebabnya tidak gampang menemukan sahabat yang sejati, butuh waktu dan proses yang tidak singkat. "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17).
Sahabat tidak hanya mengasihi atau hadir saat kita dalam keadaan senang atau mendapat berkat, melainkan di segala keadaan dia ada untuk kita.
Friday, January 4, 2013
KRISTEN 'MESIR' (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Januari 2013 -
Baca: Kolose 3:1-17
"Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala," Kolose 3:5
Bukankah banyak orang Kristen yang bertipe seperti orang Israel? Lebih memilih tinggal di 'Mesir'. Ini berbicara tentang kehidupan orang Kristen yang masih mengutamakan kenikmatan tubuh; yang dipikirkan hanyalah isi perutnya dengan selalu mengenang makanan di Mesir, tidak mau hidup dipimpin oleh Roh Kudus, yang mereka pikirkan hanyalah perkara-perkara jasmani atau yang berkenaan dengan kehidupan duniawi. Alkitab menasihati, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2). Mereka tidak lagi mengutamakan Tuhan dalam hidupnya; diperbudak oleh uang, karir/pekerjaan atau kekayaan. Jangankan terlibat pelayanan, ibadah yang dilakukannya pun rutinitas belaka, karena fokus utama mereka adalah mengejar materi. Jadi yang ada dalam pikirannya hanyalah uang, kekayaan dan juga segala keinginan daging lainnya. Tertulis, "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1).
Apa yang ada di dunia ini tidak dapat menolong dan menyelamatkan kita. Maka milikilah komitmen keluar dari 'Mesir'. Tinggalkan segala kenyamanan, sebab hidup menurut daging hanya akan membawa kepada kebinasaan. Alkitab mengingatkan, "...mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:9-10).
Kehidupan di Mesir mengingatkan bahwa kita sedang berada dalam cengkeraman Iblis dan diperbudak olehnya, yang berusaha mengalihkan fokus hidup kita kepada segala kenikmatan dunia! Berhati-hatilah!
Baca: Kolose 3:1-17
"Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala," Kolose 3:5
Bukankah banyak orang Kristen yang bertipe seperti orang Israel? Lebih memilih tinggal di 'Mesir'. Ini berbicara tentang kehidupan orang Kristen yang masih mengutamakan kenikmatan tubuh; yang dipikirkan hanyalah isi perutnya dengan selalu mengenang makanan di Mesir, tidak mau hidup dipimpin oleh Roh Kudus, yang mereka pikirkan hanyalah perkara-perkara jasmani atau yang berkenaan dengan kehidupan duniawi. Alkitab menasihati, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2). Mereka tidak lagi mengutamakan Tuhan dalam hidupnya; diperbudak oleh uang, karir/pekerjaan atau kekayaan. Jangankan terlibat pelayanan, ibadah yang dilakukannya pun rutinitas belaka, karena fokus utama mereka adalah mengejar materi. Jadi yang ada dalam pikirannya hanyalah uang, kekayaan dan juga segala keinginan daging lainnya. Tertulis, "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1).
Apa yang ada di dunia ini tidak dapat menolong dan menyelamatkan kita. Maka milikilah komitmen keluar dari 'Mesir'. Tinggalkan segala kenyamanan, sebab hidup menurut daging hanya akan membawa kepada kebinasaan. Alkitab mengingatkan, "...mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:9-10).
Kehidupan di Mesir mengingatkan bahwa kita sedang berada dalam cengkeraman Iblis dan diperbudak olehnya, yang berusaha mengalihkan fokus hidup kita kepada segala kenikmatan dunia! Berhati-hatilah!
Thursday, January 3, 2013
KRISTEN 'MESIR' (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Januari 2013 -
Baca: Bilangan 11:1-23
"Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih." Bilangan 11:5
Kekristenan merupakan suatu kehidupan dalam perjalanan panjang dan berliku bersama dengan Tuhan seperti perjalanan yang dialami bangsa Israel sebelum mencapai Kanaan dan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan, di mana mereka harus melewati proses demi proses: berawal dari keberangkatan mereka keluar dari negeri perbudakan di Mesir, kemudian melewati padang gurun dan akhirnya memasuki Tanah Perjanjian.
Berbicara tentang Mesir, pasti kita teringat penderitaan yang dialami bangsa Israel. Di Mesir mereka mengalami penindasan dan tekanan hidup yang luar biasa. "... pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa:...dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (Keluaran 1:11, 13, 14). Di samping itu bayi-bayi (laki-laki) mereka juga dibunuh. Tak bisa dibayangkan betapa menderitanya umat Israel saat berada di mesir. Suatu keadaan yang sungguh hopeless. Itulah sebabnya hari-hari mereka dipenuhi oleh keluh kesah dan bersungut-sungut kepada Tuhan!
Meskipun bangsa Israel sudah dibawa keluar dari Mesir oleh Musa -seorang yang dipilih Tuhan- dengan berjalan di padang gurun mereka tetap tidak berhenti bersungut-sungut, malah semakin menjadi-jadi. Mereka terus membanding-bandingkan dengan keadaan mereka saat masih di Mesir. mereka merasa lebih suka dan nyaman berada di Mesir, karena walau dalam perbudakan tapi cukup dengan makanan dan minuman (ayat nas). Kata mereka, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Di Mesir memang ada kelimpahan, tetapi di balik kelimpahan itu mereka berada dalam penindasan dan perbudakan bangsa lain. Jadi bangsa Israel lebih senang berada di Mesir, di bawah penindasan dan perbudakan bangsa lain tetapi perut mereka kenyang dengan makanan dan minuman.
(Bersambung)
Baca: Bilangan 11:1-23
"Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih." Bilangan 11:5
Kekristenan merupakan suatu kehidupan dalam perjalanan panjang dan berliku bersama dengan Tuhan seperti perjalanan yang dialami bangsa Israel sebelum mencapai Kanaan dan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan, di mana mereka harus melewati proses demi proses: berawal dari keberangkatan mereka keluar dari negeri perbudakan di Mesir, kemudian melewati padang gurun dan akhirnya memasuki Tanah Perjanjian.
Berbicara tentang Mesir, pasti kita teringat penderitaan yang dialami bangsa Israel. Di Mesir mereka mengalami penindasan dan tekanan hidup yang luar biasa. "... pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa:...dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (Keluaran 1:11, 13, 14). Di samping itu bayi-bayi (laki-laki) mereka juga dibunuh. Tak bisa dibayangkan betapa menderitanya umat Israel saat berada di mesir. Suatu keadaan yang sungguh hopeless. Itulah sebabnya hari-hari mereka dipenuhi oleh keluh kesah dan bersungut-sungut kepada Tuhan!
Meskipun bangsa Israel sudah dibawa keluar dari Mesir oleh Musa -seorang yang dipilih Tuhan- dengan berjalan di padang gurun mereka tetap tidak berhenti bersungut-sungut, malah semakin menjadi-jadi. Mereka terus membanding-bandingkan dengan keadaan mereka saat masih di Mesir. mereka merasa lebih suka dan nyaman berada di Mesir, karena walau dalam perbudakan tapi cukup dengan makanan dan minuman (ayat nas). Kata mereka, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Di Mesir memang ada kelimpahan, tetapi di balik kelimpahan itu mereka berada dalam penindasan dan perbudakan bangsa lain. Jadi bangsa Israel lebih senang berada di Mesir, di bawah penindasan dan perbudakan bangsa lain tetapi perut mereka kenyang dengan makanan dan minuman.
(Bersambung)
Wednesday, January 2, 2013
HIDUP RUKUN MENDATANGKAN BERKAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Januari 2013 -
Baca: Mazmur 133:1-3
"Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!" Mazmur 133:1
Di lingkungan di mana kita tinggal ada istilah RT (rukun tetangga) dan RW (rukun waraga). TR dan RW dibentuk dengan tujuan untuk membangun kerukunan antarwarga dalam lingkup kecil. Mengapa kerukunan itu penting? Sebab bila masing-masing warga memiliki hubungan yang dekat dan saling mengenal satu sama lain, mereka bisa bekerja sama dan saling tolong-menolong sehingga tidak ada 'gap' di antara mereka. Ada pepatah yang mengatakan: 'Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh'. Atau ada juga dalam bahasa Jawa yang menyatakan: 'Crah agawe bubrah, rukun agawe santoso'. Kedua ungkapan tersebut menggambarkan bahwa ada dampak yang luar biasa, ada kuasa, berkat dan sesuatu yang bermakna apabila ada persatuan atau kerukunan di antara umat manusia.
Alkitab menyatakan bahwa kerukunan antarumat Tuhan itu merupkan sesuatu yang baik, indah dan memiliki nilai 'istimewa' di mataNya; sesuatu yang dapat mengerakkan hatiNya sehingga Dia akan memberikan apa yang kita perlukan. "Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 18:19). Jadi hidup dalam kerukunan adalah kehendak Tuhan bagi gerejaNya. Dalam doanya Yesus berkata, "...supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku." (Yohanes 17:21). Jadi jemaat Tuhan harus selalu rukun dan bersatu. Jangan ada permusuhan, pertengkaran, kebencian, sakit hati dan sebagainya. Itu hanya akan menjadi penghambat berkat Tuhan bagi kita. Sebaliknya jika kita rukun dan bersatu, segala berkat akan dicurahkan Tuhan, "Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:3b).
Dalam setiap komunitas gereja pasti banyak perbedaan, namun jangan sampai membuat kita merasa tidak memerlukan orang lain atau menyepelekan orang lain.
"...hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." Efesus 4:32
Baca: Mazmur 133:1-3
"Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!" Mazmur 133:1
Di lingkungan di mana kita tinggal ada istilah RT (rukun tetangga) dan RW (rukun waraga). TR dan RW dibentuk dengan tujuan untuk membangun kerukunan antarwarga dalam lingkup kecil. Mengapa kerukunan itu penting? Sebab bila masing-masing warga memiliki hubungan yang dekat dan saling mengenal satu sama lain, mereka bisa bekerja sama dan saling tolong-menolong sehingga tidak ada 'gap' di antara mereka. Ada pepatah yang mengatakan: 'Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh'. Atau ada juga dalam bahasa Jawa yang menyatakan: 'Crah agawe bubrah, rukun agawe santoso'. Kedua ungkapan tersebut menggambarkan bahwa ada dampak yang luar biasa, ada kuasa, berkat dan sesuatu yang bermakna apabila ada persatuan atau kerukunan di antara umat manusia.
Alkitab menyatakan bahwa kerukunan antarumat Tuhan itu merupkan sesuatu yang baik, indah dan memiliki nilai 'istimewa' di mataNya; sesuatu yang dapat mengerakkan hatiNya sehingga Dia akan memberikan apa yang kita perlukan. "Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 18:19). Jadi hidup dalam kerukunan adalah kehendak Tuhan bagi gerejaNya. Dalam doanya Yesus berkata, "...supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku." (Yohanes 17:21). Jadi jemaat Tuhan harus selalu rukun dan bersatu. Jangan ada permusuhan, pertengkaran, kebencian, sakit hati dan sebagainya. Itu hanya akan menjadi penghambat berkat Tuhan bagi kita. Sebaliknya jika kita rukun dan bersatu, segala berkat akan dicurahkan Tuhan, "Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:3b).
Dalam setiap komunitas gereja pasti banyak perbedaan, namun jangan sampai membuat kita merasa tidak memerlukan orang lain atau menyepelekan orang lain.
"...hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." Efesus 4:32
Tuesday, January 1, 2013
TAHUN 2013: Melangkah Dengan Iman!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Januari 2013 -
Baca: Roma 1:17
"Orang yang benar akan hidup oleh iman." Roma 1:17
Lembaran baru tahun 2013 kita buka hari ini. Berjuta asa dan harapan tertanam di hati kita. Di tahun yang baru ini setiap kita pasti memiliki tekad dan semangat yang baru: tekad mewujudkan impian yang belum menjadi kenyataan; tekad melayani Tuhan lebih sungguh lagi; tekad menjalani hidup sebagai 'manusia baru' di dalam Kristus dengan menanggalkan manusia lama, membuang kebiasaan-kebiasaan buruk dan mulai menetapkan prioritas dan sasaran yang hendak dicapai.
Namun mustahil kita akan menggapai semua keinginan, impian dan semua janji Tuhan jika hari-hari kita tetap diliputi rasa ragu, kuatir, cemas, takut dan sebagainya. Jika hati kita masih tidak percaya, ragu-ragu, kuatir, cemas atau takut, maka janji-janji Tuhan pasti tidak akan digenapi di dalam hidup kita. Justru yang kita takutkan, kuatirkan dan cemaskan itulah yang akan menjadi kenyataan. "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul." (Ayub 3:25-26). Biarlah kegagalan tahun kemarin kita jadikan pengalaman yang berharga dan kita jadikan cermin untuk berbenah diri, menatap hari esok yang lebih baik.
Mari kita jalani hari-hari di tahun yang baru ini dengan penuh iman, artinya kita punya penyerahan diri penuh kepada Tuhan. Serahkan semua rencana hidup ini kepada Tuhan dan andalkan Dia dalam segala perkara karena kita tidak tahu apa yang terjadi esok hari. Tertulis: "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi Tuhan, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya," (Ulangan 29:29). Jadi Tuhanlah yang memegang hari esok atau masa depan kita. Karena itu sebagai orang percaya kita harus hidup oleh iman. Dan "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Jadikan firman Tuhan sebagai kesukaan kita setiap hari: dengan membacanya, merenungkannya serta melakukannya, "...perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Asal kita taat di segala situasi dan terus menanti-nantikan Tuhan dengan penuh iman, hidup kita pasti akan lebih baik dari tahun sebelumnya!
Baca: Roma 1:17
"Orang yang benar akan hidup oleh iman." Roma 1:17
Lembaran baru tahun 2013 kita buka hari ini. Berjuta asa dan harapan tertanam di hati kita. Di tahun yang baru ini setiap kita pasti memiliki tekad dan semangat yang baru: tekad mewujudkan impian yang belum menjadi kenyataan; tekad melayani Tuhan lebih sungguh lagi; tekad menjalani hidup sebagai 'manusia baru' di dalam Kristus dengan menanggalkan manusia lama, membuang kebiasaan-kebiasaan buruk dan mulai menetapkan prioritas dan sasaran yang hendak dicapai.
Namun mustahil kita akan menggapai semua keinginan, impian dan semua janji Tuhan jika hari-hari kita tetap diliputi rasa ragu, kuatir, cemas, takut dan sebagainya. Jika hati kita masih tidak percaya, ragu-ragu, kuatir, cemas atau takut, maka janji-janji Tuhan pasti tidak akan digenapi di dalam hidup kita. Justru yang kita takutkan, kuatirkan dan cemaskan itulah yang akan menjadi kenyataan. "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul." (Ayub 3:25-26). Biarlah kegagalan tahun kemarin kita jadikan pengalaman yang berharga dan kita jadikan cermin untuk berbenah diri, menatap hari esok yang lebih baik.
Mari kita jalani hari-hari di tahun yang baru ini dengan penuh iman, artinya kita punya penyerahan diri penuh kepada Tuhan. Serahkan semua rencana hidup ini kepada Tuhan dan andalkan Dia dalam segala perkara karena kita tidak tahu apa yang terjadi esok hari. Tertulis: "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi Tuhan, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya," (Ulangan 29:29). Jadi Tuhanlah yang memegang hari esok atau masa depan kita. Karena itu sebagai orang percaya kita harus hidup oleh iman. Dan "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Jadikan firman Tuhan sebagai kesukaan kita setiap hari: dengan membacanya, merenungkannya serta melakukannya, "...perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Asal kita taat di segala situasi dan terus menanti-nantikan Tuhan dengan penuh iman, hidup kita pasti akan lebih baik dari tahun sebelumnya!